Laporan Sterilisasi
Laporan Sterilisasi
STERILISASI KOMERSIAL
Oleh :
NIM : 1505105010022
Kelompok : IV (Empat)
Asisten, Praktikan,
Sterilisasi adalah proses untuk mematikan semua organisme yang terdapat pada
suatu benda. Ketika seseorang melakukan pemindahan biakan bakteri secara aseptik,
maka itu juga merupakan sterilisasi yaitu pembakaran. Teknik sterilisasi berbeda-
beda tergantung pada jenis materialnya. Sterilisasi juga merupakan ssalah satu faktor
utama dalam fermentasi (Hadioetomo, 1993).
Sterilisasi komersial merupakan proses sterilisasi dengan tujuan membunuh
mikroorganisme yang dapat tumbuh pada produk pangan dalam kondisi suhu ruang.
Kemasan ini biasanya dikategorikan sebagai produk kaleng. Walaupun kemasan
untuk produk ini tidak terbatas kaleng saja melainkan dapat berupa kemasan lain
seperti gelas jar. Sterilisasi termal merupakan unit pengolahan yaitu produk pangan
diberi perlakuan panas menggunakan suhu tinggi dan waktu tertentu untuk
mendestruksi mikroba dan aktivitas enzim (Lay, 1992).
Produk pangan yang diproses melalui sterilisasi komersial, aseptis, dan dikemas
secara hermetis biasa dikategorikan sebagai produk kaleng walaupun dapat
mengunakan kemasan yang lainnya juga. Berbeda dengan sterilisasi total yang biasa
diterapkan dalam dunia medis, sterilisasi komersial tidak sepenuhnya membunuh
mikroba karena masih terdapat beberapa mikroba yang masih dapat hidup secara
sterilisasi. Akan tetapi kondisi dalam kaleng selama proses distribusi, pemasaran dan
penyimpanan aseptis dan vakum, mikroba tidak dapat hidup. Pemberian panas yang
tidak mencukupi menyebabkan penyebaran peningkatan resiko kerusakan dan
keamanan pangan akibat mikroba yang ada menjadi aktif kembali (Suriawiria, 1995).
Pengalengan yaitu salah satu cara penyimpanan dan pengawetan bahan pangan
yang dikemas secara hermetis dalam suatu wadah yang disebut can (kaleng) dan
kemudian disterilkan, sehingga diperoleh produk pangan yang tahan lama dan tidak
mengalami kerusakan baik fisik, kimia maupun biologis. Ikan merupakan salah satu
komoditi hasil perairan yang paling banyak dimanfaatkan oleh manusia karena
beberapa kelebihannya. Teknik pengawetan pangan yang dapat diterapkan dan
banyak digunakan adalah pengawetan dengan suhu tinggi, contohnya adalah
pengalengan ikan tuna. Tujuan utamanya adalah untuk memperpanjang umur simpan,
dan meningkatkan nilai ekonomis dari ikan serta dapat memperbanyak
penganekaragaman pangan yang berbahan baku ikan (Wulandari, 2009).
III. METODOLOGI PERCOBAAN
60
apel
40
terong ungu
20
ikan dencis
0
sebelum blansir 0 7
Hari
60
apel
40
terong ungu
20
ikan dencis
0
sebelum blansir 0 7
Hari
Pada grafik berat bahan tanpa perlakuan blansir diperolehhasil bahwa buah
nenas mengalami penurunan berat pada hari ke-7 yaitu menjadi 44 gram. Sedangkan
pada buah apel, terong ungu dan ikan dencis, berat bahan tidak mengalami perubahan
berat hingga hari ke-7.
Warna blansir
5
4
3 nenas
Bahan
2 apel
1 terong ungu
0 ikan dencis
sebelum blansir 0 7
Hari
Pada grafik warna untuk perlakuan blansir, diketahui bahwa buah nenas
mengalami perubahan warna menjadi segar pada hari ke-7. Pada buah apel, warna
bahan tetap segar hinggahari ke-7. Warna pada terong juga tidak mengalami
perubahan hingga hari ke-7, yaitu berwarna gelap. Pada ikan dencis, perubahan warna
menjadi pucat telah terjadi pada hari ke-0 hingga hari ke-7.
3 nenas
2 apel
1 terong ungu
0
ikan dencis
sebelum blansir 0 7
Axis Title
Pada grafik warna tanpa perlakuan blansir, warna buah nenas mengalami perubahan
menjadi segar pada hari ke-7. Pada apel, warna buah berubah menjadi pucat pada hari
ke-7. Warna terong berubah menjadi agak pucat pada hari ke-0 dan berubah menjadi
pucat pada hari ke-7. Warna ikan dencis berubah menjadi pucat pada hari ke-0 dan
kembali menjadi segar pada hari ke-7.
Tekstur Blansir
6
4 nenas
bahan
2 apel
terong ungu
0
sebelum blansir 0 7 ikan dencis
Hari
3
apel
2
terong ungu
1
ikan dencis
0
sebelum blansir 0 7
Hari
Pada grafik tekstur bahan tanpa perlakuan blansir diketahui bahwa tekstur
buah nenas tidak mengalami perubahan hingga hari ke-7. Buah apel mengalami
perubahan tekstur menjadi sangat lunak pada hari ke-7. Pada terong ungu, perubahan
tekstur terjadi pada hari ke-0 dan bertahan hingga hari ke-7 yaitu menjadi agak lunak.
Sedangkan pada ikan dencis, tekstur ikan berubah menjadi sedang pada hari ke-0
hingga hari ke-7.
Blanching merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh
mikroba patogen. Blanching adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan
cara pencelupan ke dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-
93oC. Waktu blansir bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan,
ukuran, dan derajat kematangan. Salah satu bahan makanan yang sering dikalengkan
adalah ikan. Ikan memiliki kelemahan yakni mudah membusuk sehingga dalam
pengolahannya dibutuhkan perlakuan blanching dan sterilisasi agar daya simpan
produk ikan dapat bertahan lama. Terhadap perubahan tekstur setelah proses
blanching, semakin lama waktu yang dibutuhkan maka tekstur bahan akan menjadi
semakin lunak. Proses blanching juga dapat memperbaiki warna maupun
mempertahankan warna. Bahan menjadi terlihat seperti lebih menarik dan segar,
tetapi jika waktu yang digunakan berlebihan maka warna pada bahan akan pudar.
Perubahan warna akan menjadi semakin pudar karena pigmen yang terkandung dalam
bahan akan rusak. Dalam industri pengalengan makanan, yang diterapkan adalah
sterilisasi komersial (commercial sterility). Artinya, walaupun produk tersebut tidak
100 persen steril, tetap cukup bebas dari bakteri pembusuk dan patogen (penyebab
penyakit), sehingga tahan untuk disimpan selama satu tahun atau lebih dalam keadaan
yang masih layak untuk dikonsumsi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Akbarsyah (2007), yang
menyatakan bahwa sifat organoleptik pada ikan tuna berubah setelah dilakukannya
blansir. Adapun perubahan yang terjadi yaitu warna ikan berubah menjadi pucat
dengan tekstur yang agak lunak serta memiliki aroma yang khas. Hal ini dikarenakan
adanya uap panas yang masuk ke dalam bahan sehingga terjadinya proses pemasakan
pada daging ikan. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil praktikum terhadap ikan
dencis yang diblansir, dimana warna daging ikan berubah menjadi pucat serta
teksturnya menjadi agak lunak setelah melalui proses blansir.
V. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Dengan perlakuan blansir, berat nenas mengalami penurunan pada hari ke-7 yaitu
menjadi 43 gram.
2. Sedangkan pada apel, berat bahan mengalami peningkatan pada hari ke-7 dengan
perlakuan blansir yaitu seberat 54 gram.
3. Pada apel dan ikan dencis, berat bahan setelah blansir dan tanpa blansir tidak
mengalami perubahan hingga hari ke-7.
4. Pada terong ungu yang diblansir, warna bahan tidak mengalami perubahan hingga
hari ke-7.
5. Pada buah apel dan ikan dencis dengan perlakuan blansir, tekstur bahan berubah
menjadi sangat lunak pada hari ke-7.
DAFTAR PUSTAKA
Akbarsyah, T.M. 2007. Pengalengan Ikan Tuna Komersial. Squalen. No.2, Vol.2,
Hal:43-50.
Wulandari, D.A., Indah, W.A., dan Akhmad, F. 2009. Kualitas Mutu Bahan Mentah
dan Produk Akhir Pada Unit Pengalengan Ikan Sardine Di PT. Karya
Manunggal Prima Sukses Muncar Banyuwangi. Jurnal Kelautan. No.1,
Vol.2, Hal:40-49.
LAMPIRAN
A. Diagram Alir
1. Persiapan bahan
a. Nenas dan Apel c. Terong Ungu
Bahan Bahan
Dicuci Dicuci
Dipotong Dipotong
Hasil Hasil
b. Ikan
Bahan
Dibersihkan Kotoran
Dicuci
Dipotong
Hasil
2. Analisa bahan awal
Bahan
Dianalisis berdasarkan
warna, berat, tekstur
Hasil
3. Blanshir
a. Nenas, terong ungu, dan apel b. Ikan tuna
Bahan Bahan
Hasil
Hasil
4. Pengisian Medium
Dibersihkan medium
Dibersihkan medium
Hasil
Hasil
Air Jar
Diangkat Hasil
Hasil
7. Pendinginan
Jar
Dimasukkan ke dalam
wadah berisi air
Didinginkan,
dikeringkan, dan dilap
bersih
Dilakukan pengamatan
dihari ke-0, dank e-7
Hasil