PEMBIMBING
PENYUSUN
Izzati Saidah
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.
Dr. H. Sabur Nugraha, Sp.An Dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An Dr. Ade Nurkacan, Sp.An
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena izin-Nya penulis akhirnya dapat
menyelesaikan penulisan tugas case ini dengan baik dan tepat waktu. Penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada Dr. H. Sabur Nugraha, Sp.An, Dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An, dan Dr.
Ade Nurkacan, Sp.An yang telah bersedia meluangkan waktu dan membimbing penulis dalam
penulisan case ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya case ini juga tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itulah penulis ingin berterima kasih sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak yang terkait.
Adapun judul case ini adalah “Anestesi Regional Pada Obesitas”. Penulisan case ini
diajukan sebagai salah satu tugas untuk menjalani dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik pada
Bagian / SMF Ilmu Anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang. Penulis berharap referat
ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik untuk menambah pengetahuan maupun sebagai
referensi untuk penelitian selanjutnya.
Penulis juga menyadari bila penulisan case ini masih kurang sempurna. Seperti ada kata
pepatah, “ Tak ada gading yang tak retak ”. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak yang membaca case ini.
Salam,
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
1.2 Anamnesa...............................................................................................1
1.5 Diagnosis................................................................................................5
1.6 Kesimpulan............................................................................................5
1.7 Operatif..................................................................................................5
iii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi........................................................................................13
2.5.1 Indikasi........................................................................................15
iv
2.6 Obesitasi Dengan Anestesi Regional...................................................23
2.6.2 Patofisiologi................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................30
v
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.2 ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada Rabu, 6 September 2017 pukul 09.00 WIB
2
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
04 September 2017
Hematologi
Kimia
12. Gula Darah Sewaktu 132 mg/dl * 70 - 110
13. Ureum 26 mg/dl 15,0 – 50,0
14. Creatinin 0,79 mg/dl 0,60 - 1,10
15. SGOT 42,2 U/L * s.d 31
16. SGPT 15,4 U/L 5,0 – 45,0
Imunologi
15. HBs Ag Rapid Non- Non-reaktif
reaktif
3
05 September 2017
Hematologi
1.5 DIAGNOSIS
Pasien dengan Hydronefrosis dextra e.c. batu ureter distal dextra
Obesitas
1.6 KESIMPULAN
Status fisik pasien : ASA II (Hydronefrosis dextra + Obesitas)
Perencanaan anastesi : Pada pasien ini akan dilakukan tindakan URS dextra dan
Ureterolitotomi dextra. Anestesi yang dilakukan adalah anestesi
regional dengan teknik spinal.
1.7 OPERATIF
1.7.1 PRE-OPERATIF
Diagnosa pre operasi : Hydronefrosis dextra e.c. batu ureter distal dextra
Tindakan operasi : URS dextra dan Ureterolitotomi dextra.
4
Cek Informed consent (+)
Pasien dipuasakan selama 12 jam pre-operatif
IV line terpasang pada tangan kiri pasien dengan infuse Asering
Persiapan obat dan alat anestesi regional
o Menyiapkan meja operasi
o Menyiapkan mesin dan alat anestesi
o Menyiapkan komponen STATICS:
Scope Stetoskop, Laringoskop
Tubes ETT cuffed no. 7,0
Airway Gudel
Tape Plester
Introducer
Connector
Suction
o Menyiapkan obat anestesi spinal yang diperlukan: Regivell® (Bupivacain
HCl in Dextrose injection) 20 mg
o Menyiapkan obat-obat resusitasi: adrenalin, atropine, aminofilin, natrium
bikarbonat, dan lain-lain.
o Menyiapkan obat-obat lainnya : tramadol, ketorolac, ondansentron,
efedrin, dan lain-lain.
o Menyiapkan monitor, saturasi O2, tekanan darah, nadi dan EKG
o Menyiapkan alat-alat anestesi regional: Spuit, Handscoon, Antiseptic,
Kassa, Jarum spinal (Spinocain).
Keadaan umum
o Kesadaran : Compos mentis
o Kesan sakit : Sakit sedang
Tanda vital :
o Tekanan darah : 127/82 mmHg
o Saturasi O2 : 100 %
o Nadi : 82x/menit
o RR : 20x/menit
o Suhu : 36,7 ° C
5
Tentukan lokasi penyuntikan yaitu pada L4-L5, tepat pada perpotongan garis antar crista
iliaca dextra dan sinistra.
Kemudian dilakukan penyuntikan dengan menggunakan jarum spinal no 25 G menuju ke
ruang subarachnoid, tunggu sampai LCS mengalir keluar pada jarum spinal, lalu pasang
spuit yang berisi Bupivacaine. Lakukan aspirasi untuk memastikan LCS mengalir, lalu
injeksikan Bupivacaine 20 mg secara perlahan, kemudian aspirasi kembali untuk
memastikan LCS mengalir dan posisi jarum tetap di subarachnoid.
Setelah semua obat habis di injeksi, cabut jarum spinal perlahan, Selanjutnya posisikan
pasien berbaring pada meja operasi.
Kemudian, dipasang juga nasal kanul oksigen 2 L/menit
6
Kronologis Anestesi
Tek. Darah Nadi Saturasi
Jam Tindakan
(mmHg) (x/menit) O2 (%)
09.15 Pasien masuk ruang operasi, 127/82 82 100
ditidurkan telentang diatas meja
operasi, dipasangkan manset
tekanan darah di tangan kanan,
dan pulse oksimeter di tangan
kiri. Pasien sudah terpasang infus
Assering 500 cc pada tangan kiri.
7
09.45 Dimasukkan dengan bolus iv 125/80 80 100
ondancentron 4 mg
1.8 FOLLOW UP
1.8.1 Pre-Operasi
8
S : Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan atau obat, DM (-), HT (-), Asma (-), Riwayat
operasi sebelumnya (-), merokok (+), Alkohol (+), pasien puasa dari jam 12.00
O:
Keadaan Umum : compos mentis, tampak sakit sedang
Tanda vital :
o Tekanan darah : 127/82 mmHg
o Saturasi O2 : 100 %
o Nadi : 82x/menit
o RR : 20x/menit
o Suhu : 36,7 ° C
Status Generalis :
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-
/-)
- Paru : Suara napas vesikular +/+, rhonki -/- ,
wheezing -/-
- Jantung : BJ I dan II reguler , murmur (–), gallop (-)
- Abdomen : BU (+), nyeri tekan (-)
- Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik , oedem
tungkai bawah (-)
o Laboratorium ; Leukosit = 16,69
A : ASA II
P:-
1.9.2 Post-Operasi
Recovery Room 05/09/2017
Penilaian pemulihan pasca anestesi spinal dilakukan dengan scoring menggunakan
bromage skor untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruang rawat
atau masih perlu observasi lanjutan di recovery room, berikut nilai serta cara
penilaiannya:
Score Kriteria
9
1 Complete block (Tidak mampu menggerakan tungkai dan kaki)
2 Almost complete block (Hanya mampu menggerakan kaki saja)
3 Partial block (Hanya mampu menggerakan tungkai saja)
4 Fleksi penuh tungkai (ada tanda-tanda kelemahan pada pangkal paha
dalam posisi supine)
5 Tidak ada tanda-tanda kelemahan pada pangkal paha dalam posisi
Supine
10
BAB II
LANDASAN TEORI
11
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara
pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk
sementara reversible. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, akan
tetapi pasien tetap sadar.(1)
2.1.2 Pembagian Obat Anestesi Regional / Lokal
Secara umum obat anestesi regional / lokal dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Blok sentral (blok neuroaksial)
Pada umunya blok ini meliputi blok spinal, epidural dan kaudal(1)
b. Blok perifer ( blok saraf)
Pada umumnya blok ini meluputi anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
lapangan, blok saraf dan regional intravena.(1)
2.2 Obat Anestesi Regional / Lokal
Secara kimiawi obat anestesi local dibagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan ester
dan golongan amide. Perbedaan kimia ini direfleksikan dalam perbedaan tempat
metabolisme, dimana golongan ester terutama di metabolisme oleh enzim pseudo –
kolinesterase diplasma sedangkan golongan amide terutama melalui degradasi enzimatis di
hati. (4,5,6,7)
Perbedaan ini juga berkaitan dengan besasrnya kemungkinan terjadinya alergi, dimana
golongan ester turunan dari p – amino benzoic acid memiliki frekuensi kecenderungan alergi
lebih besar. (3)
Untuk kepentingan klinis, anestesi local dibedakan berdasarkan potensi dan lama
kerjanya menjadi 3 grup. Group I meliputi prokain dan klorprokain yang memiliki potensi
lemah dengan kerja singkat. Group II meliputi lidokain, mepivakain, dan prilokain yang
memiliki potensi dan lama kerja sedang. Group III meliputi tetrakain, bupivakain dan
etidokain yang memiliki potensi kuat dengan lama kerja panjang. (5,6)
Anestesi local juga dibedakan berdasarkan pada mula kerjanya. Klorprokain, lidokain,
mepivakain, prilokain dan etidokain memiliki mula kerja relative cepat. Bupivakain memiliki
mula kerja sedang, sedangkan prokain dan tertrakain bermula kerja lambat. (6) Obat anestesi
local yang lazim dipakai dinegara kita untuk golongan ester dalah prokain sedangkan untuk
amide adalah lidokain dan bupivakain.
12
2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi
emergency,lambung penuh) karena penderita sadar.
3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5. Perawatan post operasi lebih ringan.
2.4 Kerugian Anestesia Regional(8)
1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
3. Sulit diterapkan pada anak-anak.
4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional
2.5 Anestesi Spinal(9)
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid.
Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal.
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis
subkutis Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum Lig. Flavum ruang epidural
durameter ruang subarachnoid.
2.5.1 Indikasi(9)
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
13
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan
anestesi umum ringan
14
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, Hematokrit, PT (Prothrombine Time), PTT (Partial
Thromboplastine Time).
15
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada 37º C adalah 1.003-1.008.
Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anastetik lokal
dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan
berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anastetik lokal yang sering
digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik lokal dengan
dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan
mencampur dengan air injeksi.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
1. Lidokaine (xylocain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-
100mg (2-5ml)
2. Lidokaine (xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033, sifat
hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-
20mg (1-4ml)
4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G
dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan
jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan
jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
17
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah,
untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala
pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan
keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap
baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak
keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal
kontinyu dapat dimasukan kateter.
18
Gambar 4. Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ±
6cm. (9)
Bupivakain (Markain)
2. Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. Tekanan intra abdominal
2. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai T-2
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
20
4. Retensio urine
5. Meningitis
BMI normal berkisar 18.5-24.9, over weight 25.0-29.9, obesitas > 30-34,9, dan BMI
> 40 kg/m2 sebagai extreme obesity1.
21
35 – 39,9 Morbid Obesity II
>40 Extreme Obesity II
2.6.2 Patofisiologi
2.6.2.1 Efek Distribusi Lemak
Obesitas dikaitkan dengan hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung
iskemik, diabetes mellitus (DM), osteoarthritis, penyakit liver dan asma. Body
Mass Index adalah prediktor untuk komorbiditas, prosedur pembedahan, dan
kesulitan anestesi. Distribusi lemak pada pinggang atau lingkar leher lebih
prediktif untuk menentukan komorbiditas kardiorespirasi dari pada BMI. Pada
obesitas tipe android pembedahan intra abdomen lebih sulit dilakukan dan hal ini
juga berkaitan dengan peningkatan penumpukan lemak di sekitar leher dan
saluran napas yang menyulitkan manajemen jalan nafas dan ventilasi paru. Selain
22
itu, obesitas android dikaitkan dengan risiko timbulnya komplikasi metabolik dan
kardiovaskular yang lebih besar5.
Anatomi yang tidak terprediksi pada obesitas jadi penyulit tersendiri.
Menentukan kedalaman puncture jarum lumbal yang tepat mungkin akan lebih
sulit pada pasien dengan postur tubuh besar atau kelebihan berat badan. Abe dkk
melakukan penelitian pada 175 pasien yang berusia 21-80 tahun dengan BMI
antara 11,7-49,3 kg/m2 untuk mendapatkan hubungan antara berat badan (dalam
kg) dan tinggi badan (dalam cm) dengan kedalaman puncture pendekatan median
di regio lumbal oleh jarum percutaneus untuk mencapai kanalis spinalis.
Didapatkan hasil perbandingan kedalaman puncture yang sebanding dengan berat
badan dan berbanding terbalik dengan tinggi badan. Dalam aplikasinya, dapat
disesuaikan dalam suatu formula rumus6:
23
Penderita obesitas memiliki efisiensi otot pernapasan dibawah nilai
normal. Penurunan compliance paru berakibat penurunan FRC, Vital
Capacity(VC) dan Total Lung Capacity(TLC). Penurunan FRC akan berakibat
penurunan Exspiratory Reserve Volume(ERV), yang mana hubungan Antara FRC
dan closing capacity terjadi lebih cepat2. Penurunan ERV berakibat berkurangnya
FRC pada anestesi umum pada penderita obes, sehingga hubungan perbandingan
FRC dan closing capacity menjadi tidak baik. Penurunan FRC dan ERV adalah
hal yang umum terjadi pada fungsi paru pasien obesitas. Pengurangan FRC
(akibat penurunan ERV) dapat berakibat volume paru di bawah closing capacity
dalam keadaan ventilasi dengan volume tidal normal, berakibat penutupan jalan
napas yang kecil, mismatch ventilasi perfusi, shunting right to left dan hipoksemia
arterial. Tindakan anestesi umum mengakibatkan penurunan FRC sebanyak 50%
pada pasien obesitas, 30 % lebih banyak dari pada akibatnya pada orang normal
yang hanya 20%. Forced Expiration Volume(FEV) dalam sedetik dan FVC
biasanya dalam batas normal. Expiration Reserve Volume adalah indikator paling
sensitif sebagai efek obesitas pada fungsi paru2.
Banyak manifestasi sindrom obstruksi jalan napas selama tidur pada
pasien obesitas. Hal ini dapat diklasifikasikan atas tiga kategori,
Terhentinya aliran udara lebih dali sepuluh detik yang terjadi lebih dari
empat kali dalam 1 jam tidur, adanya usaha respirasi melawan penutupan glotis,
dan disertai penurunan saturasi oksigen lebih dari 4%.
Penurunan 50% aliran udara selama >10 detik yang terjadi >14 kali
selama satu jam tidur, berhubungan dengan snoring dan disertai desaturasi 4%.
24
dan hypopnea perjam yang digunakan untuk menilai derajat beratnya OSA. Berat
jika lebih dari 30, ringan jika antara 5-15 dan sedang jika antara 16-304.
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi : edisi 2.Jakarta:
Bagian anestesiologi dan terapi intensif FKUI;2009.103-7.
2. Anjani R. Anestesi lokal dan regional. Available at :
http://www.academia.edu/18578222/52041655-REFERAT-ANESTESI.Accessed
September 7,2017.
3. Werth M. Pokok-pokok anestesi. Jakarta : EGC;2010.65-70.
4. Marwoto, Primatika DA. Anestesi lokal/Regional. Semarang: Bagian anestesiologi dan
terapi intensif fakuktas kedokteran UNDIP; 2010.309-2.
5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Local Anesthetics. In: Clinical Anesthesiology. 4t
h
edition. New York: Mc Graw Hill Lange Medical Books, 2006 : 151-52, 263-75
6. Brown DL, Factor DA. Regional Anesthesia and Analgesia. Philadelphia :WB Saunders,
1996 : 188 – 205.
7. Stoelting R Hillier SC. Pharmacology and Physiology in Anesthetics Practice. 4th
ed. Philladelphia : JB Lippincott – Raven. 2006: 179-83
8. Samodro RM, Sutiyono D, Satoto HH. Jurnal anestesi regional. Jurnal Anestesiologi
Indonesia 2011;3(1):48-59.
9. Sutanto K. Anestesi regional. Available at : https://dokumen.tips/documents/referat-
anestesi-regional.html.Accessed September 6,2017
10. Rudi M. Pengaruh pemberian cairan ringer laktat dibandingkan Nacl 0,9% terhadap
keseimbangan asam-basa pada pasien section caesaria dengan anestesi regional. Thesis.
Fakultas kedokteran universitas diponegoro. Semarang. 2006
11. Mulroy MF, Bernards CM, Salinas FV. A practical approach to regional anesthesia. 4th
ed.Philladelphia : Lippincott, Williams & wilkins.207:196-9.
28