Askep Diastosia Persalinan
Askep Diastosia Persalinan
DISTOSIA PERSALINAN
Dosen Pembimbing:
Anis Satus, S.kep.,Ns, M.kep.
Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun Asuhan Keperawatan ini dengan baik dan
tepat pada waktu. Asuhan Keperawatan ini dibuat dengan menggunakan informasi dari kajian
literatur dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tugas
Asuhan Keperawatan Ibu Anis Satus, S.kep.,Ns, M.kep. Dalam Asuhan Keperawatan ini,
kami membahas mengenai Distosia Persalinan.
Dengan dibuatnya Asuhan Keperawatan ini diharapkan pembaca menjadi lebih tau
tentang distosia pada persalinan ini sehingga dapat menjadi pembelajaran yang bermanfaat.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam Asuhan Keperawatan
yang kami susun ini. Oleh karena itu kami membutuhkan pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan Asuhan Keperawatan selanjutnya. Semoga Asuhan
Keperawatan ini dapat berguna bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi .......................................................................................................... 3
2.2 Etiologi .......................................................................................................... 3
2.3 Epidemiologi ................................................................................................. 3
2.4 Patofisiologi ................................................................................................... 6
2.5 Manifestasi Klinis .......................................................................................... 7
2.6 Pencegahan .................................................................................................... 8
2.7 WOC .............................................................................................................. 9
2.8 Pemeriksaan Diagnostik ................................................................................ 12
2.9 Penatalaksanaan ............................................................................................. 16
2.10 Komplikasi..........................................................................................34
BAB III ASKEP KASUS
3.1 Contoh Kasus................................................................................................. 12
3.2 Pengkajian ..................................................................................................... 22
3.3 Riwayat Keperawatan .................................................................................... 13
3.4 Pemeriksaan Fisik .......................................................................................... 13
3.5 Pemeriksaan Head to Toe .............................................................................. 23
3.6 Analisa Data .................................................................................................. 23
3.7 Diagnosa ........................................................................................................ 30
3.8 Intervensi ...................................................................................................... 31
3.9 Implementasi ................................................................................................. 32
3.10 Evaluasi ....................................................................................................... 33
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .................................................................................................... 34
4.2 Saran .............................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian distosia pada persalinan karena kelainan
jalan lahir.
2. Agar mahasiswa mengetahui etiologi distosia pada persalinan karena kelahiran
jalan lahir.
3. Agar mahasiswa mengetahui patofisiologidistosia pada persalinan karena
kelahiran jalan lahir.
1
4. Agar Mahasiswa mengetahui macam – macam distosia kelaina panggul
5. Mahasiswa mengetahui penanganan distosia pada persalinan karena kelahiran
jalan lahir.
1.4 Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Dystocia berasal dari bahasa Latin yaitu tokos yang berarti kelahiran bayi.
Dystocia yaitu keabnormalan atau kesulitan dalam melahirkan.
Menurut Sinelair, Constance (2009), distosia merupakan persalinan yang tidak
normal atau pelahiran yang sulit, disebabkan oleh malposisi kepala janin ( asinklitisme
atau ekstensi), dorongan eksplus yang tidak adekuat, ukuran atau presentasi janin,
panggul yang mengalami kontraksi atau kelainan jalan lahir.
Menurut Achadiat, Chrisdiono (2004), distosia adalah persalinan abnormal / sulit
yang ditandai dengan kelambatan atau tidak adanya kemajuan proses persalinan dalam
satuan waktu tertentu. Distosia merujuk pada kemampuan persalinan yang tidak normal.
Persalinan berlangsung lebih lama, lebih nyeri, atau tidak normal karena adanya masalah
pada mekanisme persalinan, tenaga/ kekuatan, jalan lahir, janin yang akan dilahirkan,
atau masalah psikis.
Distosia merupakan indikasi paling umum dilakukannya persalinan seksio
sesarea, yang diperkirakan terjadi pada sekitar 50% pelahiran dengan pembedahan (Sokol
et al., 1994) Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung
12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan
aktif (Syaifuddin, 2002).
Persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam
pada multi (Manuaba, 2010)
American college of Obstetricians dan Gynecologist (ACOG) memiliki definisi
sendiri mengenai gangguan kemajuan persalinan yang diadaptasi dari definisi awal pada
tahun 1983. Distosia pada kala II persalinan ditandai dengan:
1. Pada nulipara tanpa anestesi regional kala II lebih dari 2 jam
2. Pada nulipara dengan anestesi regional kala II lebih dari 3 jam
3. Pada multipara tanpa anestesi regional kala II lebih dari 1 jam
4. Pada multipara dengan anestesi regional kala II lebih dari 2 jam
Distosia didefinisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau abnormal, yang
timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan 5 faktor persalinan sebagai
berikut:
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau akibat
upaya mengedan ibu (kekuatan/power)
3
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir)
3. Sebab pada janin meliputi kelainan presentasi/kelainan posisi, bayi besar, dan
jumlah bayi
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
5. Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan
pengalaman, persiapan, budaya, serta sistem pendukung
2.2 Etiologi
Etiologi distosia biasanya dianggap berasal dari salah satu atau kombinasi 4P
(pelvis, passenger, power dan plasenta)
1. Faktor kekuatan his (power)
Dimana kontraksi uterus tidak efektif kekuatannya baik pada kala I
ataupun kala II. Kesulitan dalam jalannya persalinan (distosia) karena kelainan
tenaga his adalah his yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya,
sehingga menghambat kelancaran persalinan. Kelainan his sering dijumpai
pada primigravida tua, sedangkan inersia uteri sering dijumpai pada
multigravida dan grandemulti. Faktor yang memegang peran penting dalam
kekuatan his antara lain factor herediter, emosi, ketakutan, salah pimpinan
persalinan. Problem with Powers : Abnormal Uterine Contraction Pattern,
Hypertonic Contractions, Hypotonic Contractions, Precipitous Labor and
Birth.
2. Faktor Jalan lahir (passege)
Dimana terjadi karena bentuk dan ukuran tulang pelvis tidak normal,
imatur ukuran tulang pelvis atau deformitas. Hal ini dapat terjadi bersamaan
dengan tidak efektid ekspulsif fetus. yang paling umum berkaitan dengan
distosia adalah ukuran atau konfigurasi tulang, kelainan jalan lahir ( misalnya
kelainan congenital, luka parut jalan lahir, pelekatan ostium serviks eksterna,
kondilomata akuminatasif) dan neoplasia organ reproduksi lainnya ( misalnya
karsinoma serviks, kista ovarium, leiomioma uteri) termasuk kandung kemih
atau usus yang meregang.
Kelainan-kelainan ini dapat terdeteksi secara dini dengan pemeriksaan
kehamilan yang adekuat. Oleh karena itu, faktor pemeriksaan kehamilan sangat
penting dalam memperkirakan proses persalinan. Problem with Passage: Pelvic
Contracture, Non-Gynecoid Pelvis.
4
3. Faktor Bayi (passeger)
Faktor bayi atau janin sangat berpengaruh terhadap proses persalinan.
Pada keadaan normal, bentuk bayi, berat badan, posisi dan letak dalam
perkembangannya sampai pada akhir kehamilan dan siap untuk dilahirkan, bayi
mempunyai kekuatan mendorong dirinya keluar sehingga persalinan berjalan
spontan.
Suatu keadaan malpresentasi atau malposisi yang tidak lazim baik ukuran
atau abnormal perkembangan fetus yang menghambat masuk fetus ke dalam jalan
lahir. distosia janin meliputi ukuran janin yang terlalu besar (>4000 gram),
malposisi ( misalnya sungsang, dan letak lintang), kelainan congenital ( misalnya
hidrosefalus, teratoma sakrokoksigeus) dan kehamilan multiple ( missal
malpresentasi, kembar mengunci, janin sungsang, janin presentasi vertex).
Kelainan pada faktor bayi yang dapat menyulitkan proses persalinan
berhubungan dengan faktor gizi ibu, infeksi bakteri dan virus selama kehamilan
seperti toksoplasma, trauma yang dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan
dan perkembangan janin dalam kandungan. Kelainan janin selama dalam kandung
an dapat terdeteksi secara dini apabila ibu melakukan pemeriksaan kehamilan
(ANC) secara rutin minimal 4 kali selama kehamilan, mulai awal kehamilan pada
tenaga kesehatan.
7
Wanita afrika-amerika memiliki peningkatan resiko terjadinya distosia
bahu (Cheng dkk, 2006). Ini dimungkinkan karena kecenderungan memiliki
panggul tipe android.
h. Faktor Gizi
Selain faktor ibu secara umum, faktor yang cukup penting
mempengaruhi kondisi kehamilan hingga proses persalinan adalah faktor gizi
yang meliputi :
- Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan faktor biologis namun dapat
menunjukkan pula status gizi seorang ibu. Karena tinggi badan pendek
menunjukkan pertumbuhan badan yang kurang optimal sehingga akan
berpengaruh pada bentuk atau postur tubuh. Tinggi badan yang pendek
biasanya mempunyai bentuk panggul yang sempit, sehingga tidak
proporsional untuk jalan lahir kepala (disproporsi panggul kepala). Hal
ini merupakan indikasi utama untuk persalinan seksio sesarea.
- Status Gizi/IMT
Wanita muda juga meningkat risikonya bila mempunyai berat
badan yang kurang (umur gestasi yang kecil) atau kurang dalam
memberi makan bayi. Di Indonesia status gizi ibu hamil, sering
dinyatakan dalam ukuran lingkar lengan atas (LLA). Apabila ibu
mempunyai LLA < 23,5 cm atau berat badan kurang dari 38 kg sebelum
hamil, maka termasuk Kekurangan Energi Kalori (KEK). Hal ini
menunjukkan status gizi yang buruk bagi ibu dan merupakan faktor
risiko yang sangat mempengaruhi kehamilan, persalinan dan hasil
kehamilan.
- Obesitas
Berat badan ibu berkorelasi dengan kejadian distosia bahu.
Emerson (1962) menunjukkan bahwa kejadian distosia bahu pada
wanita obesitas dua kali lebih sering dibandingkan dengan wanita berat
badan normal yaitu sebesar 1,78% : 0,81%. Sandmire (1988)
memperkirakan risiko relatif pafa wanita sebelum hamil dengan berat
bedan 82 kg adalah 2,3. Akan tetapi belum jelas apakah distosia bahu
merupakan efek primer dari wanita obesitas ataupun sebagai cerminan
bahwa ibu obesitas cenderung memiliki bayi yang besar pula. Oleh
8
karena itu, masih perlu dilakukan penelitian mengenai kejadian distosia
bahu dikaitkan dengan berat badan ibu dan bayi.
- Diabetes
Dalam studi Al-Najashs (1989), tingkat distosia bahu pada bayi
dengan berat lebih dari 4000 gram yang lahir dari ibu diabetes adalah
15,7%. Sedangkan bayi lahir dari ibu nondiabetes memiliki tingkat
distosia bahu 1,6%. Casey (1997), dalam sebuah penelitian lebih dari
62.000 pasien, menemukan tingkat distosia bahu di populasi ibu yang
bersalin 0,9% sedangkan pada pasien dengan diabetes gestasional 3%.
2.3 Epidemiologi
Menurut Festin, et al (2009) dalam penelitiaannya, didapati prevalensi disproporsi
fetopelvik di Asia Tenggara sebanyak 6,3% dari kelahiran total. Hal ini menjadi indikasi
kedua tersering dilakukannya tindakan seksio sesarea setelah riwayat seksio sesarea (7%).
Dalam penelitian yang sama didapati bahwa prevalensi disproporsi fetopelvik di
Indonesia berjumlah 3,8% dari kelahiran total, dan disproporsi fetopelvik menjadi
indikasi ketiga tindakan seksio sesarea (12,8%) setelah malpresentasi (18,6%) dan seksio
sesarea sebelumnya (15,2%). Namun, jika definisi disproporsi fetopelvik
mengikutsertakan malpresentasi seperti yang dikemukakan oleh Craig (pada penjelasan
berikutnya), maka disproporsi fetopelvik menjadi indikasi tersering dilakukannya
tindakan seksio sesarea di Indonesia.
Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2005, disproporsi
fetopelvik menyumbang sebanyak 8% dari seluruh penyebab kematian ibu di seluruh
dunia.
Menurut Shields (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Dystocia in
Nulliparous Women, pada tahun 2003 sekitar 17% wanita di Amerika mendapat
penatalaksanaan dengan oxytocin. Sedangkan pada tahun 2004 terjadi peningkatan
insidensi persalinan secara sesar menjadi 20.6%. Dystocia merupakan indikasi persalian
sesar sebanyak 50%.
Di Indonesia berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia(SKDI) tahun 2002-2003 melaporkan bahwa dari seluruh persalinan, persalinan
lama sebesar 31 , perdarahan berlebihan sebesar 7 %, infeksi sebesar 5 %. Pada ibu yang
melahirkan melalui bedah sesar 59 % terjadi akibat persalinan yang mengalami
komplikasi dimana sebagian besar merupakan persalinan lama (42 %). Berdasarkan
survey ini dilaporkan juga bahwa bayi yang meninggal dalam usia 1 bulan setelah
9
dilahirkan 39 % terjadi akibat komplikasi termasuk persalinan lama (30%), perdarahan 12
% dan infeksi 10 %.
Kejadian distosia ditemukan pada nullipara sehat dengan tidak ada indikasi untuk
induksi atau pilihan kelahiran sesar sebanyak 37% (Kjaergaard H, Olsen J, Ottesen B,
Dykes AK, 2009). Sedangkan insidensi distosia bahu bervariasi antara 0,2 dan 1,4 persen,
yang bergantung pada criteria yang digunakan, dengan insidensi lebih rendah jika
diagnosis tidak memerlukan penerepan berbagai perasat untuk mengatasi distosia.
Meskipun risiko distosia bahu berkaitan dengan ukuran bayi, namun banyak kasus terjadi
pada bayi yang ukurannya tidak dianggap berlebihan (Tabel 23-6). Terdapat bukti bahwa
insidensi distosia bahu telah meningkat seiring waktu karena peningkatan berat badan
lahir.
Kejadian distosia ditemukan pada nullipara sehat dengan tidak ada indikasi untuk
induksi atau pilihan kelahiran sesar sebanyak 37% (Kjaergaard H, Olsen J, Ottesen B,
Dykes AK, 2009). Sedangkan insidensi distosia bahu bervariasi antara 0,2 dan 1,4 persen,
yang bergantung pada criteria yang digunakan, dengan insidensi lebih rendah jika
diagnosis tidak memerlukan penerepan berbagai perasat untuk mengatasi distosia.
Meskipun risiko distosia bahu berkaitan dengan ukuran bayi, namun banyak kasus terjadi
pada bayi yang ukurannya tidak dianggap berlebihan (Tabel 23-6). Terdapat bukti bahwa
insidensi distosia bahu telah meningkat seiring waktu karena peningkatan berat badan
lahir.
Angka kejadian distosia bahu menurut American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG) adalah 0,6-1,4%. Namun angka kejadian ini bervariasi mulai dari
1 dalam 750 kelahiran hingga 1 dalam 15 kelahiran (Sokol & Blackwell, 2003 dan Poggi
dkk, 2004). Salah satu alasan utama variasi ini adalah kesulitan dalam diagnosis dan
adanya kasus distosia bahu yang tidak dilaporkan karena kondisinya yang bersifat ringan
dan dapat ditangani dengan outcome yang menguntungkan (Allen & Gurewitsch, 2010).
2.4 Patofisiologi
His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian
menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada
fundus uteri dimana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi
secara merata dan menyeluruh hingga tekanan dalam ruang amnion balik ke asalnya +10
mmHg
10
Incoordinate uterin action yaitu sifat his yang berubah. Tonus otot uterus
meningkat juga di luar his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak
ada sinkronasi kontraksi bagian-bagiannya Tidak adanya koordinasi antara kontraksi
atas, tengah dan bawah menyebabkan tidak efisien dalam mengadakan pembukaan
Disamping itu tonus otot yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras
dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His ini juga disebut
sebagai incoordinate hipertonic uterin contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama
dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler
setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uterin pada tempat itu. Ini dinamakan
lingkaran kontraksi atau lingkaran kontriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi
dimana-mana, tapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dengan segmen
bawah uterus. Lingkaran kontriksi tidak dapat diketahui degan pemeriksaan dalam,
kecuali kalau pembukaan sudah lengkap sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam
kavum uteri.
11
b) Dijumpai kesalahan-kesalahan letak presentasi dan posisi
c) Fleksi kepala tidak ada, bahkan setelah persalinan dimulai
d) Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung
3. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
a) Kelainan letak, presentasi atau posisi
Posisi oksipitalis posterior persistens (presentasi belakang kepala, UUK
dekat sacrum)
1. Posisi oksiput posterior berada di arah posterior dari panggul ibu.
2. Pada pemeriksaan abdomen, bagian bawah perut mendatar,
ekstremitas janin teraba anterior, DJJ terdengar di samping.
3. Pada pemeriksaan vagina, fontanela anterior dekat sakrum, fontanela
anterior dengan mudah teraba jika kepala dalam keadaan defleksi.
Letak sungsang
1. Pergerakan anak terasa oleh ibu dibagian perut bawah dibawah pusat
dan ibu sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga.
2. Pada palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus
uteri.
3. Punggung anak dapat teraba pada salat satu sisi perut dan bagian-
bagian kecil pada pihak yang berlawanan. Diatas sympisis teraba
bagian yang kurang budar dan lunak.
4. Bunyi jantung janin terdengar pada punggung anak setinggi pusat.
Letak lintang
Dengan inspeksi biasanya abdomen melebar kesamping dan fundus
uteri membentang sedikit diatas umbilikus.
Ukuran tinggi fundus uterus lebih rendah tidak sesuai dengan umur
kehamilan. Pada palpasi :
- Leopold 1 tidak ditemukan bagian bayi di daerah fundus uteri
- Leopold 2 balotemen kepala teraba pada salah satu fosa iliaka
dan bokong pada fosa iliaka yang lain
- Leopold 3 & 4 memberikan hasil negative
Punggung mudah diketahui dengan palpasi, pada punggung anterior
suatu dataran keras terletak melintang dibagian depan perut ibu. Pada
punggung posterior bagian kecil dapat ditemukan pada tempat yang
sama.
Bunyi jantung janin terdengar di di sekitar umbilikus
12
Presentasi ganda
- Keluhan kehamilan lebih sering terjadi dan lebih berat.
- Tanda-tanda yang sering terlihat :
- Ukuran uterus lebih besar dari kehamilan normal
- Distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas
toleransinya dan seringkali terjadi partus prematurus. Usia
kehamilan makin pendek dan makin banyaknya janin pada
kehamilan kembar.
- Kenaikan berat badan ibu berlebihan.
- Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan kembar
bertambah sehingga dapat menyebabkan anemia dan penyakit
defisiensi lain
- Polihidramnion.
- Palpasi yang meraba banyak bagian kecil janin.
- Detak Jantung Janin lebih dari 1 tempat dengan perbedaan
frekuensi sebesar > 8 detik per menit.
b) Kelainan bentuk janin
Hidrosefalus
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan
derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono,
2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi
intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan
menjadi dua golongan, yaitu :
- Meliputi pembesaran kepala abnormal,
- gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi.
- Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan
pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun
pertama kehidupan.
- Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah
frontal.
- Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. - Fontanella terbuka dan
tegang, sutura masih terbuka bebas.
- Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis.
- Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok.
13
- Mata melihat kebawah, mudah terstimulasi, lemah dan kemampuan
makan berkurang.
Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien
hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang
progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu
tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas
ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi
intrakranial lainnya yaitu:
- Fontanel anterior yang sangat tegang.
- Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
- Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial
menonjol.
- Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon). Gejala
hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi.
Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran,
gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala
gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia
respirasi).
2.6 Pencegahan
1. Status gizi ibu saat hamil
Pada Saat hamil status gizi ibu harus baik,sehingga tenaga ibu saat melahirkan
akan bagus
2. Melakukan senam hamil secara teratur
Senam hamil perlu untuk melemaskan otot-otot,selain itu pada senam hamil
juga di ajarkan cara-cara bernapas saat persalinan dan posisi-posisi persalinan yang
baik, tentunya posisi persalinan adalah posisi yang dirasakan nyaman oleh ibu
3. Mengontrol kehamilan
Dengan sering mengontrol kehamilan ,minimal 4 kali dalam masa
kehamilan,dapat mendeteksi sedini mungkin bila ada kelainan,seperti ukuran bayi
yang tidak sesuai dengan usia kehamilan .Biasanya Dokter juga akan memberikan
konseling dan pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan pada ibu
4. Persiapan mental menjelang kehamilan
14
Ketakutan & Kecemasan akan berpengaruh pada psikologi ibu,sehingga ibu
perlu kesiapan mental menjelang kelahiran
5. Asuhan persalinan yang baik
Sikap ramah dan jaminan keamanan penolong (Bidan/Dokter) kepada ibu,akan
membangun rasa percaya diri ibu dan rasa percayanya pada tenaga penolong.
6. Tidak mengejan sebelum diperintah oleh bidan/dokter
Mengejan yang tidak teratur akan mengurangi tenaga ibu melahirkan
7. Memantau persalinan dengan patograf
Patograf merupakan suatu metode grafik untuk merekam kejadian-kejadian
pada perjalanan persalinan.jika perjalanan persalinannya masih sesuai grafik,maka
masih bisa di usahakan untuk melahirkan normal,tapi jika tidak,maka segera lakukan
operasi.
8. Waktu rujukan yang tepat
Sebaiknya jika pasien melahirkan di puskesmas dan disitu hanya ada
bidan,kemudian terjadi hal-hal yang tidak normal seperti persalinan tidak maju dan
sudah aterm tapi belum masuk panggul ,yang mungkin dikarenakan oleh bayi
normal,tetapi panggul ibu yang sempit atau panggul ibu normal dan ukuran bayi
yang besar,dan bidan puskemas tidak bisa lagi menangani,maka sebaiknya cepat
dirujuk ke rumah sakit dan jangan menunda-nunda,karena jika terlambat akan
berakibat fatal bagi ibu & bayinya.
15
2.7 WOC
Kelainan respon psikologis
Kelainan tenaga Kelainan bentuk dan letak Kelainan jalan lahir
janin (janin besar,letsu )
Kurang pengetahuan ttg PAP sempit Ketokolamin
cara mengejan dg benar
Vasokontriksi pmb.
Kontraksi tdk sinkron Darah di miometrium
dg tenaga Janin kesulitan
melewati PAP His/ kontraksi uterus
Tenaga cepat habis
DISTOSIA
Nyeri akut
16
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dystocia
adalah sebagai berikut:
a. Intrauterine Pressure Cathether Placement
Pemeriksaan dengan cara menempatkan perangkat yakni kateter ke dalam
ruang amnion selama persalinan untuk mengukur kekuatan kontraksi uterus .Ujung
kateter yang ditempatkan dalam ruang amnion tersebut kemudian terkoneksi oleh
kabel. Kontraksi diukur dalam mmHg dan ditampilkan pada monitor dalam mode
grafis yang disebut dengan Montevideo Unit (MVU).
17
Pemeriksaan dengan kardiotokografi merupakan salah satu upaya untuk
menurunkan angka kematian perinatal yang disebabkan oleh penyakit penyulit
hipoksi janin dalam rahim. Pada dasarnya pemantauan ini bertujuan untuk
mendeteksi adanya gangguan yang berkaitan hipoksi janin dalam rahim, seberapa
jauh gangguan tersebut dan akhirnya menentukan tindak lanjut dari hasil
pemantauan tersebut. Pada saat bersalin kondisi janin dikatakan normal apabila
denyut jantung janin dalam keadaan reaktif, gerakan janin aktif dan dibarengi
dengan kontraksi rahim yang adekuat. Kontraksi uterus dinyatakan adekuat jika
mencapai 50-60 mmHg. Tekanan intrauterin <15 mmHg dapat dinyatakan sebagai
inersia uteri hipotonis.
c. Palpasi Abdomen
Palpasi abdomen bertujuan untuk mendapatkan data dasar yang diperlukan
untuk menentukan presentasi janin dengan pemeriksaan Leopold. Selain itu, palpasi
abdomen ini juga berguna untuk mengkaji kemajuan persalinan melalui pengkajian
kontraksi uterus. Kontraksi uterus dapat dirasakan sebagai pengerasan di bawah
dinding abdomen. Kontraksi diawali di daerah fundus kemudian menjalar ke bawah
dan ke seluruh uterus seperti gelombang. Kontraksi terkeras terjadi di fundus dan
melemah pada bagian uterus yang lain (dominan fundus). Oleh karena itu, kontraksi
lebih mudah dipalpasi dengan meletakkan telapak tangan di bagian fundus.
Pemeriksa dapat mengkaji frekuensi kontraksi dengan menetapkan lamanya jarak
antara awitan kontraksi yang satu dengan yang lainnya. Tonus istirahat uterus juga
harus diobservasi dengan mengkaji tonus di antara dua kontraksi. Dengan cara ini
pemeriksa dapat menetapkan apakah kontraksi mengalami peningkatan lama, kuat
dan frekuensinya, yang biasa terjadi pada persalinan normal. Kontraksi uterus
dinyatakan baik jika terdapat his yang kuat sekurangkurangnya 3 kali dalam 10
menit dan masing-masing lamanya >40 detik (Johnson, 2001).
d. Pelvimetri Klinis
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang penting
untuk mendapatkan keterangan tentang keadaan panggul. Pada wanita dengan
tinggi badan kurang dari 150 cm dapat dicurigai adanya kesempitan panggul.
Pelvimetri dengan pemeriksaan dalam (manual) mempunyai arti yang penting
untuk menilai secara agak kasar pintu atas panggul serta panggul tengah, dan untuk
memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul.
Dengan pelvimetri rontgenologik diperoleh gambaran yang jelas tentang
bentuk panggul dan ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul. Akan tetapi
18
pemeriksaan ini dalam masa kehamilan beresiko, khususnya bagi janin. Menurut
English James,dkkCT pelvimetri tingkat radiasinya terhadap janin lebih kurang
sepertiga dari tingkat radiasi secara X-ray pelvimetri sehingga lebih aman
penggunaannya, namun tetap saja membahayakan janin. Oleh sebab itu tidak dapat
dipertanggung jawabkan untuk menjalankan pelvimetri rontgenologik secara rutin
pada masa kehamilan, kecuali atas indikasi yang kuat.
e. USG
USG (Ultrasonography) adalah alat bntu diagnostik yang sangat berguna
untuk memantau keadaan janin selama masa kehamilan. USG bekerja dengan cara
menghantarkan gelombang suara yang memiliki frekuensi antara 3,5 - 7,0
MegaHrtz (MHz) ke janin atau pembulu darah dan akan dipantulkan kembali dalam
bentuk gambar yang dapat kita lihat di monitor USG.
Dengan USG dapat diketagui struktur jaringan janin dengan baik. Instrumen
ini berbeda dengan sarana diagnostik lain, seperti X-Ray dan CT-Scan yang
memiliki tingkat radiasi yang tinggi. USG tidak memberikan efek reaksi ionisasi
terhadap tubuh, sehingga tidak merusak jaringan. Hingga saat ini belum ada laporan
adanya efek biologis merugikan yang ditimbulkan oleh pemeriksaan USG pada
kehamilan.
USG dalam kehamilan memiliki fungsi utama yaitu untuk mengetahui
lokasi kehamilan/ janin, jumlah janin, serta keadaan organ kelamin ibu bagian
dalam, seperti bentuk rahim dan kedua indung telur. Selain itu USG juga dapat
digunakan untuk memeriksa konfirmasi kehamilan, usia kehamilan, pertumbuhan
dan perkembangan bayi dalam kandungan, adanya ancaman keguguran, masalah
pada plasenta, kemungkinan kehamilan kembar, volume cairan ketuban, kelainan
letak janin dan jenis kelamin bayi.
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Distosia karena kelainan his ( power )
1. Inersia Uteri
Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian
terbawah janin dan keadaan panggul. Kemudian buat rencana untuk
menentukan sikap dan janin yang akan dikerjakan, misalnya pada letak kepala:
a. Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dekstrosa 5 , dimulai
dengan 12 tetes permenit, dinaikkan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes
19
permenit. Maksud dari pemberian oksitosin adalah supaya serviks dapat
membuka.
b. Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak
memperkuat his setelah pemberian lama, hentikan dulu dan ibu dianjurkan
beristirahat. Pada malam hari berikan obat penenang misalnya valium 10
mg dan esoknya dapat diulang lagi pemberian oksitosin drips.
c. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya
dilakukan seksio sesarea.
d. Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu
lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18
jam pada multi, tidak ada gunanya memberikan oksitosin drips; sebaiknya
partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi
obstetrik lainnya ( ekstraksi vakum atau forsep, atau seksio sesarea )
2. Tetania Uteri
a. Berikan obat seperti morfin, luminal, dan sebagainya, asal janin tidak akan
lahir dalam waktu dekat ( 4-6 jam ) kemudian.
b. Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan
seksio sesarea
c. Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin
lahir tibatiba dan cepat.
3. Aksi Uterus Inkoordinasi
a. Untuk mengurangi rasa takut, cemas, dan tonus otot, berikan obat-obat anti
sakit dan penenang ( sedativa dan anlgetika ) seperti morfin, petidin, dan
valium.
b. Apabila persalinan sudah berlangsung lama dan berlarut-larut,
selesaikanlah partus menggunakan hasil pemeriksaandan evaluasi, dengan
ekstraksi vakum, forsep, atau seksio sesarea.
2.9.2 Distosia perubahan panggul
Sebenarnya panggul hanya merupakan salah satu faktor yang menentukan
apakah anak dapat lahir spontan atau tidak, disamping banyak faktor lain yang
memegang peranan dalam prognosa persalinan.
Bila conjugata vera 11 cm dapat dipastikan partus biasa, dan bila ada
kesulitan persalinan, pasti tidak disebabkan faktor panggul. Untuk C.V kurang dari
8,5 cm dan anak cukup bulan tidak mungkin melewati panggul tersebut.
20
a. C.V = 8,5 -10 cm dilakukan partus percobaan yang kemungkinan berakhir
dengan partus spontan atau dengan ekstraksi vakum-ekstraksi forsep, atau
ditolong dengan seksio sesarea sekunder atas indikasi obstetrik lainnya.
b. C.V = 6-8,5 cm dilakukan S.C primer
c. C.V = 6 cm dilakukan S.C primer induk
Disamping hal-hal tersebut di atas juga tergantung pada :
- His atau tenaga yang mendorong anak
- Besarnya janin, preentasi, dan proporsi janin
- Bentuk panggul
- Umur ibu dan pentingnya anak
- Penyakit ibu
2.9.3 Penatalaksanaan distosia karena sebab sebab janin
1. Pertumbuhan janin yang berlebihan
a. Pada disproporsi sefalo dan feto pelvis yang sudah diketahui dianjurkan
seksio cesarean
b. Pada kesukaran melahirkan bahu dan janin hidup dilakukan episiotomy
yang cukup lebar dan janin diusahakan lahir, atau bahu diperkecil dengan
melakukan kleidotomi unilateral atau bilateral. Setelah dilahirkan dijahit
kembali dengan baik dan untuk cedera postkleidotomonya konsulkan pada
bagian bedah.
c. Apabila janin meninggal lakukan embriotomi
2. Hidrosefalus
a. Kepala janin yang besar dikecilkan dengan jalan melakukan pungsi siterna
pada pembukaan 3 – 4 cm. caranya adalah dengan menggunakan jarum
pungsi spinal yangbesar cairan dikeluarkan sebanyak mungkin dari dalam
ventrikel. Jarum dimasukkan dengan tuntunan tentang supaya tidak salah
jalan atau melukai jalan lahir.
b. Kalau pembukaan lengkap kerjakan perforasi atau kranioklasi. Pada letak
sungsang akan terjadi after coming head, dilakukan perforasi dari foramen
ovale untuk mengeluarkan cairan. Biasanya sesudah kepala jadi kecil janin
akan mudah dilahirkan
3. Monster / kelainan bentuk janin
21
Kadang - kadang masih dapat diusahakan kelahiranb pervaginan baik
secara biasa ataupun dengan vaginal operatif, tetapi bila usaha ini tidak
berhasil atau ada indikasi obstetric lainnya dapat dilakukan sectio cesarea.
2.9.4 Penatalaksanaan kelainan letak dan posisi janin
1. Letak defleksi / letak kepala tengadah
Presentase puncak kepala
Kepala janin akan lahir dalam keadaan muka dibawa simfisis dengan
mekanisme sebagai berikut: Mekanisme
- Setelah kepala mencapai dasar panggul dan ubun-ubun besar
berada dibawah simfisis, dengan ubun-ubun besar tersebut sebagai
hipomoklion,oksiput akan lahir melalui perineum,diikuti bagian
kepala yang lain. Kelahiran janin dengan ubun-ubun kecil
dibelakang menyebabkan regangan yang besar pada vagina dan
perineum, hal ini disebabkan karena kepala yang sudah dalam
keadaan fleksi maksimal tidak menambah fleksinya lagi. Fleksi
kepala yang tidak maksimal dapat mengakibatkan kepala lahir
melalui pintu bawah panggul dengan sirkumferensia
frontooksipitalis yang lebih besar dibandingkan dengan
sirkumferensia suboksipsto brekmatika.Kedua keadan tersebut
dapat menimbulkan kerusakan pada vagina dan perineum yang
luas.
Penanganan :
- Dilakukan pengawasan persalinan yang seksama dengan harapan
dapat lahir spontan.
- Dilakukan ekstraksi vacum atau cunam.
- Dilakukan episiotomi medio lateral
Presentase muka
Mekanisme persalinan
- Mula-mula terjadi penempatan dahi, kemudian defleksi bertambah
- Garis muka dan letak muka
- Mulut lebih dahulu di vulva, dengan leher atas sebagai
hipomoklion, kemudian terjadi gerakan fleksi, maka lahirlah
berturut – turut hidung, mata, dahi, UUB, dan UUK.
22
- Lingkaran kepala pada letak muka ialah : planum trachea perietale
= 36cm
- Persalinan akan berlangsung lebih lama, tetapi 80% akan terjadi
persalinan spontan
Penanganan
- Bila dagu tidak berada didepan maka bisa diharapkan partus
spontan
- Bila selama pengamatan kala II terjadi posisi mento posterior
persistens maka diusahakan lebih dahulu untuk memutar dagu
kedepan dengan satu tangan yang dimasukan kedalam vagina.
Apabila tidak berhasil atau di dapatkan disproporsi sefalopelvik
sebaiknya dilakukan tindakan seksio caesaria.
- Dapat juga di coba untuk mengubah presentase muka menjadi
presentase belakang kepala dengan cara memasukan tangan
penolong kedalam vagina,kemudian menekan muka pada daerah
mulut dan dagu atas.
- Dapat juga dipakai perasat Thorn : Bagianbelakang kepala
dipegang oleh tangan penolong yang dimasukan kedalam vagina
kemudian ditarik kebawah,sedangkan tangan yang lain berusaha
meniadakan ekstensi tubuh janin dengan menekan dada dari luar.
- Dalam persalinan bila dilakukan pemeriksaan dalam,pada
pembukaan yang cukup besar akan teraba : orbita, hidung, tulang
pipi, mulut dan dagu
- Dalam mengubah presetase muka menjadi presentase belakang
kepala ada syarat yang harus dipenuhi yaitu dagu harus berada
dibelakang dan kepala belum turun kedalam rongga panggul dan
masih mudah didorong ke atas
Terapi aktif
- Pada pembukaan lengkap, lakukan versi dan ekstraksi vakum/
forsep
- Bila pembukaan masih kecil, lakukan section cesarea
- Pada primigravida, lakukan section cesarean
Presentasi Dahi
23
Mekanisme persalinan
Kepala memasuki panggul biasanya dengan dahi melintang, atau
miring. Pada waktu putar paksi, dahi memutar ke depan. Maxilla (fosa
canina) sebagai hipomokhlion berada dibawah simfisis, kemudian terjadi
fleksi untuk melahirkan belakang kepala melewati perineum, lalu defleksi
maka lahirah mulut dagu dibawah simfisis. Lingkaran kepala memasuki
panggul : plan maxillo parietale = 35cm, atau diameter mento-occipitalis =
12,5cm.
2. Letak belakang kepala melingtang
- Observasi dan tunggu, karena kalau his kuat terjadi putaran UUK ke
depan dan janin lahir spontan
- Ibu diminta berbaring kea rah punggung janin
- Dapat dicoba memutar UUK ke depan dengan koreksi manual, caranya
ibu jari diletakkan pada UUK, jari – jari lainnya pada oksiput lalu dicoba
reposisi sehingga UUK berada dibawah simfisis
- Coba dengan pemberian uterotonika, bila his lemah
3. Letak tulang ubun-ubun (POSITIO OCCIPUT DIRECTA)
- Observasi persalinan dengan teliti karena masih dapat lahir spontan. -
Bisa dicoba manual correction
- Bila syarat terpenuhi lakukan versidan ekstraksi
- Bila anak mati lakukan embriotomi
- Seksio cesarean dapat dilakukan jika da indikasi
4. Letak sungsang
Mekanisme persalinan
- Mekanisme persalinan hampir sama dengan keadaan ketika posisi kepala
janin di p.a.p hanya saja bedanya pada keadaan sperti ini yang berada
pada p.a.p adalah bagian bokong
- Persalinan berlangsung lama, karena bokong dibandingkan kepala lebih
lembek, jadi kurang kuat menekan sehingga pembukaan agak lama
- Bokong masuk p.a.p dengan garis pangkal paha melintang atau miring
- Dengan turunnya bokong , terjadi putar sehingga di dasar panggul garis
pangkal paha letaknya menjadi muka belakang.
24
- Dengan trochanter depan sebagai hipomoklion (dibawah simfisis), terjadi
latero – fleksi tubuh janin (punggung), sehingga trochanter belakang
melewati perineum.
- Setelah bokong lahir diikuti kedua kak, kemudian terjadi sedikit rotasi
untuk memungkinkan bahu masuk p.a.p dalam posisi melintangatau
miring.
- Lahu bahu depan dibawah simfisis dan bahu belakang lahir
- Kemudian kepala dilahirkan
Penanganan
- Sikap sewaktu hamil
Karena kita tahu bahwa prognosa anak tidak begitu baik, maka
usahakan merubah letak janin dengan versi luar, tujuanny adalah untuk
merubah letak menjadi kepala, hal ini dilakukan pada primi dengan
kehamilan 34 minggu, multi dengan usia kehamilan 36 minggu, dan tidak
ada panggul sempit, gemeli atau plasenta previa. Syaratnya adalah
pembukaan kurang dari 5, Ketuban masih ada dan Bokong belum turun
atau masuk p.a.p
Teknik
a. Lebih dahulu bokong lepaskan dari p.a.p dan ibu berda dalam posisi
Trendelenburg
b. Tangan kiri letakkan di kepala dan tangan kanan pada bokong
c. Putar kea rah muka/ perut janin
d. Lalu tukar tangan kiri diletkakkan di bokong dan tangan kanan di kepala
e. Setelah berhasil pang gurita, dan observasi tensi, djj serta keluhan
f. Pimpinan persalinan
Cara berbaring :
- Litotomi sewaktu inpartu
- Trendelenburg
Melahirkan bokong
- Mengawasi sampai lahir spontan
- Mengait dengan jari
- Mengait dengan pengait bokong
- Mengait dengan tali sebesar kelingking
Ekstraksi kaki
25
- Ekstraksi pada kaki lebih mudah. Pada letak bokong janin dan
dilahirkan dengan cara vaginal atau abdominal (seksio cesarea)
Cara melahirkan pervaginam
Terdiri dari partus spontan ( pada letak sungsang janin dapat lahir
secara spontan seluruhnya) dan manual aid (manual hilfe). Waktu
memimpin partus dengan letak sungsang harus diingat bahwa ada 2 fase :
Fase 1 : fase menunggu
Sebelum bokong lahir seluruhnya, kita hanya melakukan observasi.
Bila tangan tidak menjungkit ke atas (nuchee arm, persalinan akan
mudah. Sebaiknya jangan dilakukan ekspresi Kristeller, karena hal ini
akan memudahkan terjadinya nuchae arm.
Fase 2 : fase untuk bertindak cepat
Bila badan janin sudah lahir sampai pusat, tali pusat akan tertekan
antara kepala dan panggul, maka janin harus lahir dalam waktu 8 menit.
Untuk mempercepat lahirnya janin dapat dilakukan manual aid.
Cara melahirkan bahu dan lengan
- Cara klasik (deventer)
Pegang bokong dengan menggunakan ibu jari berdampingan
pada os sacrum dari jari lain di lipat paha. Kemudian janin ditarik
ke arah bawah, sehingga scapula berada dibawah simfisis. Lalu
lahirkan bahu dan lengan belakang, kemudian lengan depan.
- Cara lovset
Setelah sumbu bahu janin berada dlam ukuran muka belakang,
tubuhnya ditarik ke abwah lalu dilahirkan bhu beserta lengan
belakang, kemudian lengan depan. Setelah itu janin diputar 90o
sehingga bahu depan menjadi bahu belakang, lalu dikeluarkan
seperti biasa.
- Cara Mueller
Tarik janin vertical ke bawah lalu dilahirkan bahu dan lengan
depan. Cara melahirkan bahu – lengan depan bisa spontan atau
dikait dengan satu jari menyapu muka. Lahirkan bahu belakang
dengan menarik kaki ke atas lalu bahu – lengan belakang dikait
menyapu kepala.
- Cara bracht
26
Bokong ditangkap, tangan diletakkan pada paha dan sacrum,
kemudian janin ditarik ke atas. Biasanya hal ini dilakukan pada
janin kecil dan multipara.
- Cara potter
Dikeluarkan dulu lengan dan bahu depan dengan menarik janin
ke bawah dan menekan dengan 2 jari pada scapula. Badan janin
diangkat ke atas untuk melahirkan lengan dan bahu belakang
dengan menekan scapula belakang.
Cara melahirkan kepala
- Mauriceau (veit smellie)
Masukkan jari – jari dalam mulut (muka mengarah ke kiri =
jari kiri, mengarah ke kanan = jari kanan). Letakkan anak
menunggang pada lengan sementara tangan lain memegang pada
tengkuk, lalu tarik ke bawah sampai rambut dan kepala dilahirkan,
kegunaan jari dan mulut, hanya untuk menambah fleksi kepala.
- De snoo
Tangan kiri menadah perut dan dada serta 2 jari diletakkan di
leher (menunggang kuda). Tangan kanan menolong menekan di
atas simfisis. Perbedaannya dengan mauriceau ialah disini tangan
tidak masuk vagina.
- Wigand martin – winckel
Satu tangan (kiri) dalam jalan lahir dengan telunjuk dalam
mulut janin sedang jari tengah dan ibu jari pada rahang bawah.
Tangn lain menekan diatas simfisis atau fundus.
- Naujoks
Satu tangan memegang janin dari depan, tangan lain
memegang leher pada bahu, tarik janin ke bawah dengan bantuan
dorongan dari atas simfisi.
Cara praque terbalik
Dilakukan pada ubun – ubun kecil terletak sebelah belakang. Satu
tangan memegang bahu janin dari belakang, tangan lain memegang kaki
lalu menarik janin kea rah perut ibu dengan kuat.
Cara reposisi tangn menjungkit (Nuchae Arms)
27
1. Satu tangan menjungkit Janin diputar 90o kea rah mana tangan
menunjuk, sehingga tangan akan terlepas menyapu kepala.
2. Kedua tangn menjungkit Untuk tangan pertama seperti diatas dan
untu tangan kedua diputar berlawanan arah 180o .
2.10 Komplikasi
Distosia yang tidak ditangani dengan segera dapat mengakibatkan komplikasi antara
lain :
a. Pada ibu akan terjadi ruptur jalan lahir akibat his yang kuat sementara kemajuan
janindalam jalan lahir tertahan dan juga dapat mengakibatkan terjadinya 'istula
karenanekrosis pada jalan lahir
b. Pada janin distosia akan berakibat kematian karena janin mengalami hipoksia dan
perdarahan
28
BAB III
29
3.3 Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama
Ibu mengatakan hamil anak ketiga usia kehamilan 9 bulan, mengeluh mulas
dan nyeri dipinggang dan ibu mengatakan sudah mengeluarkan air ketuban sejak
tanggal 16 Mei 2017 pukul 07.00 WIB.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. N usia 26 tahun datang ke rumah sakit karena merasakan kenceng-
kenceng. Setelah pemeriksan dinyatakan pasien dalam inpartu fase laten dan
kemudian diobservasi, pasien tampak lemah, frekuensi nafas cepat dan dangkal
22x/menit, TD 120/90 mmHg, nadi 86x/menit, anemis, nyeri tajam yang sangat
pada abdomen bawah dengan skala 8, perdarahan pervagina 250 cc, HIS 5x dalam
10 menit, bagian janin lebih mudah dipalpasi, gerakan janin menjadi kuat dan
kemudian menurun.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan dan penyakit
mengkhawatirkan sebelumnya seperti DM dan hipertensi.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini..
5. Riwayat Menstruasi
a. Menarche : umur 14 tahun.
b. Siklus : teratur tiap bulan.
c. Lama : Rata-rata 6-7 hari.
d. Dismenorhea :-
6. Riwayat Obstetri : G2P1A0
2. Palpasi
- Leopold 1 : TFU pertengahan pusat dan Px, pada fundus teraba bokong
- Leopold II : Punggung kiri
- Leopold III : Bagian bawah teraba kepala
- Leopold IV : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP (divergen)
- Mc Donald : 38 cm
- TBJ : (TFU – 11) x 155
: (38 – 11) x 155
:4185 gram
3. Auskultasi
DJJ terdengar 140x/menit, punctum maximum dibawah pusat sebelah kiri
4. Perkusi
Reflek patela ada (+)
32
2. DO :
- Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg
RR : 22 x/mnt
N : 89 x/mnt
S : 370C
33
Perilaku distraksi
Perubahan pada parameter fisiologis (mis, tekanan darah ,.
Frekuensi jantung, frekuensi pernafasan , saturasi oksigen , dan
end-tidal karbondioksida [CO2])
Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
Perubahan selera makan
Putus asa
Sikap melindungi area nyeri
Agens cedera biologis (mis., infeksi, iskemia, neoplasma)
Agens cedera fisik (mis., abses, amputasi, luka bakar, terpotong,
RELATED mengangkat berat, prosedur bedah, truma, olahraga berlebihan)
FACTORS: Agens cedera kimiawi (mis, luka bakar , kapsaisin, metilen klorida
, agens mustard)
34
Subjective data entry Objective data entry
P :- Ibu mengeluh nyeri dipinggang Suhu : 370C
Q : Ibu mengelu mulas dan nyeri Nadi : 89 x/menit
tajam seperti di plintir bagian TD : 120/80 mmHg
rahimnya RR : 22 x/menit
R : Daerah abdomen, pinggang dan - His 4 x dalam10 menit, teratur lamanya
vagina > 40 detik
S:8 - DJJ 145 x/mnt, teratur
T : Hilang Timbul - Pengeluaran dari vagina blood slym yang
- Ibu mengatakan sudah makin banyak
mengeluarkan air ketuban sejak - Keadaan kandung kemih kosong
tanggal 16 Mei 2015 pukul 07.00 - Inspeksi vulva membuka, anus
WIB. mengembang, perinium menonjol
-Ibu mengatakan masih merasakan - PD : pukul 09.00 Wib dengan hasil :
gerakan janin, gerakan aktif • Dinding vagina tidak ada kelainan
sebanyak 20 kali dalam 24 jam • Portio tidak teraba, efficement 100%
• Pembukaan serviks 10 cm (lengkap)
• Ketuban (-)
• Presentasi kepala UUK kiri depan
• penurunan bagian terendah di Hodge
AS
IV
Ns. Diagnosis (Specify):
Client Nyeri Akut
DIAGNOSIS
35
3.8 INTERVENSI KEPERAWATAN
NIC NOC
Intervensi Aktifitas Outcome Indikator
36
3.9 IMPLEMENTASI
N Hari
NO DIAGNOSA TINDAKAN PARAF
O Tgl/ Jam
37
3.10EVALUASI
38
BAB IV
4.1 Kesimpulan
Distosia adalah persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul akibat
berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima factor persalinan.
Distosia dapat disebabkan oleh kelainan tenaga/ power, kelainan jalan lahir/
passage, kelainan letak dan bentuk janin/ passager. Jika distosia tidak ditangani dengan
cepat dan tepat akan menimbulkan komplikasi yang fatal baik komplikasi maternal
maupun fetal.
4.2 Saran
1. Tenaga Kesehatan
Sebagai tenaga kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang
distosia dan problem solving. Selain itu memberikan informasi atau health
education mengenai distosia kepada masyarakat.
2. Masyarakat
Masyarakat sebaiknya menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan distosia
dan meningkatkan pola hidup sehat.dan perlu diketahui bahwa distosia yang tidak
ditangani dengan tepat dapat menyebabkan komplikasi yang fatal.
39
DAFTAR PUSTAKA
http;//yanuarparty333.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-distosia_7.html Diakses
pada 20 Mei 2017
40