Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

DI WILAYAH KETOHAN DAN GODEHAN RW 10 DAN RW 11


DESA KUCUR KABUPATEN MALANG
Tugas Asuhan Keperawatan Profesi Ners
Wilayah Puskesmas Dau Malang

DISUSUN OLEH:
1. Alatas Sofan Sugara 2017611078
2. Bonifasius Fajar Eka Wahyu 2017611034
3. Dewi Ratna Novitaria 2017611082
4. Dwi Yulia Cahyaningtyas 2017611084
5. Erlin Ditasari 2017611107
6. Franciscus Rendy 2017611086
7. Kristin Wahyu Oktavia 2017611091
8. Ratnawati 2017611095
9. Veneranda Ervina 2017611103
10. Vicky Rudianto 2017611108

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN MAKALAH

LAPORAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA


DI WILAYAH KETOHAN DAN GODEHAN RW 10 DAN RW 11
DESA KUCUR KABUPATEN MALANG
Tugas Asuhan Keperawatan Profesi Ners
Wilayah Puskesmas Dau Malang

Oleh:
1. Alatas Sofan Sugara 2017611078
2. Bonifasius Fajar Eka Wahyu 2017611034
3. Dewi Ratna Novitaria 2017611082
4. Dwi Yulia Cahyaningtyas 2017611084
5. Erlin Ditasari 2017611107
6. Franciscus Rendy 2017611086
7. Kristin Wahyu Oktavia 2017611091
8. Ratnawati 2017611095
9. Veneranda Ervina 2017611103
10. Vicky Rudianto 2017611108

Telah disahkan
Pada hari/Tanggal: 30 Agustus 2018

SUSUNAN TIM PEMBIMBING

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

(Yanti Rosdiana, M.Kep., Ners) (Yeni )

Mengetahui
Puskesmas Dau

( Dyah )
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
kasih karunia dan rahmad-Nya yang melimpah sehingga kelompok 3 dapat
menyelesaikan makalah keperawatan jiwa komunitas
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan tugas profesi ners pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.
Dalam penulisan makalah ini banyak kesulitan dan hambatan, akan tetapi
berkat bimbingan dan bantuan semua pihak maka selesailah makalah ini. Dalam
kesempatan ini kelompok 3 mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari dalam makalah ini masih jauh dari sempurna, baik
teknik penulisan materi maupun bahasa yang digunakan, oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati penulis mengharapkan adanya masukan baik berupa
kritikan dan saran demi sempurnanya makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini
dapat menambah wawasan tentang keperawatan jiwa di komunitas.

Malang, 30 Agustus 2018


Kelompok 3

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa menurut undang – undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014

merupakan suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,

mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan

sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu

memberikaan kontribusi untuk komunitasnya. Menurut Riyadi dan Purwanto

(2013), kesehatan jiwa suatu kondisi perasaan sejahtera secara subyektif, suatu

penilaian diri tentang perasaan mencakup aspek konsep diri, kebugaran dan

kemampuan pengendalian diri.

Menurut Australia Health Minister, Mental Health Nursing Prative,

dalam Herman (2011), Kesehatan jiwa kemampuan individu dalam kelompok dan

lingkungannya untuk berinteraksi dengan yang lain dengan cara untuk mengapai

kesejahteraan, perkembangan yang optimal, dengan menggunakan kemampuan

mental nya ( kognisi, afeksi, relasi ) memiliki prestasi individu serta kelompok

nya konsisten dengan hukum yang berlaku.

Menurut Keliat, dkk dalam Prabowo (2014), kesehatan jiwa suatu

kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif

sebagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua

segi kehidupan manusia dengan ciri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya.

Mampu menghadapi stress kehidupan dengan wajar, mampu bekerja dengan

produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam

lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya dan merasa

nyaman dengan orang lain. Menurut Videbeck (2008) menjelaskan kesehatan jiwa

suatu kondisi sehat emosional, psikososial, psikologis dan sosial yang terlihat dari
hubungan interpersonal yang memuaskan,perilaku dan koping yang efektif,

konsep diri yang positif dan stabilan emosional.

World Health Organization (WHO) (2001) dalam Sutini & Yosep

(2014) menyatakan, paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia mengalami

masalah mental. WHO memperkirakan ada 450 juta orang di dunia yang

mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu, menurut Uton Muchtar

Rafei, Direktur WHO Wilayah Asia Tenggara, hampir satu per tiga penduduk di

wilayah ini mengalami gangguan neuropsikiatri..

Data dari Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 menunjukan 1,7 jiwa

atau 1-2 orang dari 1.000 warga di Indonesia. Jumlah ini cukup besar, artinya 50

juta atau sekitar 25 % dari jumlah penduduk indonesia mengalami gangguan

kesehatan jiwa. Indonesia mengalami peningkatan jumlah penderita gangguan

jiwa cukup banyak diperkirakan prevalensi gangguan jiwa berat dengan psikosis/

skizofrenia di Indonesia pada tahun 2013 adalah 1. 728 orang. Adapun proposi

rumah tangga yang pernah memasung ART gangguan jiwa berat sebesar 1.655

rumah tangga dari 14,3% terbanyak tinggal di pedasaan, sedangkan yang tinggal

diperkotaan sebanyak10,7%. Selain itu prevalensi gangguan mental emosional

pada penduduk umur lebih dari 15 tahun di Indonesia secara nasional adalah 6.0%

(37. 728 orang dari subjek yang dianalisis). Provinsi dengan prevalensi gangguan

mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah (11, 6%), Sedangkan yang

terendah dilampung (1,2 %).

Dan provinsi Jawa Timur menunjukan angka 2,2 jiwa berdasarkan data

jumlah penduduk Jawa Timur yaitu 38.005.413 jiwa, maka dapat disimpulkan

83.612 jiwa yang mengalami gangguan jiwa di Jawa Timur (Riset Kesehatan
Dasar, 2013). Menurut Kasubag Hukum dan Humas RSJ Radjiman

Wediodiningrat Lawang, Heri Juwanto, hingga tanggal 28 Desember 2009 Jumlah

RSJ Lawang mencapai 710 pasien dan sampai bulan September 2010 tercatat ada

660 pasien dari 700 pasien yang menjadi kapasitas RSJ Malang. Dari data itu

besar pasien yang masuk berusia antara 18 - 60 tahun dengan latar belakang yang

beraneka ragam, antara lain sekitar 60% adalah pasien yang masuk karena faktor

ekonomi, 30 % lainnya disebabkan faktor susah mencari kerja, dan 10 % masuk

karena putus cinta. Selain itu, asal para pasien tersebut, mayoritas dari kawasan

Malang Raya , meliputi Kota Batu, Kota Malang, dan Kabupaten Malang.

Sisanya, para warga asal 31 kabupaten dan kota di Jawa Timur. Dari kawasan

Malang Raya sebanyak 30 % dan sisanya dari 31 kabupaten dan kota di Jatim.

Berdasarkan laporan rekam medik (RM) Pada tahun 2014 di RSJ Dr.

Radjiman Wediodiningrat Lawang, dalam catatan rekam medis skizofrenia masuk

pada peringkat 10 besar diagnosa medis pada klien. Skizofrenia hebrefenik berada

pada nomor satu dengan jumlah terbanyak di ruang rawat inap, yaitu 14.426

orang. Sedangkan pada urutan kedua dengan skizofrenia paranoid yang berjumlah

2.249 orang pasien (Catatan rekam medis RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat,

2014; dalam KTI Safitri, 2016). Gejala terbanyak dari pasien skizofrenia adalah

isolasi sosial: menarik diri sebagai akibat kerusakan afektif kognitif klien. Di jawa

timur ditemukan penderita isolasi sosial sebanyak 59,2%. Berdasarkan data yang

di peroleh dari medikal Record di RSJ.Dr Radjiman Wediodiningrat lawang, pada

tahun 2011 diketahui pasien isolasi sosial yang menjalani rawat inap sejumlah 310

pasien (Rahmantika, 2016).


Center for Mental Health Services (CMHS) secara resmi mengakui

keperawatan jiwa salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat jiwa

menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik, teori kepribadian dan

perilaku manusia untuk mendapatkan kerangka berpikir teoritis yang mendasari

praktek keperawatan (Prabowo, 2014).

Dimasa lalu gangguan jiwa di pandang sebagai kerasukan setan atau

hukuman karena pelanggaran sosial, agama atau norma sosial. Oleh sebab itu

penderita dianiaya, dihukum, dijauhi atau diejek masyarakat. Saat ini pandangan

tentang gangguan jiwa berubah. American Psychiatric Association menjelaskan

bahwa gangguan jiwa sebagai sindrom atau pola psikologis pola perilaku yang

penting secara klinis, yang terjadi pada individu dan sindrom itu di hubungkan

dengan ada nya distres (misal nya gejala nyeri, menyakitkan) atau disabilitas

(ketidakmampuan pada salah satu atau beberapa fungsi penting) atau disertai

peningkatan resiko secara bermakna untuk mati, sakit, ketidakmampuan atau

kehilangan kebebasan (Prabowo, 2014 ).

Masalah keperawatan isolasi sosial menarik diri jika tidak dilakukan

intervensi lebih lanjut maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori

halusinasi. Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain, bahkan lingkungan,

selain itu perilaku tertutup dengan orang lain. Juga bisa menyebabkan intoleransi

aktivitas yang akan berpengaruh terhadap menurunnya kemampuan perawatan

diri. Isolasi sosial menarik diri bahkan tidak mampu berinteraksi dengan orang

lain dan sekitarnya (Rahmantika, 2016).

Berdasarkan hasil wawancara pada petugas kesehatan di polindes desa

Kucur pada tanggal 21 agustus 2018 didapatkan 11 ODGJ (Orang Dengan

Gangguan Jiwa) di seluruh wilayah desa Kucur dan 10 orang ODGJ diantaranya
tidak pernah dilakukan pengobatan, sedangkan 1 orang ODGJ pernah dirawat di

RSJ Lawang namun putus pengobatan karena terkendala biaya. Berdasarkan hal

tersebut maka penulis tertarik untuk mengetahui jumlah penduduk yang sehat

jiwa, resiko gangguan jiwa dan gangguan jiwa di Godehan dan ketohan desa

Kucur kecamatan Dau Kabupaten Malang.

1.2 Rumusan Masalah

”Berapakah jumlah penduduk yang sehat jiwa, resiko gangguan jiwa dan yang

mengalami gangguan jiwa di dusun Ketohan dan Godehan desa Kucur

Kecamatan Dau Kabupaten Malang?”

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi jumlah penduduk yang sehat jiwa, resiko

mengalami gangguan jiwa dan yang mengalami gangguan jiwa diwilayah

Godehan dan Ketohan Desa Kucur Kabupaten Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi jumlah penduduk yang sehat jiwa diwilayah Godehan

dan Ketohan Desa kucur Kabupaten Malang.

b. Mengidentifikasi jumlah penduduk yang resiko mengalami gangguan jiwa

diwilayah Godehan dan Ketohan Desa kucur Kabupaten Malang.

c. Mengidentifikasi jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa

diwilayah Godehan dan Ketohan Desa kucur Kabupaten Malang.

1.4 Manfaat

1. Bagi Desa Kucur


Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jumlah penduduk

yang sehat jiwa, resiko mengalami gangguan jiwa dan yang mengalami

gangguan jiwa di ketohan dan godean desa kucur kecamatan Dau kabupaten

Malang.

2. Bagi Puskesmas Dau

Hasil Survey ini dapat menjadi tambahan referensi data penduduk yang

sehat dan yang mengalami resiko serta gangguan jiwa, dan untuk

mengembangkan keperawatan jiwa pada komunitas di wilayah puskesmas Dau.

3. Bagi Kader Jiwa

Hasil Survey ini dapat menjadi modal bagi para kader jiwa di Desa

Kucur untuk merawat keluarga sehat dan resiko serta melatih klien ODGJ

berinteraksi sosial dalam kehidupan sehari-hari.


BAB II
HASIL PENDATAAN

2.1 DATA MAPING KEPERAWATAN JIWA DI DUSUN GODEHAN RT 23-24 RW 10 DESA KUCUR KECAMATAN DAU
2.2 Interpretasi data Maping di Dusun Godehan Desa Kucur Kecamatan Dau
Kabupaten Malang.

Dari data tabulasi Tabel 2.3 masyarakat dusun Godehan RT 23-24

RW 10 desa Kucur diperoleh jumlah KK sebanyak 79KK dan jumlah

populasi sebanyak 313 orang.

a. Data Umum

1. Diagram 2.1 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin di


Dusun Godehan Desa Kucur

Diagram 2.1 memberikan gambaran bahwa di Dusun Godehan

untuk jenis kelamin penduduknya hampir merata yaitu 158 orang (50%)

berjenis kelamin laki-laki dan 155 orang (50%) berjenis kelamin

perempuan.

2. Diagram 2.2 Distribusi frekuensi berdasarkan usia di Dusun Godehan


Desa Kucur
Diagram 2.2 memberikan gambaran bahwa hampir separuhnya

berusia dewasa 30-60 tahun sejumlah 141 Orang (45%).

3. Diagram 2.3 Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan di Dusun


Godehan Desa Kucur

Diagram 2.3 memberikan gambaran bahwa hampir separuhnya

berpendidikan tamat SD atau sederajat 135 Orang (43%).

4. Diagram 2.4 Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan di Dusun


Godehan Desa Kucur

Diagram 2.4 memberikan gambaran bahwa sebagian besar bekerja

sebagai wiraswasta sebanyak 61 Orang (20%)


5. Diagram 2.5 Distribusi frekuensi berdasarkan jaminan kesehatan
yang dimiliki di Dusun Godehan Desa Kucur

Diagram 2.5 memberikan gambaran bahwa hampir seluruhnya

memakai jaminan kesehatan umum yaitu 280 orang (89%)

b. Data Khusus

1. Diagram 2.6 Distribusi frekuensi berdasarkan data Kejiwaan di


Dusun Godehan Desa Kucur

Diagram 2.6 memberikan gambaran bahwa sebagian kecil

sebanyak 2 orang (1%) mengalami gangguan jiwa dengan masalah isolasi

sosial, hampir setengahnya 26 orang (8%) memiliki resiko gangguan jiwa,

dan hampir selurunya 285 orang (91%) sehat jiwa.


2. Diagram 2.7 Distribusi frekuensi berdasarkan Resiko Gangguan Jiwa
di Dusun Godehan Desa Kucur

Diagram 2.7 memberikan gambaran bahwa sebagian besar

sebanyak 15 orang (58%) mengalami resiko gangguan jiwa dengan

masalah gangguan tidur banyak diantaranya yang berusia lansia.

3. Diagram 2.8 Distribusi frekuensi berdasarkan Kesehatan Jiwa di


Dusun Godehan Desa Kucur

Diagram 2.8 memberikan gambaran bahwa hampir separuhnya

sebanyak 139orang (49%) terogolong sehat jiwa usia dewasa.


2.3 DATA MAPING KEPERAWATAN JIWA DI DUSUN KETOHAN RT 24-27 RW 10-11 DESA KUCUR KECAMATAN DAU
2.4 Interpretasi data Maping di Dusun Ketohan Desa Kucur Kecamatan Dau
Kabupaten Malang.

Dari data tabulasi Tabel 2.3 masyarakat dusun Ketohan RT 24-27

RW 10-11 desa Kucur diperoleh jumlah KK sebanyak 104KK dan jumlah

populasi sebanyak 395 orang.

a. Data Umum

1. Diagram 2.9 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin di Dusun


Ketohan Desa Kucur

Diagram 2.9 memberikan gambaran bahwa di Dusun ketohan untuk

jenis kelamin penduduknya sebagian besar yaitu sebagian besar berjenis

kelamin perempuan 205 orang (52%).

2. Diagram 2.10 Distribusi frekuensi berdasarkan usia di Dusun


Ketohan Desa Kucur
Diagram 2.10 memberikan gambaran bahwa hampir separuhnya

berusia dewasa 30-60 tahun sejumlah 182 Orang (46%).

3. Diagram 2.11 Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan di Dusun


Ketohan Desa Kucur

Diagram 2.11 memberikan gambaran bahwa hampir separuhnya

berpendidikan tamat SD atau sederajat 170 Orang (43%)

4. Diagram 2.12 Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan di Dusun


Ketohan Desa Kucur

Diagram 2.12 memberikan gambaran bahwa sebagian besar sebagai

ibu rumah tangga sebanyak 59 Orang (19%).


5. Diagram 2.13 Distribusi frekuensi berdasarkan jaminan kesehatan
yang dimiliki di Dusun Ketohan Desa Kucur

Diagram 2.13 memberikan gambaran bahwa sebagian besar


memakai jaminan kesehatan Umum 186orang (95%).

b. Data Khusus

1. Diagram 2.14 Distribusi frekuensi berdasarkan data Kejiwaan di


Dusun Ketohan Desa Kucur

Diagram 2.14 memberikan gambaran bahwa sebagian kecil

sebanyak 1 orang mengalami gangguan jiwa dengan masalah deficit

perawatan diri, sebagian kecil 25 orang (6%) memiliki resiko gangguan

jiwa, dan hampir selurunya 369orang (94%) sehat jiwa.


2. Diagram 2.15 Distribusi frekuensi berdasarkan Resiko Gangguan Jiwa
di Dusun Ketohan Desa Kucur

Diagram 2.15 memberikan gambaran bahwa sebagian besar

sebanyak 10 orang (40%) mengalami resiko gangguan jiwa dengan

masalah gangguan tidur banyak diantaranya yang berusia lansia.

3. Diagram 2.16 Distribusi frekuensi berdasarkan Kesehatan Jiwa di


Dusun Ketohan Desa Kucur

Diagram 2.16 memberikan gambaran bahwa hampir separuhnya

sebanyak 173 orang (47%) terogolong sehat jiwa usia dewasa.


c. Data Dusun Godean dan Ketohan Desa Kucur Kecamatan Dau Kabupaten
Malang

Dari tabel diatas dapat diketahui jumlah penduduk di Dusun Godehan


dan ketohan Desa Kucur sebanyak 708 orang, diantaranya terdapat 3 orang
gangguan jiwa dengan 2 masalah isolasi sosial menarik diri dan 1 orang dengan
defisit perawatan diri. Dan 51 orang resiko mengalami gangguan jiwa dengan
jumlah terbanyak 19 orang yang mengalami gangguan istirahat tidur. Dan 654
sehat jiwa dengan jumlah terbanyak sehat kiwa pada usia dewasa (30-60 tahun).
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 KONSEP ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI

3.1.1 DEFINISI

Menurut Balitbang (2007) dalam Direja (2011), merupakan upaya

menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena merasa

kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk

berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam

berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan

dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi

pengalaman. Menarik diri merupakan sebuah representatif adanya kerusakan

interaksi sosial yang merupakan kesendirian yang dialami oleh individu dan

diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan

negatif yang mengancam. Kelainan interaksi sosial adalah suatu keadaan

dimana seorang individu beradaptasi dalam suatu kuantitas yang tidak

cukup/berlebihan kualitas interaksi sosial yang tidak efektif (Townsand,

1998). Perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.

Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai

kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan.

Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang

lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada

perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain

( Depkes, 1998 ).
3.1.2 ETIOLOGI

a. Faktor Predisposisi

Berbagai faktor yang bisa menimbulkan respon sosial yang maladaptif.

Walaupun banyak penelitian telah dilakukan pada gangguan yang

mempengaruhi hubungan interpersonal, tapi belum ada suatu kesimpulan

yang spesifik tentang penyebab gangguan ini (Nyamirah, 2012).

Gangguan ini mungkin disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor

seperti :

1) Faktor Psikologis (Perkembangan)

Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan yang

diuraikan diatas akan mencetuskan sesorang sehingga mempunyai

masalah respons sosial maladaptif. Sistem keluarga yang terganggu,

tidak berhasil memisahkan dirinya dari orang tua, norma keluarga

tidak mendukung hubungan dengan pihak luar, peran keluarga tidak

jelas, orang tua pencandu alkohol dan penganiayaan anak.

2) Faktor Biologik

Faktor genetik dapat menunjang terhadap respons sosial maladaptif.

Ada bukti terdahulu tentang terlibat neurotranmiter dalam

perkembangan gangguan ini, namun masih tetap diperlukan

penelitian lebih lanjut.

3) Faktor Sosiokultural

Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini

akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang


lain; atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak

produktif, seperti : lansia, orang cacat, dan berpenyakit kronik.

Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku dan sistem

nilai yang berbeda dari kelompok budaya mayoritas. Harapan yang

tidak realistik terhadap hubungan merupakan faktor lain yang

berkaitan dengan gangguan ini.

c. Faktor Presipitasi

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang berprilaku

menarik diri (Stuart & Sudden, 1998). Faktor – faktor penyebab

tersebut dapat berasal dari berbagai stressor, antara lain :

1) Stressor fisik

- Mengalami kehilangan yang hebat seperti keguguran dapat

memicu perilaku menarik diri.

- Menderita penyakit kronik dapat mengakibatkan penderita malu

dan dia akan menarik diri dari orang lain.

2) Stressor psikologik

- Menarik diri dapat terjadi jika individu pada masa lalunya

mempunyai masalah dan mengakibatkan malu dan rasa sangat

bersalah.

- Kurang kepercayaan diri akan mengakibatkan seseorang

menarik diri

- Kurangnya cinta, kasih sayang dan perasaan kehilangan juga

dapat memicu terjadinya menarik diri.


3) Stressor intelektual

- Kurangnya pemahaman diri dan ketidakmampuan untuk berbagi

pikiran dan perasaan yang mengganggu perkembangan

hubungan dengan orang lain .

- Klien dengan “ kegagalan” dan tidak mampu untuk membangun

rasa kepercayaan dirinya akan beresiko untuk menarik diri .

4) Stressor sosio kultural

Kurangnya penghargaan atas dirinya dari lingkungan sekitarnya

dapat menyebabkan seseorang menarik diri, misalnya mendapat

perlakuan selalu di rendahkan oleh orang – orang di sekitarnya.

3.1.3 TANDA DAN GEJALA

Menurut Townsend, M.C (1998:152-153) & Carpenito,L.J (1998: 382)

isolasi sosial menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala

sebagai berikut:

Data objektif :

1. Apatis, ekspresi, afek tumpul.

2. Menghindar dari orang lain (menyendiri) klien tampak

memisahkan diri dari orang lain.

3. Komunikasi kurang atau tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-

cakap dengan klien lain atau perawat.

4. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.

5. Berdiam diri di kamar/tempat berpisah – klien kurang

mobilitasnya.
6. Menolak hubungan dengan orang lain – klien memutuskan

percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.

7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan

kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.

8. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur

dengan perkembangan usianya.

9. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya.

10.Kurang aktivitas fisik dan verbal.

11.Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi

12.Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya

Data Subjektif

Data subjektif sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi,

beberapa data subjektif adalah menjawab dengan singkat kata-kata

“tidak”, “ya”, “tidak tahu” dan ada beberapa data yang didapat adalah:

1. Mengungkapkan rasa tidak berguna, penolakan oleh lingkungan

2. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki

3.1.4 RENTANG RESPON

Adaptif Maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Menarik diri


Otonomi Dependensi Ketergantungan
Bekerjasama Curiga Manipulasi
Interdependen Curiga

Berikut ini akan dijelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi sosial:

a. Rentang respon adaptif


Rentang respon adaptif merupakan respon individu dalam penyesuaian

masalah yang dapat di terima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan.

1. Menyendiri (solitude) merupakan respon yang dibutuhkan seseorang

untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan

sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan

langkah selanjutnya.

2. Otonomi merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan

menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.

3. Bekerjasama (mutualisme) adalah suatu kondisi dalam hubungan

interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi

dan menerima.

4. Saling tergantung (interdependen) adalah suatu kondisi saling

tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina

hubungan interpersonal.

b. Respon antara adaptif dan maladaptif

1. Aloness (Kesepian)

Individu mulai merasakan kesepian, terkucilkan dan tersisihkandari

lingkungan.

2. Withdrawl (Menarik diri)

Gangguan yang terjadi di mana seseorang menemukan kesulitan

dalammembina hubungan saling terbuka dengan orang lain, di mana

individu sengaja menghindarai hubungan interpersonal ataupun interaksi

dengan lingkungannya.
3. Dependence ( ketergantungan )

Individu mulai tergantung kepada individu yang lain dan mulai

tidak memperhatikan kemampuan yang di milikinya.

c. Respon maladaptif

Respon maladaptif merupakan suatu respon individu dalam

penyelesaian masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan

budaya lingkungannya. Respon maladaptif:

1. Loneliness ( kesepian )

Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk

tidak berhubungan dengan orang lain.

2. Manipulasi

Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan

sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang

lain dan individu cendrung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan,

bukan padaorang lain.

3. Implusif

Individu implusif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak

mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat di andalkan.

4. Narkisisme

Pada klien narkisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus

menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap

egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung.


5. Paranoid ( curiga )

Gangguan yang terjadi apabila seseorang gagal dalam

mengembangkanrasa percaya diri pada orang lain.

3.1.5 MEKANISME KOPING

Menurut Stuart & Laraia (2001), mekanisme koping digunakan

klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian

nyata yang mengancam dirinya. Sedangkan contoh sumber koping yang

dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam

keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan

kreativitas untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian,

musik, atau tulisan. Mekanisme koping yang sering digunakan pada

menarik diri adalah:

1) Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi dan mencurahkan emosi kepada

orang lain karena kesalahan yang dilakukan sendiri.


2) Regresi
Menghindari stres dan kecemasan dengan menampilkan perilaku

kembali seperti pada perkembangan anak.


3) Represi
Menekan perasaan atau pengalaman yang menyakitkan serta konflik

maupun ingatan dari kesadaran yang cenderung memperkuat

mekanisme ego lainnya.

3.1.6 AKIBAT

Beberapa hal yang dapat terjadi ketika seseorang mengalami gangguan

hubungan sosial menarik diri antara lain (Dalami, dkk. 2009):


1) Halusinasi ini merupakan salah satu orientasi realitas yang maladaptive,

dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa

stimulus yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang

nyata tanpa stimulus/ rangsangan eksternal.

2) Penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri,

tidak dapat merawat diri sendiri karena individu merasa bahwa dirinya

sudah tidak berharga dan tidak ada gunanya lagi menjalani kehidupan

ini.

3) Gangguan komunikasi dengan orang lain terjadi karena dia takut untuk

berinteraksi dengan orang lain, kesulitan mengekspresikan perasaan,

dan tidak berminat berinteraksi dengan orang lain.

3.1.7 MASALAH YANG AKAN MUNCUL

Masalah yang sering muncul, yaitu:

1) Harga diri rendah


Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga

diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan

menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. (Carpenito

1998).
2) Halusinasi
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat terjadinya risiko

perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi adalah persepsi

panca indra tanpa ada rangsangan dari luar yang dapat mempengaruhi

semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu

itu baik (Carpenito 1998).

3.1.8 POHON MASALAH


Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan
lingkungan

Defisit perawatan diri GPS: Halusinasi

Intoleransi aktivitas Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif


Koping keluarga tidak efektif

3.1.9 MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji

Risiko Perilaku Kekerasan Subyektif:


1. Klien mengancam

2. Klien mengumpat dengan kata-kata kotor

3. Klien mengatakan dendam dan jengkel

4. Klien mengatakan ingin berkelahi

5. Klien menyalahkan dan menuntut

6. Klien meremehkan

Obyektif:
1. Wajah memerah dan tegang
2. Mata melotot
3. Tangan mengepal
4. Rahang mengatup
5. Postur tubuh kaku
6. Suara keras

Isolasi Sosial: Menarik Diri Subyetif:


1. Sukar didapati jika klien menolak
berkomunikasi. Beberapa data subyektif adalah
menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti
kata-kata “tidak”, “iya”, “tidak tau”

2. Mengungkapkan perasaan tidak berguna dan


penolakan oleh lingkungan
3. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan
yang dimiliki.

Obyektif:
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
2. Menghindar dari orang lain (menyendiri)
3. Komunikasi kurang atau tidak ada
4. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering
menunduk
5. Berdiam diri di kamar atau tempat terpisah
6. Menolak berhubungan dengan orang lain
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari

Gangguan Konsep Diri: Harga Subyektif:


Diri Rendah 1. Klien merasa tidak berguna
2. Klien mengungkapkan perasaan
Obyektif:
1. Kehilangan minat melakukan aktivitas
2. Klien lebih suka sendiri dan bingung

3.1.10 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Isolasi Sosial: Menarik Diri

3.1.11 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Pasien mampu: Setelah ... x pertemuan, SP 1
 Menyadari pasien mampu:  Identifikasi penyebab
penyebab  Membina hubungan
isolasi sosial saling percaya  Siapa yang satu rumah
dengan pasien
 Berinteraksi  Menyadari penyebab
dengan orang isolasi sosial,  Siapa yang dekan
lain keuntungan dan kerugian dengan pasien
berinteraksi dengan
 Siapa yang tidak dekat
orang lain
dengan pasien
 Melakukan interaksi
 Tanyakan keuntungan dan
dengan orang lain secara
kerugian berinteraksi dengan
bertahap
orang lain
 Tanyakan pendapat
pasien tentang kebiasaan
berinteraksi dengan
orang lain.
 Tanyakan apa yang
menyebabkan pasien
tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain.
 Diskusikan keuntungan
bila pasien memiliki
banyak teman dan
bergaul akrab dengan
mereka
 Diskusikan kerugian
bila pasien hanya
mengurung diri dan
tidak bergaul dengan
orang lain.
 Jelaskan pengaruh
isolasi sosial terhadap
kesehatan fisik pasien
 Latih berkenalan
 Jelaskan kepada klien
cara berinteraksi dengan
orang lain
 Berikan contoh cara
berinteraksi dengan
orang lain
 Beri kesempatan pasien
SP 2
 Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP 1)
 Latih berhubungan sosial
secara bertahap
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien

SP 3
 Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP 1 dan 2)
 Latih cara berkenalan dengan
2 orang atau lebih
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien

Keluarga Setelah ... x pertemuan, SP 1


mampu keluarga mampu  Identifikasi masalah yang
merawat pasien menjelaskan tentang: dihadapi dalam merawat
dengan isolasi  Masalah isolasi sosial pasien.
sosial di rumah dan dampaknya pada
pasien  Penjelasan isolasi sosial

 Penyebab isolasi sosial  Cara merawat pasien isolasi


sosial
 Sikap keluarga untuk
membantu pasien  Latih (simulasi)
mengatasi isolasi
 RTL keluarga / jadwal
sosialnya
 Keluarga untuk merawat
 Pengobatan yang
pasien
berkelanjutan dan
mencegah putus obat SP 2
 Evaluasi kemampuan SP 1
 Tempat rujukan dan
fasilitas kesehatan yang  Latih (langsung ke pasien)
tersedia bagi pasien
 RTL keluarga / jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
SP 3
 Evaluasi kemampuan SP 1
 Latih (langsung ke pasien)
 RTL keluarga / jadwal
keluarga untuk merawat
pasien

SP 4
 Evaluasi kemampuan
keluarga
 Evaluasi kemampuan pasien
 Rencana tindak lanjut
keluarga
 Follow up
 Rujukan

3.2 KONSEP GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT


DAN TIDUR

3.2.1 DEFINISI ISTIRAHAT DAN TIDUR

Istirahat merupakan keadaan rileks dan tenang tanpa ada tekanan

emosional. Jadi, istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur dan

tidak melakukan aktifitas apapun. Tidur merupakan kondisi ketika seseorang

tidak sadar, tetapi dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang

sesuai. Kondisi ini ditandai dengan aktifitas fisik yang minim, tingkat

kesadaran bervariasi, terjadi perubahan proses fisiologis, dan terjadi

penurunan respons terhadap stimulus eksternal.

3.2.2 FISIOLOGI TIDUR

Aktifitas tidur berhubungan dengan mekanisme serebral yang secara

bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan
bangun. Bagian otak yang mengendalikan aktifitas tidur adalah batang otak,

tepatnya pada sistem pengaktifan retikularis atau Reticular Activating

System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Regional (BSR). RAS dapat

memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan serta

dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi

dan proses berpikir. Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin untuk

mempertahankan kewaspadaan dan agar tetap terjaga. Pengeluaran serotonin

dari BSR menimbulkan rasa kantuk yang selanjutnya menyebabkan tidur.

Terbangun dan terjaganya seseorang tergantung pada keseimbangan impuls

yang diterima di pusat otak dan sistem limbik.

3.2.3 TAHAPAN TIDUR

Tidur dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu non-rapid eye

movement (NREM) dan rapid eye movement (REM).

a. Tidur NREM

Tidur Nrem disebabkan oleh penurunan kegiatan dalam sistem pengaktifan

retikularis. Tahapan tidur ini juga disebut tidur gelombang lambat, karena

gelombang otak bergerak dengan sangat lambat. Tidur NREM ditandai

dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologis tubuh termasuk juga

metabolisme, kerja otot dan tanda-tanda vital. Hal lain yang terjadi pada saat

tidur NREM adalah pergerakan bola mata melambat.

Tidur NREM terbagi menjadi empat tahapan, yaitu sebagai berikut :

1) Tahap I

Tahap I merupakan tahapan paling dangkal dari tidur dan merupakan

tahap transisi antara bangun dan tidur. Tahap ini ditandai dengan
individu yang cenderung rileks, masih sadar dengan lingkungannya,

merasa mengantuk, bola mata bergerak dari samping ke samping,

frekuensi nadi dan napas sedikit menurun, serta mudah dibangunkan.

Tahap I normalnya berlangsung sekitar 5 menit atau sekitar 5% dari

total tidur.

2) Tahap II

Tahap II merupakan tahap ketika individu masuk pada tahap tidur,

tetapi masih dapat bangun dengan mudah. Tahap I dan II ini termasuk

dalam tahap tidur ringan. Pada tahap II, otot mulai relaksasi, mata

pada umumnya menetap, dan proses-proses di dalam tubuh terus

menurun. Ditandai dengan penurunan denyut jantung, frekuensi napas,

suhu tubuh, dan metabolisme. Pada tahap II normalnya berlangsung

selama 10-20 menit dan merupakan 50-55 % dari total tidur.

3) Tahap III tahap III merupakan awal ari tahap tidur dalam atau tidur

nyenyak. Tahap ini dicirikan dengan relaksasi otot menyeluruh serta

pelambatan denyut nadi, frekuensi napas, dan proses tubuh yang lain.

Pelambatan tersebut disebabkan oleh dominasi sistem saraf

parasimpatis. Pada tahap III, individu cenderung sulit dibangunkan.

Tahap III berlangsung selama 15-30 menit dan merupakan 10 % dari

total tidur.

4) Tahap IV

Pada tahap ini, individu tidur semakin dalam, tahap IV ditandai

dengan perubahan fisiologis, yaitu EEG gelombang otak melemah


serta penurunan denyut jantung, tekanan darah, tonus otot,

metabolisme dan suhu tubuh.

Pada tahap ini individu jarang bergerak dan sulit dibangunkan. Tahap

ini berlangsung selama 15-30 menit dan merupakan 10 % dari total

tidur.

b. Tidur REM

Tidur REM disebut juga tidur paradoks. Tahapan ini biasanya

terjadi ratarata 90 menit dan berlangsung selama 5-20 menit. Tidur REM

tidak senyenyak tidur NREM dan biasanya sebagian besar mimpi terjadi

pada tahap ini. tidur REM penting untuk keseimbangan mental dan

emosi. Selain itu, tahapan tidur ini juga berperan dalam proses belajar,

memori dan adaptasi.

Tidur REM ditandai dengan:

1) Lebih sulit dibangunkan atau dapat bangun dengan tiba-tiba

2) Sekresi lambung meningkat

3) Tonus otot menurun

4) Frekuensi denyut jantung dan pernapasan sering kali

menjadi tidak teratur

5) Mata cepat tertutup dan terbuka

6) Metabolisme meningkat

3.2.4. SIKLUS TIDUR

Selama tidur, individu mengalami siklus tidur yang di dalamnya

terdapat pergantian antara tahap tidur NREM dan REM secara berulang.

Siklusnya sebagai berikut :


a. Pergeseran dari tidur NREM tahap I-III selama 30 menit

b. Pergeseran dari tidur NREM tahap III ke IV. Tahap IV ini berlangsung

selama 20 menit

c. Individu kembali mengalami tidur NREM tahap III dan tahap II yang

berlangsung selama 20 menit

d. Pergeseran dari tidur NREM tahap II ke tidur REM. Tidur REM ini

berlangsung selama 10 menit

e. Pergeseran dari tidur REM ke tidur NREM tahap II

f. Siklus tidur pun dimulai, tidur NREM terjadi bergantian dengan tidur

REM. Siklus ini normalnya berlangsung selama 1,5 jam dan setiap

orang umumnya melalui 4-5 siklus selama 7-8 jam tidur.

3.2.5 KEBUTUHAN TIDUR PADA SETIAP TAHAP PERKEMBANGAN

Usia dan tingkat Jumlah Pola tidur normal


perkembangan kebutuhan tidur
(jam/hari)
0-1 bulan 14-18 50% tidur REM, berlangsung selama 45-
60 menit

1-12 bulan 12-14 20-30% tidur REM, tidur sepanjang malam

25 % tidur REM , tidur pada siang hari dan


1-3 tahun 10-12
sepanjang malam

3-6 tahun 11 20% tidur REM


6-12 tahun 10 18,5% tidur REM
12-18 tahun 7-8,5 20% tidur REM
18-40 tahun 7-8 20-25% tidur REM
40-60 tahun 7-8 20% tidur REM, mengalami insomnia
>60 tahun 6 20-25% tidur REM, sering terjaga sewaktu
tidur, mengalami insomnia, dan tahap IV
NREM menurun, bahkan tidak ada

3.2.6 ETIOLOGI

Faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Tidur

a. Penyakit

Sebagian penyakit menyebabkan penderita kesulitan untuk tidur,

misalnya penyakit yang menyebabkan nyeri atau distres fisik.

b. Kelelahan

Kelelahan akibat aktifitas yang tinggi umumnya memerlukan lebih

banyak tidur untuk memulihkan kondisi tubuh. Makin lelah sesorang,


makin pendek siklus REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat, biasanya

siklus REM akan kembali memanjang.

c. Lingkungan

Ada atau tidaknya stimulus tertentu dari lingkungan dapat

menghambat upaya tidur, contohnya suhu yang tidak nyaman, ventilasi

yang buruk, atau suarasuara tertentu.

d. Stres psikologis

Stres psikologis pada seseorang dapat menyebabkan ansietas atau

ketegangan dan depresi. Akibatnya pola tidur, dapat terganggu. Ansietas

dan depresi dapat meningkatkan kadar norepinefrin pada darah melaui

stimulasi sistem saraf simpatis, akibatnya terjadi pengurangan siklus tidur

NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga pada saat tidur.

e. Gaya Hidup

Rutinitas seseorang dapat memengaruhi pola tidur. Contohnya

individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar

bisa tidur pada waktu yang tepat.

f. Motivasi

Motivasi dapat mendorong untuk tidur sehingga memengaruhi

proses tidur, misalnya seseorang ingin tidur lebih cepat agar keesokan

harinya tidak terlambat ke sekolah.

g. Stimulan, alkohol, dan obat-obatan


Contoh stimulan yang paling umum ditemukan adalah kafein dan

nikotin. Kafein dapat merangsang sistem saraf pusat sehingga

menyebabkan kesulitan untuk tidur.

h. Diet dan nutrisi

Asupan nutrisi yang adekuat dapat mempercepat proses tidur,

misalnya asupan protein. Asupan protein yang tinggi dapat mempercepat

proses tidur karena adanya triptofan (asam amino) hasil pencernaan

protein yang dapat mempermudah proses tidur.

3.2.7 GANGGUAN MASALAH KEBUTUHAN TIDUR

a. Insomnia

Insomnia adalah kesukaran dalam memulai dan mempertahankan

tidur sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tidur yang adekuat.

Insomnia dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1) Insomnia inisial : ketidakmampuan untuk memulai tidur

2) Insomnia intermiten : ketidakmampuan untuk tetap tertidur karena

terlalu sering terbangun

3) Insomnia terminal : ketidak mampuan untuk tidur kembali setelah

terbangun pada malam hari

b. Hipersomnia

Hipersomnia merupakan gangguan tidur yang ditandai dengan

tidur berlebihan, terutama pada siang hari, walaupun sudah

mendapatkan tidur yang cukup. Gangguan ini dapat disebabkan oleh

kondisi medis tertentu, misalnya gangguan pada sistem saraf, hati, atau

ginjal, dan masalah psikologis.


c. Parasomnia

Parasomnia merupakan perilaku yang dapat mengganggu tidur

atau perilaku yang muncul pada saat seseorang tertidur. Gangguan ini

umumnya terjadi pada anak-anak. Beberapa turunan parasomnia antara

lain adalah sering terjaga misalnya tidur berjalan, gangguan transisi

bangun tidur misalnya mengigau, parasomnia yang berkaitan dengan

tidur REM misalnya mimpi buruk.

d. Narkolepsi

Narkolepsi merupakan gelombang kantuk yang tak tertahankan

yang muncul secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut

serangan tidur. Narkolepsis diduga merupakan suatu gangguan

neurologis yang disebabkan oleh kerusakan genetik sistem saraf pusat

yang disebabkan oleh kerusakan genetik sistem saraf pusat yang

menyebabkan tidak terkendalinya periode tidur REM.

e. Apnea saat tidur

Apnea saat tidur merupakan kondisi ketika napas terhenti secara

periodik pada saat tidur.

f. Somnabulisme

Somnabulisme merupakan keadaan ketika tengah tertidur, tetapi

melakukan kegiatan orang yang tidak tidur. Penderita sering kali

melakukan tindakan motorik

g. Enuresa
Enuresa atau mengompol merupakan kegiatan buang air kecil

yang tidak disengaja pada waktu tidur. enuresa dapat dibagi menjadi

dua, yaitu enuresa nokturnal dan diurnal. Enuresa nokturnal merupakan

keadaan mengompol pada saat tidur dan umumnya terjadi karena ada

gangguan pada tidur NREM. Enuresa diurnal merupakan keadaan

mengompol pada saat bangun tidur.

3.2.8 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian keperawatan pada masalah kebutuhan istirahat dan

tidur meliputi riwayat tidur serta pemeriksaan fisik

a. Riwayat tidur

1) Pola tidur, seperti jam berapa klien masuk kamar untuk tidur, jam

berapa biasa bangun tidur, dan keteraturan pota tidur klien;

2) Kebiasaan yang dilakukan klien menjelang tidur, seperti membaca

buku, buang air kecil, dan lain-lain;

3) Gangguan tidur yang sering dialami klien dan cara mengatasinya;

4) Kebiasaan tidur siang;

5) lingkungan tidur klien. Bagaimana kondisi lingkungan tidur apakah

kondisinva bising, gelap, atau suhunya dingin? dan lain lain;

6) Peristiwa yang baru dialami klien dalam hidup. Perawat

mempelajari apakah peristiwa, yang dialami klien, yang

menyebabkan klien mengalami gangguan tidur.

7) Status emosi dan mental klien. Status emosi dan mental

memengaruhi terhadap kemampuan klien untuk istirahat dan tidur.


Perawat perlu mengkaji mengenai status emosional dan mental

klien, misalnya apakah klien mengalami stres emosional atau

ansietas. juga dikaji sumber stres yang dialami klien.

8) Perilaku deprivasi tidur yaitu manifestasi fisik dan perilaku yang

timbul sebagai akibat gangguan istirahat tidur, seperti:

a) Penampilan wajah, misalnya adakah area gelap di sekitar

mata, bengkak di kclopak mata, konjungtiva kemerahan, atau

mata yang terlihat cekung;

b) Perilaku yang terkait dengan gangguan istirabat tidur,

misalnya apakah klien mudah tersinggung, selalu menguap,

kurang konsentrasi, atau terlihat bingung;

c) Kelelahan, misalnya apakah klien tampak lelah, letih, atau

lesu.

b. Gejala Klinis

Gejala klinis yang mungkin muncul: perasaan lelah, gelisah,

emosi, apetis, adanya kehitaman di daerah sekitar mata bengkak,

konjungtiva merah dan mata perih, perhatian tidak fokus, sakit kepala.

c. Penyimpangan Tidur

Kaji penyimpangan tidur seperti insomnia, somnambulisme,

enuresis, narkolepsi, night terrors, mendengkur, dll.

d. Pemeriksaan fisik
1) Tingkat energy, seperti terlihat kelelahan, kelemahan fisik,

terlihat lesu

2) Ciri-ciri diwajah, seperti mata sipit, kelopak mata sembab,

mata merah, semangat

3) Ciri-ciri tingkah laku, seperti oleng/ sempoyongan,

menggosok-gosok mata, bicara lambat, sikap loyo

4) Data penunjang yang menyebabkan adanya masalah potensial,

seperti obesitas, deviasi septum, TD rendah, RR dangkal dan

dalam

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Gangguan pola tidur

3. INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

Gangguan pola tidur NOC NIC


Definisi : Gangguan kualitas dan Anxiety reduction Sleep Enhancement
kuantitas waktu tidur akibat faktor Comfort level Determinasi efek-efek
eksternal Pain level medikasi terhadap pola tidur
Rest : Extent and Jelaskan pentingnya tidur
Batasan Karakteristik : Pattern yang adekuat
Perubahan pola tidur normal Sleep : Extent an Fasilitas untuk
Penurunan kemampuan berfungsi Pattern mempertahankan aktivitas
Ketidakpuasan tidur sebelum tidur (membaca)
Menyatakan sering terjaga Kriteria Hasil : Ciptakan lingkungan yang
Meyatakan tidak mengalami Jumlah jam tidur dalam nyaman
kesulitan tidur batas normal 6-8 Kolaborasikan pemberian obat
Menyatakan tidak merasa cukup jam/hari tidur
istirahat Pola tidur, kualitas Diskusikan dengan pasien dan
dalam batas normal keluarga tentang teknik tidur
Faktor Yang Berhubungan Perasaan segar sesudah pasien
Kelembaban lingkungan sekitar tidur atau istirahat Instruksikan untuk memonitor
Suhu lingkungan sekitar Mampu tidur pasien
Tanggung jawab memberi asuhan mengidentifikasikan hal- Monitor waktu makan dan
Perubahan pejanan terhadap cahaya hal yang meningkatkan minum dengan waktu tidur
gelap tidur Monitor/catat kebutuhan tidur
Gangguan(mis.,untuk tujuan pasien setiap hari dan jam
terapeutik, pemantauan, pemeriksaan
laboratorium)
Kurang kontrol tidur
Kurang privasi, Pencahayaan
Bising, Bau gas
Restrain fisik, Teman tidur
Tidak familier dengan prabot tidur

4. IMPLEMENTASI

a. Mengkaji kembali faktor yang menyebabkan gangguan tidur.

b. Membantu pasien untuk memicu tidur, seperti :

1) Menganjurkan pasien mandi sebelum tidur.

2) Menganjurkan pasien minum susu hangat.

3) Menganjurkan pasien membaca buku.

4) Menganjurkan pasien menonton televisi.

5) Menganjurkan pasien menggosok gigi sebelum tidur.

6) Menganjurkan pasien embersihkan muka sebelum tidur.

7) Menganjurkan pasien membersuihkan tempat tidur.

c. Mengurangi kemungkinan cedera selama tidur dengan cara :

1) Menggunakan cahaya lampu malam.

2) Memberikan Posisi tempat tidur yang rendah.

3) Meletakkan bel dekat pasien.

4) Mengajarkan pasien untuk meminta bantuan.

5) Menggantungkan selang drainase di tempat tidur dan cara

memindahkannya bila pasien memakainnya.

d. Memberikan pendidikan kesehatan seperti:

1) Mengajarkan rutinitas jadwal tidur di rumah.


2) Mengajarkan pentingkan latihan reguler ± ½ jam.

3) Memberikan Penerangan tentang efek samping obat hipnotik.

e. Tanyakan atau evaluasi perasaan pasien setelah dilakukan tindakan

5. EVALUASI

Evaluasi terhadap masalah kebutuhan istirahat dan tidur dapat dinilai dari

kemampuan dalam memenuhi kebutuhan tidur, baik kuantitatif maupun

kualitatif.

3.3 KONSEP SEHAT JIWA USIA DEWASA

3.3.1 DEFINISI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

a. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah perubahan fisik dan peningkatan ukuran yang


dapat diukur secara kuantitatif. Indicator pertumbuhan meliputi tinggi
badan, berat badan, ukuran tulang, dan pertumbuhan gigi. Pola pertumbuhan
fisiologis sama untuk semua orang. Akan tetapi, laju pertumbuhan bervariasi
pada tahap pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda.
b. Perkembangan

Perkembangan adalah peningkatan kompleksitas fungsi dan

kemajuan keterampilan. Perkembangan adalah kemampuan dan

keterampilan yang dimiliki individu untuk beradaptasi dengan lingkungan.

Perkembangan merupakan aspek perilaku dari pertumbuhan.

3.3.2 PERKEMBANGAN ORANG DEWASA

a. Pengertian

Adalah tahap perkembangan manusia usia 30 – 60 tahun dimana pada tahap

ini merupakan tahap dimana individu mampu terlibat dalam kehidupan


keluarga, masyarakat, pekerjaan, dan mampu membimbing anaknya.

Individu harus menyadari hal ini, apabila kondisi tersebut tidak terpenuhi

dapat menyebabkan ketergantungan dalam pekerjaan dan keuangan.

b. Karakteristik Perkembangan Orang Dewasa

Perkembangan fungsi aspek-aspek fisik orang dewasa terus

berjalan sesuai dengan jenis pekerjaan, pendidikan dan latihan serta hobi-hobi

aktivitas fisik. Usia dewasa merupakan usia yang secara fisik sangat sehat,

kuat, dan cekatan dengan tenaga yang cukup besar. Kekuatan dan kesehatan

ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan ekonomi, kebiasaan hidup, kebiasaan

makan, dan pemeliharaan kesehatan.

c. Kualitas kemampuan berpikir kelompok dewasa muda terus berkembang

lebih meluas atau komprehensif dan mendalam. Perkembangan ini

tergantung pada pengetahuan dan informasi yang dikuasai. Semakin tinggi

dan luas ilmu pengetahuan, dan informasi yang dimiliki, semakin tinggi

kualitas kemampuan berpikir.

d. Pada masa dewasa, berlangsung pengalaman moral. Melalui pengalaman

moral, orang dewasa mengubah pemikiran-pemikiran moral menjadi

perbuatan moral.

e. Bekerja untuk pengembangan karier merupakan tuntutan dan karakteristik

utama dari masa dewasa.

3.3.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUMBUH

KEMBANG

Beberapa faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang orang

dewasa adalah sebagai berikut:


a. Faktor genetic

- Faktor keturunan dan masa konsepsi

- Bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan

- Menentukan beberapa karakteristik seperti jenis kelamin, ras, rambut,

warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan

psikologis seperti temperamen.

b. Faktor eksternal/lingkungan

Faktor eksternal mempengaruhi individu setiap hari mulai konsepsi sampai

akhir hayatnya, dan sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi

bawaan. Faktor eksternal yang cukup baik akan memungkinkan

tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan

menghambatnya.

- Keluarga

Fungsi keluarga yaitu sebagai tempat bertahan hidup, rasa aman,

perkembangan emosi dan sosial, penjelasan mengenai masyarakat dan

dunia, dan membantu mempelajari peran dan perilaku.

- Kelompok teman sebaya

Lingkungan yang baru dan berbeda, memberi pola dan struktur yang

berbeda dalam interaksi dan komunikasi, dan memerlukan gaya

perilaku yang berbeda. Fungsi kelompok teman sebaya adalah sebagai

tempat belajar kesuksesan dan kegagalan, memvalidasi dan menantang

pemikiran dan perasaan, mendapatkan penerimaan, dukungan dan

penolakan sebagai manusia unik yang merupakan bagian dari keluarga


serta untuk mencapai tujuan kelompok dengan memenuhi kebutuhan

dan harapan.

- Pengalaman hidup

pengalaman hidup dan proses pembelajaran membiarkan individu

berkembang dengan mengaplikasikan apa yang telah dipelajari.

- Kesehatan

Tingkat kesehatan merupakan respon individu terhadap lingkungan dan

respon orang lain pada individu. Kesehatan prenatal 3sebelum bayi lahir

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari fetal 3janin .

Ketidakmampuan untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan

karena kesehatan terganggu akan mengakibatkan tumbuh kembang juga

terganggu.

- Lingkungan tempat tinggal

Musim, iklim, kehidupan sehari-hari dan status sosial ekonomi juga

mempengaruhi perkembangan seseorang.

3.3.4 PERBEDAAN INDIVIDUAL ORANG DEWASA

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan individual orang dewasa

adalah faktor lingkungan, pembawaan dan pengalaman.

b. Unsur-unsur perbedaan individu yang disebabkan oleh perbedaan

lingkungan dan pembawaan adalah perbedaan dalam minat, kepribadian,

dan kecakapan (kecerdasan)

c. .Penerimaan orang dewasa terhadap pengaruh lingkungan (pengalaman)

ditentukan oleh:

1) Kekuatan daya pendukung The IQ dan daya kendali dari super ego
2) Cita-cita dan hasrat (Alfred Adler)

3) Kadar rasa harga diri (Kunkel)

4) Kesadaran pribadi dalam mempertahankan dan mengembangkan

dirinya (Stern)

5) dangan subjektif terhadap partisipasinya dengan lingkungan (Rullo

May)

6) Kemampuan membaca situasi atau kerangka berpikir (lewin) , serta

7) Hubungan sosial di masa lalu (Rotter & Sullivan).

8) Hubungan sosial di masa lalu (Rotter 8 Sullivan)

3.3.5 DEWASA (30 – 60 TAHUN)

a. Karakteristik Perilaku

1) Menilai pencapaian hidup

2) Merasa nyaman dengan pasangan hidup

3) Menerima perubahan fisik dan psikologis yang terjadi

4) Membimbing dan menyiapkan generasi di bawah usianya secara arif

dan bijaksana

5) Menyesuaikan diri dengan orang tuanya yang sudah lansia

6) Kreatif : mempunyai inisiatif dan ide-ide melakukan sesuatu yang

bermanfaat

7) Produktif : mampu menghasilkan sesuatu yang berarti bagi dirinya

dan orang lain, mengisi waktu luang dengan hal yang positif dan

bermanfaat

8) Perhatian dan peduli dengan orang lain : memperhatikan kebutuhan

orang lain.
9) Mengembangkan minat dan hobi.

b. Tahap Perkembangan

1) Perkembangan Fisik

Pada perkambangan ini, banyak berubahan fisik yang terjadi, antara

lain sebagai berikut:

a) Penampilan

Rambut mulai tipis dan beruban, kelembapan kulit berkurang,

muncul kerutan pada kulit, jaringan lemak diretribusikan kembali

sehingga menyebabkan deposit lemak di area abdomen.

b) Sistem musculoskeletal

Massa otot skeletal berkurang sekitar usia 60-an. Penipisan diskus

interverbal menyebabkan penurunan tinggi badan sekitar 1 inci.

Kehilangan kalsium dari jaringan tulang lebih sering terjadi pada

wanita pasca menstruasi. Otot tetap tetap bertumbuh sesuai

penggunaan.

c) Sistem kardiovaskular

Pembuluh darah kehilangan elastisitasnya dan menjadi lebi tebal

d) Persepsi sensori

Ketajaman visual menurun, seringkali terjadi diakhir usia 40-an,

khususnya untuk pengelihatan dekat (presbyopia). Ketajaman

pendengaran untuk suara frekuansi tinggi juga menurun

(presbikusis) , khususnya pada pria. Sensasi perasa juga berkurang.

e) Metabolisme

Metabolisme lambat, menyebabkan kenaikan berat badan


f) Sistem pencernaan

Penurunan tonus usus besar secara bertahap dapat menyebabkan

kecendrungan terjadinya konstipasi pada individu.

g) Sistem perkemihan

Unit nefron berkurang selama periode ini, dan laju filtrasi

glomelurus menurun.

h) Seksualitas

Perubahan hormonal terjadi pada pria maupun wanita

2) Perkembangan Psikososial

Menurut havighurst, individu paruh baya memiliki tugas

perkembangan psikososial sebagai berikut:

a) Memenuhi tanggung jawab sebagai warga negara dewasa dan

tanggung jawab social

b) Membangun dan mempertahankan standar ekonomi hidup

c) Membantu anak yang beranjakremaja untuk menjadi individu

dewasa yang bahagia dan bertanggung jawab

d) Mengembangkan berbagai aktivitas untuk mengisi waktu luang

e) Berinteraksi dengan pasangan sebagai seorang individu Menerima

dan menyesuaikan perubahan fisk di masa paruh baya

f) Menyesuaikan diri dengan orang tua yang mulai lansia.

3) Perkembangan Kognitif

Kemampuan kognitif dan intelektual di masa paruh baya tidak banyak

mengalami perubahan. Proses kognitif meliputi waktu rekreasi,

memori, persepsi, pembelajaran, pemecahan masalah, dan kreativitas.


4) Perkembangan Moral

Pada tahap ini, individu perlu memiliki pengalaman yang luas tentang

pilihan moral personal serta tanggung jawab.

5) Perkembangan Spiritual

Pada tahap ini, individu dapat memandang “kebenaran” dari sejumlah

sudut pandang. Mereka cenderung tidak terlalu fanatik terhadap

keyakinan agam, dan agama seringkali membrikan lebih banyak

kenyamanan pada diri individu di masa ini dibandingkan sebelumnya.

individu kerap kali bergantung pada keyakinan spiritual untuk

membantu mereka menghadapi penyakit, kematian, dan tragedi.

3.3.6 Masalah Kesehatan

Resiko munculnya masalah kesehatan pada kelompok usia ini lebih besar

daripada kelompok usia dewasa muda, antara lain

a. Kecelakaan

Faktor perubahan fisiologis, dan kekhawatiran terhadap tanggung

jawab personal dan pekerjaan dapat meningkatkan angka kecelakaan

pada individu paruh baya, terutama kecelakaan kendaraan bermotor.

b. Kanker

kanker merupakan penyebab kematian kedua para individu yang

berusia antara 25 dan 64 tahun di AS. Pria memiliki insiden penyakit

kanker paru dan kandung kemih yang tinggi. Pada wanita, penyakit

kanker payudara menempati posisi tertinggi, diikuti kanker kolon dan

rektum, uterus, dan kanker paru.

c. Penyakit kardiovaskular
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian utama di AS.

zfaktor penyebabnya meliputi merokok, obesitas, hipertensi, diabetes

melitus, gaya hidup kurang gerak riwayat keturunan atau riwayat

kematian mendadak pada ayah saat berusia kurang dari 55 tahun atau

ibu saat berusia kurang dari 60tahun, serta faktor usia individu.

d. Obesitas

Obesitas merupakan faktor resiko untuk banyak penyakit kronis seperti

dibaetes dan hipertensi. klien harus mencegah obesitas dengan

mengurangi asupan kalori dan berolahraga secara teratur.

e. Alkoholisme

Penggunaan alkohol yang berlebihan dapat mengakibatkan masalah

pengangguran, keretakan dalam rumah tangga, kecelakaan, dan

berbagai penyakit.

f. Perubahan Kesehatan Mental

Stresor perkembangan, seperti menopause, penuaan, dan masa pensiun

yang semakin dekat, serta stresor situasional, seperti perceraian,

pengangguran, dan kematian pasangan, dapat memicu peningkatan

depresi di masa paruh baya. lien dapat memperoleh manfaat dari

kelompok pendukung atau terapi individu untuk mengatasi masalah

ini.

3.3.7 Diagnosa keperawatan

Berdasarkan data yang didapat melalui wawancara, observasi, maka perawat

dapat merumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut: Kesiapan

peningkatan perkembangan usia dewasa


3.3.7 Intervensi Keperawatan

a. Menjelaskan perkembangan usia dewasa yang normal dan perkembangan

yang menyimpang

b. Menerima proses penuaan dan perubahan peran dalam keluarga

c. Berinteraksi dengan baik dengan pasangan dan menikmati kebersamaan

dengan keluarga

d. Memperluas dan memperbaharui minat/ kesenangan

e. Memanfaatkan kemandirian dan kemampuan/potensi diri secara positif


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Gangguan Jiwa : Isolasi Sosial Menarik Diri

Dari hasil survey didapatkan dua orang ODGJ (0,6%) di dusun

Godehan desa Kucur kecamatan Dau kabupaten malang dengan masalah

isolasi social menarik diri. Menarik diri merupakan suatu sikap dimana

individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa

bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan

untuk membagi perasaan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan

sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi

pengamatan dengan orang lain. Klien mengalami kesulitan dalam

berhubungan secara spontan dengan orang lain (Praseptyana, 2013).

Akibat yang akan ditimbulkan dari perilaku isolasi sosial yaitu

perubahan persepsi sensori: halusinasi, resiko tinggi terhadap kekerasan,

dan harga diri rendah kronis. (Keliat, 2011). Perasaan tidak berharga

menyebabkan pasien semakin sulit dalam mengembangkan hubungan

dengan orang lain. Hal ini menyebabkan pasien menjadi regresi atau

mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian

terhadap penampilan dan kebersihan diri. Pasien akan semakin tenggelam

dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak

sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut seperti deficit perawatan

diri, halusinasi yang akhirnya menyebabkan kekerasan dan tindakan bunuh

diri (Dalami dkk, 2009).


Masalah keperawatan jiwa dengan isolasi sosial dapat diatasi

dengan tindakan psikofarmakologi dan non farmakologi. Dengan cara

psikofarmakologi dapat menggunakan Antipsikotik yang dikenal dengan

neuroleptic yang digunakan adalah antagonis dopamine dan antaginis

serotonin. Sedangkan mengatasi masalah isolasi sosial secara non

farmakologi adalah dengan menerapkan tindakan Asuhan Keperawatan yang

sesuai dengan Standar Operasional Perawatan dan menerapkan Terapi

Aktivitas Kelompok jenis Sosialisasi (Yosep, 2014). Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh E. Berhimpong (2016) yang menyatakan

bahwa terdapat pengaruh latihan sosialisasi terhadap kemampuan berinteraksi

klien isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arni

Wiastuti (2011) di Rumah Sakit Ghrasia Provinsi DIY dengan jumlah

responden sebanyak 15 orang yang menyatakan bahwa Terapi Aktivitas

Kelompok Sosial Latihan Keterampilan Sosial berpengaruh dalam

meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada pasien isolasi sosial di RS

Ghrasia Provinsi DIY. Latihan keterampilan sosial berisi diskusi tentang

penyebab isolasi sosial, diskusi tentang keuntungan bersosialisasi dan kerugian

tidak bersosialisasi serta latihan latihan berkenalan dengan satu orang atau lebih

dari satu orang. Dari hasil diskusi didapatkan rata-rata klien mengatakan

penyebab menarik diri yaitu karena malas bersosialisasi dan mengatakan bahwa

orang lain berbuat jahat pada dirinya. Klien juga bisa menyebutkan keuntungan

bersosialisasi dan kerugian tidak bersosialisasi dengan orang lain. Klien

melakukan latihan berkenalan dengan satu orang atau lebih dan memasukkan

ke dalam jadwal sebagai bukti telah melakukan latihan berkenalan dengan klien
lain di dalam satu ruangan. Hal ini sesuai dengan tujuan strategi pertemuan

yaitu klien mampu membina hubungan saling percaya, menyadari penyebab

isolasi sosial dan mampu berinteraksi dengan orang lain (Nasution, 2011).

4.2 Resiko Gangguan Jiwa dengan Gangguan Istirahat tidur

Dari hasil survey didapatkan 25 orang (3,5%) mengalami gangguan

istirahat tidur. Diantaranya 10 orang (2.5%) di daerah Ketohan dan 15 orang

(4.7%) di daerah Godehan yang sebagian besar dialami oleh lansia.

Berdasarkan penelitian Nur Chasanah (2017) dimana disimpulkan terdapat

hubungan kualitas tidur dengan kualitas hidup lansia di kelurahan

Karangasem kecamatan Lawean Surakarta, dimana semakin baik kualitas

tidur maka kualitas hidup lansia juga semakin baik. Hasil penelitian ini

didukung oleh Pereira (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan

korelasional pola tidur dengan kualitas hidup lansia.

Menjadi tua merupakan proses yang tidak dapat dihindari oleh

setiap individu. Penuaan adalah kondisi yang normal, yang ditandai

perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada

semua orang saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis

tertentu (Stanley & Beare, 2007). Semakin bertambahnya usia,

kemungkinan besar seseorang mengalami permasalahn fisik, jiwa, spiritual,

ekonomi dan sosial. Salah satu permasalahan yang sangat mendasar pada

lanjut usia adalah masalah kesehatan akibat proses degeneratif, hal ini di

tunjukkan oleh data pola penyakit pada lanjut usia (Riskesdas, 2013).

Tidur merupakan salah satu fenomena dasar yang penting bagi

kehidupan manusia, kurang lebih dari kehidupan manusia dijalankan dengan


tidur. Menurut Hafiza, (2014) proses degenerasi pada lansia menyebabkan

waktu tidur yang efektif semakin berkurang, dan menyebabkan tidak

tercapainya kualitas tidur yang adekuat dan menyebabkan berbagi macam

keluhan tidur. Prevalensi pemenuhan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur

pada lansia cukup meningkat yaitu sekitar 76%. Kelompok lansia lebih

mengeluh mengalami sulit tidur sebanyak 40%, sering terbangun pada

malam hari sebanyak 30% dan sisanya gangguan pemenuhan kebutuhan

tidur lain (Amir, 2007).

Akibat dari masih banyaknya gangguan tidur yang dialami lansia

menyebabkan masih banyak lansia yang sering merasakan sakit kepala di

pagi hari. Masalah dalam pola tidur dan gangguan-gangguan tidur bisa

menjadi pemicu utama sakit kepala saat anda bangun tidur di pagi hari.

Gangguan tidur pada lansia ini di sebabkan oleh banyak faktor penyebab,

baik itu faktor fisik, psikologis, maupun mental (Ernawati, 2017). Hal ini

sejalan dengan penelitian M.Iransyah (2016) yang menyatakan bahwa

terdapat hubungan stres lansia dengan insomnia pada lansia di Dusun

Purwosari Mlati Sleman Yogyakarta. Maksud hubungan bermakna pada

kedua variabel adalah semakin tinggi stres yang terjadi pada lansia maka

semakin tinggi terjadinya insomnia. Penelitian lain juga dilakukan oleh

Fransisca Sohat (2014) yang menyatakan kecemasan membuat pikiran

menjadi kacau, takut, gelisah, tidak nyaman sehingga membuat lansia sulit

memulai dan mempertahankan tidur (insomnia). Tindakan mengusahakan

pengurangan tingkat kecemasan dan insomnia pada lansia sangat

dibutuhkan.
4.3 Sehat Jiwa Usia Dewasa (30-60 tahun)

Berdasarkan hasil survey didapatkan jumlah penduduk di dusun

Ketohan 369 orang (94%) merupakan sehat jiwa dan hampir separuhnya

173 orang (43,8%) berusia dewasa. Sedangkan di dusun Godean terdapat

285orang (91%) sehat jiwa dan hampir separuhnya 139 orang (44.4%)

berusia dewasa. Kesehatan mental yang baik untuk individu merupakan

kondisi dimana individu terbebas dari segala jenis gangguan jiwa, dan

kondisi dimana individu dapat berfungsi secara normal dalam menjalankan

hidupnya khususnya dalam menyesuaikan diri untuk menghadapi masalah-

masalah yang mungkin ditemui sepanjang hidupnya. Menurut WHO,

kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari

individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk

mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan

menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya (Adisty Wismani dkk,

2014).

Masa dewasa madya merupakan salah satu periode dari

perkembangan manusia. Masa dewasa madya merupakan perubahan dari

masa dewasa muda ke masa dewasa yang meliputi perubahan penampilan

fisik yang dikarenakan kehilangan pasangan hidup dan anak-anak yang

sudah berkeluarga. Selain itu pekerjaan yang sudah purna jabatan yang

sangat dimungkinkan pendapatan sudah tidak lagi diperloleh seperti saat

masih muda. Pada masa ini pula sudah bisa dipastikan bahwa tugas

perkembangan di masa dewasa madya ada peralihan (Nurul, 2016). Menurut

Hurlock dalam Syakdiyah (2014) sebagian tugas perkembangan pada masa


dewasa madya lebih banyak berkaitan dengan: a). tugas-tugas yang

berkaitan dengan perubahan fisik, b). tugas – tugas yang berkaitan dengan

minat, c) tugas-tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga. Selain itu,

sikap yang menentang pemantapan hubungan baik dengan pasangan

hidupnya juga akan mengalami perubahan.

Menurut Monks, Knoers dan Heditono (2005) dan Hurlock (2005)

dalam Nurul Muzakkiyah (2016) bahwa usia dewasa madya merupakan

masa yang sulit dalam rentang kehidupan seseorang, dan seberapa besar

usaha seseorang untuk menyesuaikan diri, hasilnya akan tergantung pada

dasar-dasar yang ditanamkan pada awal kehidupan seseorang tersebut,

terutama harapan yang sesuai dengan peran yang diterima masyarakat.

Dalam arti yang cukup kompleks, adjustment (penyesuaian diri) juga terkait

dengan penyesuaian terhadap minat-minat sosial dan keberagamaan,

terutama pada fase akhir dewasa madya. Hurlock (2005) dan Papalia dan

Old’s (2001) menjelaskan bahwa minat keberagamaan memiliki fungsi

menjaga stabilitas psikologis sebagai bagian dari proses penurunan aktivitas

sosial dan pencapaian prestasi, dan agama dipandang sebagai salah satu

coping emotional yang efektif menurunkan stres dan ketidakbahagiaan.

Hal ini di dukung oleh penelitian Nurul Muzakkiyah (2016) yang

menyatakan bahwa religiusitas dan adjustment (penyesuaian diri) memiliki

keterkaitan dengan subjective well being (kebahagiaan) pada usia akhir

dewasa madya. Keterkaitan ini menunjukkan bahwa kehidupan religi

seseorang akan mengarahkan seseorang pada pengembangan kemampuan

penyesuaian dirinya, sehingga dapat tercapai kondisi subjective well being.


Religiusitas dengan subjective wellbeing (kebahagiaan) memiliki korelasi

positif, atau dapat dikatakan kuat, yang berarti semakin tinggi religiusitas

maka semakin tinggi subjective wellbeing pada anggota majlis taklim Al-

Hidayah dengan disertai adjustment (penyesuaian diri) seseorang dapat

meningkatkan subjective wellbeing (kebahagiaan). Adjustment (penyesuaian

diri) dengan subjective wellbeing memiliki korelasi yang positif, artinya

semakin tinggi adjustment (penyesuaian diri) seseorang maka akan semakin

tinggi pula subjective well being (kebahagiaan) yang dapat dicapai di akhir

usia dewasa madya.

Menurut Papalia dan Old’s (2001) dalam Nurul Muzakkiyah

(2016), pada usia akhir dewasa madya adalah penyesuaian secara radikal

terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan

berbagai perubahan fisik, serta sejumlah penyesuaian yang harus dilakukan

di rumah, pekerjaan dan berbagai aspek sosial kehidupan seseorang maka

fase ini sangat rentan dengan masalah gangguan kesehatan mental atau

stress.

Stres dapat terjadi pada setiap orang dan pada setiap waktu, karena

stres merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat

dihindarkan. Pada umumnya orang menyadari adanya stres, namun ada juga

yang tidak menyadari hahwa dirinya mengalami stres. Reaksi seseorang

terhadap stres dapat bersifat positif maupun dapat bersifat negatif. Reaksi

yang bersifat negatif atau merugikan, jika terjadi keluhan atau gangguan

pada orang tersebut. Reaksi bersifat positif, jika menimbulkan dampak yang

menjadi pendorong agar orang berusaha. Stres yang bersifat


negatif/merugikan dapat terjadi apabila stres terlalu berat atau berlangsung

cukup lama (Adisty Wismani, 2014)


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Dari hasil survey diwilayah Godehan dan Ketohan Desa kucur Kabupaten

Malang, jumlah penduduk yang sehat jiwa ada 654 orang. Terdiri dari 285

orang sehat jiwa di wilayah Godehan dan 369 orang sehat jiwa di wilayah

Ketohan. Dari total jumlah penduduk yang sehat jiwa tersebut hampir

separuhnya merupakan sehat jiwa usia dewasa yaitu sebanyak 139 orang

(48,7%) dari wilayah Godehan dan 173 orang (46,8%) dari wilayah

Ketohan.

2. Dari hasil survey diwilayah Godehan dan Ketohan Desa kucur Kabupaten

Malang, jumlah penduduk yang beresiko mengalami gangguan jiwa ada 51

orang. Terdiri dari 26 orang beresiko mengalami gangguan jiwa di wilayah

Godehan dan 25 orang beresiko mengalami ganguan jiwa di wilayah

Ketohan.

3. Dari hasil survey diwilayah Godehan dan Ketohan Desa kucur Kabupaten

Malang, jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa ada 3 orang.

Terdiri dari 2 orang di wilayah Godehan yang mengalami gangguan jiwa

isolasi sosial dan 1 orang di wilayah Ketohan yang mengalami gangguan

jiwa defisit perawatan diri.


5.2 Keterbatasan Penulis
Adapun keterbatasan yang penulis temui antara lain :

1. Masih belum terbukanya masyarakat tentang adanya anggota keluarga

yang mengalami gangguan jiwa. Hal ini dikarenakan kurangnya

pengetahuan masyarakat tentang resiko dan gangguan jiwa.

2. Belum lengkapnya data warga yang dimiliki oleh perangkat desa sehingga

penulis tidak bisa membandingkan hasil yang diperoleh dengan data

sebelumnya.

3. Tidak adanya kader pemegang program kesehatan jiwa.

5.3 Saran

1. Bagi Masyarakat

Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa masyarakat di dusun

Ketohan dan Godehan desa Kucur masih terdapat masyarakat yang

mengalami gangguan jiwa dan beresiko gangguan jiwa. Oleh karena itu

disarankan untuk masyarakat sekitar untuk lebih peduli dan perhatian

dengan anggota keluarganya, sehingga resiko gangguan jiwa dapat

diminimalkan dan anggota yang mengalami gangguan jiwa mendapat

penanganan yang tepat.

2. Bagi Puskesmas

a. Diharapkan ada pemegang program kesehatan jiwa yang khusus

menangangani gangguan jiwa dan perlu dilakukan homevisite di

wilayah Puskesmas Dau, sehingga untuk meminimalisir gangguan jiwa

di wilayah Puskesmas Dau.

b. Perlu dilakukan penyuluhan tentang kesehatan jiwa yang dilakukan

oleh pemegang promosi kesehatan di Puskesmas dan Pustu Dau.


3. Bagi Mahasiwa

Diharapkan mahasiswa mempergunakan waktu seefektif dan

seefisien mungkin untuk melakukan observasi, survey dan

mengidentifikasi masalah kesehatan jiwa yang timbul di masyarakat.

Selain itu disarankan untuk lebih meningkatkan tali silaturahmi dan

hubungan kekerabatan serta interaksi kepada masyarakat dan para

perangkat desa.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr.
bahasa Indonesia, Tiara Mahatmi N. 2003. Buku Saku Psikiatri Edisi 6.
Bandung : RSJP Bandung

Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC

Captain. 2008. Psikologi untuk Keperawatan. Penerbit Buku kedokteran. Jakarta:


EGC.

Carpenito. J. Lynda. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta.


EGC.

Direja, A. H. S., 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

Doenges, E Marilynn, et all. 2006. Rencana Usaha Keperawatan Psikiatri edisi 3.


Jakarta: Jakarta

E Berhimpong. 2016. Jurnal Pengaruh Latihan Keterampilan Sosialisasi


Terhadap Kemampuan Berinteraksi Klien Isolasi Sosial di RSJ
Prof.Dr.V.L.Ratumbusyang Manado.
https://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://ejournal.unsrat.ac.id/indwx.php./jkp/a
rticleview/11282&ved
Di akses pada tgl 28 agustus 2018 jam 15.00

Herman, Ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Hibbert, Allison, Alice Godwin, & Frances Dear. 2004. Rujukan Cepat Psikiatri.
Jakarta: EGC

Jardri, Renaud et al. 2013. The Neuroscience of Hallucinations. New


York:Springer

Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes Ri.

Keliat, Budi Anna & Akemat. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.
Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna et all. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN
Basic Course. Jakarta: EGC.

Keliat, Budi Anna. 2009. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Keliat, Budi Anna. Akemat. 2007. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC

Kusumawati, Farida. Hartono, Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Luh Ketut Suryani, Cokorda Bagus Laya Lesmana. 2008. Hidup Bahagia :
Perjuangan Melawan Kegelapan Edisi Pertama. Pustaka Obor Populer :
Jakarta

Maramis, W. F,. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga


University Pres.

Prabowo, E. 20014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta:


Nuha Medika

Purba, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan : USU Press

Rahmantika. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Jiwa dengan


Menarik diri
https://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.polte kkesmajapahit.ac.idind
ex.php/PUB
Di akses pada tgl 24 agustus 2018 jam 15.00

Riyadi S dan Purwanto T. 2013. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: GRAHA


ILMU

Saputra, Lyndon. 2013. penghantar kebutuhan dasar manusia. binarupa aksra


publisher : Jakarta

Safitri. 2016. KTI: Asuhan Keperawatan pada klien skizofrenia dengan masalah
keperawatan perubahan proses pikir: waham di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Radjiman Wediodiningrat.

Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius


Stuart & Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC

Stuart dan Laraia. 2001. Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. 6ed. St.
Louis: Mosby Year Book

Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta.


EGC.

Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Tim Pengembang MPKP RS Marzoe Mahdi Bogor. (2002). Standar Operasional


(SOP) Rencana Keperawatan Jiwa. Semarang.

Townsend, Mary. C. 2000. Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care.


3ed. Philadelphia: F. A. Davis Company

Videbeck S., L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta: EGC

Yosep, I., & Sutini, T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT.Refika
Aditama.

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. edisi revisi . Bandung: Refika Aditama.

Yosep. Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Wartonah Tartowo. 2006. KDM dan Proses keperawatan,Edisi 3. Salemba


Medika:Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai