Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum Teknologi Operasi dan Pengolahan II

STERILISASI KOMERSIAL

Oleh :

Nama : Sri Yuni Masyithah

NIM : 1505105010022

Kelas : Rabu, 10:00 WIB

Kelompok : IV (Empat)

Tanggal Praktikum : 01 November 2017

Mengetahui Darussalam, 22 November 2017

Asisten, Praktikan,

( ) (Sri Yuni Masyithah)


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sterilisasi merupakan proses penting yang harus dilalui sebelum melakukan
penelitian yang berhubungan dengan mikroorganisme. Sterilisasi dilakukan pada
semua alat dan dan bahan yang akan digunakan dalam percobaan, baik peralatan
laboratorium maupun medium pertumbuhan mikroba. Melalui sterilisasi, seluruh
mikroba patogen dapat mati, sehingga tidak sempat berkembang biak. Umumnya
sterilisasi dilakukan secara fisik yang menggunakan panas dari dalam autoklav, di
mana panas yang digunakan berasal dari uap air sehingga disebut strerilisasi basah.
Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu di atas 100 derajat Celcius,
umumnya sekitar 121,1 derajat Celcius dengan menggunakan uap air selama waktu
tertentu dengan tujuan untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk spora
bakteri Clostridium botulinum. Pemanasan sterilisasi komersial sering dilakukan pada
bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau lebih dikenal dengan bahan pangan
berasam rendah. Bahan pangan berasam rendah memiliki pH > 4,5, misalnya seluruh
bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur dan ikan serta sayuran seperti buncis
dan jagung. Bahan pangan berasam rendah memiliki resiko mengandung spora
bakteri Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan toksin mematikan jika
tumbuh di dalam makanan kaleng.

1.2. Tujuan Percobaan


Adapun tujuan dari percobaan ini diantaranya adalah untuk mengertahui
prinsip-prinsip sterilisasi, mengetahui perubaha-perubahan yang terjadi pada
produk/bahan akibat sterilisasi, mengetahui perbedaan blanshir dan sterilisasi dan
untuk mengidentifikasi jenis produk yang dapat diawetkan dengan sterilisasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Sterilisasi adalah proses untuk mematikan semua organisme yang terdapat pada
suatu benda. Ketika seseorang melakukan pemindahan biakan bakteri secara aseptik,
maka itu juga merupakan sterilisasi yaitu pembakaran. Teknik sterilisasi berbeda-
beda tergantung pada jenis materialnya. Sterilisasi juga merupakan ssalah satu faktor
utama dalam fermentasi (Hadioetomo, 1993).
Sterilisasi komersial merupakan proses sterilisasi dengan tujuan membunuh
mikroorganisme yang dapat tumbuh pada produk pangan dalam kondisi suhu ruang.
Kemasan ini biasanya dikategorikan sebagai produk kaleng. Walaupun kemasan
untuk produk ini tidak terbatas kaleng saja melainkan dapat berupa kemasan lain
seperti gelas jar. Sterilisasi termal merupakan unit pengolahan yaitu produk pangan
diberi perlakuan panas menggunakan suhu tinggi dan waktu tertentu untuk
mendestruksi mikroba dan aktivitas enzim (Lay, 1992).
Produk pangan yang diproses melalui sterilisasi komersial, aseptis, dan dikemas
secara hermetis biasa dikategorikan sebagai produk kaleng walaupun dapat
mengunakan kemasan yang lainnya juga. Berbeda dengan sterilisasi total yang biasa
diterapkan dalam dunia medis, sterilisasi komersial tidak sepenuhnya membunuh
mikroba karena masih terdapat beberapa mikroba yang masih dapat hidup secara
sterilisasi. Akan tetapi kondisi dalam kaleng selama proses distribusi, pemasaran dan
penyimpanan aseptis dan vakum, mikroba tidak dapat hidup. Pemberian panas yang
tidak mencukupi menyebabkan penyebaran peningkatan resiko kerusakan dan
keamanan pangan akibat mikroba yang ada menjadi aktif kembali (Suriawiria, 1995).
Pengalengan yaitu salah satu cara penyimpanan dan pengawetan bahan pangan
yang dikemas secara hermetis dalam suatu wadah yang disebut can (kaleng) dan
kemudian disterilkan, sehingga diperoleh produk pangan yang tahan lama dan tidak
mengalami kerusakan baik fisik, kimia maupun biologis. Ikan merupakan salah satu
komoditi hasil perairan yang paling banyak dimanfaatkan oleh manusia karena
beberapa kelebihannya. Teknik pengawetan pangan yang dapat diterapkan dan
banyak digunakan adalah pengawetan dengan suhu tinggi, contohnya adalah
pengalengan ikan tuna. Tujuan utamanya adalah untuk memperpanjang umur simpan,
dan meningkatkan nilai ekonomis dari ikan serta dapat memperbanyak
penganekaragaman pangan yang berbahan baku ikan (Wulandari, 2009).
III. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah jar gelas, autoklaf,
panic, kompor gas, dandan, dan thermometer. Sedangkan bahan yang digunakan
adalah ikan tuna, terong ungu, nenas, apel, larutan garam 2,5%, larutan gula 10%,
larutan natrium bisulfit 1000 ppm, dan air bersih.

3.2. Prosedur Percobaan


Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan ini yaitu:
1. Persiapan Bahan
Dikupas nenas dan apel. Dicuci bersih dan dipotong-potong dengan ukuran
2x2x2 cm. Direndam dalam larutan natrium bisulfit. Dibersihkan ikan dan dicuci.
Kemudian dipotong-potong dengan ukuran panjang 4 cm. Dibuang pangkal terong
ungu dan dicuci, kemudian dipotong-potong dalam ukuran yang sama. Direndam
dalam larutan natrium bisulfit. Kulit jangan dibuang.
2. Analisis Bahan Awal
Untuk setiap bahan dilakukan analisis meliputi berat bahan, warna bahan dengan
color reader atau secara visual (warna dengan skala: 1 = pucat, 2 = agak pucat, 3 =
gelap, 4 = segar, 5 = lebih cerah), dan tekstur bahan dengan penetrometer atau secara
subyektif (tingkat kekerasan, dengan skala 1 = sangat lunak; 2 = lunak; 3 = agak
lunak; 4 = sedang; 5 = agak keras; 6 = keras; 7 = sangat keras).
3. Blansir
Blansir dilakukan dengan cara steam blanching atau pengukusan. Untuk masing-
masing bahan, blansir dilakukan sebagai berikut:
a. Nenas, terong ungu dan apel
Dipanaskan dandang sampai suhu uap air 85oC. dimasukkan masing-masing
bahan dalam dandang. Dilakukan blansing pada suhu 80oC selama 5 menit. Setelah
diblansir, diangkat bahan dan ditiriskan.
b. Ikan tuna
Dipanaskan dandang sampai suhu uap air mencapai 95oC. Dimasukkan potongan
ikan tuna dalam wadah jar yang terpisah. Volume masing-masing adalah 2/3 tinggi
jar. Dipanaskan wadah tersebut dalam dandang pada suhu uap air 95oC selama 20
menit. Diangkat jar dan dilakukan proses penirisan dengan cara membuang cairan
dalam jar dan memiringkan jar.
4. Pengisian Medium
a. Diisikan medium untuk bahan sebagai berikut: ikan tuna = larutan garam, terong
ungu = larutan garam, nenas = larutan gula, apel = larutan gula.
b. Diatur medium yang ditambahkan sehingga total volume dalam jar sedemikian
rupa dengan tinggi ruang kosong (headspace) 10% dari tinggi jar.
5. Pengeluaran Udara (Exhausting)
Pengeluaran udara dilakukan untuk mendapatkan kondisi kemasan jar yang
vakum. Pengeluaran udara dilakukan sebagai berikut: dipanaskan air dalam panci
sampai mendidih. Dimasukkan jar ke dalam air mendidih tersebut. Tinggi air sekitar
2/3 tinggi jar. Dibiarkan selama 5 menit. Setelah 5 menit segera ditutup jar secara
rapat. Diangkat jar.
6. Sterilisasi
Dimasukkan jar ke dalam autoklaf. Diatur suhu autoklaf menjadi 121oC.
Dihitung waktu sterilisasi setelah suhu autoklaf mencapai 121oC. Sterilisasi dilakukan
selama 15 menit. Setelah waktu 15 menit tercapai, dimatikan autoklaf dan dilakukan
proses pendinginan.
7. Pendinginan
Setelah proses sterilisasi selesai, dilakukan segera proses pendinginan.
Pendinginan dilakukan dengan menggunakan air mengalir. Dimasukkan jar ke dalam
wadah yang berisi air. Dialirkan air dingin ke dalam wadah yang berisi jar tersebut.
Setelah jar menjadi dingin, dihentikan pendinginan dan dikeringkan jar dengan lap
bersih. Dibuka kemasan jar setiap produk. Dilakukan pengamatan meliputi berat
bahan, warna dan tekstur secara visual pada hari ke-0 dan ke-7.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


Berat bahan Warna Tekstur
No Bahan Perlakuan Sebelum Sebelum Sebelum
0 Hari 7 Hari 0 Hari 7 Hari 0 Hari 7 Hari
blanshir blanshir blanshir
Blansir 50 gram 50 gram 43 gram 2 2 4 5 5 4
I Nenas Tanpa
50 gram 50 gram 44 gram 2 2 4 5 5 5
blansir
Blansir 50 gram 50 gram 54 gram 4 4 4 5 4 2
II Apel Tanpa
50 gram 50 gram 50 gram 4 4 1 4 4 1
blansir
Blansir 50 gram 50 gram 50 gram 3 3 3 4 2 1
Terong
III Tanpa
ungu 50 gram 50 gram 50 gram 4 2 1 3 3 3
blansir
Blansir 50 gram 100 gram 100 gram 4 1 1 5 3 1
Ikan
IV Tanpa
dencis 50 gram 100 gram 100 gram 4 1 4 5 4 4
blansir
4.2. Pembahasan

Berat bahan bansir


120
100
80
nenas
Bahan

60
apel
40
terong ungu
20
ikan dencis
0
sebelum blansir 0 7
Hari

Berdasarkan grafik berat bahan diatas diketahui bahwa dengan perlakuan


blansir, berat pada buah nenas mengalami penurunan pada hari ke-7 yaitu menjadi 43
gram. Pada buah apel, berat bahan mengalami peningkatan pada hari ke-7 sehingga
menjadi 54 gram. Pada terong ungu dan ikan dencis, berat bahan tidak mengalami
perubahan hingga hari ke-7 sehingga berat masing-masing bahan tetap seperti semula.

Berat bahan tanpa blansir


120
100
80
nenas
Bahan

60
apel
40
terong ungu
20
ikan dencis
0
sebelum blansir 0 7
Hari

Pada grafik berat bahan tanpa perlakuan blansir diperolehhasil bahwa buah
nenas mengalami penurunan berat pada hari ke-7 yaitu menjadi 44 gram. Sedangkan
pada buah apel, terong ungu dan ikan dencis, berat bahan tidak mengalami perubahan
berat hingga hari ke-7.

Warna blansir
5
4
3 nenas
Bahan

2 apel
1 terong ungu
0 ikan dencis
sebelum blansir 0 7
Hari

Pada grafik warna untuk perlakuan blansir, diketahui bahwa buah nenas
mengalami perubahan warna menjadi segar pada hari ke-7. Pada buah apel, warna
bahan tetap segar hinggahari ke-7. Warna pada terong juga tidak mengalami
perubahan hingga hari ke-7, yaitu berwarna gelap. Pada ikan dencis, perubahan warna
menjadi pucat telah terjadi pada hari ke-0 hingga hari ke-7.

warna tanpa blansir


5
4
Axis Title

3 nenas
2 apel
1 terong ungu
0
ikan dencis
sebelum blansir 0 7
Axis Title

Pada grafik warna tanpa perlakuan blansir, warna buah nenas mengalami perubahan
menjadi segar pada hari ke-7. Pada apel, warna buah berubah menjadi pucat pada hari
ke-7. Warna terong berubah menjadi agak pucat pada hari ke-0 dan berubah menjadi
pucat pada hari ke-7. Warna ikan dencis berubah menjadi pucat pada hari ke-0 dan
kembali menjadi segar pada hari ke-7.

Tekstur Blansir
6

4 nenas
bahan

2 apel
terong ungu
0
sebelum blansir 0 7 ikan dencis
Hari

Berdasarkan grafik tekstur untuk perlakuan blansir, diperoleh hasil bahwa


tekstur buah nenas yang awalnya agak keras berubah menjadi sedang pada harike-7.
Tekstur buah apel berubah menjadi lunak pada hari ke-7. Terong ungu mengalami
perubahan tekstur menjadi lunak pada hari ke-0 dan berubah menjadi sangat lunak
pada hari ke-7. Sedangkan tekstur ikan dencis berubah menjadi agak lunak pada hari
ke-0 dan menjadi sangat lunak pada hari ke-7.

Tekstur tanpa blansir


6
5
4
nenas
bahan

3
apel
2
terong ungu
1
ikan dencis
0
sebelum blansir 0 7
Hari

Pada grafik tekstur bahan tanpa perlakuan blansir diketahui bahwa tekstur
buah nenas tidak mengalami perubahan hingga hari ke-7. Buah apel mengalami
perubahan tekstur menjadi sangat lunak pada hari ke-7. Pada terong ungu, perubahan
tekstur terjadi pada hari ke-0 dan bertahan hingga hari ke-7 yaitu menjadi agak lunak.
Sedangkan pada ikan dencis, tekstur ikan berubah menjadi sedang pada hari ke-0
hingga hari ke-7.
Blanching merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh
mikroba patogen. Blanching adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan
cara pencelupan ke dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-
93oC. Waktu blansir bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan,
ukuran, dan derajat kematangan. Salah satu bahan makanan yang sering dikalengkan
adalah ikan. Ikan memiliki kelemahan yakni mudah membusuk sehingga dalam
pengolahannya dibutuhkan perlakuan blanching dan sterilisasi agar daya simpan
produk ikan dapat bertahan lama. Terhadap perubahan tekstur setelah proses
blanching, semakin lama waktu yang dibutuhkan maka tekstur bahan akan menjadi
semakin lunak. Proses blanching juga dapat memperbaiki warna maupun
mempertahankan warna. Bahan menjadi terlihat seperti lebih menarik dan segar,
tetapi jika waktu yang digunakan berlebihan maka warna pada bahan akan pudar.
Perubahan warna akan menjadi semakin pudar karena pigmen yang terkandung dalam
bahan akan rusak. Dalam industri pengalengan makanan, yang diterapkan adalah
sterilisasi komersial (commercial sterility). Artinya, walaupun produk tersebut tidak
100 persen steril, tetap cukup bebas dari bakteri pembusuk dan patogen (penyebab
penyakit), sehingga tahan untuk disimpan selama satu tahun atau lebih dalam keadaan
yang masih layak untuk dikonsumsi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Akbarsyah (2007), yang
menyatakan bahwa sifat organoleptik pada ikan tuna berubah setelah dilakukannya
blansir. Adapun perubahan yang terjadi yaitu warna ikan berubah menjadi pucat
dengan tekstur yang agak lunak serta memiliki aroma yang khas. Hal ini dikarenakan
adanya uap panas yang masuk ke dalam bahan sehingga terjadinya proses pemasakan
pada daging ikan. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil praktikum terhadap ikan
dencis yang diblansir, dimana warna daging ikan berubah menjadi pucat serta
teksturnya menjadi agak lunak setelah melalui proses blansir.
V. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah sebagai
berikut:

1. Dengan perlakuan blansir, berat nenas mengalami penurunan pada hari ke-7 yaitu
menjadi 43 gram.
2. Sedangkan pada apel, berat bahan mengalami peningkatan pada hari ke-7 dengan
perlakuan blansir yaitu seberat 54 gram.
3. Pada apel dan ikan dencis, berat bahan setelah blansir dan tanpa blansir tidak
mengalami perubahan hingga hari ke-7.
4. Pada terong ungu yang diblansir, warna bahan tidak mengalami perubahan hingga
hari ke-7.
5. Pada buah apel dan ikan dencis dengan perlakuan blansir, tekstur bahan berubah
menjadi sangat lunak pada hari ke-7.
DAFTAR PUSTAKA

Akbarsyah, T.M. 2007. Pengalengan Ikan Tuna Komersial. Squalen. No.2, Vol.2,
Hal:43-50.

Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Gramedia, Jakarta.

Lay dan Hastowo. 1992. Mikroorganisme, Sterilisasi Alat Kimia. Perlakuan


Pelepasan Mikroorganisme. No.2, Vol.28, Hal:30-34.

Suriawiria, U.1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa, Bandung.

Wulandari, D.A., Indah, W.A., dan Akhmad, F. 2009. Kualitas Mutu Bahan Mentah
dan Produk Akhir Pada Unit Pengalengan Ikan Sardine Di PT. Karya
Manunggal Prima Sukses Muncar Banyuwangi. Jurnal Kelautan. No.1,
Vol.2, Hal:40-49.
LAMPIRAN

A. Diagram Alir
1. Persiapan bahan
a. Nenas dan Apel c. Terong Ungu

Bahan Bahan

Dikupas Kulit Dibuang pangkalnya

Dicuci Dicuci

Dipotong Dipotong

Direndam dalam Direndam dalam


larutan Na-bisulfit larutan Na-bisulfit

Hasil Hasil

b. Ikan

Bahan

Dibersihkan Kotoran

Dicuci

Dipotong

Hasil
2. Analisa bahan awal

Bahan

Dianalisis berdasarkan
warna, berat, tekstur

Hasil

3. Blanshir
a. Nenas, terong ungu, dan apel b. Ikan tuna

Bahan Bahan

Dimasukkan ke dandang Dimasukkan ke dalam


suhu uap air 85oC botol jar

Dilakukan blanching pada Dipanaskan pada suhu


suhu 80oC selama 5 menit 95 oC selama 20 menit

Diangkat Diangkat jar

Ditiriskan Dibuang cairan dalam jar


dengan memiringkannya

Hasil
Hasil
4. Pengisian Medium

Ikan tuna & Nenas & apel


terong

Dibersihkan medium
Dibersihkan medium

Diatur headspace 10% Diatur headspace 10%


dari tinggi jar dari tinggi jar

Hasil
Hasil

5. Pengeluaran udara (exhausting) 6. Sterilisasi

Air Jar

Dipanaskan hingga Dimasukkan ke


mendidih autoklaf

Dimasukkan jar ke air Diatur suhu menjadi


mendidih 121oC

Dibiarkan selama 5 Dihitung waktu


menit sterilisasi 15 menit

Ditutup jar dengan Dimatikan autoklaf dan


cepat didinginkan

Diangkat Hasil

Hasil
7. Pendinginan

Jar

Dimasukkan ke dalam
wadah berisi air

Dialirkan air dingin ke


dalam wadah

Didinginkan,
dikeringkan, dan dilap
bersih

Dibuka kemasan jar

Dilakukan pengamatan
dihari ke-0, dank e-7

Hasil

Anda mungkin juga menyukai