Anda di halaman 1dari 4

A.

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menurut data WHO yang dipublikasikan pada tahun 1990, dampak dan
risiko penggunaan pestisida kimia selama ini ditemui 25 juta kasus keracunan
pestisida akut di seluruh dunia pada tiap tahunnya dan akan bertambah sejalan
dengan meningkatnya penggunaan pestisida kimia. Dampak pestisida kimia di
negara berkembang diperkirakan penderita sakit akan meningkat 50% dan
tercatat fatal keracunan pestisida mencapai 72,5%. Dan berdasarkan data ILO
(Organisasi Buruh Internasional) yang dipublikasikan pada tahun 1996,
mencatat bahwa 14% dari pekerja pertanian terkena bahaya pestisida dan 10%
terkena bahaya yang fatal. Fenomena di atas terjadi pula di daerah sentra
pertanian Indonesia, seperti di daerah Brebes dan Tegal. Penelitian yang
dilakukan oleh FAO pada tahun 1992 ditemui 19 gejala keracunan pestisida
pada petani lombok dan bawang. Demikian juga penelitian di daerah
perkebunan Luwu, Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa hampir 80 – 100%
yang melakukan pemeriksaan ke rumah sakit mengindikasikan keracunan
herbisida.
Penggunaan pestisida kimia berlebihan dalam sektor pertanian
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar dan manusia,
keseimbangan alam akan terganggu dengan munculnya hama yang resisten dan
parasit. Salah satu penyebab dampak negatif yang dibawa pestisida kimia
adalah adanya residu pestisida di dalam tanah yang dapat meracuni organisme
non target, bahkan sampai terbawa ke aliran sampai sumber air sehingga
meracuni lingkungan sekitar. Oleh karena itu, diperlukan pengganti pestisida
kimia yang ramah lingkungan. Biopestisida nabati merupakan salah satu
pestisida berbahan dasar dari tumbuhan. Tumbuhan kaya akan bahan aktif yang
berfungsi sebagai alat pertahanan alami terhadap pengganggu (hama, parasit,
dan penyakit). Biopestisida nabati berfungsi sebagai penolak, penarik,
antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya.
Pestisida nabati (alami) merupakan pemecahan jangka pendek untuk
mengatasi masalah hama dengan cepat. Pestisida nabati bersifat ramah
lingkungan karena terbuat dari bahan yang mudah terdegradasi di alam,
sehingga aman bagi manusia maupun lingkungan. Selain itu pestisida nabati
juga tidak akan mengakibatkan resurgensi maupun dampak negatif lainnya,
justru akan melindungi tanaman dari musuh – musuh alami. Pestisida nabati
merupakan produk alam dari tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit,
dan batang yang mempunyai kelompok metabolit sekunder atau senyawa
bioaktif. Beberapa tanaman telah diketahui mengandung bahan – bahan kimia
yang dapat membunuh, menolak atau menarik serangga. Beberapa tumbuhan
menghasilkan racun, ada juga yang mengandung senyawa – senyawa kompleks
yang dapat mengganggu siklus hidup dan pertumbuhan serangga, sistem
pencernaan, dan juga dapat mengubah perilaku serangga. Secara umum,
terdapat beberapa keunggulan biopestisida nabati, yaitu: 1). Mudah terurai
(biodegredable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, 2). Relatif
aman bagi manusia dan ternak karena residu yang dihasilkan mudah hilang, 3).
Dapat membunuh hama / penyakit seperti ekstrak daun papaya, tembakau, biji
mahoi dll, 4). Dapat mengumpulkan atau memperangkap hama tanaman seperti
tanaman orok – orok, 5). Mudah dijumpai di alam.
2. Rumusan Masalah

3. Tujuan

B. Tinjauan Pustaka
1. Biopestisida Nabati
Istilah biopestisida terdiri dari tiga suku kata, yaitu bio, pest, dan sida.
Bio artinya hidup. Pest berarti hama atau organisme pengganggu yang dapat
berupa penyakit, bahkan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Sida
artinya pembunuh. Jadi biopestisida dapat diartikan sebagai semua bahan
hayati, baik berupa tanaman, hewan, mikroba, atau protozoa yang dapat
digunakan untuk memusnahkan hama dan penyebab penyakit pada manusia,
tanaman dan hewan. Dalam istilah Indonesia pakar di bidang ini sering
menyebutnya dengan istilah agensia pengendali hayati. Sedangkan pestisida
nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya bersumber dari tumbuh –
tumbuhan, seperti akar, daun, batang atau buahnya. Bahan kimia yang
terkandung di dalam tumbuhan memiliki bioaktivitas terhadap serangga,
seperti bahan penolak atau repellent, penghambat makan atau antifeedant,
penghambat perkembangan serangga atau insect growth regulator, dan
penghambat peneluran atau oviposition deterrent (Suwahyono, 2009).
Biopestisida adalah penggunaan pestisida dengan bahan baku utama
tanaman atau mikroorganisme, misalnya bakteri, virus dan cendawan.
Biopestisida berfungsi menyerang hama atau penyakit tertentu. Hama yang
terkena biopestisida akan terhambat perkemangannya, bahkan bisa mati.
Namun, pemakaiannya membutuhkan lingkungan khusus. Dan biopestisida
nabati adalah biopestisida yang bahan baku pembuatannya diambil dari
berbagai tanaman. Toksitasnya rendah terhadap hewan dan relatif lebih aman
pada manusia (lethal dosage (LD) >50 oral). Memiliki spektrum pengendalian
yang luas (racun lambung dan saraf) dan bersifat selektif. Biopestisida nabati
dapat diandalkan untuk mengatasi organisme perusak tanaman yang telah
kebal pada pestisida kimia. Fitotoksitasnya rendah, yaitu tidak meracuni dan
merusak tanaman. Kelebihan penggunaan pestisida nabati yaitu: 1).
Mengalami degradasi / penguraian yang cepat oleh sinar matahari, 2).
Memiliki efek yang cepat, yaitu menghentikan nafsu makan serangga.
Kelemahan penggunaan pestisida nabati yaitu: 1). Cepat terurai sehingga
intensitas pemakaiannya harus ditingkatkan, 2). Daya racunnya rendah (tidak
langsung mematikan serangga atau efeknya lambat), 3). Kapasitas produksinya
masih rendah dan belum dapat diproduksi secara massal (bahan pembuatan
pestisida belum dibudidayakan secara khusus dan massal) (Herwibowo dan
Budiana, 2014).
Beberapa petani organik telah berhasil memanfaatkan bahan hasil
ekstraksi bahan nabati sebagai biopestisida untuk membasmi hama dan
penyakit. Tahapan yang dilaksanakan untuk membuat biopestisida nabati
adalah: 1). Pilih jenis tanaman yang mempunyai aroma kuat dan menyengat,
seperti cabai merah, bawang putih, bawang merah, dll.; 2). Masukkan bahan –
bahan tersebut ke mesin penghalus dan tambahkan air secukupnya, sampai
bahan menjadi halus; 3). Penggilingan dilakukan sampai semua bahan menjadi
cairan; dan 4). Encerkan ekstrak menggunakan air dengan perbandingan 1:10
kemudian semprotkan. Dalam beberapa kasus cara ini cukup berhasil (Sutanto,
2012).

2. Mindi / kenikir

3. Bawang putih
Salah satu bahan nabati yaitu bawang putih. Umbi bawang putih
mempunyai potensi sebagai agen antimikrobia. Kemampuannya menghambat
pertumbuhan mikrobia sangat luas, mencakup virus, bakteri, protozoa dan
jamur. Bawang putih telah digunakan di bidang kesehatan untuk pencegahan
dan pengobatan penyakit seperti antitumorigenesis, antiantheroscleriosis,
modulasi gula darah dan antibiosis, penghambatan pertumbuhan kanker.
Senyawa bawang putih adalah senyawa sulfida yang juga disebut dengan
alicin. Kandungan senyawa bawang putih yaitu alliin sebagai antifungi yang
disintesis dari asam amino sistein. Apabila bawang putih dihancurkan atau
dipotong – potong maka allinase akan mengkonversi alliin menjadi allicin…..
(syamsiah, 2003)
Bawang putih adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama
dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan
utama bumbu masakan Indonesia. Penggunaan alisin dari bawang putih
sebagai salah satu sumber insektisida didasarkan atas pemikiran bahwa
terdapat mekanisme pertahanan dari tumbuhan akibat interaksinya dengan
serangga pemakan tumbuhan, alisin ini tidak akan menimbulkan resis
( ,)

Anda mungkin juga menyukai