Anda di halaman 1dari 62

KONSENSUS TATALAKSANA ADIKSI

PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS


KEDOKTERAN JIWA INDONESIA

*
*
*
*
*
*
*
*

Penyusun:
dr. Diah Setia Utami, SpKJ(K)
dr. Ratna Mardiati, SpKJ(K)
dr. Prasetyawan, SpKJ
dr. Rachmi Handayani, SpKJ
dr. Kristiana Siste, SpKJ
dr. Tribowo Tuahta Ginting, SpKJ
dr. Astri Parawita Ayu, SpKJ

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, pada akhirnya kami seksi adiksi PDSKJI
telah menyelesaikan pedoman terapi dan rehabilitasi Napza sebagai suatu bentuk
konsensus kami pada bidang adiksi. Buku ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi
para psikiater dalam menjalankan profesinya di bidang Adiksi Napza. Masih belum
banyak dokter ahli kedokteran jiwa yang memiliki peminatan pada masalah adiksi.
Dengan adanya buku ini kami berharap bisa menjadi pembuka cakrawala teman sejawat
untuk mempunyai minat di bidang adiksi.
Masalah adiksi di Indonesia kian berkembang dan meluas, masalah adiksi tidak hanya
terkait dengan Napza saja tetapi banyak kondisi adiksi lain seperti ; cyber-net addiction,
sex addiction, shopping addiction, gambling addiction dan masih banyak lagi yang
perlu kita cermati dan menjadi bagian dari gangguan psikiatri yang memerlukan terapi
yang komprehensif. Peluang ini dapat menjanjikan kepada para dokter spesialis
kedokteran jiwa selain tambahan ilmu juga keuntungan material, mengingat masih
langkanya ahli dalam bidang ini di Indonesia.
Tentunya buku ini masih jauh dari sempurna, keterbatasan waktu dan juga pengetahuan
serta pengalaman menjadi kendala kami dari seksi adiksi dalam menyusun buku ini.
Namun demikian kami telah berusaha semampu yang dapat kami lakukan agar buku ini
dapat tersedia. Masukan dan koreksi dari para sejawat tentu saja sangat kami harapkan
agar kami semakin baik di masa yang akan datang, dan dapat menyumbangkan pikiran
serta pengalaman kami demi kemajuan tatalaksana adiksi di Indonesia. Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada para sejawat yang telah membantu
tersusunnya buku ini.

Ketua seksi adiksi PDSKJI

Dr. Diah Setia Utami Sp.KJ,MARS

2
PROSEDUR TATALAKSANA ADIKSI NAPZA

Prinsip Dasar Tatalaksana Umum

Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa prinsip-prinsip yang diterapkan dalam
identifikasi, tatalaksana dan intervensi pada pengguna NAPZA. Beberapa isu yang
sangat terkait dengan hal ini meliputi :
 Intoksikasi
 Sindroma Putus Zat
 Penyalahgunaan
 Ketergantungan
Tidak semua Adiksi NAPZA terkait dengan masalah ketergantungan atau adiksi.
Banyak masalah Adiksi NAPZA berkaitan dengan pola penggunaan yang tidak berada
dalam taraf ketergantungan tetapi mempunyai risiko untuk menjadi ketergantungan.
Intervensi yang diberikan harus disesuaikan dengan masalah, pengalaman dan faktor
risiko yang ada pada seseorang.

A. Pengenalan Dan Skrining


1. Pengenalan Awal
Pengenalan awal sangat penting karena dapat mencegah seseorang menjadi
ketergantungan atau terjadi perkembangan kerusakan yang menetap. Akan tetapi
masalah penggunaan NAPZA sangat sulit untuk dideteksi secara dini, khususnya
pada penggunaan tahap awal. Beberapa alasan mengenai hal ini antara lain:
a. Tidak memahami apa yang terlihat
b. Kurang waspada
c. Malu untuk menanyakan masalah ini
d. Tidak tahu apa yang mesti dilakukan ketika mengenali masalah ini
e. Individu menyangkal atau mengelak

2. Deteksi Dini Dapat Ditingkatkan Dengan Melakukan :


a. Melakukan penyelidikan/wawancara rutin tentang penggunaan NAPZA
b. Skrining dengan kuesioner
c. Skrining biologi (pemeriksaan lab.)

3
d. Seringkali melakukan presentasi klinis tentang penggunaan NAPZA

3. Wawancara Rutin Tentang Penggunaan NAPZA


Dokter mempunyai kesempatan yang sangat bervariasi untuk melakukan
wawancara mengenai penggunaan NAPZA, seperti dibawah ini :
a. Pasien baru, merupakan bagian dari pengambilan data awal
b. Pengobatan pasien dengan gangguan kronis, misalnya pengguna alkohol
dengan keluhan gangguan jantung, diabetes, depresi
c. Pengobatan pasien dengan kondisi akut, misalnya : trauma, gangguan
pencernaan, stress/kecemasan, masalah psikologis
d. Asesmen sebelum tindakan pembedahan
e. Klinik ibu dan anak serta antenatal care
f. Orang yang akan mengikuti asuransi kesehatan

4. Kuesionir Skrining
Penggunaan kuesioner secara umum meliputi : isu-isu tentang gaya hidup seperti
merokok, diet, olahraga, penggunaan NAPZA mungkin bukan ancaman bagi
mereka.
Banyak alat yang dapat digunakan untuk melakukan skrining penggunaan
NAPZA pada individu seperti ASSIST (Alcohol,Smoking, Substance
Involvement Screening Test.)

5. Skrining Biologik
a. Beberapa Jenis Pemeriksaan Darah
Beberapa jenis pemeriksaan darah dapat digunakan untuk skrining
penggunaan NAPZA. Namun demikian hal ini sering kurang sensitif maupun
spesifik daripada penggunaan kuesioner. Tes untuk skrining biologik
termasuk :
1). Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk MCV
2). Tes Fungsi Hati termasuk gamma GT
3). Trigliserid

4
b. Tes Urin
Tes urin dapat mendeteksi adanya penggunaan berbagai jenis NAPZA
(alkohol, kokain, kanabis, benzodiazepin, barbiturat dll.) berdasarkan sisa
metabolitnya. Namun demikian pemeriksaan urin harus disertai dengan
wawancara untuk mendeteksi adanya penggunaan zat lain yang akan
mempengaruhi hasil tes urin (misal: obat batuk yang mengandung kodein,
obat maag yang mengandung benzodiazepin, obat flu yang mengandung
fenilpropanolamin/efedrin).

c. Skrining Biologik Untuk Pengguna NAPZA Termasuk :


1). Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung lekosit
2). Tes Fungsi hati
3). Hepatitis B, C dan HIV/AIDS

B. Asesmen

1. Asesmen secara khusus mempunyai beberapa tujuan :


a. mengidentifikasi perilaku penggunaan NAPZA awal
b. menemukan batas-batas masalah kesehatan akibat efek NAPZA
c. untuk menilaikonteks social penggunaan NAPZA baik terhadap pasien
maupun orang lain yang bermakna
d. untuk menentukan intervensi yang akan diberikan

2. Fase asesmen
Ada empat fase penting dalam melakukan asesmen yang harus terpenuhi :
a. mengembangkan hubungan berdasarkan saling percaya, empati dan sikap
yang tidak menghakimi
b. membantu pasien secara akurat untuk menilai kembali penggunaan NAPZA
mereka, yang mungkin akan menfasilitasi mereka untuk berubah
c. menfasilitasi untuk mengingat kembali kejadian masa lalu dan masa kini dan
menghubungkan dengan penggunaan NAPZAnya saat ini
d. mendorong pasien untuk merefleksi pilihan menggunakan NAPZA dan
konsekuensi dari perilaku penggunaan NAPZAnya.

5
3. Secara tradisional pengobatan berhasil dapat diukur dengan kondisi abstinensia
(bebas NAPZA), saat ini lebih ditekankan pada:
a. Kesejahteraan
b. Pemahaman tentang minum minuman keras dan penggunaan NAPZA lain
c. Kesiapan untuk berubah
d. Harapan yang terkait dengan penggunaan NAPZA (penghentian)
e. Fungsi sosial dan dukungan sosial
Semua hal diatas merupakan prediktor keberhasilan dalam pengobatan
penggunaan NAPZA.

C. Tatalaksana Adiksi NAPZA Pada Kondisi Non Gawat Darurat

Individu dengan masalah penggunaan NAPZA pada kondisi tidak gawat darurat
perlu menerima intervensi singkat ataupun intervensi psikososial, tergantung dari
derajat penggunaan yang dilakukan individu tersebut. Bila diperlukan, pasien
dengan ketergantungan NAPZA tertentu juga dapat menerima farmakoterapi
rumatan ataupun simtomatik.

6
ADIKSI OPIOID

Golongan opioida yang sering digunakan adalah Heroin, yang merupakan golongan
opoida semi sintetik, disebut juga: putau, ptw, etep, pete ,H, Junk, Skag, Smack. Heroin
dibuat dari getah buah poppy. Dijual dalam bentuk bubuk putih atau coklat. Digunakan
dengan cara disuntik, di rokok ataupun dihidu . Pengguna heroin di Indonesia menjadi
ancaman besar penyebaran HIV/AIDS, hepatitis C dan B.

Penggunaan heroin secara terus menerus berkesinambungan mendorong terjadinya


toleransi dan ketergantungan. Dosis yang terus meningkat membuat penggunanya
masuk dalam overdosis, meskipun overdosis juga merupakan dorongan dari keinginan
bunuh diri. Jika pengguna dengan ketergantungan mengurangi atau menghentikan
penggunaannya akan mengalami gejala putus zat yakni gelisah, rasa nyeri otot dan
tulang, diare, muntah dan merinding.

INTOKSIKASI OPIOID
1. Gangguan/Diagnosis : Intoksikasi Opioid
2. Kriteria Diagnostik :
A. Baru saja menggunakan opioida
B. Terdapat perilaku maladaptif atau perubahan psikologik yang secara klinis
bermakna (misalnya euforia yang diikuti dengan apati, disforia, agitasi atau
retardasi motorik, hendaya daya nilai atau hendaya fungsi sosial atau hendaya
pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan opioida.
C. Kontriksi pupil (atau dilatasi pupil akibat anoksia dari overdosis berat) dan
satu (atau lebih) gejala-gejala di bawah ini berkembang selama atau segera
setelah penggunaan opioida:
 Mengantuk/drowsiness
 Bicara cadel
 Hendaya dalam perhatian atau daya ingat
D. Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.
Intoksikasi akut dapat terjadi dengan atau tanpa komplikasi medis lainnya.
Komplikasi medis yang terjadi dapat berupa :
 Trauma atau cedera tubuh lainnya
 Hematemesis

7
 Aspirasi muntah
 Konvulsi
 Delirium
 Koma
3. Diagnosis Banding: Intoksikasi zat psikoaktif lain atau campuran
4. Pemeriksaan Penunjang:
 Naloxone Chalenge Test (bila pasien koma)
 Darah lengkap
 Urinalisis
 Rontgen Foto Kepala
 EEG
 CT scan otak
 Test HIV/AIDS bila ada faktor risiko didahului dengan konseling dan
disampaikan hasil dalam konseling pasca tes

5. Konsultasi:
 Dokter spesialis anestesi
 Dokter spesialis saraf
 Dokter spesialis penyakit dalam
 Dokter spesialis jantung
 Dokter spesialis kedokteran jiwa
6. Perawatan Rumah Sakit: rawat inap segera dalam kondisi akut
7. Terapi :
 Penanganan kondisi gawat darurat
 Pemberian Antidotum Naloxon HCl (Narcan/Nokoba)
 Monitoring dan Evaluasi Vital Sign
 Mengatasi penyulit sesuai dengan kondisi klinis
 Bila intoksikasi berat rujuk ke ICU
8. Penyulit: AIDS dan berbagai Infeksi oportunistik yang menyertainya, Hepatitis,
koma, kejang, edema paru, edema cerebri, kondisi infeksi lainnya, kematian.
9. Informed consent:
 Sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan
 Mematuhi aturan Rumah Sakit
10. Lama Perawatan: 2 x 24 jam

8
11. Masa pemulihan: Minimal 2 minggu
12. Keluaran: sehat secara fisik, hasil pemeriksaan opiat dalam urin negatif
13. Autopsi: bila ada kematian tak wajar

KONDISI PUTUS ZAT OPIOIDA


1. Gangguan/Diagnosis : Putus Zat Opioid
2. Kriteria Diagnostik :
Salah satu di bawah ini :
A. Penghentian atau pengurangan penggunaan opioda yang berat dan telah
berlangsung lama (beberapa minggu atau lebih lama)
B. Paling sedikit terdapat 3 gejala berikut yang timbul akibat penghentian atau
pengurangan penggunaan opioida dalam waktu beberapa menit sampai
beberapa hari:
1. Disforia
2. Mual dan muntah
3. Nyeri otot
4. Lakrimasi atau rinorrhea
5. Dialtasi pupil, piloereksi atau berkeringat
6. Diare
7. Menguap (yawning)
8. Demam
9. Insomnia
C. Gejala-gejala pada kriteria B menyebabkan distress yang secara klinis
bermakna atau hendaya sosial, okupasional atau fungsi penting lainnya
D. Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya
3. Diagnosis Banding :
 Common Cold
 Gastro Enteritis
4. Pemeriksaan Penunjang :
 Laboratorium darah lengkap
 Pemeriksaan urinalisis rutin
 Test HIV/AIDS bila ada faktor risiko didahului dengan konseling dan
disampaikan hasil dalam konseling pasca tes

9
5. Konsultasi :
 Dokter spesialis saraf
 Dokter spesialis penyakit dalam
 Dokter spesialis kedokteran jiwa
6. Perawatan Rumah Sakit: tidak menjadi keharusan, tergantung kasusnya bila gejala
putus zat sangat berat sebaiknya dirawat inap
7. Terapi :
 Simptomatik sesuai gejala klinis
 Subtitusi Golongan Opioida : Codein, Metadon, Bufrenorfin yang
diberikan secara tapering off. Untuk Metadon dan Buprenorfin terapi
dapat dilanjutkan untuk jangka panjang (Rumatan)
 Subtitusi non opioida ; Clonidine, perlu pengawasan tekanan darah bila
sistole kurang dari 100mmHg atau diastole kurang 70 mmHg HARUS
DIHENTIKAN
 Pemberian Sedatif-Hipnotika, Neuroleptika dapat dikombinasikan
dengan obat-obat lain
8. Penyulit: AIDS beserta infeksi opotunistiknya, Hepatitis, komorbiditas dengan
Gangguan jiwa lain dan kematian
9. Informed Consent: Sesuai dengan tindakan/pemeriksaan yang akan diberikan,
Mematuhi aturan Rumah Sakit
10. Lama Perawatan: Minimal 2 minggu bila dirawat
11. Masa Pemulihan: Minimal 3 bulan
12. Keluaran: Sehat secara fisik dan hasil pemeriksaan opiat dalam urin negative
13. Autopsi: Bila ada kematian yang tak wajar

10
TERAPI RUMATAN METADON PASCA PUTUS ZAT OPIOIDA
1. Gangguan/Diagnosis: Adiksi zat opioida dalam program rumatan
2. Kriteria Diagnosis:
A. Penghentian atau pengurangan penggunaan opioda yang berat dan telah
berlangsung lama (minimal satu tahun)
B. Penggunaan antagonis opioida setelah masa penggunaan opioida
3. Kriteria Inklusi:
 Memenuhi kriteria Ketergantungan Opoida ((PDGJIII/ICD-10/DSM IV).
 Usia 18 tahun keatas.
 Pasien harus dapat memberikan bukti identitas diri.
 Memenuhi setiap aturan dari Program Rumatan Methadone.
4. Diagnosis Banding: Penggunaan poly drugs
5. Pemeriksaan Penunjang:
 Tes fungsi hati
 Urinalisis Opiat
 Konseling terapi rumatan
 Tes HIV dan Hepatitis dengan konseling pra dan pasca tes konseling
 Evaluasi psikologi
6. Konsultasi :
 Dokter spesialis kedokteran jiwa
 Dokter spesialis penyakit dalam
 Dokter spesialis penyakit paru
7. Kriteria Tenaga: Tim Program Rumatan Metadon yang sudah terlatih
8. Perawatan Rumah Sakit: Tidak diperlukan kecuali bila ada efek samping yang
berat dalam dosis stabilisasi
9. Terapi:
 Metadon diberikan dengan dosis tunggal setiap hari di hadapan petugas
 Dosis awal yang diberikan antara 20-30 mg, sesuai kondisi klinis pasien
 Peningkatan dosis awal dilakukan antara 1-3 hari tergantung toleransi pasien
 Dosis Stabilisasi terjadi setelah 2 minggu dan kemudian dipertahankan
(rumatan)
 Dosis dapat dinaikkan atau diturunkan setelah konsultasi dengan dokter

11
10. Penyulit:
 Memasuki stadium AIDS dengan ART
 Hepatitis dengan Gangguan fungsi hati berat
 Dual Diagnosis
 Intoksikasi/Overdosis Metadon
 Poly drugs
11. Informed Consent:
 Mematuhi semua aturan dalam Program Rumatan Metadon
 Sesuai tindakan/pemeriksaan yang akan dilakukan
12. Masa pemulihan: Sesuai kebutuhan pasien
13. Keluaran:
 Bebas dari penggunaan opioida ilegal
 Peningkatan kualitas hidup
14. Autopsi: Bila ada kematian yang tidak wajar

12
TERAPI RUMATAN BUPRENORFIN PADA KEADAAN PUTUS ZAT
OPIOIDA
1. Gangguan/Diagnosis : Adiksi zat opioida dalam program rumatan
2. Kriteria Diagnosis :
A. Penghentian atau pengurangan penggunaan opioda yang berat dan telah
berlangsung lama (minimal satu tahun)
B. Penggunaan antagonis Opioida setelah masa penggunaan opioida
3. Kriteria Inklusi :
 Memenuhi kriteria ketergantungan opioda (PDGJIII/ICD-10/DSM IV).
 Usia 18 tahun keatas.
 Pasien harus dapat memberikan bukti identitas diri.
 Memenuhi setiap aturan dari Program Rumatan Bufrenorfin.
4. Diagnosis Banding: Penggunaan poly drug
5. Pemeriksaan Penunjang:
 Tes Fungsi Hati
 Urinalisis Opiat
 Konseling terapi rumatan
 Tes HIV dan Hepatitis dengan pre dan pasca konseling
 Evaluasi psikologi
6. Konsultasi:
 Dokter spesialis kedokteran jiwa
 Dokter spesialis penyakit dalam
 Dokter spesialis penyakit paru
7. Perawatan Rumah Sakit: Tidak diperlukan
8. Terapi:
 Bufrenorfin diberikan dengan dosis tunggal setiap hari
 Dosis awal yang diberikan antara 2- 8 mg, sesuai kondisi klinis pasien
 Peningkatan dosis dilakukan antara 1-3 hari tergantung toleransi pasien
 Dosis Stabilisasi terjadi setelah 2 minggu dan kemudian dipertahankan
(rumatan)
 Dosis maksimal yang dapat diberikan 32 mg/hari
 Dosis dapat dinaikkan atau diturunkan setelah konsultasi dengan dokter
9. Kriteria Tenaga: Dokter spesialis/Umum yang sudah mendapatkan pelatihan 8 Jam
untuk terapi Bufrenorfin

13
10. Penyulit:
 Memasuki stadium AIDS dengan ART
 Hepatitis dengan Gangguan fungsi hati berat
 Dual Diagnosis
 Intoksikasi/Overdosis Metadon
11. Informed Consent:
 Mematuhi semua aturan dalam PRB
 Sesuai tindakan/pemeriksaan yang akan dilakukan
12. Masa pemulihan: Sesuai kebutuhan pasien
13. Keluaran:
 Bebas dari penggunaan opioida ilegal
 Peningkatan kualitas hidup
14. Autopsi: bila ada kematian yang tidak wajar

14
ADIKSI KOKAIN

Kokain merupakan stimulan yang kuat dan mengakibatkan ketergantungan kuat pada
penggunanya. Dalam upaya mendapatkan efek high, mereka menggunakan dosis yang
makin lama makin meningkat. Dalam peredarannya, kokain merupakan bubuk berwarna
putih, sebagai bentuk garam kokain hidroklorida atau freebase. Kokain hidroklorida
larut dalam air , digunakan dengan disuntikan atau dihidu. Bentuk freebase digunakan
dengan cara dibakar seperti rokok. Crack adalah nama jalanan untuk kokain yang dapat
dirokok, bentuknya seperti kristal batu karang.

Karena cara penggunaannya kokain menimbulkan efek fisik pada tubuh sebagai berikut:
• Masalah jantung, termasuk serangan jantung
• Gangguan respirasi sampai kegagalan pernafasan
• Gangguan sistem syaraf, termasuk stroke
• Gangguan pencernaan , penurunan nafsu makan

Menggunakan kokain bercampur alkohol akan membentuk komponen berbahaya yang


dikenal sebagai KOKAETILEN. Yang membuat efek eforia menjadi kuat dan
kemungkinan fatalitas dengan kematian mendadak

Kokain dalam sistem syaraf pusat akan mengganggu proses reabsorbsi dopamine, suatu
chemical messenger terkait rasa nyaman dan gerakan. Dengan mekanisme dopamine ini
sistem syaraf dirangsang untuk eforia. Peningkatan perasaan nyaman membuat
penggunanya tidak merasa lelah, dan kesiagaan meningkat , tergantung rute
penggunaan. Makin cepat diabsorbsi tubuh , makin kencang perasaan high. Makin cepat
absorbsi, makin pendek aksi durasinya. Dengan snorting durasinya 15 - 30 menit,
sementara dirokok durasi efeknya 5 - 10 menit. Penggunaan yang meningkat membuat
perasaan high makin tinggi dan meningkatkan risiko adiksi

INTOKSIKASI KOKAIN
1. Gangguan/Diagnosis : Intoksikasi Kokain
2. Kriteria Diagnostik :
A. Baru saja menggunakan kokain
B. Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau perubahan
psikologis (misalnya: euforia atau afek mendatar, perubahan dalam hidup

15
sosial, hypervigilance/kewaspadaan yang meningkat, interpersonal
sensitivity, ansietas, tegang, atau kemarahan, tingkah laku yang stereotipik,
hendaya daya nilai, hendaya fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang
selama atau segera setelah penggunaan kokain.
C. Dua (atau lebih) dari yang berikut di bawah ini yang terjadi selama atau
segera setelah penggunaan kokain:
1. Takikardi atau bradikardi
2. Dilatasi pupil
3. Peningkatan atau penurunan tekanan darah
4. Berkeringat atau rasa dingin
5. Mual atau muntah
6. Penurunan berat badan
7. Agitasi atau retardasi psikomotor
8. Kelemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada atau aritmia
jantung
9. Bingung /konfusi, kejang, diskinesia, distonia atau koma
D. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya
3. Diagnosis Banding: Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat
psikoaktif lain (Golongan Stimulan)
4. Pemeriksaan Penunjang :
 Laboratorium, terutama urinalisis
 Rontgen foto kepala
 EEG, CT Scan Kepala
5. Konsultasi:
 Dokter spesialis Anaestesi
 Dokter spesialis Saraf
 Dokter spesialis Penyakit Dalam
 Dokter spesialis Jantung
 Dokter spesialis Kedokteran Jiwa
6. Perawatan Rumah Sakit: Perlu dilakukan untuk mengatasi komplikasi yang timbul
7. Terapi:
 Usaha penunjang (Supportive Measure)
 Sedative-Hipnotika/Anti Ansietas

16
 Antipsikotik
 Bila ada hipertermia diberikan kompres dingin
 Pemberian anti konvulsan bila kejang-kejang
 Anti hipertensi bila ada kenaikan tekanan darah
8. Penyulit: Aritmia jantung, ulserasi sampai perforasi septum nasi
9. Informed Consent: Mematuhi peraturan Rumah Sakit
10. Lama Perawatan: Minimal 2 minggu
11. Masa Pemulihan: Minimal 2 minggu
12. Keluaran: Sehat secara fisik, Urin Kokain negatif
13. Autopsi: Bila ada kematian yang tidak wajar

KONDISI PUTUS KOKAIN


1. Gangguan/Diagnosis : Sindroma Putus zat Kokain (ICD-10 F.14)
2. Kriteria Diagnostik :
A. Penghentian atau pengurangan penggunaan kokain yang berat dan telah
berlangsung lama.
B. Mood yang disforik dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis di bawah ini
yang terjadi dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah kriteria A.
 Rasa lelah
 Mimpi buruk yang jelas (vivid, unpleasant dreams)
 Insomnia atau hipersomnia
 Peningkatan nafsu makan
 Retardasi psikomotor atau agitasi
C. Gejala-gejala pada kriteria B menyebabkan distres yang secara klinis
bermakna atau terjadi hendaya sosial, okupasional atau fungsi penting
lainnya.
D. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
3. Diagnosis:
 Gangguan Kecemasan
 Gangguan Depresi
 Gangguan Mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif lainnya

17
4. Pemeriksaan Penunjang :
 Darah lengkap
 Urin rutin
 Pemeriksaan kokain dalam urin
 Evaluasi psikologik
 EEG
5. Konsultasi:
 Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
 Dokter spesialis Saraf
 Dokter spesialis Penyakit Dalam
6. Perawatan Rumah Sakit: diperlukan sesuai dengan kondisi klinis (misal: kondisi
depresi berat, psikotik dengan agitatif)
7. Terapi:
 Anti depresan
 Hipnotik Sedatif/Anti Ansietas
 Anti psikotik
8. Penyulit : Gangguan psikotik akibat penggunaan Kokain
9. Informed consent : Mematuhi peraturan Rumah Sakit bila rawat inap
10. Lama Perawatan : Minimal 2 minggu
11. Masa Pemulihan : Minimal 2 minggu
12. Keluaran: Sehat fisik, Urinalisis negatif
13. Autopsi: Bila ada kematian yang tidak wajar

18
ADIKSI KANABIS

Kanabis merupakan kumpulan daun, tangkai, buah kanabis sativa yang dikeringkan dan
dirajang. Kanabis dapat pula diolah dalam bentuk minyak hashish yang merupakan
cairan pekat berwarna coklat. Penggunaannya adalah dengan cara dirokok dengan atau
tanpa tembakau (dilinting), dengan pipa, atau digunakan dalam campuran dengan zat
lainnya. Penggunaan dengan cara dicampur makanan dan diseduh seperti teh juga
ditemukan di beberapa tempat, namun demikian pengolahan Kanabis dengan cara
dimasak seperti ini melarutkan sebagian besar zat aktif Kanabis. Zat aktif dalam
Kanabis adalah THC (delta-9-tetrahydrocannabinol). Membran sel syaraf tertentu dalam
otak yang mengandung reseptor protein akan mengikat erat THC. Baunya menyengat
asam-manis.

Penggunaan terus menerus dalam waktu yang lama akan mengakibatkan kerusakan
memori, proses belajar dan perilaku sosial sehingga penggunanya meninggalkan
berbagai aktivitas sekolah/kerja dan interaksi sosial. Karena reaksi terhadap rangsang
melambat, maka pengguna sering mengalami kecelakaan, juga dapat terlibat pada
berbagai masalah hukum.
Penggunaan dirokok akan memberikan risiko kanker paru, dan risiko infeksi dalam
jangka panjang. Karena jumlah zat kimia serta tar pada Kanabis lebih banyak dari
tembakau, maka risiko penggunaannya lebih besar dari penggunaan rokok tembakau itu
sendiri. Kanabis tidak menyebabkan overdosis yang fatal.

INTOKSIKASI KANABIS
1. Nama Penyakit/Diagnosis : Intoksikasi Kanabis
2. Kriteria diagnosis :
A. Baru menggunakan kanabis
B. Timbul perilaku maladaptif dan perubahan psikologis yang bermakna secara
klinis (misalnya: gangguan koordinasi motorik, euforia, ansietas, merasa
waktu berjalan lambat, hendaya daya nilai, penarikan diri) yang berkembang
selama atau segera setelah penggunaan kanabis.
C. Dua (atau lebih) dari gejala-gejala di bawah ini yang berkembang dalam 2
jam penggunaan Kanabis :
 Konjuntiva kemerahan

19
 Peningkatan nafsu makan
 Mulut kering
 Takikardi
D. Gejala-gejala tersebut bukan disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
3. Diagnosis Banding: intoksikasi halusinogen
4. Pemeriksaan penunjang:
 Darah lengkap
 Urin rutin
 Pemeriksaan kanabis dalam urin
 Rontgen Thoraks
 EEG
5. Konsultasi:
 Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
 Dokter Spesialis Paru
6. Perawatan Rumah Sakit: Kurang diperlukan untuk rawat inap
7. Terapi:
 Umumnya tidak diperlukan farmakoterapi khusus, tetapi mungkin suportif
talking down
 Bila Ansietas berat berikan antiansietas golongan Benzodiazepine
 Bila gejala psikotik menonjol dapat diberikan antipsikotik (misal: Haloperidol
1 -2 mg per oral)
8. Penyulit :
 Kanker Paru
 Infertilitas
 Impotensi
 Dementia
 Delirium
 PPOM (Penyakit Paru Obstruksi Menahun)
9. Informed Consent: Mematuhi peraturan Rumah Sakit bila dirawat Sesuai tindakan
yang akan dilakukan
10. Masa Pemulihan: Minimal 2 minggu
11. Out put: Sehat secara fisik, urinalisis negatif
12. Autopsi: Bila ada kematian tidak wajar

20
ADIKSI ALKOHOL

Alkohol adalah zat yang memproduksi efek ganda pada tubuh: pertama adalah efek
depresan yang singkat dan kedua adalah efek agitasi pada susunan saraf pusat yang
berlangsung enam kali lebih lama dari efek depresannya. Kesadaran atas kedua efek ini
sangat tergantung pada kondisi susunan saraf pusat pada saat penggunaan alkohol
berlangsung. Dengan demikian efek penggunaan alkohol juga tergantung pada seting
lingkungan penggunaan dan kepribadian orang yang bersangkutan.

Masalah alkohol menyolok dibeberapa wilayah Indonesia. Media massa memuat berita
beberapa orang meninggal dalam acara pesta alkohol akibat penggunaan alkohol lokal,
atau didapatkan dalam populasi tertentu penggunaan alkohol yang sulit dihentikan.
Alkoholisme merupakan penyakit dengan empat gambaran utama:
a. Craving – keinginan kuat untuk minum
b. Kehilangan kendali diri – tak mampu menghentikan kebiasaan minum
c. Ketergantungan fisik – simtom putus alkohol seperti nausea, berkeringat atau
gemetar setelah berhenti minum
d. Toleran – kebutuhan untuk meningkatkan jumlah minum untuk mendapatkan
efek “high”

Alkoholisme mempunyai dampak bahaya serius. Peminum berat mempunyai risiko


kanker, gangguan hati, otak dan organ lainnya lebih besar daripada bukan peminum.
Bayi yang dilahirkan dari ibu pengguna alkohol dapat mengalami kecacatan sejak lahir.
Mabuk ketika mengemudi mempunyai risiko besar kecelakaan lalu lintas, juga risiko
membunuh orang lain atau diri sendiri.

INTOKSIKASI ALKOHOL
1. Nama Penyakit/Diagnosis: Intoksikasi Alkohol
2. Kriteria Diagnostik :
A. Baru saja menggunakan alkohol.
B. Terdapat perilaku maladaptif atau perubahan psikologik yang secara klinis
bermakna (misalnya: perilaku seksual atau agresifitas yang tidak sesuai, emosi
labil, hendaya daya nilai, hendaya fungsi sosial atau pekerjaan) yang
berkembang selama atau segera setelah penggunaan alkohol.

21
C. Satu (atau lebih) dari gejala-gejala berikut ini yang berkembang selama atau
segera setelah penggunaan alkohol
1. Bicara cadel
2. Inkoordinasi
3. Jalan sempoyongan
4. Nistagmus
5. Hendaya dalam pemusatan perhatian atau daya ingat
6. Stupor atau koma
D. Gejala-gejala tersebut di atas tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya
3. Diagnosis Banding:
 Intoksikasi Benzodiazepine/Barbiturat
 Hipoglikemi
 Trauma kepala
 Hepatic Encephalopathi
 Ensefalitis
 Ketoacidosis Diabeticum
 Post Ictal Status
 Penyebab lain ataksia seperti penyakit Neurodegeneratif
4. Pemeriksaan Penunjang :
 Darah lengkap
 Urin rutin
 Alcohol Blood Level
 Breath Analyzer Test
5. Konsultasi :
 Dokter Spesialis Penyakit Dalam
 Dokter Spesialis Saraf
 Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
6. Perawatan Rumah Sakit: memerlukan Rawat inap
7. Terapi:
 Kondisi Hipoglikemi : 50 mg Dextrose 50%
 Penanganan gawat darurat dan intensif kondisi koma

22
 Injeksi Thiamine 100 mg i.v untuk profilaksis terjadinya Wernicke
Encephalopathy lalu 50 ml Dextrose 50% i.v (TIDAK BOLEH
TERBALIK)
 Problem Perilaku; petugas mengantisipasi perilaku agresifitas dengan
membuat suasana tenang dan berikan dosis rendah sedatif atau injeksi
Haloperidol 5 mg i.m
8. Penyulit :
 Trauma Kepala
 Penggunaan poly drugs
9. Informed Consent :
 Mematuhi peraturan rumah sakit
 Sesuai dengan tindakan yang dilakukan
10. Lama perawatan : Minimal 2 minggu
11. Masa Pemulihan : Minimal 2 minggu
12. Out put : Sehat Fisik
13. Autopsi : Bila ada kematian tidak wajar

KADAR ALKOHOL DALAM DARAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN


GEJALA SISTEM SARAF PUSAT

KONSENTRASI (g/dl) PEMINUM SPORADIK PEMINUM KRONIK


0.050-0.075 Euforia, Suka berkumpul -Tak tampak gejala
(taraf pesta) (gregarious), suka -Sering masih terlihat
mengomel (garroulous) segar
0.100 Tidak terkoordinasi Gejala Minimal
(intoksikasi secara
hukum*)
0.125-0.150 Perilaku tak terkontrol Menyenangkan, mulai
euforia, kurang
koordinasi
0.200-0.250 Hilang kewaspadaan, Membutuhkan usaha
lethargy untuk mempertahankan
emosi/kontrol motorik

23
0.300-0.350 Stupor sampai koma Mengantuk, lamban
Lebih dari 0.500 Fatal, mungkin Koma
membutuhkan hemodialisis

*) Di beberapa Negara secara hukum kadar 0.080 sudah ditetapkan sebagai intoksikan

KONDISI PUTUS ALKOHOL


1. Gangguan/Diagnosis: Putus Alkohol
2. Kriteria Diagnostik:
A. Penghentian atau pengurangan penggunaan yang berat dan terus menerus dari
alkohol
B. Dua (atau lebih) yang berikut berikut ini yang berkembang dalam beberapa jam
sampai beberapa hari setelah kriteria A:
 Hiperaktifitas saraf otonom, misalnya berkeringat atau nadi lebih dari
100x/menit
 Peningkat tremor tangan
 Insomnia
 Mual atau muntah
 Halusinasi visual, taktil atau auditori sementara atau ilusi

C. Gejala-gejala di kriteria B menyebabkan distres yang bermakna secara klinis


atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
D. Gejala-gejala tersebut di atas tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
Kadang-kadang terjadi Delirium Tremens dengan ditemukannya gangguan daya
ingat (gross memory disturbance) disertai gejala putus alkohol yang lain.
Delirium tremenes mulai timbul 2 atau 3 hari setelah berhenti minum alkohol
dan menetap 1-5 hari.
3. Diagnosis Banding:
 Putus zat Sedatif – Hipnotik
 Demensia
 Psikotik
 Malingering

24
 Factitious Disorder
4. Pemeriksaan Penunjang :
 Darah lengkap
 Profil lipid
 Fungsi hati
 Fungsi ginjal
 Aspartate Aminotransferase
 Urinalisis Sedatif-Hipnotik
5. Konsultasi :
 Dokter Spesialis Penyakit Dalam
 Dokter Spesialis Saraf
 Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
6. Perawatan Rumah Sakit : Rawat Inap
7. Terapi:
 Pemberian cairan atas dasar hasil pemeriksaan elektrolit dan keadaan
umum
 Atasi kondisi gelisah dan agitasinya dengan golongan Benzodiazepin
atau Barbiturat
 Pemberian vitamin B dosis besar (mis : Neurobion 5000 mcg kemudian
dilanjutkan dengan vitamin B1, multivitamin dan Asam Folat 1 mg oral
 Bila ada riwayat kejang putus zat atasi dengan Benzodiazepine
(Diazepam atau Lorazepam i.v perlahan
 Dapat juga diberikan Thiamine 100 mg ditambah 4 mg Magnesium
Sulfat dalam 1 liter dari 5% Dextrose/normal saline selama 1-2 jam
 Bila terjadi Delirium Tremens HARUS ADA ORANG YANG
SELALU MENGAWASI.
8. Penyulit :
 Gangguan Fungsi hati
 Trauma Kepala
 Anemia
 Myopathia
 Pankreatitis
 Gangguan Lambung
 Trombositopeni

25
 Kardiomipati
9. Informed Consent:
 Mematuhi peraturan Rumah Sakit
 Sesuai tindakan medis yan akan dilakukan
10. Lama Perawatan : Minimal 2 minggu
11. Masa Pemulihan : Minimal 2 minggu
12. Out put: Sehat fisik
13. Autopsi: Bila ada kematian tidak wajar

26
ADIKSI AMFETAMIN ATAU ZAT YANG MENYERUPAI

Merupakan golongan stimulansia. Nama generik amfetamin adalah D-pseudo epinefrin


yang di sintesa tahun 1887 dan dipasarkan tahun 1932 sebagai dekongestan. Nama
jalanannya adalah speed, meth crystal, uppers, whizz dan sulphate. Bentuknya berupa
bubuk warna putih dan keabu–abuan.
Ada dua jenis amfetamin :
1. MDMA (Methylene-dioxy-methamphetamine), mulai di kenal sekitar tahun 1980
dengan nama
Ecstacy atau Ekstasi yang berbentuk pil atau kapsul.
Nama lain : xtc, fantasy pils, inex, cece, cein, i. Saat ini Ekstasi tidak selalu berisi
MDMA
karena merupakan NAPZA yang dicampur zat lain (designer drugs) untuk
mendapatkan efek
yang diharapkan / dikehendaki.
2. Metamfetamin,yang telah di bahas lebih detail pada butir C di atas.

Metamfetamin memiliki lama kerja lebih panjang di banding MDMA (Methylene-dioxy


methamphetamine), yaitu dapat mencapai 12 jam dan efek halusinasinya lebih kuat.

Cara penggunaan:
1. Dalam bentuk pil diminum per oral
2. Dalam bentuk kristal, dibakar dengan menggunakan kertas aluminium foil dan
asapnya diihisap (intra nasal) atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang
dirancang khusus (bong). Metamphetamine hydrochloride, berbentuk kristal
diinhalasi dengan dibakar, karenanya disebut ice, crystal, glass dan tina.
3. Dalam bentuk kristal yang dilarutkan, dapat juga melalui intravena.

Metamfetamine mempengaruhi otak dan membuat rasa nikmat, meningkatkan energi


dan meningkatkan mood. Kecanduannya begitu cepat, sehingga peningkatan dosis
terjadi dalam jangka pendek. Gangguan kesehatannya meliputi irregularitas detak
jantung, kenaikan tekanan darah, dan berbagai masalah psikososial. Penggunaan jangka
panjang akan membuat seseorang terganggu mentalnya secara serius, mengalami
gangguan memori dan masalah kesehatan mulut yang berat. Metamfetamin lebih
bersifat adiktif dan cenderung mempunyai dampak yang lebih buruk dibandingkan

27
amfetamin. Pengguna metamfetamin dilaporkan menunjukkan gejala ansietas, agresif,
paranoia dan psikosis dibandingkan pengguna amfetamin. Efek psikologis yang
ditimbulkan mirip seperti pada pengguna kokain, tapi berlangsung lebih lama.

Amfetamin dan metamfetamin termasuk dalam jenis NAPZA yang digolongkan sebagai
club drug:
1. Club drug terdiri dari bermacam - macam zat. Biasanya digunakan anak muda
untuk pesta semalam suntuk pada klub dansa dan bar. Yang termasuk dalam
golongan ini adalah:
a. Methylenedioxymethamphetamine (MDMA), juga dikenal sebagai Ecstasy,
XTC, X, Adam, Clarity dan Lover's Speed
b. Gamma-hydroxybutyrate (GHB), juga disebut Grievous Bodily Harm, G,
liquid Ecstasy dan Georgia Home Boy
c. Ketamine, nama lainnya Special K, K, Vitamin K, Cat Valium
d. Metamfetamin, disebut juga Speed, Ice, Chalk, Meth, Crystal, Crank, Fire,
Glass
e. Lysergic Acid Diethylamide (LSD), atau Acid, Boomers, Yellow Sunshines

b. Club drugs menjadi popular dan sering menjadi pemicu terjadinya tindak
perkosaan. Zat ini dikatakan lebih membawa dampak serius dibanding alkohol.

INTOKSIKASI AMFETAMIN ATAU ZAT YANG MENYERUPAINYA


1. Gangguan/Diagnosis: Intoksikasi Amfetamin atau zat yang menyerupainya
2. Kriteria Diagnostik:
A. Baru menggunakan Amfetamin atau zat yang menyerupainya (misal :
Methylphenidate, MDA, MDMA)
B. Secara klinis perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna
(misalnya: Euforia atau afek yang tumpul, perubahan dalam kehidupan sosial,
kewaspadaan yang berlebihan, sensitif dalam hubungan interpersonal, hendaya
daya nilai atau hendaya dalam fungsi pekerjaan dan sosial, cemas, tegang atau
marah, perilaku stereotipik) yang berkembang selama atau segera setelah
menggunakan Amfetamin atu zat yang menyerupai.
C. Dua/lebih dari gejala di bawah ini yang berkembang segera atau selama
menggunakan amfetamin atau zat yang menyerupai :

28
1. Takikardi atau bradikardi
2. Dilatasi pupil
3. Peningkatan atau penurunan tekanan darah
4. Banyak keringat atau kedinginan
5. Mual atau muntah
6. Penurunan berat badan
7. Agitasi atau retardasi motorik
8. Kelelahan otot, depresi sistem pernafasan, nyeri dada dan aritmia
jantung
9. Kebingungan dan kejang-kejang, diskinesia, distonia atau koma
D. Gejala-gejala diatas tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya
3. Diagnosis Banding :
 Intoksikasi kokain
 Intoksikasi PCP
 Intoksikasi Halusinogen
4. Pemeriksaan Penunjang:
 Urinalisis Amfetamin dan Benzodiazepin
 EKG : sesuai indikasi
 Evaluasi psikolog

5. Konsultasi: Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa


6. Perawatan: Oservasi UGD 1 x 24 jam; bila kondisi tenang dapat diteruskan rawat
jalan
7. Terapi:
Simptomatik untuk penggunaan oral, merangsang muntah dan activated charcoal
merupakan suatu intervensi yang penting, selain terapi pengobatan suportif lain:
 Antipsikotik dengan dosis rendah
 Antihipertensi bila diperlukan
 Kontrol temperatur (selimut dingin dengan Klorpromazine 1 mg/kg BB
setiap 6 jam)
 Beta receptors blocker dapat mengurangi beberapa gejala
chatecolaminenergic dan Benzodiazepine dapat mengontrol ansietas
 Kondisi kejang dapat diatasi dengan Benzodiazepine (Diazepam atau
Lorazepam)

29
 Karena ada kemungkinan terjadi aritmia kordis yamh dapat mengancam
kehidupan, maka kemungkinan diperlukan cardiac monitoring, dapat
diberikan Propanolol untuk mengatasi kondisi ini
 Asamkan urin dengan Amonium Klorida 2.75 mEq/kg atau Ascorbic
Acid 8 gram/hari sampai pH urin < dari 5 akan mempercepat ekskresi
obat
8. Penyulit:
 Aritmia cordis
 Penggunaan Poly drugs
 Koma
9. Informed Consent: mematuhi peraturan rumah sakit
10. Lama Perawatan: minimal 1 minggu
11. Masa Pemulihan: Minimal 1 minggu
12. Out put: Sehat secara fisik dan urinalisis negatif
13. Autopsi: Bila ada kematian yang tidak wajar

KONDISI PUTUS AMFETAMIN ATAU ZAT YANG MENYERUPAI


1. Gangguan/Diagnosis: Putus Amfetamin atau zat yang menyerupai
2. Kriteria Diagnostik:
A. Penghentian (pengurangan) mendadak penggunaan Amfetamin atau zat yang
menyerupai yang sudah digunakan dalam jumlah banyak dan waktu lama
B. Mood yang disforik dan dua (atau lebih) perubahan psikologis di bawah ini
yang berkembang dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah kriteria A :
1. Fatique/kelelahan
2. Halusinasi atau mimpi buruk
3. Insomnia atau hipersomnia
4. Nafsu makan meningkat
5. Retardasi atau agitasi motorik
C. Gejala-gejala pada kriteria B secara klinis bermakna menimbulkan distress
atau gangguan dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau fungsi-fungsi penting
lainnya
D. Gejala-gejala di atas tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya

30
3. Diagnosis Banding:
 Intoksikasi Amfetamin
 Putus kokain atau zat yang menyerupai
 Episode manik atau hipomanik
4. Pemeriksaan Penunjang:
 Urinalisis
 EKG (sesuai indikasi)
 Evaluasi psikologik
5. Konsultasi:
 Dokter spesialis penyakit dalam
 Dokter spesialis kedokteran jiwa
6. Perawatan:
 Observasi di Instalasi Gawat darurat selama 1x 24 jam, bila kondisi
tenang maka dapat diteruskan dengan rawat jalan
 Rawat inap diperlukan apabila ditemukan gejala-gejala psikotik dan
gejala depresi berat (dengan kecenderungan bunuh diri) atau komplikasi
fisik lainnya
7. Terapi:
 Antipsikotik
 Antidepresan
 Antiansietas
8. Penyulit:
 Multiple drug user
 Gangguan psikatrik lain yang mendasari
9. Informed Consent : Akan mematuhi aturan rumah sakit
10. Lama perawatan : Minimal 1 minggu
11. Masa pemulihan : Minimal 2 minggu
12. Keluaran : Tidak ada gangguan fisik dan hasil urinalisis negatif
13. Autopsi : Apabila ditemukan kematian yang tidak wajar

31
ADIKSI SEDATIF-HIPNOTIK

Jenis sedatif hipnotik yang paling banyak disalahgunakan adalah golongan


Benzodiazepin sering disebut sebagai pil koplo. Benzodiazepin yang sering
disalahgunakan adalah lexotan (lexo), Alprazolam, BK, rohypnol (rohip), dumolit
(dum), mogadon (MG) dan lain-lain. Semua benzodiazepin bersifat sedatif, ansiolitik
dan anti konvulsan.

INTOKSIKASI SEDATIF-HIPNOTIK
1. Gangguan/Diagnosis: Intoksikasi sedatif-hipnotik/Ansiolitik
2. Kriteria Diagnostik:
A. Baru saja menggunakan sedatif-hipnotik/Ansiolitik
B. Timbul perilaku maladaptif dan perubahan psikologis yan bermakna secara
klinis (misalnya perilaku seksual atau agresivitas yang tidak sesuai, mood
yang labil, hendaya daya nilai, hendaya sosial dan pekerjaan) yang
berkembang selama atau segera setelah penggunaan sedatif-
hipnotik/Ansiolitik
C. Satu (atau lebih) terjadi gejala-gejala berikut ini yang berkembang selama
atau segera setelah penggunaan Sedatif-Hipnotik/Ansiolitik:
1. Bicara cadel
2. Inkoordinasi
3. Jalan sempoyongan
4. Nistagmus
5. Gangguan perhatian atau daya ingat
6. Stupor atau koma
7. Gangguan emosi
8. Perilaku kasar dan tidak dapat diprediksi
D. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
Lainnya
3. Diagnosis Banding:
 Intoksikasi Alkohol
 Progresif Dementia
 Multiple Sclerosis
 Hematoma Subdural

32
4. Pemeriksaan Penunjang:
 Urinalisis
 Darah rutin, Fungsi hati, Fungsi Ginjal, Elektrolit
 EEG
 EKG
5. Konsultasi:
 Dokter Spesialis neurologi
 Dokter Spesialis penyakit Dalam
 Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
6. Perawatan : Rawat Inap
7. Terapi :
Diperlukan terapi kombinasi yang bertujuan :
 Mengurangi efek obat dalam tubuh
 Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut
 Mencegah komplikasi jangka panjang
Langkah I : Mengurangi efek Sedatif-Hipnotik :
 Pemberian Flumazenil (Antagonis Benzodiazepine) :
-Pemberian dengan cara intravena oleh dokter anestesi
-Drip : dalam Dextrose 5% atau NaCl 0,9%
-Kemasan ampul 0,5 mg/5 ml
 Untuk tingkat serum sedatif-hipnotik yang tingginya ekstrim dan gejala-
gejala sangat berat, pikirkan untuk haemoperfusion dengan Charcoal resin
Cara ini juga berguna bila ada intoksikasi berat dari barbiturat.
 Tindakan suportif termasuk :
-Pertahankan jalan nafas, berikan pernafasan buatan bila diperlukan
-Perbaiki gangguan elektrolit bila ada
 Alkalinisasi urin sampai pH 8 untuk memperbaiki pengeluaran obat dan
untuk diuresis berikan Furosemide atau Manitol.
Langkah II : Mengurangi absorbsi lebih lanjut :
 Rangsang muntah, bila baru terjadi pemakaian. Apabila tidak baru
pemakaiannya maka pikirkan Activated Charcoal. Observasi yang intensif
harus diberikan supaya tidak terjadi aspirasi.

33
Langkah III : Mencegah komplikasi :
 Perhatikan tanda-tanda vital, periksa kemungkinan adanya depresi
pernafasan, aspirasi dan edema paru
 Bila sudah terjadi aspirasi, maka dapat diberikan antibiotik
 Bila pasien ada usaha bunuh diri, maka harus ditempatkan di tempat khusus
dengan pengawasan yang ketat
8. Penyulit:
 Trauma kepala
 Percobaan bunuh diri
 Hepatitis
 AIDS
9. Informed Consent: Mematuhi peraturan Rumah Sakit
10. Lama Perawatan: Minimal 2 minggu
11. Masa Pemulihan: Minimal 2 minggu
12. Keluaran: Tidak ada gangguan fisik dan hasil urinalisis negatif
13. Autopsi: Bila ada kematian tidak wajar

34
KONDISI PUTUS SEDATIF-HIPNOTIK/ANSIOLITIK
1. Gangguan/Diagnosis: Putus sedatif-hipnotik/Ansioliitik
2. Kriteria diagnosis:
A. Penghentian (atau pengurangan) penggunaan Hipnotik-Sedatif/Ansiolitik yang
telah berlangsung lama
B. Dua (atau lebih) gejala-gejala berikut ini berkembang dalam beberapa jam atau
beberapa hari setelah kriteria A :
1. Hiperaktifitas autonom (misalnya berkeringat atau nadi lebih dari 100
x/menit)
2. Tremor tangan meningkat
3. Insomnia
4. Mual atau muntah
5. Halusinasi visual, taktil atau auditoria yang bersifat sementara atau ilusi.
6. Agitasi psikomotor
7. Ansietas
8. Kejang jenis Grandmal
C. Gejala-gejala pada kriteria B menyebabkan hendaya yang secara klinis
bermakna atau gangguan sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
D. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
3. Diagnosis Banding:
 Putus alkohol
 Intoksikasi kokain
 Intoksikasi amfetamin
 Hipertiroid
 Gangguan ansietas
4. Pemeriksaan Penunjang:
 Urinalisis
 Darah Lengkap
 Elektrolit
5. Konsultasi:
 Dokter spesialis saraf
 Dokter spesialis penyakit dalam
 Dokter spesialis kedokteran jiwa

35
6. Perawatan Rumah sakit: sangat diperlukan pengawasan ketat
7. Terapi :
 Abrupt withdrawal ( pelepasan mendadak ) dapat berakibat fatal sehingga
hal itu tidak dianjurkan.
 Gradual withdrawal (pelepasan bertahap) dianggap lebih rasional, dimulai
dengan memastikan dosis yang masih dapat ditoleransi, dilanjutkan dengan
pemberian suatu sedatif Benzodiazepine yang Long Acting atau Barbiturat
(Pentotal, Luminal) dalam jumlah cukup banyak sampai terjadi gejala-gejala
intoksikasi ringan, atau sampai kondisi pasien tenang. Ini diteruskan selama
beberapa hari sampai keadaan pasien stabil, kemudian baru dimulai dengan
penurunan dengan kecepatan maksimal 10 % per 24 jam sampai dosis sedatif
nol. Bila penurunan dosis menyebabkan pasien gelisah /insomnia/agitatif atau
kejang, ditunda sampai keadaan pasien stabil, setelah itu penurunan dosis
dilanjutkan.
 Untuk keadaan putus Barbiturat, dapat diberikan obat yang biasa digunakan
oleh pasien. Penurunan dosis total 10 % per hari, maksimal 100 mg/hari.
 Teknik substitusi Fenobarbital (Luminal). Luminal digunakan sebagai
substitusi atau Barbiturat masa kerja lama yang lain. Sifat long acting akan
mengurangi fluktuasi pada serum yang terlalu besar, memungkinkan
digunakannya dosis kecil yang lebih aman. Waktu paruhnya antara 12-24 jam
sehingga dosis tunggal sudah cukup. Dosis lethal 5 kali lebih besar daripada
dosis toksis dan tanda-tanda toksisitasnya lebih mudah diamati (sustained
nystagmus, slurred speech dan ataxia). Intoksikasi Luminal biasanya tidak
menimbulkan disinhibisi, sehingg jarang menimbulkan masalah tingkah laku
yang umum dijumpai pada Barbiturat short acting. Dosis Luminal tidak boleh
melebihi 500 mg sehari. Rumus yang dipakai:

Satu dosis sedatif = satu dosis hipnotik


Ka (Barbiturat short acting yang dipakai)

Kalau timbul toksitas, maka dosis harian dihitung kembali

Daftar Dosis Ekivalen = (untuk detoksifikasi Sedatif Hipnotik


lain)

36
30 mg Luminal kira-kira setara dengan :
- 100 mg Phentonal - 500 mg Chloralhydrate
- 400-600 mg Medical - 250-300 mg Methaqualone
- 100 mg Chlordiazepoxide - 50 mg Chlorazepate ( Tranxene)
- 5 mg Diazepam - 60 mg Flurazepam (Dalmadorm)
Tambahkan kesetaraan dosis Diazepam dan lakukan tes dosis

 Tatalaksana dengan Benzodiazepine tapering off :


1. Berikan salah satu Benzodiazepine (Valium, Frisium, Ativan) dalam jumlah
cukup.
2. Lakukan penurunan dosis (kira-kira 5 mg) setiap 2 hari
3. Berikan hipnotika malam saja (misalnya Dalmadorm)
4. Berikan vitamin B complex.
5. Injeksi Valium intramuskuler/intravena 1 ampul bila pasien kejang/agitasi
dan dapat diulangi beberapa kali dengan selang waktu 30-60 menit.
8. Penyulit:
 Hepatitis
 AIDS
 Gangguan psikiatri yang mendasari
9. Informed consent: Harus mematuhi peraturan Rumah Sakit
10. Lama perawatan: Minimal 2 minggu
11. Masa pemulihan: Minimal 2 minggu
12. Keluaran: Tidak ada gangguan fisik
13. Autopsi: Bila ada kematian tidak wajar

37
ADIKSI TEMBAKAU

Tembakau digunakan dalam bentuk rokok, cerutu, tembakau pipa, tembakau kunyah,
dan susur. Paling umum adalah penggunaan rokok baik rokok putih, kretek maupun
cerutu.
Zat berbahaya bagi kesehatan yang dikandung rokok adalah nikotin, carbon monoksida,
dan hydrogen sianida yang diserap tubuh melalui paru. Nikotin, merupakan zat adiktif
dalam tembakau yang sangat toksik sehingga sering digunakan sebagai zat insektisida
Tembakau bersifat stimulan dan depresan. Perokok pemula akan mengalami euforia,
kepala terasa melayang, pusing, pening, debar jantung dan pernafasan meningkat, dan
sensasi tingling pada tangan dan kaki. Perokok kronis akan kurang peka terhadap
citarasa.

Tak semua perokok pemula menjadi adiksi di kemudian hari, banyak yang berhenti
merokok karena berbagai alasan. Perokok ketergantungan mengalami masa tak nyaman
ketika ia menghentikan rokok, terjadi gejala putus rokok seperti gelisah, anxietas, sulit
tidur, berkeringat, debar jantung dan tekanan darah menurun, tak bisa konsentrasi, nafsu
makan yang kompulsif, sakit kepala dan sensitif, dapat terjadi. Simtom fisik putus
nikotin terjadi selama satu sampai tiga minggu.

Masalah medik terkait pengguna tembakau dirokok dalam jangka panjang adalah
gangguan pada sistim pernafasan, jantung dan pembuluh darah, kanker, sistem digestif,
gangguan makan, dan reaksi alergi. Penggunaan tembakau tanpa dirokok seperti
tembakau kunyah dan hidu, juga mengganggu kesehatan seperti lesi mulut dan kanker.

PUTUS NIKOTIN
1. Gangguan/Diagnosis: Putus nikotin
2. Kriteria Diagnosis:
A. Penggunaan Nikotin setiap hari paling sedikit dalam beberapa minggu
B. Penghentian mendadak atau pengurangan penggunaan Nikotin yang dalam
waktu 24 jam akan terjadi empat ( atau lebih ) gejala-gejala berikut ini:
1. Disforik atau perasaan tertekan
2. Sulit tidur
3. Iritabilitas, frustasi atau cepat marah

38
4. Ansietas
5. Sulit konsentrasi
6. Kegelisahan
7. Penurunan denyut nadi
8. Peningkatan nafsu makan atau penambahan berat badan
C. Gejala-gejala pada kriteria B secara klinis menyebabkan hendaya atau
gangguan sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
D. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
3. Diagnosis Banding :
 Tumpang tindih dengan putus zat lain
 Intoksikasi dengan kafein
 Ansietas
 Gangguan alam perasaan
 Gangguan tidur
 Pengobatan yang menyebabkan akatisia
4. Pemeriksaan penunjang :
 EEG
 Darah : Nikotin atau Kotinin
 Urinalisis
5. Konsultasi :
 Dokter spesialis saraf
 Dokter spesiali kedokteran jiwa
 Dokter spesialis paru-paru
 Dokter spesialis penyakit dalam
6. Perawatan Rumah Sakit: Biasanya tidak perlu
7. Terapi:
Simptomatik  apabila ada ansietas maka diberikan antiansieta
apabila ada rasa nyeri maka berikan analgetika
Penyulit:
 Kanker paru, kanker oral & kanker lain
 Gangguan kardiovaskuler & serebovaskuler
8. Perawatan Rumah Sakit : tidak memerlukan rawat inap
9. Masa pemulihan : Minimal 2 minggu

39
10. Keluaran : Tidak ada gangguan fisik
11. Autopsi : Bila ada kematian tidak wajar

KETERANGAN TAMBAHAN :
 Intoksikasi nikotin tidak dimasukkan disini sebab intoksikasi Nikotin jarang terjadi
dan belum dipelajari dengan baik.
 Untuk penghentian gangguan Nikotin dapat dipergunakan cara sebagai berikut :
Nicotinel – Transdermal Therapeutic System (TTS)
1. Untuk perokok diatas 20 batang perhari :
Minggu 1 – 4 = digunakan satu Nicotinel TTS 30 perhari
Minggu 5 – 8 = digunakan satu Nicotinel TTS 20 perhari
Minggu 9 – 12 = digunakan satu Nicotinel TTS 10 perhari
(terapi selesai pada minggu ke 12)
2. Untuk perokok sampai 20 btang perhari :
Minggu 1 – 8 = digunakan satu Nicotinel TTS 20 perhari
Minngu 9 -12 = digunakan satu Nicotinel TTS 10 perhari
(terapi selesai pada minggu ke 12)

TERAPI PILIHAN LAIN ( Sesuai Tabel Berikut ) :


MEREK DAGANG NIKOTIN DOSIS LAMA
(pabrik) (mg) PERHARI PENGGUNAAN

TransdermalNicotine Patch
Habitrol (CIBA-GEIGY) 52,6 21mg/hari 4-8 minggu
21 mg 35,0 14mg/hari 2-4 minggu
14 mg 17,5 7mg/hari 2-4 minggu
7 mg

Nicoderm (Marion Merell Dow) 114,0 21 mg/hari 4-8 minggu


21 mg 78,0 14 mg/hari 2-4 minggu
14 mg 36,0 7 mg/hari 2-4 minggu
7 mg

40
Nicotrol (Parke Davis) 24,9 15 mg/16 jam 4-12 minggu
15 mg 16,6 10 mg/16 jam 2- 4 minggu
10 mg 8,3 5 mg/16 jam 2- 4 minggu
5 mg

Prostep (Lederle) 30,5 22 mg/hari 4-8 minggu


22 mg 15,0 11 mg/hari 2-4 minggu
11 mg

Nicoten Gum
Nicorette 2 mg 2,0 9-12 biji/hari 2-3 bulan
(Marion Merell Dow) (maks 30) (maks 6)

Nicorette DS
(Marion Merell Dow) 4,0 9-12 biji/hari 2-3 bulan
(maks 20) (maks 6)
Varenicline Sesuai dengan jadwal yang 12-52 minggu
tertulis pada kemasan

41
ADIKSI KAFEIN

INTOKSIKIASI KAFEIN
1. Gangguan/Diagnosis : Intoksikasi Kafein
2. Kriteria Diagnosis :
A. Baru menggunakan Kafein, biasanya lebih dari 250 mg (misalnya lebih dari
2 – 3 cangkir brewed coffee)
B. Lima (atau lebih) gejala-gejala berikut ini terjadi selama atau segera setelah
penggunaan Kafein :
1. Restlessness (gelisah)
2. Nervousness
3. Excitement
4. Insomnia
5. Muka merah (flushed face)
6. Diuresis
7. Gangguan Gastro Intestinal
8. ’Kedutan’(Muscle Twitching)
9. Arus pikir cepat, banyak bicara
10. Takikardia atau Aritmia Kordis
11. Periode waktu kelelahan
12. Agitasi psikomotor
C. Gejala-gejala pada kriteria B secara klinis bermakna menyebabkan hendaya
atau gangguan fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya
D. Gejala-gejala tersbut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
3. Diagnosis banding:
 Gangguan mental primer
 Episode Manik
 Gangguan panik
 Gangguan Ansietas
 Intoksikasi Amfetamin
 Putus Sedatif-Hipnotik/Ansiolitik
 Putus Nikotin
 Gangguan Tidur

42
4. Pemeriksaan Penunjang:
 Urinalisis
 EKG
 Darah
5. Konsultasi:
 Dokter spesialis penyakit dalam
 Dokter spesialis saraf
 Dokter spesialis kedokteran jiwa
6. Perawatan Rumah Sakit: Tergantung kondisi pasien
7. Terapi:
 Meskipun sangat jarang, intoksikasi Kafein dapat menyebabkan
morbiditas bermakna, bahkan mortalitas
 Terapi suportif termasuk rangsang muntah dan pemberian activated
charcoal
 Diuresis , asidifikasi urin (Pengasaman urin)
 Simptomatik : - antipsikotik
- antihipertensi
- beta blockers
- kontrol temperatur
8. Penyulit:
 Takhiaritmia berat
 Hipertensi
 Kejang
 Delirium
 Psikotik
 Paranoia
 Demam tinggi
 Kolapse jantung
9. Informed consent : Mematuhi aturan rumah sakit
10. Lama Perawatan : Minimal 1 minggu
11. Masa Pemulihan : Minimal 1 minggu
12. Keluaran: Tidak ada gangguan fisik
13. Autopsi : Bila ada kematian tidak wajar

43
KETERANGAN :
Dalam DSM IV tidak ada putus Kafein ; meskipun kafein jarang ditetapkan diagnosis
penyalahguna Kafein, tetapi penggunaan Kafein yang lama dapat menimbulkan
ketergantungan psikologis dan ketergantungan fisik ringan.
Gejala putus kafein biasanya:
 mual
 letargi
 sakit kepala
 konstipasi, yang biasanya timbul setelah penghentian minum kopi sebanyak
5 cangkir atau lebih yang telah berlangsung selama beberapa minggu
Terapinya adalah pengurangan bertahap yaitu dengan mencampur lebih banyak
deccafeinated.

44
ADIKSI HALUSINOGEN

LSD (lysergic acid diethylamide)


bentuknya dapat cair, kertas, pil dan ditelan. LSD merupakan halusinogen kuat yang
popular tahun '60 dan sekarang popular lagi. Bahan kimia tak berbau, tak berwarna dan
dibuat oleh laboratorium gelap. Nama jalanan acid, blotter acid, microdot, dan white
lightning, berefek halusinogen atau high seperti "trip."

Biasanya digunakan dalam dosis kecil, karena efeknya sangat kuat. Tetesan kecil diatas
kertas, atau di agar-agar atau benda lain yang dapat meresap caitran lalu ditelan. Semua
benda yang dapat ditelan dan menyerap air dapat digunkan untuk menelan LSD.

Efek halusinogenik dari LSD dapat bertahan 2-12 jam. Selama masa ini kemampuan
pengguna dalam mengambil atau menilai suatu keputusan dapat terganggu, persepsi
visual mengalami distorsi dan dapat mengalami halusinasi (daya nilai realita terganggu).

Dampak fisik LSD adalah dilatasi pupil, suhu tubuh meningkat, tekanan darah naik,
halusinasi, dan disorientasi arah-jarak-dan waktu. Penderita juga dapat mengalami
kondisi yang disebut sebagai bad trip, yaitu timbulnya reaksi panik, paranoia, anxietas,
hilangnya kendali, kekacauan dan psikosis. Pengguna LSD dapat melukai diri dan orang
lain karena simtom psikosisnya.

Efek samping LSD juga disebut "flashback". Penghentian zat ini dalam beberapa tahun
masih dapat memunculkan efek halusinogen secara tidak menetap dan tanpa tanda-tanda
pendahulu.

INTOKSIKASI HALUSINOGEN
1. Gangguan/Diagnosis: Intoksikasi Halusinogen
2. Kriteria Diagnosis:
A. Baru saja menggunakan halusinogen (Misalnya ; LSD, Psilocybin, Mescalin)
B. Terjadinya perubahan perilaku dan psikologis yang bermakna secara klinis
(misalnya ; depresi atau ansietas, ideas of reference, ketakutan kehilangan
pikiran, ide paranoid, hendaya daya nilai, hendaya fungsi sosial atau pekerjaan)
yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan Halusinogen

45
C. Perubahan persepsi dalam keadaan kesadaran dan kewaspadaan penuh
(misalnya; subjective intensification of perceptions, depersonalisasi, derealisasi,
ilusi, halusinasi, syenthesia) yang berkembang selama atau segera setelah
penggunaan Halusinogen.
D. Dua (atau lebih) gejala-gejala berikut ini, berkembang selama atau segera
setelah penggunaan Halusinogen:
1. Dilatasi pupil
2. Takikardi
3. Berkeringat
4. Palpitasi
5. Mata berkabut (blurring of vision)
6. Tremor
7. Inkoordinasi
8. Suhu meningkat
9. Halusinasi
10. Emosi labil, pusing, lemas, mengantuk
Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya
3. Diagnosis banding:
 Intoksikasi amfetamin
 Intoksikasi PCP
 Intoksikasi antikolinergik
 Gangguan Skizophreniform
 Delirium
 Demensia
 Gangguan Mood yang berat, gangguan bipolar

4. Pemeriksaan Penunjang:
 Urinalisis
 EKG
 Darah
 EEG
5. Konsultasi:
 Dokter spesialis Penyakit Dalam
 Dokter spesialis neurologi

46
 Dokter spesialis kedokteran jiwa
6. Perawatan Rumah Sakit: diperlukan
7. Terapi :
 Intervensi Non Farmakologik :
 Lingkungan yang tenang, aman dan mendukung
 Reassurance : jelaskan efek yang ditimbulkan obat-obat tersebut dan efek
tersebut akan menghilang seiring dengan bertambahnya waktu (talking
down)
 Intervensi Farmakologik :
 Pilihan untuk serangan panik
 Pemberian antiansietas yaitu Diazepam 10-30 mg oral atau Lorazepam
1-2 mg intramuskular atau golongan Barbiturat
8. Penyulit:
 Delirium
 Waham
 Gangguan mood
9. Informed consent: Harus mematuhi aturan rumah sakit
10. Lama perawatan: Minimal 2 minggu
11. Masa Pemulihan: Minimal 2 minggu
12. Keluaran: Tidak ada gangguan fisik dan mood yang stabil
13. Autopsi: Bila ada kematian yang tidak wajar

KETERANGAN TAMBAHAN :
Sampai saat ini belum ada yang menyatakan bahwa LSD tipe halusinogen menghasilkan
ketergantungan atau gejala-gejala pututs zat.

47
ADIKSI PCP
PCP (Pheniclydine) dikenal dengan jalanan sebagai angel dust, supergrass, killer weed,
K J, embalming fluid, rocket fuel dan sherms, kristal (jangan keliru dengan
metamfetamin). Biasanya digunakan bersama rokok atau marijuana dengan cara
dirokok. PCP adalah zat halusinogenik. Di jalanan mempunyai 50 nama alias yang
menggambarkan efek bizarre sampai efek volatilnya. PCP seringkali menggantikan
mescaline, LSD, THC, atau kokain.

Dalam bentuk yang murni, PCP berbentuk kristal warna putih, mudah larut dalam air.
Kebanyakan PCP dibuat di pabrik gelap sehingga kontaminannya mengubah warna dari
warna kulit terbakar matahari sampai coklat dan konsistensinya dari bentuk bubuk
sampai seperti permen karet. Lazimnya terlihat dalam bentuk bubuk atau liquid, dan
biasanya dibentuk rokok warna coklat atau dalam bentuk potongan kecil-kecil daun
seperti bumbu, mint, oregano, marijuana, atau tembakau, dan kemudian dirokok. Dalam
bentuk liquid, PCP dibungkus dalam vial kecil atau botol gelas kecil.

Tanda dan gejala penggunaan PCP: lepas dari realita, merasa aneh diseputar dirinya.
Gerak bola mata cepat dan tak terkoordinasi, mondar-mandir, numbness, bicara cadel,
bicara terhambat, kehilangan koordinasi gerak.

PCP membuat seseorang mengalami psikosis seperti skizofrenia. Merasa diri kuat, tak
peka, percaya diri sekali, distorsi imej sangat ekstrim. Penggunanya dapat melakukan
tindak kekerasan yang dapat melukai diri sendiri atau orang lain. Psikosis dapat terjadi
pada penggunaan sekali ataupun berulang. Pengawasan ketat pada pengguna PCP
sangat diperlukan karena gejala psikosis dengan kekerasannya membahayakan diri dan
orang lain.
Episode PCP, atau flashbacks, dapat terjadi lama setelah PCP tak lagi dikandung tubuh.

INTOKSIKASI PCP
1. Gangguan/Diagnosis: Phenyclidine (PCP)
2. Kriteria Diagnosis:
A. Baru saja menggunakan Phenyciclidine atau zat yang menyerupainya
B. Terdapat perubahan perilaku yang maladaptif yang bermakna secara klinis
(misalnya suka berkelahi, suka menyerang, perilaku yang tidak dapat

48
diramalkan, agitasi psikomotor, hendaya daya nilai atau hendaya fungsi sosial
atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan
Phenyciclidine.
C. Dalam satu jam (kurang bila pemakaian secara dihisap, dihirup atau lewat
intravena), timbul dua (atau lebih) gejala-gejala dibawah ini.
1. Nistagmus vertikal atau horizontal
2. Hipertensi atau takikardi
3. Perasaan tebal atau berkurangnya perasaan nyeri
4. Ataksia
5. Disartria
6. Kekakuan otot
7. Kejang atau koma
8. Hiperaktivitas
9. Suhu meningkat
10. Halusinasi
11. Emosi labil, pusing, lemas, mengantuk
D. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya
3. Diagnosis Banding:
 Intoksikasi Amfetamin
 Intoksikasi Halusinogen
4. Pemeriksaan Penunjang:
 Urinalisis
 Creatine Phosphokinase (CPK)
 Tes Fungsi Hati
 Tes HIV
5. Konsultasi:
 Dokter spesialis Kedokteran Jiwa
 Dokter spesialis neurologi
 Dokter spesialis Penyakit Dalam
6. Perawatan Rumah Sakit: Diperlukan
7. Terapi :
Tidak seperti Intoksikasi Halusinogen lain ; hindari Talking Down karena dapat
memperberat keadaan.

49
 Pasien langsung dibawa ke kamar isolasi yang tenang dan memiliki rangsangan
sensorinya sedikit
 Fiksasi dapat dilakukan bila diperlukan
 Dapat diberikan Diazepam 10-20 mg oral ; tetapi hati-hati bila ada penggunaan
obat depresi susunan saraf pusat lainnya.
 Bila timbul gejala psikotik (dapat hilang dalam waktu 2-3 minggu), maka
tempatkan pasien di kamar yang tenang. Berikan antipsikotik, berikan
antidepresan untuk mencegah post withdrawal depressive reaction
 Asamkan urin sampai pH kurang dari 5, dengan pemberian Ammonium khlorida
atau Asam askorbat
8. Penyulit:
 Hepaitits
 AIDS
9. Informed consent: harus mematuhi peraturan rumah sakit
10. Lama Perawatan : Minimal 2 minggu
11. Masa Pemulihan : Minimal 2 minggu
12. Keluaran : Tidak gangguan fisik dan pemeriksaan urinalisis negatif
13. Autopsi : Bila ada kematian yang tidak wajar

KETERANGAN TAMBAHAN :
PCP tidak membuat ketergantungan fisik atau gejala putus zat (fisik) ; tetapi lebih besar
menghasilkan ketergantungan psikologis daripada LSD.

50
ADIKSI INHALANSIA

Inhalan merupakan zat kimiawi yang mudah menguap dan berefek psikoaktif. Inhalan
terkandung dalam barang yang lazim digunakan dalam rumah tangga sehari-hari seperti
lem, hair sprays, cat, gas pemantik, bisa digunakan oleh anak-anak agar cepat high.
Kebanyakan anak-anak tidak mengetahui risiko menghirup gas yang mudah menguap
ini. Meski hanya dihirup dalam satu waktu pendek , penggunaan inhalan dapat
mengganggu irama jantung dan menurunkan kadar oksigen, yang keduanya dapat
menyebabkan kematian. Penggunaan regular akan mengakibatkan gangguan pada otak,
jantung, ginjal dan hepar.

1. Inhalan digolongkan atas 4 kategori:


a. Volatile Solvents
1). Zat kimia mudah menguap dalam barang industri dan rumah tangga atau
produk mengandung solven, masuk dalam golongan ini minyak cat
(thinners ), larutan pembersih cat kuku, degreasers, cairan untuk dry-
cleaning, gas , lem
2). Solven dalam peralatan kantor dan seni, masuk didalamnya cairan untuk
koreksi tulisan yang salah, cairan penanda dan pembersih alat elektronik
a. Aerosol
Aerosol rumah tangga dan cairan penyemprot lainnya seperti semprotan tata
rambut, deodoran, pelapis barang rumah tangga, pembersih komputer, dan
penyemprot minyak sayur
b. Gas
1). Gas, termasuk gas pemantik api, propane tanks, whipping cream aerosols
dan gas yang dipergunakan mesin pendingin
2). Gas medik anestesi seperti ether, chloroform, halothane, dan nitrous oxide
("gas ketawa ")
c. Nitrit
Nitrit organik yang mudah menguap termasuk cyclohexyl, butyl, dan amyl
nitrites, biasa disebut "poppers." Amyl nitrite digunakan dalam prosedur-
prosedur pemeriksaan medik. Nitrit volatil biasanya dijual dalam botol gelas
berwarna coklat gelap dan diberi label "video head cleaner," "room odorizer,"
"leather cleaner," atau "liquid aroma."

51
2. Efek bagi Kesehatan
a. Jika terhirup dalam konsentrasi yang cukup, inhalan akan membuat
intoksikasi dalam waktu beberapa menit saja dan tidak lama. Menghirup
dengan sengaja untuk beberapa jam, menyebabkan perasaan terstimulasi, jika
digunakan dalam jangka panjang akan membuat penggunanya kehilangan
kesadaran. Pengguna solven kronis akan mengalami kerusakan otak, hati dan
ginjal
b. Menghirup semprotan aerosol dalam konsentrasi yang tinggi akan langsung
menyebabkan kegagalan jantung dalam beberapa menit sampai kematian.
Sindroma ini dikenal sebagai "sudden sniffing death," dapat terjadi pada satu
kali penghiduan yang dalam . Biasanya digunakan gas butane, propane, dan
zat aerosol kimia.

Konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan sufokasi dan kematian karena menurunnya
muatan oksigen dalam paru dan udara pernafasan. Pengguna biasanya sengaja menutup
wajah dan hidungnya dengan plastic diatas kaleng aerosol, atau menutup pintu ruangan
dan ventilasi dalam upaya meningkatkan konsentrasi zat volatile.

INTOKSIKASI INHALASIA
1. Gangguan/Diagnosis: Intoksikasi Inhalansia
2. Kriteria diagnosis:
A. Penggunaan lama atau singkat, dosis tinggi jenis Inhalansia (kecuali gas
anaestesi dan short acting vasodilator)
B. Terdapat perubahan perilaku dan psikologis yang bermakna secara klinis
(misalnya ; suka berkelahi, suka menyerang, apatis,hendaya daya nilai,
hendaya fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera
setelah penggunaan Inhalansia.
C. Dua (atau lebih) gejala-gejala berikut ini terjadi selama atau segera setelah
penggunaan Inhalansia:
1. Dizziness
2. Nistagmus
3. Inkoordinasi
4. Bicara cadel

52
5. Jalan sempoyongan
6. Letargi
7. Refleks-refleks menurun
8. Retardasi psikomotor
9. Tremor
10. Kelemahan otot yang meyeluruh
11. Blurred vision atau diplopia
12. Stupor atau koma
13. Euforia
D. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
3. Diagnosis banding:
 Intoksikasi Alkohol
 Intoksikasi sedatif hipnotik/Ansiolitik
4. Pemeriksaan Penunjang :
 Urinalisis
 Tes Fungsi hati dan ginjaL
5. Konsultasi:
 Dokter spesialis penyakit dalam
 Dokter spesialis neurologi syaraf
 Dokter spesialis kedokteran jiwa
6. Perawatan Rumah Sakit: diperlukan
7. Terapi:
 Pertahankan Oksigenasi
 Tidak ada antidot yang spesifik
 Simptomatik
 Pasien dengan gangguan neurologik bermakna, misalnya neuropati atau
persistent ataxia, harus mendapatkan evaluasi formal dan observasi ketat.
8. Penyulit:
 Anemia Haemolitik
 Dermatitis
 Sinusitis
 Pneumonitis
 Kekebalan tubuh menurun

53
 Kerusakan ginjal, hepar, otot dan organ lain
9. Informed consent: Harus mematuhi peraturan Rumah Sakit
10. Lama perawatan: Minimal 2 minggu
11. Masa Pemulihan: Minimal 2 minggu
12. Keluaran: Sehat fisik
13. Autopsi: Bila ada kematian tidak wajar

KETERANGAN TAMBAHAN :
Dalam DSM IV tidak dikatakan adanya gejala putus Inhalansia tetapi tertulis bahwa
kemungkinan dapat terjadi ketergantungan Inhalansia, misalnya pada narapidana,
pegawai industri, dan lain-lain.

54
TATALAKSANA HIV/AIDS

Masalah Napza khusunya pengguna jarum suntik memberikan dampak buruk penularan
HIV-AIDS kurang lebih 60% pengguna Napza suntik sudah tertular HIV, dan kondisi
ini seringkal;i menjadi penyulit dalam tatalaksana adiksi Napza. Hal yang paling
terpengaruh adalah (1).masalah psikologis yang terjadi pada mereka yang terinfeksi
HIV atau yang sudah masuk dalam kondisi AIDS, dan (2) Interkasi obat yang mungkin
terjadi dalam proses pengobatan Napza dan HIV-AIDS. Sebagai contoh interaksi antara
Metadon dengan ARV atau OAT.

Pengetahuan tentang tatalaksana HIV perlu diketahui oleh terapis Adiksi Napza agar
terjadi kombinasi yang komprehensif yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas
hidup mereka. Ada empat kategori klinis HIV-AIDS sesuai dengan pedoman WHO
yang perlu diketahui agar dapat segera melakukan intervensi sesuai dengan kategori
klinis tersebut, termasuk melakukan rujukan kepada klinik CST (Care Support and
Treatment).

KATEGORI KLINIS A
1. Gangguan/Diagnosis: HIV/AIDS Kategori Klinis A (CDC dan WHO)
2. Kriteria Diagnosis:
 Infeksi HIV tanpa gejala (Asimtomatik)
 Limfadenopati generalisata yang menetap (Persistent Generalized
Lymphadenopathy/PGL)
 Infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat
infeksi HIV akut
3. Differensial Diagnosis:
 Infeksi Haemovirus Influenza
 Lymphadenitis
4. Pemeriksaan Penunjang:
 Tes HIV (dengan konseling pre dan pasca tes)
 Tes CD4
5. Konsultasi: Dokter spesialis Penyakit Dalam
6. Perawatan Rumah Sakit: tidak diperlukan

55
7. Terapi :
 Tatalaksana klinis orang dengan infeksi HIV asimtomatik bertujuan :
a. mendeteksi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengan infeksi-
HIV dan pengobatannya;
b. memberikan profilaksis primer bila ada indikasi;
c. menentukan saat yang tepat untuk memulai terapi antiretroviral.
 Bila sumber daya terbatas, prioritas harus diberikan pada pemeriksaan klinis
yang teratur dengan menggunakan sarana pemeriksaan laboratorium yang
minimal misalnya: haemoglobin dan limfosit total. Banyak ahli yang
menganjurkan pemeriksaan setiap bulan.
 Deteksi derajat penurunan kekebalan (terutama jumlah CD4), akan
membantu dalam membantu dalam pengambilan keputusan ;
a. interpretasi dari gejala,
b. profilaksis primer, misalnya pneumonia Pneumocytis carinii,
c. pelaksanaan terapi antiretroviral,
d. frekuensi kunjungan harus ditingkatkan bila jumlah CD4 menurun tajam.

 Tidak diperlukan terapi khusus karena perubahan pola hidup dan


peningkatan daya tahan tubuh melalui perubahan perilaku sangat diperlukan
 Konseling Perubahan perilaku
 Terapi ketergantungan Napza bila masih menggunakan
8. Penyulit:
 Hepatitis B
 Hepatitis C
 Penggunaan Napza cara suntik
9. Informed Consent: menyetujui melakukan test HIV setelah konseling pra dan
dilanjutkan konseling pasca tes
10. Lama Perawatan: -
11. Masa Pemulihan: -
12. Keluaran: Perubahan pola perilaku hidup sehat
13. Autopsi: Bila ada kematian yang tidak wajar

56
KATEGORI KLINIS B
1. Gangguan/Diagnosis : HIV/AIDS kategori klinis B (CDC dan WHO)
2. Kriteria Diagnosis : terdiri atas kondisi dengan gejala (simtomatis) pada remaja
atau orang dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk kategori C dan
memenuhi paling kurang satu dari beberapa kriteria berikut :
A. Keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya kerusakan
kekebalan yamg diperantarakan sel (Cell Mediated Immunity) atau
B. Kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan pananganan klinis atau
membutuhkan tatalaksana akibat komplikasi infeksi HIV. Contoh berikut ini
adalah termasuk dalam kategori tersebut akan tetapi tidak terbatas pada contoh
dibawah ini :
 Angiomatosis Basilaris
 Kandisiasis orofariangeal
 Kandidiasis vulvovaginal
 Displasia leher rahim
 Demam 38,5 derajat Celcius lebih dari 1 bulan
 Oral Hairy Leukoplakia
 Herpes Zoster
 Purpura idiopatik trombositopenik
 Listeriosis
 Penyakit radang panggul
 Neuropati perifer
3. Diagnosis Banding:
 Infeksi Haemovirus Influenza
 Lymphadenitis
 Observasi Febris
4. Pemeriksaan Penunjang :
 Tes HIV
 Tes hitung CD4
 Tes Fungsi Hati
 Darah Perifer Lengkap
 Rontgen Foto Thoraks dan Panggul
 Ig G dan IgM

57
5. Konsultasi:
 Dokter spesialis Penyakit Dalam
 Dokter spesialis Penyakit Kulit
 Dokter spesialis Kebidanan dan penyakit Kandungan
 Dokter spesialis Neurologi
6. Perawatan Rumah Sakit: diperlukan
7. Terapi :
 Anti Retro Viral sesuai dengan hasil pemeriksaan CD4
 Pengobatan Kandidiasis dengan Antikandidiasis Nystatin tablet maupun
Suspensi
 Acyclovir tablet ataupun topikal untuk kondisi Herpes Zoster
 Antibiotik golongan Broad Spectrum untuk infeksi di berbagai bagian tubuh
(septikemia)
 Antipiretik untuk kondisi panas yang tidak jelas
 Neurotonika (kombinasi vitamin B1,B6, B12, E dll), fisioterapi dan
simtomatis untuk nyerinya pada kasus Neuropati.
 Penyakit Kulit lain: Kalamin, steroid topikal, antibiotik oral atau topikal
 Diare Kronis: Loperamid, hanya diberikan bila tidak ada perbaikan setelah
diberi pengobatan yang sesuai dengan penyebabnya
 Meningitis: Antibiotik tergantung dari penyebab atau jenis meningitis
8. Penyulit :
 Hepatitis B
 Hepatitis C
 Penggunaan Napza cara suntik
 Resistensi ARV (Ketidakpatuhan)
9. Informed Consent : menyetujui melakukan test HIV setelah konseling pra tes dan
dilanjutkan dengan penyampaian hasil dalam konseling pasca tes
10. Lama Perawatan : 10-14 hari
11. Masa Pemulihan : 2 minggu
12. Keluaran : Tidak ada gangguan fisik
13. Autopsi : Bila ada kematian yang tidak wajar

KATEGORI KLINIS C
1. Gangguan/Diagnosis : HIV/AIDS kategori klinis C (CDC dan WHO)

58
2. Kriteria Diagnosis:
Kategori klinis meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS, misalnya:
 Kandidiasis trakea, bronkus dan paru
 Kandidiasis esofagus
 Kanker leher rahim invasif
 Coccidiodomycosis menyebar atau di paru
 Kriptokokus di luar paru
 Retinitis virus sitomegalo
 Ensefalopati yang berhubungan dengan HIV
 Herpes smpleks dan ulkus kronis yang sebulan lebih lamanya
 Bronkitis, esofagitis atau pneumonia
 Histoplasmosis menyebar atau di luar paru
 Isosporiasi intestinal kronis
 Sarkoma Kaposi
 Limfoma Burkitt (atau istilah lain yang menunjukkan lesi yang mirip)
 Limfoma imunoblastik
 Limfoma primer di otak
 Mycobacterium Avium Complex atau M.Kansasii tersebar di luar paru
 Mikobakterium jenis lain atau jeniis yang tidak dikenal tersebar atau di luar
paru
 Pneumonia Pneumocytis Carinii
 Pneumonia yang berulang
 Leukoensefalopati Multifokal Progresif
 Septikemia salmonella yang berulang
 Toksoplasmosis di otak
Pada umumnya sangat lemah, aktivitas di tempat tidur lebih dari 50%
3. Diagnosis banding:
 HIV/AIDS Kategori Klinis B
 Infeksi banal
4. Pemeriksaan Penunjang:
 Darah perifer
 Tes hitung CD4
 Tes fungsi hati
 Tes fungsi ginjal

59
 Rontgen Foto Thoraks
5. Konsultasi:
 Dokter spesialis Penyakit Dalam
 Dokter spesialis Penyakit Kulit
 Dokter spesialis Kebidanan dan penyakit Kandungan
 Dokter spesialis neurologi
6. Perawatan Rumah Sakit: diperlukan
7. Terapi:
 Anti Retro Viral sesuai dengan hasil pemeriksaan CD4
 Pengobatan Kandidiasis dengan Antikandidiasis Nystatin tablet maupun
suspensi
 Acyclovir tablet ataupun topikal untuk kondisi Herpes Zoster
 Antibiotik golongan Broad Spectrum untuk infeksi di berbagai bagian tubuh
 Antipiretik untuk kondisi panas yang tidak jelas
 Pada kondisi Neuropati Perifer ; Neurotonika (kombinasi vitamin B1,B6,
B12, E dll), fisioterapi dan simtomatis untuk nyerinya
 Pengobatan Tuberculosis ; Isoniazide, Etambutol, Pirasinamid, Streptomisin
 Pneumonia (Pneumocytis Carinii) ; memerlukan terapi yang kompleks. Obat
lini pertama adalah Kotrimoksasol (yang dapat juga digunakan sebagai
profilaksis). Kemungkinan selanjutnya diperlukan pentamidin, prednisolon,
dapson.
 Penyakit Kulit lain ; Kalamin, steroid topikal, antibiotik oral atau topikal
 Diare Kronis ; Loperamid, hanya diberikan bila tidak ada perbaikan setelah
diberi pengobatan yang sesuai dengan penyebabnya
 Meningitis ; Antibiotik tergantung dari penyebab atau jenis Meningitis
 Untuk Neoplasma, pengobatan sama dengan pengobatan pasien non HIV
 Terapi Profilaksis ; mempunyai peranan penting pada tatalaksana infeksi
HIV.Terapi profilaksis berpedoman kepada manifestasi klinis, hasil hitung
CD4 dan limfosit total. Terapi profilaksis dapat digolongkan:
o Profilaksis sekunder bagi mereka yang telah menderita infeksi
oportunistik dan telah sembuh. Profilaksis sekunder ditujukan untuk
mencegah kekambuhan TMP/SMZ 160/800 mg 1 tablet/hari atau
TMP/SMZ 80/400 mg 2 tablet/hari.

60
8. Penyulit :
 Hepatitis B
 Hepatitis C
 Penggunaan Napza cara suntik
 Resistensi ARV (Ketidakpatuhan)
9. Informed Consent: mematuhi aturan rumah sakit dan menyetujui tindakan yang
diperlukan
10. Lama Perawatan: 10-14 hari
11. Masa Pemulihan: 2 minggu
12. Keluaran: kondisi fisik sehat
13. Autopsi: bila ada kematian yang tidak wajar

61
DAFTAR PUSTAKA

1. PPDGJ III, Departemen Kesehatan, 1993, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis


Gangguan Jiwa di Indonesia
2. Drug ang Alcohol Abuse, A Clinical Guide to Diagnosis and Treatment, Marc A.
Schuckit, M.D. Kluwer Academic/Plenum Publisher, 2000
3. Handbook of Emergency Psyshiatric Medicine, Harold I. Kaplan , MD &
Benyamin J Sadock, MD William Wilkins, 1993
4. Handbook of the Dually Diagnosed Patient Psychiatric and substance Use, Sylvia
J. Dennison, M.D. Lippincot William Wilkins, 2003
5. Departemen Kesehatan, Pedoman Terapi Anti Retro Viral, 2004
6. Departemen Kesehatan, Pedoman Voluntary Counselling and Testing, 2005
7. Indosam, Pedoman Terapi Ketergantungan Opioid dengan Buprenorfin, 2006
8. Departemen Kesehatan, Pedoman Terapi Metadon, 2005.
9. Ries Richard K., Fiellin David A., Miller Shannon C., Saitz R., ; Principle of
Addiction Medicine, 4th ed., Williams and Wilkons, Philadelphia, PA 19106,
USA, 2009

62

Anda mungkin juga menyukai