Anda di halaman 1dari 12

Jenis-Jenis Dokumen

Jenis Dokumen dari segi pemakaiannya :


Dokumen Pribadi, yaitu surat-surat penting yang kegunaanya untuk kepentingan pribadi.
Contohnya : Surat Nikah, Akte kelahiran, Ijazah KTP dan lain-lain
Dokumen Niaga, yaitu surat-surat berharga yang kegunaanya untuk bukti dalam
melakujkan transaksi jual beli. Contohnya : Faktur, Surat Pengantar, Packing List, Wessel
dan lain-lain.
Dokumen Pemerintah, yaitu surat penting yang digunakan sebagai bahan bukti dalam
kegiatan pemerintahan. Contohnya : RAPBN, Undang-Undang, Peraturan Daerah, Kepres
dan lain-lain.
Dokumen Sejarah, yaitu surat-surat atau catatan penting sebagai alat pembuktian
peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Contohnya : Teks Proklamasi, Sumpah
Pemuda, Pancasila dan lain-lain.
Jenis Dokumen dari segi fungsinya :
Dokumen dinamis, yaitu dokumen yang dipergunakan secara
langsung dalam proses kerja kantor. Dokumen dinamis dibagi lagi menjadi tiga
jenis, yaitu :
Dokumen dinamis
aktif, yaitu dokumen yang dipakai secara terus menerus dalam proses
penyelenggaraan kerja kantor.
Dokumen semi aktif,
yaitu dokumen yang penggunaanya sudah menurun dari sebelumnya.
Dokumen Inaktif,
yaitu dokumen yang sudah jarang sekali digunakan.
Dokumen Statis, yaitu dokumen yang tidak secara langsung di
gunakan dalam proses pekerjaan kantor.
Jenis-Jenis Dokumen dari segi ruang lingkupnya :
Dokumen Korporal, yaitu dokumen yang dipakai secara terus-menerus dalam proses
penyelenggaraan pekerjaan kantor.
Dokumen Riteral, yaitu dokumen yang ditulis, direkam, dicetak dan di gambarkan.
Dokumen Privat, yaitu dokumen yang berupa surat-surat atau arsip
Itulah jenis-jenis dokumen yang dapat saya berikan kepada Sobat Berbagi Blog sekalian,
semoga dapat bermanfaat bagi sobat-sobat semua...
http://gubuk-berbagi.blogspot.com/2013/10/jenis-jenis-dokumen_28.html

JENIS ARSIP DAN JENIS DOKUMEN


Jenis-jenis Arsip
• Menurut Fungsinya
1. Arsip dinamis (UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan) adalah arsip yang digunakan
secara langsung dalam kegiatan penciptaan arsip dan disimpan selama jangka waktu
tertentu;

- Arsip Aktif (UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan) adalah arsip dinamis yang
frekuensi penggunaannya tinggi dan/atau terus menerus;
- Arsip In Aktif (UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan) adalah arsip dinamis yang
frekuensi penggunaannya telah mengalami penurungan.
2. Arsip Statis (UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan) adalah arsip yang dihasilkan
oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan yang telah habis masa
retensinya, dan memiliki keterangan permanen setelah diverifikasi baik secara langsung
maupun tidak langsung oleh Arsip Nasional R. I. Dan/atau lembaga kearsipan.

• Menurut Tempat Penyimpanannya


1. Arsip Sentral adalah arsip yang disimpan pada pusat atau arsip yang dipusatkan
penyimpanannya. Arsip ini disebut juga arsip umum.
2. Arsip Unit adalah arsip yang disebarkan penyimpanannya atau arsip yang disimpan di
setiap bagian atau unit dalam suatu organisasi. Arsip ini disebut juga arsip khusus.

• Menurut Bendanya
1. Arsip Primer adalah arsip yang asli, bukan karbon kopi, bukan salinan, foto copian dan
bukan mikrofilmnya;
2. Arsip Sekunder adalah arsip berupa tindasan, fotocopi, salinan atau microfilm.

• Menurut Lamanya Penyimpanan


1. Arsip Abadi adalah arsip yang kegunaannya berlangsung untuk waktu yang lama dan
abadi seperti sejarah dan lain-lain;
2. Arsip tidak adalah arsip yang kegunaannya hanya untuk sementara waktu atau hanya
pada waktu itu saja.

Jenis-Jenis Dokumen
• Menurut Bungin (2008; 123); dokumen pribadi dan dokumen resmi.
1. Dokumen pribadi adalah catatan seseorang secara tertulis tentang tindakan,
pengalaman, dan kepercayaannya. Berupa buku harian, surat pribadi, & otobiografi.
2. Dokumen Resmi terbagi dua: pertama intern; memo, pengumuman, instruksi, aturan
lembaga untuk kalangan sendiri, laporan rapat, keputusan pimpinan, konvensi; kedua
ekstern; majalah, buletin, berita yang disiarkan ke mass media, pemberitahuan.
(termasuk dalam klasifikasi di atas, pendapat lexy Moleong dan Nasution)

• Menurut Sugiyono (2005; 82), berbentuk tulisan, gambar, dan karya


1. Bentuk tulisan, seperti; catatan harian, life histories, ceritera, biografi, peraturan,
kebijakan, dan lainnya.
2. Bentuk gambar, seperti; foto, gambar hidup, sketsa, dan lainnya.
3. Bentuk karya, seperti; karya seni berupa gambar, patung, film, dan lainnya.

• Menurut E. Kosim (1988; 33) jika diasumsikan dokumen itu merupakan sumber data
tertulis, maka terbagi dalam dua kategori yaitu sumber resmi dan tak resmi
1. Sumber resmi merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh
lembaga/perorangan atas nama lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber resmi formal
dan sumber resmi informal.
2. Sumber tidak resmi, merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh individu
tidak atas nama lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber tak resmi formal dan sumber
tak resmi informal.
http://elsieifayani.blogspot.com/2013/01/jenis-arsip-dan-jenis-dokumen.html

Arsip sebagai rekaman informasi (recorded information) yang merupakan gambaran dari
realitas pemilik atau pencipta arsip dalam dunia kearsipan dikenal sebagai creating
agency- baik itu individu maupun organisasi. Dalam konteks penelitian sejarah, arsip
dikategorikan sebagai sumber primer, disebut demikian karena arsip merupakan
pengetahuan tangan pertama (firsthand knowledge) dan rekaman sezaman dari suatu
kejadian atau peristiwa. Sebagai sumber primer dalam penelitian dan penulisan sejarah,
arsip merupakan komponen yang utama bahkan begitu besarnya peran arsip dalam
penulisan sejarah sehingga terdapat pemahaman bahwa apabila tidak ada
dokumen(arsip) maka tidak ada sejarah (no document no history).

Meskipun arsip memiliki substansi yang teramat penting dalam penulisan sejarah,
namun di negeri ini tampaknya belum diikuti oleh kesadaran pengelolaan arsip yang
baik. Sebagai gambaran umum bisa dilihat dari banyaknya dokumen atau arsip vital
negara yang hilang, sulitnya menemukan bahan arsip untuk penelitian, banyaknya
institusi, lembaga, instansi yang tidak memiliki records centre, dan masih banyak
persoalan seputar dunia kearsipan di Indonesia. Berangkat dari permasalahan di atas,
kita melihat bahwa kesadaran untuk mengumpulkan, menyimpan, maupun menata
berbagai dokumen atau arsip yang dinilai berharga belum banyak dilakukan. Bahkan, jika
dikaitkan dengan persoalan kultur, kegiatan mengarsip dan kepedulian terhadap
pentingnya arsip di negeri ini tergolong rendah.

Bahkan sudah menjadi semacam kewajiban bagi peneliti sejarah yang menulis desertasi,
mau tidak mau harus terbang ke negara lain untuk mencari berbagai dokumen
mengenai Indonesia. Sebut saja lembaga seperti Perpustakaan Universitas Leiden dan
KITLV (Pusat Penelitian Bahasa dan Antropologi) di Belanda, Perpustakaan milik
Universitas Cornell di AS, dan beberapa nama lembaga lain di luar negeri, telah demikian
dikenal memiliki dokumen yang tergolong lengkap tentang Indonesia.

Satu contoh kasus dialami oleh Tim Pustakaloka Harian Kompas yang mengalami
kesulitan saat berhubungan dengan dokumentasi tentang Indonesia. Untuk
mendapatkan naskah asli sebuah drama berjudul Lelakon Raden Beij Soerio Retno yang
terbit pada pertengahan abad ke-19, tim tersebut harus mengunjungi Perpustakaan
Universitas Leiden. Dari serangkaian gambaran di atas, pertanyaan yang muncul adalah
sudah sedemikian parahkah persoalan yang berkaitan kearsipan atau dokumentasi di
negeri ini? Bagaimana sebetulnya peta pendokumentasian di negeri ini? Apakah
memang semua koleksi negeri ini tiada lagi yang tersisa sehingga untuk mempelajari
sejarah negeri ini pun harus di negeri orang?

B. Kesadaran Kearsipan

Beberapa alasan mengapa manusia merekam informasi; alasan pribadi, alasan sosial,
alasan ekonomi, alasan hukum, alasan instrumental, alasan simbolis, dan alasan ilmu
pengetahuan.[1] Alasan-alasan tersebut pada hakikatnya merupakan sebuah kesadaran
bahwa begitu pentingnya nilai informasi bagi segala aspek kehidupan manusia. Oleh
karena itu untuk dapat memaksimalkan pemanfaatannya, informasi tidak cukup hanya
direkam, namun perlu upaya pengelolaan mulai dari penciptaan hingga masa akhir dari
pemanfaatan informasi tersebut. Mengelola informasi berarti mengelola arsip karena
sesungguhnya yang dimaksud arsip adalah rekaman informasi (recorded information).

Di dunia yang semakin kompleks ini, kegiatan apapun tidak lagi mengandalkan
ingatan pelaksana atau pelakunya. Apa yang harus dilakukan adalah mengelola
informasi melalui pengelolaan arsipnya. Benar kata pepatah bahwa memory can fail, but
what is recorded will remain..[2]
Membahas tentang arsip ataupun pendokumentasian, sebetulnya sepanjang sejarah
peradaban, kegiatan ini tidak bisa dihindarkan dari kehidupan manusia sebagai makhluk
individu maupun sosial. Kegiatan pengabadian diri maupun aktivitas diri manusia bisa
dikatakan telah berlangsung sejak manusia di masa prasejarah mulai membuat gambar-
gambar maupun guratan-guratan di dinding-dinding goa batu. Sejak saat itu, hingga
kemudian manusia mengenal aksara, tulis-menulis, hingga percetakan, kegiatan
pencatatan maupun pengabadian menjadi demikian berkembang. Dari sini sebenarnya
manusia menunjukkan kesadaran akan pentingnya pengarsipan atau
pendokumentasian.

Kini, kegiatan pengabadian maupun pendokumentasian tidak hanya dilakukan untuk


tingkat individu atau keluarga, tetapi juga sudah ada lembaga-lembaga yang bahkan
melaksanakannya sampai tingkat institusi tertinggi seperti negara. Koleksi-koleksi yang
dimiliki oleh perpustakaan, museum, maupun lembaga pengarsip telah menjadi sumber
pendokumentasian sejarah manusia. Banyak penyelidikan dan penelusuran yang
bergantung pada keberadaan lembaga-lembaga ini.

Sadar akan keterbatasan ingatan manusia, maka kesadaran untuk merekam segala
aktivitas dalam wujud arsip dengan segala bentuknya menjadi sebuah keharusan.
Apabila aktivitas untuk mendokumentasikan atau mengarsipkan segala aktivitas
kehidupan sudah menjadi kesadaran maka berarti kita telah berupaya menghimpun
pengetahuan, dan tinggal memanfaatkan himpunan pengetahuan tersebut bagi
kemajuan peradaban manusia.

C. Arsip Sebagai Sumber Penulisan Sejarah

Profesor Sartono Kartodirdjo mengungkapkan bahwa kunci untuk memasuki wilayah


sejarah ialah sumber-sumber seperti legenda, folklor, prasasti, monumen hingga
dokumen-dokumen, surat kabar, dan surat-surat. Kesemua yang disebutkan di atas
merupakan rekaman aktivitas manusia. Segala sumber sejarah di atas tidak akan sampai
dari generasi satu ke generasi berikutnya kalau tidak ada kesadaran pengelolaan sumber
atau tidak ada kesadaran arsip yang dimiliki. Oleh sebab itu keberadaan arsip sebagai
salah satu sumber sejarah sebenarnya sejak awal masa penciptaannya sudah bisa
diproyeksikan untuk berbagai kepentingan termasuk dalam rangka rekonstruksi sejarah.

Pengelolaan arsip yang baik akan berdampak pada kemudahan proses heuristik dalam
kajian sejarah. Seperti diketahui bahwa pada dasarnya, metode penelitian sejarah
menyangkut tiga hal pokok. Pertama, mengenai cara-cara menemukan sumber sejarah,
yang juga lazim disebut heuristik. Dalam hal ini para peneliti sejarah diuntungkan oleh
keberadaan lembaga/instansi pemerintah dan swasta yang berfungsi sebagai tempat
menyimpan sumber sejarah, seperti perpustakaan, lembaga kearsipan, pusat-pusat
penelitian, dan sebagainya.

Hal kedua, setelah sumber ditemukan, adalah mengkaji isi sumber itu. Seberapa jauh isi
sumber itu bisa diterima sebagai keterangan yang dapat dipercaya. Untuk dapat
mengorek keterangan yang terkandung dalam sumber diperlukan keahlian tersendiri,
seperti diplomatika sebagaimana telah disebutkan; paleografi atau cara-cara memahami
tulisan kuno; kronologi untuk mencocokkan penanggalan yang berlaku dulu dan
sekarang; leksikografi atau cara menentukan arti istilah-istilah tempo dulu yang tidak
lagi digunakan pada masa kini; numimastik berkaitan dengan cara menentukan nilai
mata uang kuno; metrologi atau cara menentukan ukuran dan timbangan yang berlaku
dalam zaman yang berbeda-beda; toponimi atau cara menentukan nama-nama tempat
pada masa-masa lampau; dan sebagainya.

Ketiga, berkaitan dengan penulisan hasil penelitian atas sumber-sumber tersebut.


Penulisan tidak saja membutuhkan keterampilan menulis dan penguasaan kaidah
bahasa, tetapi juga menyangkut pemahaman atas terminologi serta teori-teori tertentu
yang relevan dengan tema sejarah yang diteliti. Pada umumnya, para ahli sejarah
berpendapat bahwa kemahiran penelitian dan kemahiran penulisan hasil penelitian
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Aspek pertama dan kedua dalam metode sejarah di atas berkaitan erat dengan sumber.
Secara konvensional, sumber yang dimaksud adalah sumber primer (arsip). Pandangan
dasarnya ialah sumber primer merupakan bagian dari bukti tentang masa lampau yang
menjadi bahan sumber kajian, yang menjadi tumpuan apakah suatu peristiwa, kejadian,
ataupun gejala sejarah dapat direkonstruksi.

D. Kesimpulan

Kesadaran nasional berakar pada kesadaran sejarah, kesadaran sejarah akan


terbangun dengan baik dari kesadaran dokumentasi (arsip) bangsa ini. Kesadaran
tersebut dapat berfungsi sebagai sumber inspirasi kebanggaan nasional dan
memperkuat kebanggaan Indonesia. Kesadaran sejarah juga memantapkan identitas
nasional sebagai simbol solidaritas nasional, hal ini berarti pertentangan-pertentangan
yang mengarah pada perpecahan bangsa dapat dicegah.

Dengan menoleh kebelakang, membaca arsip, membaca sejarah, menengok


pengalaman sejarah bangsa, kita dapat mengidentifikasi berbagai pengalaman,
mempelajari sebab-sebab berbagai gejolak serta berpeluang untuk menetapkan skala
prioritas pemecahan berbagai permasalahan.

Suatu bangsa terbentuk dari pengalaman bersama di masa lampau, maka sejarah
menjadi esensial bagi nasion. Urgensi belajar sejarah adalah agar manusia mengenal
dirinya sendiri sebagai kelompok, menjadikan titik tolak pembangunan masa kini dan
masa datang, karena peristiwa sejarah berkesinambungan dari lampau, kini dan datang,
menemukan ilham dan keteladanan dari masa lampau demi hidup pada masa sekarang
dan yang akan datang, dan membangkitkan apresiasi kultural serta persahabatan antar
bangsa menuju perdamaian dunia.

Konflik sosial yang mengemuka kembali akhir-akhir ini seharusnya dapat direduksi
apabila bangsa ini sedikit saja memiliki kesadaran sejarah, karena dari kesadaran
tersebut berarti kita bisa belajar dari pengalaman-pengalaman kolektif sebagai bangsa.
Ekskalasi konflik pada level elite maupun horizontal yang semakin sering terjadi
merupakan refleksi belum sempurnanya penerapan prinsip nasionalisme, kesatuan
nasional kita ternyata masih rapuh. Hal tersebut mengindikasikan lemahnya kesadaran
kolektif (collective consciousness) bangsa ini, yang berarti lemahnya kesadaran sejarah.

Dengan melihat kenyataan Indonesia saat ini, urgensi membangkitkan kesadaran


sejarah seperti dikemukakan di atas perlu segera dimulai. Hal yang sederhana namun
menjadi kunci untuk memulai langkah tersebut adalah memupuk kepedulian terhadap
kearsipan atau sadar akan pentingnya arsip sebagai sumber sejarah.

Daftar Pustaka

Roeslan Abdul Gani, Kesadaran Sejarah dan Hari Depan Indonesia dalam Arsip dan

Sejarah, Jakarta: ANRI, 1980.


https://sejahar.wordpress.com/2012/11/08/fungsi-arsip-dalam-sejarah/

BELAJAR DARI MASA LALU, CERMINAN SAAT INI, GUNA MENATAP MASA DEPAN
Kamis, 15 Juli 2010
PENGGUNAAN BAHAN DOKUMENTER DALAM PENULISAN SEJARAH

by. A. Kosasih

Pendahuluan
Salah satu langkah penting dalam penelitian sejarah adalah sejauhmana pengetahuan
mengenali bahan dokumenter sebagai sumber utama dalam penelitiannya. Tidak semua
dokumen dapat menjadi sumber sejarah. Dokumen-dokumen yang diperoleh terlebih
dahulu harus diklasifikasi dan diuji, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber yang
mendukung data sejarah. Yang perlu diingat bahwa tidak cukup hanya satu dokumen
dapat mewakili informasi sejarah, tetapi harus ditunjang oleh dokumen-dokumen lain
yang bisa dianggap relevan terhadap satu obyek penelitian tertentu.
Penilaian bahan-bahan dokumenter sebagai sebuah data sejarah tidak hanya dilakukan
berdasarkan interpretasi dokumen serta isinya, dalam arti menyangkut bagaimana
mengetrapkan konsep-konsep, dan kategori-kategori atau teori. Juga termasuk
mempelajari bagaimana menyeleksi, mengenterprestasikan, mengklasifikasi dan
menyusunnya berdasarkan kategori kedekatan sumber pada obyek masalah.
Satu perhatian yang pernah menjadi fokus utama seorang pakar sejarah seperti Sartono
Kartodirjo (1982:96-122), adalah dengan pendekatan sosiologis yang digunakan didapat
bahwa data yang tersedia dalam bahan dokumenter tidak hanya khusus berhubungan
dengan penelitian sejarah, akan tetapi dapat digunakan bagi penelitian ilmu
kemasyarakatan lain seperti sosiologi dan antropologi. Sejarah yang menggunakan
pendekatan sosiologis cenderung lebih menekankan pada segi-segi institusional,
struktural, uni-formitas, pola-pola dan tendensi-tendensi umum atau khusus yang
menjadi fenomena di masyarakat. Penggunaan bahan dokumenter setidaknya sangat
membantu ilmu-ilmu kemasyarakatan termasuk sejarah dalam menyelidiki
perkembangan masyarakat di masa lampau.
Setidaknya dapat dibedakan antara ilmu kemasyarakatan dengan ilmu sejarah dalam hal
penggunaan sebuah bahan dokumen. Ilmu kemasyarakatan yang mempelajari manusia
secara langsung dengan melakukan observasi, sedangkan ilmu sejarah mengerjakannya
dengan menggali informasi yang disusun berdasarkan fakta-fakta yang didapat dari satu
atau lebih dokumen. Perbedaan penting lainnya menyangkut masalah perbedaan
perspektif, permasalahan dan prosedur pengolahan dokumen sebagai sebuah sumber.
Namun, perbedaan itu tidak akan menjadi halangan bagi kedua ilmu tersebut, sejauh
satu sama lainnya saling mendukung kegiatan penelitian masing-masing. Lebih jauh lagi
akan terlihat jika kita telah mengetahui cara atau prosedur dalam menggunakan bahan
dokumen sebagai bahan penelitian dari kedua cabang ilmu di atas. Prosedur yang
membuat generalisasi bahan dokumen oleh ilmu kemasyarakatan, itu berbeda dengan
prosedur partikulerisasi yang dilakukan ilmu sejarah, dalam artian ilmu sejarah di sini,
yaitu ilmu sejarah yang dilakukan oleh para ”sejarawan kritis”.(Sartono, ibid :97)
Kecenderungan penggunaan bahan dokumenter dalam penelitian yang bersifat
kualitatif, saat ini dipandang sebagai satu langkah penting yang banyak dilakukan oleh
penelitian ilmu-ilmu sosial, di luar ilmu sejarah. Hal ini disebabkan oleh adanya
kesadaran dan pemahaman baru yang berkembang di para peneliti sosial, bahwa banyak
sekali data-data yang tersimpan dalam bentuk dokumen dan artefak. Sehingga
penggalian sumber data lewat studi dokumen menjadi pelengkap bagi proses penelitian
sosial. Bahkan Guba seperti dikutip oleh Bungin (2007) menyatakan bahwa tingkat
kredibilitas suatu hasil penulisan sosial sedikit banyaknya ditentukan pula oleh
penggunaan dan pemanfaatan dokumen yang ada.

Apa itu Dokumen ?


Sebelum membicarakan lebih lanjut mengenai penggunaan dokumenter dalam
penulisan sejarah, maka perlu kiranya dijelaskan terlebih dahulu mengenai konsepsi
atau pengertian dari istilah dokumen itu sendiri. Kata dokumen berasal dari bahasa latin
yaitu docere, yang berarti mengajar. Pengertian dari kata dokumen ini menurut Louis
Gottschalk (1986; 38) seringkali digunakan para ahli dalam dua pengertian, yaitu
pertama, berarti sumber tertulis bagi informasi sejarah sebagai kebalikan daripada
kesaksian lisan, artefak, peninggalan-peninggalan terlukis, dan petilasan-petilasan
arkeologis. Pengertian kedua diperuntukan bagi surat-surat resmi dan surat-surat negara
seperti surat perjanjian, undang-undang, hibah, konsesi, dan lainnya. Lebih lanjut,
Gottschalk menyatakan bahwa dokumen (dokumentasi) dalam pengertiannya yang lebih
luas berupa setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik
itu yang bersifat tulisan, lisan, gambaran, atau arkeologis.
G.J. Renier, sejarawan terkemuka dari University College London, (1997; 104)
menjelaskan istilah dokumen dalam tiga pengertian, pertama dalam arti luas, yaitu yang
meliputi semua sumber, baik sumber tertulis maupun sumber lisan; kedua dalam arti
sempit, yaitu yang meliputi semua sumber tertulis saja; ketiga dalam arti spesifik, yaitu
hanya yang meliputi surat-surat resmi dan surat-surat negara, seperti surat perjanjian,
undang-undang, konsesi, hibah dan sebagainya.
Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2007;216-217) menjelaskan istilah dokumen yang
dibedakan dengan record. Definisi dari record adalah setiap pernyataan tertulis yang
disusun oleh seseorang / lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau
menyajikan akunting. Sedang dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain
dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik.
Sedangkan menurut Robert C. Bogdan seperti yang dikutip Sugiyono (2005; 82)
dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu, bisa berbentuk tulisan,
gambar, karya-karya monumental dari seseorang.
Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat ditarik benang merahnya bahwa dokumen
merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi penelitian, baik berupa
sumber tertulis, film, gambar (foto), dan karya-karya monumental, yang semuanya itu
memberikan informasi bagi proses penelitian.

Macam-Macam Bahan dan Jenis Dokumen


Menurut Burhan Bungin (2008; 122) bahan dokumen itu berbeda secara gradual dengan
literatur, dimana literatur merupakan bahan-bahan yang diterbitkan sedangkan
dokumenter adalah informasi yang disimpan atau didokumentasikan sebagai bahan
dokumenter. Mengenai bahan-bahan dokumen tersebut, Sartono Kartodirdjo (2008;
101) menyebutkan berbagai type seperti; otobiografi, surat kabar, surat-surat pribadi,
catatan harian, momorial, kliping, dokumen pemerintah dan swasta, serta cerita roman
(sejarah). Bahkan untuk saat ini foto, tape, film, mikrofilm, disc, compact disk, data di
server / flashdisk, data yang tersimpan di web site, dan lainnya dapat dikatakan sebagai
bahan dokumenter.
Dari bahan-bahan dokumenter di atas, para ahli mengklasifikasikan dokumen ke dalam
beberapa jenis diantaranya;
Menurut Bungin (2008; 123); dokumen pribadi dan dokumen resmi.
Dokumen pribadi adalah catatan seseorang secara tertulis tentang tindakan,
pengalaman, dan kepercayaannya. Berupa buku harian, surat pribadi, & otobiografi.
Dokumen Resmi terbagi dua: pertama intern; memo, pengumuman, instruksi, aturan
lembaga untuk kalangan sendiri, laporan rapat, keputusan pimpinan, konvensi; kedua
ekstern; majalah, buletin, berita yang disiarkan ke mass media, pemberitahuan.
Menurut Sugiyono (2005; 82), berbentuk tulisan, gambar, dan karya
Bentuk tulisan, seperti; catatan harian, life histories, ceritera, biografi, peraturan,
kebijakan, dan lainnya.
Bentuk gambar, seperti; foto, gambar hidup, sketsa, dan lainnya.
Bentuk karya, seperti; karya seni berupa gambar, patung, film, dan lainnya.

Menurut E. Kosim (1988; 33) jika diasumsikan dokumen itu merupakan sumber data
tertulis, maka terbagi dalam dua kategori yaitu sumber resmi dan tak resmi
Sumber resmi merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh lembaga/perorangan
atas nama lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber resmi formal dan sumber resmi
informal.
Sumber tidak resmi, merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh individu tidak
atas nama lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber tak resmi formal dan sumber tak
resmi informal.

Studi Dokumen dalam Penelitian Sosial


Metode dokumenter merupakan salah satu jenis metode yang sering digunakan dalam
metodologi penelitian sosial yang berkaitan dengan teknik pengumpulan datanya.
Terutama sekali metode ini banyak digunakan dalam lingkup kajian sejarah. Namun
sekarang ini studi dokumen banyak digunakan oleh lapangan ilmu sosial lainnya dalam
metodologi penelitiannya, karena sebagian besar fakta dan data sosial banyak tersimpan
dalam bahan-bahan yang berbentuk dokumenter. Oleh karenanya ilmu-ilmu sosial saat
ini serius menjadikan studi dokumen dalam teknik pengumpulan datanya.
Data dalam penelitian sosial kebanyakan diperoleh dari sumber manusia atau human
resources, melalui observasi dan wawancara. Akan tetapi ada pula sumber bukan
manusia, non human resources, diantaranya dokumen, foto dan bahan statistik. Studi
dokumen yang dilakukan oleh para peneliti sosial, posisinya dapat dipandang sebagai
”nara-sumber” yang dapat menjawab pertanyaan; ”Apa tujuan dokumen itu ditulis?;
Apa latarbelakangnya?; Apa yang dapat dikatakan dokumen itu kepada peneliti?; Dalam
keadaan apa dokumen itu ditulis?; Untuk siapa?” dan sebagainya.(Nasution, 2003; 86)
Menurut Sugiyono (2005; 83) studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan
metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Bahkan kredibilitas hasil
penelitian kualitatif ini akan semakin tinggi jika melibatkan / menggunakan studi
dokumen dalam metode penelitian kualitatifnya. Hal senada diungkapkan Bogdan
(seperti dikutip Sugiyono) “in most tradition of qualitative research, the phrase personal
document is used broadly to refer to any first person narrative produce by an individual
which describes his or her own actions, experience, and beliefs”.
Metode kualitatif menggunakan beberapa bentuk pengumpulan data seperti transkrip
wawancara terbuka, deskripsi observasi, serta analisis dokumen dan artefak lainnya.
Data tersebut dianalisis dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang
memaknainya. Hal ini dilakukan karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk
memahami fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional.
Sehingga pendekatan kualitatif umumnya bersifat induktif. Selain itu, di dalam penelitian
kualitatif juga dikenal tata cara pengumpulan data yang lazim, yaitu melalui studi
pustaka dan studi lapangan. Studi pustaka (berbeda dengan Tinjauan Pustaka) dilakukan
dengan cara mengkaji sumber tertulis seperti dokumen, laporan tahunan, peraturan
perundangan, dan diploma/sertifikat. Sumber tertulis ini dapat merupakan sumber
primer maupun sekunder, sehingga data yang diperoleh juga dapat bersifat primer atau
sekunder. Pengumpulan data melalui studi lapangan terkait dengan situasi alamiah.
Peneliti mengumpulkan data dengan cara bersentuhan langsung dengan situasi
lapangan, misalnya mengamati (observasi), wawancara mendalam, diskusi kelompok
(Focused group discussion), atau terlibat langsung dalam penilaian.( Djoko Dwiyanto,
djoko_dwiy@ugm.ac.id).
Kajian dokumen merupakan sarana pembantu peneliti dalam mengumpulkan data atau
informasi dengan cara membaca surat-surat, pengumuman, iktisar rapat, pernyataan
tertulis kebijakan tertentu dan bahan-bahan tulisan lainnya. Metode pencarian data ini
sangat bermanfaat karena dapat dilakukan dengan tanpa mengganggu obyek atau
suasana penelitian. Peneliti dengan mempelajari dokumen-dokumen tersebut dapat
mengenal budaya dan nilai-nilai yang dianut oleh obyek yang diteliti. Pengumpulan data
perlu didukung pula dengan pendokumen¬tasian, dengan foto, video, dan VCD.
Dokumentasi ini akan berguna untuk mengecek data yang telah terkumpul.
Pengumpulan data sebaiknya dilakukan secara bertahap dan sebanyak mungkin peneliti
berusaha mengumpulkan. Maksudnya, jika nanti ada yang terbuang atau kurang
relevan, peneliti masih bisa memanfaatkan data lain. Dalam fenomena budaya, biasanya
ada data yang berupa tata¬cara dan perilaku budaya serta sastra lisan. (Endraswara,
http://fisip.untirta.ac.id/teguh/?p=16/).

Penggunaan Bahan Dokumenter dalam Penulisan Sejarah


Bagi penulisan sejarah sekarang ini, khususnya penulisan sejarah sosiologis yang
menggunakan ilmu kemasyarakatan sebagai pendekatannya. Fenomena masa lalu
difahami dari gambaran situasi dan kondisi sosial masyarakat pada masa lampau, yang
semuanya tidak ada dan tidak dilukiskan dalam bahan-bahan dokumenter. Dengan
demikian data historis dari dokumen perlu ditambah penyeleksiannya sesuai dengan
perspektif ilmu kemasyarakatan. Sehingga dalam menghadapi bahan dokumenter,
penggunaan konstruksi konseptual dan teoritis akan mempertinggi potensi heuristisnya
dan dapat diperbaiki metodologinya.
Dalam ilmu sejarah sebuah dokumen sebelum dapat digunakan sebagai data
penelitiannya, harus mengalami penyeleksian yang ketat. Dalam ilmu atau metodologi
sejarah itu disebut dengan kritisisme historis. Yaitu suatu usaha sejarawan untuk
mampu memberikan kritik terhadap nilai sebuah sumber, seperti keasliannya
(orisinalitas), bahan, bahkan maksud serta makna sebuah dokumen tersebut dibuat.
Kritisisme itu sendiri dibagi menjadi keritik ekstern dan kritik intern.
Metode kritisisme diatas, yang membedakan kembali antara ilmu kemasyarakatan dan
ilmu sejarah menyangkut masalah pemakaian bahan dokumenter, adalah bahwa tidak
semua tahap dari kritisisme historis perlu dilakukan sendiri dan dapat dibatasi pada segi-
segi essensial serta analisa dokumen. Yang oleh ilmu kemasyarakatan disebutnya
sebagai kritisisme tekstual, yakni menyelediki originalitas dokomen berdasarkan
teksnya, variant-variant tradisional bentuk serta gaya bahasanya. (Sartono, 1982:114).
Dengan demikian kritisime historis terhadap bahan-bahan dokumenter yang masih
dianggap perlu oleh ahli ilmu kemasyarakatan adalah: Pertama, analisa isi dari dokumen
dan kritisisme interpretatif yang positif, yaitu bagaimana menetapkan maksud dari
pembuat dokumen. Dan yang kedua, adalah analisa dari kondisi, yakni dalam kondisi
mana dokumen dibuat dan kritisisme negatif tentang dokumen, sehingga dapat
diverifikasikan pernyataan-pernyataan yang membuat dokumen itu.
Untuk mempelajarinya lebih jauh isi dari sebuah dokumen, kritisisme tekstual yang
pertama akan sangat jauh dalam meneliti sebuah dokumen. Dari langkah pertama akan
kita jumpai apa yang disebut dengan menti-fakta, yaitu suatu gambaran awal dari
pembuat dokumen tentang fakta di balik itu. Dengan demikian melalui kritisisme
interpretatif telah dapat diketemukan suatu segi subyektif sebuah dokumen, ditambah
dengan kritisisme intern atau langkah yang kedua lebih lanjut akan dapat
mengungkapkan faktor-faktor subyektif yang melekat pada bahan dokumenter.
Penilaian bahan dokumenter atas kegunaannya berdasarkan kriteria yang berhubungan
dengan hakekat subyek, komponen-komponen yang essensial, karakteristik, scope
waktu serta ruang dari segi subyek itu berada. Dalam penelitian sejarah dikategorikan
sebagai kegiatan menganalisis sumber atau memverifikasi sumber, guna mendapat satu
kesahihan fakta yang berada dibaliknya. Sebagaimana di pahami bahwa kesaksian dalam
sejarah merupak faktor paling menentuka sahih atau tidaknya bukti atau fakta sejarah
yang didapat dari bahan dokumen. Menurut Gilbert J. Garraghan (dalam Dudung A.,
2007:70) kekeliruan saksi pada bukti sejarah ditimbulkan dua sebab. Pertama,
kekeliruan dalam sumber informal yang terjadi dalam usaha menjelaskan,
menginterpretasikan, atau menarik kesimpulan dari suatu sumber dokumen. Kedua,
kekeliruan dalam sumber formal, yang disebabkan karena kekeliruan yang disengaja
terhadap kesaksian sebuah dokumen tidak mampu menyampaikan kesaksiannya secara
benar dan jujur.
Pada penelitian sosial, cara menganalisa isi dokumen ialah dengan mengetahui bentuk-
bentuk komunikasi yang dituangkan sebuah dokumen secara obyektif. Kajian isi atau
content analysis document ini didefinisikan oleh Berelson yang dikutip Guba dan Lincoln,
sebagai teknik penelitian untuk keperluan mendeskripsikan secara objektif, sistematis
dan kuantitatif tentang manifestasi komunikasi. Sedangkan Weber menyatakan bahwa
kajian isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk
menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen. Definisi lain
dikemukakan Holsti, bahwa kajian isi adalah teknik apapun yang digunakan untuk
menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan
secara objektif, dan sistematis (Moleong, 2007; 220).
Dalam metode sejarah, pembahasan mengenai analisis konten dokumen ini merupakan
bagian yang penting yang akan mempertaruhkan kredibilitas hasil penelitian sejarah.
Oleh karenanya pembahasan kajian isi ini memiliki segmen khusus dalam pembahasan
dan penggunaannya. Adapun yang terpenting dari kajian isi ini berkaitan dengan kritik
intern (kredibilitas) dan kritik ekstern (otentisitas) sumber data.
G.J. Renier (1997; 115) mencoba memberikan gambaran mengenai perbedaan kritik
intern dan ekstern ini dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang biasa dipakai oleh
kedua bentuk kritik tersebut. Dalam kritik ekstern pertanyaan yag dimunculkan berupa;
Apakah jejak yang saya yakini ini ada?, Apakah yang diceritakannya kepada saya, dan
apa yang dituntutnya itu ada?, Dalam bentuk bagaimana dia menulisnya?, lalu setelah
pertanyaan tersebut coba dikaji dan dianalisis, maka pertanyaan selanjutnya adalah;
Dapatkah saya mempercayai pesan yang ada di dalam jejak ini untuk saya pergunakan?
Apakah benar-benar kesudahan dari serangkaian peristiwa-peristiwa yang dalam
pengamatan pertama, kemunculannya ada? Atau Adakah disekitarnya suatu serangkaian
yang kurang jelas?, untuk menjawab pertanyaan tersebut maka diterapkan kritik intern.
Menurut Kuntowijoyo (1995; 99) sederhananya kritik ekstern (masalah otentisitas) itu
mencoba mengkaji suatu dokumen untuk membuktikan keaslian sumbernya, yaitu
dengan meneliti bagaimana kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya,
ungkapannya, kata-katanya, hurufnya, dan semua penampilan luarnya, untuk
mengetahui otentisitasnya. Jika masalah otentisitas telah diverifikasi, selanjutnya
peneliti melakukan uji kredibilitas (kritik intern), apakah dokumen tersebut dapat
dipercaya? Hal ini dilakukan dengan cara melakukan komparasi mengenai informasi
yang tertuang di dalam dokumen tersebut dengan data lain yang memiliki kesamaan
waktu dan tempat peristiwa.
Selanjutnya Kosim (1988; 34) menjabarkan secara detail mengenai kajian isi dokumen
dengan kritik ekstern dan intern. Masalah otentisitas dokumen (kritik ekstern) berupaya
menjawab tiga pertanyaan penting, yaitu
1. Apakah sumber tersebut memang sumber yang kita kehendaki? Singkatnya apakah
sumber tersebut palsu atau tidak? Bisa dikaji dengan meneliti; tanggal, materi yang
dipakai seperti tinta, pengarang, tulisan tangan, tanda tangan, materai, jenis huruf.
2. Apakah sumber itu asli atau turunan? Di sini digunakan analisis sumber. Jaman dulu
cara menggandakan sebuah dokumen dengan menyalin lewat tulisan tangan, berbeda
dengan sekarang menggunakan mesin fotocopy dan teknologi komputer dan scanner.
3. Apakah sumber itu utuh atau sudah berubah? Di sini digunakan kritik teks, seperti
yang banyak digunakan para ahli filologi.
Langkah selanjutnya menurut Kosim, melakukan kritik intern yang bertugas menjawab
pertanyaan Apakah kesaksian yang diberikan oleh sumber itu kredibel / dapat
dipercaya? Langkah-langkah untuk menjawabnya sebagai berikut;
1. Mengadakan penilaian intrinsik (yang hakiki) terhadap sumber. Dimulai dengan
menentukan sifat dari sumber, lalu menyoroti pengarang sumber tersebut.
2. Komparasi dengan kesaksian dari berbagai sumber.

Manfaat Penggunaan Bahan Dokumenter dalam Penulisan Sejarah


Sartono (1982:120) menyebutkan beberapa alasan bahan dokumenter diperlukan dalam
proses penelitian, seperti: membentuk dan memperbaiki alat konseptual peneliti;
menyarankan hipotesa baru; memberikan ilustrasi penelitian; memperoleh fakta baru
yang bersifat unik; membuat jembatan antara ilmu pengetahuan dab commons sense;
memperhatikan sistem dan metode-metode penelitian yang sesuai; dan memberikan
pengawasan fenomena terhada fakta detail dari kehidupan manusia.
Melihat kegunaanya yang sangat penting dalam, terutama dalam penelitian sejarah.
Bahan dokumenter secara umum dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
kegiatan penelitian sejarah yang lebih komprehensif. Lewat berbagai pendekatan
sejarah komprehensif, di mana penggunaan ilmu bantu sejarah seperti ilmu-ilmu
kemasyarakatan lainnya. Penggunaan bahan dokumenter, untuk saat ini diharapkan
dapat menambah gairah baru pada penelitian sosial, termasuk penelitian sejarah.
Artinya dorongan untuk melakukan penelitian sejarah yang selama ini mengacu pada
kegiatan penggalian sumber-sumber yang bersifat sekunder, yaitu pada bahan-bahan
yang tersedia secara langsung dari informasi tertulis. Dengan pengetahuan tentang
penggunaan bahan dokumenter, para peneliti sejarah mampu memberikan satu
alternatif penelitian yang lebih dalam dan berkualitas.
Penutup
• Dokumen merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi penelitian, baik
berupa sumber tertulis, film, gambar (foto), dan karya-karya monumental, yang
semuanya itu memberikan informasi bagi proses penelitian.
• Untuk saat ini type dan jenis bahan dokumenter tidak terbatas pada otobiografi, surat
kabar/majalah, surat-surat pribadi, catatan harian, momorial, kliping, dokumen
pemerintah dan swasta, serta cerita roman (sejarah), tetapi juga foto, tape, film,
mikrofilm, disc, compact disk, data di server / flashdisk, data yang tersimpan di web site,
dan lainnya dapat dikatakan sebagai bahan dokumenter.
• Penggunaan bahan dokumenter setidaknya sangat membantu ilmu-ilmu
kemasyarakatan seperti sosilogi dan antropologi, tapi juga membantu dalam menyelidiki
perkembangan masyarakat di masa lampau atau sejarah.
• Dalam ilmu sejarah sebuah dokumen sebelum dapat digunakan sebagai data
penelitiannya, harus mengalami penyeleksian yang ketat. Tahap dikenal dengan tahapan
kritik sumber, yang dilanjutkan dengan tahapan analisis dan interpretasi sumber.
• Fungsi penting bahan dokumenter dalam penulisan diharapkan memberikan
konstruksi konseptual dan teoritis yang mempertinggi potensi heuristis dari metodologi
sejarah.
• Akhirnya pengetahuan tentang penggunaan bahan dokumenter, untuk saat ini
diharapkan dapat menambah gairah baru pada penelitian sosial, terutama penelitian
sejarah.

DAFTAR PUSTAKA

Ardhana. Teknik Pengumpulan Data Kualitatif. Tersedia:


http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/08/teknik-pengumpulan-data-kualitatif/
http://asengkosasih.blogspot.com/2010/07/penggunaan-bahan-dokumenter-
dalam.html

Anda mungkin juga menyukai