- Arsip Aktif (UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan) adalah arsip dinamis yang
frekuensi penggunaannya tinggi dan/atau terus menerus;
- Arsip In Aktif (UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan) adalah arsip dinamis yang
frekuensi penggunaannya telah mengalami penurungan.
2. Arsip Statis (UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan) adalah arsip yang dihasilkan
oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan yang telah habis masa
retensinya, dan memiliki keterangan permanen setelah diverifikasi baik secara langsung
maupun tidak langsung oleh Arsip Nasional R. I. Dan/atau lembaga kearsipan.
• Menurut Bendanya
1. Arsip Primer adalah arsip yang asli, bukan karbon kopi, bukan salinan, foto copian dan
bukan mikrofilmnya;
2. Arsip Sekunder adalah arsip berupa tindasan, fotocopi, salinan atau microfilm.
Jenis-Jenis Dokumen
• Menurut Bungin (2008; 123); dokumen pribadi dan dokumen resmi.
1. Dokumen pribadi adalah catatan seseorang secara tertulis tentang tindakan,
pengalaman, dan kepercayaannya. Berupa buku harian, surat pribadi, & otobiografi.
2. Dokumen Resmi terbagi dua: pertama intern; memo, pengumuman, instruksi, aturan
lembaga untuk kalangan sendiri, laporan rapat, keputusan pimpinan, konvensi; kedua
ekstern; majalah, buletin, berita yang disiarkan ke mass media, pemberitahuan.
(termasuk dalam klasifikasi di atas, pendapat lexy Moleong dan Nasution)
• Menurut E. Kosim (1988; 33) jika diasumsikan dokumen itu merupakan sumber data
tertulis, maka terbagi dalam dua kategori yaitu sumber resmi dan tak resmi
1. Sumber resmi merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh
lembaga/perorangan atas nama lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber resmi formal
dan sumber resmi informal.
2. Sumber tidak resmi, merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh individu
tidak atas nama lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber tak resmi formal dan sumber
tak resmi informal.
http://elsieifayani.blogspot.com/2013/01/jenis-arsip-dan-jenis-dokumen.html
Arsip sebagai rekaman informasi (recorded information) yang merupakan gambaran dari
realitas pemilik atau pencipta arsip dalam dunia kearsipan dikenal sebagai creating
agency- baik itu individu maupun organisasi. Dalam konteks penelitian sejarah, arsip
dikategorikan sebagai sumber primer, disebut demikian karena arsip merupakan
pengetahuan tangan pertama (firsthand knowledge) dan rekaman sezaman dari suatu
kejadian atau peristiwa. Sebagai sumber primer dalam penelitian dan penulisan sejarah,
arsip merupakan komponen yang utama bahkan begitu besarnya peran arsip dalam
penulisan sejarah sehingga terdapat pemahaman bahwa apabila tidak ada
dokumen(arsip) maka tidak ada sejarah (no document no history).
Meskipun arsip memiliki substansi yang teramat penting dalam penulisan sejarah,
namun di negeri ini tampaknya belum diikuti oleh kesadaran pengelolaan arsip yang
baik. Sebagai gambaran umum bisa dilihat dari banyaknya dokumen atau arsip vital
negara yang hilang, sulitnya menemukan bahan arsip untuk penelitian, banyaknya
institusi, lembaga, instansi yang tidak memiliki records centre, dan masih banyak
persoalan seputar dunia kearsipan di Indonesia. Berangkat dari permasalahan di atas,
kita melihat bahwa kesadaran untuk mengumpulkan, menyimpan, maupun menata
berbagai dokumen atau arsip yang dinilai berharga belum banyak dilakukan. Bahkan, jika
dikaitkan dengan persoalan kultur, kegiatan mengarsip dan kepedulian terhadap
pentingnya arsip di negeri ini tergolong rendah.
Bahkan sudah menjadi semacam kewajiban bagi peneliti sejarah yang menulis desertasi,
mau tidak mau harus terbang ke negara lain untuk mencari berbagai dokumen
mengenai Indonesia. Sebut saja lembaga seperti Perpustakaan Universitas Leiden dan
KITLV (Pusat Penelitian Bahasa dan Antropologi) di Belanda, Perpustakaan milik
Universitas Cornell di AS, dan beberapa nama lembaga lain di luar negeri, telah demikian
dikenal memiliki dokumen yang tergolong lengkap tentang Indonesia.
Satu contoh kasus dialami oleh Tim Pustakaloka Harian Kompas yang mengalami
kesulitan saat berhubungan dengan dokumentasi tentang Indonesia. Untuk
mendapatkan naskah asli sebuah drama berjudul Lelakon Raden Beij Soerio Retno yang
terbit pada pertengahan abad ke-19, tim tersebut harus mengunjungi Perpustakaan
Universitas Leiden. Dari serangkaian gambaran di atas, pertanyaan yang muncul adalah
sudah sedemikian parahkah persoalan yang berkaitan kearsipan atau dokumentasi di
negeri ini? Bagaimana sebetulnya peta pendokumentasian di negeri ini? Apakah
memang semua koleksi negeri ini tiada lagi yang tersisa sehingga untuk mempelajari
sejarah negeri ini pun harus di negeri orang?
B. Kesadaran Kearsipan
Beberapa alasan mengapa manusia merekam informasi; alasan pribadi, alasan sosial,
alasan ekonomi, alasan hukum, alasan instrumental, alasan simbolis, dan alasan ilmu
pengetahuan.[1] Alasan-alasan tersebut pada hakikatnya merupakan sebuah kesadaran
bahwa begitu pentingnya nilai informasi bagi segala aspek kehidupan manusia. Oleh
karena itu untuk dapat memaksimalkan pemanfaatannya, informasi tidak cukup hanya
direkam, namun perlu upaya pengelolaan mulai dari penciptaan hingga masa akhir dari
pemanfaatan informasi tersebut. Mengelola informasi berarti mengelola arsip karena
sesungguhnya yang dimaksud arsip adalah rekaman informasi (recorded information).
Di dunia yang semakin kompleks ini, kegiatan apapun tidak lagi mengandalkan
ingatan pelaksana atau pelakunya. Apa yang harus dilakukan adalah mengelola
informasi melalui pengelolaan arsipnya. Benar kata pepatah bahwa memory can fail, but
what is recorded will remain..[2]
Membahas tentang arsip ataupun pendokumentasian, sebetulnya sepanjang sejarah
peradaban, kegiatan ini tidak bisa dihindarkan dari kehidupan manusia sebagai makhluk
individu maupun sosial. Kegiatan pengabadian diri maupun aktivitas diri manusia bisa
dikatakan telah berlangsung sejak manusia di masa prasejarah mulai membuat gambar-
gambar maupun guratan-guratan di dinding-dinding goa batu. Sejak saat itu, hingga
kemudian manusia mengenal aksara, tulis-menulis, hingga percetakan, kegiatan
pencatatan maupun pengabadian menjadi demikian berkembang. Dari sini sebenarnya
manusia menunjukkan kesadaran akan pentingnya pengarsipan atau
pendokumentasian.
Sadar akan keterbatasan ingatan manusia, maka kesadaran untuk merekam segala
aktivitas dalam wujud arsip dengan segala bentuknya menjadi sebuah keharusan.
Apabila aktivitas untuk mendokumentasikan atau mengarsipkan segala aktivitas
kehidupan sudah menjadi kesadaran maka berarti kita telah berupaya menghimpun
pengetahuan, dan tinggal memanfaatkan himpunan pengetahuan tersebut bagi
kemajuan peradaban manusia.
Pengelolaan arsip yang baik akan berdampak pada kemudahan proses heuristik dalam
kajian sejarah. Seperti diketahui bahwa pada dasarnya, metode penelitian sejarah
menyangkut tiga hal pokok. Pertama, mengenai cara-cara menemukan sumber sejarah,
yang juga lazim disebut heuristik. Dalam hal ini para peneliti sejarah diuntungkan oleh
keberadaan lembaga/instansi pemerintah dan swasta yang berfungsi sebagai tempat
menyimpan sumber sejarah, seperti perpustakaan, lembaga kearsipan, pusat-pusat
penelitian, dan sebagainya.
Hal kedua, setelah sumber ditemukan, adalah mengkaji isi sumber itu. Seberapa jauh isi
sumber itu bisa diterima sebagai keterangan yang dapat dipercaya. Untuk dapat
mengorek keterangan yang terkandung dalam sumber diperlukan keahlian tersendiri,
seperti diplomatika sebagaimana telah disebutkan; paleografi atau cara-cara memahami
tulisan kuno; kronologi untuk mencocokkan penanggalan yang berlaku dulu dan
sekarang; leksikografi atau cara menentukan arti istilah-istilah tempo dulu yang tidak
lagi digunakan pada masa kini; numimastik berkaitan dengan cara menentukan nilai
mata uang kuno; metrologi atau cara menentukan ukuran dan timbangan yang berlaku
dalam zaman yang berbeda-beda; toponimi atau cara menentukan nama-nama tempat
pada masa-masa lampau; dan sebagainya.
Aspek pertama dan kedua dalam metode sejarah di atas berkaitan erat dengan sumber.
Secara konvensional, sumber yang dimaksud adalah sumber primer (arsip). Pandangan
dasarnya ialah sumber primer merupakan bagian dari bukti tentang masa lampau yang
menjadi bahan sumber kajian, yang menjadi tumpuan apakah suatu peristiwa, kejadian,
ataupun gejala sejarah dapat direkonstruksi.
D. Kesimpulan
Suatu bangsa terbentuk dari pengalaman bersama di masa lampau, maka sejarah
menjadi esensial bagi nasion. Urgensi belajar sejarah adalah agar manusia mengenal
dirinya sendiri sebagai kelompok, menjadikan titik tolak pembangunan masa kini dan
masa datang, karena peristiwa sejarah berkesinambungan dari lampau, kini dan datang,
menemukan ilham dan keteladanan dari masa lampau demi hidup pada masa sekarang
dan yang akan datang, dan membangkitkan apresiasi kultural serta persahabatan antar
bangsa menuju perdamaian dunia.
Konflik sosial yang mengemuka kembali akhir-akhir ini seharusnya dapat direduksi
apabila bangsa ini sedikit saja memiliki kesadaran sejarah, karena dari kesadaran
tersebut berarti kita bisa belajar dari pengalaman-pengalaman kolektif sebagai bangsa.
Ekskalasi konflik pada level elite maupun horizontal yang semakin sering terjadi
merupakan refleksi belum sempurnanya penerapan prinsip nasionalisme, kesatuan
nasional kita ternyata masih rapuh. Hal tersebut mengindikasikan lemahnya kesadaran
kolektif (collective consciousness) bangsa ini, yang berarti lemahnya kesadaran sejarah.
Daftar Pustaka
Roeslan Abdul Gani, Kesadaran Sejarah dan Hari Depan Indonesia dalam Arsip dan
BELAJAR DARI MASA LALU, CERMINAN SAAT INI, GUNA MENATAP MASA DEPAN
Kamis, 15 Juli 2010
PENGGUNAAN BAHAN DOKUMENTER DALAM PENULISAN SEJARAH
by. A. Kosasih
Pendahuluan
Salah satu langkah penting dalam penelitian sejarah adalah sejauhmana pengetahuan
mengenali bahan dokumenter sebagai sumber utama dalam penelitiannya. Tidak semua
dokumen dapat menjadi sumber sejarah. Dokumen-dokumen yang diperoleh terlebih
dahulu harus diklasifikasi dan diuji, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber yang
mendukung data sejarah. Yang perlu diingat bahwa tidak cukup hanya satu dokumen
dapat mewakili informasi sejarah, tetapi harus ditunjang oleh dokumen-dokumen lain
yang bisa dianggap relevan terhadap satu obyek penelitian tertentu.
Penilaian bahan-bahan dokumenter sebagai sebuah data sejarah tidak hanya dilakukan
berdasarkan interpretasi dokumen serta isinya, dalam arti menyangkut bagaimana
mengetrapkan konsep-konsep, dan kategori-kategori atau teori. Juga termasuk
mempelajari bagaimana menyeleksi, mengenterprestasikan, mengklasifikasi dan
menyusunnya berdasarkan kategori kedekatan sumber pada obyek masalah.
Satu perhatian yang pernah menjadi fokus utama seorang pakar sejarah seperti Sartono
Kartodirjo (1982:96-122), adalah dengan pendekatan sosiologis yang digunakan didapat
bahwa data yang tersedia dalam bahan dokumenter tidak hanya khusus berhubungan
dengan penelitian sejarah, akan tetapi dapat digunakan bagi penelitian ilmu
kemasyarakatan lain seperti sosiologi dan antropologi. Sejarah yang menggunakan
pendekatan sosiologis cenderung lebih menekankan pada segi-segi institusional,
struktural, uni-formitas, pola-pola dan tendensi-tendensi umum atau khusus yang
menjadi fenomena di masyarakat. Penggunaan bahan dokumenter setidaknya sangat
membantu ilmu-ilmu kemasyarakatan termasuk sejarah dalam menyelidiki
perkembangan masyarakat di masa lampau.
Setidaknya dapat dibedakan antara ilmu kemasyarakatan dengan ilmu sejarah dalam hal
penggunaan sebuah bahan dokumen. Ilmu kemasyarakatan yang mempelajari manusia
secara langsung dengan melakukan observasi, sedangkan ilmu sejarah mengerjakannya
dengan menggali informasi yang disusun berdasarkan fakta-fakta yang didapat dari satu
atau lebih dokumen. Perbedaan penting lainnya menyangkut masalah perbedaan
perspektif, permasalahan dan prosedur pengolahan dokumen sebagai sebuah sumber.
Namun, perbedaan itu tidak akan menjadi halangan bagi kedua ilmu tersebut, sejauh
satu sama lainnya saling mendukung kegiatan penelitian masing-masing. Lebih jauh lagi
akan terlihat jika kita telah mengetahui cara atau prosedur dalam menggunakan bahan
dokumen sebagai bahan penelitian dari kedua cabang ilmu di atas. Prosedur yang
membuat generalisasi bahan dokumen oleh ilmu kemasyarakatan, itu berbeda dengan
prosedur partikulerisasi yang dilakukan ilmu sejarah, dalam artian ilmu sejarah di sini,
yaitu ilmu sejarah yang dilakukan oleh para ”sejarawan kritis”.(Sartono, ibid :97)
Kecenderungan penggunaan bahan dokumenter dalam penelitian yang bersifat
kualitatif, saat ini dipandang sebagai satu langkah penting yang banyak dilakukan oleh
penelitian ilmu-ilmu sosial, di luar ilmu sejarah. Hal ini disebabkan oleh adanya
kesadaran dan pemahaman baru yang berkembang di para peneliti sosial, bahwa banyak
sekali data-data yang tersimpan dalam bentuk dokumen dan artefak. Sehingga
penggalian sumber data lewat studi dokumen menjadi pelengkap bagi proses penelitian
sosial. Bahkan Guba seperti dikutip oleh Bungin (2007) menyatakan bahwa tingkat
kredibilitas suatu hasil penulisan sosial sedikit banyaknya ditentukan pula oleh
penggunaan dan pemanfaatan dokumen yang ada.
Menurut E. Kosim (1988; 33) jika diasumsikan dokumen itu merupakan sumber data
tertulis, maka terbagi dalam dua kategori yaitu sumber resmi dan tak resmi
Sumber resmi merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh lembaga/perorangan
atas nama lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber resmi formal dan sumber resmi
informal.
Sumber tidak resmi, merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh individu tidak
atas nama lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber tak resmi formal dan sumber tak
resmi informal.
DAFTAR PUSTAKA