Anda di halaman 1dari 10

BUDAYA PERUSAHAAN

“ RESUME TIPE DAN DIMENSI BUDAYA ORGANISASI”

DOSEN PENGAMPU :

Titik Nurbiyati Dra.,M.Si.

DISUSUN OLEH :

Taufik Nugroho 15311213

Esti Amitia Caesa Rahma 15311232

Muhadarsa Mediano Sase 15311282

Deinadzar Imam Dermawan 15311290

KELAS : C

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FAKULTAS EKONOMI

MANAGEMENT

2017 / 2018
A. PERBEDAAN TIPE DAN BUDAYA ORGANISASI
Tippologi menjelaskan beberapa kelompok ideal yang dengan mudah dipahami sejumlah
orang. Cara menetapkan kelompok ideal ini biasanya tidak didasarkan pada bukti empiris dan
hasil penelitian ilmiah melainkan dengan caracara lebih pragmatis dan arbiter.Sebagai contoh,
pengelompokan negara kedalam negara dunia pertama, negara dunia kedua dan negara dunia
ketiga adalah contoh tipologi negara.Apakah sebuah negara masuk kedalam negara dunia
pertama, kedua atau ketiga biasanya didasarkan pada preferensi yang mengeklompokkanya tanpa
bisa dibuktikan secara empiris bahwa negara tersebut memang patut masuk ke dalam salah satu
kelompok tersebut.
Jika cara pengelompokan ini diaplikasikan ke dalam konteks budaya organisasi maka budaya
organisasi bisa dikelompok-kelompokkan kedalam kelompok budaya organisasi yang ideal.Cara
pengelompokkannya disesuaikan misalnya dengan orientasi organisasi, bentuk kepemilikan,
jenis industri atau lingkungan yang melingkupi organisasi tersebut.
Berbeda dengan tipologi, dimensi digunakan untuk mengelompokkan beberapa fenomena
dalam suatu masyarakat yang dapat dibuktikan secara empiris bahwa fenomena tersebut betul-
betul dapat dikelompokkan.Dalam menetapkan dimensi budaya organisasi terlebih dahulu kita
melakukan penelitian untuk memperoleh bukti empiris bahwa pengelompokkan budaya
organisasi tidak didasarkan pada keinginan subyektif seseorang melainkan berdasarkan obyektif
hasil penelitian.Oleh karenanya, jika penetapan tipe budaya organisasi cenderung bersifat
subyektif dan arbriter maka penetapan dimensi budaya organisasi bersifat empiris.

B. DIMENSI BUDAYA ORGANISASI


Dimensi budaya organisasi tidak ditetapkan secara arbriter tetapi berdasarkan studi secara
empiris. Studi empiris biasanya tidak dilakkukan dengan sampel kecil dan juga tidak hanya
menggunakan satu organisasi. Hasilnya stu empiris tersebut tidak menghasilkan budaya
organisasi secara specifik yang hanya cocok pada suatu organisasi tetapi berlaku bagi organisasi
secara umum.
1. Dimensi budaya menurut Hofstede

Hofstede, misalnya mengelompokkan budaya organisasi ke dalam dimensi. Sebelum sampai


pada kesimpulan tersebut terlebih dahulu Hofstede melakukan penelitian dengan pendekatan
kuantitatif yang didukung oleh jumlah sampel yang sangat besar, dan alat analisis yang sangat
kompleks. Penelitiannya itu sendid sesungguhnya merupakan lanjutan dari penelitian
sebelumnya yang diiakukan oleh Hofstede yang menghasilkan dimensi budaya nasional. Meski
penelitian Hofstede menuai cukup banyak kritik (lihat Bab 4 tentang budaya nasional), paling
tidak Hofstede membuktikan bahwa budaya organisasi bisa didekati dengan pendekatan
kuantitatif sehingga bisa dipahami pula dimensi-dimensinya. Berikut, dimensi budaya organisasi
sebagaimana dikemukakan oleh Hofstede et al :

1) Proces, oriented vs result Oriented

2) Employes oriented vs job oriented

3) Parochial vs Profesional

4) Open system vs dose system

5) Loose control vs Tight control

6) Normative vs Pragmatic:

Process oriented vs resuff oriented. Dimensi ini mengkontraskan organisasi yang berorientasi
proses (process oriented) dengan organisasi yang berorientasi hasil (result oriented). Pada
process oriented culture, perhatian organisasi lebih ditujukan pada proses aktivitas yang berjalan
selama ini dan sejauh mana orang-orang yang bekerja pada organisasi tersebut patuh terhadap
ketentuan-ketentuan atau kebijakan yang telah digariskan organisasi.

Dimensi kedua mengkontraskan antara employe oriented vs job oriented. Employes oriented
culture menggambarkan lingkungan internal organisasi yang dipenuhi oleh para pekerja yang
menginginkan agar pihak organisasi terlebih dahulu memperhatikan kepentingan-kepentingan
mereka sebelum berorientasi pada pekerjaan yang harus mereka lakukan. Dalam hal ini, yang
dimaksud dengan kepentingan para pekerja bukan hanya yang bersangkutan dengan keterlibatan
mereka dalam pekerjaan seperti. tingkat kesejahteraan karyawan dan dilibatkannya karyawan
dalam keputusan-keputusan penting organisasi tetapi juga yang berkaitan dengan persoalan-
persoalan pribadi mereka. Dengan kata lain, employe oriented culture beranggapan bahwa
organisasi harus bertanggung jawab terhadap semua aspek kehidupan karyawan jika organisasi
menghendaki kinerja mereka membaik.Sernentara itu, job oriented culture beranggapan bahwa
para karyawan harus mendahulukan pekerjaan sebelum menuntut dipenuhinya kepentingan-
kepentingan mereka. Dengan demikian, dengan job oriented culture karyawan seolah-olah
mendapat tekanan untuk segera menyelesaikan pekerjaan.

Dimensi ketiga adalah parochial vs professional culture. Parochial culture menjelaskan


bahwa tingkat kebergantungan karyawan pada atasan dan pada organisasi cenderung sangat
tinggi. Karyawan merasa bahwa dirinya adalah bagian integral dari organisasi. Oleh karenanya
karyawan pada umumnya berusaha untuk mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi tempat
kerja mereka (hubungan antara karyawan dengan organisasi sangat kuat) agar mereka diakui
sebagai bagian dari organisasi. Bahkan, perbedaan identitas diri seorang karyawan dengan
identitas organisasi sangat tidak ditoleransi. Akibatnya, baik di dalam maupun di luar organisasi,
perilaku mereka hampir tidak ada bedanya. Semuanya dipengaruhi oleh norma-norma yang
berlaku di dalam organisasi.Sebaliknya, pada professional culture karyawan merasa bahwa
kehidupan pribadi adalah urusan mereka sendiri, sedangkan alasan sebuah organisasi merekrut
mereka adalah semata-mata karena kompetensi dalam melakukan pekerjaan bukan karena latar
belakang keluarga atau alasan yang lain. Dengan demikian organisasi yang memiliki dimensi
professional culture cenderung memperlakukan karyawannya secara rasional dengan ketentuan-
ketentuan yang serba terukur.

Dimensi keempat adalah open system vs dosed system culture. Dimensi ini terkait dengan
hubungan antara organisasi dengan lingkungannya baik lingkungan internal maupun eksternal.
Open system culture menjelaskan bahwa organisasi cenderung tidak menutup diri dari
perubahan-perubahan baik yang terjadi pada lingkungan internal maupun eksternal organisasi.
Demikian juga orang-orangnya lebih terbuka dan responsif terhadap usulan perubahan
organisasi. Lebih terbuka pada pendatang baru dan orang luar. Bisa dikatakan bahwa setlap,
orang hanya butuh waktu yang relative singkat untuk merasa cocok dengan kondisi organisasi,
demikian juga pendatang baru tidak butuh waktu lama untuk merasa at home. Dalam bahasa
Gareth Morgan, organisasi yang memiliki dimensi open system culture sangat memungkinkan
terciptanya learning organization (organisasi pembelajar).

Dimensi kelima berkaitan dengan tata kelola internal organisasi. Pada organisasi dengan
tingkat pengendalian yang longgar floose control), organisasi seolah-olah memiliki alat kendali
dan tata aturan formal yang memungkinkan organisasi tersebut bisa mengendalikan orang-orang
yang bekeda di dalamnya. Semuanya dikendalikan dengan aturan yang serba longgar. Kalaulah
ada alat kendali paling-paling berupa konvensi yang secara sosial dan moral bisa mengikat
mereka sebagai alat kendali. Akibatnya, secara operasional setiap orang hampir tidak ada yang
peduli dengan biaya target waktu hampir tidak terpenuhi dan sebagian orang bekerja dengan
santai.

Dimensi terakhir, dimensi keenam, berkaitan dengan costumer orientation yang dinotasikan
dalam pragmatic dan normative. Pragmatic culture adalah organisasi yang berorientasi kepada
konsumen. Bagi organisasi semacam ini, konsumen adalah segalanya. Aturan dan prosedur bisa
saja dilanggar jika hal tersebut menghambat pencapaian hasil dan pemenuhan kebutuhan
konsumen. Demikian juga dalam hal etika bisnis, organisasi ini cenderung mengadopsi etika
utifitarium yang dikembangkan oleh Emmanuel Kahn yang cenderung pragmatic bukan
dogmatic. Kahn menegaskan bahwa selama nilai manfaat (dalam hal ini manfaat bagi konsumen)
Iebih besar dibandingkan kerugiannya maka sebuah tindakan dianggap benar.

2. Dimensi budaya organisasi menurut Reynolds

Reynold menegaskan bahwa budaya memiliki 14 dimensi. Keempat belas dimensi tersebut
adalah sebagai berikut :

1) Berorientasi eksternal vs beroriehtasi internal


Dimensi ini memberikan : gambaran bagaimana sebuah organisasi mencoba melakukan:
aktivitasnya dalam rangka memberikan kepuasan kepada client konsumen atau pihak luar
lainnya.

2) Berorientasi pada tugas vs berorientasi pada aspek social

Dimensi ini mengkontraskan antara, fokus organisasi terhadap tugas yang barus dijalankah
karyawan vs perhatian organisasi terhadap kebutuhan personal dan sosial karyawan.

3) Menekankan pada pentingya safety vs berani menanggung risiko

Dimensi ini berkaitan dengan respon organisasi terhadap perubahan lingkungan eksternal. Setiap
organisasi sejak semula pasti menyadari jika lingkungan eksternal selalu mengalami perubahan.
Meski demikian respon setiap organisasi tidak selalu sama.

4) Menekankan pada pentingnya conformity vs individuality.

Dalam menjalankan aktivitas-aktivitasnya, organisasi dapat dilihat dari dua dimensi yang
berbeda yakni di satu sisi organisasi memberi toteransi yang sangat tinggi kepada anggota
organisasinya untuk berbeda dengan anggota organisasi lainnya.

5) Pemberian reward berdasarkan kinerja individu vs kinerja kelompok

Setiap organisasi pasti akan memberikan reward (imbalan) kepada karyawan dalam berbagai
bentuk imbalan uang keamanan kerja gaji berkala promosi jabatan atau bentuk-bentuk lainnya

6) Pengambilan keputusan secara individual vs keputusan kelompok

Salah satu fungsi utama seorang manajer adalah pengambilan keputusan organisasi, – sesuai
dengan kedudukannya dan secara individual, manajer tersebut bertanggung jawab penuh
terhadap jalannya proses pengambilan keputusan.
7) Pengambilan keputusan secara terpusat (centralized) vs; pengambilan keputusan yang
bersifat decentralized

Fitur lain dari proses pengambdan keputusan tidak dilihat dari siapa yang akan mengambil
keputusan tetapi di mana keputusan tersebut akan dibuat dalam hal ini pengambilan keputusan
bisa dilakukan secara tersentralisasi atau terdesentralisasi;

8) Menekankan pada pentingnya perencanaan vs ad hoc

Dimensi ini menggambarkan bagaimana sebuah organisasi merespon perubahan lingkungan.

9) Menekankan pada pentingnya stabilitas organisasi vs inovasi organisasi

Organisasi juga berbeda dalam hal mengantisipasi perubahan. Disatu sisi boleh jadi sebuah
organisasi secara terus-menerus melakukan upaya-upaya pembaharuan dengan menawarkan
cara-cara baru prosedur keda yang baru atau menawarkan produk / jasa baru.

10) Mengarahkan karyawannya untuk berkooperatif vs berkompetisi

Dimensi ini menggambarkan cara sebuah organisasi memperlakukan karyawan bagi sebuah
organisasi, karyawan kadangkala dituntut untuk bekerja sama (berkooperasi) dalam mencapai
tujuan organisasi.

11) Menekankan pada pentingnya organisasi yang sederhana vs orgariisasi yang kompleks.

Organisasi yang dipahami sebagai alat bantu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia
seringkaIi ditata dan dikelola secara sederhana dengan suatu anggapan fungsi organisasi sebagai
alat bantu akan jauh lebih efektif.

12) Prosedur organisasi bersifat formal vs informal

Dimensi ini menggambarkan prosedur atau mekanisme kerja dan proses pengambilan keputusan
13) Menuntut karyawan sangat loyal kepada organisasi vs tidak rnementingkan loyalitas
karyawan.

Dimensi ini menggambarkan tinggi rendahnya tingkat loyalitas karyawan kepada organisasi.

14) Ignorance vs knowledge

Dimensi terakhir berkaitan dengan sejauh mana karyawan mengetahui harapan organisasi
terhadap karyawan tersebut.

3. Dimensi budaya organisasi menurut Denison

Masih ada cara lain untuk mengklasifikasikan dimensi budaya Denison yang mengkaitkan
budaya dengan efektivitas organisasi dipengaruhi oleh empat faktor sebagai berikut:

1. Efektivitas adalah fungsi dari nilai-nilai dan.keyakinan


2. Efektivitas adalah fungsi dari kebijakan dan praktik organisasi
3. Efektivitas adalah fungsi dari nilai-nilai inti dan keyakinan (core values and beliefs)
organisasi yang diterjemahkan ke dalam kebijakan dan praktik organisasi
4. Efektivitas adalah fungsi dari hubungan antara nilai-nilai inti dan keyakinan organisasi,
kebijakan dan praktik organisasi dan lingkungan organisasi.

Denison selanjutnya mengemukakan adanya empat dimensi budaya orgaknisasi yang


diyakininya terkait dengan tingkat efektivitas organisasi.Keempat dimensi budaya tersebut
adalah involvement, consistency, adaptability, dan mission. Involvement dimension adalah
dimensi budaya organisasi yang menunjukkan tingkat partisipasi karyawan (anggota organisasi)
dalam proses pengambilan keputusan Consistency menunjukkan tingkat kesepakatan anggota
organisasi terhadap asurnsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi. Adaptability adalah kemampuan
organisasi dalam merespon perubahan-perubahan lingkungan eksternal dengan melakukan
perubahan internal organisasi. Sementara itu mission dimension adalah dimensi budaya yang
menunjukkan tujuan inti organisasi yang menjadikan anggota organisasi teguh dan fokus
terhadap apa yang dianggap penting oleh organisasi.
C. TIPE BUDAYA ORGANISASI
1. Tipologi budaya menurut roger harisson
Menurut Horrison karakter dan ideologi sebuah organisasi dapat dilihat dari orientasi
organisasi tersebut yang dibedakan menjadi empat (4) macam orientasi yaitu orientasi kepada
kekuasaan (power orientation), orientasi kepada.peran masing-masing pejabat (role orientation),
orientasi kepada tugas (task orientation), dan orientasi kepada orang (people orientation).
Keempat orientasi ini ditentukan dengan lebih dahulu memperhatikan perbedaan kepentingan
pihak-pihak yang terkait dengan organisasi khususnya antara kepentingan individu (anggota
organisasi) dan kepentingan organisasi itu sendiri. Cara membedakan kepentingan seperti ini
sebelumnya pernah dilakukan oleh Blake dan Mouton, yang menghasilkan konsep yang sangat
terkenal dalam literature manajemen yaitu “managerial grid”
Horrison membedakan kepentingan individu menjadi tiga yaitu (1) memperoleh keamanan
terhadap aspek ekonomi, politik dan psikologis, (2) memperoleh kesempatan untuk secara
sukarela berkomitmen terhadap pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan, dan (3)
membperoleh kesempatan agar dirinya bisa tumbuh dan berkembang. Sedangkan kepentingan
organisasi dibedakan juga menjadi tiga yaitu : (1) efektivitas respon terhadap ancaman dan
bahaya yang datang dari lingkungan organisasi, (2) mengatasi secara cepat dan efektif terhadap
kompleksitas dan perubahan lingkungan, dan (3) mengintegrasikan dan mengkoordinasikan
upaya-upaya internal organisasi yang jika dianggap perlu, dengan mengorbankan kepentingan
individu.
2. Tipologi budaya menurut para pengikut harisson
Diana Pheysey dengan menggunakan 4 dimensional modelnya Hofstede menyebutkan
adanya empat tipe budaya organisasi yaitu : Power culture, role culture, achievement culture, dan
support culture, yang dimaksud dengan power culture adalah budaya organisasi dimana
kekuasaan mempunyai peranan penting dalam mewarnai kehidupan organisasi. Organisasi mafia
adalah salah satu contoh klasik dari power culture. Role culture adalah tipikal organisasi yang
menuntut individu-individu yang ada di dalam organisasi, sesuai dengan posisi masing-masing
berperan dalam pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan Achievement culture digunakan untuk
mengelompokkan organisasi yang lebih menekankan atau berorientasi pada hasil yang harus
dicapai. Terakhir support culture adalah budaya organisasi di mana hubungan antar individu di
dalam organisasi dan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan dianggap penting.

D. DIMENSI DAN TIPE BUDAYA ORGANISASI DALAM PRAKTIK

Meski secara teoritik dimensi dan tipe budaya organusasu dapat diklasifikasikan seperti
yang telah dikemukakan, namun dalam praktik, khususnya berkaitan dengan tipologi budaya
organisasi, bisa dikatakan bahwa tidak ada organisasi yang secara murni bisa diklasifikasikan
kedalam salah satu tipe.penyebabnya sekali lagi karena tipe ideal bagi sebuah
organisasi.Contohnya, profil budaya apple computer dilihat dari tipologinya terus mengalami
perubahan dari adhocracy, menuju clan, menuju hierarchy dan selanjutnya menuju ke market
culture.

Penerapan dimensi budaya organisasi dalam praktik juga tidak berbeda dengan penerapan
tipe budaya.Para manajer, praktisi bisnis dan konsultan tidak serta merta hanya menggunakan
salah satu dari ketiga model dimeni budaya.Banyak diantara para praktisi yang
mengkombinasikan antara satu dimensi dengan dimensi lainnya. Praktik semacam ini biasanya
dilakukan manakala suatu perusahaan mencoba membandingkan budayanya dengan budaya
perusahaan pesaing.

Anda mungkin juga menyukai