Anda di halaman 1dari 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/315527112

MICE DAN DIGITALISASI PRODUK WISATA DALAM PERSPEKTIF PROMOSI


DESTINASI BALI Ni Made Eka Mahadewi SekolahTinggi Pariwisata Nusa Dua
Bali-Indonesia

Conference Paper · March 2017

CITATIONS READS

0 1,382

1 author:

Dr. Ni Made Eka Mahadewi., M.Par., CHE


Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali
19 PUBLICATIONS   10 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Tourism Field Study 2016 View project

All content following this page was uploaded by Dr. Ni Made Eka Mahadewi., M.Par., CHE on 23 March 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BISNIS MICE DAN DIGITALISASI PRODUK WISATA
DALAM PERSPEKTIF PROMOSIDESTINASI BALI

Ni Made Eka Mahadewi


SekolahTinggi Pariwisata Nusa Dua Bali-Indonesia
Email :eka.mahadewi@gmail.com

ABSTRAK

Dalam kepariwisataan terdapat tiga kategori wisatawan, yaitu wisatawan


bisnis (MICE), Visiting Friend and Relative (VFR) dan wisatawan dengan tujuan
liburan (leisure). Dalam perkembangan era digital yang berbasis online, peran media
dan jaringan sosial mempunyai peran penting untuk merubah perilaku wisatawan
dalam menentukan pilihan destinasi wisatanya. Wisatawan MICE mempunyai
karakteristik tersendiri yang tidak sama dengan karakteristik wisatawan VFR dan
liburan.
Tujuan dari penelitian ini adalah:1) untuk mengetahui peran kegiatan MICE
(Meeting, Incentive, Conference, Exhibition) sebagai atraksi bagi destinasi; 2) untuk
mengetahui peranmedia dan jaringan sosial (online) terhadap terhadap industri
MICE; 3) untuk mengetahui peran media dan jaringan sosial (online) terhadap
pemasaran destinasi di Bali. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan konsep dan teori di bidang pemasaran pariwisata, khususnya terkait
promosi destinasi. Penelitian ini didasarkan pada teknik penelitian eksplorasi yang
dikenal sebagai survei bibliografi intertekstual yang objektif.
Era digital telah memudahkan wisatawan untuk mengenal produk destinasi
dengan segala pelayanan jasa yang ditawarkan dan menjadi perhatian khusus para
pemasar destinasi. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa bisnis MICE tidak
sepenuhnya dipengaruhi oleh adanya pemasaran melalui media dan jaringan sosial
(online). Keterbatasan Bali yang belum memiliki Bali Convention Bureau (CVB)
menjadi salahsatu alasan belum maksimalnya penjualan destinasi MICE di kancah
internasional.

Kata kunci : MICE, digitalisasi, promosi, destinasi

1. PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Pemerintah telah menyatakan pariwisata menjadi sektor andalan dan akan
meningkatkan alokasi anggaran sektor pariwisata agar menjadi core economy secara
signifikan (detiktravel, 2016). Di tahun 2017, pariwisata telah menjadi prioritas ke-4
setelah pangan, energi dan maritim. Dalam upaya mendatangkan 20 juta wisatawan
mancanegara di tahun 2019, Presiden Jokowi mengharapkan perlunya differensiasi
produk, membangun brand destinasi, dan menentukan positioning Indonesia di
kancah internasional (tempo.co.id, 2016). Untuk dapat mendukung terwujudnya 15

1
juta wisatawan mancanegara di tahun 2017 ini, sinergi kementerian terkait sangat
diperlukan.
Pariwisata Indonesia menjadi penyumbang PDB (produk domestik bruto)
sebesar 10%, dan menjadi tertinggi di ASEAN. Dalam hal devisa, pariwisata
Indonesia menjadi penyumbang ke-4 devisa nasional sebesar 9,3%. Pertumbuhan
devisa dari sektor pariwisata merupakan devisa tertinggi yaitu mencapai 13%. Dari
sisi tenaga kerja, sektor pariwisata menjadi penyumbang tenaga kerja dan membuka
9,8 juta lapangan kerja atau sebesar 8,4%. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir,
lapangan kerja di sektor pariwisata tumbuh 30% (Kemenpar, 2017). Dari keseluruhan
tersebut diatas, Indonesia masih kalah jauh dalam perolehan devisa, dimana
perolehan devisa pariwisata Indonesia hanya setengah dari Malaysia dan seperempat
dari Thailand. Di tahun 2015 jumlah devisa Thailand dari sektor pariwisata sebesar
USD 44,553 juta, Malaysia sebesar USD 17,597 juta dan Indonesia hanya mampu
menghasilkan USD 12,578 juta. Jumlah devisa tersebut semakin bertambah dengan
jumlah kunjungan wisatawan ke Thailand sebesar 32,5 juta orang; ke Malaysia
sebesar 22 juta orang; ke Singapore sebesar 16 juta orang; dan ke Indonesia hanya
sebesar 12 juta orang di tahun 2016. Sebagai sektor andalan Indonesia yang ke-4
setelah minyak bumi, batubara dan minyak kelapa sawit; diproyeksikan tahun 2020
penerimaan devisa dari sektor pariwisata merupakan penyumbang terbesar. Dari
keseluruhan data yang ditunjukkan tersebut, Bali tetap menjadi barometer menjual
Indonesia bagi Kementerian Pariwisata untuk berpromosi di luar negeri (Arief Yahya,
2017).
Di tahun 2017 ini, Tripadvisor telah menobatkan Bali telah menjadi destinasi
utama, destinasi nomer satu dunia mengalahkan London (UK), Paris (Perancis),
Roma (Italia), New York (US), Kreta (Yunani), Barcelona (Spanyol), Siem Riep
(Kamboja), Praha (Chech Republik), dan Phuket (Thailand). Pariwisata Bali telah
menjadi ikon pariwisata nasional. Di tahun 2016, Bali menyumbangkan 43% jumlah
kunjungan wisatawan ke Indonesia dari total 12 juta wisatawan mancanegara.
Dalam pengembangannya, Bali masih diminati sebagai destinasi dengan kategori
leisure dibandingkan dengan wisatawan bisnis. Waver & Lawton (2006) menyebutkan
bahwa terdapat tiga kategori atau karakteristik wisatawan, yaitu wisatawan bisnis
(MICE), Visiting Friend and Relative (VFR) dan wisatawan dengan tujuan liburan
(leisure). Dalam perkembangan era digital yang berbasis online, peran media dan
jaringan sosial mempunyai peran penting untuk merubah perilaku wisatawan dalam
menentukan pilihan destinasi wisatanya (Mendes, 2013 dalam Murillejo, et al. 2015).
Sebagai destinasi MICE utama di Indonesia, Bali telah memberi dampak kontribusi
jumlah kunjungan wisatawan.
Disebutkan dalam data Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2017) bahwa jumlah
wisatawan dengan kunjungan MICE mengalami pasang surut tiap dua tahun. Dari
tahun 2009 ke tahun 2010 mengalami peningkatan; selanjutnya tahun berikutnya
mengalami penurunan. Demikian terus bergantian di tahun berikutnya. Dilihat dari
persentase wisatawan dengan tujuan MICE, dalam kurun waktu 8 tahun dari tahun
2008 sampai dengan tahun 2015 ditunjukkan bahwa persentase wisatawan
mancanegara hanya mencapai 4,36% (tertinggi tahun 2014-2015). Persentase

2
tertinggi wisatawan domestik yang berkunjung ke Bali dengan tujuan MICE
ditunjukkan oleh data tahun 2014 yaitu sejumlah 7,20%.
Pertumbuhan kunjungan wisatawan ke Bali dalam kurun waktu 6 tahun
terakhir menunjukkan total jumlahwisatawanmancanegara dan domestik yang datang
ke Bali mencapai 12.927.937 orang. Dari jumlah kunjungan tersebut, jumlah
wisatawan yang ke Bali hanya mampu menaikkan tingkat hunian kamar (okupansi)
sebesar 54,47% pada tahun 2016. Tingkat hunian kamar ini menurun tiap tahun dari
tahun 2013 sebesar 63,21%; menurun di tahun 2014 menjadi 60,31% dan menurun
lagi pada tahun 2015 sebesar 58,14%.Jumlah hunian tertinggi tiap tahunnya berada
pada bulan Juli-September.
MICE dalam kerangka porto folio produk wisata Indonesia, hanya
mendapatkan porsi 5% sebagai bagian dari produk buatan (mand made). Dan porsi
tersebut berbagi dengan pariwisata event (event tourism) yang diharapkan
berkontribusi sebesar 25%.Dibandingkan dengan destinasi MICE di dunia lainnya, Bali
yang tidak memiliki CVB tentu tak akan mampu mendapat tempat dalam urutan
destinasi MICE dunia. Jumlah kunjungan wisatawan akan meningkat apabila ada
mediator usaha bisnis yang menjembatani MICE tersebut. Tabel 1.1 menunjukkan
urutan destinasi MICE dunia yang tentunya masing-masing memiliki convention
bureau sebagai bagian bisnis MICE dunia.
Tabel 1.1
15 Kota International Meeting di Tahun 2015
No. City Country Association (CVB)
1 Beijing China Beijing Convention & Visitors Bureau
2 Berlin Germany Visit Berlin Convention Office
3 Brussel Belgium Visit Brussels
4 Buenos Aires Argentina Buenos Aires Convention & Visitors Bureau
5 Copenhagen Denmark Wonderful Copenhagen Convention Bureau
6 Istanbul Turkey Istanbul Convention Visitors Bureau
7 Paris Perancis Paris Convention Bureau
8 Madrid Spain Tourism for the Community of Madrid
9 London Inggris London and Partners
10 Seoul South Korea MICE Seoul
11 Singapore Singapore SECB-Singapore Exhibition Convention
Bureau
(Group of STB-Singapore Tourism Board)
12 Sydney Australia Sydney International Convention, Exhibition
and Entertainment Precinct (SICEEP)
13 Tokyo Japan Tokyo Convention & Visitors Bureau
14 Vancouver America Tourism Vancouver
15 Vienna Austria Austria Convention Bureau
Sumber :Smart Meetings, 2016

Pemasaran dan aktivitas kegiatan MICE di Bali selama ini didominasi oleh PCO
(Profesional Conference Organizer) yang bekerjasama dengan pemerintah.Mengingat
di Bali belum terbentuknya CVB, salah satuupayayang digunakan untuk
mendatangkan wisatawan MICE adalah dengan promosi di media

3
digital.Untukmeningkatkanpersentasekunjunganwismanke Bali,
komunikasiinformasidanteknologi global telah berdampakpada Bali itusendiri.
Semakinpopulernyalayananberbasislayanan online atau internet melaluiaplikasi yang
tersedia di komputer atauperangkatkomunikasi (gadget),
memungkinkanseseoranguntukmendapatkanlayanansesuaidengankebutuhandankeing
inanmereka, denganjumlahwisatawan yang
menggunakandandifasilitasimelaluiteknologi online
makasangatdiperlukanpenerapankonsep digital pada pemasaran destinasi. Dari sisi
pemasaran nasional, telah dilakukan promosi di tahun 2016 melalui: 1) media sosial
dengan capaian 10 media, 23.508.829 klik, dengan 2.272.847.472 impresi; 2) media
ruang dengan capaian 2.18333 unit, 7.818 poster, di 14 negara; 3) media cetak
dengan 104 media dan 497 kali tayang; 4) media elektronik dengan 45 channel
online, 75.759 spot, dan menghasilkan USD 80juta nilai media (Pitana, 2017). Bali
masih berkontribusi dan selalu mendominasi dalam setiap kegiatan promosi ke
luarnegeri. Kegiatan nasional yang tak meninggalkan Bali baik secara destinasi
maupun bisnis, di tahun 2016 telah dilakukan: 1) sejumlah 100 kegiatan Travel Mart;
2) sebanyak 58 kegiatan sales mission; 3) sebanyak 122 festival; dan 4) diikuti oleh
1.813 orang.
Bali memilikibanyakpotensiwisata di semuaupaya-
upayabesarsekarangdibuatuntukmempromosikanwisata.Melalui Bali
BadanPromosiPariwisata Daerah yang disebut BPPD (BadanPromosiPariwisata Daerah
Bali), sekarangbekerjasamadengan "Go Live"
merekamelakukandanmeningkatkantujuanuntukmenjaditujuan digital dancerdas.Go
Live adalahprodukdariatraksipariwisata Bali menggunakandesain digital
sebagaipromosialat pemasaran. Pada 2016, saluran Bali Go Livedipromosikan melalui
platform unggahan digital secarateraturmelalui media sosial sepertiyoutube,
facebook, Twitter, Instagram, tumbirdan LinkedIn.Pihak BPPD berharap program
sepertikomunikasi media sosial bisaterjadi.Media sosial sebagaialatpromosi online
adalahpentinguntukmembanguntujuan digital.Promosi yang dilakukan masih
didominasi oleh tayangan destinasi dengan kategori liburan (leisure). Secara online,
media sosial dan jaringan digital yang telah digunakan Bali dalam promosi wisata
MICE adalah di network pada table 1.2 :

Tabel 1.2
Website Meeting Venue di Bali
No website
1 www.balimice.com
2 www.baliconventioncenter.com/
3 www.baliconvention.com/
www.ttgmice.com/destination/indonesia-
4
bali
5 www.exoticbalitravel.com/mice/index.html
Sumber : media online (2017)
1.

4
2. KajianPustaka
Penelitian ini berdasarkan kajian pustaka yang didominasi oleh teori konsep di bidang
pariwisata, MICE, Digital serta kaitannya dengan aspek pemasaran terutama promosi.
a) MICE
Mengacu pada pembagian event dari Berridge (2007:12), pengelompokan event dan
MICE merupakan bagian yang tak terpisahkan. MICE yang di Indonesia dituangkan
dalam satu pasal di Undang-undang Pariwisata Nomer 10 tahun 2009, dalam teori
Berridge menyebutkan bahwa MICE adalah Event. Pembagian event yang
menyangkut MICE adalah :
Business and corporate events; cause-related and fund-raising events;
exhibition, exposition and fairs; entertainment and leisure; festivals;
government and civic events; hallmark events; marketing events; meeting
and convention events; social-life cycleevents; sports event; conference;
charity events; christmas party; corporate away days, exhibition field
marketing; incentive travel; private parties; product launches; gala dinners.
Dengan melihat pembagian event dari Berridge, kategori Meeting, Incentive,
Conference dan Exhibition yang dikenal sebagai MICE, dalam teori Berridge adalah
bagian dari events.

b) Promosi
Getz, 1991; dan Frederick, 1997 dalam Davidson dan Roger (2006) telah
mengkaji berbagai kondisi yang dibutuhkan untuk suatu event khusus untuk
memperoleh hasil yang “besar”. Dia menyebutkan faktor-faktor seperti dampak
ekonomi yang dihasilkan dari event tersebut, kapasitas atau jumlah pengunjung yang
hadir selama event tersebut berlangsung, biaya yang dibutuhkan dalam
menyelenggarakan event tersebut, maupun prestise dan reputasi yang bisa diperoleh
dari penyelenggaraan event tersebut. Publisitas yang mendunia yang diciptakan oleh
event tersebut juga ikut dibahas.Pembatasan terhadap faktor-faktor tersebut juga
dimunculkan untuk memberikan bukti bahwa faktor-faktor tersebut berkaitan dengan
kerangka waktu dari kejadian/event tersebut—yakni, dampak jangka pendeknya.
Getz (1991 : 47) juga menyimpulkan bahwa, lebih dari sekedar penilaian, pengertian
dari event-besar berhubungan dengan “tingkat signifikansi relatif dari suatu event”.
Sebenarnya, signifikansi yang sesungguhnya dari suatu event-besar hanya muncul
dan dapat dipahami di dalam jangka panjangnya.Davidson dan Roger (2006)
mengutip dari Roche, 1994:1 menyampaikan bahwa “Event-besar adalah event-event
jangka-pendek dengan konsekuensi-konsekuensi jangka panjang untuk negara-
negara yang menyelenggarakannya”.
Menurut Gunn (2002:57), promosi dalam kegiatan perencanaan pariwisata,
termasuk kategori yang dominan dibandingkan dengan pengembangan fisik. Promosi
merupakan komponen penting dan memiliki keterkaitan yang kuat antar komponen
dalam perencanaan destinasi.Promosi pariwisata adalah kebijakan besar yang
mencakup kegiatan nasional, provinsi, wilayah, pengembangan daerah, dan bisnis

5
pariwisata. Terdapat empat komponen aktivitas promosi pariwisata yaitu :advertising,
publikasi, public relation dan insentif. Sedangkan Schmoll (1977) menyebutkan tiga
jenis promosi pariwisata yang disebut dengan adevrtising, sales support, public
relation. Weaver dan Lawton (2006) memberikan 6 faktor promosi destinasi antara
lain Presentation, Personal Selling, Sales Promotion, Publicity, Merchandising,
Advertising. Teori Gunn (2002) yang terdiri dari Advertising, Publicity, Public
Relation, Incentives menjadi bagian dari teori yang digunakan.

c) Digitalisasi Produk Wisata


Digital dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti hal yang berkaitan
dengan angka-angka dengan sistem perhitungan tertentu dan berhubungan dengan
penomeran. Digitalisasi bermakna proses pemberian dan pemakaian sistem digital.
Lazar and Kelley (1962:413) yang diadopsi oleh Hebestreit, 1975:82
(Scmoll,1976:22-32) menyebutkan instrumen produk pariwisata terdiri dari beberapa
hal yaitu: (1) pelayanan kepada wisatawan; (2) kualitas produk , (3) harga produk,
(4) kondisi tempat penyelenggaraan produk, (5) transportasi, (6) akomodasi, (7)
entertainment, (8) jasa travel agent, (9) pedagang pengecer. Sedangkan Lickorish
(1958:216 ed Scmoll,1976:46) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan terhadap destinasi wisata sebagai sebuah produk terdiri dari (1) harga,
(2) Atraksi wisata, (3) Fasilitas wisata,(4) pelayanan wisata, (5) aksessibilitas, (6)
pelayanan awal perjalanan, (7) informasi wisata, (8), image, (9) asosiasi wisata.
Digitalisasi produk wisata dapat dikatakan sebagai sebuah proses pemberian
dan pemakaian berbagai produk yang terkait dengan kegiatan wisata ke dalam
bentuk sistem digital. Produk pariwisata, dalam tatanan kepariwisataan termasuk
didalamnya adalah destinasi pariwisata (Medlik, 1993 dalam Laitenen, 2004).Produk
digital atau e-produk adalah produk dengan wujud bukan fisik atau biasanya
berbentuk elektronik yang biasanya diperjual-belikan secara online melalui media
internet. Produk digital disimpan, dikirim dan dipergunakan dalam format elektronik
serta bentuk jual-belinya melalui pemasaran digital. Produk digital biasanya
dikirimkan ke pembeli melalui media e-mail atau digital download secara online dan
bentuk penawaran biasanya dalam format katalog digital.

2.2 Pokok Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, Bali sebagai destinasi MICE mampu
maksimal berkontribusi menambah jumlah kunjungan wisatawan dan meningkatkan
hunian kamar hotel.MICE hanya mampu berkontribusi sebesar rata-rata 4% per
tahun dari total jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali. Sedangkan dari
tingkat hunian kamar hotel terus menurun dari tahun 2013, di tahun 2016 berada
pada angka 54%. Di satu sisi, Bali sebagai destinasi telah mendapatkan penghargaan
sebagai destinasi terbaik dunia versi Tripadvisor 2017; dan hal ini tentunya menjadi
peluang bagi Bali untuk lebih meningkatkan kegiatan MICE dalam mendukung 20 juta
wisatawan mancanegara di tahun 2019. Permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah:
1) Apa sajakah faktor yang mempengaruhi pertumbuhan wisatawan MICE ke
Bali?

6
2) Digitalisasi produk wisata apa sajakah yang dapat berpengaruh terhadap
kunjungan wisatawan MICE ke Bali?

2.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui berbagai hubungan bisnis
MICE dalam meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan peningkatan hunian
kamar hotel. Tujuan khusus dari penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
(1) Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pertumbuhan wisatawan MICE ke
Bali
(2) Untuk mengetahui digitalisasi produk wisata yang dapat berpengaruh terhadap
kunjungan wisatawan MICE ke Bali

2.4. Model Penelitian


Model yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian dengan gambar
sebagai berikut:

PEMERINTAH MENINGKATNYA
BISNIS MICE JUMLAH
(INDUSTRI MEETING WISATAWAN
WISATAWAN PCO VENUE DAN HOTEL)
MICE
TINGGINYA TINGKAT
HUNIAN KAMAR
CVB

Promosi DIGITALISASI PRODUK WISATA DI DESTINASI

Gambar 1: Model Penelitian (Mahadewi, 2017)

3. Metodologi
Penelitian ini didasarkan pada teknik penelitian eksplorasi dikenal sebagai survei
bibliografi intertekstual yang objektif (Burnt, 2007), adalah untuk menjelaskan teori
konsep danpermasalahan yang ditimbulkan. Teknik ini digunakan untuk
mengidentifikasi masalah, mengidentifikasi teori dan konsep, pencarian hasil literatur
dan kajian sebelumnya, serta penentuan materi terkait MICE, digital dan promosi
yang ditinjau secara mendalam. Sebanyak lebih dari 27 sumber referensi digunakan
dan kemudian dibandingkan dengan menunjukkan intertekstualitas teori konsep yang
ada. Teori konsep ini digunakan untuk mengidentifikasi dan memecahkan
permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Untuk mengkonfirmasi temuan teori
konsep dalam menjawab permasalahan, digunakan narasumber yang kompeten di
bidang MICE dan pemasaran pariwisata.

4. Pembahasan
Terjadinya perjalanan wisatawan dan perkembangan teknologi membawa
pengaruh besar terhadap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.Digital marketing
menjadi sebuah trend yang saat ini banyak dilakukan oleh sebagian orang

7
bisnis.Dunia digital berkembang sesuai dengan perkembangan jaman.Hal ini jauh
lebih nyaman bagi perusahaan untuk melakukan survei online dengan tujuan untuk
mendapatkaninformasi yang relevan dari kelompok sasaran dan menganalisis hasil
berdasarkan tanggapan mereka.Potensi pelanggan dapat menjadi ulasan dan
rekomendasi dalam membuatkeputusan tentang pembelian produk barang atau jasa.
Pemasaran digital adalah penggunaan teknologi untuk membantu kegiatan
pemasaran dalam rangka meningkatkanpengetahuan pelanggan dengan cara
mencocokkan kebutuhan mereka (Chaffey, 2013). Pemilik usaha merasa perlu untuk
menyebarkankata tentang produk atau jasa mereka melalui surat kabar dan dari
mulut ke mulut. Digitalpemasaran menjadi populer karena menggunakan perangkat
media massa sepertitelevisi, radio dan internet. Alat digital marketing yang paling
umum yang digunakan saat ini adalahSearch Engine Optimization (SEO). Perannya
adalah untuk memaksimalkan mesin pencari seperti cara Google menemukan
website. Untuk menjadikan bisnis sukses masih diperlukan cara dengan
menggabungkan online dengan metode tradisional untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan (Parsons, et.al. 1996).
Dalam pemasaran berbasis digital; ada berbagai jenis aktivitas bisnis yang
dilakukan. Jenis aktivitas pemasaran digital tersebut antara lain: 1) the data whiz; 2)
the e-artiste; 3) the social media master; 4) the beta taster; 5) the marketing
purpose; 6) the old school advertiser; 7) the snarky marketer.Mengemas produk
wisata kedalam bentuk digitalisasi produk wisata, merupakan tugas bagi pemasar
dalam menjual produknya secara online. Para pemasar produk akan mengemas
produknya secara online melalui Myspace, youtube, facebook, Twitter, Instagram,
tumbir dan LinkedIn. Dari penelitian Khan, et.al. (2013) menunjukkan penggunaan
media iphone-MMS dan SMS mendapat penilaian tertinggi, diikuti penggunaan video
online, penggunaan google, konten website, Youtube dan Facebook. Semua alat
pemasar digital tersebut dianggap penting dalam membantu penjualan produk.
Aplikasi yang mendapat penilaian rendah diantaranya Webinar, pay per-click, google
analytics, Blog dan META tag.
Dalam penelitian Mahadewi (2016) menunjukkan bahwa dalam promosi online
yang dilakukan oleh industri pariwisata di Bali terbanyak dilakukan melalui pemasaran
langsung menggunakan email (email direct marketing) serta menggunakan
presentasi media sosial.Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada table 4.1.Dari
penelitian sebelumnya juga dilakukan penelitian terhadap persepsi para pemasar
terhadap produk digital di Bali.Hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas yang dominan
dilakukan adalah dengan memperhatikan konten pemasaran, tanpa mengabaikan
konten otomatis. Selanjutnya dalam menentukan media sosial yang sering digunakan
oleh para pemasar produk wisata, standar deviasi tertinggi atau yang dominan dipilih
adalah media twitter tanpa mengabaikan media youtube. Media twitter dalam
pemasaran produk bisanya menggunakan visualisasi dan lebih memberikan paparan
yang pendek dengan harapan mendapat respon yang lebih banyak. Berbeda dengan
halnya facebook, dalam pemasaran produk wisata belum maksimal untuk diminati
karena berbagai hal yang tak diungkap dalam penelitian ini.Namun dapat dipastikan
bahwa media facebook lebih banyak menggunakan paparan yang panjang (lihat tabel
4.2). Hasil penelitian ini yang telah dilakukan di tahun 2016 tersebut, sekarang di

8
tahun 2017 sudah mulai berkembang dengan cepat penggunaan video online dengan
sasaran pengguna kalangan remaja. Penggunaan ‘vlog’ mulai menggantikan posisi
twitter, instagram dan bahkan blog. Para pengguna vlog (video log), atau yang
disebut vlogger, menjadi pasar potensial sebagai pemasar destinasi.Dengan
menunjukkan aktivitas di daerah tujuan wisata, vlog saat ini semakin diminati.Terkait
dengan bisnis MICE, hasil yang ditimbulkan oleh para vlogger, dapat membantu para
pebisnis dalam mempromosikan produk dan jasanya.Salah satu konten yang paling
sering diunggah dalam sebuah media sosial adalah foto, foto yang di-upload pada
media sosial tersebut kemudian akan menimbulkan munculnya reaksi eWOM atau
Electronic Word of Mouth. Kotler (2000:165) menyebutkan bahwa minat merupakan
suatu dorongan, atau rangsangan internal yang kuat yang memotivasi tindakan
dimana dorongan ini dipengaruhi oleh stimulus.Kaitannya dengan pariwisata teori
minat berkunjung diambil dari teori minat beli terhadap suatu produk, sehingga
dalam beberapa kategori minat beli dapat diaplikasikan dalam minat berkunjung.

Tabel 4.1
Promosi Online di Bali

No. Keterangan Mean SD KV(%)


Variabel Promosi Online
Presentasi
PR1 Presentasi media social 4,1 0,988 24,10
PR2 Pemasaran langsung dengan e-mail 4,24 0,766 18,06
PR3 Konten pemasaran 3,73 0,816 23,45
Mean PR 4,02 0,857 21,87
Penjualan Langsung
PS1 sales mission ke luarnegeri 3,47 0,857 24,67
PS2 Kontak yang berkesinambungan dengan pembeli 3,59 0,898 24,99
PS3 Bertemu pasar/pembeli potensial 3,76 0,738 19,65
Mean PS 3,61 0,831 23,10
Sales Promotion
PO1 Menawarkan diskon online 3,99 0,815 20,41
PO2 Menawarkan vouvher kamar hotel 3,59 0,920 25,68
PO3 Memberikan point bagi pelanggan 3,38 0,864 25,58
Mean PO 3,65 0,866 23,89
Publikasi
PU1 Promosi bersama stakeholders 3,37 0,862 25,62
PU2 Menempatkan informasi baru 3,45 0,840 24,33
Mean PU 3,41 0,851 24,98
Merchandising
ME1 souvenir melalui online 3,8 0,859 22,61
ME2 Design special promosi online 4,1 0,758 18,48
ME3 Memberikan penawaran khusus 3,93 0,715 18,21
Mean ME 3,94 0,779 19,77
Advertising
AI1 Bali menggunakan promosi offline (spanduk, brosur) 3,74 0,922 24,67
AI2 Bali menggunakan media elektronik (TV, radio) 3,91 0,785 20,07
AI3 Bali menggunakan media HP dengan sms sebagai 3,9 0,766 19,64
media promosi
Mean AI 3,85 0,824 21,46
Promosi Online terhadap Citra Destinasi 3,75 0,835 22,51
Sumber: Hasil Penelitian (Mahadewi, 2016)

9
Tabel 4.2
Persepsi Pemasar Destinasi terhadap Penggunaan Produk Digital

No. Item Mean SD KV(%)


DIGITAL DESTINATION
Digital Marketing Activities
1 Konten pemasaran 3,27 1,042 31,83
2 e-commerce marketing 3,96 0,850 21,48
3 Konten otomatis 3,83 0,961 25,10
Mean DMA 3,69 0,951 26,14
Media Digital Marketing
1 Facebook 3,86 0,786 20,36
2 Instagram 3,79 0,788 20,78
3 Youtube 3,94 0,788 19,99
4 Twitter 3,64 0,813 22,34
Mean MDM 3,81 0,794 20,87
Kesetiaan Penggunaan Produk Digital di destinasi 3,75 0,873 23,51
Sumber: Hasil Penelitian (Mahadewi, 2016)

Dari aspek PCO yang menjadi model penelitian, saat ini di Bali ada 5 PCO
dari 12 PCO yang berijinyang mampu menangani event MICE berskala
besar.PCO ( Professional Congress Organizer ) adalah perusahaan khusus
untuk melaksanakan pertemuan (meeting) atau kegiatan dengan basis
profesional. PCO adalah konsultan, administrator, kreator yang memberikan
perhatian penuh bagi mendukung suksesnya kegiatan pertemuan yang
diselenggarakan baik pemerintah, swasta, organisasi maupun assosiasi
nasional, regional maupun internasional. Dalam mengerakkan wisata MICE,
dibandingkan dengan daerah tujuan wisata dunia lainnya; maka Bali masih
tertinggal dalam hal belum memilik sebuah Convention Visitor Bureau (CVB).
Seperti halnya sebuah usaha dagang yang mau memasarkan produknya
secara online, maka usaha dagang tersebut harus memiliki badan usaha
resmi. Perumpaan tersebut dapat digunakan sebagai bentuk wadah bahwa
usaha jasa MICE untuk dapat bersaing secara internasional setidaknya
memiliki CVB. Dari lengkapnya faktor-faktor pendukung wisata MICE ini,
diharapkan akan terwujud peningkatan jumlah wisatawan berkualitas dari
pasar MICE dan meningkatnya hunian kamar di Bali. Selama ini diketahui
bahwa jumlah kamar akomodasi di Bali mencapai 130.000 kamar (PHRI Bali,
2017) dengan tingkat hunian hanya rata-rata sebesar 54% (Disparda, 2016).
Para penyelenggara kegiatan MICE di Bali, menggunakan digitalisasi
produk wisata dengan tujuan dan kepentingan yang berbeda. Saat ini proses
penyelenggaraan dan penawaran bidding menggunakan media online. Semua
data dan dokumen penawaran dilakukan secara intensif melalui fasilitas
digital. Selain dalam penawaran bidding, para PCO menggunakan media
sosial sebagai bentuk pencitraan dan ’branding’ perusahaan. Penggunaan web
dominan disiapkan dengan tujuan untuk menyampaikan profil perusahaan

10
kepada khalayak umum. PCO mengakui bahwa dengan digitalisasi saat ini
telah memudahkan setiap administrasi, terutama untuk kemudahan
berkomunikasi dengan pelanggan, menyampaikan pesan atraksi wisata yang
dapat ditawarkan sebagai pendukung event; menyampaikan pesan
perlengkapan pendukung MICE secara online, dan menyampaikan pesan
kepada klien akan infrastruktur destinasi yang ditawarkan. Penggunaan media
digital bagi PCO diharapkan dapat mendukung perusahaan dalam
mendapatkan dan memenangkan ’bidding’. Faktor-faktor yang mempengaruhi
menang tidaknya penawaran yang dilakukan diantaranya adalah citra atau
reputasi perusahaan, penawaran program yang fokus sesuai permintaan,
network (relasi) dan kemampuan menyampaikan produk jasa dengan baik.
Dari aspek pemerintah, dukungan terhadap sektor pariwisata sudah
menunjukkan perhatian yang besar, yang dapat dibuktikan dengan berbagai
penghargaan yang diperoleh.Tahun ini dilakukan penawaran program digital dari
Kementerian Pariwisata dalam bentuk ITX (Indonesia Travel Exchange).ITX didesain
serupa dengan bisnis online lainnya.ITX ditawarkan memberikan kemudahan yang
lebih rendah dalam biaya administrasi keikutsertaan pelanggan dibandingkan dengan
booking.com, agoda.com.tiket.com, expedia. ITX dalam pemasaran destinasi saat ini
masih terus mengupayakan mendapatkan supplier yang direncanakan diperoleh dari
5.100 hotel, 8 lokal airline, 5 theme park, dan berbagai industri dagang serta
restoran/rumah makan, termasuk saat ini mengupayakan dari usaha jasa homestay.
Terkait hal ini, industri MICE secara tidak langsung kedepannya akan mendapat
manfaat lebih mudah dalam mendapatkan bisnis online di dunia digital tanpa batas.

5. Simpulan dan Saran


Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1) Bali saat ini menjadi destinasi nomer satu dunia (tripadvisor, 2017). Dalam
bisnis MICE, Bali masih belum memiliki Convention Visitor Bureau, yang
hendaknya dapat menjadi asosiasi pariwisata yang sejajar dengan CVB
negara-negara yang mengandalkan kegiatan Meeting.
2) Dari berbagai rangkuman teori konsep dan hasil referensi narasumber, produk
digital berbasis online yang menjadi trend kedepan untuk mempromosikan
destinasi wisata adalahdengan video online dan YouTube.
3) Dalam pemasaran produk wisata MICE, penjualan melalui online tidak
sepenuhnya dapat berpengaruh; masih diperlukan teknik penjualan langsung
dalam bentuk sales mission, farm trip dan sales call ke negara-negara yang
potensial memberikan peningkatan jumlah wisatawan MICE
4) Media digital dari sisi konten pemasaran menjadi perhatian pemasar destinasi
dalam menjual dan memasarkan produknya. Dalam bisnis MICE hal ini
dilakukan untuk pencitraan yang ditampilkan dalam web perusahaan.
5) Media sosial dalam bisnis MICE digunakan untuk pencitraan dan branding
perusahaan.

11
6) Penggunaan digital marketing bagi bisnis MICE diperlukan untuk kemudahan
klien mendapatkan informasi, menyampaikan pesan atraksi, perlengkapan
pendukung MICE dan infrastruktur destinasi.
7) Pemerintah pusat dan daerah diharapkan memediasi terbentuknya CVB dalam
mendukung jumlah kunjungan 20 juta wisatawan mancanegara.
8) Bisnis MICE dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan tingkat
hunian kamar pada saat ‘low season’.
9) Penelitian ini masih harus terus dikembangkan dengan penelitian lanjutan
yang melibatkan pendapat dan respon seluruh komponen stakeholder
pariwisata.

Daftar Pustaka

Brunt, P. 1997. Market Research in Travel and Tourism.Oxford : Butterworth


Heinemann
Buhalis.D, Amaranggana,A. 2013. Smart Tourism Destination. Information and
Communication Technologies in Tourism 2014, DOI: 10.1007/978-3-319-
03973-2_40, Springer International Publishing Switzerland
Chourabi, H. Nam. T. Gracia, JRG. Walker, S. Mellouli, S. Nahon,K. Pardo,TA.
Scholl,HJ. 2012. Understanding Smart Cities: An Integrative Framework. 45th
Hawaii International Conference on System Sciences
Chon, K-S. (1990). The role of destination image in tourism: A review and discussion.
The Tourist Review, 45(2), 2–9.
Getz, D. 1991.Festivals, Special Events and Tourism. New York: Van Nostrand
Reinhold.
Getz, D. 1997. Event Management and Event Tourism. New York: Cognizant
Communications.
Getz, D. Frisby, W. 1988. Evaluating Management Effectiveness in Community-Run
Festivals. Journal of Travel Research.
Getz, D. 2008. Progress in Tourism Management, Event Tourism: Definition,
Evolution and Research. Haskayne School of Business University of Calgary.
2500 University Ave. NW.Calgary Alberta Canada T2N IN4: Elsevier.
Hair Jr, Bush, Ortinau. 2002. Marketing Research Within a Changing Information
Environment. McGraw-Hill/Irwin, 2 Edition, p.361
IAPCO. 2016. IAPCO Statistic Report. www. iapco.org
INCCA Bali. 2013. Komunikasi personal. face to face communication dan email. PT.
Pacific World Travel Nusantara. Denpasar.
ICCA. 2015. ICCA Statistic Report. personal communication via email. www.
iccaworld.com.
Khan, F. Siddique,K. 2013.The Importance Of Digital Marketing. An Exploratory Study
To Find The Perception And Effectiveness Of Digital Marketing Amongst The
Marketing Professionals In Pakistan. DHA Suffa University,Phase VII (Ext),
DHA, Karachi-75500, PAKISTAN

12
Kotler, P. Gertner, D. 2002. Country as A Brand, Product, and Beyond: A Place
Marketing and Brand Management Perspective. Journal of Brand
Management.
Kotler, P. Haider, D. H. Rein, I. 1993. Marketing Places: Attracting Investment.
Industry, and Tourism to Cities, States, and Nations. The Free Press, New
York.
Mahadewi, NME. 2016. Online Promotion to Bali as A Digital Tourist Destination.
Paper Tourism Event International Seminar, PNB.
Murillejo, CNC. Cardenas, G. Rodrigues, H. 2013. Online Tourism, Virtual Identity and
Sexual Exploitation.School of Communication Sciences, Universidad de Los
Libertadores, Bogotá (Colombia).Revista Latina de Comunicación Social, 70,
pp. 381 to 400. http://www.revistalatinacs.org/070/paper/1051/21en.html
DOI: 10.4185/RLCS-2015-1051en
Oppermann, M. 1996. Convention Cities - Images and Changing Fortunes. Journal of
Tourism Studies.
Oppermann, M. 1998. Association Involvement and Convention Participation, Journal
of Hospitality & Tourism Research
Oppermann, M. 1999. Predicting Destinations Choice – A Discussion of Destination
Loyalty. Journal of Vacation Marketing.
Oppermann, M. 2000. Tourism Destinations Loyalty. Journal of Travel Research.
Oppermann, M. Chon, K.S..1997. Convention Participation Decision-making Process.
Annals of Tourism Research.
Pike, S. 2008. Destination Marketing, An Integrated Marketing Communication
Approach. Elsevier Butterworth Heinemann.
Pitana, IG. 2017. Paparan Strategi Pariwisata Indonesia, Mengejar Kualitas dan
Kuantitas. FGD. Forwarpar, Hotel Ibis Harmoni. Jakarta
Presbury, R. Edward, D. 2005. Incorporating Sustainability in Meetings and Event
Management Education, International Journal of Event Management research
Vol.1 No.1. University of Western Sydney Australia.
Puad, A. S. M. Badarneh, B. M. 2011. Tourists Satisfaction and Repeat Visitation;
Toward a New Comprehensive Model. International Journal of Human and
Social Sciences 6:1.
Ritchie, J. Couch, G. 2000. The Competitive Destination : A Sustainability Perspective.
Tourism management.
Ritchie, J. R. B. 1984. Assessing the Impacts of Hallmark Events : Conceptual and
Measurement Issues. Journal of Travel research, Vol.-1, No-23.
Ritchie, J. R. B. Smith, B. 1991. The Impact of a Mega Event on Host Region
Awareness: A Longitudinal Study. Journal of Travel Research.
Ritchie, J. R. B. Couch, G.I. Crouch G. I. 2003. A Competitive Destination: A
Sustainable Tourism Perspective. UK: CABI Publishing.
Richards, G. Wilson, J. 2007. Tourism, Creativity and Development. Routledge. Oxon
Usa, ISBN 13: 978-415-42756-2 (hbk).
Richards, G. Wilson J. 2007.Tourism, Creativity and Development, Routledge
Contemporary Geographies of Leisure.Tourism and Mobility, London.

13
Rittichainuwat, B. 2010.Image of Thailand as An International Convention and
Exhibition Destination.Journal International Program in Hotel & Tourism
Management Siam University.Summit secretariat of the ICES 2010.
Rogers, T. 2003. Conferences and Conventions: A Global Industry. Oxford:
Butterworth-Heinemann.
Romero, P. G. 2007. Hotel Convention Sales, Services, and Operations. Elsevier
Butterworth Heinemann.
Rutherford, D. G.Kreck, L. A. 1994. Conventions and Tourism: Financial Add-on or
Myth? Report of a Study in One State, Journal of Travel & Tourism Marketing.
RaiUtama, Mahadewi, NME, Metodologi Penelitian Pariwisata dan Perhotelan, PT Andi
Jogjakarta, 2013
Tan, C. S. R. 2007.A Comparative Analysis of MICE Destinations between Macau and
Singapore. Thesis. University of Nevada Las Vegas.
Woodside, A. G., King, R. L. 2005. Qualitative Comparative Analysis of Travel and
Tourism Purchase-Consumption Systems.Boston College USA, University of
Hawaii. Hilo Hawaii.`
Woodside, A.G. Lysonski, S. 1989. A general model of travel destination
choice.Journal of Travel Research.
Yahya.A. 2017. Paparan Indonesia Incorporated Harmony and Synergy. Pembekalan
Atase Perdagangan RI. 20 Maret. Jakarta
Yang, L.T. Gu, Z. 2009. Determining the Optimal Capacity for the MICE Industry in
Las Vegas. Journal William F.Harrah College of Hotel Administration
University of Nevada. Las Vegas.
Yoo, J. J.E. Chon, K. 2008. Factors Affecting Convention Participation Decision-
Making: Developing a Measurement Scale. Journal of Travel Research.
Zhang, H. Q. Leung, V. Qu, H. 2007. A Refined Model of Factors Affecting
Convention Participation Decision-making. Tourism Management.

14

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai