Anda di halaman 1dari 19

Tugas!

PENGELOLAAN DAS

“Karakteristik Sub DAS Lahumbuti”

Oleh:

SUHARNI
D1B5 09 084

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVESITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan adalah suatu komunitas tumbuhan yang didominasi oleh pohon-

pohon atau tumbuhan berkayu lainnya, tumbuh secara bersama-sama dan cukup

rapat. Definisi hutan ini lebih menekankan kepada wujud biofisik hutan

berdasarkan jenis tumbuhan yang dominan (pohon-pohon atau tumbuhan berkayu

lainnya). Sifat pertumbuhan pohon (bersama-sama atau cukup rapat) dan

beerfungsi sebagai komunitas tumbuhan. Secara ekologis hutan mampu

menciptakan iklim mikro di dalam hutan, yang berbeda dengan keadaan

sekitarnya (Arief, 1994).

Menurut UU No. 41/1999 kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang

ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya

sebagai hutan tetap. Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok

tersebut yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Hutan lindung

merupakan salah satu unsur didalam DAS yang berperan melindungi tata air,

mengurangi erosi dan mencegah bahaya banjir.

DAS merupakan daerah atau suatu wilayah yang dibatasi oleh dua batas-

batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam DAS

tersebut akan mengalir melalui titik tertentu dalam DAS tersebut. DAS juga

merupakan suatu sistem yang pengembanganya bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup manusia secara lestari. Agar suatu

DAS tidak rusak maka perlu dijaga kelestarian hutan dan diperlukan pula

pengelolaan DAS yang baik.


Penebangan hutan secara besar-besaran merupakan hal yang akan

mempengaruhi fungsi DAS. Seperti halnya Sub DAS Lahumbuti bagian hulu

yang berfungsi sebagai kawasan konservasi yang dikelolah untuk memelihara

produktivitas sumber daya lahan dan keberkelanjutan sumber daya air agar tidak

terdegradasi. DAS Lahumbuti merupakan Sub DAS Sampara yang luasnya 95.198

Ha dengan luas hutan lindung seluas 248.342,98 Ha yang tersebar diseluruh

Kecamatan di Kabupaten Konawe yang ditetapkan SK Menteri Kehutanan

No.454/kpts-II/1999 (Dishut Konawe, 2008).

Berdasarkan hal tersebut, maka dibuatlah laporan ini untuk mengetahui

karakteristik DAS Lahumbuti agar kita mendapatkan panjang sungai secara

keseluruhan dan menetukan bentu/jenis DAS tersebut.

B. Tujuan Dan Manfaat

Tujuan dari pembuatan laporan ini yaitu untuk mengetahui panjang Das

Lambure, Luas DAS, Kerapatan drainase, Penutupan dan penggunaan lahan,

benuk DAS, Kelas topografi pada DAS Lambure dan Kemiringan lereng Wilayah

DAS Lambure.

Manfaat dari pembuatan laporan ini yaitu dapat mengetahui panjang Das

Lambure, Luas DAS, Kerapatan drainase, Penutupan dan penggunaan lahan,

benuk DAS, Kelas topografi pada DAS Lambure dan Kemiringan lereng Wilayah

DAS Lambure.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian DAS

Menurut Undang-Undang No. 7 tentang Sumber Daya Air Tahun 2004

disebutkan bahwa DAS adalah wilayah daratan sebagai suatu kesatuan denagan

sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi untuk menampung, menyimpan

dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan menuji ke danau atau ke laut

secara alami. Sedangkan batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di

laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh oleh aktivitas daratan.

DAS merupakan suatu sistem yang perkembangannya bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup manusia secara lestari,

sehingga sasaran pengembangan DAS akan menciptakan ciri-ciri sebagai berikut:

(1) mampu memberikan produktivitas lahan yang tinggi, (2) mampu menjamin

kelestarian DAS, yaitu mampu menjamin produktivitas yang tinggi, erosi/sedimen

yang rendah dan fungsi DAS sebagai penyimpan air dapat memberikan “water

yield” yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun, (3) mampu menjaga adanya

pemerataan pendapatan petani dan (4) mampu mempertahankan kelestarian DAS

terhadap goncangan yang terjadi (Resilient) (Sinukaban, 1999).

B. Pola Aliran Sungai

Pola aliran merupakan pola dari organisasi atau hubungan keruangan dari

lembah-lembah, baik yang dialiri sungai maupun lembah yang kering atau tidak

dialiri sungai. Pola aliran dipengaruhi oleh lereng, kekerasan batuan, struktur,

sejarah diastrofisme, sejarah geologi dan geomerfologi dari daerah alairan sungai.
Dengan demikian pola aliran sangat berguna dalam interpretasi kenampakan

geomorfologis, batuan dan struktur geologi.

a. Dendritik: seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan arah

dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang homogen dan tidak

terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan

horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.

b. Rectangular : Aliran rectangular merupakan pola aliran dari pertemuan antara

alirannya membentuk sudut siku-siku atau hampir siku-siku. Pola aliran ini

berkembang pada daerah rekahan dan patahan.

c. Paralel: anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada

sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut.

Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal,

isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat

pantai.

d. Trellis: percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus, sungai-

sungai utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang di batuan sedimen

terlipat atau terungkit dengan litologi yang berselang-seling antara yang lunak

dan resisten.

e. Deranged : pola aliran yang tidak teratur dengan sungai dengan sungai pendek

yang arahnya tidak menentu, payau dan pada daerah basah mencirikan daerah

glacial bagian bawah.

f. Radial Sentrifugal: sungai yang mengalir ke segala arah dari satu titik.

Berkembang pada vulkan atau dome.


g. Radial Centripetal: sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah.

Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya.

h. Annular: sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk sudut

hampir tegak lurus. Berkembang di dome dengan batuan yang berseling antara

lunak dan keras.

i. Pinnate : Pola Pinnate adalah aliran sungai yang mana muara anak sungai

membentuk sudut lancip dengan sungai induk. Sungai ini biasanya terdapat

pada bukit yang lerengnya terjal.

j. Memusat/Multibasinal: percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama,

melainkan hilang ke bawah permukaan. Berkembang pada topografi karst.

C. Mengitung Panjang Sungai

Panjang sungai dapat dihitung dengan menggunakan alat bantu yang

berupa benang. Benang digunakan untuk mengukur panjang sungai dengan

memasang benang sesuai dengan apola aliran sungai dan kemudian diukur

panjangnya dengan menggunakan penggaris. Perhitungan panjang sungai nantinya

akan digunakan untuk menghitung besarnya kerapatan aliran di dalam suatu DAS.

Panjang sungai dapat dihitung dengan rumus:

∑ Panjang Sungaidalam DAS X Skala Peta

Dalam pengukuran luas bisa menggunakan cara seperti yang suda

dikerjakan pada acara 3 Cara / methode pengukuran luas dari peta antara lain :
a. Methode Segi Empat (Square Method)

Pengukuran luas dengan methode segi empat ini dilakukan dengan

cara membuat petak-petak / kotak bujur sangkar pada daerah yang akan

dihitung luasnya. Pada batas tepi yang luasnya setengah kotak atau lebih,

dibulatkan menjadi satu kotak, sedangkan kotak yang luasnya kurang dari

setengah, dihilangkan (tidak dihitung). Hal yang perlu diperhatikan adalah

pertimbangan keseimbangan, harus ada penyesuaian antara kotakyang

dibulatkan dengan yang dihilangkan. Sedapat mungkin, kotak / daerah yang

dihilangkan sama atau seimbang dengan daerah yang dibulatkan.

Lus Yg Diahitung= jumlah Kotak ( n ) x ¿ )

b. Methode Jalur ( Stripped Method)

Pengukuran luas dengan methode jalur ini dilakukan denagn

membuat jalur / garis horizontal yang sejajar dan berinterval sama, kemudian

pada bagian tepi jalur ditarik garis keseimbangan.

Luas daerah yang di hitung= jumlahluas segiempat ( jalur) X skala peta

Luas=luas( A 1+ A 2+ A 3+ A 4 + A 5)

Luas A1 = (panjang x lebar A1) X skala

Atau :

Luas = I (panjang a1+A2+A3+A4+A5)

I = tinggi / lebar jalur

c. Methode Segitiga (Triangle Method)


Pengukuran luas dengan methode segitiga ini dilakukan dengan

membuat segitiga-segitiga di seluruh daerah yang akan diukur luasnya pada

peta, dan pada sisa daerah diluar segitiga ditambahkan garis-garis yang tegak

lurus dengan base line (sisi segitiga), yang disebut dengan offset.

Luas daerah yang dihitung = (luas segitiga + luas offset) X skala peta

Dimana


( O 1+O 2+ O3+ …+On ) x AB
Luas Offset =
n

d. Planimeter

Methode ini merupakan methode pengukuran luas dengan

menggunakan alat Planimeter. Daerah yang akan diukur harus merupakan

polygon / area tertutup. Cara pengukuran luas sebagai berikut : kaca

pengamat planimeter diletakkan pada titik awal area yang akan diukur

luasnya,kemudian alat pengamat digerakkan searah jarum mengikuti batas

area yang akan diukur sampai alat pengamat kembali ke titik awal .Luas

area / daerah yang dihitung, langsung dapat dibaca pada planimeter.

D. Menghitung kerapatan aliran

Kerapatan aliran DAS atau Density, merupakan indeks yang

menunjukkan banyaknya anak sungai dalam suatu DAS, dinyatakan dengan

perbandingan antar panjang keseluruhan dengan luas DAS. Rumus penghitungan

kerapatan aliran DAS adalah sebagai berikut:

Dd =L/A
Keterangan Dd = kerapatan drainase

L = Jumlah panjang sungai + anak sungai (km)

A = luas penampang (Km2)

Untuk mencari jumlah panjang sungai ditambah anak sungai digunakan

rumus sebagai berikut:

L = (P1 + P2 + P3 +……..+ Pn ) x penyebut skala.

Dimana P = jumlah panjang sungai ditambah anak sungai.

Semakin besar nilai Dd semakin baik sistem drainasenya (semakin besar

jumlah limpasannya). Nilai Dd dikelompokkan menjadi;

1. < 0,25 km/km2 termasuk rendah

2. 0,25 – 10 km/km2 termasuk sedang

3. 10 – 25 km/km2 termasuk tinggi

4. 25 km/km2 termasuk sangat tinggi

http://dony.blog.uns.ac.id/2010/06/04/morfometri-das-i/

E. Keadaan Umum DAS Lahumbuti

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :

39/PRT/1989, Sub DAS Lahumbuti merupakan bagian dari SWS Sapara-Lasolo

seluas 95.195 Ha, berada dalam wilayah Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara

dan secara geografis terletak pada 121 o10’00’’- 122o16’00” BT dan 3o26’00”-

4o08’00” LS. secara administrasi pemerintah, wilayah Sub DAS Lahumbuti


meliputi wilayah Kecamatan Abuki, Tongauna, Unaaha, Anggaberi, Wawotobi,

Meluhu dan Amonggedo. luas wilayah Sub DAS Lahumbuti secara administrasi

disajikan pada tabel berikut:

No. Kecamatan Luas Wilayah Administrasi Luas Wilayah Dalam DAS

(Ha) % (Ha) %

1. Abuki 63,756.00 45.99 42,075.00 44.20

2. Tongauna 22,377.00 16.14 19,120.00 20.09

3. Unaaha 20,703.00 14.93 16,200.00 17.02

4. Anggaberi 7,501.00 5.41 6,784.00 7.09

5. Wawotobi 12,375.00 8.93 5,730.00 6.02

6. Meluhu 8,550.00 6.17 4,436.00 4.66

7. Amonggedo 3,375.00 2.43 886.00 0.93

Jumlah 138,637.00 100.00 95,195.00 100.00

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Luas Sub DAS Lahumbuti


Luas DAS lahumbuti dengan menggunakan kertas grid, dimana luasnya

dapat dihitung dengan:

L= jumlah Kotak ( n ) x ¿ )

¿ 32 x ( 1000000 )
2
¿ 32.000 .000 m ; 3.200 Ha

B. Panjang Sungai Utama

Panjang sungai dapat dihitung dengan menggunakan alat bantu yang

berupa benang. Dari data pada peta Sub DAS Lahumbuti dengan skala

perbandingan 1:100000 maka dapat dihitung panjang sungai ditambah anak

sungai digunakan rumus sebagai berikut:

Pnjg SungaiUtama=∑ Panjang Sungai dalam DAS X Skala Peta

¿ 3 , 4 cm X 100000
2
¿ 340.000 cm ; 3.400 m

C. Kerapatan Drainase

Jumlah panjang sungai ditambah anak sungai digunakan rumus sebagai

berikut:

L = (P1 + P2 + P3 +……..+ Pn ) x penyebut skala.

L = (125 + 80 + 75 +........ + 650) x 100000

= 45.510 m2

Dimana P = jumlah panjang sungai ditambah anak sungai.

Maka untuk penghitungan kerapatan aliran DAS adalah sebagai berikut:


L
Dd=
A

45.510
¿ =14 ,22
3.200

Berdasarkan hasil tersebut bahwa nilai dari Dd yaitu 14,22 disimpulkan

bahwa sistem drainase pada DAS Lahumbuti masih baik karena masih dalam

kategori tinggi menurut pembagian sistem drainase. yakni

1. < 0,25 km/km2 termasuk rendah

2. 0,25 – 10 km/km2 termasuk sedang

3. 10 – 25 km/km2 termasuk tinggi

4. 25 km/km2 termasuk sangat tinggi

D. Penggunaan dan Penutupan Lahan Das Lahumbuti

Hasil dari data-data terhadap penggunaan lahan dan penutupan lahan

Das Lahumbuti pada tahun 2010 disajikan pada Tabel berikut:

Tabel. Hasil pengamatan penggunaan dan penutupan lahan di Kawasan Sub Das
Lahumbuti 2005-2010

Perubahan lahan
Luas
No Penutupan dan
2005 2008 perubahan
. penggunaan lahan
(km2)
2 2
Km % Km %

1. Kawasan hutan 672.03 70.60 666.03 69.96 -6.00

2. Lahan perkebunan 77.32 8.12 92.84 9.75 15.52

3. Sawah 107.97 11.34 98.67 10.37 -9.30

4. Semak belukar 71.85 7.55 69.47 7.30 -2.38


5. Kawasan terbangun 12.77 1.34 15.14 1.59 2.37

6. Lahan basah 1.80 0.19 1.59 0.17 -0.21

7. Air permukaan 8.21 0.86 8.21 0.86 0.00

Jumlah 951.95 100 951.95


Sumber : Pengolahan Data Citra Iconas Dishut Kab. Konawe, 2008 berasal dari Adri Syawal, 2010
(Skripsi)

Penyebaran penutupan dan penggunaan lahan di wilayah Sub DAS

Lahumbuti sebagian besar merupakan kawasan hutan dengan luas penyebaran

662,03 Ha (69,55 %), kemudian diikuti oleh penggunaan lahan untuk kawasan

pertanian (sawah dan kawasan perkebunan dan hortikultural) dengan luas

penyebaan sawah 98,67 km2 (10,37%), semak belukar (campuran semak belukar

dan padang ilalang) dengan luas 69,47 km2 (7,30 %) dan lahan basah (rawa air

tawar) serta tubuh perairan berupa sungai dengan luas 1,59 km2 (0,17 %).

Penutupan dan penggunaan di wolayah Das Lahumbuti menunjukkan

bahwa telah terjadi perubahan fungsi yang disebabkan oleh beberapa factor yaitu

1). Pemanfaatan lahan berupa tegalan dengan teknik berpindah dan penebangan

kayu sehingga proses regenersi hutan sering tidak terjadi, 2). Praktek penebangan

kayu secara illegal logging sehingga menurunkan fungsi hutan.

E. Kemiringan Lereng Wilayah Das Lahumbuti

Tabel. Kemiringan Lereng Wilayah Das Lahumbuti

Kecamatan Kemiringan lereng


0-2 % 2-7 % 7-15 % 15-30 % 30 %

Km2 % Km2 % Km2 % Km2 % Km2 %

Abuki 14.07 1.478 - 0 3.23 0.34 5.60 0.59 56.43 5.93

Anggaberi 14.35 1.507 2.71 0.26 17.75 1.86 3.79 0.4 47.49 4.99

Anggoro 16.99 1.784 - 0 22.87 2.4 11.75 1.23 53.86 5.66

Anggotoa 3.31 0.3477 4.56 0.48 - 0 4.23 0.44 17.15 1.80

Benua 41.41 4.35 1.77 0.19 27.91 2.93 3.50 0.37 34.11 3.58

Lahumbuti
7.95 0.836 - 0 10.22 1.07 15.16 1.59 114.53 12.03
hulu

Lahumbuti
131.48 13.81 12.18 1.28 7.44 0.78 11.36 1.19 6.66 0.70
hilir

Lalowatu 47.00 4.937 12.04 1.27 2.38 0.25 19.47 2.05 30.24 3.18

Meluhu 31.48 3.307 15.37 1.61 1.42 0.15 4.29 0.45 32.46 3.41

Watawata 16.11 1.692 - 0 5.11 0.54 0.96 0.1 7.81 0.82

Jumlah 324.14 34.05 48.64 5.11 98.32 10.3 80.09 8.41 400.75 42.10

Sumber : Pengolahan data dengan Analisis SIG BP DAS Sampara, 2011 berasal Adri Syawal,
2010 (Skripsi)

Tingkat kelerengan lapangan berpengaruh pada kecepatan aliran

permukaan (runoff) sehingga memperngaruhi jumlah air yang berilfiltrasi ke

dalam lapisan tanah. Sub DAS Lahumbuti secara umum disusun oleh kemiringan

lereng yang datar-hampir datar (0-2 %) terutama pada Sub DAS Lahumbuti hilir
seluas 131,48 Km2 (13,81 %) dan kemiringan lereng curam-terjal (> 30 %)

terutama pada Sub DAS Lahumbuti hulu seluas 114,53 km 2 (12,03 %). Secara

keseluruhan tingkat kelerengan pada Sb DAS lahumbuti dengan klasifikasi datar-

hampir datar adalah seluas 324,14 km2 (34,05 %), landai 48,64 km2 (5,11 %),

miring 98,32 Ha (10,3 %), agak curam 80,09 km2 (8,41 %) dan curam sampai

terjal seluas 400,75 km2 (42,10 %) (Syawal, 2010).

F. Bentuk DAS

Secara umum bentuk DAS terbagi atas 3 yaitu bentuk bulu burung,

bentuk. Akan tetapi ada pula yang membaginya menjadi 4 bagian yaitu

memanjang, agak memanjang, agak bulat dan bulat. Berdasarkan peta yang

didapatkan maka bentuk DAS Lahumbuti yaitu berbentuk Agak bulat. Dengan

demikan bahwa DAS ini dapat menimbulkan banjir dimusim hujan karena

pertemuan antara air yang ada dipercabangan misalnya A dan percabangan B air

yang mengalir kehulu secara bersamaan bertemu di percabangan tersebut,

sehingga dapat menyebabkan banjir karana meluapnya air tersebut.

IV. PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan peta yang terlihat, DAS Lahumbuti berbentuk agak

memanjang . Dengan demikian bahwa DAS ini tidak menimbulkan banjir

dimusim hujan karena pertemuan antara air yang ada dipercabangan misalnya A

dan percabangan B air yang mengalir kehulu tidbak bersamaan bertemu di

percabangan tersebut, sehingga tidak menyebabkan banjir karana meluapnya air

tersebut. Luas DAS lambure adalah 2850 Ha dengan Panjang sungai utama dari

Sub DAS lambure dengan skala perbandingan 1:15000 adalah 146 m2. Sedangkan

sistem drainase pada DAS lambure baik karena masih dalam kategori tinggi

menurut pembagian sistem drainase.

Penutupan dan penggunaan di wilayah Das lambure menunjukkan bahwa

telah terjadi perubahan fungsi yang disebabkan oleh beberapa factor yaitu 1).

Pemanfaatan lahan berupa tegalan dengan teknik berpindah dan penebangan kayu

sehingga proses regenersi hutan sering tidak terjadi, 2lahan ini merupakan lahan

produksi.

Jadi, keseluruhan wilayah DAS lambure mengalami sedikit kerusakunakan

sebagai lahan produksi dimana pada perubahan debit airnya tidak terpengaruh

kaerna masih adanya penutupan lahan .selain itu das lambure juga dipemgaruhi

oleh bentuk dimana bentuknya memanjang.sehingga tingkat erosinyapun tidak

terlalu tinggi

B. Saran
Sebaiknya perlu adanya manajemen yang baik pada lahan hutan produksi

sehingga DAS yang berada disekitar kawasan tersebut tidak mengalami

kerusakan.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 1994. Hutan, Hakekat dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Yayasan


Obor Indonesia. Jakarta.

Sinukaban, N. 1999. Masalah dan Konsepsi Pengemnbangan Daerah Aliran


Sungai. Makalah Pad Seminar Sehari Tentang Pengelolaan DAS
Terpadu Di Sulawesi Tenggara. UNHALU. Kendari, Sulawesi Tenggara,
1 November.

Syawal, A. 2010. Analisis Fungsi Hidrologi Kawasan Hutan Lindung Sub DAS
Lahumbuti Kabupaten Konawe. Skripsi. Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari. Sulawesi Tenggara.

http://dony.blog.uns.ac.id/2010/06/04/morfometri-das-i/ Diakses (20/10/2011).


PETA DAS LAHUMBUTI Kabupaten Konawe

Anda mungkin juga menyukai