Anda di halaman 1dari 35

SARI PUSTAKA

DEMAM REUMATIK

Disusun Oleh:

Naufal Rizky Perdana

030.13.140

Pembimbing:

dr. Kirana Kamima, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 15 JANUARI – 24 MARET 2018

JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Sari Pustaka dengan judul :

“DEMAM REUMATIK”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Budhi Asih

Periode 15 Januari – 24 Maret 2018

Disusun oleh :

Naufal Rizky Perdana

030.13.140

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Kirana Kamima, Sp.A

Selaku dokter pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Anak RSUD Budhi Asih

Jakarta, 22 Februari 2018

Mengetahui,

dr. Kirana Kamima, Sp.A

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Sari Pustaka
yang berjudul "Demam Reumatik" dengan baik dan tepat waktu. Presentasi kasus
ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak di RSUD Budhi Asih.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Kirana
Kamima, Sp. A sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan
pikirannya untuk memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga dan rekan-rekan sejawat
yang telah memberikan dukungan, saran, dan kritik yang membangun.
Keberhasilan penyusunan sari pustaka ini tidak akan tercapai tanpa adanya bantuan,
dan bimbingan dari berbagai pihak-pihak tersebut.
Semoga sari pustaka ini dapat dipahami dan berguna bagi siapapun yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dalam pengejaan kalimat.
Wasalammualaikum, wr.wb.

Jakarta, 22 Februari 2018

Naufal Rizky Perdana

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3

2.1 Demam Reumatik ........................................................................................................ 3

2.1.1 Definisi .............................................................................................................. 3

2.1.2 Epidemiologi ..................................................................................................... 3

2.1.3 Etiologi .............................................................................................................. 3

2.1.4 Faktor Risiko ..................................................................................................... 4

2.1.5 Patofisiologi ...................................................................................................... 5

2.1.6 Manifestasi Klinis ........................................................................................... 10

2.1.7 Diagnosis .......................................................................................................... 13

2.1.8 Penatalaksanaan ............................................................................................... 18

2.1.8 Prognosis .......................................................................................................... 26

BAB III KESIMPULAN................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 28

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria Jones 1992 .................................................................................13


Tabel 2. Kriteria WHO 2002 – 2003 .....................................................................14
Tabel 3. Kriteria Jones 2015 ..................................................................................15
Tabel 4. Pencegahan Primer dan Sekunder Demam Reumatik..............................19
Tabel 5. Durasi Pencegahan Sekunder Demam Reumatik. ...................................20
Tabel 6. Panduan Aktivitas pada Penderita Penyakit Jantung Rematik.................21
Tabel 7. Panduan Antiinflamasi pada Penderita Penyakit Jantung Rematik ........21
Tabel 8. Prioritas penatalaksanaan demam reumatik .............................................21
Tabel 9. Obat-obatan pada demam rematik akut ...................................................21

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Patogenesis Demam Reumatik .............................................................. 9

Gambar 2 Respons Imun pada Demam Reumatik .................................................10

Gambar 3. Alur diagnosis demam reumatik .........................................................21

v
BAB I

PENDAHULUAN

Demam Rematik (DR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non


supuratif dengan proses “Delayed Autoimmune” pada kelainan vascular kolagen
atau kelainan jaringan ikat. Proses reumatik ini merupakan proses peradangan yang
dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan system saraf
pusat.1 Demam reumatik merupakan proses respons imunologis sistemik yang
dapat bersifat akut atau kronik dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta
hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas.1
Serangan pertama demam reumatik akut terjadi paling sering antara umur
5-15 tahun. Demam reumatik jarang ditemukan pada anak di bawah umur 5 tahun.
Demam reumatik akut biasanya terjadi setelah faringitis yang disebabkan oleh
Streptococcus beta hemolyticus grup A yang tidak diobati. Pengobatan yang tuntas
terhadap faringitis akut hampir meniadakan resiko terjadinya demam reumatik.
Diperkirakan hanya sekitar 3 % dari individu yang belum pernah menderita
demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis
streptokokus yang tidak diobati.2
Penyakit jantung rematik (PJR) adalah penyakit jantung sebagai akibat
gejala sisa dari DR, yang ditandai dengan terjadinya kerusakan katup jantung.
Penyakit ini merupakan penyebab kelainan katup yang terbanyak terutama pada
anak sehingga mengurangi produktivitas dan kualitas hidup.3 Penyakit Jantung
Rematik merupakan suatu penyulit nonsupuratif infeksi Streptokokus β-hemolitikus
grup A di faring yang didahului dengan demam rematik dan diperantarai oleh
respons imunologis tipe lambat. Biasanya timbul 1–5 minggu (rata-rata 3 minggu)
sesudah infeksi tersebut. Streptokokus β-hemolitikus grup A merupakan bakterial
gram positif yang dapat menyebabkan berbagai macam klinis termasuk demam,
faringitis hingga jantung rematik. Terlebih demam rematik dapat menyebabkan
penyakit jantung rematik yang kadang tidak disadari dapat menyebabkan gagal
jantung pada anak.2 Penyakit Jatung Rematik sendiri memiliki manifestasi klinis

1
yang telah mengarah ke gagal jantung, seperti anak yang mudah cepat lelah, sesak,
batuk dan kadang disertai bengkak pada ekstremitas hingga asites.
Demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik adalah salah satu
penyebab utama masalah kesehatan di negara berkembang. Pada penelitian yang
dilakukan dari tahun 1990 sampai 2015, didapatkan prevalensi tertinggi
berdasarkan umur yaitu di Oseania (Samudra Pasifik dan sekitarnya), diikuti oleh
pusat sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan. Negara - negara dengan perkiraan jumlah
kasus penyakit jantung rematik terbesar adalah India (13,17 juta kasus), China (7,07
juta), Pakistan (2,25 juta), Indonesia (1,18 juta), dan Demokrat Republik Kongo
(805.000).4 Untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit
demam reumatik diperlukan upaya pencegahan yang tepat.4
Suatu faktor penting yang mempengaruhi insidens demam reumatik adalah
ketepatan diagnosis dan pelaporan penyakit. Sampai sekarang belum tersedia uji
spesifik yang tepat untuk menegakkan diagnosis demam reumatik akut. Penyakit
demam reumatik harus dikenali sejak awal dan ditatalaksana dengan tepat agar
tidak terjadi komplikasi lebih lanjut dan dapat menurunkan insidens penyakit ini.
Oleh karena itu penulis membahas mengenai demam reumatik dan bagaimana
tatalaksana yang tepat.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Reumatik


2.1.1 Definisi
Demam Rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non
supuratif dengan proses “Delayed Autoimmune” pada kelainan vascular kolagen
atau kelainan jaringan ikat. Proses reumatik ini merupakan proses peradangan yang
dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan system saraf
pusat.1

2.1.2 Epidemiologi
Demam rematik dapat ditemukan diseluruh dunia dan mengenai semua
umur, tetapi 90% dari serangan pertama terjadi pad umur 5-15 tahun, sedangkan
jarang sekali terjadi umur dibawah 5 tahun.1 Ada dua keadaan terpenting dari segi
epidemiologi pada demam reumatik akut yaitu kemiskinan dan kepadatan
penduduk. Pada penelitian yang dilakukan dari tahun 1990 sampai 2015,
didapatkan prevalensi tertinggi berdasarkan umur yaitu di Oseania (Samudra
Pasifik dan sekitarnya), diikuti oleh pusat sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan.
Negara - negara dengan perkiraan jumlah kasus penyakit jantung rematik terbesar
adalah India (13,17 juta kasus), China (7,07 juta), Pakistan (2,25 juta), Indonesia
(1,18 juta), dan Demokrat Republik Kongo (805.000).4

2.1.3 Etiologi
Penyebab demam reumatik adalah infeksi Streptokokus grup Apada faring,
sedangkan infeksi streptokokus pada kulit (impetigo atau pioderma) tidak terbukti
menyebabkan demam reumatik akut. Streptokokus grup C dan G juga dapat
menyebabkan faringitis namun tidak menyebabkan demam reumatik akut.

3
Infeksi Streptococcus Beta Hemoliticus grup A. Infeksi bakteri ini biasanya
menyebabkan Faringitis dan sebagian kecil infeksi pada kulit (pioderma). Tidak
semua Streptococcus Grup A dapat menyebabkan Demam rematik, serotype seperti
M type 4,2,12. Streptococcus beta hemolyticus dikenali oleh karena morfologi
koloninya dan kemampuannya untuk menimbulkan hemolisis. Sel ini terdiri dari
sitoplasma yang dikelilingi oleh tiga lapisan membran, yang disusun terutama dari
lipoprotein. Diluar membran sitoplasma adalah dinding sel, terdiri dari tiga
komponen:
1. Komponen bagian dalam adalah peptigoglikan yang memberi kekakuan
dinding sel.
2. Polisakarida dinding sel atau KH spesifik grup. KH ini terbukti memiliki
determinan antigenik bersama dengan glikoprotein pada katup jantung
manusia.
3. Komponen ketiga terdiri dari mosaik protein yang dilabel sebagai protein
M yakni antigen spesifik tipe dari Streptococcus grup A. adanya protein M ini
menghambat fagositosis.
Streptococcus menghasilkan sejumlah enzim ekstraseluler, termasuk dua
hemolisisn atau streptolisin S yang stabil pada oksigen, serta streptolisin O yang
labil terhadap oksigen.5 Streptokokus grup Amenyebabkan 15-30% kasus faringitis
akut pada pasien pediatrik tetapi hanya 5-10% pada dewasa.

2.1.4 Faktor risiko


Kejadian awal kasus ARF paling tinggi pada anak-anak berusia 5-14 tahun,
walaupun episode pertama terjadi pada anak-anak yang lebih muda, dengan kasus
ARF yang dilaporkan pada mereka yang berusia 2-3 tahun6,7. Episode awal juga
dapat terjadi pada remaja yang lebih tua dan orang dewasa, walaupun kasus pada
orang berusia> 30 tahun jarang terjadi. Sebaliknya, episode berulang sering
mempengaruhi anak-anak yang sedikit lebih tua, remaja dan dewasa muda namun
jarang diamati di luar usia 35-40 tahun. RHD adalah penyakit kronis yang
disebabkan oleh akumulasi kerusakan katup jantung dari episode pertama ARF
yang parah, pada umumnya lebih sering pada episode yang berulang. Ini berarti,

4
walaupun RHD terjadi pada anak-anak, prevalensinya puncak pada usia dewasa,
biasanya antara usia 25 tahun dan 45 tahun6.
Pada kebanyakan populasi, ARF umumnya tidak berbeda jauh antara pria
dan wanita. Namun, RHD lebih sering terjadi pada wanita, dengan risiko relatif 1,6
sampai 2,0 dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, perbedaan jenis kelamin ini
mungkin lebih kuat pada remaja dan orang dewasa dari pada anak-anak6,7.
Sebagian besar perbedaan risiko antar populasi di seluruh dunia dapat
dijelaskan oleh faktor lingkungan. Distribusi relatif masing-masing risiko
individual ini sulit dijelaskan karena banyak di antaranya tumpang tindih dan
sebagian besar terkait dengan kemiskinan dan kerugian ekonomi6,7. Kepadatan
rumah tangga barangkali adalah faktor risiko terbaik yang dijelaskan dan
mengurangi kepadatan penduduk yang berlebihan telah disebut sebagai salah satu
faktor terpenting yang mendasari penurunan insiden ARF di negara-negara kaya
selama abad ke-20 abad ke21. Data terakhir dengan jelas menunjukkan hubungan
ARF dan RHD dengan kepadatan rumah tangga6,7,8

2.1.5 Patofisiologi
Meskipun pengetahuan serta penelitian sudah berkembang pesat, namun
mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya
para ahli sependapat bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel;
yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase,
streptokinase, disfosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal
erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.
Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan
terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya
reaksi silang antibodi terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai
susunan antigen mirip antigen Streptococcus, hal inilah yang menyebabkan reaksi
autoimun. ASTO (anti streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan
paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi Streptococcus. Lebih
kurang 80% penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut

5
menunjukkan kenaikan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas antibodi
terhadap Streptococcus, maka pada 95% kasus demam reumatik/penyakit jantung
reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap Streptococcus.
Penelitian menunjukkan bahwa komponen streptokokus yang lain memiliki
reaktivitas bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi silang imunologik di
antara karbohidrat streptokokus dan glikoprotein katup, di antara membran
protoplasma streptokokus dan jaringan saraf subtalamus serta nuklei kaudatus dan
antara hialuronat kapsul dan kartilagoartikular. Reaktivitas silang imunologik
multiple tersebut dapat menjelaskan keterlibatan organ multiple pada demam
reumatik.2
Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif
dan proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada
jantung; organ lain seperti sendi, kulit, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain
dapat terkena tetapi selalu reversibel. Proses patologis pada demam reumatik
melibatkan jaringan ikat atau jaringan kolagen. Meskipun proses penyakit adalah
difus dan dapat mempengaruhi kebanyakan jaringan tubuh, manifestasi klinis
penyakit terutama terkait denganketerlibatan jantung, sendi, dan otak.
Keterlibatan jantung pada demam reumatik dapat mengenai setiap
komponen jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas
pada endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan miokarditis berat,
perikardium dapat juga terlibat. Beberapa dengan pada penyakit kolagen lain seperti
lupus eritematosus sistematik atau artristis reumatoid juvenil (pada kedua penyakit
ini serositas biasanya ditunjukkan oleh perikarditis), pada demam reumatik jarang
ditemukan perikaditis tanpa endokarditis atau miokarditis. Perikaditis pada pasien
reumatik bisanya menyatakan adanya pankarditis atau perluasan proses radang.2
Pembentukan sel Aschoff atau benda Aschoff diuraikan oleh Aschoff pada tahun
1940, menyertai stadium di atas. Lesi patognomonis ini terdiri dari infiltrat
perivaskular sel besar dengan inti polimorf dan sitoplasma basofil tersusun dalam
roset sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular. Beberapa sel mempunyai inti
banyak, atau mempunyai’inti mata burung hantu’ dengan titik-titik dan fibril
eksentrik yang menyebar kemembran inti, atau mempunyai susunan kromatin

6
batang dengan tepi gigi gergaji dannukleus kisi-kisi atau lingkaran yang melilit.
Sel-sel yang khas ini disebut monosit Anitschkow. Benda Aschoff dapat ditemukan
pada setiap daerah miokardium tetapi paling sering ditemukan dalam jaringan
aurikular kiri. Benda Aschoff ditemukan paling sering dalam jaringan miokardium
pasien yang sembuh dari miokarditis reumatik subakut atau kronik. Sel Aschoff
dapat tampak dalam fase akut, mungkin pasien ini menderita karditis kronik dengan
kumat demam reumatik. Jarang sel Aschoff ditemukan dalam jaringan jantung
pasien tanpa riwayat demam reumatik.2
Reaksi radang juga mengenai lapisan endokardium yang mengakibatkan
endokarditis. Proses endokarditis tersebut mengenai jaringan katup serta dinding
endokardium. Radang jaringan katup menyebabkan manifestasi klinis yang mirip
karditis reumatik. Yang paling sering terlibat adalah katup mitral, disusul katup
aorta. Katup trikuspid jarang terlibat, dan katup pulmonal jarang sekali terlibat
Tinjauan etiologi penyakit katup oleh Roberts menunjukkan bahwa etiologi
reumatik 70% dari kasus dapat berasal dari penyakit katup mitral murni (isolated)
dan hanya 13% dari kasus yang berasal dari penyakit katup aorta murni. Pada pasien
yang kedua katupnya (mitral dan aorta) terlibat, kemungkinan etiologi reumatik
adalah 97%. Radang awal pada endokarditis dapat menyebabkan terjadinya
insufisiensi katup. Penemuan histologis dalam endokarditis terdiri dari edema
dan infiltrasi selular jaringan katup dan korda tendinae. Lesi yang khas endokarditis
reumatik adalah ’tambalan (patch) MacCallum’, daerah jaringan menebal
yang ditemukan dalam atrium kiri, yakni di atas dasar daun katup mitral posterior.
Degenerasi hialin pada katup yang terkena akan menyebabkan pembentukan veruka
pada tepinya, yang akan menghalangi pendekatan daun-daun katup secara total dan
menghalangi penutupan ostium katup. Dengan radang yang menetap, terjadilah
fibrosis dan klasifikasi katup. Klasifikasi mikroskopik dapat terjadi pada pasien
muda dengan penyakit katup reumatik. Jika tidak ada pembalikan proses dan
penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan
pengapuran yang kasar, yang terjadi beberapa tahun pascaserangan. Pasien dengan
pankarditis, di samping menderita miokarditis juga menderita perikarditis. Eksudat
fibrin menutupi permukaan viseral maupun sisi permukaan serosa (serositis), dan

7
cairan serohemoragis yang bervariasi volumenya berada dalam rongga
perikardium.5
Ruam kulit mencerminkan terdapatnya vaskulitis yang mendasari,
yang mungkin ada pada setiap bagian tubuh dan yang paling sering mengenai
pembuluh darah yang lebih kecil. Pembuluh darah ini menunjukkan proliferasi sel
endotel. Nodul subkutan jarang ditemukan pada pasien demam reumatik akut,
kalaupun ada, nodul ini cenderung ditemukan pada pasien dengan penyakit katup
kronik, terutama stenosis mitral. Histologi nodul subkutan terdiri dari nekrosis
fibrinoid sentral yang dikelilingi oleh sel-sel epitel dan mononuklear. Lesi
histologis tersebut serupa dengan lesi pada benda Ascoff, suatu tanda patologis
karditis reumatik. Seperti pada perikarditis, patologi artritis pada dasarnya sama,
yaitu serositis. Pada artritis reumatik jaringan tulang rawan (kartilago) tidak
terlibat, akan tetapi lapisan synovia menunjukkan terjadinya degenerasi fibrinoid.
Patologi nodulus subkutan, yang membentuk penonjolan di atas tonjolan tulang dan
permukaan tendo ekstensor, telah diuraikan di atas. Vaskulitis, yang merupakan
dasar proses patologis eritema marginatum, juga menyebabkan lesi ekstrakardial
lain seperti keterlibatan paru dan ginjal yang kadang ditemukan pada demam
reumatik akut. Demikian pula, vaskulitis dapat merupakan proses patologis yang
berhubungan dengan korea Sydenham (St. Vitus dance). Ganglia basalis dan
serebellum adalah tempat perubahan patologis yang sering ditemukan pada pasien
dengan gejala korea Sydenham. Perubahan ini terdiri dari perubahan selular dengan
infiltrasi perivaskular oleh sel limfosit. Pada literatur lain menyebutkan kelainan-
kelainan pada susunan saraf pusat ini (korteks, ganglia basalis, serebellum) tidak
dapat menerangkan terjadinya korea, kelainan tersebut dapat ditemukan pada
penderita demam reumatik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak
pernah menunjukkan gejala korea.2,5
Tidak ada penjelasan masuknya Streptokokus β-hemolitikus grup A kedalam
tubuh yang mengakibatkan mulainya infeksi. Namun kemampuan protein tipe
tertentu pada Streptokokus β-hemolitikus grup A ini lah yang menyebabkan
timbulnya bakteri Streptokokus β-hemolitikus grup A menyerang flora normal.
Bakteri Streptokokus β-hemolitikus grup A ini dapat berkompetisi pada kulit

8
memalui lemak. Kerusakan terhadap leukosit dan jaringan sel yang dihasilkan
toksindan menyebarkan infeksi mungkin ditandai oleh enzim spesifik yang
menyerang asam hialuronik dan fibrin serta mempunyai endotoksin dari antibodi
non spesifik. Sehingga yang nantinya menyerang tubuh dengan berbagai
manifestasi klinis.2,5

Gambar 1. Patogenesis Demam Reumatik2

9
Gambar 2. Respons Imun pada Demam Reumatik3

2.1.6 Manifestasi Klinis


Demam Rematik Akut adalah penyakit sistemik ditandai dengan adanya
kelainan pada jantung, sistem saraf pusat, jaringan subkutan dan kulit. Pengecualian
untuk jantung, sebagian besar organ-organ ini hanya sedikit yang mengalami
kerusakan akibat Demam Rematik tersebut.3
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat dibagi
dalam 4 stadium:2,3
Stadium I : Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman
beta-Streptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk,
rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil
dapat terjadidiare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang
menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular
seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh
sendiri tanpa pengobatan3. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran

10
napas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang
biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit
jantung reumatik.
Stadium II : Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini
berlangsung 1-3 minggu,kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan
berbulan-bulan kemudian.
Stadium III : Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya
berbagai manifestasi klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
Manifestasi klinik tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum
(gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor) demam reumatik/penyakit
jantung reumatik.
Karditis pada demam reumatik akut ditemukan pada sekitar 50% pasien,
yang cenderung meningkat dengan tajam pada pengamatan mutakhir. Dua laporan
yang paling baru,dari Florida dan Utah, melaporkan karditis pada 75% pasien
demam reumatik akut. Angka ini didasarkan kepada diagnosis yang ditegakkan
hanya dengan auskultasi, dan bahkan lebih tinggi bila alat ekokardiografi Doppler
91% pasien menunjukkan keterlibatan jantung. Pada literatur lain menyebutkan
yaitu sekitar 40-80% dari demam reumatik akan berkembang menjadi pankarditis.
Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam reumatik akut, dan
menyebabkan mortalitas paling sering selama stadium akut penyakit. Bahkan
sesudah fase akut, cedera sisa pada katup dapat menyebabkan gagal jantung yang
tidak mudah ditangani, dan seringkali memerlukan intervensi bedah. Selanjutnya
mortalitas dapat terjadi akibat komplikasi bedah atau dari infeksi berikut yang
menyebabkan endocarditis bakteri.2,3
Poliartritis ditemukan sampai 75% serangan pertama terjadi pada fase awal
penyakit. Melibatkan lebih dari 1 sendi besar: lutut, mata kaki, sendi siku,
pergelangan; bersamaan atau bergantian, berpindah (poliartritis migran) Terdapat
tanda radang pada sendi yang terkena (bengkak, panas, merah, nyeri, functio laesa)
sangat responsif terhadap salisilat. Karditis terdapat pada 50% kasus. Biasanya

11
terjadi pada 3 minggu pertama. Diagnosis karditis memerlukan 1 dari 4 kriteria di
bawah ini:
1. Bising jantung organik, sering berupa apical holosystolic murmur dan basal
early diastolic murmur. Pemeriksaan ekokardiografi yang menunjukkan
insufisiasi aorta atau mitral saja tanpa terdapat bising jantung organik tidak
dapat disebut sebagai karditis
2. Perikarditis (friction rub, efusi perikardium, nyeri dada, perubahan EKG)
3. Kardiomegali pada foto Rontgen toraks
4. Gagal jantung kongestif

Eritema Marginatum ditemukan sampai 15%. Terjadi pada awal serangan


dan dapat hilang timbul. Merupakan makula/papula kemerahan yang berbatas tegas,
menyebar secara melingkar atau serpiginosa, tidak sakit atau gatal, hilang pada
penekanan. Terutama pada badan dan proksimal ekstremitas bagian dalam, tidak
pernah ada di wajah.2
Nodul Subkutan terdapat sampai 20% kasus, terutama terjadi pada DRA
dengan kekambuhan dan menetap dalam 1–2 mgg tidak spesifik untuk demam
reumatik. Merupakan nodul yang bulat, keras, tidak nyeri, tidak gatal, dan mudah
digerakkan dengan diameter 0,2–2 cm. Biasanya simetris pada daerah ekstensor
sendi siku, pergelangan tangan dan kaki, tendon Achilles, lutut, kepala, dan
sepanjang, tulang belakang. Berlangsung beberapa minggu.3
Korea Sydenham terdapat pada 5–36% kasus dapat terjadi sampai 7 bulan
sesudah infeksi streptokokus terutama terdapat pada anak perempuan sebelum
pubertas. Dimulai dengan emosi yang labil dan perubahan kepribadian. Gerakan
spontan tidak terkoordinasi, tanpa tujuan, disertai kelemahan otot, bicara cadel.
Disfungsi basal ganglia dan komponen neuron korteks.2,3
Penyakit jantung rematik ditemukan adanya kelainan katup berupa
insufisiensi atau stenosis pada pemeriksaan fisis. Bergantung pada beratnya
kelainan dapat ditemukan hipertrofi atrium kiri dan ventrikel kiri dapat pula
ditemukan hipertrofi atrium kiri kanan.9

12
2.1.7 Diagnosis
Kriteria Jones pedoman dalam diagnosis reumatik
Tabel 1. Kriteria Jones 19922

Manifestasi Mayor Manifestasi Minor

Karditis Klinis

Poliartritis Artralgia

Khorea Demam

Eritma Merginatum Laboratorium

Nodul Subcutan Peningkatan reaktan fase akut (laju


endap darah, C-reactive protein)

Pemanjangan interval PR pada


EKG

PLUS

Bukti infeksi Streptokokus β-hemolitikus grup A sebelumnya

Kultur usap tenggorok atau rapid streptococcal antigen test positif

Titer antibodi Streptokokus diatas nilai normal atau meningkat

Dasar diagnosis

- Highly probable (sangat mungkin)


- 2 mayor atau 1 mayor + 2 minor
- Disertai bukti infeksi strptococcus beta hemolyticus group A
- Peningkatan ASTO > 120-400 IU atau kultur positif doubtful diagnosis
(meragukan)
- 2 mayor
- 1 mayor + 2 mayor
- Tidak terdapat bukti infeksi Streptokokus β-hemolitikus grup A
- Pengecualian diagnosis DRA dapat ditegakkan hanya ditemukan Khorea saja
atau Karditis saja

13
Tabel 2. Kriteria WHO 2002 – 20035

Kategori diagnostik Kriteria

Demam rematik serangan pertama Dua mayor atau satu mayor dan dua
minor ditambah bukti infeksi
Streptokokus grup A sebelumnya

Demam rematik serangan rekuren tanpa Dua mayor atau satu mayor dan dua
PJR minor ditambah bukti infeksi
Streptokokus grup A sebelumnya

Demam rematik serangan rekuren Dua minor ditambah bukti infeksi


dengan PJR Streptokokus grup A sebelumnya

Khorea rematik Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya


atau bukti infeksi Streptokokus grup A

PJR (stenosis mitral murni atau Tidak diperlukam kriteria lainnya untuk
kombinasi dengan insufisiensi mitral mendiagnosis sebagai PJR
dan atau gangguan katup aorta)

14
Tabel 3. Kriteria Jones 201510

Pemeriksaan Fisik
Status lokalis:

- Sendi  Poliartritis:
pada inspeksi terlihat bengkak dan merah pada sendi.
Pada palpasi teraba hangat.
- Jantung  Karditis:

15
Pada Auskultasi Jantung :

 Terdengar murmur atau bising jantung high pitch, blowing,


holosystoic/pansistolik, apical (mitral regurgirtasi)

- pansistolik murmur  Pada auskultasi hampir selalu ditemukan mur


mur sistolik pada Regurgitasi mitral akibat rematik. Murmur biasanya
holosistolik, dimulai saat bunyi jantung pertama,meliputi seluruh fase
sistole,punktum maksimum di apeks menjalar ke lateral kiri aksila dan
ke punggung. Intensitas murmur biasanya sedang sampai tinggi.yang
jadi ciri Khas adalah intensitas murmur sama mulai dari awal sampai
Akhir.terjadi : pada katup yang terjadi defek,setelah bunyi jantung
I(penutupan katup mitral) tekanan left ventrikel lebih tinggi dari left
atrium sehingga terjadi regurgitasi dari LV ke LA,regurgitasi ini
terdengar sebagai bising pan sistolik. 11,12
- Mid-diastolik murmurbising diastolic terdengar segera setelah
katup mitral terbuka(OS) di mana arah mengalir dari atrium kiri ke
ventrikel kiri melewati katup sempit pada keadaan tekanan atrium
tinggi sehingga terjadi turbulensi dan terdengar sebagai mid-diastolic
murmur berfrekuensi rendah dan kasar, punktum maksimum di apeks.
- Opening snapkatup mitral terbuka saat akhir isovolumetrik.Apabila
daun katup kaku tetapi masih mobile tekanan atrium kiri yang tinggi
menyebabkan pembukaan mendadak dan berbunyi dinamakan opening
snap., pada keadaan normal pembukaan katup mitral tidak
berbunyi.tetapi jika katup tidak mobile karena terlalu kaku, OS tidak
ada.11
-
S3bunyi jantung III biasa terjadi pada MI, terdengar sesudah
pembukaan katup mitral pada apeks, frekuensi rendah. S3 terjadi akibat
fase pengisian cepat pada ventrikel kiri dengan tekanan meningkat.hal
yang sama terjadi pada ventrikel kanan dengan Trikuspid insuf.11

16
 Takikardi  Denyut jantung diatas normal. N: 60-100 x/menit
 Third heart sound
Tanda CHF
 Rales and edema
 Pericardial friction rub

- Ronkisuara tambahan pad suara napas yg disebabkan adanya cairan


eksudat/transudat/darah di dalam lumen bronchus.
- Pericardial friction rub  Suara tambahan disebabkan gesekan kedua
permukaan pleura (parietal dan visceral) yang menjadi kasar akibat
peradangan. Terdengar sepanjang fase inspirasi dan ekspirasi, terdengar
seperti suara sepatu kulit yg masih baru.gejala patognomonik bagi acute
pericarditis.pada PJR, reaksi silang juga terjadi di pericardium parietal
sehingga menjadi menebal dank eras  bergesek dengan visceral
menimbulkan suara friction rub.11

Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
 Kultur tenggorok  fase akut, tidak sensitif
Streptococcus B hemolyticus
• Dalam agar darah :
Koloni keabuan
Translucent, diameter 1 – 2 mm, dikelilingi halo tdk berwarna,
transparant akibat disolusi sel-sel darah merah. Gram (+)
 ASTO (antibody Streptoccocus Titer O) dan Antistreptoccocal DNAse B (ADB)
test  terbentuknya antibodi-antibodi ini sangat dipengaruhi umur dan
lingkungan. Titer ASTO (+) > 210 Todd pada orang dewasa dan > 320 Todd
pada anak-anak. Sedangkan ADB (+) >120 pada orang dewasa dan > 240 pada

17
anak-anak. Antibodi ini dapat terdeteksi pada minggu kedua-minggu ke tiga
setelah fase akut DR atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman SGA di
tenggorokan.
• Mengeluarkan toxin + enzim terjadinya antibodi, tetapi tidak menyebabkan
imunitas .
• Pengukuran antibodi mendeteksi infeksi strept. Yang baru atau belum lama
terjadi (ASO)
• Streptokokus, tidak bermigrasi dari pharynx ke jantung atau sendi-sendi. Tidak
ada penyebaran kuman diseluruh tubuh.
 Acute-phase reactants, Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) and C-reactive
protein (CRP)  non-spesific tapi berguna untuk memonitoring perjalanan
penyakit.
 Kultur darah  menyingkirkan diagnosis banding: septic bakeremia, infective
endocarditis dan disseminated gonococcal infections.
 Rheumatoid Faktor  menyingkirkan Rheumatoid arthritis
- Imaging
 Chest Radiography  cardiomegaly and CHV karena karditis
 Echocardiography
 EKG  PR interval memanjang (AV blok derajat I) dan mitral valvular
stenosis. AV blok derajat II dan III mungkin terjadi dan Aortic valvular 
jarang. PR Interval normal:
– Jarak antara permulaan P sampai dengan permulaan QRS
– Normalnya 0,12-0,20 detik
– Bila PR <0,12, hantaran dipercepat
– Bila PR >0,20, terjadi blok di AV.8

2.1.8 Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap Demam Rematik ditunjukkan pada 3 hal. Pertama pencegahan
primer pada saat serangan Demam Rematik. Lalu penegahan sekunder Demam
Rematik. Serta, menghilangkan gejala yang menyertainya, seperti tirah baring,
penggunaan antiinflamasi, penatalaksanaan gagal jantung dan korea.

18
Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus pada saat
serangan DR dan diberikan fase awal serangan. Jenis antibiotika, dosis dan
frekuensi pemberiannya dapat dilihat pada tabel. Pencegahan sekunder DR
bertujuan untuk mencegah serangan ulangan DR, karena serangan ulangan dapat
memperberat kerusakan katup katup jantung dan dapat menyebabkan kecacatan dan
kerusakan katup jantung. Jenis antibiotika yang digunakan dapat dilihat pada tabel
dan durasi pencegahan sekunder.12

Tabel 4. Pencegahan Primer dan Sekunder Demam Reumatik.2,13


Cara Pemberian Jenis Antibiotik Dosis Frekuensi
Pencegahan Primer : Pengobatan terhadap faringitis Streptococcus
untuk mencegah serangan primer demam reumatik
Intramuskular Benzatin 1.2 juta unit Satu kali
Penisilin G (600.000 unit
untuk BB < 27 kg
Oral Penisilin V 250 mg 400.000 4 kali sehari
unit selama 10
hari
Eritromisin 40 mg/kgBB/hari 3-4 kali
(jangan lebih dari selama 10
1 gr/hari) hari
Pencegahan sekunder : Pencegahan berulangnya demam reumatik
Intramuskular Benzatin 1.2 juta unit Setiap 3-4
penisilin G minggu
Oral Penisilin V 250 mg 2 kali sehari
Sulfadiazine 500 mg 1 kali sehari
Eritromisin 250 mg 2 kali sehari

19
Tabel 5. Durasi Pencegahan Sekunder Demam Reumatik.2,13
Kategori Durasi
Demam reumatik dengan karditis Sekurang-kurangnya 10 tahun
dan kelainan menetap* sejak episode yang terakhir dan
sampai usia 40 tahun dan kadang-
kdang seumur hidup.
Demam reumatik dengan karditis 10 tahun atau sampai dewasa, bias
tanpa kelainan katup yang lebih lama
menetap*
Demam reumatik tanpa karditis 5 tahun atau sampai usia 21 tahun,
bias lebih lama
*klinis atau ekokardiografi

Penderita gagal jantung memerlukan tirah baring dan anti inflamasi perlu
diberikan pada penderita DR dengan manifestasi mayor karditis dan artritis. Pada
penderita DR dengan gagal jantung perlu diberikan diuretika, restriksi cairan dan
garam. Penggunaan digoksin pada penderita DR masih kontroversi karena resiko
intoksikasi dan aritmia. Pada penderita korea dianjurkan mengurangi stres fisik dan
emosi. Penggunaan anti inflamasi untuk mengatasi korea masih kontroversi. Untuk
kasus korea yang berat fenobarbital atau haloperidol dapat digunakan. Selain itu
dapat digunakan valproic acid, chlorpromazin dan diazepam.

20
Tabel 6. Panduan Aktivitas pada Penderita Penyakit Jantung Rematik.11,13
Artriti Karditis Karditis
Aktivitas s Minimal Sedang Karditis Berat
Tirah baring 1-2 minggu 2-4 minggu 4-6 minggu 2-4 bulan/selama masih
terdapat gagal jantung
kongestif

Aktivitas dalam 1-2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan
rumah
Aktivitas di luar 2 minggu 2-4 minggu 1-3 bulan 2-3 bulan
rumah
Aktivitas penuh Setelah 6- Setelah 6- Setelah 3- bervariasi
10 minggu 10 minggu 6 minggu

Tabel 7. Panduan Antiinflamasi pada Penderita Penyakit Jantung Rematik.11,13


Karditis Karditis Karditis
Artritis Minimal Sedang Berat
Prednison - - 2-4 minggu 2-6 minggu
Aspirin 1-2 minggu 2-4 minggu 6-8 minggu 2-4 bulan

Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat
demam rematik akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan hingga sedang,
penggunaan aspirin saja sebagai anti inflamasi direkomendasikan dengan dosis 90-
100 mg/kgBB perhari yang dibagi dalam 4 sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang
adekuat di dalam darah adalah sekitar 20-25 mg/100 mL. Dosis ini dilanjutkan
selama 4 sampai 8 minggu, tergantung pada respon klinis. Setelah perbaikan, terapi
dikurangi secara bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase akut.
Untuk poliartritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan dikurangi secara
bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya perbaikan gejala sendi
dengan pemberian aspirin merupakan bukti yang mendukung poliartritis migrans
akut pada demam rematik akut. Pemberian prednisone (2 mg/kgBB perhari dalam
4 dosis untuk 2 sampai 6 minggu) diindikasikan hanya pada kasus karditis berat.14
Penderita Penyakit Jantung Rematik tanpa gejala tidak memerlukan terapi.
Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk
mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau
intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia

21
serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka
panjang.13,15
Penatalaksanaan demam rematik akut terdiri dari benzathine penisilin untuk
memberantas streptokokus beta-hemolitik, Terapi antiinflamasi dengan salisilat,
dan istirahat di tempat tidur. Terapi suportif tambahan untuk gagal jantung atau
korea mungkin perlu. Profilaksis penisilin jangka panjang lebih diutamakan dengan
benzathine intramuskular penisilin G, 1,2 juta U setiap 28 hari, diperlukan.
Regimen oral untuk profilaksis umumnya tidak terlalu efektif. Prognosis rematik
akut Demam tergantung pada tingkat kerusakan jantung permanen. Keterlibatan
jantung bisa sembuh total, terutama jika terjadi episode pertama dan rejimen
profilaksis diikuti. Itu Tingkat keparahan keterlibatan jantung memburuk dengan
setiap kekambuhan demam rematik.15

Gambar 3. Alur diagnosis demam rematik15

22
Tabel 8. Prioritas penatalaksanaan demam reumatik9

23
Tabel 9. Obat-obatan pada demam rematik akut9

24
25
2.1.9 Prognosis

Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam yang berarti bila karditis sembuh
pada permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5 tahun pertama perjalanan
penyakit demam rematik dan penyakit jantung rematik tidak membaik bila bising
organik katup tidak menghilang. Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih
berat, dan ternyata demam rematik akut dengan payah jantung akan sembuh 30%
pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan
bertambah bilapengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik.13

26
BAB III
KESIMPULAN

Demam reumatik merupakan penyakit inflamasi akut yang secara klasik


terjadi pada anak-anak (berusia 5-15 tahun) dalam waktu 5 minggu sesudah terjadi
infeksi strepkokus grup A yang biasanya berupa faringitis. Kriteria diagnostik untuk
demam reumatik dapat menggunakan kriteria jones. Gejala klinis yang dapat
terlihat pada demam reumatik ini yaitu penderita biasanya mengeluhkan nyeri
persendian disertai dengan tipe demam yang remitent, pankriditis, nodul subkutan,
eritema marginatum, dan chorea. Pemeriksaan diagnostik yang dapat yang dapat
dilakukan yaitu pemeriksaan laboratorium darah, EKG, Echocardiogram, dan Foto
rontgen. Penatalaksaan medis yang dilakukan berdasarkan gejala-gejala klinis yang
ditimbulkan, misalnya penggunaan steroid dan kortikosteroid digunakan pada
penderita demam reumatik yang mengalami nyeri persendian dan demam. Apabila
penanganannya tidak tuntas maka dapat menyebabkan komplikasi menjadi
penyakit jantung reumatik meliputi hipertrofi atrium kiri dan perikarditis. Sehingga
pengetahuan mengenai penyakit, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan demam
reumatik sangat penting agar tidak mengalami komplikasi yang dapat
meningkatkan angka mortalitas pada anak.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
2. Pudjiadi A, Hegar B, et all. Demam Rematik Akut. Pedoman Pelayanan
Medis. Jilid 2. Jakarta: IDAI; 2010. 41-5p.
3. Soedarmo S, Gama H, Hadinegoro S, Satari H. Infeksi Streptococcal Grup
A. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Ed 2. Jakarta: IDAI 2008. 347-
52p.
4. Watkins, D., Johnson, C., Colquhoun, S., Karthikeyan, G., Beaton, A.,
Bukhman, G., et. al. Global, Regional, and National Burden of Rheumatic
Heart Disease, 1990–2015. New England Journal of Medicine, 377(8),
pp.713-722. 2017.
5. Brown A, Maguire G, Walsh W. Australian guideline for prevention,
diagnosis and management of acute rheumatic fever and rheumatic heart
disease. 2nd edition). The National Heart Foundation of Australia and the
Cardiac Society of Australia and New Zealand. [Article on the internet]
2012. [cited on 23 February 2018]. Available from:
http://www.rhdaustralia.org.au/sites/default/files/guideline_0.pdf.
6. Lawrence, J. G., Carapetis, J. R., Griffiths, K., Edwards, K. & Condon, J.
R. Acute rheumatic fever and rheumatic heart disease: incidence and
progression in the Northern Territory of Australia, 1997 to 2010. Circulation
128, 492–501 (2013).
7. Rothenbuhler, M. et al. Active surveillance for rheumatic heart disease in
endemic regions: a systematic review and meta-analysis of prevalence
among children and adolescents. Lancet Glob. Health 2, e717–e726 (2014).
8. Okello, E. et al. Socioeconomic and environmental risk factors among
rheumatic heart disease patients in Uganda. PLoS ONE 7, e43917 (2012).
9. RHDAustralia (ARF/RHD writing group), National Heart Foundation of
Australia and the Cardiac Society of Australia and New Zealand. Australian
guideline for prevention, diagnosis and management of acute rheumatic
fever and rheumatic heart disease (2nd edition). 2012

28
10. R. Carapetis, Jonathan & Beaton, Andrea & W. Cunningham, Madeleine &
Guilherme, Luiza & Karthikeyan, Ganesan & Mayosi, et. al. Acute
rheumatic fever and rheumatic heart disease. Nature Reviews Disease
Primers. 2. 15084. 10.1038/nrdp.2015.84. (2016).
11. Garna H, Nataprawira HW. Demam Rematik Akut dan Penyakit jantuk
Rematik. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi
5.Bandung: Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin.2014.605-11p.
12. Karen J.Robert M. et al. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Edisi 6.2014. 527-34p
13. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED, editors. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak
Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. hlm. 54-72.
14. Buttgereit F, Doering G, Schaeffler A. Targeting pathophysiological
rhythms: prednisone chronotherapy shows sustained efficacy in rheumatoid
arthritis. . Ann Rheum Dis. 2010; 69(7):1275–80.
15. Michael H. Gewitz, Robert S. Baltimore, Lloyd Y. Tani, Craig A. Sable,
Stanford T. Shulman, Edward L. Kaplan et. al. Revision of the Jones Criteria
for the Diagnosis of Acute Rheumatic Fever in the Era of Doppler
Echocardiography.Circulation.;https://doi.org/10.1161/CIR.000000000000
0205.2015

29

Anda mungkin juga menyukai