DEMAM REUMATIK
Disusun Oleh:
030.13.140
Pembimbing:
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
“DEMAM REUMATIK”
Disusun oleh :
030.13.140
Selaku dokter pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Anak RSUD Budhi Asih
Mengetahui,
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Sari Pustaka
yang berjudul "Demam Reumatik" dengan baik dan tepat waktu. Presentasi kasus
ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak di RSUD Budhi Asih.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Kirana
Kamima, Sp. A sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan
pikirannya untuk memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga dan rekan-rekan sejawat
yang telah memberikan dukungan, saran, dan kritik yang membangun.
Keberhasilan penyusunan sari pustaka ini tidak akan tercapai tanpa adanya bantuan,
dan bimbingan dari berbagai pihak-pihak tersebut.
Semoga sari pustaka ini dapat dipahami dan berguna bagi siapapun yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dalam pengejaan kalimat.
Wasalammualaikum, wr.wb.
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang telah mengarah ke gagal jantung, seperti anak yang mudah cepat lelah, sesak,
batuk dan kadang disertai bengkak pada ekstremitas hingga asites.
Demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik adalah salah satu
penyebab utama masalah kesehatan di negara berkembang. Pada penelitian yang
dilakukan dari tahun 1990 sampai 2015, didapatkan prevalensi tertinggi
berdasarkan umur yaitu di Oseania (Samudra Pasifik dan sekitarnya), diikuti oleh
pusat sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan. Negara - negara dengan perkiraan jumlah
kasus penyakit jantung rematik terbesar adalah India (13,17 juta kasus), China (7,07
juta), Pakistan (2,25 juta), Indonesia (1,18 juta), dan Demokrat Republik Kongo
(805.000).4 Untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit
demam reumatik diperlukan upaya pencegahan yang tepat.4
Suatu faktor penting yang mempengaruhi insidens demam reumatik adalah
ketepatan diagnosis dan pelaporan penyakit. Sampai sekarang belum tersedia uji
spesifik yang tepat untuk menegakkan diagnosis demam reumatik akut. Penyakit
demam reumatik harus dikenali sejak awal dan ditatalaksana dengan tepat agar
tidak terjadi komplikasi lebih lanjut dan dapat menurunkan insidens penyakit ini.
Oleh karena itu penulis membahas mengenai demam reumatik dan bagaimana
tatalaksana yang tepat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Demam rematik dapat ditemukan diseluruh dunia dan mengenai semua
umur, tetapi 90% dari serangan pertama terjadi pad umur 5-15 tahun, sedangkan
jarang sekali terjadi umur dibawah 5 tahun.1 Ada dua keadaan terpenting dari segi
epidemiologi pada demam reumatik akut yaitu kemiskinan dan kepadatan
penduduk. Pada penelitian yang dilakukan dari tahun 1990 sampai 2015,
didapatkan prevalensi tertinggi berdasarkan umur yaitu di Oseania (Samudra
Pasifik dan sekitarnya), diikuti oleh pusat sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan.
Negara - negara dengan perkiraan jumlah kasus penyakit jantung rematik terbesar
adalah India (13,17 juta kasus), China (7,07 juta), Pakistan (2,25 juta), Indonesia
(1,18 juta), dan Demokrat Republik Kongo (805.000).4
2.1.3 Etiologi
Penyebab demam reumatik adalah infeksi Streptokokus grup Apada faring,
sedangkan infeksi streptokokus pada kulit (impetigo atau pioderma) tidak terbukti
menyebabkan demam reumatik akut. Streptokokus grup C dan G juga dapat
menyebabkan faringitis namun tidak menyebabkan demam reumatik akut.
3
Infeksi Streptococcus Beta Hemoliticus grup A. Infeksi bakteri ini biasanya
menyebabkan Faringitis dan sebagian kecil infeksi pada kulit (pioderma). Tidak
semua Streptococcus Grup A dapat menyebabkan Demam rematik, serotype seperti
M type 4,2,12. Streptococcus beta hemolyticus dikenali oleh karena morfologi
koloninya dan kemampuannya untuk menimbulkan hemolisis. Sel ini terdiri dari
sitoplasma yang dikelilingi oleh tiga lapisan membran, yang disusun terutama dari
lipoprotein. Diluar membran sitoplasma adalah dinding sel, terdiri dari tiga
komponen:
1. Komponen bagian dalam adalah peptigoglikan yang memberi kekakuan
dinding sel.
2. Polisakarida dinding sel atau KH spesifik grup. KH ini terbukti memiliki
determinan antigenik bersama dengan glikoprotein pada katup jantung
manusia.
3. Komponen ketiga terdiri dari mosaik protein yang dilabel sebagai protein
M yakni antigen spesifik tipe dari Streptococcus grup A. adanya protein M ini
menghambat fagositosis.
Streptococcus menghasilkan sejumlah enzim ekstraseluler, termasuk dua
hemolisisn atau streptolisin S yang stabil pada oksigen, serta streptolisin O yang
labil terhadap oksigen.5 Streptokokus grup Amenyebabkan 15-30% kasus faringitis
akut pada pasien pediatrik tetapi hanya 5-10% pada dewasa.
4
walaupun RHD terjadi pada anak-anak, prevalensinya puncak pada usia dewasa,
biasanya antara usia 25 tahun dan 45 tahun6.
Pada kebanyakan populasi, ARF umumnya tidak berbeda jauh antara pria
dan wanita. Namun, RHD lebih sering terjadi pada wanita, dengan risiko relatif 1,6
sampai 2,0 dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, perbedaan jenis kelamin ini
mungkin lebih kuat pada remaja dan orang dewasa dari pada anak-anak6,7.
Sebagian besar perbedaan risiko antar populasi di seluruh dunia dapat
dijelaskan oleh faktor lingkungan. Distribusi relatif masing-masing risiko
individual ini sulit dijelaskan karena banyak di antaranya tumpang tindih dan
sebagian besar terkait dengan kemiskinan dan kerugian ekonomi6,7. Kepadatan
rumah tangga barangkali adalah faktor risiko terbaik yang dijelaskan dan
mengurangi kepadatan penduduk yang berlebihan telah disebut sebagai salah satu
faktor terpenting yang mendasari penurunan insiden ARF di negara-negara kaya
selama abad ke-20 abad ke21. Data terakhir dengan jelas menunjukkan hubungan
ARF dan RHD dengan kepadatan rumah tangga6,7,8
2.1.5 Patofisiologi
Meskipun pengetahuan serta penelitian sudah berkembang pesat, namun
mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya
para ahli sependapat bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel;
yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase,
streptokinase, disfosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal
erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.
Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan
terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya
reaksi silang antibodi terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai
susunan antigen mirip antigen Streptococcus, hal inilah yang menyebabkan reaksi
autoimun. ASTO (anti streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan
paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi Streptococcus. Lebih
kurang 80% penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut
5
menunjukkan kenaikan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas antibodi
terhadap Streptococcus, maka pada 95% kasus demam reumatik/penyakit jantung
reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap Streptococcus.
Penelitian menunjukkan bahwa komponen streptokokus yang lain memiliki
reaktivitas bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi silang imunologik di
antara karbohidrat streptokokus dan glikoprotein katup, di antara membran
protoplasma streptokokus dan jaringan saraf subtalamus serta nuklei kaudatus dan
antara hialuronat kapsul dan kartilagoartikular. Reaktivitas silang imunologik
multiple tersebut dapat menjelaskan keterlibatan organ multiple pada demam
reumatik.2
Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif
dan proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada
jantung; organ lain seperti sendi, kulit, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain
dapat terkena tetapi selalu reversibel. Proses patologis pada demam reumatik
melibatkan jaringan ikat atau jaringan kolagen. Meskipun proses penyakit adalah
difus dan dapat mempengaruhi kebanyakan jaringan tubuh, manifestasi klinis
penyakit terutama terkait denganketerlibatan jantung, sendi, dan otak.
Keterlibatan jantung pada demam reumatik dapat mengenai setiap
komponen jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas
pada endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan miokarditis berat,
perikardium dapat juga terlibat. Beberapa dengan pada penyakit kolagen lain seperti
lupus eritematosus sistematik atau artristis reumatoid juvenil (pada kedua penyakit
ini serositas biasanya ditunjukkan oleh perikarditis), pada demam reumatik jarang
ditemukan perikaditis tanpa endokarditis atau miokarditis. Perikaditis pada pasien
reumatik bisanya menyatakan adanya pankarditis atau perluasan proses radang.2
Pembentukan sel Aschoff atau benda Aschoff diuraikan oleh Aschoff pada tahun
1940, menyertai stadium di atas. Lesi patognomonis ini terdiri dari infiltrat
perivaskular sel besar dengan inti polimorf dan sitoplasma basofil tersusun dalam
roset sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular. Beberapa sel mempunyai inti
banyak, atau mempunyai’inti mata burung hantu’ dengan titik-titik dan fibril
eksentrik yang menyebar kemembran inti, atau mempunyai susunan kromatin
6
batang dengan tepi gigi gergaji dannukleus kisi-kisi atau lingkaran yang melilit.
Sel-sel yang khas ini disebut monosit Anitschkow. Benda Aschoff dapat ditemukan
pada setiap daerah miokardium tetapi paling sering ditemukan dalam jaringan
aurikular kiri. Benda Aschoff ditemukan paling sering dalam jaringan miokardium
pasien yang sembuh dari miokarditis reumatik subakut atau kronik. Sel Aschoff
dapat tampak dalam fase akut, mungkin pasien ini menderita karditis kronik dengan
kumat demam reumatik. Jarang sel Aschoff ditemukan dalam jaringan jantung
pasien tanpa riwayat demam reumatik.2
Reaksi radang juga mengenai lapisan endokardium yang mengakibatkan
endokarditis. Proses endokarditis tersebut mengenai jaringan katup serta dinding
endokardium. Radang jaringan katup menyebabkan manifestasi klinis yang mirip
karditis reumatik. Yang paling sering terlibat adalah katup mitral, disusul katup
aorta. Katup trikuspid jarang terlibat, dan katup pulmonal jarang sekali terlibat
Tinjauan etiologi penyakit katup oleh Roberts menunjukkan bahwa etiologi
reumatik 70% dari kasus dapat berasal dari penyakit katup mitral murni (isolated)
dan hanya 13% dari kasus yang berasal dari penyakit katup aorta murni. Pada pasien
yang kedua katupnya (mitral dan aorta) terlibat, kemungkinan etiologi reumatik
adalah 97%. Radang awal pada endokarditis dapat menyebabkan terjadinya
insufisiensi katup. Penemuan histologis dalam endokarditis terdiri dari edema
dan infiltrasi selular jaringan katup dan korda tendinae. Lesi yang khas endokarditis
reumatik adalah ’tambalan (patch) MacCallum’, daerah jaringan menebal
yang ditemukan dalam atrium kiri, yakni di atas dasar daun katup mitral posterior.
Degenerasi hialin pada katup yang terkena akan menyebabkan pembentukan veruka
pada tepinya, yang akan menghalangi pendekatan daun-daun katup secara total dan
menghalangi penutupan ostium katup. Dengan radang yang menetap, terjadilah
fibrosis dan klasifikasi katup. Klasifikasi mikroskopik dapat terjadi pada pasien
muda dengan penyakit katup reumatik. Jika tidak ada pembalikan proses dan
penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan
pengapuran yang kasar, yang terjadi beberapa tahun pascaserangan. Pasien dengan
pankarditis, di samping menderita miokarditis juga menderita perikarditis. Eksudat
fibrin menutupi permukaan viseral maupun sisi permukaan serosa (serositis), dan
7
cairan serohemoragis yang bervariasi volumenya berada dalam rongga
perikardium.5
Ruam kulit mencerminkan terdapatnya vaskulitis yang mendasari,
yang mungkin ada pada setiap bagian tubuh dan yang paling sering mengenai
pembuluh darah yang lebih kecil. Pembuluh darah ini menunjukkan proliferasi sel
endotel. Nodul subkutan jarang ditemukan pada pasien demam reumatik akut,
kalaupun ada, nodul ini cenderung ditemukan pada pasien dengan penyakit katup
kronik, terutama stenosis mitral. Histologi nodul subkutan terdiri dari nekrosis
fibrinoid sentral yang dikelilingi oleh sel-sel epitel dan mononuklear. Lesi
histologis tersebut serupa dengan lesi pada benda Ascoff, suatu tanda patologis
karditis reumatik. Seperti pada perikarditis, patologi artritis pada dasarnya sama,
yaitu serositis. Pada artritis reumatik jaringan tulang rawan (kartilago) tidak
terlibat, akan tetapi lapisan synovia menunjukkan terjadinya degenerasi fibrinoid.
Patologi nodulus subkutan, yang membentuk penonjolan di atas tonjolan tulang dan
permukaan tendo ekstensor, telah diuraikan di atas. Vaskulitis, yang merupakan
dasar proses patologis eritema marginatum, juga menyebabkan lesi ekstrakardial
lain seperti keterlibatan paru dan ginjal yang kadang ditemukan pada demam
reumatik akut. Demikian pula, vaskulitis dapat merupakan proses patologis yang
berhubungan dengan korea Sydenham (St. Vitus dance). Ganglia basalis dan
serebellum adalah tempat perubahan patologis yang sering ditemukan pada pasien
dengan gejala korea Sydenham. Perubahan ini terdiri dari perubahan selular dengan
infiltrasi perivaskular oleh sel limfosit. Pada literatur lain menyebutkan kelainan-
kelainan pada susunan saraf pusat ini (korteks, ganglia basalis, serebellum) tidak
dapat menerangkan terjadinya korea, kelainan tersebut dapat ditemukan pada
penderita demam reumatik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak
pernah menunjukkan gejala korea.2,5
Tidak ada penjelasan masuknya Streptokokus β-hemolitikus grup A kedalam
tubuh yang mengakibatkan mulainya infeksi. Namun kemampuan protein tipe
tertentu pada Streptokokus β-hemolitikus grup A ini lah yang menyebabkan
timbulnya bakteri Streptokokus β-hemolitikus grup A menyerang flora normal.
Bakteri Streptokokus β-hemolitikus grup A ini dapat berkompetisi pada kulit
8
memalui lemak. Kerusakan terhadap leukosit dan jaringan sel yang dihasilkan
toksindan menyebarkan infeksi mungkin ditandai oleh enzim spesifik yang
menyerang asam hialuronik dan fibrin serta mempunyai endotoksin dari antibodi
non spesifik. Sehingga yang nantinya menyerang tubuh dengan berbagai
manifestasi klinis.2,5
9
Gambar 2. Respons Imun pada Demam Reumatik3
10
napas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang
biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit
jantung reumatik.
Stadium II : Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini
berlangsung 1-3 minggu,kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan
berbulan-bulan kemudian.
Stadium III : Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya
berbagai manifestasi klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
Manifestasi klinik tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum
(gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor) demam reumatik/penyakit
jantung reumatik.
Karditis pada demam reumatik akut ditemukan pada sekitar 50% pasien,
yang cenderung meningkat dengan tajam pada pengamatan mutakhir. Dua laporan
yang paling baru,dari Florida dan Utah, melaporkan karditis pada 75% pasien
demam reumatik akut. Angka ini didasarkan kepada diagnosis yang ditegakkan
hanya dengan auskultasi, dan bahkan lebih tinggi bila alat ekokardiografi Doppler
91% pasien menunjukkan keterlibatan jantung. Pada literatur lain menyebutkan
yaitu sekitar 40-80% dari demam reumatik akan berkembang menjadi pankarditis.
Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam reumatik akut, dan
menyebabkan mortalitas paling sering selama stadium akut penyakit. Bahkan
sesudah fase akut, cedera sisa pada katup dapat menyebabkan gagal jantung yang
tidak mudah ditangani, dan seringkali memerlukan intervensi bedah. Selanjutnya
mortalitas dapat terjadi akibat komplikasi bedah atau dari infeksi berikut yang
menyebabkan endocarditis bakteri.2,3
Poliartritis ditemukan sampai 75% serangan pertama terjadi pada fase awal
penyakit. Melibatkan lebih dari 1 sendi besar: lutut, mata kaki, sendi siku,
pergelangan; bersamaan atau bergantian, berpindah (poliartritis migran) Terdapat
tanda radang pada sendi yang terkena (bengkak, panas, merah, nyeri, functio laesa)
sangat responsif terhadap salisilat. Karditis terdapat pada 50% kasus. Biasanya
11
terjadi pada 3 minggu pertama. Diagnosis karditis memerlukan 1 dari 4 kriteria di
bawah ini:
1. Bising jantung organik, sering berupa apical holosystolic murmur dan basal
early diastolic murmur. Pemeriksaan ekokardiografi yang menunjukkan
insufisiasi aorta atau mitral saja tanpa terdapat bising jantung organik tidak
dapat disebut sebagai karditis
2. Perikarditis (friction rub, efusi perikardium, nyeri dada, perubahan EKG)
3. Kardiomegali pada foto Rontgen toraks
4. Gagal jantung kongestif
12
2.1.7 Diagnosis
Kriteria Jones pedoman dalam diagnosis reumatik
Tabel 1. Kriteria Jones 19922
Karditis Klinis
Poliartritis Artralgia
Khorea Demam
PLUS
Dasar diagnosis
13
Tabel 2. Kriteria WHO 2002 – 20035
Demam rematik serangan pertama Dua mayor atau satu mayor dan dua
minor ditambah bukti infeksi
Streptokokus grup A sebelumnya
Demam rematik serangan rekuren tanpa Dua mayor atau satu mayor dan dua
PJR minor ditambah bukti infeksi
Streptokokus grup A sebelumnya
PJR (stenosis mitral murni atau Tidak diperlukam kriteria lainnya untuk
kombinasi dengan insufisiensi mitral mendiagnosis sebagai PJR
dan atau gangguan katup aorta)
14
Tabel 3. Kriteria Jones 201510
Pemeriksaan Fisik
Status lokalis:
- Sendi Poliartritis:
pada inspeksi terlihat bengkak dan merah pada sendi.
Pada palpasi teraba hangat.
- Jantung Karditis:
15
Pada Auskultasi Jantung :
16
Takikardi Denyut jantung diatas normal. N: 60-100 x/menit
Third heart sound
Tanda CHF
Rales and edema
Pericardial friction rub
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
Kultur tenggorok fase akut, tidak sensitif
Streptococcus B hemolyticus
• Dalam agar darah :
Koloni keabuan
Translucent, diameter 1 – 2 mm, dikelilingi halo tdk berwarna,
transparant akibat disolusi sel-sel darah merah. Gram (+)
ASTO (antibody Streptoccocus Titer O) dan Antistreptoccocal DNAse B (ADB)
test terbentuknya antibodi-antibodi ini sangat dipengaruhi umur dan
lingkungan. Titer ASTO (+) > 210 Todd pada orang dewasa dan > 320 Todd
pada anak-anak. Sedangkan ADB (+) >120 pada orang dewasa dan > 240 pada
17
anak-anak. Antibodi ini dapat terdeteksi pada minggu kedua-minggu ke tiga
setelah fase akut DR atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman SGA di
tenggorokan.
• Mengeluarkan toxin + enzim terjadinya antibodi, tetapi tidak menyebabkan
imunitas .
• Pengukuran antibodi mendeteksi infeksi strept. Yang baru atau belum lama
terjadi (ASO)
• Streptokokus, tidak bermigrasi dari pharynx ke jantung atau sendi-sendi. Tidak
ada penyebaran kuman diseluruh tubuh.
Acute-phase reactants, Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) and C-reactive
protein (CRP) non-spesific tapi berguna untuk memonitoring perjalanan
penyakit.
Kultur darah menyingkirkan diagnosis banding: septic bakeremia, infective
endocarditis dan disseminated gonococcal infections.
Rheumatoid Faktor menyingkirkan Rheumatoid arthritis
- Imaging
Chest Radiography cardiomegaly and CHV karena karditis
Echocardiography
EKG PR interval memanjang (AV blok derajat I) dan mitral valvular
stenosis. AV blok derajat II dan III mungkin terjadi dan Aortic valvular
jarang. PR Interval normal:
– Jarak antara permulaan P sampai dengan permulaan QRS
– Normalnya 0,12-0,20 detik
– Bila PR <0,12, hantaran dipercepat
– Bila PR >0,20, terjadi blok di AV.8
2.1.8 Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap Demam Rematik ditunjukkan pada 3 hal. Pertama pencegahan
primer pada saat serangan Demam Rematik. Lalu penegahan sekunder Demam
Rematik. Serta, menghilangkan gejala yang menyertainya, seperti tirah baring,
penggunaan antiinflamasi, penatalaksanaan gagal jantung dan korea.
18
Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus pada saat
serangan DR dan diberikan fase awal serangan. Jenis antibiotika, dosis dan
frekuensi pemberiannya dapat dilihat pada tabel. Pencegahan sekunder DR
bertujuan untuk mencegah serangan ulangan DR, karena serangan ulangan dapat
memperberat kerusakan katup katup jantung dan dapat menyebabkan kecacatan dan
kerusakan katup jantung. Jenis antibiotika yang digunakan dapat dilihat pada tabel
dan durasi pencegahan sekunder.12
19
Tabel 5. Durasi Pencegahan Sekunder Demam Reumatik.2,13
Kategori Durasi
Demam reumatik dengan karditis Sekurang-kurangnya 10 tahun
dan kelainan menetap* sejak episode yang terakhir dan
sampai usia 40 tahun dan kadang-
kdang seumur hidup.
Demam reumatik dengan karditis 10 tahun atau sampai dewasa, bias
tanpa kelainan katup yang lebih lama
menetap*
Demam reumatik tanpa karditis 5 tahun atau sampai usia 21 tahun,
bias lebih lama
*klinis atau ekokardiografi
Penderita gagal jantung memerlukan tirah baring dan anti inflamasi perlu
diberikan pada penderita DR dengan manifestasi mayor karditis dan artritis. Pada
penderita DR dengan gagal jantung perlu diberikan diuretika, restriksi cairan dan
garam. Penggunaan digoksin pada penderita DR masih kontroversi karena resiko
intoksikasi dan aritmia. Pada penderita korea dianjurkan mengurangi stres fisik dan
emosi. Penggunaan anti inflamasi untuk mengatasi korea masih kontroversi. Untuk
kasus korea yang berat fenobarbital atau haloperidol dapat digunakan. Selain itu
dapat digunakan valproic acid, chlorpromazin dan diazepam.
20
Tabel 6. Panduan Aktivitas pada Penderita Penyakit Jantung Rematik.11,13
Artriti Karditis Karditis
Aktivitas s Minimal Sedang Karditis Berat
Tirah baring 1-2 minggu 2-4 minggu 4-6 minggu 2-4 bulan/selama masih
terdapat gagal jantung
kongestif
Aktivitas dalam 1-2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan
rumah
Aktivitas di luar 2 minggu 2-4 minggu 1-3 bulan 2-3 bulan
rumah
Aktivitas penuh Setelah 6- Setelah 6- Setelah 3- bervariasi
10 minggu 10 minggu 6 minggu
Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat
demam rematik akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan hingga sedang,
penggunaan aspirin saja sebagai anti inflamasi direkomendasikan dengan dosis 90-
100 mg/kgBB perhari yang dibagi dalam 4 sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang
adekuat di dalam darah adalah sekitar 20-25 mg/100 mL. Dosis ini dilanjutkan
selama 4 sampai 8 minggu, tergantung pada respon klinis. Setelah perbaikan, terapi
dikurangi secara bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase akut.
Untuk poliartritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan dikurangi secara
bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya perbaikan gejala sendi
dengan pemberian aspirin merupakan bukti yang mendukung poliartritis migrans
akut pada demam rematik akut. Pemberian prednisone (2 mg/kgBB perhari dalam
4 dosis untuk 2 sampai 6 minggu) diindikasikan hanya pada kasus karditis berat.14
Penderita Penyakit Jantung Rematik tanpa gejala tidak memerlukan terapi.
Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk
mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau
intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia
21
serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka
panjang.13,15
Penatalaksanaan demam rematik akut terdiri dari benzathine penisilin untuk
memberantas streptokokus beta-hemolitik, Terapi antiinflamasi dengan salisilat,
dan istirahat di tempat tidur. Terapi suportif tambahan untuk gagal jantung atau
korea mungkin perlu. Profilaksis penisilin jangka panjang lebih diutamakan dengan
benzathine intramuskular penisilin G, 1,2 juta U setiap 28 hari, diperlukan.
Regimen oral untuk profilaksis umumnya tidak terlalu efektif. Prognosis rematik
akut Demam tergantung pada tingkat kerusakan jantung permanen. Keterlibatan
jantung bisa sembuh total, terutama jika terjadi episode pertama dan rejimen
profilaksis diikuti. Itu Tingkat keparahan keterlibatan jantung memburuk dengan
setiap kekambuhan demam rematik.15
22
Tabel 8. Prioritas penatalaksanaan demam reumatik9
23
Tabel 9. Obat-obatan pada demam rematik akut9
24
25
2.1.9 Prognosis
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam yang berarti bila karditis sembuh
pada permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5 tahun pertama perjalanan
penyakit demam rematik dan penyakit jantung rematik tidak membaik bila bising
organik katup tidak menghilang. Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih
berat, dan ternyata demam rematik akut dengan payah jantung akan sembuh 30%
pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan
bertambah bilapengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik.13
26
BAB III
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28
10. R. Carapetis, Jonathan & Beaton, Andrea & W. Cunningham, Madeleine &
Guilherme, Luiza & Karthikeyan, Ganesan & Mayosi, et. al. Acute
rheumatic fever and rheumatic heart disease. Nature Reviews Disease
Primers. 2. 15084. 10.1038/nrdp.2015.84. (2016).
11. Garna H, Nataprawira HW. Demam Rematik Akut dan Penyakit jantuk
Rematik. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi
5.Bandung: Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin.2014.605-11p.
12. Karen J.Robert M. et al. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Edisi 6.2014. 527-34p
13. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED, editors. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak
Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. hlm. 54-72.
14. Buttgereit F, Doering G, Schaeffler A. Targeting pathophysiological
rhythms: prednisone chronotherapy shows sustained efficacy in rheumatoid
arthritis. . Ann Rheum Dis. 2010; 69(7):1275–80.
15. Michael H. Gewitz, Robert S. Baltimore, Lloyd Y. Tani, Craig A. Sable,
Stanford T. Shulman, Edward L. Kaplan et. al. Revision of the Jones Criteria
for the Diagnosis of Acute Rheumatic Fever in the Era of Doppler
Echocardiography.Circulation.;https://doi.org/10.1161/CIR.000000000000
0205.2015
29