Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akueus

dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata.6

Komposisi Humor Akueus

Humor akueus adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior (0,25 ml) dan

posterior mata (0,06 ml) dari bola mata. Humor akueus dibentuk dari plasma didalam

jalinan kapiler prosesus siliaris. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi daripada

plasma. Komposisinya serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki

konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi; dan protein, urea dan

glukosa yang lebih rendah. Unsur pokok dari humor akueus normal adalah air

(99,9%), protein (0,04%) dan lainnya dalam milimol/kg adalah Na+ (144), K+ (4,5),

Cl- (110), glukosa (6,0), asam laktat (7,4), asam amino (0,5) dan inositol (0,1).

Normal produksi rata-rata adalah 2,3 µl/menit.6

Pembentukan Humor Akueus

Pembentukan humor akueus tidak sepenuhnya dimengerti, akan tetapi melibatkan

kombinasi beberapa proses6 :

 Transpor aktif (sekresi)

Transpor aktif menggunakan energi untuk memindahkan substansi melawan gradien

elektrokimia dan tidak bergantung pada tekanan. Ciri-ciri tepatnya ion atau ion-ion

3
yang ditranspor tidak diketahui, akan tetapi sodium, klorida, potasium, asam

askorbat, asam amino dan bikarbonat ikut terlibat. Transpor aktif diperhitungkan

untuk sebagian besar produksi akueus dan melibatkan, setidaknya sebagian, aktivitas

enzim carbonic anhydrase II dan Na+K+ pump diaktivasi ATPase.6

 Ultrafiltrasi

Ultrafiltasi berkenaan dengan pergerakan yang bergantung pada tekanan sepanjang

gradien tekanan. Pada prosesus siliaris, tekanan hidrostatik dibedakan antara tekanan

kapiler dan tekanan intraokular yang menyokong pergerakan cairan kedalam mata,

sedangkan gradien onkotik diantara keduanya menghambat pergerakan cairan.

Hubungan antara sekresi dan ultrafiltrasi tidak diketahui.6

 Difusi sederhana

Difusi adalah pergerakan masif ion-ion melewati membran yang berhubungan dengan

pengisian. Sodium sangat bertanggungjawab untuk pergerakan cairan kedalam

camera oculi posterior.6

Supresi Pembentukan Akueus

Mekanisme aksi dari beberapa kelas obat-obatan yang menekan pembentukan akueus

– penghambat karbonik anhidrase, β-adrenergik antagonis (β-bloker) dan α2-agonis –

tidak sepenuhnya dipahami. Peranan enzim karbonik anhidrase sangat diperdebatkan.

Fakta memberi kesan bahwa ion bikarbonat secara aktif disekresi didalam mata; jadi

fungsi enzim tersebut mungkin untuk menyediakan ion ini. Karbonik anhidrase

4
mungkin juga menyediakan ion bikarbonat ataupun ion hidrogen untuk sistem

penyangga intrasel.5

Fakta terkini mengindikasikan bahwa β2-reseptor merupakan reseptor adrenergik

yang paling lazim berada dalam epitel silier. Namun arti dari temuan ini tidak jelas,

tapi antagonis β-adrenergik dapat mempengaruh transpor aktif dengan menyebabkan

penurunan baik efisiensi pompa Na+K+ maupun jumlah kedudukan pompa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan intraokular (TIO)

Variasi tekanan intraokular dengan sejumlah faktor termasuk berikut ini6 :

- Waktu siang

- Detak jantung

- Pernafasan

- Latihan

- Intake cairan

- Medikasi sistemik

- Obat-obatan topikal

Konsumsi alkohol menghasilkan penurunan tekanan intraokular yang bersifat

sementara. Kafein dapat menyebabkan peningkatan kecil sementara pada tekanan

intraokular. Tekanan intraokular akan lebih tinggi ketika pasien berbaring daripada

berdiri. Beberapa orang mengalami peningkatan tekanan intraokular berlebihan ketika

mereka dalam posisi berbaring dan kecenderungan ini mungkin penting dalam

patogenesis beberapa bentuk glaukoma. Tekanan intraokular biasanya meninggi

seiring usia dan dipengaruhi oleh genetik. Biasanya ada kecenderungan peninggian

5
tekanan intraokular pada pagi hari dan terjadi penurunan pada sore hari; hal ini telah

dihubungkan dengan variasi diurnal pada tingkat kortisol plasma.

Aliran Humor akueus

Sudut bilik mata dibentuk oleh tautan antara kornea dan iris perifer, yang

diantaranya terdapat jalinan trabekular. Jalinan trabekular (trabecular meshwork)

sendiri terdiri dari 3 bagian yaitu: 3,6

1. Jalinan uveal (uveal meshwork).

2. Jalinan korneosklera (corneoscleral meshwork).

3. Jalinan endotelial (juxtacanalicular atau endothelial meshwork).

Ketiga bagian ini terlibat dalam proses outflow akuos humor, Struktur lain

yang terlibat adalah kanalis sklem, kanalis berbentuk sirkumferensial dan

dihubungkan oleh septa-septa. Bagian dalam kanalis dilapisi oleh sel-sel endotel

berbentuk kumparan yang mengandung vakuol-vakuol besar, dan di bagian luar

dilapisi oleh sel-sel datar halus yang mengandung ujung dari kanalis-kanalis kolektor.

Bagian selanjutnya yang berperan adalah kanalis kolektor. Kanalis ini meninggalkan

kanalis sklem dan berhubungan dengan vena episklera. Sekresi akuos humor oleh

korpus siliar pada mata normal bervariasi antara 0,22 – 0,28 ul / menit / mmHg.

Dimana sekresinya menurun seiring dengan pertambahan usia. 3,6

Akuos humor setelah disekresikan oleh prosesus siliaris ke bilik mata

belakang lalu mengalir ke bilik mata depan melalui pupil, dan dikeluarkan melalui

dua jalur outflow yang berbeda yaitu: 3,6

6
1. Outflow melalui jalur trabekulum (jalur konvensional). Yang merupakan jalur

utama, dimana sekitar 90% outflow akuos humor melalui jalinan trabekular

menuju kanalis sklem dan berlanjut ke sistem vena kolektor.

2. Outflow melalui jalur uveoskleral (jalur unkonvensional). Dimana sekitar 10%

outflow akuos humor melalui jalur ini. Proses outflow akuos humor dapat juga

terjadi melalui iris, tapi dalam jumlah yang sangat sedikit (gambar 1).3,6

Gambar 1: Normal outflow humor akuos. (a) melalui trabekular;

(b) melalui uveoskleral; ( c) melalui iris.3

B. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Glaukoma sekunder sudut tertutup dapat diakibatkan oleh sebuah etiologi

yang mengakibatkan terjadinya penutupan sudut, yaitu seperti1,7 :

a) Diskolasi lensa

Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara

spontan, misalnya pada sindrom marfan. Dislokasi anterior dapat

7
mengakibatkan sumbatan pada bukaan pupil yang menyebabkan iris

bombe dan penutupan sudut.

b) Intumesensi lensa

Intumesensi lensa atau glaukoma fakomorfik merupakan suatu glaukoma

sekunder sudut tertutup yang timbul akibat lensa yang membesar pada

katarak imatur atau matur. Glaukoma fakomorfik yaitu dimana lensa

membesar dengan menyerap cairan dalam jumlah bermakna saat lensa

mengalami kataraktosa yang mengakibatkan pendangkalan pada bilik

anterior. Lensa ini kemudian dapat melanggar batas kamera anterior dan

sudut akan menutupi trabekular meshwork mengakibatkan tekanan

intraokular meningkat. Proses ini merupakan glaukoma sekunder sudut

tertutup.

c) Uveitis

Pada uveitis, tekanan intraokular biasanya lebih rendah daripada normal

karena korpus siliare yang meradang kurang berfungsi dengan baik.

Namun, juga dapat terjadi peningkatan tekanan intraokuler melalui

beberapa mekanisme yang berlainan. Jaringan trabekular dapat tersumbat

oleh sel-sel radang dari kamera anterior, disertai edema sekunder, atau

kadang-kadang terlibat dalam proses peradangan yang secara spesifik

diarahkan ke sel-sel trabekula. Uveitis dapat menyebabkan iris menempel

kea rah trabekula. Uveitis kronis atau rekuren dapat menyebabkan

gangguan permanen fungsi trabekula, sinekia anterior perifer, dan kadang-

8
kadang neovaskularisasi sudut, yang semuanya meningkatkan

kemungkinan glaukoma sekunder. Seklusi pupilae akibat sinekia posterior

360 derajat menyebabkan iris bombe dan glaukoma sudut tertutup akut.

d) Tumor

Melanoma traktus uvealis atau koroid dapat menimbulkan glaukoma

akibat dari pergeseran iris ke depan mendekati kornea perifer atau

pergeseran korpus siliare ke anterior yang dapat menyebabkan penutupan

sudut sekunder.

e) Glaukoma akibat trauma

Cidera kontusio bola mata dapta disertai peningkatan dini tekanan intra

ocular akibat perdarahan ke kamera anterior (hifema). Darah bebas

menyumbat jalinan trabekular yang juga mengalami edema akibat cidera.

Glaukoma juga dapat terjadi akibat kerusakan langsung dari sudut.

f) Glaukoma setelah tindakan bedah okular

Tindakan bedah mata yang mengalami peningkatan mencolok tekanan

intraocular dan penutupan sudut dapat menyebabkan glaukoma sumbatan

siliaris. Segera setelah pembedahan, tekanan okular meningkat hebat dan

lensa terdoromg ke depan akibat penimbunan humor akueus si belakang

korpus vitreum.

g) Glaukoma neovaskular

9
Glaukoma neovaskuler adalah peningkatan tekanan intraokuler karena

adanya neovaskularisasi dan membran fibrovaskuler yang menutup sudut

kamera anterior. Pada neovascular glaucoma (NVG), peningkatan

tekanan intraokuler yang terjadi disebabkan oleh glaukoma sudut tertutup

yang terjadi karena tertutupnya kamera anterior oleh jaringan

fibrovaskuler.

Faktor yang sering menyebabkan terjadinya NVG adalah iskemia retina

yang kronis dan diffuse yang dapat disebabkan oleh hal – hal berikut ini:

 Oklusi vena retina sentral yang menyebabkan iskemia retina,

merupakan penyebab terbanyak

b. Diabetes milletus dapat menyebabkan NVG terutama pada

pasien yang telah menderita Diabetes milletus lama dan

mengalami retinopati diabetikum. Resiko terjadinya NVG

pada penderita diabetes mellitus meningkat pada keadaan

berikut:

a. Ekstraksi katarak pada pasien dengan retinopati diabetikum

proliferatif meningkatkan resiko terjadinya NVG, terutama

jika ekstraksi katarak dilakukan dengan teknik intrakapsuler.

Waktu yang sangat menghawatirkan untuk dapat timbul

rubeosis iridis adalah 3-4 minggu setelah dilakukannya

ekstrksi katarak intrakapsuler.

10
b. Pars plana vitrectomy. NVG merupakan komplikasi yang

paling sering timbul pada segmen anterior pada tindakan

tersebut.

c. Lain – lain yang merupakan penyebab yang jarang,

diantaranya adalah: tumor intraokuli, inflamasi kronis

intraokuli, retinopati pada prematuritas.

C. GAMBARAN KLINIK

1. Symptoms3,7

Tergantung kecepatan kenaikan TIO, jika kenaikan TIO terjadi perlahan-lahan maka

tidak menimbulkan gejala yang nyata. Jika TIO naik dengan cepat dan tinggi maka

dapat terjadi gejala sebagai berikut8 :

 Nyeri, merupakan tanda khas pada serangan akut yang terjadi secara

mendadak dan sangat nyeri pada mata di sekitar daerah inervasi cabang

nervus kranial V,

 Mual, muntah dan lemas, hal ini sering berhubungan dengan nyeri,

 Penurunan visus secara cepat dan progresif, hiperemis, fotofobia yang

terjadi pada semua kasus,

 Riwayat penyakit dahulu memiliki salah satu etiologi dari glaukoma

sekunder sudut tertutup.

11
2. Slit-lamp biomikroskopi3,7

Biomikroskopi untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan pemeriksaan

ini dapat ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma primer atau

sekunder.9

 Didapatkan kelainan penyakit yang mendasarinya

 Hiperemis siliar karena injeksi limbal dan pembuluh darah konjungtiva.

 Edema kornea dengan vesikel epitelial dan penebalan struma.

 Bilik mata depan dangkal dengan kontak iridokorneal perifer.

 Flare dan sel akuos dapat dilihat setelah edem kornea dapat dikurangi.

 Pupil oval vertikal, tetap pada posisi semi-dilatasi dan tidak ada reaksi

terhadap cahaya dan akomodasi.

 Dilatasi pembuluh darah iris.

 Tekanan intra-okular sangat meningkat.

Tergantung pada kelainan yang mendasari seperti pada glaukoma neovaskuler akan

diitemukan hiperemia perilimbal (siliar), kornea suram, bilik mata depan tampak flare

moderate kadang didapatkan hifema, pupil distorsi dan mungkin ada ekteropion uvea.

Sedangkan pada uveitis dapat ditemukan sinekia posterior total, iris bombans, dan

tidak didapatkan neovaskularisasi pada iris.

3. Gonioskopi

Gonioskopi menggunakan lensa gonioskop. Pemeriksaan ini bertujuan untuk

melihat sudut pembuangan humor akuos sehingga dapat ditentukan jenis

12
glaukomanya sudut terbuka atau tertutup. Pemeriksaan gonioskopi ditunda sampai

edem kornea berkurang, salah satunya dengan obat yang dapat menurunkan tekanan

intra okular, misalnya dengan gliserin topikal atau saline hipertonik salap mata. Hal

yang tidak kalah penting yaitu melakukan pemeriksaan mata kontra-lateral, yang

biasanya ditemukan gambaran sudut tertutup laten. Dimana mata yang menderita

glaukoma sudut tertutup menunjukkan adanya kontak perifer irido-korneal komplit

(Shaffer grade 0). Dengan ginioskopi biasanya sulit karena kornea sangat suram tapi

kalau dapat dilihat akan tampak bilik mata depan tertutup.3,7,9

4. Oftalmoskopi

Oftalmoskopi, yaitu pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan saraf

optik berdasarkan penilaian bentuk saraf optik menggunakan alat oftalmoskop direk.

Kelainan optik-disk dapat dievaluasi dengan menggunakan oftalmoskop direk, slit-

lamp biomikroskopi yang menggunakan lensa +90 Dioptri, Hruby lens, atau lensa

kontak Goldmann dan oftalmoskop indirek. Gambaran fundus pada glaukoma sudut

tertutup sering ditemukan optik-disk edema dan hiperemis.3,9

5. Perimetri

Alat ini berguna untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan yang disebabkan

oleh kerusakan saraf optik.9

6. Tonometri

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur besarnya tekanan intraokuler. Pada pasien

dengan glaukoma terdapat peningkatan tekanan intraokuler.9

13
7. Optical Coherent Tomography

OCT (Optical Coherent Tomography). Alat ini berguna untuk mengukur ketebalan

serabut saraf sekitar papil saraf optik sehingga jika terdapat kerusakan dapat segera

dideteksi sebelum terjadi kerusakan lapang pandangan.9

D. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan glaukoma sekunder disesuaikan dengan penyebabnya dan

memenuhi 2 kriteria yaitu terapi medikamentosa untuk menstabilkan tekanan

intraokuler dan terapi pembedahan tergantung penyebabnya.10

1. Medikamentosa

Agen osmotik

Agen ini lebih efektif untuk menurunkan tekanan intra okular, pemberiannya

dianjurkan kepada pasien yang tidak mengalami emesis. Pemberian anti emetik dapat

membantu mencegah muntah akibat emesis. Agen osmotik oral pada penggunaannya

tidak boleh diencerkan dengan cairan atau es, agar osmolaritas dan efisiensinya tidak

menurun. 11,12,13

􀂃 Gliserin, dosis efektif 1 - 1,5 gr/kg BB dalam 50% cairan. Dapat

menurunkan tekanan intraokular dalam waktu 30-90 menit setelah pemberian, dan

dipastikan agen ini bekerja selama 5 - 6 jam. Selama penggunaannya, gliserin dapat

menyebabkan hiperglikemia dan dehidrasi. Hati-hati terhadap pasien diabetes dan

14
lansia dengan gagal ginjal serta penyakit kardiovaskular. Karena agen ini sendiri

dapat menyebabkan mual dan muntah11,12,13

􀂃 Mannitol, merupakan oral osmotik diuretik kuat yang dapat memberikan

keuntungan dan aman digunakan pada pasien diabetes karena tidak dimetabolisme.

Dosis yang dianjurkan adalah 1 - 2 gram/kgBB dalam 50% cairan. Puncak efek

hipotensif okular terlihat dalam 1 - 3 jam dan berakhir dalam 3-5 jam. Bila intoleransi

gastrik dan mual menghalangi penggunaan agen oral, maka manitol dapat diberikan

secara intravena dalam 20% cairan dengan dosis 2 gr/kgBB selama 30 menit.

Mannitol dengan berat melekul yang tinggi, akan lebih lambat berpenetrasi pada mata

sehingga lebih efektif menurunkan tekanan intraokular. Maksimal penurunan tekanan

dijumpai dalam 1 jam setelah pemberian manitol intravena. 11,12,13

Karbonik anhidrase inhibitor

Digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular yang tinggi, dengan

menggunakan dosis maksimal dalam bentuk intravena, oral atau topikal.

Asetazolamid, merupakan pilihan yang sangat tepat untuk pengobatan darurat pada

glaukoma akut. Efeknya dapat menurunkan tekanan dengan menghambat produksi

humour akuos, sehingga sangat berguna untuk menurunkan tekanan intraokular

secara cepat, yang digunakan secara oral dan intravena. Asetazolamid dengan dosis

inisial 2x250 mg oral, dapat diberikan kepada pasien yang tidak mempunyai

komplikasi lambung. Dosis alternatif intravena 500 mg bolus, efektif terhadap pasien

15
nousea. Penambahan dosis maksimal asetazolamid dapat diberikan setelah 4-6 jam

untuk menurunkan tekanan intraokular yang lebih rendah. Karbonik anhidrase

inhibitor topikal dapat digunakan sebagai inisial terapi pada pasien emesis. Sekarang

diketahui bahwa, karbonik anhidrase inhibitor oral sedikit atau tidak ada sama sekali

efek samping sistemik. Menurut pengalaman penulis pemberian karbonik anhidrase

inhibitor oral sangat diperlukan dalam pengobatan gloukoma akut. 11,12,13

Miotik kuat

Pilokarpin 2% atau 4% setiap 15 menit sampai 4 kali pemberian sebagai

inisial terapi, diindikasikan untuk mencoba menghambat serangan awal gloukoma

akut. Penggunaannya ternyata tidak efektif pada serangan yang sudah lebih dari 1-2

jam. Hal ini terjadi karena muskulus spingter pupil sudah iskhemik sehingga tidak

dapat merespon terhadap pilokarpin. Pilokarpin diberikan satu tetes setiap 30 menit

selama 1-2 jam. Pada umumnya respon pupil negatif terhadap serangan yang telah

berlangsung lama sehingga menyebabkan atrofi otot spingter akibat iskhemia. 11,12,13

Beta bloker

Merupakan terapi tambahan yang efektif untuk menangani serangan sudut

tertutup. Beta bloker dapat menurunkan tekanan intraokular dengan cara mengurangi

produksi humor akuos. Timolol merupakan beta bloker nonselektif dengan aktifitas

dan konsentrasi tertinggi di bilik mata belakang yang dicapai dalam waktu 30 – 60

menit setelah pemberian topikal. Beta bloker tetes mata nonselektif sebagai inisial

16
terapi dapat diberikan 2 kali dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam

4, 8, dan 12 jam kemudian. 11,12,13

Apraklonidin

Merupakan agen alfa2-agonis yang efektif untuk hipertensi okular,

apraklonidin bekerja dengan cara menurunkan produksi akuos humor dan tidak

memberikan efek pada outflow humor akuos. Apraklonidin 0,5% dan 1%, keduanya

telah menunjukkan efektifitas yang sama dan rata-rata dapat menurunkan tekanan

intraokular 34% setelah 5 jam pemakaian topikal. Apraklonidin dapat digunakan pada

pengobatan glaukoma akut yang dikombinasikan dengan terapi medis lainnya.

Setelah tekanan intraokular menurun dan miosis pupil telah dicapai, terapi topikal

dengan pilokarpin, beta bloker, karbonik anhidrase inhibitor dan apraklonidin dapat

diteruskan sampai tindakan operasi dilakukan atau reopening sudut bilik mata.11,12,13

2. Pembedahan

Penatalaksanaan pembedahan dilakukan tergantung pada etiologi glaukoma

yang terjadi, yaitu seperti :

a) Dislokasi lensa dan intumesensi lensa

Pada dislokasi anterior dan intumesensi lensa dapat dilakukan

ekstraksi lensa setelah tekanan intraocular terkonrol secara medis.

b) Uveitis

17
Pada uveitis, terapi terutama ditujukan pada pengontrolan uveitis

disertai pemberian terapi glaukoma sesuai keperluan, dan menghindari miotik

karena dapat meningkatkan kemungkinan pembentukan sinekia posterior.

Terapi jangka panjang, termasuk tindakan bedah, sering diperlukan karena

kerusakan jaringan trabekula yang irreversible.

Penutupan sudut akut akibat penutupan pupil dapat dipulihkan oleh

midriasis intensif tetapi sering memerlukan iridotomi perifer dengan laser atau

iridektomi bedah. Setiap uveitis dengan kecendrungan pembentukan sinekia

posterior harus diterapi dengan midriatikum sewaktu uveitisnya aktif untuk

mengurangi resiko penutupan pupil.

c) Tumor

Dapat dilakukan enukleasi

d) Glaukoma akibat trauma

Pada glaukoma yang terjadi lambat, terapi medis biasanya efektif, namun

dapat juga diperlukan tindakan bedah. Sedangkan pada glaukoma yang terjadi

cepat akibat laserasi ataupun robek akibat kontusio pada segmen anterior

diikuti hilangnya kamera anterior, jika kamera tidak segera dibentuk kembali

setelah cidera baik secara spontan dengan inserkerasi iris ke dalam luka

maupun secara bedah dapat terjadi sinekia anterior perifer dan menyebabkan

penutupan sudut yang irrevesibel.

18
e) Glaukoma setelah tindakan bedah okular

Terapi yang dapat dilakukan terdiri dari sikloplegik, midriatik, penekan

humour akueus, dan obat hiperosmotik. Obat-obta hiperosmotik digunakan

untuk menciutkan korpus vitreum dan membiarkan lensa jatuh kea rah

posterior. Mungkin dapat dilakukan sklerotomi posterior, vitrektomi, atau

bahkan ekstraksi lensa.

f) Glaukoma neovaskuler

Terapi dapat dilakukan seperti terapi pada glaukoma sudut tertutup umum,

terapi glaukoma neovaskuler yang telah terbentuk sulit berhasil dan tidak

memuaskan.

19

Anda mungkin juga menyukai