Tonsilofaringitis Kronis
Tonsilofaringitis Kronis
TONSILOFARINGITIS KRONIS
Pembimbing :
dr. I Dewa Gede Arta Eka Putra, Sp. THT-KL (K), FICS
Disusun oleh :
1. Pande Made Doddy Haryadi (1302006008)
2. Tjokorda Istri Agung Sintya Dewi (1302006238)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkah dan rahmat-Nyalah pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan
responsi ini yang mengangkat kasus “Tonsilofaringitis Kronis” tepat pada
waktunya. Laporan PBL ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik
Madya (KKM) di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Telinga-Hidung-Tenggorok dan
Kepala-Leher (THT-KL) FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Dalam penyusunan dan penulisan laporan PBL ini, penulis banyak
mendapatkan bimbingan dan bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan
moral. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih
kepada :
1. dr. Eka Putra Setiawan, Sp.THT-KL (K) selaku kepala Bagian/SMF Ilmu
Penyakit THT-KL FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
2. dr. I Ketut Suanda, Sp.THT-KL selaku koordinator pendidikan di Bagian/SMF
Ilmu Penyakit THT-KL FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
3. dr. I Dewa Gede Arta Eka Putra, Sp.THT-KL (K) selaku pembimbing PBL di
Bagian/SMF Ilmu Penyakit THT-KL FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
4. Dokter-dokter spesialis THT-KL di Bagian/SMF THT-KL FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar.
5. Rekan-rekan sejawat (Dokter Residen dan Dokter Muda) di Bagian/SMF Ilmu
Penyakit THT-KL FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
6. Semua pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan laporan PBL ini.
Penulis menyadari bahwa laporan PBL ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat diharapkan dalam rangka penyempurnaan laporan ini. Penulis
mengharapkan semoga laporan ini dapat memberikan manfaat di bidang ilmu
pengetahuan kedokteran.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2
2.1. Definisi .................................................................................... 2
2.2. Anatomi..................................................................................... 2
2.3. Fisiologi.................................................................................... 4
2.4. Etiologi...................................................................................... 6
2.5. Patologi .................................................................................... 9
2.6. Manifestasi Klinis .................................................................... 10
2.7. Diagnosis .................................................................................. 11
2.8. Komplikasi ............................................................................... 11
2.9. Terapi........................................................................................ 12
BAB 3. LAPORAN KASUS ...................................................................... 13
BAB 4. PEMBAHASAN............................................................................. 20
BAB 5. PENUTUP....................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsilofaringitis kronis merupakan suatu infeksi pada tonsil dan faring yang
terjadi berulang, berlangsung lama, serta memiliki manifestasi klinis adanya
eritema, eksudat, ulserasi dan membrane. Penyakit ini sering terjadi pada orang
dewasa dan anak-anak, serta banyak ditemukan di instalasi gawat darurat.1-4
Infeksi pada faring, yang dilayani oleh jaringan limfoid dari cincin
Waldeyer ini dapat menyebar ke bagian lain dari cincin, seperti, nasofaring, uvula,
soft palatum, tonsil, dan kelenjar getah bening pada leher, sehingga dapat
menyebabkan faringitis, tonsilitis, tonsilofaringitis, atau nasopharyngitis. Penyakit
yang terjadi bias akut, sub-akut, kronik, maupun rekuren.1,4
0
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Anatomi
2.2.1 Faring
1
karena itu faring dapat disebut juga sebagai daerah pertahanan tubuh
terdepan.6
2.2.2 Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang
oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu
tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran
yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil palatina yang biasa disebut tonsil saja
terletak di fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah
intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah
tonsil melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil memiliki bentuk
yang beraneka ragam dan terdapat celah yang disebut kriptus. Epitel yang
melapisi tonsil adalah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Didalam
kriptus biasa ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan
2
sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fisia faring yang juga
sering disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada tonsil
sehingga bias dilakukan tonsilektomi.6
2.3 Fisiologi
3
posterior menjadi posisi horizontal dari inlet laring. Pada saat yang sama,
sfingter laring, yang terdiri dari lipatan aryepiglottic, pita suara palsu, dan
pita suara asliadduksi membuat pernapasan berhenti, sehingga melindungi
saluran napas bagian bawah. Sementara itu, soft palatum bergerak melawan
dinding faring posterior untuk menutup port nasofaring. bolus tersebut
kemudian dihancurkan di faring oleh gabungan dari efek gravitasi dan
kontraksi berurutan dari constrictors faring. Setelah itu bolus di bagi
disekitar epligotis, digabungkan, dan melewati otot cricopharyngeus yang
berelaksasi. Fase faringeal pada proses menelan tergantung pada integritas
dari sistem saraf pusat. Koordinasi fase oral dan fase faring pada proses
menelan sangat penting untuk mencegah aspirasi. Selain memicu refleks
menelan, ruang laringofaring memunculkan refleks batuk dan penutupan
laring. Refleks batuk ini dipicu oleh beberapa vagally mediated reseptor
yang mendeteksi adanya rangsangan yang berpotensi merusak.7
Gambar
2.1
Anatomi Faring dan Tonsil
4
2.3.2 Fisiologi Tonsil (CincinWaldeyer)
2.4 Etiologi
5
merupakan patogen yang paling banyak menyebabkan tonsilofaringitis kronis.
Faktor resiko dari infeksi memiliki hubungan dengan beberapa variable seperti
kondisi lingkungan (paparan pathogen, beberapa jenis makanan, higenitas mulut,
musim, lokasi geografis) , variabel individu (umur, resistensi tubuh, imunitas) dan
pengobatan tonsilofaringitis yang tidak adekuat. Tonsilofaringitis berkaitan
dengan satu atau lebih interaksi antara streptokokus beta-hemolitikus grup A
dengan bakteri aerobik, bakteri anaerobik dan virus. Beberapa infeksi mungkin
terjadi secara sinergis contohnya antara Epstein-Barr virus dengan bakteri
anaerobik.1,5
Bakteri Aerobik
6
untuk dikeluarkan dan akan meninggalkan permukaan berdarah ketika
dihilangkan. Infeksi Arcanobacterium hemolyticum biasanya mempengaruhi
kelompok usia 15-18 tahun dan menyumbang 2.5-10% dari semua kasus
tonsilofaringitis. Setengah dari pasien yang terinfeksi bakteri ini memiliki
scarlatiniform rash.1,5
Bakteri Anaerob
7
menyebabkan tonsilofaringitis antara lain, adenovirus (bersamaan konjungtivitis),
virus coxsackie, virusparainfluenza, enterovirus, herpes simpleks, virus Epstein-
Barr, respiratoy syncytial virus, virus rubella, dan sitomegalovirus. Chlamydia
pneumoniaepada tonsilofaringitis sering muncul bersamaan dengan pneumonia
atau bronkitis.1
2.5 Patologi
Melalui saluran napas bagian atas bakteri atau virus masuk ke dalam tubuh
yang menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui
sistem limfa menuju ke tonsil. Terjadi suatu proses inflamasi dan infeksi akibat
adanya bakteri atau virus patogen pada tonsil sehingga tonsil membesar dan dapat
menghambat keluar masuknya udara. Terdapat keluhan sakit tenggorokan, nyeri
telan, demam tinggi, bau mulut serta sakit telinga (otalgia) akibat adanya infeksi
yang ditandai dengan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya
eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil. Bakteri maupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring yang kemudian menyebabkan respon
peradangan local. Rhinovirus menyebabkan iritasi mukosa faring sekunder akibat
sekresi nasal. Sebagian besar peradangan melibatkan nasofaring, uvula, dan
palatum mole. Perjalanan penyakitnya adalah terjadi inokulasi dari agen infeksius
di faring yang menyebabkan peradangan lokal, sehingga menyebabkan eritema
faring, tonsil, dan keduanya.9 Proses radang berulang pada daerah yang mengenai
tonsil yang timbul maka epitel mukosa juga jaringan limpoid terkikis, sehingga
pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinik kripte ini tampak
diisi detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya
menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Selain tonsil,
faring juga mengalami perubahan yang disebabkan proses radang yang berulang
dimana terjadi perubahan mukosa dinding faring akan tampak tidak rata dan
bergranular.10 Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas antara lain: terapi
antibiotika yang tidak tepat dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang rendah
sehingga terapi medikamentosa kurang optimal, dan jenis kuman yang tidak sama
antara permukaan tonsil dan jaringan tonsil.2
8
2.6 Manifestasi Klinis
Pasien akan mengeluh perasaan mengganjal di tenggorokan, terasa kering
dan pernapasan berbau, sakit tenggorokan dan sakit menelan yang berulang
hingga malaise dan demam. Pada pemeriksaan akan terlihat pada pemeriksaan
faring bisa terdapat mukosa tidak rata, bergranular, sampai atrofidimana
membrane tipis, keputihan, berkerut. Sedangkan pada pemeriksaan tonsil,
terdapat dua macam gambaran tonsil yang dapat dijumpai, yaitu:11
1. Pembesaran tonsil
Hipertrofi dan perlengketan tonsil ke jaringan sekitar menyebabkan ukuran
tonsil membesar yang disertai dengan kripte yang melebar dan ditutupi oleh
eksudat yang purulen atau seperti keju.
2. Tonsil kecil
Ukuran tonsil menjadi lebih kecil karena tonsil mengeriput, kadang-kadang
seperti terpendam di dalam tonsillar bed dengan tepi yang hiperemis, kripte
yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.Berdasarkan rasio
perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua
pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil,
maka derajat pembesaran tonsil terbagi menjadi:
T0: Tonsil masuk di dalam fossa atau sudahdiangkat
T1: < 25 % volume tonsil dibandingkan denganvolumenasofaring
T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan denganvolumenasofaring
T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan denganvolumenasofaring
T4: >75% volume tonsil dibandingkan dengan volumenasofaring
9
Gambar 2.2 Stadium Pembesaran Tonsil
2.7 Diagnosis
Diagnosis tonsilofaringitis kronis ditegakkan dengan anamnesis yang
dikeluhkan pasien seperti ada perasaan yang mengganjal di tenggorokan, terasa
kering dan pernapasan berbau, sakit tenggorokan dan sakit menelan yang berulang
serta dilakukan pemeriksaan THT untuk melihat tanda tonsilofaringitis kronis
terutama pemeriksaan tenggorok.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat
diagnosis tonsilofaringitis kronis dapat dilakukan kultur dan uji resistensi kuman
dari sediaan hapusan tonsil (swab). Biakan kuman yang sering didapatkan pada
hapusan tonsil adalah kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti
Streptokokus β hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, Pneumokokus.12
2.8 Komplikasi
Radang kronik ini dapat menimbulkan komplikasi dekat (sekitar tonsil) dan
komplikasi jauh. Komplikasi jauh terjadi akibat penyebaran secara
hematogen/limfogen. Adapun pembagian komplikasi tonsilitis kronik sebagai
berikut:13
1. Komplikasi dekat
a. Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus
dan abses.
b. Abses Peritonsilar(Quinsy)
10
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil.
c. KristaTonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan
fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna
putih atau berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.
2.9 Terapi
11
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Anamnesis
Pasien datang dalam keadaan sadar ke poli THT RSUD Klungkung
diantar oleh kedua orangtuanya. Ayahnya mengatakan bahwa anaknya
mengalami demam sejak hari Selasa yang lalu (30/5). Pada saat itu suhu
tubuh pasien adalah 37.8oC. Pasien sempat dibawa berobat ke bidan dan
diberikan 3 macam obat diantaranya parasetamol untuk penurun panas, obat
berwarna tablet hijau yang dikatakan untuk maag, dan obat tablet berwarna
putih (lupa). Keluhan demam menetap hingga hari Rabu (31/5), sehingga
pasien diantar untuk dibawa ke puskesmas untuk diperiksa, Ayah pasien
mengaku pada saat itu petugas kesehatan dipuskesmas hanya menyarankan
untuk melanjutkan pengobatan terlebih dahulu. Hari Kamis (1/6) suhu tubuh
KDK tetap dirasakan tinggi sehingga dibawa kembali ke puskesmas dan
pengobatan dilanjutkan sampai hari Jumat (2/6) kemudian dirujuk ke RSUD
Klungkung.
Ketika KDK dan orangtuanya datang ke poli THT, ayahnya
mengatakan keluhan demam menetap disertai rasa tidak enak pada
tenggorokan dan nyeri saat menelan. Keluhan tersebut tidak disertai batuk
dan pilek.
12
Riwayat Pengobatan
Terkait dengan keluhan pasien, ayah pasien mengatakan bahwa
sebelumnya pasien telah mendapatkan parasetamol untuk penurun panas,
obat tablet berwana hijau untuk sakit maag, dan obat tablet berwarna putih
yang tidak tahu (lupa) kegunaannya.
Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang pelajar yang masih berada pada tingkat
pendidikan TK. Pasien mengatakan sering jajan makanan ringan di sekitar
sekolah dan sering makan makanan dingin seperti es. Pasien juga sangat
senang mengkonsumsi mie instan. Pasien juga mengaku tidak rutin untuk
cuci tangan sebelum makan.
13
Status General
Kepala : Normocephali
Muka : Simetris, parese nervus fasialis -/
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor
Leher : Kaku kuduk (-)
Pembesaran kelenjar limfe +/+
Pembesaran kelenjar parotis -/-
Kelenjar tiroid (-)
Thorak : Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (–)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat +/+
Kanan Kiri
Perforasi -/-
Discharge -/-
14
Tumor Tidak ada Tidak ada
Mastoid Normal Normal
Tes Berbisik Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Hidung
Anterior
Kanan Kiri
Normal
Tenggorok
Jaringan
Granulasi
Tonsil
Tonsil
Kiri
Kanan
15
Tenggorok
Mukosa faring Hiperemi (+)
Tonsil T3/T3 hiperemis, kripte melebar dan terdapat
detritus, abses peritonsilar (-/-)
Dinding belakang faring Granulasi (+), post nasal drip (-)
Dispneu Tidak ada
Sianosis Tidak ada
Suara Normal
Stridor Tidak ada
3.4. Resume
Pasien datang dalam keadaan sadar ke poli THT RSUD Klungkung
pada tanggal 2 Juni diantar oleh kedua orangtuanya. Heteroanamnesis
dengan ayah pasien didapatkan bahwa anaknya mengalami demam sejak 4
hari yang lalu. Pada saat itu suhu tubuh pasien adalah 37.8 oC. Pasien sempat
dibawa berobat ke bidan dan diberikan 3 macam obat diantaranya
parasetamol untuk penurun panas, obat berwarna hijau yang dikatakan
untuk maag, dan obat berwarna putih (lupa). Keluhan demam menetap pada
3 hari yang lalu, sehingga pasien dibawa ke puskesmas dan melanjutkan
pengobatan yang diberikan bidan sampai 1 hari yang lalu kemudian dirujuk
ke RSUD Klungkung pada hari ini. Keluhan demam menetap disertai nyeri
saat menelan. Selain demam KDK juga pernah sempat mengeluh sakit
kepala yang hilang timbul. Ayah pasien mengatakan bahwa pasien memiliki
riwayat penyakit amandel yang membesar sejak 2 tahun yang lalu.Pasien
adalah seorang pelajar yang masih berada pada tingkat pendidikan TK.
Pasien mengatakan sering jajan makanan ringan di sekitar sekolah dan
sering makan makanan dingin seperti es. Pasien juga sangat senang
mengkonsumsi mie instan. Pasien juga mengaku tidak rutin untuk cuci
tangan sebelum makan. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
kondisi umum pasien nyeri ringan dengan peningkatan suhu tubuh menjadi
16
38oC. Pada pemeriksaan fisik ditemukan masih dalam batas normal, untuk
pemeriksaan khusus THT pada telinga ditemukan masih batas normal,
namun pada hidung masih batas normal, kemudian pada pemeriksaan
tenggorakan didapatkan pada tonsil didapatkan hiperemis serta pembesaran
tonsil berukuran T3/T3, kondisi mukosa hiperemiskripte melebar dan
terdapat detritus dan pada faring ditemukan kondisi mukosa hiperemis dan
tampak jaringan granulasi.
3.6. Penatalaksanaan
Medikamentosa :
3.7. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
17
BAB IV
PEMBAHASAN
18
Prinsip terapi tonsilofaringitis kronis adalah medikamentosa simtomatik,
istirahat yang cukup, minum yang cukup, dan kumur dengan air hangat. Pada
Parasetamol 500mg tablet 3 kali ½ tablet. Saran yang diberikan kepada pasien
diantaranya menjaga asupan minum dan makan yang cukup, menghindari
pencetus radang tenggorokan, istirahat yang cukup, serta mempertimbangkan
rencana tonsilektomi atau adenotonsilektomi pada pasien ini apabila memenuhi
indikasi.
19
BAB V
PENUTUP
500mg tablet 3 kali ½ tablet. Saran yang diberikan kepada pasien diantaranya
menjaga asupan minum dan makan yang cukup, menghindari pencetus radang
tenggorokan, istirahat yang cukup, serta mempertimbangkan rencana tonsilektomi
atau adenotonsilektomi pada pasien ini.
20