Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH JURNAL

Recent Concepts in Feline Lower


Urinary Tract Disease
Roger A. Hostutler, DVM, MS*,
Dennis J. Chew, DVM, Stephen P. DiBartola, DVM

Disusun oleh:

Apriani S, SKH B94104201


Asmawati, SKH B94104204
Bakhtiar Hidayat H, SKH B94104206
Gita Rima W, SKH B94104214
Hadi Putra R, SKH B94104215
Mega Sary S, SKH B94104225
Nurussifa R, SKH B94104233
Tri Yulianti, SKH B94104244

BAGIAN PENYAKIT DALAM


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Vet Clin Small Anim
35 (2005) 147–170

Recent Concepts in Feline Lower


Urinary Tract Disease
Roger A. Hostutler, DVM, MS*,
Dennis J. Chew, DVM, Stephen P. DiBartola, DVM

Department of Clinical Sciences, The Ohio State University, College of


Veterinary Medicine,Columbus, OH 43210, USA

Deskripsi klinis lower urinary tract disease (LUTD) pada kucing telah
diketahui berdasarkan gejala klinis dari penyakit dan sering dilaporkan.
Kebanyakan kucing dengan LUTD biasanya juga menderita interstitial cystitis,
selain itu juga urolithiasis, urinary tract infection (UTI), malformasi anatomis,
neoplasia, kelainan tingkah laku, dan gangguan neurologik. Gejala klinis yang
umum ditimbulkan yaitu dysuria, stranguria, hematuria (makroskopis dan
mikroskopis), pollakiuria, dan periuria. Obstruktif dan nonobstruktif uropathy
merupakan konsep luas yang juga digunakan untuk mengklasifikasikan LUTD
dengan ada atau tidaknya obstruksi uretra.
Obstruktif uropathy jarang terjadi pada kucing betina, dan sering
ditemukan pada kucing jantan. Gejala LUTD lebih mudah ditemukan pada kucing
yang dipelihara di dalam rumah atau kucing rumah tangga. Perkiraan prevalensi
LUTD di USA telah dilaporkan sekitar 1,5%.
Berdasarkan studi institusi mengenai kucing dengan penyakit traktus
urinarius nonobstruktif, 2 kasus utama yang sering ditemukan adalah Feline
Instertitial Cystitis (FIC) (55%-69%) dan urolithiasis (13%-28%). Diagnosa FIC
diperoleh setelah menjalani tes diagnosis rutin meliputi urinalisis, kultur dan
sensitifitas urin, radiografi, ultrasonografi, dan kontras radiografi. Jika dilakukan
uroendoskopi dan terlihat adanya sub mukosa ptechi dan hemoragi (glomerulasi),
maka dapat didiagnosa sebagai FIC. Ketetapan ini digunakan berdasarkan
kesamaan gejala klinis yang terlihat pada manusia dengan interstisial cystitis.
Baru-baru ini, telah banyak studi yang mengevaluasi efek dari diet dan
faktor lingkungan terhadap perkembangan LUTD pada kucing. Pengaruh dari
kebiasaan dan interaksi dengan kucing lain pada perkembangan LUTD tidak
diketahui. Kebanyakan LUTD terjadi pada kucing dengan umur 2 dan 6 tahun,
LUTD tidak biasa terjadi pada kucing yang berumur dibwah 1 tahun atau yang
lebih dari 10 tahun. Pada LUTD nonobstruktif, antara kucing jantan dan betina
memiliki frekuensi kejadian yang sama. Kucing yang dikastrasi dan ovary
histerektomi (OH) memiliki resiko lebih besar, tetapi pada neuter hal ini tidak ada
hubungannya.
Bobot badan dan diet telah dilaporkan sebagai faktor resiko. Kucing yang
mengalami obesitas dan hanya diam saja (malas bergerak) memiliki insidensi
LUTD yang lebih besar, sama seperti kucing yang diberi makan dry food dan
diberi makan sepanjang hari.
Studi yang lain menemukan asosiasi antara kebersihan ruangan, pola tidur,
pergerakan, dan penurunan konsumsi air dengan perkembangan LUTD. Faktor
lingkungan seperti interaksi dengan pemilik, kucing peliharaan yang lain, dan
perubahan rutinitas memiliki asosiasi dengan LUTD. Perubahan lingkungan,
peternakan, dan makanan mungkin menurunkan kejadian terulangnya kembali
penyakit ini. Kejadian terulangnya kembali kasus ini dilaporkan sekitar 45% pada
6 bulan di kucing jantan dengan obstruktif uropathy dan 39% pada 1 tahun di
kucing dengan nonobstruktif uropathy.

Diagnosa
Tanpa gejala klinis atau kombinasi gejala klinis merupakan keterangan
diagnosa LUTD pada kucing. Membuat diagnosa untuk menyatukan temuan dari
signalement, sejarah, pemeriksaan fisik, gejala klinis, perjalanan penyakit,
urinalisis dengan evaluasi sedimen, tes kultur dan sensitifitas urin, dan urinary
tract imaging. Imaging yang dipilih mungkin meliputi kombinasi radiografi
abdominal, ultrasonografi sistem urogenital (menghasilkan evaluasi uretral
minimal), kontras radiografi, dan uroendoskopi (meliputi urethroskopi dan
cystiscopi).
Pertimbangan signalement mungkin membantu dalam menentukan daftar
diagnosa bandingnya. Biasanya kucing yang berumur lebih dari 10 tahun akan
jarang menderita idiopathic cystitis. Bakteri UTI didiagnosa pada lebih dari 50%
kucing yang berumur lebih dari 10 tahun sebagai penyebab LUTD. Demikian juga
pada anak kucing. Evaluasi lab melalui pemeriksaan darah pada umumnya tidak
begitu bagus kecuali pada penyakit lain seperti gagal ginjal kronis.
Periuria merupakan urinasi di tempat lain selain litter box (urinasi di
sembarang tempat). Periuria merupakan gejala klinis utama yang dilaporkan
pemilik kucing yang kucingnya menderita LUTD. Kira-kira sebagian kucing yang
urinasi sembarangan dilaporkan memiliki interstisial cystitis yang didiagnosis
dengan uroendoskopi. Gejala klinis yang terlihat juga membantu dalam
mengambil diagnosa. Interstisial cystitis umumnya akan membaik sekitar 7 hari
baik dengan ataupun tanpa pengobatan. Penyakit lain, seperti urolitiasis dan
bakterial UTI biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih lama dan mungkin
menjadi progresif apabila tidak diobati.
Urinalisis dengan evaluasi sedimen seharusnya dilakukan jika gejala klinis
terulang kembali,hal ini menunjukkan adanya chronic renal failure. Urine
dipstick digunakan untuk mendeteksi adanya sel darah putih yang biasanya
terdeteksi pada kucing pyuria. Ketika mengevaluasi sedimen urin, adanya bakteri
pada urin harus selalu diperhatikan. Sel debris yang terlihat sering disalahartikan
sebagai bakteri. Adanya kristal pada sedimen urin tidak terlalu berbahaya apabila
tidak ditemukan adanya batu atau sumbatan pada uretra, karena kristal tidak
berbahaya untuk urothelium. Urin yang telah disimpan pada lemari pendingin
selama beberapa jam akan menunjukkan adanya kristal pada sedimen urin, yang
menyebabkan peningkatan konsentrasi urin.
Radiografi abdominal pada daerah pelvis dapat membantu untuk
mengidentifikasi calculi radiopaque (struvite,oksalat) yang mempunyai diameter
lebih dari 3 mm. Bahan kontras radiografi, seperti cystografi, urethrografi, dan
urethrocytografi membantu dalam mendiagnosa. Cystografi membantu dalam
mendeteksi calculi dan neoplasia pada saluran urinasi.
Bahan kontras dapat terlihat menyebar ke seluruh bagian dinding dari VU
pada cystitis yang berat. Evaluasi bahan kontras pada uretra umumnya normal dan
dapat digunakan untuk membantu diagnosa struktur uretra pada kucing jantan dan
mengetahui adanya batu pada uretra. Prosedur tersebut dilakukan dengan bahan
kontras urethrocystogram pada kucing jantan, hal tersebut dilakukan untuk
memperoleh informasi lebih banyak.
USG abdominal dilakukan untuk mengevaluasi VU, tetapi tidak dapat
untuk mengevaluasi seluruh bagian uretra. USG abdominal dapat mendeteksi
adanya calculi, radiolucent calculi, dan massa pada VU seperti polyp, neoplasia,
dan distensi VU. Uroendoscopy dilakukan untuk mengevaluasi gejala klinis yang
berulang atau persisten pada saluran urinary bagian bawah. Uroendoscopy mampu
memperlihatkan bagian mukosa dari uretra dan VU, mendeteksi calculi yang tidak
terlihat melalui USG abdominal, evaluasi sisa urinasi, dan memperlihatkan
adanya massa.
Uroendoscopy pada kucing jantan dilakukan menggunakan rigid pediatric
cystoscope, yang memperlihatkan detail lebih baik. Gambar hasil diperoleh dari
fleksible fiberoptic ureteroscope yang dipasang pada hewan jantan. Rigid
cytoscope juga dapat digunakan pada kucing jantan yang sedang dilakukan
perineal urethrostomy atau untuk memperoleh biopsi. Fleksibel urethroscope
berukuran 1,1 mm digunakan untuk evaluasi pada uretra untuk mengetahui
adanya penyempitan, sumbatan, spasmus, dan adanya batu.
Kasus LUTD pada kucing umumnya dapat ditangani, gejala klinis yang
terlihat dapat berkurang setelah 7 hari. Apabila gejala klinis bersifat persisten atau
terjadi berulang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut atau diperiksakan
pada ahli penyakit dalam. Apabila kucing menunjukkan gejala klinis yang
berulang dua sampai tiga kali dengan jarak yang pendek, perlu dilakukan
pengambilan gambar dan pemeriksaan lebih lanjut, seperti uroendoscopy. Dokter
hewan berperan penting dalam mengatur manajemen kebiasaan dari kucing dan
faktor lingkungan. Lingkungan untuk kucing harus strategis dan tidak
menimbulkan stress.
Feline interstitial/idiopathic cystitis
Patofisiologi
Abnormalitas pada vesika urinaria (VU), sistem syaraf pusat (SSP), dan
hipothalamus-pituitary-adrenal axis adalah faktor utama manifestasi klinis FIC,
syaraf pelvis dan hypogastric dan hubungannya pada syaraf pusat di medulla
spinalis yang memberikan inervasi pada VU. Normalnya, bladder urothelium
dilapisi oleh glycosaminoglycan spesifik (GAG) yang biasa disebut GP-51 yang
melindungi dari bakteri dan melindungi urothelium dari unsur urin yang
berbahaya. Manusia dan hewan yang menderita interstitial cystitis dikarenakan
berkurangnya jumlah GAG dan GP-51. Lapisan GAG pada urothelium akan
melindungi dari unsur pada urin yang dapat menyebabkan inflamasi.
Syaraf sensoris terletak pada bagian submukosa dan terdiri atas
unmyelinated fibers (C-fibers). Stimulasi pada syaraf sensoris akan menimbulkan
potensial aksi yang dikirim menuju medulla spinalis. Sensasi rasa sakit akan
dikirim menuju otak, dan adanya refleks lokal akan merangsang dilepaskannya
substansi P (SP), neurotrasmitter tersebut akan menimbulkan potensiasi lokal dan
menyebabkan inflamasi. Lokal SP yang dilepaskan akan meningkatkan
permeabilitas vaskular dan merangsang dilepaskannya SP-mediated sebagai
mediator inflamasi, seperti histamin dari sel mast. Reseptor dari SP juga akan
mempengaruhi otot polos dan menimbulkan kontraksi.
Temuan histologi pada VU kucing yang menderita FIC mempunyai ciri
khas tetapi tidak patognomonik. Perubahan yang terlihat antara lain oedema,
hemoraghi, dan dilatasi pembuluh darah pada bagian submukosa. Peningkatan
jumlah sel mast telah dilaporkan pada beberapa kucing yang menderita FIC
setelah pengujian mengguanakan toluidine blue. Pewarnaan Hematoxylin dan
Eosin dapat memperlihatkan kerusakan urothelium. Penggunaan mikroskop
elektron akan memperlihatkan kerusakan urothelium yang lebih jelas dan adanya
penyimpangan gap junction. Temuan tersebut menunjukkan adanya inflamasi
neurogenik lokal, dan studi lain menunjukkan adanya peningkatan permeabilitas
VU pada kucing yang menderita FIC.
Gambar 1 VU normal dengan urothelium yang utuh dan lapisan glycosaminoglycan (GAG).
Urothelium dan GAG sebagai lapisan yang melindungi lapisan di bawahnya dan
syaraf sensori dari unsur urin yang berbahaya.

Gambar 2 Feline interstitial cystitis pada VU kucing. Demonstrasi tersebut menunjukkan


hilangnya integritas lapisan glycosaminoglycan dan urothelium. Hilangnya integritas
pada lapisan tersebut akan mempengaruhi kerja syaraf sensoris, SSP, dan aktivasi sel
mast

Manifestasi klinis dan kejadian FIC yang berulang pada kucing akan
menyebabkan perubahan neurochemistry pada otak. Kerja locus coeruleus (LC)
dan paraventricular nukleus akan terpengaruh akibat pathogenesis dari FIC. LC
bekerja untuk menstimulasi pada VU dan aktivasi syaraf pada distensi VU. Pada
kucing yang menderita FIC, dilaporkan pada daerah tersebut akan terjadi
peningkatan tyrosine hydroxylase imunoreactivity, yang juga akan meningkatkan
sintesis catecholamine. Konsentrasi catecholamine dalam sirkulasi akan
meningkat pada saat istirahat dan dalam keadaan stress. α2-adrenoaceptor juga
berperan pada kasus FIC di kucing. α2-adrenoaceptor ditemukan pada LC dan
medulla spinalis, yang berfungsi untuk mencegah pelepasan catecholamine dan
mengirimkan respon sakit ke otak. α2-adrenoaceptor juga ditemukan pada VU
yang berfungsi untuk mengatur sirkulasi darah pada daerah tersebut. Pada kucing
dengan FIC, dilaporkan bahwa adanya stimulasi dan meningkatnya pelepasan
catecholamine, hal ini merupakan akibat potensiasi dari respon inflamasi. Apabila
dibandingkan kucing normal, respon stimulasi exogenous corticotropin pada
kucing yang menderita FIC sedikti berkurang, volume adrenal terlihat berkurang
ketika dievaluasi menggunakan CT, dan pada pemeriksaan histologi terlihat
meluasnya daerah medulla pada adrenal. Temuan tersebut menunjukkan bahwa
FIC mengakibatkan aktivasi yang berlebih pada sistem syarat simpatis.

Diagnosa
Terminologi idiopathic cystitis dan interstitial cystitis sering digunakan
berbeda. Idiopathic cystitis diketahui sebagai diagnosa untuk kucing yang
memperlihatkan gejala pada saluran kemih bagian bawah. Sedangkan terminologi
idiopathic cystitis digunakan jika diagnosa untuk kejadian penyakit lainnya gagal
dilakukan, seperti urolitiasis atau bacterial urinary tractus infection. Idiopathic
cystitis pada umumnya terlihat pada kucing umur pertengahan dan jarang
terdiagnosa pada kucing dengan umur lebih dari sepuluh tahun, dan tidak ada
faktor predisposisi jenis kelamin yang dilaporkan pada kucing dengan
nonobstruksi FIC (Feline Idiopathic Cystitis). Tidak ada gejala yang spesifik pada
penderita FIC, tetapi pemilik harus jeli tentang kejadian periuria. Kucing pasti
akan menunjukkan gejala periuria, pollakiuria, stranguria dan hematuria.
Hasil radiografi dan urinalisis sering tidak menunjukkan gambaran
spesifik kucing yang menderita FIC. Radiografi rongga abdomen digunakan
sebagai eliminasi dari beberapa diferensial diagnosa, salah satunya yaitu
urolitiasis. Double-contrast cystography dan kontras positif uretrografi
direkomendasikan pada kucing yang memperlihatkan gejala pada saluran urin
bagian bawah, namun tidak terdeteksi pada urinalisis, kultur urin, dan radiografi
abdominal tanpa bahan kontras. Hasil radiografi kucing dengan FIC normal pada
rata-rata 85% kasus. Penebalan focal atau diffuse vesica urinaria terlihat pada
beberapa kasus dan bahan kontras terlihat membelah di dinding vesica urinaria
pada beberapa kasus. Ultrasonografi dan urethrocystography kurang sensitive
untuk mendeteksi lesio ringan dan hanya memberikan informasi yang sedikit
tentang uretra.
Urinalisis akan mendeteksi adanya hematuria dan proteinuria serta
keadaannya semakin parah setiap harinya. Tidak adanya hematuria menandakan
tidak adanya FIC. Sel darah putih juga ditemukan pada sedimen urin. Kristaluria
bervariasi dan bukan gejala pathognomonis pada penderita FIC. Bakteri yang
terdapat pada kultur urin juga menunjukkan hasil yang negatif (<1000 koloni
unit/ml pada urin yang dikoleksi melalui cystocentesis).
Jika gejala klinis berlanjut dan menyebar, maka perlu dilakukan
uroendoscopy untuk mengeliminasi diferensial diagnosa dan konfirmasi diagnosa
FIC. Jika melalui uroendoscopy terlihat adanya submucosal petechial
hemorrhages maka hal tersebut cocok dengan terminologi interstitial cystitis.
Temuan lain cystoscopy pada penderita FIC adalah edema, debris pada lumen
vesica, dan bertambahnya vaskularisasi. Keparahan gambaran pada cystoscopy
tidak berhubugan dengan keparahan gejala klinis yang terlihat oleh pemilik
hewan.
Diagnosa FIC yang dilakukan dipilih berdasarkan signalement, sejarah
penyakit dan gejala klinis. Anak kucing dengan gejala klinis selama 5-7 hari yang
mirip dengan penderita FIC, dengan meningkatnya frekuensi atau keparahan,
maka diagnosa penyakit akan semakin terjamin.

Terapi
Beberapa terapi yang dilakukan termasuk menjaga lingkungan, diet, terapi
feromon, dan obat-obatan farmakologi. Menjaga lingkungan dapat mencegah
stress dan berkembangnya penyakit ke arah yang lebih parah.
Pertama kali gejala terlihat, maka dilakukan beberapa tahapan :
1. Melihat dan menunggu (sembuh dengan sendirinya)
2. Client education (menjelaskan dari sudut pandang kucing)
3. Manajemen kandang
a. Tekstur dan ketebalan liter kandang
b. Pilihan kandang
c. Lokasi, ventilasi dan akses keluar masuk kandang
d. Meningkatkan frekuensi membersihkan kandang
4. Membersihkan dan mengeliminasi bau
5. Sejarah urinasi vertical atau horizontal peruria dan iritasi waktu miksi
Pada tahap pertama jika tidak terjadi persembuhan maka dilanjutkan dengan tahap
kedua, yaitu :
1. Diet yang konsisten. Makanan yang paling baik ialah makanan basah
dengan kemasan kaleng karena menurut penelitian pada 11% kucing yang
diberikan pakan basah dengan kemasan kaleng akan kembali terserang
FIC, sedangkan pada pemberian pakan kering sekitar 39% FIC akan
kembali terjadi.
2. Menambah asupan air
3. Mengurangi adanya stress
Selanjutnya jika gejala kembali terlihat maka perlu dilakukan tahap ketiga yaitu :
1. Facial pheromones
2. Lebih banyak mengurangi stress
3. Lebih banyak asupan air
4. Diagnosa lanjutan dengan kultur urin, radiografi dengan bahan kontras,
ultrasonografi
5. Diagnosa minimum urinalisis dan radiografi abdominal
Tahap berikutnya adalah
1. Pemberian amitriptyline (tricyclic antidepressant) bermanfaat sebagai
menurunkan syaraf sensori C-fiber yang mentransmisikan serat ke dalam
vesica, menghambat reuptake norepinefrin, menghambat reuptake
serotonin, stabilitasi sel mast, menempati reseptor glutamat dan pompa Na,
dan mempunyai efek kolinergik.
2. Pemberian glycosaminoglycan (GAG). Secara teori GAG yang
diaplikasikan secara oral akan diekskresikan melalui urin serta dalam
bentuk ureum, menurunkan permeabilitas dinding vesica dan rendah
terjadinya peradangan pada sistem syaraf.
3. Obat-obatan lain yaitu clomipramine, fluoxetine dan buspirone.
4. Mengurangi rasa sakit
5. Cystocopy
6. Urinalisis ulangan

Urinary Tract Infection (UTI)


Bakteri pada UTI jarang terdapat pada kucing. Pada kucing muda, bakteri
tersebut mempengaruhi kurang dari 2% kucing yang memperlihatkan Penyakit
Saluran Kemih Bagian Bawah. Kucing dengan umur lebih dari 10 tahun
memperlihatkan gejala penyakit saluran kemih bagian bawah, kemungkinan
terdapat bakteri dengan peningkatan lebih dari 50%. Kucing dengan UTI yang
berulang dicurigai dapat kembali terkena infeksi berdasarkan antibiogram yang
rentan. Kucing dengan UTI yang berulang dan gagal ginjal kronis dapat kembali
terkena infeksi dan kembali sakit berdasarkan analisa genetik dari bakteri tersebut.
Kucing yang memiliki beberapa penyakit bersamaan, seperti diabetes mellitus
atau gagal ginjal kronis, dapat meningkatkan risiko terkena bakteri UTI. Kucing
yeng pernah dimasuki kateter dan pernah mengalami urethrostomy juga berisiko
tinggi terkena UTI. Pada beberapa kasus, kultur dan sensitivitas urin yang
diperoleh dengan pemeriksaan cystocentesis adalah pemeriksaan diagnostik yang
paling penting.
Urinalisis dengan evaluasi sedimen mungkin membantu tetapi tidak dapat
digunakan sendiri untuk definitif mendiagnosa UTI. Seperti disebutkan
sebelumnya, identifikasi “bakteri” dalam sedimen urin kucing membingungkan,
karena debris sel umumnya ditemukan dalam sedimen urin menunjukkan gerak
Brown dan dapat dengan mudah disalahartikan sebagai bakteri. Urin yang encer
(USG < 1.030) meningkatkan indeks kecurigaan yang mungkin ada UTI.
Keberadaan leukosit tidak mendiagnosa UTI, tetapi meningkatkan indeks
kecurigaan. Pyuria mungkin hadir dengan penyakit saluran kemih bagian bawah,
tanpa bakteri UTI bersamaan. Beberapa kucing dengan UTI telah mengalami
pyuria, terutama ketika UTI terjadi bersamaan dengan urin encer.
Jika kucing didiagnosis UTI berdasarkan kultur urin kuantitatif dan uji
kerentanan, terapi antimikroba harus didasarkan pada hasil kerentanan.
Pengobatan antibakteri yang tepat biasanya dilakukan 2 sampai 3 minggu atau 4
sampai 6 minggu jika diduga pyelonefritis berdasarkan pemeriksaan fisik, profil
darah lengkap, biokimia dan USG. Pemantauan kucing yang terkena UTI dengan
menggunakan kultur urin dianjurkan. Hampir 33% kucing dengan gagal ginjal
kronis diduga dapat memiliki UTI selama 6 bulan hingga 1 tahun ke depan.
Perhatian khusus diperlukan dengan menggunakan fluoroquinolone dalam
pengobatan kucing dengan UTI yang berhubungan dengan gagal ginjal kronis.
Kebutaan tiba-tiba dilaporkan pada kucing yang diobati dengan enrofloxacin
menunjukkan apa yang diperkirakan sebagai efek-dosis terkait pada beberapa
kucing diobati dengan dosis tinggi. Beberapa kucing yang diobati dengan dosis
rendah juga dapat terkena kebutaan, tetapi kucing yang terkena, fungsi ginjalnya
berkurang. Setelah dosis yang dianjurkan berkurang sampai 5 mg / kg tiap 24 jam,
laporan kebutaan menurun secara signifikan. Kucing dengan disfungsi ginjal
memiliki tingkat fluoroquinolones dalam plasma dan metabolit yang lebih tinggi.
Toksisitas fluoroquinolon retina mungkin berhubungan dengan konsentrasi obat
yang rendah. Semua fluoroquinolones menunjukkan toksisitas retina tergantung
pada dosis yang lebih tinggi. Pada kucing dengan Gagal Ginjal Kronis dan UTI,
dosis 3 mg / kg setiap 24 jam atau 2,5 mg / kg setiap 12 jam disarankan untuk
mengurangi toksisitas retina. Pada kucing normal, konsentrasi fluoroquinolon
dalam urin tinggi dan jauh di atas konsentrasi hambat minimum. Dalam gagal
ginjal kronis, konsentrasi fluoroquinolon dalam urin berkurang, tetapi konsentrasi
yang dicapai masih di atas konsentrasi hambat minimum.

Urolithiasis
Bentuk uroliths tergantung pada kejenuhan urin dengan mineral
calculogenic. Jika kejenuhan bertambah, dapat membentuk nidus yang
perhitungan berikutnya dapat dikembangkan. Jenis batu yang terbentuk
tergantung pada banyak faktor, termasuk ekskresi mineral ginjal, pH urin,
keberadaan promotor, ada tidaknya inhibitor, infeksi bakteri bersamaan dan
peradangan. Tanda-tanda klinis yang terkait dengan urolitiasis umumnya mirip
dengan penyakit saluran kemih lain, tetapi penyumbatan dapat terjadi jika terdapat
batu di uretra. Komplikasi ini dapat terjadi pada kucing jantan dan betina, tetapi
jauh lebih umum pada kucing jantan.
Diagnosis urolitiasis mencakup kombinasi palpasi abdomen dan
pencitraan saluran kemih. Radiografi abdomen rutin dapat membantu jika uroliths
cukup besar (>3mm). USG abdomen dan cystography kontras ganda berguna
untuk mendeteksi batu-batu kecil (<3mm). Demikian juga, kristal dalam air seni
biasanya tidak menyebabkan tanda-tanda saluran kemih lebih rendah. Kristal
dapat hadir tanpa penyakit, calculi dapat muncul tanpa kristal, dan kristal jenis
berbeda dapat hadir pada kucing dengan jenis kalkuli tertentu. Analisis kuantitatif
batu adalah satu-satunya cara untuk memastikan jenis urolith definitif. Jika urolith
hadir, bagaimanapun, indeks kecurigaan untuk jenis tertentu meningkat secara
signifikan ketika mempertimbangkan pH urin, ada atau tidaknya UTI dan jenis
kristal. Pengobatan jangka panjang dari urolithiasis tergantung pada perhitungan
saat ini. Pengobatan medis dapat dilakukan untuk perhitungan urat dan struvite,
tetapi protokol tidak tersedia untuk perhitungan kalsium oxalate. Untuk batu-batu
besar atau mereka yang tidak memenuhi protokol, seringkali diperlukan
pembedahan. Pembatalan Urohydropulsion mungkin dapat dilakukan pada 5
kucing dan 1 mm sampai 2 mm pada kucing jantan. Menggunakan teknik ini pada
kucing jantan dapat menyebabkan obstruksi jika ukuran uroliths diremehkan, jadi
harus dilakukan hanya oleh dokter ahli dengan teknik ini. Semua perhitungan
yang dihapus dari kucing harus dianalisis oleh laboratorium diagnostik
menggunakan analisis kuantitatif untuk menentukan jenis urolith spesifik.

Urate urolithiasis
Secara umum, perhitungan urat yang radiolusen dan tidak terdeteksi pada
survei radiografi kecuali unsur mineral lainnya yang hadir. Cystography kontras
ganda dan USG dapat digunakan untuk mendeteksi perhitungan ini. Mencegah
pembentukan dan pembubaran perhitungan urolith dapat dilakukan dengan
menggabungkan diet yang rendah nukleoprotein (mengandung purin) dan
penambahan allopurinol. Allopurinol bekerja dengan menghambat enzim xanthine
oxidase, yang diperlukan untuk produksi asam urat. Namun penggunaan
allopurinol dapat meningkatkan risiko urolitiasis xanthine pada kucing. Dosis
allopurinol yang dianjurkan pada kucing adalah 9 mg / kg / hari. Jika solusi medis
tidak benar, karena biasanya terjadi pada urolitiasis urat sekunder untuk
anastomosis portosystemic, pengangkatan bedah atau urohydropulsion mungkin
diperlukan.

Struvit Urolithiasis
Batu struvite dianalisis di dua laboratorium besar yang bergerak di uroliths
analisis kuantitatif jauh lebih banyak daripada oksalat sebelum akhir tahun 1980-
an. Urin steril dari sekitar 95% dari kasus urolitiasis struvite pada kucing, yang
kontras tajam dengan situasi pada anjing, urolitiasis struvite di mana hampir selalu
dikaitkan dengan bakteri UTI. Akibatnya, urolitiasis struvite pada kucing
tampaknya metabolik pada asal. Struvite urolitiasis berhubungan dengan UTI
biasanya disebabkan oleh adanya bakteri penghasil urease. Produksi urease
meningkatkan pH urin yang mendukung kristalisasi struvite dalam urin jenuh.
Struvite urolitiasis tidak terkait dengan bakteri UTI sering dikaitkan dengan urin
terkonsentrasi dan konsumsi mungkin berlebihan dan ekskresi mineral
calculogenic (terutama magnesium) dan alkali urin.
Diagnosis urolitiasis struvite dilakukan dengan analisis kuantitatif. Kultur
urin dan tes urine menunjukkan sensitivitas pada kucing dengan urolitiasis struvite
untuk menentukan etiologi dasar. Uroliths struvite umumnya diidentifikasi pada
radiografi perut karena biasanya radiopak mudah dilihat. Jika batu-batu yang
terdapat sangat kecil, cystography dan double kontras USG mungkin diperlukan
untuk mengidentifikasinya.
Pengobatan urolitiasis struvite mungkin termasuk operasi pengangkatan
batu, atau cincin urohydropulsion calculolysis medis tergantung pada situasi
individu. Tingkatkan asupan air sangat penting dalam manajemen medis
urolitiasis untuk memperlihatkan pembentukan urin yang tidak jenuh dengan
mineral calculogenic. Pakan kalkulolitik yang dianjurkan (Hills s/d, Science Diet,
Topeka, KS) khusus dirancang untuk kucing yang rentan asam, ketat magnesium,
dan dilengkapi dengan garam telah melaporkan efektif pada pakan kucing
kalengan. Berbeda dengan diet calculolytic yang sama untuk anjing, formulasi
yang dirancang untuk kucing tidak terbatas pada protein. Dalam diet calculolytic,
penting untuk ditekankan pada pemilik bahwa tidak ada pakan lain, termasuk
pengobatan. Tujuannya adalah untuk mencapai pH urin kurang dari 6,3 dan USG
kurang dari 1,030. Selama terapi, radiografi abdomen harus diulang setiap 3
minggu untuk memastikan pengobatan bekerja. Pada kucing dimana bakteri UTI
bersamaan hadir, antibiotik yang tepat harus diberikan selama pengobatan dan 2
minggu setelah urolith tidak lagi terlihat radiografi. Waktu rata-rata untuk
menghilangkan batu struvite pada kucing tanpa infeksi adalah 36 hari (antara 14-
141 hari), dan mereka dengan UTI adalah 44 hari (antara 14-92 hari). Jika uroliths
menetap atau ukurannya meningkat, solusi terapi yang tepat harus
mempertanyakan diagnosis awal atau dapat dianggap sebagai urolith campuran.
terkadang solusi medis dapat digunakan untuk mengurangi ukuran batu dan dapat
digunakan untuk mengesampingkan urohydropulsion.
Setelah tanda-tanda klinis berkurang dan pembubaran selesai, pemantauan
rutin dapat diindikasikan dengan radiografi abdomen. UTI pada kucing cenderung
untuk bakteri (beberapa hewan dengan gagal ginjal kronis, diabetes mellitus atau
perineum urethrostomy), kultur periodik urin dibenarkan. Pada semua kucing
yang memiliki urolithberulang, terlepas dari jenis, penurunan USG dengan
memberi pakan kucing kalengan diindikasikan jika kucing dapat dialihkan ke
pakan basah. Pakan komersial banyak yang dirancang untuk mencegah
pembentukan batu struvite baru, tetapi tidak ada laporan mengenai keefektifan
dari beberapa pakan diatas.

Oksalat Urolithiasis
Uroliths kalsium oksalat adalah jenis urolith yang paling umum pada
kucing berdasarkan perhitungan analisis kuantitatif laboratorium. Persentase
uroliths pada kucing dianalisis di Pusat Urolith Universitas Minnesota dengan
oksalat meningkat dari sekitar 2% sampai lebih dari 40% selama periode 11
tahun. Perubahan ini mungkin telah dikaitkan dengan perubahan dalam formulasi
makanan untuk industri makanan hewan peliharaan dalam upaya untuk
mengurangi pembentukan magnesium uroliths dan meningkatkan kandungan
asam diet. Strategi ini mungkin telah menemukan sekelompok kucing rentan
terhadap batu kalsium oksalat membentuk sebelumnya tidak teridentifikasi karena
belum terkena provokasi lingkungan. Kalsium oksalat urolitiasis biasanya terjadi
pada kucing yang lebih tua (7-10 tahun), sering berulang dengan sendirinya dan
biasanya tidak berhubungan dengan bakteri UTI. Ras yang telah dilaporkan
dengan risiko peningkatan uroliths oksalat kalsium termasuk Ragdoll, British
Shorthair, Luar Negeri Shorthair, Himalaya, Havana Brown, Skotlandia Lipat,
Persia dan Exotic Shorthair. Burma, keturunan campuran, Abisinia dan kucing
Siam dilaporkan memiliki risiko lebih rendah untuk terkena uroliths kalsium
oksalat.
Selain faktor makanan di atas, etiologi pembentukan urolith kalsium
oksalat umumnya tidak diketahui. Namun gangguan metabolik sistemik seperti
asidosis dan hiperkalsemia, tampaknya meningkatkan risiko. Asidosis sistemik
menyebabkan pelepasan kalsium karbonat tulang dan calciuresis sekunder. Semua
kucing yang mengalami urolitiasis kalsium oksalat sebaiknya mengevaluasi
konsentrasi kalsium dalam serum. Hasil hypercalcemia sistemik dalam calciuresis
lebih besar dan dapat meningkatkan risiko pembentukan urolith. Sebanyak 35%
dari batu kalsium oksalat yang terbentuk pada kucing dipelajari di Pusat Urolith di
University of Minnesota tercatat mengalami hypercalcemia, banyak dari kucing
ini mungkin mengalami hypercalcemia idiopatik. Jika hypercalcemia tidak
diobati, mungkin urolitiasis kalsium oksalat dapat terulang kembali.
Saat ini, tidak ada protokol pengobatan medis yang dapat digunakan untuk
kalkuli kalsium oksalat. Jika urolith tidak hancur dan tidak terlihat adanya gejala
klinis, dapat diindikasikan untuk menghancurkan urohydropulsion. Setelah
operasi pemindahan, hewan diberi diet nonasam rendah kalsium dan oksalat.
Fosfor seharusnya tidak dibatasi karena potensinya untuk meningkatkan absorbsi
usus terhadap kalsium dan caldiuresis sekunder hadir sebagai akibat konsentrasi
fosfor dalam serum yang rendah, dan magnesium seharusnya tidak dibatasi karena
efeknya menghambat pembentukan urolith oksalat. Suplemen tambahan dengan
kalsium untuk meningkatkan pemasukan air sebaiknya tidak disarankan karena
potensi calciuresis. Potasium sitrat (100-150 mg/kg/hari) dapat membantu
menurunkan efek dikarenakan efek inhibitor dari pembentukan batu sitrat dan
kalsium dan efek asamnya. Meningkatkan konsumsi air dengan pakan kaleng
dapat memungkinkan untuk pengaturan urolithiasis.
Pakan komersial lainnya dapat digunakan untuk mencegah kalkuli kalsium
oksalat. Tidak ada hasil yang menunjukkan keefektifan dari berbagai pakan
tersebut dalam mencegah pembentukan urolith. Diet tersebut telah dikembangkan
berdasarkan gagasan bahwa rendah asam dalam urin itu penting. Beberapa
perusahaan memiliki data yang mengindikasikan bahwa perubahan diet ke produk
menunjukkan perbedaan kejenuhan relatif dan rasio produksi aktifitas dari urin
normal. Keadaan tersebut dapat menurunkan urolithiasis pada kucing yang
terinfeksi secara klinis.

Uretral Obstruction
Penyebab terbesar terjadinya obstruksi uretra pada kucing jantan adalah
adanya sumbatan (plug) pada uretra, dalam suatu studi disebabkan oleh idiopatik
desease atau penyakit yang belum diketahui penyebabnya. Evaluasi yang
dilakukan dengan menggunakan fibrotic uretroscopy, sumbatan dapat
diidentifikasi.
Kucing jantan memiliki faktor predisposisi yang sangat tinggi terhadap
obstrukisi uretra dibandingkan dengan kucing betina karena lumen uretra
penisnya sangat sempit (Gambar 3). Akan tetapi urolit yang besarnya >5mm dapat
menyebabkan obstruksi pada kucing betina.
Patogenesa yang paling tepat untuk uretral plug (sumbat uretra) belum
dapat dibuktikan secara pasti. Suatu teori mengatakan kejadian UTI atau
peradangan disertai kristal uria berakibat kepada agregasi protein Kristal, darah
putih, dan sel darah merah yang kemudian diliputi oleh material amorphik
sehingga akan menyababkan terjadinya sumbatan. Teori lainnya mengatakan
bahwa peradangan vesica urinaria yang kronis telah patensi mengakibatkan
penurunan integritas vascular. Penurunan integritas vascular kemudian
mengakibatkan peningkatan konsentrasi urin, peningkatan pH, kristal uria dan
berakhir pada pembentukan sumbat uretra. Uretritis tanpa pembentukan sumbat
juga merupakan kasus yang parah pada beberapa kucing dengan obstruksi uretra
saat diperiksa dengan uretroscopy. Saat ini tidak diketahui apakah partikel yang
mirip calici virus yang terlihat oleh mikroskop elektron pada sumbat uretra ikut
terlibat pada patogenesanya atau tidak. Sumbatan lainnya yang didapat setelah
patensiterjadi kembali harus dievaluasi kembali untuk mengetahui komposisinya
dengan analisis kwantitatif. Sumbat uretra umumnya terdiri atas kristal struvit.
Observasi ini tetap dianggap benar walaupun peningkatan frekuensi dari calculi
kalsium oxalate dan kemungkinan kristal uria kalsium oxalate.

Gambar 3 Diagram saluran kemih bagian bawah dari kucing jantan.circumference yang
tipis dari uretra terdapat setelah kantung kemih. Uretra yang pendek terbut
dapat mengalami penyumbatan sekunder dengan mudah yang disebabkan
oleh peradangan, calculi, dan uretrospasmus.

Kucing yang mengalami obstruksi harus diperlakukan sebagai emergency.


Kucing yang telah mengalami obstruksi lebih dari empat puluh delapan jam dapat
dipastikan menderita penyakit yang cukup parah dan membutuhkan manajemen
krisis urea. Pemasangan IV cateter dan dan pemberian analgesik harus dilakukan
saat hewan datang. Cystosentesis dan dekompresif (menurunkan tekanan)
disarankan sebelum merngembali fungsi uretra. Cystosentesis dapat dilakukan
dengan pungsi (penusukan) ke VU menggunakan butterfly needle nomor 22 atau
23, jarum no 22 tersebut disambungkan dengan selang infuse dan syring, jarum
dimasukkan setengahnya diantara apex dan leher VU dan semua urin ynag dapat
diambil dikeluarkan. Pengeluaran urin yang lebih sempurna dapat dilakukan
dengan cara memnekan dinding VU dengan jari. Prosedur ini dapat menyebabkan
kebocoran sebagian urin menuju rongga abdomen akan tetapi dapat diminimalisir
dengan cara mengeluarkan urin dari VU secara sempurna.
Pemeriksaan laboratorium termasuk CBC, serum, urinalisis, dan kultur
urin harus dilakukan pada kucing yang mengalami obstruksi. Kucing tersebut
mungkin mengalami dehidrasi yang parah, hiperkalemia, asidosis ataupun
hipokalsemia yang harus dikoreksi. Hiperkalemia atau asidosis biasanya dapat
dikembalikan cukup dengan larutan elektrolit yang seimbang. Penggunaan
kalsium, glukosa, atau glukosa dengan insulin mungkin dibutuhkan untuk
mengkoreksi hiperkalemia pada beberapa kasus. Pada penelitian sebelumnya dari
233 kucing yang mengalami obstruksi. Konsentrasi serum potassium dievaluasi
pada 199 ekor. 12 % dari 199 ekor tersebut mengalami peingkatan konsentrasi
potassium serum yang sedang (≥6 mEq/L dan <8,0 m Eq/L, 11,6% memiliki
konsentrasi potassium > 8mEq/Lndan <10mEq/L dan 0,5% memiliki konsentrasi
potassium >10mEq/L. Suatu penelitian 75% frekuensi dari hipokalsemia
terionisasi pada kucing dengan obstruksi uretra. Adanya metabolik asidosis yang
parah diketahui dari blood gas analysis dengan pH <7,1 mungkin
mengindikasikan perlunya administrasi sodium bicarbonate. Pengembalian
kelancaran uretra dilakukan setelah pasien stabil dan disedasi atau dianastesi
berdasarkan kondisi klinis dan kestabilitas keseluruhan, saat melakukan prosedur
ini, penis tdak dipegang dengan kasar untuk menghindari peradangan yang
berkelanjutan. Setelah sedasi dan massage pada penis, sumbatan uretra dan calculi
yang sangat kecil dan sumbatan yang menyebabkan obstruksi mungkin dapat
dikeluarkan. Semua kucing yang mengalami obstruksi uretra mungkin tidak
membutuhkan penempatan indualing cateter tergantung pada kualitas alitran di
uretra dan ada atau tidaknya penyakit sistemik.
Ketika hewan dalam keadaan moribund (koma), VU nya dalam keadaan
membesar atau mengalami azotemia patrah atau kelainan metabolik lainnya,
penempatan catheter sangatlah penting dalam menajemen pasien. Diuresis post
obstruktif dapat terjadi pada kucing yang telah mengalami azotemia parah. Derajat
diuresis postobstruktif ini lebih sering proporsinya jika dibandingkan dengan
derajat dari azotemianya. Larutan elektrolit yang seimbang seperti Ringer Laktat
atau Plasmalyte biasanya cukup untuk me rehidrasi dan stabilisasi. Output urin
harus dimonitor untuk memastikan tidak terjadi dehidrasi karena diuresis,
manejemen diuresis post obstruktif dengan cara memonitor output dan input
cairan mungkin dibutuhkan. Setelah kucing stabil dan catheter sudah pada
tempatnya, acepromazine (0,02-0,05 mg/kg setiap 4-6 jam) dan bupnenorphin (5-
20µg/kg), butorphanol (0,02-0,05 mg/kg setiap 6-8 jam) dapat diberikan pada
kucing yang mengalami obstruksi uretra. Pemberian obat ini membantu relexasi
spingter uretra dan mengurangi rasa sakit. α-1 antagonis seperti
phenoxybenzamine(2,5mg setiap 12-24 jam) dan prazosin (0,5 mg setiap 8 jam)
mungkin dapat diberikan untuk menurunkan irama uretra sebagai alternative
terhadap acepromazine. Pada hewan yang mengalami atoni VU sekunker karena
dirama uretra sebagai alternative terhadap acepromazine.
Pada hewan yang mengalami atoni VU sekunder karena pembesaran VU
yang parah dan berlangsung lama, obat parasimpatomimetik seperti bethanecol
(1,25-5,0 mg setiap 12 jam) mungkin diberikan setelah kelancaran uretra didapat
setelah manajemen medis yang sukses, owner mendiskusikan tentang perawatan
medis jangka panjang dari FIC dibutuhkan jika penyakit ini diperkirakan sebagai
penyebab utamanya.
Gambar 3 Algoritma diatas menunjukan kucing yang mengalami obstruksi, dekompresif
sitosentesis, terapi cairan, dan pemeriksaan darah (termasuk Blood gas analysis
dengan pemeriksaan elektrolit) sebaiknya ditunjukan saat presentasi. Benda yang
ditemukan dalam uretra seharusnya ditampilkansetelah pengobatan dan komplit
diagnostik.

Jika manajemen medis gagal untuk menangani obstruksi uretra,


uretrostomi perineal mungkin dibutuhkan. Pembedahan ini dilakukan hanya pada
hewan yang keadaannya parah dan setelah penjelasan kepada owner tentang
komplikasi yang mungkin terjadi seperti urinasi tidak terkontrol dan pembentukan
sriktura (penyempitan) dan juga resiko UTI yang meningkat.

Daftar Pustaka

Kirk H. Urinary deposits and retention. In: The diseases of the cat and it general
management. London: Bailliere, Tindall and Cox; 1925. p. 261–7.

Willeberg P. Epidemiology of naturally-occurring feline urologic syndrome. Vet


Clin N Am Small Anim Prac 1984;14:455–69.

Patronek GJ, Glickman LT, Beck AM, et al. Risk factors for relinquishment of
cats to an animal shelter. J Am Vet Med Assoc 1996;209:582–8.

Lund EM, Armstrong PJ, Kirk CA, et al. Health status and population
characteristics of dogs and cats examined at private veterinary practices in
the United States. J Am Vet Med Assoc 1999;214:1336–41.
Kruger JM, Osborne CA, Goyal SM, et al. Clinical evaluation of cats with lower
urinary tract disease. J Am Vet Med Assoc 1991;199:211–6.

Buffington CA, Chew DJ, Kendall MS, et al. Clinical evaluation of cats with
nonobstructive lower urinary tract diseases. J Am Vet Med Assoc
1997;210:46–50.

Jones B, Sanson RL, Morris RS. Elucidating the risk factors of feline urologic
syndrome. NZ Vet J 1997;45:100–8.

Bovee KC, Reif JS, Maguire TG, et al. Recurrence of feline urethral obstruction. J
Am Vet Med Assoc 1979;174:93–6.

Barker J, Povey RC. The feline urolithiasis syndrome: a review and an inquiry
into the alleged role of dry cat food in its aetiology. J Small Anim Pract
1973;14:445–57.

Bartges JW. Lower urinary tract disease in geriatric cats. In: Proceedings of the
15th American College of Veterinary Internal Medicine Forum; 1997. p.
322–4.

Sturgess CP, Hesford A, Owen H, et al. An investigation into the effects of


storage on thediagnosis of crystalluria in cats. J Feline Med Surg
2001;3:81–5.
Scrivani PV, Chew DJ, Buffington CA, et al. Results of double-contrast
cystography in cats with idiopathic cystitis: 45 cases (1993–1995). J Am
Vet Med Assoc 1998;212:1907–9.

Scrivani PV, Chew DJ, Buffington CA, et al. Results of retrograde urethrography
in cats with idiopathic, nonobstructive lower urinary tract disease and their
association with pathogenesis. J Am Vet Med Assoc 1997;211:741–8.

de Groat WC, Yoshimura N. Pharmacology of the lower urinary tract. Annu Rev
Pharmacol Toxicol 2001;41:691–721.

Buffington CA, Blaisdell JL, Binns SP Jr, et al. Decreased urine


glycosaminoglycan excretion in cats with interstitial cystitis. J Urol
1996;155:1801–4.

Byrne DS, Sedor JF, Estojak J, et al. The urinary glycoprotein GP51 as a clinical
marker for interstitial cystitis. J Urol 1999;161:1786–90.

Buffington CA, Chew DJ, Woodworth BE. Animal model of human disease feline
interstitial cystitis. Comp Pathol Bull 1997;29:3, 6.

Lavelle JP, Meyers SA, Ruiz WG, et al. Urothelial pathophysiological changes in
feline interstitial cystitis: a human model. Am J Physiol Renal Physiol
2000;278(Suppl):F540–53.
Gao X, Buffington CA, Au JL. Effect of interstitial cystitis on drug absorption
from the urinary bladder. J Pharmacol Exp Ther 1994;271:818–23.

Reche AJ, Buffington CA. Increased tyrosine hydroxylase immunoreactivity in


the locus coeruleus of cats with interstitial cystitis. J Urol 1998;159:1045–
8.

Welk K, Buffington CA. Effects of interstitial cystitis on central neuropeptide and


receptor immunoreactivity in cats. Columbus: The Ohio State University;
2003. p. 31.

de Groat WC, Booth AM, Yoshimura N. Neurophysiology of micturition and


its modification in animal models of human disease. In: Maggi CA, Hill CE,
editors. Nervous control of the urogenital system. The autonomic nervous
system. Chur: Harwood; 1993. p. 227–90.

Buffington CA, Pacak K. Increased plasma norepinephrine concentration in cats


with interstitial cystitis. J Urol 2001;165:2051–4.

Stevens CW, Brenner GM. Spinal administration of adrenergic agents produces


analgesia inamphibians. Eur J Pharmacol 1996;316:205–10.

Sabbe MB, Penning JP, Ozaki GT, et al. Spinal and systemic action of the alpha 2
receptor agonist dexmedetomidine in dogs. Antinociception and carbon
dioxide response. Anesthesiology 1994;80:1057–72.

Petrovaara A, Kauppila T, Jyvasjarvi E, et al. Involvement of supraspinal and


spinal segmental alpha-2-adrenergic mechanisms in the medetomidine-
induced antinociception. Neuroscience 1991;44:705–14.

Westropp JL, Buffington CA. Evaluation of the hypothalamic-pituitary-adrenal


axis in cats with FIC. Presented at 15th Annual American College of
Veterinary Internal Medicine Forum. American College of Veterinary
Internal Medicine; 2003.

Westropp JL, Welk K, Buffington CA. Small adrenal glands in cats with feline
interstitial cystitis. J Urol 2002;170:2492–7.

Chew DJ, Buffington CA, Kendall MS, et al. Amitriptyline treatment for severe
recurrent idiopathic cystitis in cats. J Am Vet Med Assoc 1998;213:1282–
6.

Neilson JC. Feline house soiling: elimination and marking behaviors. Vet Clin N
Am Small Anim Pract 2003;33:287–301.

Overall KL. Feline elimination disorders. In: Overall KL, editor. Clinical
behavioral medicine for small animals. St. Louis: Mosby; 1997. p. 160–94.
Delzio S, Ribarich C. Felinestein. New York: Harper Perennial; 1999. McCune S.
Environmental enrichment for cats—a review. Second International
Conference on Environmental Enrichment, 1997. FELINE LOWER
URINARY TRACT DISEASE 169

Turner DC. The human-cat relationship. In: Bateson P, editor. The domestic cat—
the biology of its behavior. 2nd edition. Cambridge: Cambridge University
Press; 2000. p. 194–206.

Markwell PJ, Buffington CA, Chew DJ, et al. Clinical evaluation of commercially
available urinary acidification diets in the management of idiopathic
cystitis in cats. J Am Vet Med Assoc 1999;214:361–5.

Griffith CA, Steigerwald ES, Buffington CA. Effects of a synthetic facial


pheromone on behavior of cats. J Am Vet Med Assoc 2000;217:1154–6.

Mills DS, White JC. Long-term follow up of the effect of a pheromone therapy on
felinespraying behaviour. Vet Rec 2000;147:746–7.

Hunthausen W. Evaluating a feline facial pheromone analogue to control urine


spraying.Vet Med 1998;143:151–6.

Pena F, Neaga E, Amuzescu B, et al. Amitriptyline has a dual effect on the


conductive properties of the epithelial Na channel. J Pharm Pharmacol
2002;54:1393–8.

Kruger JM, Conway TS, Kaneene JB, et al. Randomized controlled trial of the
efficacy of short-term amitriptyline administration for treatment of acute,
nonobstructive, idiopathic lower urinary tract disease in cats. J Am Vet
Med Assoc 2003;222:749–58.

Kraijer M, Fink-Grimmels J, Nickel RF. The short-term clinical efficacy of


amitriptyline in the management of idiopathic feline lower urinary tract
disease: a controlled clinical study. J Feline Med Surg 2003;5(3):191–6.

Center SA, Elston TH, Rowland PH, et al. Fulminant hepatic failure associated
with oral administration of diazepam in 11 cats. J Am Vet Med Assoc
1996;209:618–25.

Freitag T, Squires RA, Schmid J, et al. Antibiotic sensitivity profiles


underestimate the proportion of relapsing infections in cats with chronic
renal failure and urinary tract infection [abstract 10]. Presented at the
American College of Veterinary Medicine Forum. Minneapolis, June 9–
12, 2004.

Lulich JP, Osborne CA, O’Brien TD, et al. Feline renal failure: questions,
answers, questions. Compend Contin Educ Pract Vet 1992;14:127–53.
Gelatt KN, van der Woerdt A, Ketring KL, et al. Enrofloxacin-associated retinal
degeneration in cats. Vet Ophthalmol 2001;4(2):99–106.

Osborne CA, Kruger JM, Lulich J, et al. Feline lower urinary tract diseases. In:
Ettinger SJ, Feldman E, editors. Textbook of veterinary internal medicine.
Philadelphia: WB Saunders; 2000. p. 1710–47.

Duval D, Barsanti JA, Cornelius LM, et al. Ammonium acid urate urolithiasis in a
cat. Feline Pract 1995;23:18–22.

Plumb DC. Allopurinol. In: Plumb veterinary drug handbook. 4th edition. Ames:
Iowa State University Press; 2002. p. 20.

Osborne CA, Lulich JP, Kruger JM, et al. Medical dissolution of feline struvite
urocystoliths. J Am Vet Med Assoc 1990;196:1053–63.

Osborne CA, Lulich JP, Thumachi R, et al. Feline urolithiasis. Etiology and
pathophysiology. Vet Clin N Am Small Anim Pract 1996;26:217–32.

Lekcharoensuk C, Lulich JP, Osborne CA, et al. Association between patient-


related factors and risk of calcium oxalate and magnesium ammonium
phosphate urolithiasis in cats. J Am Vet Med Assoc 2000;217:520–5.

Kirk CA, Ling GV, Franti CE, et al. Evaluation of factors associated with
development of calcium oxalate urolithiasis in cats. J Am Vet Med Assoc
1995;207:1429–34.

Gerber B. Short-term followup of cats with obstructive lower urinary tract


disease. In: Proceedings of the 13th European Congress of Veterinary
Internal Medicine. Uppsala; 2003.

Lee JA, Drobatz KJ. Characterization of the clinical characteristics, electrolytes,


acid-base, and renal parameters in male cats with urethral obstruction. J
Vet Emerg Crit Care 2003; 13:227–33.

Drobatz KJ, Hughes D. Concentration of ionized calcium in plasma from cats


with urethral obstruction. J Am Vet Med Assoc 1997;211:1392–5.

Smith CW. Perineal urethrostomy. Vet Clin N Am Small Anim Pract


2002;32(4):917–25.

Anda mungkin juga menyukai