Anda di halaman 1dari 11

1

TUGAS TAHAP JUNIOR


DIVISI HEMATO-ONKOLOGI

PERANAN ASAM FOLAT DALAM ERITROPOIESIS

Asyraf Djamaludin
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Pendahuluan
Eritropoesis adalah proses perkembangan dan pertumbuhan dari sel
darah merah, pada janin dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum
tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang. 1stem
cell sebagai kelompok ialah proliferasi, mengadakan respons terhadap
kehilangan macam-macam sel dengan mengadakan diferensiasi. Proses ini
diatur secara tepat dalam tubuh yang normal.

Mekanisme Eritropoiesis
12
Setiap orang memproduksi sekitar 10 eritrosit baru tiap hari melalui
proses eritropoiesis yang kompleks dan teratur dengan baik. Eritropoiesis
berjalan dari sel induk menjadi prekursor eritrosit yang dapat dikenali pertama
kali di sumsum tulang, yaitu pronormoblas.

Gambar 1. Eritropoiesis1
2

Pronormoblas adalah sel besar dengan sitoplasma biru tua, dengan inti
ditengah dan nucleoli, serta kromatin yang sedikit menggumpal. Pronormoblas
menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian normoblas yang makin kecil
melalui sejumlah pembelahan sel. Normoblas ini juga mengandung sejumlah
hemoglobin yang makin banyak (yang berwarna merah muda) dalam
sitoplasma, warna sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA
dan apparatus yang mensintesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi
makin padat. Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas lanjut didalam sumsum
tulang dan menghasilkan stadium retikulosit yang masih mengandung sedikit
RNA ribosom dan masih mampu mensintesis hemoglobin.
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan
pelepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-
sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan
sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel
normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah normal
terdapat 0,5 – 2,5% retikulosit1.
Untuk memproduksi sel darah merah diperlukan2 :
 Fe untuk metabolisme hemoglobin, mioglobin dan sitokrom.
 Asam Folat untuk metabolisme purin/ pirimidin
 Vitamin B12 untuk daur ulang koenzim folat dan metabolisme valin
 Vitamin C untuk mengoptimalkan absorbsi zat besi.
Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang berhubungan dengan unsur
makanan yang sangat diperlukan bagi tubuh. Peran utama dari asam folat
dan vitamin B 12 ialah dalam metabolisme intraselular. Bila kedua zat tersebut
mengalami defisiensi, akan menghasilkan tidak sempurnanya sintesa DNA.
Hematopoiesis sangat sensitif pada defisiensi vitamin tersebut.
Asam Folat
Istilah asam folat dipakai untuk mengelompokkan substansi-substansi
yang serupa secara kimiawi dan biologik, yaitu kelompok coenzim yang
mempunyai unsur utama asam tetrahidrofolat.1,2
Folat berasal dari kata latin “folium” untuk daun. Sekitar 70 tahun yang lalu
Lucy Wills mengidentifikasi folat sebagai nutrien yang dibutuhkan untuk
3

mencegah anemia pada ibu hamil. Lucy Wills mendemonstrasikan bahwa


anemia dapat dikoreksi dengan menggunakan ekstrak ragi. Folat kemudian
diidentifikasi dari ekstrak ragi pada akhir 1930, dan dari ekstrak daun bayam
pada tahun 1941.2,3 Selanjutnya telah disintesis untuk pertama kalinya pada
tahun 1946 oleh Yellapragada Subbarao.2,3
Asam folat atau nama lain, vitamin B9, pteroyl-L-glutamic acid, vitamin M,
atau folacin adalah salah satu dari 8 vitamin B yang larut dalam air.4 Folat dan
asam folat adalah bentuk yang sering kali tertukar, folat ditemukan secara
alamiah dalam makanan, sedangkan asam folat adalah bentuk sintetik dari folat
yang ditemukan dalam suplemen atau makanan yang difortifikasi.3,5
Asupan sebanyak 3,1 mg/kgbb/hari dapat memenuhi angka kecukupan
gizi yang dianjurkan di Indonesia. Untuk wanita hamil dan wanita menyusui
dianjurkan 0,4 mg/hari atau 400 mg /hari. Apabila kebutuhan asam folat
tercukupi, tubuh menyimpan sekitar 5-10 mg folat, dan hampir setengahnya
disimpan di hati. Cadangan ini cukup untuk 3-6 bulan tanpa asupan folat dari
makanan4.
Cara pengukuran folat plasma dan eritrosit terbaru ialah dengan
menggunakan cara microbiologicalassay atau competitive binding technique.
Kadar asam folat serum normal sekitar 9-45 nm (3-16 mg/ml). Defisiensi asam
folat ditegakkan bila kadar asam folat serum kurang dari 3 mg5.

Gambar 4. Strukturkimiaasam folat4

Fungsi dan metabolisme


4

Asam folat adalah nama kolektif untuk sekelompok senyawa yang berasal
dari daun hijau. Senyawa-senyawa ini terdiri dari 3 gugus:
 Sebuah cincinpteridin
 Asam para-amino-benzoat
 Satu dari sejumlah unit asam glutamat.

Dua gugus pertama secara kolektif disebut pteriol, dan diberi nama lebih
lanjut sesuai jumlah residu asam glutamate yang ada, sebagai contoh pteroil
monoglutamat atau pteroilpoliglutamat. Makanan normal mengandung 500-
700g folat, 50g/hari di antaranya diserap, dan tubuh memiliki simpanan folat
yang cukup untuk digunakan selama sebulan. Folat diserap di sepanjang usus
halus dan defisiensi asam folat biasanya terjadi pada keadaan peningkatan
kebutuhan dan penurunan pasokan dari makanan.
Folat yang aktif secara metabolis berasal dari reduksi gugus pteroil
menjadi dihidrofolat, dan kemudian menjadi tetrahidrofolat dengan keberadaan
enzim dihidrofolat reduktase. Asam tetrahidrofolat adalah bentuk tereduksi dari
asam folat dan merupakan senyawa katalitik yang membentuk dirinya sendiri
yang merantai pemindahan 1 karbon. Fragmen-fragmen 1-karbon dapat
berikatan dengan gugus pteroil dan dipindahkan ke metabolism intermedier
yang melibatkan sintesis DNA. Seperti vitamin B12, asam folat tidak dapat
disintesis oleh mamalia. Efek utama defisiensi asam folat adalah gangguan
sintesis timidin. Timidin adalah bagian dari DNA, tetapi tidak terdapat pada
RNA. Dengan adanya asam folat, fragmen-fragmen 1-karbon dipindahkan dari
deoksiuridin ke deoksitimidin pada gugus pteroil. Asam folat juga terlibat dalam
jalur-jalur lain yang melibatkan pemindahan 1-karbon, dan defisiensinya juga
mengganggu katabolisme histidin.
Sebagian besar asam folat dari makanan masuk dalam bentuk
poliglutamat. Absorpsi terjadi sepanjang usus halus, terutama di duodenum dan
jejunum proksimal dan 50-80% di antaranya dibawa ke hati dan sumsum
tulang. Folat diekskresi melalui empedu dan urin. Di mukosa usus halus,
poliglutamat dari makanan akan dihidrolisis oleh enzim pteroil
poliglutamathidrolase menjadi monoglutamat yang kemudian mengalami
reduksi/ metilasi sempurna menjadi 5 metil tetrahidrofolat (5-metil THF). Metil
5

THF masuk ke dalam sel dan mengalami demetilasi dan konjugasi. Dengan
bantuan enzim metil transferase, 5-metil THF akan melepaskan gugus metilnya
menjadi tetrahidrofolat (THF). Metilkobalamin akan memberikan gugus metil
tersebut kepada homosistein untuk membentuk asam amino metionin3.

Gambar 5. Mekanismekerjaasam folat4

Mekanisme kerja asamfolatdalamproses eritropoiesis


Adanya defisiensi folat membatasi sintesis DNA dan pembelahan sel.
Berbeda dengan transkripsi RNA dan sintesis protein sekuensial, yang tidak
banyak berpengaruh terhadap defisiensi folat. mRNA dapat digunakan kembali
(berbeda dengan sintesis DNA dimana copy genom terbaru harus
diciptakan).Hasil patologis ini didapatkan pada replikasi DNA, repair DNA,
pembelahan sel, dan memproduksi sel-sel besar abnormal (megaloblast)
dengan sitoplasma yang banyak. Beberapa dari sel-sel besar dan imatur ini
dilepaskan secara dini ke sumsum tulang, sebagai kompensasi akibat
berkurangnya sel darah merah. Anak-anak dan dewasa, keduanya
membutuhkan folat agar dapat terbentuk sel darah merah yang normal6.
Folat di transpor menuju sel melalui beberapa mekanisme, yaitu
mekanisme endositotik melibatkan dua protein spesifik;
glucosylphosphatidylinositol-anchored, cell-surface folate-binding proteins
(FPBs) dan transpor membran dua arah disebut reduced folate carrier (RFC).
Kedua mekanisme ini telah dipelajari pada proses eritropoiesis4,6.
6

Agar mitosis dapat terjadi, inti sel yang akan bermitosis terlebih dahulu
harus membentuk DNA yang diperlukan untuk membentuk dua pasang
kromosom yang masing-masing kemudian akan beradadalam inti sel hasil
mitosis. Bila pembentukan DNA ini mengalami hambatan maka walaupun
pembentukan Hb dalam plasma telah cukup, mitosis tidak mungkin terjadi dan
akan mengalami penundaan sampai jumlah DNA yang diperlukan tercapai.
Untuk pembentukan DNA ini diperlukan dua katalisator yang memegang
peranan amat penting yaitu vitamin B12 dan asam folat4.
Ada dua proses yang memegang peranan utama dalam proses
pembentukan eritrosit:
1. pembentuk deoxyribonucleic acid (DNA) dalam inti sel
2. pembentuk Hb dalam plasma eritrosit
Dalam sintesis DNA, vitamin B12 sangat berperan. Vitamin B12
berkoordinasi dengan vitamin B9 atau folat untuk menunjang pembentukan sel
darah merah, dan juga zat besi agar berfungsi sebagaimana mestinya di dalam
tubuh. Pasien dengan anemia karena kekurangan asam folat dan vitamin B12
menunjukkan adanya kerusakan pada sintesis DNA dan peningkatan kematian
sel hematopoesis atau hematopoesis yang tidak efektif. Periode proliferasi yang
tinggi selama eritropoesis menyebabkan progenitor dari eritroid menjadi lebih
rentan. Ertitroblast pada pasien yang mengalami defisiensi asam folat dan
vitamin B12 tidak memiliki gabungan yang aktif antara H-tymidine dengan
DNA4.
7

Gambar 6. Pathway Sintesis DNA4

Untuk sintesis DNA yang normal diperlukan pasokan metiltetrahidrofolat


dan vitamin B12 yang adekuat. Metiltetrahidrofolat akan memberikan gugus
metal pada vitamin B12 untuk membantu metabolisme metionin. Selanjutnya
tetrahidrofolat(FH4) akan mengaktifkan sintesis purin dan pirimidin serta
produksi timidilat untuk sintesis DNA4,7,8.
Metilkobalamin yang merupakan suatu bentuk dari vitamin B12
merupakan suatu koenzim yang terlibat dalam perubahan dari 5-metil-THF
menjadi homosistein sehingga terbentuknya metionin dan THF. Pada kasus
terjadinya defisiensi vitamin B12 menyebabkan terhambatnya regenerasi
metionin sehingga terjadi penurunan S-adenosilmetionin, hal ini menyebabkan
meningkatnya homositein dan S-adenosilhomosistein, sehingga 5-metil-THF
terakumulasi dalam sel. Proses tersebut member dampak pada bentuk THF
lain yaitu 10-formil-THF yang dibutuhkan untuk sintesis purin dan 5,10-metilen-
THF yang dibutuhkan dalam sintesis timidilat menurun, yang menyebabkan
defisiensi dari bentuk folat lainnya terutama yang dibutuhkan untuk sintesis
deoxynucleotida4.
Eritropoesis pada situasi defisiensi vitamin B12 dan asam folat menjadi
tidak efektif, kebanyakan eritroid ini mengalami apoptosis sebelum berkembang
8

sampai tahap akhir diferensiasi, dan apoptosis terjadi paling banyak di fase S
pada siklus sel. Sehingga situasi dimana terjadi kekurangan B12, sintesis
deoxynucleotides menurun, menyebabkan kerusakan dari sintesis DNA,
bahkan kematian sel4,7.

Kelainan defisiensi Asam Folat pada Eritropoesis


Pentingnya pemenuhan asam folat dan vitamin B12 pada proses
eritropoiesis ditunjukkan oleh anemia megaloblastik, penyakit klinis yang dapat
terjadi akibat kekuranganvitamin. Anemia megaloblastik mempengaruhi semua
garis keturunan hematopoietik, tetapi paling menonjol pada garis keturunan
eritroid. Anemia megaloblastik ditandai oleh pansitopenia dengan eritrosit
makrositik, granulosit neutrofilik hipersegmentasi , dan retikulositopenia. 3

Kekurangan vitamin B12 dan atau asam folat akan menyebabkan


berkurangnya mitosis sel. Karena pada saat yang bersamaan pembentukan
haemoglobin berjalan terus, akan terjadi disproporsi antara besar dan bentuk
inti dengan ukuran sitoplasma. Akhirnya terbentuk sel eritrosit yang abnormal
dan berukuran besar dalam jumlah yang tidak mencukupi sehingga terjadi
keadaan anemia8.

Ketika anemia defisiensi folat berlangsung, sel hematopoietik sumsum


tulang, termasuk sel eritroid, mengalami peningkatan jumlah eritroblast dan
myeloblast tampak besar yang belum matang (yaitu, megaloblas), penurunan
jumlah sel berinti total, peningkatan ukuran sel individu, dan peningkatan jumlah
sel yang menjalani apoptosis. Sementara jumlah absolut retikulosit menurun
akibat defisiensi asam folat dan jumlah absolut CFU-Es meningkat di sumsum
tulang dan limpa. Peningkatan kematian sel hematopoietik sebelum
pematangannya disebut hematopoiesis tidak efektif.3
9

Gambar 7. Tahap Diferensiasi Eritroid3


Menurunnya jumlah sel eritroid yang bertahan hingga tahap akhir
postmitotik, pada eritropoiesis yang tidak efektif menyebabkan anemia.Ketika
dikultur dengan EPO dalam kondisi yang cukup folat, hampir semua
proerythroblast ini berdiferensiasi menjadi retikulosit, tetapi ketika dikultur
dengan EPO dalam kondisi kekurangan folat , sebagian besar proerythroblast
mengalami apoptosis sebelum berdiferensiasi menjadi reticulosit.3
Anemia karena defisiensi asam folat atau vitamin B 12 telah menunjukkan
bahwa sintesis gangguan DNA dan gejala sisa merupakan faktor utama dalam
peningkatan kematian sel hematopoietik yang menjadiciri khas anemia ini.
Periode tingginya proliferasi selama eritropoiesis membuat sel progenitor
eritroid lebih rentan daripadasel jenis lain akibat gangguan sintesis DNA akibat
defisiensi asam folat atau vitamin B 12.3

Kesimpulan
Asam folat memiliki peranan dalam proses pembentukan eritrosit yang
dibantu oleh vitamin B12. Proses pembentukan eritrosit memerlukan purin dan
pirimidin yang diperoleh melalui sintesis DNA. Proses sintesis DNA akan
10

menghasilkan adhenin, tymin, dan guanin yang diperoleh dari precursor purin
yang diubah oleh tetrahidrofolat sehingga menjadi purin.
Kegagalan pembentukan purin dan pirimidin yang disebabkan oleh
defisiensi folat akan menyebabkan disproporsi antara ukuran nukleus dan besar
sitoplasma, yang pada akhirnya terbentuk sel eritrosit abnormal dan berukuran
besar yang disebut megaloblastik.
11

DAFTAR PUSTAKA

1. Higgs DR, Roy N, Hay D. Erythropoiesis. Dalam: Hoffbrand AV, Higgs


DR, Keeling DM, ed. Postgraduate haematology. Edisi 7. West sussex,
UK: Willey blackwell; 2016. H.12-3

2. Hoffbrand AV, Moss PA. Erythropoesis and anemia. Hoffbrand’s


essential haematology. Edisi 7. West sussex, UK: Willey blackwell;
2016.h.14-5

3. Koury MJ, Ponka P. New insights into erythropoiesis: The roles of folate,
vitamin B12, and iron: Annu Rev Nutr 2004;105-31

4. Lerner NB. Megaloblastic anemias. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St


Geme JW, Schor NF, penyunting, Nelson textbook of pediatric. Edisi ke
20. Philadelphia: Elsevier; 2016. h. 2320

5. Tangkilisan HA, Rumbajan D. Defisiensi asam folat: Sari pediatri, vol.4


No.1; 2002. 22

6. Klee G. Cobalamin and Folate Evaluation: Measurement of


Methylmalonic Acid and Homocysteine vs Vitamin B12 and Folate.
Clinical Chemistry. 2000: 1277–83.

7. Clarke R, Refsum H, Birk J, et all. Screening for Vitamin B-12 and Folate
Deficiency. Am J Clin Nutr 2003;77:1241–7

8. Raspati H, Reniarti L, Susanah S., 2005. Anemia defisiensi besi. Dalam:


Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M,
penyunting. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Jakarta: Badan
penerbit IDAI.2012

Anda mungkin juga menyukai