Anda di halaman 1dari 7

Keragaman Budaya Masyarakat Kota Bekasi

Bekasi mengalami proses asimilasi dan akulturasi kebudayaan dari berbagai daerah seperti Bali,
Melayu, Bugis, dan Jawa. Pengaruh etnis tersebut tersebar di wilayah Bekasi, antara lain :

1. Suku Sunda banyak bermukim terutama di wilayah Lemahabang; Cibarusah, Setu sebagian
Pebayuran dan sebagian Pondik Gede.

2. Suku Jawa dan Banten banyak bermukim di Kecamatan Sukatani dan sebagian Cabang Bungin.

3. Suku bangsa Melayu banyak bermukim di Kecamatan Bekasi (daerah kota), Cilincing (sekarang
masuk Jakarta), Pondok Gede, Babelan, Tambun, Cikarang, Cabang Bungin, dan Setu.

4. Suku Bali terdapat di sebuah kampung di Kecamatan Sukatani, bahkan sampai sekarang namanya
masih Kampung Bali.

keberadaan penduduk yang berasal dari berbagai etnis tersebut, telah mempengaruhi pola
hidup dan bahasa.

A. Adat istiadat masyarakat Bekasi

Walaupun Bekasi memiliki penduduk Non-Islam, namun kehidupan Islami sangat kental dalam
budaya masyarakat Bekasi. Sikap toleransi pun menjadi ciri khas Kota Bekasi, bentuk toleransi
tersebut diwujudkan dengan sikap konkrit berupa keramahtamahan, misalnya:

a) gaya hidup sederhana, tidak berlebihan

b) solidaritas dan gotong royong

c) mengamalkan asas mufakat untuk pengambilan keputusan.

semua ini secara langsung atau tidak terkait dengan nilai ketakwaan kepada Tuhan YME,
termasuk ajaran agama Islam (Suparlan, 1985).

1. Tradisi Pantangan dan Kuwalat

tradisi ini merupakan bentuk folklore, yang tidak diketahui siapa pencipta dan asalnya,
pantangan ini digunakan sebagai saran atau himbauan. Diantaranya adalah :

a) dilarang membuang sampah ke sungai, jka ada buaya yang memangsanya itu adalah kuwalat
baginya karena telah mencemarkan sungai.

b) untuk mencegah sepasang buaya putih penunggu sungai marah, masyarakat Melayu Betawi
"nyugu" dengan membawa sesajen kembang tujuh rupa, telor ayam mentah, bekakak ayam, dan
nasi kuning.

1
c) tradisi menghormati sepasang buaya putih, masih tercermin dalam adat perkawinan Melayu
Betawi yang mengharuskan dalam pinangan pihak mempelai laki-laki membawa sepasang roti
buaya.

d) sampah harus ditabun, maka nabun atau membakar sampah merupakan kebiasaan orang Melayu
Betawi dan menebang pohon pun tidak boleh sembarangan, karena dalam pohon kayu yang besar
terdapat penunggu yang akan marah bila pohon kayu itu ditebang secara sembarangan.

kuwalat dan ketulah sangat sulit dibedakan artinya. kuwalat atau kewalat berarti kena walat.
ketulah berarti kena tulah, walat dan tulah adalah kena bencana, kesialan (istilaha bahasa Melayu-
Betawi "sial dangkalan")

Dalam sistem kepercayaan lama, kekuasan yang maha tinggi dipercaya adalah berupa para
dewa-dewa dan dewa-dewa itu mempunyai kepala dewa (dewa tertinggi). Kebiasaan 'nyuguin' dan
'ngukup' adalah kebiasaan untuk menghormati dewa-dewa. nyuguin (berupa sesajen dalam
masyarakat Jawa) dan diungkupin (yaitu dengan membakar kemenyan yang asap-asapnya dibawa ke
setip sudut rumah)

2. Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan yang berlaku di daerah Jawa, bahkan di masyarakat Bekasi menganut sistem
kekerabatan yang bersifat " Parental " atau " Bilateral" yaitu menarik garis keturunan sendiri,
artinya masyarakat Bekasi apabila sudah berkeluarga cenderung menarik garis keturunan sendiri
baik dari pihak Ayah maupun dari pihak Ibu dan menetap terpisah dari orangtua walaupun sering
kali lokasinya berdekatan.

2. Makanan Khas Bekasi

Jajanan Khas Bekasi

Wisatawan yang datang ke Bekasi rasanya tidak puas bila tidak


menikmati kuliner khas di Bekasi. Seperti halnya daerah-
daerah lain di Indonesia, pada masyarakat Bekasi dikenal
beberapa jenis makanan khas yang sering disajikan pada acara-
acara tertentu atau hari raya. Misalnya dodol, setiap keluarga
akan selalu berupaya agar pada saat hari raya (lebaran)
tersedia sebagian penganan untuk dikirim kepada tetangga,
keluarga atau untuk disajikan bila ada tamu. Dodol ini juga bisa dibuat bila akan mengadakan
kenduri. Makanan ini terbuat dari tepung beras ketan yang dicampur dengan gula merah dan kelapa.

Kuliner Bekasi yang masih dalam kategori kue basah, cukup banyak dan bervariasi, di antaranya
adalah:

1.Dodol, 2. Kue Jalabia, 3. Kue Cucur, 4. Kue Bugis, 5. Kue Bika Ambon, 6. Kue Pepe, 7. Kue Putu
Mayang, 8. Kue Talam, 9. Kue Pisang, 10. Kue Lopis, 11. Kue Cincin, 12. Kue Geplak, 13. Kue Onde-
Onde, 14. Kue Gemplong, 15. Kue Lopis, 16. Kue Dadar Gulung, 17. kerak telor, 18. Kue akar
kelapa, 19. Kue kembang goyang, 20. Kue biji ketapang, 21. Kue telor gabus, 22. dodol khas
Betawi.

2
1. Sayur Gabus Pucung, Makanan Khas Bekasi ala Betawi

Dalam kuliner Betawi, sayur gabus pucung adalah top menu-nya. Yaa, kalau di Rumah Makan
Padang, sayur gabus pucung ini ibarat rendangnya gitu. Spesial banget deh pokoknya!

Bahan utama dari sayur ini adalah ikan gabus goreng kemudian diramu dengan rempah-rempah
khusus yang di dalamnya juga termasuk kluwek. Bahan inilah yang membuat kuahnya menjadi hitam
seperti kuah rawon.

Usut punya usut, kuah rawon yang hitam itu pada awalnya terinspirasi dari makanan khas Bekasi
yang satu ini loh.Rekomendasi tempat makan di Bekasi yang menjual sayur gabus pucung di
antaranya Rumah Makan Udin Kombo yang terletak di ujung Harapan Indah. Di situ spesialnya
masakan Betawi. Kalo udah nyobain sayur gabus pucung-nya, dijamin ketagihan.

Rasanya gurih, gurih, nyoy!

Ada satu lagi tempat yang juga populer dengan menu gabus pucung-nya, namanya Pondok Gabus
Lukman. Lokasinya di Jalan Jenderal Sudirman, di samping kompleks GOR Bekasi.

2. Bandeng Rorod, Oleh-oleh Wajib dari Bekasi

Sepertinya Bekasi boleh bangga karena kini memiliki ikon yang dapat dijadikan oleh-oleh. Kalau Jogja
punya Bakpia, kalau Semarang punya lumpia, maka Bekasi punya bandeng rorod.

Berbeda dengan bandeng presto yang memiliki duri lunak, bandeng rorod adalah bandeng tanpa
duri. Dengan olahan yang cermat dan racikan bumbu khusus, semakin membuat makanan khas
Bekasi ini terasa lebih nikmat.

Kalau kamu ingin belanja langsung ke produsennya, langsung


saja menuju ke Jalan Maluku Raya Blok C1 no. 5 Perumnas 3
Bekasi Timur, Aren Jaya, Bekasi Timur. Jangan lupa bawakan
sebagai oleh-oleh untuk orang-orang terdekat, ya.

3
3. Kue Rangi, Jajanan Masa Kecil yang Terlupakan

Jajanan khas Bekasi

Masyarakat asli Bekasi adalah masyarakat Betawi dan Sunda.


Maka tak heran jika makanan khas Bekasi kebanyakan juga
adalah makanan ala Betawi. Pun demikian dengan kue rangi.
Kue kelapa nan lezat khaas Betawi ini sudah sulit ditemukan
bahkan di Bekasi sendiri.

Kue rangi adalah kue yang terbuat dari parutan kelapa dan tepung kanji, kemudian dicetak di dalam
cetakan khusus (seperti cetakan kue pukis namun lubangnya lebih dangkal) dan dibakar, setelah itu
dibaluri saus gula merah yang lembut di mulut. Suwer enak banget.

4. Bir Pletok, Bir Tapi Tidak Memabukkan

Meski namanya bir pletok, minuman yang satu ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan bir,
melainkan terbuat dari rempah-rempah seperti jahe, kayu manis, kapulaga, cengkeh, kayu secang,
dll. Karena itu, bir pletok juga memiliki khasiat yang sangat banyak layaknya jamu.

Misalnya seperti masuk angin, badan pegal-pegal, memperlancar peredaran darah, menghangatkan
badan, dan lain-lain.

Konon, asal kata bir bukanlah beer, melainkan bi’r (bi’run) yang artinya sumur atau sumber air dalam
bahasa Arab. Orang zaman dulu menyimpannya di dalam selongsong bambu dan diberi es batu di
dalamnya. Karena tergoyang-goyang, es batu di dalam selongsong bambu tersebut berbenturan dan
menghasilkan bunyi “pletok..” Jadi deh bir pletok.

5. Dodol Betawi yang Legendaris

Kalau selama ini kota yang terkenal dengan dodol-nya adalah Garut, nih kamu harus nyobain dodol
khas Betawi yang ada di Bekasi. Dodol Betawi adalah makanan yang bercita rasa tinggi, sebab tak
sembarang orang bisa membuatnya.

Dibutuhkan keahlian khusus dan kesabaran ekstra tinggi, mengingat pembuatan dodol ini memakan
waktu yang sangat lama.

4
Dodol Betawi adalah salah satu makanan khas Bekasi yang
cocok dijadikan oleh-oleh maupun hidangan saat perayaan
hari besar seperti Idul Fitri.

6. Kue Kembang Goyang

7. Kue Telur Gabus Khas Bekasi

8. Kue Biji Ketapang

9. Kue Akar Kelapa Khas Betawi

5
3. Ciri khas bekasi

Kujang adalah sebuah senjata unik dari daerah Jawa Barat. Kujang mulai dibuat sekitar abad ke-8
atau ke-9, terbuat dari besi, baja dan bahan pamor, panjangnya sekitar 20 sampai 25 cm dan
beratnya sekitar 300 gram.

Kujang merupakan perkakas yang merefleksikan ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan juga
melambangkan kekuatan dan keberanian untuk melindungi hak dan kebenaran. Menjadi ciri khas,
baik sebagai senjata, alat pertanian, perlambang, hiasan, ataupun cindera mata.

Menurut Sanghyang siksakanda ng karesian pupuh XVII, kujang adalah senjata kaum petani dan
memiliki akar pada budaya pertanian masyarakat Sunda.

Kujang dikenal sebagai benda tradisional masyarakat Jawa Barat (Sunda) yang memiliki nilai sakral
serta mempunyai kekuatan magis. Beberapa peneliti[siapa?] menyatakan bahwa istilah "kujang"
berasal dari kata kudihyang (kudi dan Hyang. Kujang (juga) berasal dari kata Ujang, yang berarti
manusia atau manusa. Manusia yang sakti sebagaimana Prabu Siliwangi.

Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti,
sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau musuh atau menghindari
bahaya/penyakit[butuh rujukan]. Senjata ini juga disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untuk
melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkannya di dalam sebuah peti atau tempat tertentu di
dalam rumah atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur (Hazeu, 1904 : 405-406). Sementara
itu, Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi
masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan di atas Dewa, hal ini tercermin di dalam
ajaran “Dasa Prebakti” yang tercermin dalam naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan
“Dewa bakti di Hyang”.

Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu
yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini
Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda).
Sebagai lambang atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai
sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan. Disamping itu,
Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya
dipakai pula oleh Pemda Propinsi Jawa Barat.

Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya
sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng
Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah
Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang
masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di
Sukabumi. Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat
Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari
sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter
tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru kujang
tersebut seperti yang kita kenal saat ini diperkirakan lahir antara abad 9 sampai abad 12. Tempat
yang sering masyarakat kunjung di Bekasi:

6
Kesenian Bekasi :

Tanjidor Bekasi

Calung Dalengket

Anda mungkin juga menyukai