Lapkas Kolestasis Pada Anak
Lapkas Kolestasis Pada Anak
Lapkas Kolestasis Pada Anak
LAPORAN KASUS
KOLESTASIS
Oleh:
(157008023)
Pembimbing:
UNIVERSITAS WARMADEWA
2015
2
BAB I
PENDAHULUAN
Ikterus adalah kekuningan pada kulit, sklera, membran mukosa dan cairan tubuh.
Ikterus merupakan penemuan klinis umum yang ditemukan pada 2 minggu pertama
kelahiran, terjadi pada 15% sampai 24% bayi baru lahir. Ikterus paling umum adalah
ikterus yang tidak langsung (indirect)/bilirunin yang tidak terkonyugasi dan dapat
sembuh secara spontan tanpa intervensi. Ikterus persisten merupakan kondisi yang
abnormal dan merupakan tanda dari kerusakan hepatobilier dan metabolik. Saat ikterus
lebih dari 2 minggu (persisten), harus dipikirkan kolestasis atau hiperbilirubin
terkonyugasi. Kolestasis menandakan rusaknya aliran empedu yang disebabkan oleh
gangguan intrahepatik atau ekstrahepatik. Untuk membedakan kolestasis dari ikterus
lainnya, serum bilirubin harus difraksikan ke dalam konyugasi atau level bilirubin direk
lebih besar dari 1mg/dL ketika jumlah total bilirubin kurang dari 5mg/dL atau lebih dari
20% dari jumlah bilirubin total jika jumlah total bilirubin lebih dari 5mg/dL.
Hiperbilirunin terkonyugasi bukan merupakan hal yang fisiologis. Serbaliknya,
hiperbilirubin yang tidak terkonyugasi merupakan hal yang umum terjadi akibat ikterus
fisiologis, breastfeeding and human milk–associated jaundice, hemolisis sel darah
merah, hipotiroid, sidrom gilbert atau sindrom Crigler-Najjar. Kunci untuk
mendiagnosis kolestasis diantaranya hepatomegali, diare, peningkatan berat badan yang
rendah, hipopigmentasi atau feses alkolik, dan urin yang berwarna pekat atau
memberikan warna pada popok1.
Kolestasis merupakan suatu gejala dengan etiologi yang bermacam-macam dan
salah satu penyebabnya, yakni infeksi virus, bakteri, dan parasit. Kolestasis pada
neonatus terjadi pada ±1:2.500 kelahiran hidup. Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr.
Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 terdapat 19.270 pasien rawat inap, di
antaranya 96 pasien dengan neonatal kolestasis. Pada periode Januari sampai dengan
Desember 2003 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM tercatat 99 pasien
dengan kolestasis, 68 di antaranya dengan kolestasis intrahepatik. Penelitian Bachtiar
menunjukkan berbagai faktor risiko seperti nilai laboratorium (leukosit, C-reactive
3
protein/ CRP, imature total ratio/IT ratio) serta gejala klinis sepsis neonatorum tidak
bermakna secara statiskik dengan kejadian kolestasis, sedangkan lama rawat 15 hari
2,45 kali berisiko untuk terjadi kolestasis. Penelitian Wrigth dkk11 menunjukkan berat
badan, durasi pemberian nutrisi parenteral, dan penggunaan nutrisi parenteral bermakna
untuk terjadi kolestasis2.
Infan yang masih kekuningan lebih dari 2-3 minggu harus dievaluasi untuk
untuk mengeksklusi kolestasis neonatal, dan jika ada, dapat lebih cepat diidentifikasi
penyebab kolestasis untuk kemudian ditangani secara medis ataupun operasi. Meskipun
penatalaksanaan spesifik tidak tersedia, konsumsi nutrisi yang baik dapat mencegah
komplikasi. Data menunjukkan diagnosis dini kolestasis dan etiologinya berpotensial
menyelamatkan pasien lebih banyak1.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kematian 52,8%. Sepsis sebagai penyebab kolestasis umumnya disebabkan oleh bakteri
Gram negative2.
2.3 Klasifikasi
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan
kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya
pembuntuan 2 saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu
intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,
infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik,
iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir
dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat
setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan
kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler4.
Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab
efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila
dilakukan setelah umur 2 bulan. 12 Pada pemeriksaan ultrasound terlihat
kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak
jelas adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak
spesifik, kandung empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita
obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan
kemungkinan adanya atresia bilier. Gambaran histopatologis menemukan
adanya portal tract yang edematus dengan proliferasi saluran empedu,
kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam duktuli. Pemeriksaan
kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk
mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai4.
2. Kolestasis intrahepatik
a. Saluran Empedu Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran
empedu, dan (b) Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis
saluran empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran
6
2.4 Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin
terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu
sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran
empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial
dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan
apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi
berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara
metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam
empedu. Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak
terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak
diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler
oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut
air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian
yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun asam empedu
dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif
asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari
bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi.
Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia
menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran
empedu dan hiperbilirubinemi terkonyugasi5.
a. Perubahan fungsi hati pada kolestasis
Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:
1. Proses transpor hati
9
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari
hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu,
dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid
terganggu5.
2. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan
menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi
dan konyugasi akan terganggu5.
3. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang
produksi serum protein albumin-globulin akan menurun5.
4. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu
dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat
HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam
empedu primer sehingga menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid
sehingga aktifitas hidropopik dan detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol
darah tinggi tetapi produksi di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di
usus menurun5.
5. Gangguan pada metabolisme logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun.
Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu
karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik5.
6. Metabolisme cysteinyl leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif
dimetabolisir dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses
sehingga kadarnya akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan
progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka dapat menyebabkan
vaksokonstriksi pada ginjal5.
7. Mekanisme kerusakan hati sekunder
10
2.6 Diagnosis
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara
kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini
obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi.
Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat
diatasi dengan medikamentosa6.
a. Anamnesis
1. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten
harus dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier6.
12
2. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau
berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak
perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan
tinja akolis lebih awal6.
3. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang
demam atau disertai tanda-tanda infeksi6.
4. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar
merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-
antitripsin)6.
b. Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar
bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna
kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin.
Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi
terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif6.
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah
arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi
yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis.
Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel
(pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati
diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa
membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit
storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa
pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin
suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik.
Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati
yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan
bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan
gangguan organ lain6.
Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan
untuk membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan
13
c. Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi lengkap, gambaran hapusan darah tepi
2. Biokimia darah : bilirubin direk dan indirek, ALT (SGPT) AST (SCOT),
γGT, masa protrombin, albumin, globulin, kolesterol, trigliserida, gula darah
puasa, ureum, kreatinin
3. Urin : rutin (lekosit, bilirubin, urobilinogen, reduksi) dan kultur
4. Tinjauan 3 porsi (dilihat warna tinja pada 3 periode dalam 24 jam)
14
2.8 Prognosis
Prognosis kolestasis intrahepatik tergantung pada penyakit penyebab dan
banyaknya kerusakan sel-sel hati. Kolestasis yang terjadi oleh karena sepsis,
prognosisnya baik. pada kasus kolestasis ekstrahepatik seperti atresia bilier,
setelah dilakukan operasi kasai 30-60% bisa bertahan sampai 5 tahun7.
17
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien
Nama : DGCD
Tempat/Tanggal Lahir : Gianyar, 1 Oktober 2015
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Br. Kaja Kauh, Tulikup
Suku : Bali, Indonesia
Nomor Rekam Medis : 541767
Tanggal pemeriksaan : 15 Oktober 2015
II. Anamnesis
Keluhan Utama
Panas + kuning
Riwayat Pengobatan
Pasien sempat berobat ke klinik dengan keluhan panas pada usia 3 hari
dikatakan menerima obat penurun panas, namun lupa jenis obat yang diberikan.
Riwayat Pribadi/Sosial/Lingkungan
Pasien merupakan anak pertama. Pasien tinggal bersama orang tuanya, dengan
lingkungan rumah yang dikatakan cukup bersih dan sirkulasi udara yang cukup.
Saat proses kehamilan pasien mengonsumsi makanan bergizi dan vitamin.
Riwayat Alergi
Riwayat alergi belum diketahui.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara spontan dengan berat badan lahir 2900 gram, panjang badan
49, ditolong oleh dokter, sedangkan lingkar kepala, lingkar dada, dan lingkar
lengan atas tidak diingat oleh ibu pasien. Tidak ada komplikasi pada ibu dan
bayi saat persalinan
19
Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya baru mendapat imunisasi yang langsung
diberikan sesaat setelah lahir.
Riwayat Nutrisi
ASI :0 – sekarang
b. Status gizi
- Status gizi dengan menggunakan antropometri WHO:
BB : 3,15 kg
TB : 50 cm
BBI : 3,5 kg
- Status Gizi menurut Waterlow
3.15/3.5 x 100% = 90% (Normal)
- WHO antropometri
BB/U : Z score 0 s/d -1 (Sesuai)
PB/U : Z score 0 s/d -2 (Sesuai)
BB/TB : Z score 0 s/d -2 (Sesuai)
c. Status general:
Kepala : Normocephali
20
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar : tidak teraba,
lien: tidak teraba,turgor kembali cepat
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Keempat ekstremitas hangat, edema (-), CRT < 2 detik
Kulit : Kuning kehijauan (+)
Tinja : kuning
IV. Diagnosis
NCB + suspek sepsis neonatal awitan lambat + kolestasis intrahepatal ec
sepsis + suspek PJB asianotik susp PDA dd/ ASD
V. Penatalaksanaan
- Kebutuhan cairan 100 ml/kgBB/hr ~ 315ml/hari
- ASI on demand atau minimal 40 ml @ 3 jam, menyusui selang-seling
boleh 1-2x. sisa perdot/cup feeding
- Taxegram 2x150 intravena
- Estazor 3x30 mg oral
- Sequest 3x1 pulv
- Challenge furosemid 2gr iv 1x saja kemudian stop
21
Tax: 36,8 oC
Status General
Kepala: normocephali
Mata: an -/-, ikt -/-
THT: NCH (-)
Thorax: simetris (+),
Cor: S1S2 normal, reguler, murmur (-)
Pulmo: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -
/-
Abdomen: distensi (+), BU(+)N, ascites (+),
hepar dan lien tidak teraba
Extremitas: hangat (+), CRT < 2 detik
A: NCB + suspek sepsis neonatal awitan
lambat + kolestasis suspek intrahepatal
dd/ekstrahepatal + observasi cefal hematom
9/10/2015 S : instabilitas suhu (+), mau minum sedikit- - Kebutuhan cairan 110
06.00 sedikit, BB= 3150 gram ml/kgBB/hari ~
O: Status Present 350ml/hari
ATR dan TGS isi cukup kuat - Tridex 100 6ml/jam
HR: 148 x / menit - Minum ASI
RR: 48 x / menit 70ml/kgBB/jam
Tax: 36,7 oC minimal 25ml @ 3 jam
Status General - Taxegram 2x150
Kepala: normocephali intravena
Mata: an -/-, ikt -/- - Estazor 3x30 mg oral
THT: NCH (-) - Sequest 3x1 pulv
Thorax: simetris (+), - Plan cek UL, tinja 3
Cor: S1S2 normal, reguler, murmur (+) porsi, + USG 2 fase
Pulmo: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -
/-
Abdomen: Distensi (+), BU(+)N
23
BAB IV
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA