Anda di halaman 1dari 209

i

GEOWISATA
Perencanaan Pariwisata Berbasis Konservasi

ii
iii
GEOWISATA
Perencanaan Pariwisata Berbasis Konservasi

Penulis

Hary Hermawan
&
Erlangga Brahmanto

iv
GEOWISATA
Perencanaan Pariwisata Berbasis Konservasi

Penulis 1 : Hary Hermawan


Penulis 2 : Erlangga Brahmanto
Editor : Hany Asmarani
Sumber Gambar : https://pixabay.com/id

Cetakan Pertama:
Hak Cipta 2017, Pada Penulis
Copyright © 2017 by
All Right Reserved

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Penertbit :

v
PENGANTAR
Pariwisata belum lama diresmikan menjadi ilmu mandiri.
Oleh karena itu buku-buku yang membahas mengenai ilmu pariwisata
yang tersedia saat ini masih sangat minim. Sehingga, mahasiswa yang
ingin mendalami ilmu pariwisata saat ini masih banyak bergantung
pada karya-karya ilmuan luar negeri. Kontradisksi bahwa karakteristik
pariwisata sebagai ilmu sosial tidak dapat berlaku universal membuat
beberapa teori-teori kepariwisata yang dirumuskan cendikiawan asing
terkadang tidak dapat diaplikasikan di Indonesia karena perbedaan
nilai-nilai sosial budaya.
Modul kuliah geowisata ini merupakan karya yang
diperuntukan bagi mahasiswa yang ingin mendalami ilmu pariwisata.
Modul ini disusun berdasarkan teori-teori hasil riset para ahli, yang
tentunya mengandung prinsip-prinsip dan nilai yang sudah sesuai
untuk diaplikasikan di masyarakat kita. Tentunya karya ini masih jauh
dari sempurna oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan materi sangat diharapkan, dapat disampaikan melalui alamat
haryhermawan8@gmail.com atau website di
www.indonesiacultureandtourism.com.
Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak,
serta para peneliti yang hasil karyanya saya kutip hingga terselesainya
karya ini.

Bandung, 29 November 2017


Hormat kami,

Penulis

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................. v


DAFTAR ISI ........................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ....................................... 1
BAB II MENGENAL ILMU GEOLOGI ................ 4
A. Ruang Lingkup Geologi ............................. 4
B. Sejarah Terbentunya Bumi ......................... 9
C. Mengenal Jenis-Jenis Mineral .................... 23
D. Mengenal Jenis-Jenis Bantuan.................... 25
E. Fenomena Geologi dan Daya Tariknya ...... 37
BAB III KONSEP ILMU PARIWISATA ............... 43
A. Konsep Pariwisata ...................................... 43
B. Wisatawan .................................................. 49
C. Motivasi Tuan Rumah Pariwisata............... 59
D. Interaksi Wisatawan dan Masyarakat Lokal 65
E. Jenis dan Pola Kunjungan Wisata .............. 68
F. Para Pelaku Paiwisata ................................. 83
BAB IV PERENCANAAN GEOWISATA ............ 87
A. Mengenal Geowisata .................................. 87
B. Kriteria Daya Tarik Wisata Geologi ........... 92
C. Geowisata dan Daya Tarik Wisata Minat
Khusus ........................................................ 98
D. Prinsip-prinsip Perencanaan Geowisata ..... 102

vii
BAB V OPERASIONAL GEOWISATA ................ 109
A. Tata Kelola Geopark .................................. 109
B. Aplikasi Geologi dalam Kegiatan wisata ... 123
C. Pemanfaatan Peta Lapangan ....................... 127
D. Gejala Alam dan Geowisata ....................... 129
E. Locality Based Safety Management ............ 132
F. Interpreter dalam Pengelolaan Geowisata .. 141
BAB VI MENGELOLA DAMPAK PARIWISATA 148
A. Evaluasi Dampak Lingkungan dan Perencanaan Daya
Dukung Kawasan........................................ 151
B. Evaluasi Dampak Ekonomi Pengembangan Geowisata
.................................................................... 155
C. Evaluasi Dampak Sosial Budaya Pengembangan
Geowisata ................................................... 165
D. Strategi Boosting untuk Optimalisasi Manfaat
Pengelolaan Geowisata ............................... 178
PENGELOLAAN GEOWISATA DI BERBAGAI DAERAH
................................................................................. 182
DAFTAR PUSTAKA .............................................. 192
PROFIL PENULIS .................................................. 200

viii
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

BAB I

PENDAHULUAN

Kegiatan kepariwisataan memang banyak terkait


dengan alam, terutama yang berkaitan dengan pengembangan
atraksi wisata. Semuanya erat hubunganya dengan masalah
lingkungan yang alami yang tidak terlepas dengan yang
bernuansa geologi, khususnya juga terkait dengan daya
dukung lingkungan.

Daya dukung lingkuungan erat kaitanya juga dengan


ekosistem, dan keduanya merupakan satu jaringan sistem
yang saling terkait (interdependensi) dengan hukum alam,
membentuk tempat manusia bermukim serta membentuk
suatu tata alam tempat manusia bermasyarakat.

Dalam masyarakat inilah manusia mampu


mengambangkan kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya.
Dengan dukungan sosial ekonomi yang mantap maka budaya
manusia dapat menciptakan berbagai macam tata binaan

1
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

yang mau tidak mau mengacu matra ruang, waktu, dan ilmu
pengetahuan/ teknologi.

Berdasarkan konsep diatas, maka setiap destinasi


wisata, baik alam, budaya maupun minat khusus pada
hakikatnya merupakan pariwisata ekologi. Sementara itu,
ekologi merupakan panduan ilmu pengetahuan alam dan ilmu
pengetahuan sosial, dengan disiplin ilmu pengetahuan
geologi yang paling kuat pengaruhnya (Ahman Sya, 2012).

Indosesia sendiri merupakan Negara yang sangat luas


serta memiliki bentang alam yang sangat indah, berbagai
bentukan alam khas geologi seperti kawah gunung api,
sungai dan air terjunya, pegunungan kapur (kars) dengan
jaringan goa di bawahnya, serta pantai dengan berbagai
keunikanya semua sudah dimiliki. Negara Indonesia sebagai
sebuah anugerah potensi wisata geologi yang sangat
melimpah.

Tetapi, perlu diketahui bahwa tidak semua daya tarik


wisata alam cocok dengan pola pengembangan pariwisata
masal, yaitu pariwisata yang berusaha mendatangkan
wisatawan sebanyak-banyaknya. Karena tinggi rendahnya
daya dukung lingkungan akan sangat tergantung pada
2
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

topografi medan dan bertumpu pada tata geologinya. Seperti


telah disinggung diatas bahwa budaya manusia bersumber
pada hukum alam dan bermuara pada kinerja binaanya yang
keseluruhanya tidak lepas dari pengaruh sifat dan gejala alam
yang ada di bumi, maka disiplin ilmu pengetahuan geologi
sebagai sumber daya kepariwisataan perlu sekali digunakan
untuk menghasilkan daya tarik wisata geologi yang
berkelanjutan.

Daya tarik wisata berkelanjutan dapat tercipta


dengan pengelolaan yang bijak yang sesuai dengan daya
dukung lingkunganya yang dapat digali menurut ilmu geologi
pariwisata dan manajemen pariwisata yang baik. Oleh karena
itu buku ini saya sajikan sebagai upaya pengenalan geologi
pariwisata atau sering dikenal dengan geowisata, termasuk
menjabarkan prinsip-prinsip umum dalam perencanaan dan
pengelolaanya.

3
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

BAB II

MENGENAL ILMU GEOLOGI

A. Ruang Lingkup Geologi


Geologi merupakan ilmu pengetahuan yang
berfokus untuk memperlajari materi penyusun kerak
bumi, proses berlangsungnya (sebelum, selama dan
setelah) pembentukanya beserta segala bentuk
mahluk hidup yang pernah ada atau hidup di
sekitarnya.
Pada saat ini ilmu geologi modern terbagi
menjadi dua bagian yang saling berhubungan erat
yaitu dinamic geology dan historycal geology,
bahkan juga dianggap sebagai dua macam ilmu yang
berbeda/ terpisah.
1. Dinamic Geology atau Physical Geology, yaitu
ilmu geologi yang mempelajari sebab-sebab
atau proses-proses yang berhubungan dengan
perubahan bumi atau dinamika bumi.
2. Historycal Geology, yaitu ilmu geologi yang
mempelajari perubahan-perubahan pada
4
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

lapisan-lapisan bumi khususnya kerak bumi dari


masa ke masa, dan hubungan antara
perkembangan dunia organik dengan lapisan
kulit (kerak) bumi.
Tetapi disini ditekankan bahwa ilmu geologi
yang dipelajari memiliki objek dari permukaan
bumi ke bawah, sedangkan bumi kita ini
seutuhnya memiliki lapisan-lapisan, antara lain:
1. Lithosfer = lapisan batuan yang
menyusun bumi
2. Hidrosfer = lapisan air
3. Biosfer = lapisan tempat hidup
organisme.
4. Atmosfer = lapisan udara.
Ilmu geologi mempunyai ruang lingkup yang
luas, didalamnya terdapat kajian-kajian yang
kemudian berkembang menjadi ilmu yang
berdiri sendiri walaupun pada praktek
sebenarnya tidak dapat dipisahkan dan saling
menunjang satu sama lainnya.
1. Mineralogi

5
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Adalah ilmu yang mempelajari tentang


mineral, cara mendeskripsi suatu mineral
secara megaskopis (melalui sifat fisiknya,
seperti belahan, goresan, kilap dll) dan
menentukan nama mineral dari hasil
deskripsi tersebut.
2. Petrologi
Adalah ilmu tentang batuan yang meliputi
asal mula kejadiannya (proses terbentuknya
batuan tersebut), dan menjelaskan pula
tentang lingkungan pembentukannya, serta
penyebarannya baik di permukaan maupun
di dalam bumi.
3. Paleontologi
Adalah ilmu tentang segala aspek kehidupan
jaman dahulu, yaitu berupa fosil (baik
makro maupun mikro) yang ditemukan
dalam batuan. Paleontologi dapat digunakan
untuk membantu dalam menentukan umur
relatif dan lingkungan pengendapan serta
menjelaskan perubahan-perubahan geologi
sepanjang sejarah bumi

6
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

4. Geologi Struktur
Adalah ilmu tentang bentuk dan geometri
batuan sebagai kesatuan penyusun kulit
(kerak) bumi serta proses-proses yang
menyebabkan bentuk dan geometri tersebut.
5. Geomorfologi
Adalah ilmu tentang bentuk bentang alam
dan proses-proses yang mempengaruhinya.
Ilmu ini dapat membantu menentukan
struktur geologi dan jenis batuan yang
berkembang pada suatu daerah.
6. Stratigrafi
Adalah ilmu tentang urut-urutan perlapisan
batuan, serta proses-proses sepanjang
sejarah pembentukan perlapisan batuan
tersebut.
7. Geologi Terapan
Yaitu penerapan ilmu geologi untuk
kepentingan manusia pada bidang tertentu,
misalnya : geologi pertambangan, geologi
batubara, geologi minyak dan juga geologi
pariwisata (geowisata).

7
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

B. Sejarah Terbentuknya Bumi


Bumi yang saat ini kita diami telah terbentuk sejak
beberpa milyar tahun yang lalu, memperlajari sejarah
pembentukan bumi dijelaskan menjadi beberapa
periode masa sebegai berikut :
1. Masa Arkeozoikum (4,5 – 2,5 milyar
tahun lalu)
Arkeozpoikum artinya Masa Kehidupan
Purba, Masa Arkeozoikum (Arkean)
merupakan masa awal pembentukan batuan
kerak bumi yang kemudian berkembang
menjadi protokontinen. Batuan masa
ini ditemukan di beberapa bagian dunia
yang lazim disebut kraton/perisai benua.
Kerak bumi terbentuk setelah pendinginan
bagian tepi dari “balon bumi” (bakal calon
bumi). Plate tectonic / Lempeng tektonik
yang terbentuk pada masa ini. Lingkungan
hidup mas itu tentunya mirip dengan
lingkungan disekitar mata-air panas.
Batuan tertua tercatat berumur kira-kira
3.800.000.000 tahun. Masa ini juga

8
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

merupakan awal terbentuknya Indrosfer dan


Atmosfer serta awal muncul
kehidupan primitif di dalam samudera
berupa mikro-organisma (bakteri dan
ganggang). Fosil tertua yang telah ditemukan
adalah fosil Stromatolit dan Cyanobacteria
dengan umur kira-kira 3.500.000.000 tahun.

Ilustrasi Zaman Arkeozoikum, www.google.co.id, diakses 18


November 2017

2. Masa Proterozoikum (2,5 milyar – 290


juta tahun lalu)
Proterozoikum artinya masa kehidupan
awal. Masa Proterozoikum merupakan awal
terbentuknya hidrosfer dan atmosfer.

9
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Ilustrasi Zaman Proterozoikum, www.google.co.id, diakses


18 November 2017

Pada masa ini kehidupan mulai berkembang


dari organisme bersel tunggal menjadi bersel
banyak (enkaryotes dan prokaryotes).
Enkaryotes ini akan menjadi tumbuhan
dan prokaryotes nantinya akan menjadi
binatang.
Menjelang akhir masa ini organisme lebih
kompleks, jenis invertebrata bertubuh lunak
seperti ubur-ubur, cacing dan koral mulai
muncul di laut-laut dangkal, yang bukti-
buktinya dijumpai sebagai fosil sejati
pertama.

10
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Masa Arkeozoikum dan Proterozoikum


bersama-sama dikenal sebagai masa Pra-
Kambrium.
3. Zaman Kambrium (590-500 juta tahun
lalu)
Kambrium berasal dari kata “Cambria”
nama latin untuk daerah Wales di Inggris
sana, dimana batuan berumur kambrium
pertama kali dipelajari.

Ilustrasi Zaman Kambrium, sumber: www.google.co.id,


diakses 18 November 2017

Pada masa Kambrium ini, banyak hewan


invertebrata mulai muncul pada zaman
Kambrium. Hampir seluruh kehidupan

11
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

berada di lautan. Hewan zaman ini


mempunyai kerangka luar dan cangkang
sebagai pelindung. Fosil yang umum
dijumpai dan penyebarannya luas adalah,
Alga, Cacing, Sepon, Koral, Moluska,
Ekinodermata, Brakiopoda dan Artropoda
(Trilobit).
Sebuah daratan yang disebut Gondwana
(sebelumnya pannotia) merupakan cikal
bakal Antartika, Afrika, India, Australia,
sebagian Asia dan Amerika Selatan.
Sedangkan Eropa, Amerika Utara, dan
Tanah Hijau masih berupa benua-benua
kecil yang terpisah.
4. Zaman Ordovisium (500 – 440 juta tahun
lalu)
Zaman Ordovisium dicirikan oleh
munculnya ikan tanpa rahang (hewan
bertulang belakang paling tua) dan beberapa
hewan bertulang belakang yang muncul
pertama kali seperti Tetrakoral, Graptolit,

12
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Ekinoid (Landak Laut), Asteroid (Bintang


Laut), Krinoid (Lili Laut) dan Bryozona.

Ilustrasi Zaman Ordovisum, sumber: www.google.co.id,


diakses 18 November 2017

Koral dan Alga berkembang membentuk


karang, dimana trilobit dan Brakiopoda
mencari mangsa. Graptolit dan Trilobit
melimpah, sedangkan Ekinodermata dan
Brakiopoda mulai menyebar. Meluapnya
Samudra dari Zaman Es merupakan bagian
peristiwa dari zaman ini. Gondwana dan
benua-benua lainnya mulai menutup celah
samudera yang berada di antaranya.

13
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

5. Zaman Silur (440 – 410 juta tahun lalu)


Zaman silur merupakan waktu peralihan
kehidupan dari air ke darat.

Ilustrasi Zaman Silur, sumber: www.google.co.id, diakses 18


November 2017

Tumbuhan darat mulai muncul pertama


kalinya termasuk Pteridofita (tumbuhan
paku). Sedangkan Kalajengking raksasa
(Eurypterid) hidup berburu di dalam laut.
Ikan berahang mulai muncul pada zaman ini
dan banyak ikan mempunyai perisai tulang
sebagai pelindung.
Selama zaman Silur, deretan pegunungan

14
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

mulai terbentuk melintasi Skandinavia,


Skotlandia dan Pantai Amerika Utara
6. Zaman Devon (410-360 juta tahun lalu)
Zaman Devon merupakan zaman
perkembangan besar-besaran jenis ikan dan
tumbuhan darat. Ikan berahang dan ikan hiu
semakin aktif sebagai pemangsa di dalam
lautan. Serbuan ke daratan masih terus
berlanjut selama zaman ini. Hewan Amfibi
berkembang dan beranjak menuju daratan.
Tumbuhan darat semakin umum dan muncul
serangga untuk pertama kalinya. Samudera
menyempit sementara, benua Gondwana
menutupi Eropa, Amerika Utara dan Tanah
Hijau (Green Land).
7. Zaman Karbon (360 – 290 juta tahun lalu)
Reptilia muncul pertama kalinya dan dapat
meletakkan telurnya di luar air.

15
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Ilustrasi Zaman Karbon, sumber: www.google.co.id, diakses


18 November 2017

Serangga raksasa muncul dan ampibi


meningkat dalam jumlahnya. Pohon pertama
muncul, jamur Klab, tumbuhan ferm dan
paku ekor kuda tumbuh di rawa-rawa
pembentuk batubara. Pada zaman ini benua-
benua di muka bumi menyatu membentuk
satu masa daratan yang disebut Pangea,
mengalami perubahan lingkungan untuk
berbagai bentuk kehidupan. Di belahan bumi
utara, iklim tropis
menghasilkan secara besar-besaran, rawa-
rawa yang berisi dan sekarang tersimpan
sebagai batubara.
16
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

8. Zaman Perm (290 -250 juta tahun lalu)


“Perm” adalah nama sebuah propinsi tua di
dekat pegunungan Ural, Rusia. Reptilia
meningkat dan serangga modern muncul,
begitu juga tumbuhan konifer dan Grikgo
primitif. Hewan Ampibi menjadi kurang
begitu berperan. Zaman perm diakhiri
dengan kepunahan micsa dalam skala besar,
Tribolit, banyak koral dan ikan menjadi
punah.
Benua Pangea bergabung bersama dan
bergerak sebagai satu massa daratan,
Lapisan es menutup Amerika Selatan,
Antartika, Australia dan Afrika,
membendung air dan menurunkan muka air
laut. Iklim yang kering dengan kondisi gurun
pasir mulai terbentuk di bagian utara bumi.
9. Zaman Trias (250-210 juta tahun lalu)
Gastropoda dan Bivalvia meningkat
jumlahnya, sementara amonit menjadi
umum. Dinosaurus dan reptilia laut
berukuran besar mulai muncul pertama

17
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

kalinya selama zaman ini. Reptilia


menyerupai mamalia pemakan daging yang
disebut Cynodont mulai berkembang.
Mamalia pertamapun mulai muncul saat ini.
Dan ada banyak jenis reptilia yang hidup di
air, termasuk penyu dan kura-kura.
Tumbuhan sikada mirip palem berkembang
dan Konifer menyebar. Benua Pangea
bergerak ke utara dan gurun terbentuk.
Lembaran es di bagian selatan mencair dan
celah-celah mulai terbentuk di Pangea.
10. Zaman Jura (210-140 juta tahun lalu)
Pada zaman ini, Amonit dan Belemnit sangat
umum. Reptilia meningkat
jumlahnya. Dinosaurus menguasai
daratan, Ichtiyosaurus berburu di dalam
lautan dan Pterosaurus merajai angkasa.
Banyak dinosaurus tumbuh dalam ukuran
yang luar biasa.

18
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Ilustrasi Zaman Jura, sumber: www.google.co.id, diakses 18


November 2017

Pada zaman Jura juga ditandai dengan


munculnya burung sejati pertama
(Archeopterya) berevolusi dan banyak jenis
buaya berkembang. Tumbuhan Konifer
menjadi umum, sementara Bennefit dan
Sequola melimpah pada waktu ini.
Pangea terpecah dimana Amerika Utara
memisahkan diri dari Afrika sedangkan
Amerika Selatan melepaskan diri dari
Antartika dan Australia. Zaman ini
merupakan zaman yang paling menarik

19
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

anak-anak setelah difilmkannya Jurrasic


Park.
11. Zaman Kapur (140-65 juta tahun lalu)
Banyak dinosaurus raksasa dan reptilia
terbang hidup pada zaman ini. Mamalia
berari-ari muncul pertama kalinya. Pada
akhir zaman ini Dinosaurus, Ichtiyosaurus,
Pterosaurus, Plesiosaurus, Amonit dan
Belemnit punah. Mamalia dan tumbuhan
berbunga mulai berkembang menjadi banyak
bentuk yang berlainan. Iklim sedang mulai
muncul. India terlepas jauh dari Afrika
menuju Asia. Zaman Kapur merupakan
zaman akhir dari kehidupan biantang-
binatang raksasa.
12. Zaman Tersier (65 – 1,7 juta tahun lalu)
Pada zaman tersier terjadi perkembangan
jenis kehidupan seperti munculnya primata
dan burung tak bergigi berukuran besar yang
menyerupai burung unta, sedangkan fauna
laut sepert ikan, moluska dan echinodermata

20
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

sangat mirip dengan fauna laut yang hidup


sekarang.

Ilustrasi Zaman Tersier, sumber: www.google.co.id, diakses


18 November 2017

Tumbuhan berbunga pada zaman Tersier


terus berevolusi menghasilkan banyak
variasi tumbuhan, seperti semak belukar,
tumbuhan merambat dan rumput. Pada
zaman Tersier – Kuarter, pemunculan dan
kepunahan hewan dan tumbuhan saling
berganti seiring dengan perubahan cuaca
secara global
13. Zaman Kuarter (1,7 juta tahun lalu –
sekarang)

21
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Zaman Kuarter terdiri dari kala Plistosen dan


Kala Holosen. Kala Plistosen mulai sekitar
1,8 juta tahun yang lalu dan berakhir pada
10.000 tahun yang lalu. Kemudian diikuti
oleh Kala Holosen yang berlangsung sampai
sekarang.
Pada Kala Plistosen paling sedikit terjadi 5
kali jaman es (jaman glasial). Pada jaman
glasial sebagian besar Eropa, Amerika utara
dan Asia bagian utara ditutupi es, begitu pula
Pegunungan Alpen, Pegunungan Cherpatia
dan Pegunungan Himalaya Di antara 4 jaman
es ini terdapat jaman Intra Glasial, dimana
iklim bumi lebih hangat.
Manusia purba jawa (Homo erectus yang
dulu disebut Pithecanthropus erectus)
muncul pada Kala Plistosen. Manusia
Modern yang mempunyai peradaban baru
muncul pada Kala Holosen. Flora dan fauna
yang hidup pada Kala Plistosen sangat mirip
dengan flora dan fauna yang hidup sekarang.

22
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

C. Mengenal Jenis-Jenis Mineral


Mineral dibentuk oleh alam, umumnya
berbentuk padat dan anorganik (bukan dari makhluk
hidup) dengan intan sebagai pengecualian. Intan
merupakan mineral karbon/ zat arang (C), kalau
dibakar intan menjadi habis menjadi CO2 (karbon
dioksida).
Dalam ilmu mineralogi (cabang ilmu geologi
yang fokus mengkaji mineral), sepuluh jenis mineral
dapat yang dijadikan tolak ukur kekerasan dalam
skala mohs, dijelaskan secara urut sebagai berikut :
Tabel mineral
Mineral Rumus Kimia Kekerasan Keterangan
Talk Mg3Si4O10(OH2) 1 Dapat ditekan jari
Gipsum CaSO42H2O 2 Dapat digores kuku
Kalsit CaCO3 3 Menggores kuku
Flourit CaF2 4 Sekeras perunggu
apatlt Ca5(F, CI)(PO4)3 5 Sekeras pisau baja
Felpar KAISiO5 6 Sekeras baja tarik
Kuarsa SiO2 7 Sekeras baja rel kereta
Topas (Al, F)2 S1O4 8 Semua baja dapat digores
Korondum Al2 O3 9 Menggores kecuali intan
Intan C 10 Paling keras
Sumber : (Ahman Sya, 2012)

Pemanfaatan mineral dalam industri dan


kehidupan sehari-hari dapat berbagai macam. Pada
umumnya mineral yang memiliki kekerasan diatas 4
sampai 10 skala mohs dapat digunakan sebagai
perhiasan, misalnya untuk membuat batu cincin (batu
23
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

akik). Khusus yang kekerasanya diatas 6 sampai 10


skala mohs sering disebut sebagai batu permata.
Selain tingkat kekerasan, keindahan mieral sebagai
permata ditentukan oleh sifat kilap dan warnanya
(flouresenya). Flouresen merupakan sifat mineral
yang mampu menghasilkan kilap dan warna-warni
ketika mendapat cahaya, baik merah, biru, hijau
maupun warna lainya.

Gambar Batu Topaz

Salah satu contohnya adalah batu topaz yang


memiliki kekerasan 8 skala mohs, yang memiliki
keindahan tersendiri yaitu warnanya yang biru
mengkilap ( sifat flouresen).

24
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

D. Mengenal Jenis-Jenis Batuan


Cabang ilmu geologi yang berkonsentrasi
khusus dalam mengungkap misteri-misteri batuan
disebut sebagai petrologi. Batuan merupakan benda
padat bentukan alam yang terpadu menjadi satu (bisa
tidak), yang disusun oleh satu macam mineral atau
lebih. Berdasarkan pembentukanya, batuan dapat
digolongkan menjadi batuan beku, endapan
(sedimen) dan malihan (metamorf). Berikut
dijelaskan jenis-jenis batuan berdasarkan ciri khas
dan proses terbentuknya :
1. Batuan Beku
Batuan beku merupakan jenis batuan yang
terbentuk karena pembentukan magma dan lava
yang membeku. Magma adalah batuan cair dan
sangat panas yang berada di dalam kerak
bumi/perut bumi. Sedangkan lava adalah
magma yang mencapai permukaan bumi.
Ciri umum batuan beku adalah padat dan
kristalin, serta disusun oleh beberapa mineral
utama dan mineral pelengkap.

25
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Jenis-jenis bakuan beku diantaranya :


a. Batu Apung
Batu apung memiliki ciri khas warna
keabu-abuan, berpori-pori,
bergelembung, ringan, terapung dalam
air.
Batu apung terbentuk dari pendinginan
magma yang bergelembung-gelembung
gas. Pemanfaatan batu apung sehari-hari
untuk mengamplas atau menghaluskan
kayu, di bidang industri digunakan
sebagai bahan pengisi (filler), isolator
temperatur tinggi dan lainnya.

Batu Apung, sumber: www.google.co.id, diakses 18


November 2017

26
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

b. Batu Obsidian
Batu obsidian memiliki ciri khas warna
hitam, seperti kaca, tidak ada kristal-
kristal. Batu obsidian terbentuk dari lava
permukaan yang mendingin dengan
cepat. Batu obsidian sering dimanfaatkan
untuk alat pemotong atau ujung tombak
(pada masa purbakala) dan bisa dijadikan
kerajinan

Batu Apung, sumber: www.google.co.id, diakses 18


November 2017

c. Batu Granit
Batu ini memiliki ciri khas warna
beraneka macam terdiri atas kristal-kristal

27
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

kasar, warna putih sampai abu-abu,


kadang-kadang jingga. Batuan ini banyak
di temukan di daerah pinggiran pantai dan
di pinggiran sungai besar ataupun di dasar
sungai.

Gambar Batu Granit, Sumber : http://www.poles-


plus.com, diakses 20 November 2017.

Batu granit terbentuk dari proses


pendinginan magma yang terjadi dengan
lambat di bawah permukaan bumi. Batu
Granit banyak dimanfaatkan untuk
benda-benda kerajinan, hiasan dan
sebagainya.
d. Batu Andesit
Ciri khas batuan andesit adalah bertekstur
halus, berwarna abu-abu hijau tetapi
28
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

sering merah atau jingga. Batu andesit


terbentuk oleh lelehan lava gunung
merapi yang meletus, terbentuk
(membeku) ketika temperatur lava yang
meleleh turun antara 900 sampai dengan
1,100 derajat Celsius.

Batu Apung, sumber: www.google.co.id, diakses 18


November 2017

Pemanfaatan batuan andesit biasanya


sebagai bahan Nisan kuburan, Cobek,
Arca untuk hiasan, Batu utama pembuat
candi-candi di Jawa Tengah seperti candi
Prambanan, Borobudur dan lainya.

29
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

e. Batu Diorit
Batuan diorit memiliki ciri khas warna
abu-abu bercampur putih, atau hitam
bercampur putih. Batuan diorit terbentuk
dari hasil peleburan lantai samudra.

Batu diorit, sumber : www.google.co.id, diakses 20


November 2017

Batu diorit sering digunakan sebagai batu


ornamen dinding maupun lantai
bangunan gedung dan sbg bahan
bangunan (hiasan)
f. Batu Gabro
Ciri khas batu gabro memiliki warna
hitam, hijau, dan abu-abu gelap. Struktur

30
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

batuan ini adalah massive, tidak terdapat


rongga atau lubang udara maupun
retakan-retakan. Batuan ini memeiliki
tekstur fanerik karena mineral-
mineralnya dapat dilihat langsung secara
kasat mata dan mineral yang besar
menunjukkan bahwa mineral tersebut
terbentuk pada suhu pembekuan yang
relatif lambat sehingga bentuk
mineralnya besar-besar. Batuan gabro
terbentuk dari magma yang membeku di
dalam gunung. Kegunaan sering
diunakan sebagai penghasil pelapis
dinding ( sebagai marmer dinding )
g. Batu Liparit
Ciri khas batu liparit yaitu bertekstur
porfiris dan umumnya berwarna putih,
mineral pembentuknya feldspar, kuarsa,
biotit dan mungkin juga mineral berwarna
gelap.

31
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

2. Batuan Endapan
Batuan Endapan terbentuk karena pengendapan
/ hasil pelapukan dan pengikisan batuan yang
dihanyutkan oleh air atau terbawa oleh tiupan
angin. Kemudian, endapan ini menjadi keras
karena tekanan atau ada zat-zat yang merekat
pada bagian-bagian endapan tersebut.
Batuan endapan mempunyai ciri umum yaitu
berlapis-lapis, disususn oleh satu macam bahan
atau lebih, dapat berbutir halus, sedang ataupun
kasar. Dibandingkan batuan beku, batuan
endapan umumnya lebih lunak.
Berdasarkan tempa terbantuknya, batuan
endapan dapat terbentuk melalui medium air
atau udara. Bantuan endapan yang terbentuk
dari dasar laut umumnya mengandung fosil.
Jenis-jenis batuan endapan yang biasanya
dikenal adalah sebagai berikut :
a. Batu Konglomerat
Batu Konglomerat memiliki ciri khas
yaitu material penyusun yang terdiri dari

32
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

kerikil-kerikil bulat, batu-batu dan pasir


yang merekat satu sama lainnya.

Batu Konlomerat, sumber : www.google.co.id, diakses


20 November 2017

Batu konglomerat terbentuk dari bahan-


bahan yang lepas karena gaya beratnya
menjadi terpadatkan dan terikat.
Batu ini biasa digunkan untuk bahan
bangunan.
b. Batu Pasir
Batu pasir tersusun dari butiran-butiran
pasir, warna abu-abu, kuning, merah.
Batu pasir terbentuk dari bahan-bahan
yang lepas karena gaya beratnya menjadi
terpadatkan dan terikat. Batu pasir sering
33
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

digunakan sebagai material di dalam


pembuatan gelas/kaca dan sebagai
kontruksi bangunan.
c. Batu kapur
Batu kapur berwarna putih keabu-abuan,
membentuk gas karbon dioksida kalau
ditetesi asam. Batu kapur terbentuk dari
cangkang binatang lunak seperti siput,
kerang, dan binatang laut yang telah mati.
Rangkanya yang terbuat dari kapur tidak
akan musnah, tapi memadat dan
membentuk batu kapur. Batu kapur sering
dimanfaatkan sebagai bahan baku semen,
alat tulis dan sebagainya.
3. Batu Malihan atau metamorf
Batu Malihan terbentuk dari batuan yang
berasal dari batuan sedimen dan batuan beku
yang mengalami perubahan karena panas,
tekanan, maupun lingkungan kimiawi hingga
berubah sifat menjadi lebih keras, padat, atau
kristal (butiranya hilang). Contoh dari batu
malihan diantaranya adalah :

34
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

a. Batu marmer
Batu marmer memiliki campuran warna
berbeda-beda, mempunyai pita-pita
warna, kristal-kristalnya sedang sampai
kasar, bila ditetesi asam akan
mengeluarkan bunyi mendesah, keras dan
mengkilap jika dipoles.

Batu Marmer, sumber : www.google.co.id, diakses 20


November 2017

Batu marmer terbemtuk oleh batu kapur


yang mengalami perubahan suhu dan
tekanan tinggi. Batu marmer biasa
digunakan untuk membuat patung dan
lantai/ubin

35
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

b. Batu sabak
Memiliki ciri khas warna abu-abu
kehijau-hijauan dan hitam, dapat dibelah-
belah menjadi lempeng-lempeng tipis.
Batu sabak terbentuk bila batu serpih kena
suhu dan tekanan tinggi.

Batu Sabak, sumber : https://omeldtambang.


wordpress.com, diakses 20 November 2017

Pemanfaatan pada batu sabak adalah


dijadikan sbg kerajinan, sbg batu tulis,
sbg bahan bangunan, dan untuk membuat
atap rumah (semacam genting).

36
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

E. Fenomena Geologi dan Daya Tariknya


Dalam geologi pariwisata, bentang alam yang
indah merupakan aset yang sangat bernilai bagi
pengembangan wisata geologi. Bantang alam yang
indah sering terbentuk oleh proses-proses geologi,
yang menghasilkan beraneka macam lansekape alam
yang unik. Fenomena geologi tersebut diantaranya
struktur geologi, stratifigrafi dan morfologi.
1. Struktur geologi
Struktur geologi merupakan bangunan alam
nonhayati baik di bawah maupun diatas
permukaan bumi yang dibangun oleh tenaga
yang bekerja di dalam dan diatas permukaan
bumi. Tenaga yang berkerja di bawah
permukaan bumi disebut endogen, sedang yang
bekerja diatas permukaan bumi disebut
eksogen (Ahman Sya, 2012).

37
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Pegunungan Himalaya sebagai Contoh Keindahan Struktur


Geologi, sumber: www.google.co.id, diakses 18 November 2017

Bangunan semacam ini dapat terjadi


disebabkan oleh pergerakan magma yang
masuk kedalam kerak bumi dan jika membeku
berubah menjadi batuan beku membentuk
bangunan non hayati yang unik, seperti teras
gunung api, aliran lava yang membeku, atau
lainya.
Penampilan yang unik dari struktur geologi
inilah yang menarik dalam kegiatan wisata
sebagai daya tarik, yang lebih baik lagi jika
dikemas dengan menceritakan (interprestasi)
sejarah keterjadianya, fungsi fisik dan non

38
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

fisiknya dalam memenuhi hajat hidup


masyarakat disekitarnya dan lain sebagainya.
2. Stratifigrafi
Stratifigrafi merupakan ilmu yang
memperlajari masalah lapisan batuan degan
segala macam jenis batuan, struktur, sifat dan
gejala yang ditimbulkan berdasarkan gambaran
perlapisanya (Ahman Sya, 2012).

Quebrada de Cavayete, Salta, Argentina sebagai Contoh Daya


Tarik Stratifigrafi sumber: www.google.co.id, diakses 18
November 2017

39
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Keindahan Daya Tarik Stratifigrafi di Green Canyon


Pangandaran, Jawa Barat, sumber: www.google.co.id, diakses
18 November 2017

Keindahan stratifigrafi mampu menjadi daya


tarik wisata yang unik terutama yang ada di
tebing sungai yang dapat dilayari atau di tebing
jalan raya yang dapat dilintasi kendaraan. Salah
satu stratifigrafi yang indah dan terkenal di
Indonesia adalah Grand Canyon atau Cukang
Taneuh di Pangandaran.

40
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

3. Topografi
Secara ilmu geologi topografi dibentuk oleh
tenaga endogen dan eksogen dan oleh karena
itu topografi selalu berubah, contohnya : kubah
magma berubah akibat letusan beru gunung
berapi, sungai membentuk alur baru akibat
banjir, gelombang laut merubah garis pantai,
gempa menimbulkan gerakan tanah dan
beberapa lainya.
Ada juga topografi yang berubah akibat
kegiatan manusia, misalnya penggundulan
hutan yang berakibat lingsor, pembabatan
hutan bakau yang menyebabkan pengikisan
garis pantai dan sebagainya.
Perubahan topografi ini dapat dipantau untuk
menanggulangi dampak yang muncul.

41
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Topografi pada Pegunungan Kars, sumber:


www.google.co.id, diakses 18 November 2017

42
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

BAB III
KONSEP ILMU PARIWISATA

A. Konsep Pariwisata
Istilah pariwisata berasal dari bahasa sang
sekerta yang terdiri dari 2 kata yaitu “pari’ berarti
keliling atau bersama dan kata “wisata” yang
berarti perjalanan (I. Pitana, 2009). Menurut
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata
adalah berbagai macam kegiatan wisata yang
didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
pemerintah dan pemerintah daerah.
Jika dipandang dari dimensi akademis,
pariwisata didefinisikan sebagai studi yang
mempelajari perjalanan manusia keluar dari
lingkunganya, termasuk industry yang merespon
kebutuhan manusia yang melakukan perjalanan.
Lebih jauh lagi pariwisata mempelajari dampak
yang ditimbulkan oleh pelaku perjalanan maupun

43
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

industry terhadap lingkungan sosial budaya,


ekonomi, maupun lingkungan fisik setempat.
(Garter dalam Utama dan Mahadewi, 2012)
Sedangkan jika dipandang dari dimensi sosial-
budaya, difinisi pariwisata adalah interaksi antar
elemen lingkungan fisik, ekonomi, dan sosial
budaya seperti yang dikemukakan Leiper dalam
Utama dan Mahadewi (2012) sebagai berikut.
An open system of five interacting with
broader environments; the human elemen; tourists;
and an economic element, the tourist industry. H fve
arranged in functional and spatial conection,
interacting with phycal, technological, sosial,
cultural, economic an political faktor. The dynamic
element comprises person undertaking trave wich is
to some extent, lisure-based and which involves a
temporary stay away from home of at least one
night.
Jika melihat definisi pariwisata yang
dikemukakan oleh para ahli maka akan ditemui
banyaknya perbedaan, meskipun ada variasi
batasan, namun ada beberapa komponen pokok

44
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

yang secara umum disepakati dalam batasan


pariwisata (khususnya pariwisata internasional),
yaitu sebagai berikut :
1. Traveler, adalah orang yang melakukan
perjalanan antar dua atau lebih lokalitas
2. Visitor, adalah orang yang melakukan
perjalanan ke daerah yang bukan merupakan
tempat tinggalnya, kurang dari 12 bulan
dengan tujuan perjalanan bukan untuk mencari
nafkah, pendapatan atau penghidupan di
tempat tujuan
3. Tourist, adalah bagian dari visitor yang
menghabiskan waktu paling tidak satu malam
(24 jam) di daerah yang dikunjungi (Pitana,
2009).
Semua difinisi tentang pariwisata yang
dikemukakan selalu mengandung beberapa unsur
pokok, yaitu :
1. Adanya unsur travel (perjalanan), yaitu
pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat
lain

45
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

2. Adanya unsur “tinggal sementara” di tempat


yang bukan merupakan tempat tinggal yang
biasanya; dan
3. Tujuan utama dari pergerakan manusia
tersebut bukan untuk mencari penghidupan
atau pekerjaan di tempat tujuan (Richarson dan
Fluker dalam Pitana dan Diarta, 2009).
Sedangkan menurut sudut pandang ilmu
sosiologi, Matheison dan Wall dalam I. G. Pitana &
Gayatri (2005), mengatakan bahwa pariwisata
mencakup tiga elemen utama, yaitu :
1. A dynamic element, yaitu travel ke suatu
destinasi wisata
2. A static element, yaitu singgah di daerah tujuan
3. A consequential element, atau akibat dari dua
hal diatas (khususnya pada masyarakat lokal),
yang meliputi dampak ekonomi, sosial-budaya
dan fisik dari adanya kontak dengan
wisatawan
Pengertian potensi wisata menurut Mariotti
dalam Yoeti (2002), adalah segala sesuatu yang
terdapat di daerah tujuan wisata, dan merupakan

46
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

daya tarik sehingga wisatawan berminat


mengunjungi tempat tersebut. Jadi yang dimaksud
dengan potensi wisata adalah sesuatu yang dapat
dikembangkan menjadi daya tarik wisata. Potensi
wisata dibagi menjadi tiga macam, yaitu: potensi
alam, potensi kebudayaan dan potensi manusia.
1. Potensi Alam
Yang dimaksud dengan potensi alam adalah
keadaan dan jenis flora dan fauna suatu daerah
bentang alam suatu daerah, misalnya pantai,
hutan, dll (keadaan fisik suatu daerah).
Kelebihan dan keunikan yang dimiliki oleh
alam jika dikembangkan dengan
memperhatikan keadaan lingkungan sekitarnya
niscaya akan menarik wisatawan untuk
berkunjung ke daya tarik wisata tersebut.
2. Potensi Kebudayaan
Yang dimaksud dengan potensi budaya adalah
semua hasil cipta, rasa dan karsa manusia baik
berupa adat istiadat, kerajinan tangan, kesenian,
peninggalan bersejarah nenek moyang berupa
bangunan, monument, dan lain sebagainya

47
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

3. Potensi Manusia
Manusia juga memiliki potensi yang dapat
digunakan sebagai daya tarik wisata, lewat
pementasan tarian / pertunjukan dan
pementasan seni budaya suatu daerah. Potensi
manusia juga dapat menjadi sumber daya yang
akan diturut sertakan dalam pengelolaan
pariwisata.

48
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

B. Wisatawan
Menurut Pitana & Diarta (2009), kata
wisatawan (tourist) merujuk pada orang. Secara
umum wisatawan menjadi subset atau bagian dari
traveler atau visitor untuk dapat disebut wisatawan.
Sedangkan pengertian wisatan yang lainya
diungkapkan dengan patokan yang lebih lengkap
misalnya pendapat Theobal dalam Pitana dan Diarta
(2009), mengemukakan beberapa elemen yang
dipakai sebagai patokan untuk menentukan apakah
seseorang dapat dikatakan sebagai wisatawan atau
tidak menurut standar internasional sebagai berikut:
1. Berdasarkan tujuan perjalanan (purpose trip).
Wisatawan adalah orang yang melakukan selain
untuk tujuan bisnis (leisure traveling) walaupun
ada kalanya sebuah perjalanan bisnis juga dapat
diikuti oleh kegiatan wisata (non-bisnis).
2. Jarak perjalanan dari tempat asal (distance
traveled). Untuk tujuan statistik, ketika
memperhitungkan jarak perjalanan wisata,
beberapa Negara memakai jarak total ulang-alik

49
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

(round trip) antara tempat tinggal dan tujuan


wisata. Umumnya jarak yang dipakai bervariasi
antara 0-160 km (0-100 mil) tergantung
ketentuan masing masing Negara.
3. Lama perjalanan (duration of strip). Umumnya
definisi mengenai wisatawan mencakup
perjalanan paling tidak satu malam (over ninght)
di tempat yang menjadi tujuan perjalanan.
Namun ada kalanya persyaratan ini
dikesampingkan pada kasus perjalanan wisata
yang kurang dari 24 jam tetapi nyata-nyata
berdampak pada kegiatan bisnis pariwisata,
seperti restoran, atraksi wisata, hotel, dan
sebagainya di daerah tujuan wisata.
Devinisi periwisata memang tidak sama
persis di antara para ahli, begitu jula yang terjadi di
kalangan akademis maka berdasarkan uraian diatas
dapat disimpulkan pengertian wisatawan sebagai
seseorang yang melakukan perjalanan dari tempat
asal ke tempat tujuan wisata dengan jarak dan waktu
tertentu yang menimbulkan dampak positive bagi
kegiatan bisnis pariwisata.

50
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

1. Klasifikasi wisatawan
Cohen (1984) mengklasifikasikan wisatawan
atas dasar tingkat familiarisasi dari daerah yang
akan dikunjungi, termasuk tingkat
pengorganisasian perjalanan wisatanya. Atas
dasar ini Cohen menggolongkan wisatawan
menjadi empat, yaitu :
a. Drifter, yaitu wisatawan yang ingin
mengunjungi daerah yang sama sekali
belum diketahui, yang berpergian dalam
jumlah kecil.
b. Explorer, yaitu wisatawan yang melakukan
perjalanan dengan mengatur perjalananya
sendiri dan tidak mau mengikuti jalan-jalan
wisata yang sudah umum melainkan
mencari hal yang tidak umum. Wisatawan
seperti ini bersedia memanfaatkan fasilitas
dengan standar lokal dan tingkat
interaksinya dengan masyarakat lokal juga
tinggi
c. Individual Mass Tourist, yaitu wisatawan
yang menyerahkan pengaturan

51
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

perjalanannya kepada agen perjalanan, dan


mengunjungi daerah tujuan wisata yang
sudah terkenal.
d. Organized-Mass Tourist, yaitu wisatawan
yang hanya mau mengunjungi daerah
tujuan wisata yang sudah dikenal, dengan
fasilitas yang seperti yang dapat
ditemuinya di tempat tinggalnya, dan
perjalanannya selalu dipandu oleh
pemandu wisata. Wisatawan seperti ini
sangat terkukung oleh apa yang disebut
environmental buble.
2. Motivasi Wisatawan
Menurut Krippendorf (2010), motivasi
seseorang melakukan perjalanan dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu faktor motivasi
yang terbentuk karena adanya kebutuhan dan
keinginan manusia yang dimulai dari kebutuhan
fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan
bersosial, kebutuhan prestis, kebutuhan
aktualisasi diri. Kebutuhan sosial dan kebutuhan

52
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

aktualisasi diri lebih dominan memperngaruhi


seseorang untuk melakukan perjalanan wisata.
Sedangkan faktor ektrinsik adalah motivasi
yang disebabkan oleh faktor eksternal seperti
jenuh dengan rutinitas kerja, tekanan keluarga
dan sosial serta lain-lain.
Teori mengenai motivasi perjalanan wisata
yang lain disampaikan oleh Richardson &
Fluker (2004), yang menyatakan bahwa
motivasi perjalanan wisata dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu faktor pendorong (push) dan faktor
penarik (pull) :
1. Faktor pendorong
Merupakan faktor internal dalam diri
individu seseorang yang umumnya bersifat
sosial psikologis seperti : melepas rutinitas,
rasa bosan, berinteraksi dengan teman dan
saudara, mencari kebersamaan, mencari
sesuatu yang baru dan sebagainya.
2. Faktor penarik
Merupakan faktor eksternal yang melekat
pada citra destinasi, antara lain faktor

53
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

keindahan atraksi, lokasi yang mudah


ditempuh, tersedianya sarana dan prasarana
dan sebagainya.
Sebenarnya motivasi berwisata tidak hanya
dipengaruhi oleh satu kebutuhan saja tetapi
merupakan perpaduan dari beberapa hirarki
kebutuhan dan faktor secara ekstrinsik, faktor
pendorong dan faktor penarik. Jadi motivasi
seseorang dalam melakukan perjalanan wisata
sangat beragam.
3. Faktor Psikografis Wisatawan
Cooper, dkk., (1993) mengatakan bahwa
karakteristik wisatawan salah satunya berkaitan
dengan pemilihan transportasi, bentuk kunjungan
serta biaya rekreasi. Dengan demikian faktor
psikografis atau karakteristik wisatawan dapat
dikelompokan menurut kategori berikut:
a. Motif berwisata
Motif merupakan bentuk rencana kegiatan
yang akan dilakukan wisatawan di destinasi
misalnya senang-senang, jalan-jalan, belajar
dan sebagainya

54
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

b. Bentuk kunjungan
Kunjungan wisatawan dapat dilakukan
dalam bentuk kunjungan besar secara masal,
kelompok-kelompok kecil, atau
berpasangan bahkan dilakukan sendirian.
c. Lama tinggal
Bull (1995) mengatakan bahwa lama tinggal
menunjukan ketertarikan wisatawan
terhadap produk wisata. Semakin lama
wisatawan tinggal akan semakin besar pula
dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan
dan kehidupan masyarakatnya lokalnya,
baik terhadap ekonomi maupun sistem
sosial-budayanya.
Adapun dampak ini bisa berupa positif
maupun dampak negatif.
d. Aktifitas atau kegiatan berwisata
Antara motif berwisata dengan kegiatan
berwisata belum tentu sama, kecenderungan
aktifitas yang hendak dilakukan tidak sama
dengan motif berwisata merpakan hal yang
wajar, apalagi suatu kawasan memiliki

55
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

banyak atraksi yang ditawarkan. Semakin


banyak wisatawan melakukan aktifitasnya
akan semakin banyak watu serta uang yang
dibelanjakan.
e. Karakteristik sosial dan ekonomi wisatawan
Menurut Wall dan Heath (1992) faktor
sosial ekonomi dan demografi meliputi usia,
daerah asal, pekerjaan, pendidikan,
penghasilan, status perkawinan. Adapun
karakter secara umum untuk wisatawan
menurut Marpaung (2002) sebagai berikut :
1) Usia
Usia muda cenderung memilih
destinasi dalam bentuk petualangan,
cenderung melakukan perjalanan
sendiri, menginginkan fasilitas yang
murah dan cenderung buruk dalam
bertingkah laku. Sedangkan
wisatawan dengan usia dewasa
cenderung berkarakter sebaliknya.

56
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

2) Jenis Kelamin
Wisatawan laki-laki cenderung lebih
butuh pada perasaan cinta dan rasa
menjadi bagian dalam kelompok
sedangkan perempuan lebih tertarik
untuk belanja, rumah makan dan
cenderung mudah lelah.
3) Tingkat pendidikan
Berhubungan dengan motif dalam
berwisata. Bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan wisatawan maka
tingkat keterlibatan wisatawan
terhadap aktifitas berwisata semakin
tinggi.
4) Tingkat penghasilan
Tingkat penghasilan merupakan
faktor yang mampu membentuk
permintaan wisatawan terhadap
kegiatan berwisata.
Dalam perencanaan geowisata perlu
diperhatikan bagaimana wisatawan yang

57
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

datang, apakah sesuai dalam artian cocok


dengan motivasi dan karakteristik
wisatawan. Sebagai contoh geowisata
dengan kegiatan panjat tebing dan tracking
akan menjadi tidak sesuai jika menargetkan
wisatawan yang ada sudah terlalu berumur.
Wisata adventure akan lebih cocok bagi
golongan wisatawan muda yang
berkarakteristik drifter.

58
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

C. Motivasi Tuan Rumah Pariwisata


Motivasi wisatawan dalam kajian ilmu
pariwisata sudah sering dibahas oleh banyak ilmuan-
ilmuan pariwisata, salah satunya Butler (1981) yang
mengajukan teori tipologi wisatawan. Kemudian
konsep motivasi wisatawan juga dikembangkan oleh
Pitana dalam bukunya yang berjudul sosiologi
pariwisata.
Pertanyaanya, bagaimana tinjauan motivasi dari
sisi sebaliknya (tuan rumah pariwisata), kenapa
mereka sampai “berkeinginan” untuk
mengembangkan destinasi wisata?
Berbeda halnya dengan motivasi wisatawan,
motivasi tuan rumah wisata mungkin masih sangat
sedikit menjadi objek kajian dalam ilmu pariwisata.
Studi pariwiata yang banyak ditemui justru lebih
sering membahas mengenai dampak sosial dan
budaya pariwisata. Jika konteksnya dampak, berarti
pariwisata sudah terjadi. Jika terjadi dampak negatif
yang sangat merugikan pihak tuan rumah, tidak
sering akibat buruk itu terlambat untuk ditangani,

59
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

misalnya dampak terhadap degradasi nilai-nilai


sosial dan budaya akibat paiwisata.
Seperti halnya sisi mata uang, pariwisata selalu
melibatkan dua dimensi yang saling terkait/
interdependensi yaitu turistik (wisatawan) dan
lokalitas (tuan rumah). Dimensi turistik terkait
dengan hal-hal yang menjadi tuntutan wisatawan
misalnya destinasi harus unik, indah, bersih,
memiliki sarana wisata a, b dan c, aksebilitas mudah
dan lain sebagainya. Sedangkan dimensi lokalitas
terkait dengan tuntutan-tuntutan lokal, misalnya : (1)
Terjaminya kelangsungan nilai sosial budaya lokal;
(2) Kontribusi posistif bagi perkembangan ekonomi
lokal; (3) Terjaganya kelestarian alam dan lain
sebagainya.
Baik tuan tuntutan lokalitas maupun tuntutan-
tuntutan turistik semuanya harus terpenuhi agar
kelangsungan pariwisata dapat terus belanjut dan
berkembang. Lokalitas dan turistik harus macht,
harus pro-, saling suport, dan saling ketergantungan.
Pengembang wisata tidak boleh hanya berupaya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan

60
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

keinginan wisatawan namun abai terhadap tuntutan


lokalitas. Jika pengembangan pariwisata mau maju,
maka keduanya harus di macth-kan. Wisatawan
terpenuhi kebutuhan dan harapanya dalam berwisata,
begitu juga dengan tuntutan lokalitas untuk
mendapatkan manfaat dari kegiatan kepariwisataan.
“Pariwisata harus menjadi wahana simbiosis
mutualisme yang lebih adil bagi kedua pihak.”
Motivasi tuan rumah dalam hal ini termasuk
salah satu dari dimensi-dimensi lokalitas yang telah
dijelaskan diatas. Para peneliti sosiologi,
menyebutkan bahwa motivasi tuan rumah pariwisata
pada awalnya hanya “untuk menerima tamu.” Tamu
yang datang dalam suatu komunitas sangat dihargai,
bahkan merupakan sebuah kehormatan dan
kebanggan dalam tradisi ketimuran (Indonesia).
Buktinya banyak sekali tari budaya di berbagai suku
budaya yang khusus ditujukan untuk para tamu adat.
Kemudian, seiring berjalanya waktu, ada suatu
tahap dimana masyarakat lokal melihat “peluang
ekonomi yang besar dari kunjungan wisatawan.”
Pada tahap ini orientasi masyarakat lokal adalah

61
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

untuk dapat memperoleh keuntungan dari kehadiran


wisatawan. Masyarakat berada pada sisi yang
inferior, masyarakat menganggap dirinya sebagai
pihak yang membutuhkan wisatawan. Tahap inilah
yang paling sering menjadi bencana jika pengelola
wisata / masyarakat (dalam CBT) tidak mengelola
pariwisata dengan bijak. Keinginan untuk
memperoleh uang secara besar-besaran sering
menjadikan capaian pariwisata hanya profit dan
jumlah kunjungan. Sehingga sangat sering terjadi
pariwisata masal dengan harapan untuk menarik
wisatawan sebanyak-banyaknya tanpa mau peduli
sejauh mana daya dukung destinasi yang ada.
Sehingga kerusakan lingkungan alam tidak dapat
terhindarkan. Pariwisata dengan tujuan uang semata,
sering kali menghiraukan nilai-nilai sosial-
humanisme dan nilai budaya lokal. Komoditifikasi
dan komersialisasi budaya merupakan hal yang
paling sering dijumpai, hal inilah yang menimbulkan
degradasi moral dan nilai budaya lokal. Tradisi yang
dahulunya sesuatu yang sakral menjadi tidak lebih
dari sekedar tontonan dan hiburan semata. Efek

62
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

meniru budaya luar yang dibawa masuk wisatawan


yang biasanya tidak sesuai dengan nilai-nilai lokal
seperti hedoisme. Situs-situs sakral bisa jadi hilang
untuk memenuhi kebutuhan sarana wisata bagi
wisatawan.
Tingkatan motivasi ketiga adalah tahap
masyarakat berfikir dewasa. Masyarakat mulai
menyadari bahwa hubungan antara masyarakat
selaku tuan rumah wisata dan wisatawan selaku tamu
adalah hubungan yang seharusnya saling respek dan
menguntungkan bagi kedua belah pihak. Motivasi
tuan rumah pada tahap ini adalah “motivasi untuk
saling berbagi.” Masyarakat mulai memposisikan
dirinya bukan sebagai pelayan, namun hubungan
mereka lebih menuju pada kesetaraan, melayani
wisatawan dengan profesional dan proporsional.
Pada tahap ini bisa terjadi manajemen wisata yang
macht antara locality and tourist. Destinasi wisata
mampu dikelola dengan bijak sesuai prinsip-prinsip
pengelolaan pariwisata berkelanjutan yang
berkontribusi bagi kemakmuran massyarakat, peduli

63
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

pada kelestarian alam serta terhadap secara sosial dan


budaya lokal.
Tahap tertinggi dalam motivasi tuan rumah
adalah “tahap aktualisasi diri.” Konsep Maslow
juga berlaku dalam meninjau sisi ini. Pada tahap ini
masyarakat lokal bukan sekedar berkarya untuk
mendapatkan uang semata, tetapi saat ini mereka
berkarya untuk mendapatkan pengakuan. Pada tahap
ini mulai terbentuk masyarakat pariwisata yang
mampu mendorong terbentuknya penghargaan atas
karya-karya mereka. Bukan lagi komunitas
pariwisata yang seakan seperti tukang jahit, yang
sekedar menerima dan memenuhi pesanan keinginan
pasar. Pada tahap ini juga mulai terbentuk paiwissata
yang mampu memberikan pengkayaan diri bagi
kedua sisi, pengkayaan bagi wisatawan maupun bagi
tuan rumah wisata.
Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat
hendaknya menganut konsep “Think locally, act
globally” berfikir lokal bereaksi secara global.

64
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

D. Interaksi Wisatawan dengan Masyarakat Lokal


Wisatawan yang mengunjungi destinasi wisata
antara lain didorong oleh keinginan untuk mengenal,
mengetahui atau memperlajari daerah dan
kebudayaan masyarakat lokal. Selama berada di
daerah tujuan wisata, wisatawan pasti berinteraksi
dengan masyarakat lokal, bukan saja dengan mereka
yang secara langsung melayani kebutuhan wisatawan
(karyawan hotel, pemandu wisata, karyawan restoran
dan lain sebagainya) melainkan juga dengan
masyarakat secara luas.
Dalam karyanya, Plog (1972) dan Fridgen
(1990) telah mengembangkan tipologi wisatawan
yang dibedakan menurut minat dan pola kunjungan
wisatanya menjadi 2 jenis wisatawan, yaitu
allocentric dan psychocentric.
Allocentric merupakan tipe wissatawan yang
lebih menyukai tempat-tempat yang belum banyak
diketahui atau dijangkau orang lain, kegiatan yang
bersifat menantang/ petualangan serta lebih suka

65
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh


masyarakat lokal.
Sedangkan yang dimaksud wisatawan
berkarakter psychocentric adalah wisatawan yang
hanya mau mengunjungi destinasi wisata yang sudah
memiliki fasilitas penunjang yang langkap, atau
standar sesuai yang ada di daerah asalnya, wisatawan
jenis ini lebih suka berwisata menggunakan jasa
usaha perjalanan dengan program yang sudah pasti.
Ada kemungkinan juga wisatawan berkarakter antara
allocentric dan psychocentric, atau dapat disebut
mid-centric.
Interaksi dengan masyarakat luas akan lebih
intensif jika jenis pariwisata yang dikembangkan
adalah melibatkan budaya, karena kebudayaan
melekat pada kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pada jenis pariwisata lain, seperti marine tourism,
adventure toruism atau geotoruism interaksi dengan
masyarakat lokal mungkin menjadi kurang intensif,
karena daya tarik yang ditemui adalah alam dan
benda mati (I. G. Pitana & Gayatri, 2005).

66
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Oleh karena itu, pengemasan aktifitas


khususnya dalam geotourism dengan muatan-muatan
edukatif dan petualangan menjadi sangat penting
demi memperkaya pengalaman wisatawan.

67
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

E. Jenis dan Pola Kunjungan Wisata


Ada berbagai macam bentuk perjalanan wisata
ditinjau dari beberapa macam segi, yaitu :
1. Dari segi jumlahnya, wisata dibedakan atas :
a. Individual Tour (wisatawan perorangan
atau wisata minat khsusus)
Individual tour adalah suatu perjalan yang
dilakukan oleh satu dua orang dengan
jumlah yang relatif sedikit. Wisata ini
biasanya dilakukan dengan tujuan bukan
hanya untuk bersenang- senang semata.
Jenis wisata Individual Tour ini biasanya
tidak menggunakan jasa travel agent dan
diatur sendiri susunan kegiatan
perjalanannya. Lama tinggal dalam suatu
tempat tujuan wisata akan cenderung lebih
lama, dan spending money nya pun juga
cenderung lebih banyak. Interaksi yang
dilakukan dengan masyarakat setempat
biasanya lebih intensif dan dilakukan
secara langsung. Sehingga akan

68
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

memberikan peluang yang lebih banyak


untuk dapat memberikan kontribusi atau
pengetahuan dan pendidikan bagi
masyarakat ataupun lingkungan secara
langsung. Biasanya hubungan sosial yang
terjalin juga akan berjalan dengan baik
antara wisatawan dengan masyarakat
setempat.
Untuk jenis Individual tour ini terdapat juga
istilah Backpacker, dimana wisatawan
melakukan perjalanan dengan jumlah orang
yang sedikit dan tidak menggunakan jasa
travel agent. Wisata ini tidak terlalu
mementingkan kenyamanan yang akan
didapatkan dalam melakukan perjalanan
wisata, namun lebih cenderung untuk
mendapatkan pengalaman yang jauh lebih
menantang dengan biaya atau budget yang
tidak terlalu tinggi.
b. Family Group Tour (wisata keluarga)
Family group tour merupakan suatu
perjalanan wisata yang dilakukan oleh

69
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

serombongan keluarga, yang masih


mempunyai hubungan kekerabatan satu
sama lain. Wisata ini biasanya dilakukan
untuk melakukan liburan bersama
keluarga, atau juga dapat dilakukan dengan
berkunjung atau bersilaturahmi ke tempat
kerabat atau sanak saudara. Wisata
keluarga sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan wisata massal atau Group Tour,
karena wisata keluarga ini juga biasanya
lebih menyukai destinasi yang cenderung
terkenal dan didatangi oleh banyak orang.
Dengan alasan mencari kemudahan dan
mengurangi resiko yang tinggi dalam
melakukan perjalanan. Sehingga kegiatan
wisata akan lebih sedikit menemui
tantangan dan lebih cenderung bertujuan
untuk bersenang-senang.
c. Group Tour (wisata rombongan)
Group tour atau dikenal juga dengan istilah
wisata masal (Mass Tourism), adalah
kegiatan wisata yang dilakukan oleh

70
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

sekelompok orang atau rombongan dalam


jumlah yang banyak, biasanya kegiatan
wisata ini menggunakan jasa travel agent
dan lama tinggal yang relatif singkat,
dengan dipimpin oleh seseorang yang
bertanggung jawab atas keselamatan dan
kebutuhan seluruh anggotanya. Kegiatan
wisata masal ini lebih cenderung menyukai
destinasi atau tempat tujuan wisata yang
sudah banyak dikunjungi oleh banyak
orang dan sudah cukup terkenal. Sehingga
dapat meminimalisir resiko yang akan
terjadi. Dan juga mengurangi resiko
kekecewaan atas suatu ekspektasi pada
suatu destinasi yang akan dikunjungi dan
belum pernah dikunjungi.
Jadi mengapa pelaku kegiatan wisata masal
ini lebih cenderung untuk memilih destinsi
yang sudah sering dikunjungi oleh banyak
orang, karena dengan banyaknya pendapat-
pendapat banyak orang tentang suatu
destinasi tersebut, maka akan memberikan

71
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

sedikit banyak gambaran tentang destinasi


tersebut, sehingga wisatawan dapat
mempertimbangankan terlebih dahulu
untuk memutuskan dimana tempat tujuan
wisata yang akan mereka kunjungi. Dengan
intensitas lama tinggal yang sebentar maka
“spending money” pun juga akan
cenderung lebih lebih sedikit.
2. Dari segi kepengaturannya, wisata
dibedakan atas :
a. Pre-arranged Tour
Pre-arranged tour adalah suatu perjalanan
wisata yang jauh hari sebelumnya telah
diatur segala sesuatunya, baik transportasi,
akomodasi, maupun objek-objek yang akan
dikunjungi. Sehingga sesampai di suatu
destinasi, wisatawan sudah mendapatkan
semua hal yang dibutuhkan dalam kegiatan
wisata yang sedang dilakukan mulai dari
mereka bertolak dari tempat asalnya
menuju destinasi dan hingga kembali lagi
ke tempat asalnya. Dalam hal ini pelaku

72
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

wisata sangat memanfaatkan kemajuan


tekhnologi yang ada, misalnya untuk
mecari tahu informasi tentang destinasi
yang akan dikunjungi, memesan kamar di
suatu penginapan, dan mecari tahu tentang
transportasi yang dapat digunakan dalam
melakukan kegiatan wisata tersebut.
Package Tour (wisata paket atau paket
wisata).
b. Package tour
Package tour merupakan suatu produk
wisata yang merupakan suatu komposisi
perjalanan yang disusun dan dijual guna
memberikan kemudahan dan kepraktisan
dalam melakukan perjalanan. Paket wisata
lahir dari kreativitas seorang tokoh
bernama Thomas Cook, yang diakui
sebagai Arsitek atau Bapak Kepariwisataan
Modern. Pada tanggal 5 Juli 1841, Thomas
Cook membuat sesuatu kegiatan perjalanan
pulang pergi dengan kereta apai mulai dari
Leicester ke Loughborough untuk

73
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

menyaksikan sebuah pameran yang sedang


diselenggarakan di sana, sedangkan biaya
yang dikenakan bagi setiiap orang
esertanya dengan biaya satu shilling. Dan
dengan promosi yang dilakukannya melalui
sebuah iklan, jumlah peserta paket wisata
mencapai 570 orang (Young S.G dalam
Kodhyat, 1996).
Paket wisata ini biasanya diminati oleh
pelaku wisata masal atau kelompok atau
grup. Sehingga mereka tidak akan terlalu
repot dalam menyiapkan dan memenuhi
kebutuhan mereka dalam kegiatan
perjalanan yang akan mereka lakukan,
karena sudah ada yang bertanggungjawab
untuk soal penginapan, transportasi dan
juga destinasi yang akan dikunjungi.
Walaupun juga tidak menutup
kemungkinan akan adanya pelaku wisata
individu yang menggunakan jasa paket
wisata ini. Jasa paket wisata ini biasanya
disediakan oleh travel agent atau biro

74
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

perjalanan, yang sudah melakukan


kerjasama dengan berbagai usaha wisata
yang ada. Untuk paket wisata yang
disediakan, wisatawan juga bisa
mengajukan permintaan atau request,
sehingga travel agent dapat menyusun
renacana dan jadwal perjalanan sesuai
dengan keinginan wisatawan.
Dalam pembuatan paket wisata sendiri juga
banyak hal yang harus dipertimbangkan
mulai dari biaya, jarak, kemudahan
infrastuktur sehingga wisatawan dapat
dengan mudah untk mengakses suatu
destinasi wisata.
c. Coach Tour
Coach tour adalah suatu paket perjalanan
ekskursi yang dijual oleh biro perjalanan
dengan dipimpin oleh seorang pemandu
wisata dan merupakan perjalanan wisata
yang diselenggarakan secara rutin, dalam
jangka yang telah ditetapkandan dengan
rute perjalanan yang tertentu pula.

75
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

d. Special Arranged Tour (wisata khusus)


Wisata khusus adalah suatu perjalanan
wisata yang disusun secara khusus guna
memenuhi permintaan seorang langganan
atau lebih sesuai dengan kepentingannya.
e. Optional Tour
Wisata tamabahan adalah suatu perjalanan
wisata tambahan diluar pengaturan yang
telah disusun dan diperjanjikan
pelaksanaannya, yang dilakukan atas
permintaan pelanggan. Seperti yang
dibahas sebelumnya pada paket wisata
bahwa pelanggan dapat mengajukan
permintaan tentang susunan perjalanan
wisata yang akan dilakukannya. Namun
pihak biro perjalanan pun harun tetap
mempertimbangkan faktor biaya, jarak, dan
waktu yang akan berpengaruh pada
kegiatan perjalanan nanti.

76
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

3. Dari segi maksud dan tujuannya, wisata


dibedakan atas :
a. Holliday Tour (wisata liburan)
Suatu perjalanan wisata yang
diselenggarakan dan diikuti oleh
anggotanya guna berlibur, bersenang-
senang dan menghibur diri. Dalam kegiatan
wisata yang bertujuan untuk bersenang-
senang ini biasanya pelaku wisata
menggunakan jasa biro perjalanan atau
paket wisata yang dijual.
b. Familiarization Tour (wisata pengenalan)
Suatu perjalanan anjangsana yang
dimaksudkan guna mengenal lebih lanjut
bidang atau daerah yang mempunyai kaitan
dengan pekerjaannya. Misalnya perjalanan
yang dilakukan di suatu daerah yang
memiliki potensi wisata yang besar, dan
direncanakan akan dibangun dan
dikembangkannya suatu produk wisata
yang bisa dijual dan memberikan

77
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

keuntungan bagi masyarakat lokal. Contoh


lainnya adalah seorang pemandu wisata
yang melakuakan perjalanan wisata karena
harus memimpin suatu grup atau
rombongan wisata di suatu destinasi.
c. Education Tour (wisata pendidikan)
Suatu perjalanan wisata yang dimaksudkan
untuk memberikan gambaran, studi
perbandingan ataupun pengetahuan
mengenai bidang pendidikan yang
dikunjunginya. Education tour ini
dilakukan untuk mengembangkan
wawasan dan ilmu pengetahuan bagi para
pelakunya. Pelaku yang melakukan
perjalanan wisata pendidikan biasanya
tidak terlalu mementingkan kemewahan
yang berlebihan dalam melakukan kegiatan
perjalanan.
d. Scientific Tour (wisata pengetahuan)
Perjalanan wisata yang tujuan pokoknya
adalah memperoleh pengetahuan atau

78
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

penyelidikan suatu bidang ilmu


pengetahuan.
e. Pilgrimage Tour (wisata keagamaan)
Perjalanan wisata guna melakukan ibadah
keagamaan. Atau sering juga disebut
dengan wisata ziarah. Kegiatan perjalanan
wisata ini dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan rohaninya yang dilakukan untuk
hubungannya antara dia dan Tuhaannya.
Wisata ziarah ini biasanya dilakukan secara
rombogan. Seperti contoh ibadah Haji yang
dilakukan rutin setiap tahunnya yang
dilakukan oleh para umat islam untuk
menyempurnakan rukun islamnya, di kota
Makkah, Saudi Arabia.
Ada juga wisata ziarah yang dilakukan oleh
para umat budha yang dilakukan di Candi
Borobudur, Jawa Tengah di setiap
tahunnya. Selain itu ada juga wisata ziarah
yang dilakukan para umat kristiani yang
dilakukan di Yarusalem. Bukan hanya itu,
wisata ziarah juga dapat dilakukan di

79
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

makam-makam atau tempat-tempat yang


disucikan atau disakralkan olehh suatu
agama.
f. Special Mission Tour (wisata kunjungan
khusus)
Perjalanan wisata dengan suatu maksud
khusus, misalnya misi dagang, misi
kesenian dan lain-lain. Dengan tujuan
wisata “special Mission Tour” ini, maka
dapat dikatakan sebagai kegiatan wisata
yang bersifat pragmatis. Seperti zaman
dahulu pada saat pedagang arab yang
melakukan perjalanan hingga menyebrangi
pulau untuk berdagang. Perjalanan yang
dilakukan oleh wali songo di berbagai
pulau unntuk menyebarkan ajaran agama
islam.
g. Special Program Tour (wisata program
khusus)
Suatu perjalanan wisata yang bertujuan
untuk mengisi kekosongan khusus.
h. Hunting Tour (wisata perburuan)

80
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Suatu kunjungan wisata wisata yang


dimaksudkan untuk menyelenggarakan
pemburuan binatang yang diijinkan oleh
penguasa setempat, untuk hiburan semata.

4. Dari segi penyelenggaraanya, wisata


dibedakan atas :
a. Ekskursi (excursion)
Suatu perjalanan wisata jarak pendek yang
ditempuh kurang dari 24 jam guna
mengunjungi satu atau lebih objek wisata
b. Safari Tour
Suatu perjalanan wisata yang
diselenggarakan secara khusus dengan
perlengkapan atau peralatan khusus pula.
c. Cruise Tour
Perjalanan wisata yang menggunakan kapal
pesiar mengunjungi objek-objek wisata
bahari, dan objek wisata di darat tetapi
menggunakan kapal pesiar sebagai basis
pemberangkatannya.

81
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

d. Youth Tour (wisata remaja)


Suatu kunjungan wisata yang
penyelenggaraannya khusus diperuntukan
bagi para remaja menurut golongan umus
yang ditetapkan oleh hukum negara
masing-masing.
e. Marine Tour (wisata bahari)
Suatu kunjungan objek wisata khususnya
untuk menyaksikan kaindahan lautan.

82
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

F. Para Pelaku Pariwisata


Pelaku yang terlibat dalam pasar wisata sangat
beragam. Meskipun peran mereka masing massing
berbeda, tetapi mutlak harus diperhitungkan dalam
perencanaan pariwisata yaitu terdiri dari wisatawan,
industri pariwisata, pendukung jasa pariwisata,
pemerintah, masyarakat lokal dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) (Damanik & Weber,
2006). Adapun para pelaku pariwisata antara lain :
1. Wisatawan
Wisatawan adalah konsumen atau pengguna
produk dan layanan, perubahan-perubahan yang
terjadi dalam kehidupan mereka berdampak
langsung pada kebutuhan wisata, yang dalam
hal ini permintaan wisata.
2. Industri Pariwisata
Industri pariwisata adalah salah satu pendukung
kegiatan pariwisata baik itu Jasa maupun produk
pariwisata. Industri pariwisata dapat
digolongkan ke dalam dua golongan utama
yaitu :

83
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

a. Pelaku langsung, yaitu usaha-usaha yang


menawarkan jasa secara langsung kepada
wisatawan atau jasanya lansung dibutuhkan
oleh wisatawan, seperti hotel, restoran, biro
perjalanan, pusat informasi wisata dan
atraksi. Dalam kegiatan geowisata pelaku
langsung yang menjadi sentral kegiatan
geowisata adalah Kelompok Sadar Wisata
(Pokdarwis) di geowisata setempat.
b. Pelaku tidak langsung, yakni pelaku usaha
yang mengkhususkan diri pada produk-
produk yang secara tidak langsung
mendukung pariwisata, seperti usaha
kerajinan tangan, lembar panduan wisata
dan lain-lain.
c. Pendukung jasa wisata
Kelompok ini adalah usaha yang tidak
secara khusus menawarkan produk dan jasa
wisata tetapi sering kali bergantung pada
wisatawan pengguna jasa dan produk ini,
seperti penyedia jasa fotografi, jasa
kecantikan, bank, olahraga dan sebagainya.

84
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

d. Pemerintah
Pelaku yang tidak kalah penting adalah
pemerintah. Pemerintah mempunyai
otoritas dalam pengaturan, penyediaan dan
peruntukan berbagai infrastruktur yang
terkait dengan kebutuhan pariwisata serta
membuat kebijakan makro yang menjadi
panduan bagi stakeholder yang lain di
dalam memainkan peranan masing-masing.
e. Masyarakat lokal
Masyarakat lokal terutama penduduk asli
yang bermukim di kawasan wisata, menjadi
salah satu pemain kunci dalam pariwisata,
karena sesungguhnya merekalah yang akan
menyediakan sebagian besar atraksi
sekaligus menentukan kualitas produk
wisata. Oleh karena itu peran mereka
terutama tampak dalam bentuk penyediaan
akomodasi dan jasa guiding dan
penyediaan tenaga kerja.

85
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

f. Lembaga Swadaya Masyarakat


Banyak Lembaga Swadaya Masyarakat,
baik lokal, regional maupun internasional
yang melakukan kegiatan di kawasan
wisata. Bahkan jauh sebelum pariwisata
berkembang, organisasi non pemerintah ini
sudah melakukan aktivitas baik secara
particular maupun bekerjasama dengan
masyarakat.

86
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

BAB IV

PERENCANAAN GEOWISATA

A. Mengenal Geowisata

Sampai saat ini, istilah geotourism atau


geowisata masih kurang populer dibanding ekowisata
(ecotourism), atau agrowisata misalnya. Istilah
geotourism muncul pada pertengahan tahun 1990-an.
Menurut beberapa sumber, seorang ahli Geologi dari
Buckinghamshire Chilterns University di Inggris
bernama Tom Hose adalah orang yang pertama aktif
memperkenalkan istilah itu. Bahkan ia pernah menulis
di Geological Society pada 1996 suatu makalah berjudul
“Geotourism, or can tourists become casual rock
hounds: Geology on your doorstep” (Dirgantara, 2012).

87
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Taman Nasional Baluran sebagai Daya Tarik Geologi dan


Ekologi, sumber gambar: www.google.co.id, diakses 18
November 2017

Geowisata (geotourism) sebenarnya merupakan


istilah yang berasal dari gabungan dua kata yaitu geologi
dan pariwisata, atau geologi dan tourism.
Geologi berasal dari Bahasa Yunani: γη- (ge-, "bumi")
dan λογος (logos, "kata", "alasan) adalah sains yang
mempelajari bumi, komposisinya, struktur, sifat-sifat
fisik, sejarah, dan proses pembentukannya
(https://id.wikipedia.org/wiki/Geologi, diakses 18
Oktober 2017).

88
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Menurut Purbohadiwijoyo (1967), geologi


dapat diartikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan
bumi, meneliti sejarahnya dengan kehidupan yang ada,
susunan keraknya, bangun dalamnya, berbagai gaya
yang bekerja padanya, dan evolusi yang dialaminya.

Sedangkan pariwisata secara umum dapat


dimaknai sebagai kegiatan perjalanan seseorang atau
sekelompok orang dari satu tempat ke tempat lain dan
bersifat tidak menetap, yang bertujuan untuk
memperoleh kesenangan dan wawasan baru dari
destinasi wisata yang dikunjunginya.

Geowisata adalah suatu kegiatan wisata alam


yang berkelanjutan dengan fokus utama pada
kenampakan geologis permukaan bumi dalam rangka
mendorong pemahaman akan lingkungan hidup dan
budaya, apresiasi, dan konservasi, serta memiliki
kepedulian terhadap kelestarian kearifan lokal.
Geowisata menawarkan konsep wisata alam yang
menonjolkan keindahan, keunikan, kelangkaan, serta
keajaiban suatu fenomena alam yang berkaitan erat
dengan gejala-gejala geologi yang dijabarkan dalam

89
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

bahasa populer atau sederhana (Kusumahbrata, 1999


dalam Hidayat, 2002).

Seperti telah disinggung bahwa pariwisata


terjadi karena adanya kecenderungan manusia untuk
mencari hal dan lingkungan baru, atau sering disebut
sebagai ritual inversi dalam ilmu sosiologi (I. G. Pitana
& Putu, 2009). Oleh karena itu, wisatawan atau calon
wisatawan akan cenerung mencari tempat-tempat yang
indah, unik, serta berbeda dari tempat biasanya mereka
hidup untuk sementara.

“Orang kota memiliki kecenderungan untuk


senang berwisata ke desa yang memiliki lingkungan
tenang, asri dan juga bentang alam yang unik dan indah,
misalnya wisata ke kaliurang dan pendakian Gunung
Merapi, Kawasan Kars Pegunungan seribu dan tempat-
tempat menarik lainya”. Contoh lain, “Orang eropa
yang biasa tinggal di iklim dingin, sangat bangga
berwisata ke Negara beriklim tropis.”

Keinginan seseorang untuk mengunjungi


kawasan wisata yang memiliki bentang alam berbeda
dari tempat biasa mereka tinggal, menjadi dorongan
90
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

dalam pengembangan pariwisata berbasis geologi atau


geowisata.

Perkembangan geowisata juga didukung oleh


meningkatnya permintaan wisata oleh wisatawan yang
memiliki minat khusus. Wisatawan minat khusus
biasanya adalah wisatawan-wisatawan yang menyukai
destinasi wisata yang tidak umum, serta menyukai
aktifitas wisata yang menantang atau tidak biasa
(Hermawan, 2017), dalam bahasa keilmuanya sering
disebut wisatawan drifter (I. G. Pitana & Putu, 2009).
Wisatawan jenis ini tidak akan puas berkunjung ke
destinasi wisata alam hanya untuk melihat-lihat
panorama alam saja, atau sekedar berfoto selfi,
sebagaimana pola mayoritas kunjungan wisatawan saat
berwisata saat ini. Destinasi wisata yang dipilih mereka
adalah destinasi yang mampu memuaskan hasrat mereka
untuk berpetualang, serta destinasi yang mampu
menambah pengkayaan diri berupa pengalaman dan
wawasan baru.

91
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

B. Kriteria Daya Tarik Wisata Geologi


Menurut Darsoprajitno (2002), perbedaan unsur
alam, budaya masyarakat, dan unsur binaan di setiap
belahan bumi yang merangsang seseorang atau
sekelompok orang untuk mewisatainya, kemudian
dikembangkan untuk kepentingan kepariwisataan,
disebut daya tarik wisata. Lebih lanjut disebutkan bahwa
daya tarik wisata terdiri dari tata alam, masyarakat, dan
hasil binaan. Dari ketiganya, ada beberapa unsur yang
dapat dikembangkan secara khusus, sehingga disebut
daya tarik wisata minat khusus.
Secara lebih jelas, daya tarik wisata dijelaskan
sebagai segala sesuatu yang mempunyai daya tarik,
keunikan, dan inlai yang tinggi, yang menjadi tujuan
wisatawan datang ke suatu daerah tertentu (Suryadana,
2015).
Sedangkan data tarik wisata alam, menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2009, dijelasakan sebagai segala sesuatu yang memiliki
keunikan, keindahan, keaslian, dan nilai yang berupa
keanekaragaman kekayaan alam yang menjadi sasaran

92
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

atau tujuan kunjungan wisatawan. Definisi daya tarik


dalam undang-ndang sekaligus telah mendiskripsikan
kriteria-kriteria dalam pengembangan daya tarik wisata
yaitu adanya keunikan, keindahan, keaslian, dan nilai.
Keunikan, keindahan, keaslian, dan nilai, sekaligus
merupakan indikator yang harus diukur dalam penelitian
dan penilaian daya tarik wisata.
Crouch dan Ritchie dalam Stevianus (2014)
mengatakan bahwa daya tarik wisata menjadi salah satu
faktor kunci yang menentukan motivasi wisatawan
untuk berwisata serta merupakan alasan fundamental
yang menjadi pertimbangan mengapa seseorang
memilih satu destinasi dan meninggalkan destinasi yang
lain.
Suryadana (2015) mengatakan bahwa daya tarik
wisata merupakan faktor yang memiliki kekuatan
tersendiri sebagai komponen produk pariwisata. Karena
daya tarik wisata mampu memunculkan motivasi bagi
wisatawan dan menarik wisatawan untuk melakukan
perjalan wisata.
Geowisata adalah suatu kegiatan wisata alam yang
berkelanjutan dengan fokus utama pada kenampakan

93
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

geologis permukaan bumi dalam rangka mendorong


pemahaman akan lingkungan alam dan budaya,
apresiasi, konservasi, serta kearifan lokal.
Data berupa informasi geologi yang sudah terekam
dalam peta geologi dapat digunakan dalam perencanaan
kegiatan wisata. Dalam peta geologi, data mengenai
topografi (bentukan alam geologi) beserta berbagai
macam rekayasa budaya manusia disertai dengan latar
belakang sejarah yang fantastik dapat dibina menjadi
daya tarik wisata di sepanjang jalur perjalan atau masing
masing dapat menjadi point of interest destinasi. Begitu
juga hubungan timbal balik antara manusia dan alam
lingkunganya yang secara ekologi menghasilkan
perilaku budaya penduduk yang khas.
Dalam mengembangkan daya tarik wisata geologi
dapat juga mengadaptasi kriteria kualitas daya tarik
wisata yang diajukan Damanik dan Weber (2006)
sebagai berikut :
1. Harus ada keunikan, keunikan diartikan sebagai
kombinasi kelangkaan dan daya tarik yang khas
melekat pada suatu objek wisata

94
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

2. Originalitas atau keaslian mencerminkan keaslian


atau kemurnian, yakni seberapa jauh suatu produk
tidak terkontaminasi oleh atau tidak mengadopsi
model atau nilai yang berbeda dengan nilai aslinya
3. Otentisitas, mengacu pada keaslian. Bedanya,
otenstisitas lebih sering dikaitkan dengan derajat
keantikan atau eksotisme budaya sebagai daya tarik
wisata
4. Keragaman atau diversitas produk, artinya
keanekaragaman produk dan jasa yang ditawarkan.
Wisatawan harus diberikan banyak pilihan produk
dan jasa yang secara kualitas berbeda – beda.
Berdasarkan waktu pemanfaatanya, daya tarik
wisata alam dalam kegiatan geowisata dibagi menjadi
dua, yaitu berupa atraksi alam yang tidak bergerak,
dimana wisatawan dapat secara langsung
memanfaatkanya tanpa harus menunggu, contohnya :
pantai, gunung, bukit, goa alami dan seterusnya.
Sedangkan, yang dimaksud atraksi alam yang bergerak,
dimana wisatawan harus menunggu atau tidak langsung
memanfaatkan, contonya adalah fenomena lava pijar
(Sammeng, 2001).

95
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Daya tarik wisata alam atau atraksi alam hendaknya


memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Aspek informasi
Kualitas informasi merupakan faktor utama yang
dibutuhkan bagi wisatawan, karena pada dasarnya
motif utamanya adalah mencari sesuatu hal yang
baru sebagai upaya pengkayaan diri. Bagi
wisatawan dengan motif petualangan aspek
infrmasi juga menjadi syarat mutlak bagi
penyelenggaraan wisata alam, karena mereka selalu
membutuhkan informasi tentang gejala alam untuk
mengntisipasi timbulnya bahaya. Hal ini juga
berhubungan dengan faktor dan sarana
keselamatan.
b. Aspek keanekaragaman
Destinasi wisata yang baik setidaknya banyak
memiliki alternatif daya tarik baik flora maupun
fauna yang dapat dinikmati wisatawan. Hal ini akan
menjadi nilai unggul destinasi.
c. Keindahan dan keunikan
Atraksi alam terbentuk karena proses fenomena
alam serta hanya terjadi pada saat tertentu maka

96
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

tidak ada kemiripann antara suatu kawasan dengan


kawasan wisata lain, sehingga atraksi alam
memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan
atraksi budaya dan atraksi buatan, terlebih karena
atraksi alam hanya dapat dinikmati secara utuh di
ekosistemnya.
d. Petualangan lintas alam
Motif wisatawan selain menikmati wisata alam
dapat juga untuk melakukan penelitian, pendidikan,
dan konservasi alam terdapat minat khusus yang
bersifat petualangan, sehingga perlu adanya
kawasan yang benar-benar masih alami, tanpa
adanya atraksi yang bersifat artificial atau buatan
yang justru mengganggu aktifitas mereka.
e. Tersedianya ekosistem yang alami
Suatu atraksi alam hendaknya tetap menyediakan
kawasan dengan ekosistem yang masih alami.
Ekosistem yang alami berarti sebuah ekosistem
alam yang berjalan alami, bukan hasil sebuah
rekayasa buatan manusia atau artificial.

97
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

C. Geowisata dan Daya Tarik Wisata Minat Khusus


Destinasi wisata alam umumnya tidak pernah
berdiri sendiri mengadalkan alam semata. Daya tarik
wisata alam tidak sekedar menjual lansekap
pemandangan dan wisatawan diharapkan cukup puas
dengan mengamatinya. Akan tetapi daya tarik wisata
mengadalkan alam sering dipadukan dengan daya tarik
wisata lain berupa daya tarik wisata minat khusus untuk
menambah nilai jual dari aktifitas wisata.
Pada prinsipnya, pariwisata minat khusus
mempunyai kaitan dengan petualangan (adventure) dan
pengkayaan wisatawan berupa pengetahuan dan
pengalaman baru.
Aktifitas petualangan dalam daya tarik minat
khusus dapat menguras tenaga karena terdapat unsur
tantangan yang harus dilakukan, penyebab lainya karena
bentuk kegiatan wisata ini banyak dilakukan di daerah
terpencil, seperti kegiatan : tracking, hiking, pendakian
gunung, rafting di sungai, dan lainnya.
Selain itu wisata minat khusus, juga dikaitkan
dengan upaya pengayaan pengalaman atau enriching

98
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

bagi wisatawan yang melaksanakan perjalanan ke


daerah-daerah yang masih belum terjamah atau ke
daerah yang masih alami.

Ada beberapa kriteria menurut Fandeli dalam


Sudana (2013), yang dapat dipergunakan sebagai
pedoman dalam menetapkan suatu bentuk wisata minat
khusus yakni :
a. Learning, pariwisata yang mendasar pada unsur
belajar. Dalam kasus geowisata, yang dipelajari
dapat berupa bentang alam geologi : baik struktur
geologinya, stratifigrafi, topografinya, jenis
batuanya, kandunngan mineralnya dan lain
sebagainya. Wisatawan juga dapat diajak untuk
mempelajari porses-proses terbentuknya fenomena
99
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

geologi diatas, serta mempelajari keterkaitanya


dengan pola kehidupan masyarakat dan sebagainya.
b. Enriching, pariwisata yang memasukkan peluang
terjadinya pengkayaan pengetahuan antara
wisatawan dengan masyarakat.
c. Rewarding, pariwisata yang memasukkan unsur
pemberian penghargaan. Idealnya dalam kegiatan
geowisata, aktifitas tour yang ditawarkan adalah
paket wisata yang mampu menumbuhkan
kesadaran (awareness) bagi wisatawan serta tuan
rumah wsiata untuk lebih mencintai alam, menjaga
kelestarianya, serta kepedulian untuk mendukung
konservasi sumber daya alam langka dalam kasus
fenomena geologi tertentu.
d. Adventuring, pariwisata yang dirancang dan
dikemas sehingga terbentuk wisata petualangan.
Kekeliruan yang umum dalam perencanaan
destinasi secara konvensional adalah menambah
berbagai kemudahan dengan membangun fasilitas
disana-sini, pada saat destinasi wisata mulai laku.
Hal ini belum tentu benar, karena fakta menujukan
bahwa, wisatawan cenderung tidak terlalu peduli

100
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

terhadap sarana wisata saat berkunjung ke destinasi


wisata alam. Justru pengalaman dari sajian daya
tarik yang cukup menantang menjadi alasan utama
mereka untuk berwisata. Dalam hal ini,
pembagunan sarana memang penting, akan tetapi
disesuaikan dengan kebutuhan pokok wisatawan.
Apakah diperlukan? atau dengan berbagai
kemudahan (sarana wisata) justru menghilangkan
aspek petualangan yang dicari wisatawan.

101
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

D. Prinsip-Prinsip Perencanaan Geowisata


Wisata geologi (geowisata) dapat dijadikan media
bagi sosialisasi ilmu pengetahuan alam, pendidikan
lingkungan, serta pelestarian alam yang pada akhirnya
diharapkan akan terwujud pembangunan pariwisata
geologi yang berkelanjutan.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam
mengembangkan geowisata diantaranya diantaranya :
1. Geologically Based (Berbasis Geologi)
Berbasis geologi, berarti destinasi dan daya tarik
wisata yang dijadikan sebagai geowisata benar-benar
merupakan bentukkan hasil proses geologi. Dalam
hal ini, geowisata membutuhkan bentang alam yang
alami, bukan alam hasil rekayasa manusia atau
artifisial.
Keaslian dalam daya tarik berbasis alam telah
disinggung dalam kriteria daya tarik wisata yang
telah disampaikan sebelumnya. Bahwa kriteria daya
tarik wisata alam haruslah memiliki nilai keaslian
(orijinal dan otentik). Aspek fisik yang dijadikan
daya tarik wisata tersebut dapat berupa kondisi tanah,

102
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

kandungan mineral, jenis batuan dan lainnya yang


masih berhubungan dengan geologi.

Gunung Api Purba Nglanggeran sebagai Daya Tarik Wisata Geologi

2. Suistanable (Berkelanjutan)
Suistanable artinya pengembangan dan
pengelolaan geowisata haruslah berkelanjutan agar
kelestariannya dapat terjaga. Tidak hanya dalam
pariwisata, dalam bisnis manapun kelangsungan
jangka panjang merupakan pertimbangan utama
dalam pengeloalaanya.
Konsep pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat
ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan

103
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan


hidupnya (World Commission on Environmenoutal
and Development, 1987).
Pengembangan pariwisata berkelanjutan telah
didefinisikan sebagai pengembangan pariwisata yang
memaksimalkan potensi pariwisata untuk
memberantas kemiskinan dengan mengembangkan
strategi yang tepat dalam kerjasama dengan semua
kelompok utama, masyarakat adat dan masyarakat
lokal (Komisi PBB untuk Pembangunan
Berkelanjutan 1999).
Rumusan yang lebih spesifik dalam pariwisata
berkelanjutan adalah memenuhi kebutuhan wisata
saat ini sekaligus melindungi dan meningkatkan
peluang pemenuhan kebutuhan pariwisata masa
depan, sekaligus terjaga kelangsungan alam, adil
bagi ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Hal ini
dipertimbangkan dalam manajerial untuk mengelola
semua sumber daya dengan sedemikian rupa,
sehingga ekonomi, sosial, dan kebutuhan estetika
dapat terpenuhi dengan tetap menjaga nilai-nilai
kearifan budaya, perlindungan ekologis penting,

104
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

keragaman unsur biologi serta sistem pendukung


kehidupan lainya (Insula dalam Berno & Bricker,
2001).
3. Geologically informative (Bersifat Informasi
Geologi)
Geowisata (geotourism) merupakan pariwisata
minat khusus dengan memanfaatkan seluruh potensi
sumber daya alam, sehingga diperlukan peningkatan
pengayaan wawasan dan pemahaman proses
fenomena fisik alam. Contoh geowisata adalah
gunung berapi, danau, air panas, pantai,sungai, dan
lain-lain.yang di dalamnya tentu saja memiliki aspek
dalam bidang pendidikan sebagai pengetahuan
geodiversity keragaman warisan bumi yang perlu
dilestarikan (Nainggolan, 2016).
Destinasi geowisata sebaiknya dilengkapi
dengan sistem informasi yang jelas dan mudah
dipahami. Dengan sistem informasi yang baik
tentang sejarah terbentuknya bentukkan geologi,
diharapkan wisatawan paham akan proses proses
alam yang terjadi. Dengan adanya informasi,

105
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

masyarakat juga diharapkan sadar untuk tidak


merusak keindahan lingkungan di sekitar geowisata.
Education Tour (wisata pendidikan), merupakan
bentuk pengemasan tour yang cocok dengan
geowisata. Education Tour merupakan suatu
perjalanan wisata yang dimaksudkan untuk
memberikan gambaran, studi perbandingan ataupun
pengetahuan mengenai bidang pendidikan yang
dikunjunginya.
Education tour ini dilakukan untuk
mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan
bagi para pelakunya. Pelaku yang melakukan
perjalanan wisata pendidikan biasanya tidak terlalu
mementingkan kemewahan yang berlebihan dalam
melakukan kegiatan perjalanan. Namun menuntut
pengkayaan diri yang lebih, berupa ilmu
pengetahuan dan pengalaman baru.
4. Locally beneficial (Bermanfaat Secara Lokal)
Keberadaan geowisata diharapkan mampu
memberikan manfaat bagi masyarakat/ komunitas
yang berada di sekitarnya. Manfaat tersebut dapat
berupa dampak positif yang dapan dinikmati seperti

106
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

: pertumbuhan ekonomi, kemajuan nilai sosial-


budaya, peningkatan kualitas lingkungan atau
lainnya (Hermawan, 2016; Hermawan, 2016a).
Dengan geowisata diharapkan proses pembangunan
di daerah tersebut semakin meningkat.
Salah satu model pengelolaan yang cocok untuk
geowisata dengan mengadopsi pariwisata berbasis
kerakyatan/ masyarakat atau dikenal dengan
Community Based Tourism (CBT). Dimana dalam
CBT pariwisata diinisiasi bersama masyarakat lokal
sendiri, dikembangkan masyarakat lokal, dan benefit
dari pariwisata diharapkan dapat dinikmati
masyarakat (“Kyrgyz Community Based
Tourism,” n.d., diakses tanggal 15 Agustus
2016); (ASEAN Community Based Tourism
Standart 2016).
5. Tourist satisfaction (Kepuasan Wisatawan)
Mewujudkan kepuasan wisatawan berarti
pengelolaan geowisata dapat memberikan kepuasan
lahir dan batin bagi wisatawan yang
mengunjunginya. Kepuasan wisatawan dapat
diperoleh dengan tata kelola wisata yang bagus,
107
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

setidaknya mampu menyajikan daya tarik wisata


yang indah, unik dan asli; mampu memberikan
jaminan terhadap keamanan dan keselamatan bagi
wisatawan; serta didukung pelayanan yang prima
(Hermawan, 2017).

108
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

BAB V

OPERASIONAL GEOWISATA

A. Tata Kelola Geopark


Sebelumnya penulis menekankan bahwa wilayah
yang menjadi daerah tujan geowisata tidak harus
menjadi sebuah geopark. Cukuplah bahwa suatu wiyah
memiliki keindahan, keaslian, keunikan berupa bentang
alam geologi yang bernilai untuk dikunjungi sebagai
daerah tujuan wisata. Akan tetapi lebih bagus pula jika
suatu kawasan geowisata tersebut merupakan sebuah
kawasan geopark. Karena, sebuah geopark yang resmi
tentu sudah melewati tahap-tahap asesment, atau
penilaian dengan standarisasi ketat dari berbagai
organisasi yang berwenang.
Menurut konsep Eroupean Geopark Network
(EGN), geopark didifinisikan sebagai kawasan dengan
batas yang didefinisikan secara baik yang terdiri dari
wilayah luas yang memungkinkan pembangunan lokal

109
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

berkelanjutan, pada aspek ekonomi, sosial, budaya dan


lingkungan.
Sedangkan UNESCO (2006) medefinisikan
geopark sebagai wilayah kawasan lindung berskala
nasional yang mengandung sejumlah situs warisan
geologi penting, yang memiliki daya tarik keindahan dan
kelangkaan tertentu, yang dapat dikembangkan sebagai
bagian dari konsep integrasi konservasi, pendidikan dan
pengembangan ekonomi lokal.
Dari beberapa konsep diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa konsep geopark merupakan konsep
penataan kawasan ruang lindung, serta sebuah
merupakan kesempatan untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan.
Kunci penting dalam pembagunan geoparka adalah
pengembangan ekonomi lokal dan perlindungan
lingkungan alam.
Geopark dalam kegiatan geowisata juga dapat
dijadikan sebagai wahana dalam penyampaian
pengetahuan geologi kepada masyarakat dan wisatawan.
kunci penting dalam manajemen geopark adalah
kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan yang

110
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

menjadi warisan geologi, hingga tercapai geokonservasi


berbasis pada kearifan lokal.
Oleh karena itu, selain upaya konservasi secara
langsung. Pendidikan juga merupakan elemen penting
yang harus terdapat dalam pengelolaan geopark.
Tujuan geopark adalah untuk mengeksplorasi, menge
mbangkan, dan merayakan hubungan antara warisan ge
ologi, dan semua aspek kawasan lindung, budaya, dan
warisan tak berwujud.
Oleh karena itu, dalam geopark tidak hanya
terdapat warisan geologi, melainkan juga warisan
budaya arkeologi , dan biodiversiti (Setyadi, 2012).

Untuk dapat bergabung dalam wadah Global


Geopark Nerwork (GGN), UNESCO menetapkan
beberpa kriteria yang sebelumnya harus dipenuhi.

Namun jika geopark tidak memenuhi semua


kriteria yang ditatapkan untuk menjadi GGN, akan
direkomendasikan lagi oleh GGN, beberapa langkah
perlu diklakukan untuk memastikan bahwa kriteria
standar GGN tetap ditaati (UNESCO).

111
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Taman Nasional Ciletuh Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, sumber :


https://www.voaindonesia.com, diakses 21 November 2017

Kriteria Geopark yang ditetapkan GGN meliputi :


(1) Luas kawasan cukup untuk menampung kegiatan
geopark; (2) Pembentukan manajemen dan pelibatan
masyarakat lokal dalam tata kelola; (3) Pengembangan
ekonomi lokal; (4) Pendidikan untuk masyarakat umum,
konservasi dan perlindungan (5) Geopark tersebut harus
dalam jaringan global geopark atau jaringan regional.

Guidelines and Criteria for National Geoparks Se


eking UNESCO’s Assistance to Join the Global Geopar
-ks Network, menyebutkan beberapa kriteria geopark
sebagai berikut :

112
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

1. Ukuran dan Parameter Daerah


Ukuran dan parameter daerah yang akan menja-
di kawasan geopark harus memiliki batas yang
jelas dan luas permukaan yang cukup besar untu
k dapat mencakup aktivitas pengembangan budaya
dan ekonomi lokal.
Selain itu juga harus terdapat sejumlah situs
warisan geologi yang penting dan Berskala intern
asional, yang langka dan memiliki nilai ilmiah,
serta keindahan.
Selain bersifat geoheritage, unsur non‐
geologi atau warisan lainnya juga terintegrasi
sebagai bagian dari geopark contohnya kearifan
tata budaya masyarakat lokal sekitar.

113
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Air Terjun sebagai Salah Satu Keragaman Kekayaan Kawasan


Geopark Ciletuh sumber : https://www.voaindonesia.com, diakses 21
November 2017

Contohnya kawasan wisata taman alam batuan tua


Ciletuh di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
mendapatkan sertifikat sebagai Geopark Nasional
dari Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO
dan Kementerian ESDM pada tahun 2015 lalu
karena telah memenuhi sejumlah persyaratan untuk
sebuah taman bumi atau geopark.
Kawasan seluas 120 ribu hektar ini memenuhi
persyaratan sebagai geopark, karena memiliki
keragaman fenomena geologi, memiliki keragaman
biologi, dan memiliki keragaman budaya
(www.voaindonesia.com).

114
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Ciletuh memiliki potensi daya tarik wisata yang


sangat sangat komplit. Wisatawan disuguhkan
berbagai daya tarik seperti : hamparan
pemandangan sangat menakjubkan, mulai dari air
terjun (curug), batuan purba, sungai, sawah dan
gugusan pegunungan dan luasnya lautan.

2. Manajemen Pengelolaan
Prasyarat untuk setiap usulan geopark adalah
adanya pembentukan badan manajemen dan sebuah
rencana pembangunan yang komprehensif.
Pendekatan manajemen umumnya dalam bentuk
komite koordinasi yang bertindak untuk mempe
rtemukan para pemangku kepentingan utama
yang bertanggung jawab untuk pengemban
gan sektor masing
masing, bekerja sebagai sebuah tim dengan cara
yang lebih terintegrasi.
Salah satu faktor kunci keberhasilan dalam inisiati
f
untuk membuat geopark adalah keterlibatan
pemerintah lokal dan masyarakat dengan

115
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

komitmen dukungan yang kuat dari pemerintah


pusat.

3. Pengembangan Ekonomi
Salah satu tujuan strategis utama dari pembentuka
n
geopark adalah untuk merangsang kegiatan ekono
-
mi dan mempromosikan pembangunan berkelajuta
Seperti halnya tujuan pariwisata yang selalu
digadang-gadang menjadi pilar pembangunan
ekonomi nasional.
Untuk alasan ini, geopark akan menstimulasi,
antara lain: penciptaan suatu kegiatan usaha lo
kal yang inovatif, pusat bisnis skala kecil, industri
rumahan dan kursus pelatihan yang berkualitas
dan pembukaan lapangan pekerjaan baru untuk me
ndukung pembangunan sosial dan
ekonomi lokal, kususnya melalui pengelolaan
geowisata.
Mencontoh pengelolaan Geopark Gunung Api
Purba di Geowisata Nganggeran, 100 persen

116
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

pengelola adalah masyarakat lokal sendiri. Hal ini


ditujukan untuk mengoptimalkan manfaat
pengelolaan geopark untuk pengembangan
ekonomi lokal. Terbukti pengelolaan Gunung Api
Purba Nganggeran mampu memicu pertumbuhan
ekonomi desa yang cukup signifikan (Hermawan,
2016).
4. Aspek Pendidikan
Geowisata merupakan salah satu motif wisata
berbasis edukasi seperti yang pernah diungkapkan
Cohen (2008), bahwa pendidikan dan pariwisata
merupakan dua hal yang berbeda, tetapi keduanya
dapat saling bersinergi dan saling melengkapi.
Proses pendidikan yang dilaksanakan dalam
aktivitas wisata merupakan metode pembelajaran
yang aktif dan kreatif, serta merupakan alternatif
metode belajar yang efektif.
Pengelolaan geopark menjadi goewisata yang
bernilai edukasi serta dapat menjadi sarana
menumbuhkan rasa kebanggaan dan kecintaan
terhadap kakayaan alam dan bangsa.

117
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Dalam pengemasan wisata yang bermuatan


edukasi, memperoleh pendidikan dan
pembelajaran merupakan hal utama yang harus
ditawarkan pengelola kepada wisatawan sebagai
nilai jual.
Geopark harus menyediakan dan mendukung peral
atan dan kegiatan untuk pengembangan ilmu peng
-etahuan, terutama pengetahuan geo-
science dan ko-
nsep perlindungan lingkungan kepada publik.
Beberapa infrastruktur dasar, seperti pusat inform
asi, museum sejarah dan pengetahuan alam, dan
pengembangan rute geotrack untuk kepentingan
studi lapangan sangat penting untuk mendukung
pendidikan publik.
5. Apek Konservasi dan Perlindungan
Selain sebagai kawasan lindung, geopark adalah
sarana pembangunan sosio-ekonomi lokal.
Otoritas pengelola kawasan geopark bertanggung
jawab untuk memastikan bahwa perlindungan dari
warisan geologi dilaksanakan sesuai dengan nilai‐

118
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

nilai tradisi lokal dan sesuai dengan ketentuan per


aturan yang berlaku.
Pencagaran fenomena geologi yang unik dan
bernilai historis sangat diperlukan dalam
pengelolaan geowisata atau geopark. Sebab bentuk
alamiah seperti apapun sangat mudah rusak jika
tidak dilakukan perawatan dan pencagaran dengan
baik dan benar. Seperti disebutkan dalam kriteria
daya tarik wisata alam pada bab sebelumnya bahwa
daya tarik wisata alam memiliki karakteristik yang
mudah rusak dan tidak tergantikan, maka
pengelolaan untuk kegiatan pariwisata hendaknya
dilakukan secara hati-hati.
Pola pengembangan pariwisata yang cocok untuk
diterapkan adalah pola pengembangan yang
berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup
saat ini tanpa merusak atau menurunkan
kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya (World Commission on
Environmenoutal and Development, 1987).

119
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Piagam pariwisata berkelanjutan juga telah


menekankan, bahwa pariwisata harus didasarkan
pada kriteria yang berkelanjutan yang intinya
adalah pembangunan harus didukung secara
ekologis dalam jangka panjang dan sekaligus layak
secara ekonomi, adil secara etika dan sosial
terhadap masyarakat lokal (Arida, 2006).
Konsep pariwisata berkelanjutan yaitu :
a. Kegiatan kepariwisataan tersebut dapat
memberikan manfaat ekonomi terhadap
masyarakat setempat
b. Kegiatan kepariwisataan tersebut tidak
merusak lingkungan
c. Kegiatan kepariwisataan tersebut
bertanggung-jawab secara sosial
d. Kegiatan kepariwisataan tersebut tidak
bertentangan dengan budaya setempat.
Dahuri dkk., (1996) menyebutkan bahwa secara
ekologis terdapat tiga persyaratan yang dapat
menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan,
yaitu: (i) keharmonisan spasial; (ii) kapasitas
asimilasi; dan (iii) pemanfaatan berkelanjutan

120
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Keharmonisan spasial (spatial suitability)


mensyaratkan, bahwa dalam suatu wilayah
pembangunan memiliki tiga zona, yaitu zona
preservasi, konservasi dan pemanfaatan
(utlilization), wilayah pembangunan hendaknya
tidak seluruhnya diperuntukkan bagi zona
pemanfaatan, tetapi juga dialokasikan untuk zona
preservasi dan konservasi. Pembangunan fasilitas
pendukung pariwisata sebaiknya dilakukan di luar
zona inti pencagaran, dan dilakukan secara minimal
agar tidak memngganggu keserasianya dengan
lingkungan, mencegah kerusakan alam, polusi
lingkungan dan pemandangan hingga hal-hal yang
berpotensi mengganggu lainya (Hary Hermawan,
2017).
Kapasitas asimilasi, adalah tinjauan mengenai
sejauh mana alam mampu menerima aktifitas
pembangunan tanpa menimbulkan dampak
kerusakan, atau tercemar.
Sedangkan pemanfaat berkelanjutan adalah,
pemanfaat dengan model kelola yang bijaksana.
Yaitu dikelola secara optimal, bukan maksimal.

121
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Optimal berarti mengambil dan memakai sumber


daya alam secara hati-hati, bijak, dan proporsional.
Beragamnya kondisi geologi Indonesia
menyebabkan banyak ditemukannya potensi
kandungan mineral-mineral berharga yang dapat
memancing oknum tidak bertanggung jawab untuk
mengambil dan merusak lingkungan disekitarnya
dengan melakukan penambangan liar.
6. Kerjasama Jaringan Global
Sebagai anggota GGN, geopark memiliki
keuntungan untuk menjadi bagian dari jaringan
global yang menyediakan platform cooperation dan
mekanisme tukar-menukar ahli dan praktisi bidang
geologi.
Di bawah payung UNESCO, situs geologi lokal
dan nasional dapat memperoleh pengakuan di
seluruh dunia dan mendapatkan keuntungan melal
ui aktivitas pertukaran pengetahuan dan keahlian
antara anggota Global Geoparks Network (GGN)
(UNESCO, 2006).

122
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

B. Aplikasi Geologi untuk Kegiatan Wisata


Data geologi yang sebelumnya sudah direkam
lengkap bersama keterangan-keterangan pendukungnya
dapat digunakan sebagai bahan untuk merencanakan
berbagai aktifitas wisata yang dapat dijadikan atraksi/
daya tarik.
Dalam peta geologi, termuat informasi mengenai
topografi dan informasi tentang berbagai macam
rekayasa budaya juga dapat dijadikan suatu interest
tersendiri. Contohnya, wisatawan dapat mempelajari
proses budaya dan teknologi pemanfaatan air bawah
tanah pegunungan karst di Kabupaten Gunung Kidul
D.I.Yogyakarta sebagai wawasan baru. Berbagai macam
rekayasa budaya ini wajib diinformasikan secara detail
oleh pemandu atau interpreter geowisata agar suatu
fenomena menjadi narasi yang mudah dipahami.

123
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Bergai bentang alam atau lansekap yang unik, juga


dapat di jadikan point of interest, ketertarikan khusus
bagi wisatawan. Contonya pemandangan alam berupa
stalagnit gua yang indah. Atau dapat juga daya tarik
berupa hubungan timbal balik dalam ekosistem,
hubungan karakter alam dengan budaya manusia dan
lain sebagainya.
Dalam kontek sosiologi, ritual inversi atau
kecenderungan seseorang orang untuk mencari hal-hal
yang berbeda dari lingkungan asalnya merupakan
motivasi untuk berwisata (I. G. Pitana & Putu, 2009).
Keunikan di tempat lain, serta kelangkaan destinasi
itulah yang justru disenangi wisatawan. Oleh karena itu
sangat penting untuk menonjolkan sisi-sisi eksotisme
alam geologi kemudian mengemasnya menjadi daya
tarik yang bernilai tinggi, yang sekaligus berfungsi
sebagai pembeda dari destinasi wisata lain
(diversifikasi), juga merupakan nilai keunggulan (value
of selling).

124
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Keunikan Idol Rock sebagai Daya Tarik Wisata di Brimham Moor, North
Yorkshire, England, sumber : http://www.today.az, diakses 21 November
2017

Salah satu bentuk point of interest adalah Idol Rock


sebagai Daya Tarik Wisata di Brimham Moor, North
Yorkshire, England. Idol rock memiliki keunikan yang
sangat mencolok dibandingkan dengan batuan alam lain
dilokasi. Keunikan tersebut terletak pada tingkat
keseimbangan Idol Rock yang mampu berdiri secara
natural dengan ditopang batu yang jauh lebih kecil
secara natural. Tentu keunikan diatas mampu menjadi
icon utama di kawasan geopark Brimham Moor.
Pengemasan-pengemasan fenomena geologi
menjadi daya tarik seperti diatas dapat terjadi jika
125
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

pengelola betul betul menginventarisir potensi


geologinya. Menonjolkan sisi eksotismenya. Dengan
terlebih dahulu membuat peta geologi yang mudah
dipahami untuk digunakan dalam interprestasi lapangan
yang akan membantu pemandu atau interpreter-
intepreter dalam memberikan jasa pemanduan dan
interprestasi.
Sebagai tembahan pengetahuan bahwa saat ini
seluruh wisayah indonesia telah dipetakan secara
geologi bersistem dengan skala 1:100.000 di Jawa dan
skala 1:250.000 di luar Jawa (Ahman Sya, 2012). Tidak
menutup kemungkinan pemanfaat GPS melalui smart
phone sebagai alat bantu pengenalan kawasan.

126
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

C. Pemanfaatan Peta Lapangan


Membaca peta lapangan khususnya peta geologi
tidaklah terlalu susah, sebab semua keterangan
pelengkapnya sudah terlampir. Tetapi sedikit
merepotkan juga untuk yang tidak terbiasa. Adapun
yang perlu dibaca dalam peta adalah judul peta, skala
(baik skala banding maupun skala garis). Semuanya
perlu untuk interprestasi peta lapangan, terutama dalam
kegiatan geowisata.
Skala digunakan untuk mengetahui luas suatu area
dan juga jarak lintasan antar point of interest dalam
kegiatan geowisata. Jarak yang telah diketahui juga
dapat dimanfaatkan untuk menghitung dan
memperkirakan waktu perjalanan wisata. Setelah waktu
diketahui, dapat juga wisatawan memutuskan memilih
moda transportasi seperti apa yang akan digunakan,
apakah berjalan kaki, menaiki motor dan sebagainya.
Sementara itu, data topografi berupa garis kontur
yang melengkung dan berliku-liku sesuai dengan
permukaan medan, dapat digunakan dalam perhitungan
lintasan jalur wisata, apakah cukup menantang, apakah

127
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

akan ada pemandangan indah dari puncak bukit, apakah


lintasan aman dan pertimbangan-pertimbangan lainya.
Data topografi, pada akhirnya juga dapat digunkan untuk
menentukan pengemasan wisata dan perjalanan.
Data peta berupa sebaran batuan juga mampu
menjadi bahan untuk interprestasi lapangan. Daerah
mana yang memiliki sebaran batuan unik, daerah mana
yang memiliki sebaran batuan indah dan lain
sebagainya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
penggunaan peta dalam kegiatan geowisata sangat
penting. Dengan peta segala kemasan wisata dapat
disusun dengan cermat dan harapanya adalah terciptanya
geowisata yang menarik serta menantang, yang mampu
menghasilkan pengalaman tak terlupakan bagi
wisatawan serta bertambahnya pengetahuan.

128
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

D. Gajala Alam dan Geowisata


Gejala alam tidak biasa, terkadang mengganggu
aktifitas manusia yang kadang disebut sebagai bencana.
Akan tetapi dalam ilmu alam (geologi), fenomena alam
bukan disebut sebagai bencana. Lebih ditegaskan
bahwa, tidak ada suatu gejala alam apapun yang
menimbulkan bencana. Justru manusialah yang kadang
kurang mengenal alam yang mereka tingali. Timbulnya
bencana umumnya disebebkan oleh rekayasa manusia
yang tidak mengacu daya dukung lingkungan. Seperti
banjir di pemukiman di bantaran sungai, sesungguhnya
itu bukan bencana, melainkan memang itu hak sungai
untuk melewatinya, karena zona pasang surut yang
sebetulnya merupakan bagian dari sungan telah berubah
fungsi sebagai pemukiman penduduk.
Aliran sungai mengikis tebing sehingga menjadi
longsor; air laut pasang menyebabkan abrasi dan lain
sebagainya; permukaan dasar sungai menyebabkan
aanya arus lebih deras; gunung meletus. Masih banyak
lagi fenomena-fenomena alam lainya yang tidak dapat
dijelaskan satu persatu dalam buku ini.
129
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Dalam kegiaan wisata alam, jalur wisata seringkali


melintasi pada daerah yang memiliki bayangan gejala
alam seperti diatas yang kadang menyebabkan
wisatawan cemas. Tetapi hal ini dapat diredam jika
wisatawan dipandu oleh pemandu wisata atau
interpreter-interpreter wisata alam yang telah
berpengalaman.
Dengan pemandu yang preofesional, justru gejala
alam menantang yang hanya terjadi pada periode
tertentu ini dapat dijadikan suatu atraksi tersendiri dalam
peket wisata minat khusus. Contohnya adalah wisata ke
anak gunung Krakatau, salah satu gunung api yang
masih sangat aktif di Indonesia.

Trip Gunung Krakatau, sumber : http://www.funtripstour.com, diakses 21


November 2017

130
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Trip gunung Krakatau yang ditawarkan sangat cocok


untuk wisatawan yang memiliki jiwa petualang tinggi
dan menyukai kegiatan-kegiatan yang menantang.
Selain dapat memenuhi rasa petualang, open trip
Krakatau juga akan memberikan pengalaman baru bagi
wiatawan yang belum pernah menginjakkan kaki di
kepulauan Krakatau yang merupakan gunung bersejarah
karena pernah meletus hebat pada tahun 1883 dan
menggemparkan seluruh bumi.
Gejala alam dapat dikembangkan menjadi daya
tarik wisata asal diketahui dan dikendalikan karakteristik
alamiahnya. Peningkatan daya dukung lingkungan juga
dapat dilakukan dengan merekayasa sedikit tata alam
menjadi lebih baik, disamping juga harus membina
penduduk lokal sekitar untuk menciptakan ekologi
binaan yang lebih baik. Ekologi binaan tidak mustahil
lama kelamaan menjadi ekologi alamiah yang mantab
dan cukup memadai untuk wisata ekologi (Ahman Sya,
2012).

131
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

E. Local Based - Safety Management


Penelitian mengenai pengelolaan pariwisata dan
destinasi telah banyak membuktikan bahwa jaminan
keselamatan merupakan faktor yang menjadi
pertimbangan wisatawan dalam memilih destinasi
wisata yang akan dikunjungi (Pizam dan Mansfeld,
1996) dan (Chiang, 2000). Oleh karena itu, upaya
peningkatan keselamatan dianggap sebagai upaya yang
sangat tepat dalam menjamin kepuasan wisatawan
terhadap destinasi wisata, disamping memberikan
perlindungan terhadap risiko dan kecelakaan berwisata
merupakan kewajiban pengelola (Suharto, 2016).
Meskipun keselamatan tidak berpengaruh langsung
terhadap loyalitas kunjungan wisatawan di destinasi,
tetapi jaminan keselamatan merupakan tanggung jawab
yang harus terus diwujudkan pengelola destinasi wisata.
Seperti diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Kemudian dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.

132
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Kedua undang-undang diatas jika diterjemahkan


lebih jauh bermakna bahwa "Operator geowisata selaku
penyedia jasa wisata memiliki kewajiban dalam
mengupayakan keselamatan dan keamanan wisatawan
selama berwisata di destinasi.”
Pengelolaan keselamatan wisata akan selalu terkait
dengan upaya-upaya meminalkan risiko dan
kecelakaan.
Risiko didefinisikan sebagai sumber-sumber yang
mengandung unsur perusak yang potensial bagi
wisatawan, operator atau destinasi, dan komunitas.
Elemen-elemen risiko dilihat dari siapa atau apa yang
terkena dampak, atau apa yang mengalami kerugian dari
setiap keadaan yang mengandung bahaya. Elemen-
elemen tersebut termasuk : manusia, lingkungan,
fasilitas, infrastruktur, sarana umum, dan ekonomi
(AICST, 2006). Risiko secara umum adalah segala
sesuatu yang dapat terjadi pada diri manusia yang tidak
diharapkan muncul. Semua kegiatan manusia pada
dasarnya akan memiliki risiko meskipun kegiatan
tersebut bertujuan untuk mencapai kesenangan saja
(Yudistira & Susanto, 2012).

133
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Sedangkan kecelakaan didefinisikan sebagai


kejadian yang tidak diinginkan, yang dapat
menimbulkan cidera, kematian, kerugian, dan
kerusakan pada property. Kecelakaan dapat terjadi
karena kondisi simultan dari faktor manusia, faktor
lingkungan, dan faktor alam sendiri (AICST, 2006).
Mengaaptasi anjuran Guidelines for safe
recreational water (2003), pencegahan resiko
kecelakaan dapat dilakukan dengan peningkatan
keselamatan. Peningkatan keselamatan tersebut dapat
diintervensi dengan 5 pendekatan yaitu : 1. Pekerjaan/
perekayasaan (engineering); 2.Memperkuat
(enforment); 3. Pendidikan (education); 4. Tindakan
untuk memberanikan (encouragement); dan 5.
Kesiapan bahaya (emergency preparadness).
Pengelola destinasi wisata yang mengandung risiko
tinggi wajib memperhatikan keselamatan pengunjung
dengan perencanaan dan pengendalian risiko, seperti
diamanahkan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No 10 Tahun, 2009 Pasal 26.
Pada praktiknya, aplikasi pengembangan desain
keselamatan dan safety management tidak harus standar

134
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

sesuai yang termuat dalam Guidelines for safe


recreational water (2003). Unsur lokalitas, dimana
manajemen keselamatan itu dibangun juga harus
dipertimbangkan. Terkadang pengelola terjebak untuk
menerapkan simbol-simbol yang rumit, kaku, dan baku.
Padahal alternatif engembangan keselamatan dengan
desain lokal yang dibuat unik dengan corak budaya
terbukti dalam penelitian lebih efektif daripada desain
keselamatan yang hanya dibuat standar (Wibowo, 2015).
Oleh karena itu, tepat jika upaya keselamatan yang
dikembangkan mengacu pada nilai budaya beserta
kearifan lokal yang ada. Dengan keselamatan
hendaknya dibuat unik, menarik, agar menimbulkan
atensi untuk berbagai tujuan.
Adaptasi teori manajemen keselamatan ala
Guidelines for safe recreational water telah dilakukan
oleh pengelola Geopark Gunung Api Purba, Geowisata
Nglanggeran. Upayakan keselamatan wisata berbasis
lokalitas di Gunung Api Purba Nglanggeran sebagai
berikut :

135
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

1. Pembangunan (enginering)
Pembangunan keselamatan dengan penambahan
penambahan pagar untuk pegangan pengunjung;
perbaikan jalur tracking dan tangga pendakian yang
berkarakter alam lokal; penambahan rambu
penunjuk; rambu keamanan seperti batas aman
pijakan di tebing; penanda arah jalur; penanda jalur
evakuasi dan seterusnya yang semuanya dibuat
dengan bahan dan desain bercorak lokal.

Pembangunan Tangga Pendakian dengan Desain Lokal, sumber :


www.gunungapipurba.com, 18 April 2017.

136
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

2. Memperkuat (Enforment)
Upaya enforment dilakukan dengan penambahan
talut di beberapa area yang bentang alamnya miring
untuk mencegah bahaya longsor. Upaya penguatan
juga bertujuan untuk memperkuat kondisi
lingkungan alam dan menambah daya dukung
kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran.
3. Pendidikan (Education)
Wisatawan cenderung merasa nyaman jika
mengenal karakter lingkungan di destinasi wisata
yang dikunjungi (Ross, 1998), oleh karena itu
penngenalan lingkungan di kawasan wisata sangat
perlu.
Simbol-simbol dan papan peringatan yang telah
dibuat pengelola ditujukan untuk memberi edukasi
diantaranya : penyediaan rambu petunjuk, papan
informasi, peringatan, papan larangan, dan
sebagainya yang dibuat berbasis lokalitas. Prinsip
CBT yang menekankan lokalitas sebagai acuan
dalam membangun segala unsur produk wisatanya

137
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Trend desain papan keselamatan dengan desain local

4. Tindakan untuk Memberanikan


(Encouragement).
Tindakan untuk memberanikan (encouragement) di
Gunung Api Purba Nglanggeran
diimplementasikan dalam bentuk fasilitas
keselamatan yang mampu membuat wisatawan
merasa aman dan nyaman melakukan pendakian,
contohnya pembuatan peta sebagai orientasi atau
pengenalan karakter alam sekitar.

138
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Tindakan encouragement dengan peta destinasi

Informasi mengenai kondisi alam yang menjadi


daya tarik wisata wajib diinformasikan kepada
wisatawan. Oleh karena itu media informasi wajib
disediakan tuan rumah wisata (ASEAN Community
Based Tourism Standart, 2016).
5. Kesiapan Bahaya (emergency preparadness)
Pengelola selalu siap siaga jika terjadi kondisi
darurat dengan standar prosedur penanganan
kecelakaan meliputi : 1) Naik melawati jalur
evakuasi membawa korban cidera dengan drakbar
untuk di bawa ke posko; 2) Memberikan
pertolongan pertama oksigen dan obat-obatan yang
diperlukan; 3) Penanganan lebih lanjut ke

139
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

puskesmas jika diperlukan (Mursidi, wawancara 28


Desember 2016).
Kesiapan menghadapi risiko dan penanggulangan
bahaya kecelakaan dilakukan dengan bekerjasama
dengan Badan Sars Nasional (BASARNAS) secara
periodik (Mursidi, wawancara 28 Desember 2016).
Tindakan kesiapan bahaya seperti diatas tidak
setiap saat dapat diamati wisatawan. Sedangkan
kesiapan bahaya (emergency preparadness) yang
langsung dapat diamati (observable). Tindakan
kesiapan bahaya diamati dan diukur wisatawan
misalnya “Ada tidaknya pengelola yang terlihat
siap-siaga di destinasi wisata untuk menjamin
keselamatan wisatawan.”
Kesiapan bahaya yang bersifat terlihat atau
observable mampu membuat wisatawan merasa
aman dan tenteram dalam berwisata. Sedangkan
kesiapan non observable, secara teknis
memungkinkan untuk kecepatan dan ketepatan
dalam penanganan darurat.

140
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

F. Interpreter dalam Pengelolaan Geowisata

Wisatawan berkualitas tentu menuntut akan


perolehan manfaat yang didapat berupa pengalaman
berrkualitas serta wawasan baru yang selama berwisata.
Oleh karena itu, dalam geowisata dituntut adanya
pelayanan yang prima, yaitu pelayanan mampu
memenuhi harapan wisatawan akan perolehan
pengalaman berharga dan informasi/edukasi terkait
destinasi alam yang dikunjunginya.

Salah satu langkah yang dapat diwujudkan


pengelola geowisata dalam mewujudkan pelayanan
prima kepada wisatawan dengan cara mamenyediakan
interpreter-interpreter atau pemandu wisata khusus yang
berkualitas. Trecking, atau pendakian gunung yang
dilakukan wisatawan tentu akan terasa biasa saja tanpa
adanya seorang intrepreter yang akan menjelaskan
mengenai kenapa, dan bagaimana batuan atau fenomena
alam dalam volcano trekking terjadi, tentunya dengan
interpretasi ilmiah sehingga dapat menjadi tambahan
ilmu bagi wisatawan.

141
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Ada beberapa point yang perlu diperhatikan dalam


inteprestasi atau memandu wisatawan, diantaranya
(Dirgantara, 2012) :

1. Pemilikan informasi faktual yang memadai, hasil


penelitian ataupun dari sumber tertulis, maupun
dari sumber yang tidak dibukukan, seperti
kepercayaan yang tumbuh dalam masyarakat,
persepsi masyarakat tentang sesuatu, serta
informasi teknis tentang objek.
2. Kemampuan untuk mengungkap kebenaran melalui
informasi yang dimiliki.
3. Pemanfaatan informasi untuk menunjukkan
keterkaitan antara objek yang sedang diinterpretasi
dengan para wisatawan. Keterkaitan ini berbeda
untuk kelompok wisatawan yang berbeda, misalnya
antara anak-anak dengan manusia dewasa, atau
antara wisatawan Jepang dengan wisatawan Eropa
atau domestik. Mengkaitkan sesuatu yang
ditafsirkan dengan keseharian kelompok
wisatawannya
4. Kemampuan untuk membujuk agar wisatawan
menjadi tertarik, melalui keterampilan dan media
142
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

komunikasi untuk menarik perhatian. Interpreter


harus memiliki pemahaman tentang ketertarikan
(interest) wisatawan.
5. Menyampaikan penafsiran secara utuh, tidak
memberikan kesan bahwa kita hanya sekedar tahu
tetapi paham betul tentang apa yang sedang
ditafsirkan.

Beberapa pedoman bagi seorang interpreter


geowisata diantaranya :

1. Ikutilah perkembangan berita terkini baik berita


lokal maupun global, termasuk berita-berita isu
lingkungan.
2. Bawalah selalu peralatan interpreteran seperti buku
catatan lapangan, buku referensi, P3K dan lain-lain.
3. Berilah motivasi pada wisatawan tentang
pentingnya isu-isu lingkungan, baik secara lokal
maupun global, dengan demikian kunjungan ke
tempat wisata alam (eco-site) menjadi batu loncatan
terhadap upaya konservasi dan berpikir rasional
dalam memanfaatkan sumber daya alam, baik di
dalam maupun di luar.

143
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

4. Membantu memantau dampak-dampak terhadap


lingkungan, termasuk kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan wisata.
5. Meningkatkan teknik interpreter dan pengetahuan
umum. Sebagai contoh, setiap bulan memberikan
laporan resmi pada organisasinya masing-masing
berkaitan dengan perkembangan subyek di
lapangan.
6. Jangan ragu-ragu untuk menengahi atau memberi
tahu dengan sopan dan baik apabila terlihat
wisatawan melakukan interaksi dengan alam/ objek
yang bersifat merusak/ mengganggu untuk
mencegah dampak yang lebih besar.
7. Belajarlah untuk berkata “saya tidak tahu” . Hal
yang lebih penting adalah bukan hanya seberapa
banyak yang diketahui, tetapi seberapa baiknya
interpreter menyampaikan informasi pada
wisatawan.
8. Jangan terlalu muluk berjanji pada wisatawan.
Sebagai contoh, hari ini kita bisa melihat lumba-
lumba, atau kita akan melihat penyu, atau satwa lain

144
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

di habitatnya, karena fenomena alam itu tidak


passti.
9. Pakailah perasaan dan berbuatlah jujur.
10. Interpreter adalah pemimpin dan model panutan.
Sebagai contoh, jika interpreter tidak membuang
sampah sembarangan, mungkin wisatawan pun
akan menirunya dan mencoba menghargai alam.
11. Berilah pujian atau penghargaan dengan tulus
daripada hanya berkata basa-basi.

Hal-hal yang dapat diinterpretasikan oleh


interpreter saat sedang menjalankan tour edukasi di
destinasi geowisata :

1. Menjelaskan suasana , bentang alam dan lokasi


yang dijadikan destinasi geowisata, beserta proses
terbentuknya bentang alam, unsur-unsur
pembentunya atau manfaatnya bagi kehidupan dan
lain sebagainya.
2. Ekosistem alam, hewan tumbuhan dan sebagainya
(fungsi, peran, ancaman terhadap habitat dan
populasinya).

145
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

3. Menumbuhkan rasa empati wisatwan, misalnya jika


manusia berada dalam kondisi atau situasi ancaman
dan kehancuran seperti pada adanya bencana di
taman geologi yang sedang dikunjungi.
4. Mengajukan pertanyaan yang bersifat memancing
wisatawan, contohnya : “Bagaimana sikap kita
dalam melestarikan warisan geologi ini?”

Tingkatan penyampaian pesan kepada wisatawan


juga perlu menjadi perhatian seorang intepreter, tingkat
penyampaian pesan meliputi :

1. Tingkat pendekatan, lakukan aktivitas untuk


menarik perhatian wisatawan, salah satunya adalah
dengan perkenalan, diskusi, atau permainan.
2. Tingkat pengalaman, ajaklah wisatawan untuk
merasakan ke lima indera perasa. Contohnya adalah
mempersilahkan wisatawan untuk mengamati dan
menikmati keindahan batuan gunung berapi.
3. Tingkat menemukan dan tertarik, pengujung sadar
akan sesuatu. Salah satu caranya adalah bertanya
pada mereka.

146
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

4. Tingkat Interpretasi, seorang interpreter harus


menjawab pertanyaan dengan ilmu pengetahuan
dan informasi yang ada. Interpreter memberikan
pengalaman yang berkesan kepada wisatawan,
sehingga pengalaman itu tertanam dalam pikiran
wisatawan.
5. Tingkat Pengembangan, bila setelah program
wisatawan merubah pola hidupnya, maka itu berarti
seorang interpreter telah melakukan interpretasi
dengan hebat. “Mereka memahami bahwa batuan
dan harus dilindungi dan dilestarikan, mengingat
besar fungsi dan manfaatnya bagi kehidupan’’.

Kesimpulan dapat diambil bahwa : “Interpreter


wisata memiliki peran yang sangat vital bagi kepuasan
dan pengalaman berkunjung wisatawan, menjaga
keselamatan wisatawan dari faktor risiko alam dan
kecelakaan, serta berkewajiban dalam menumbuhkan
kesadaran wisatawan dalam menjaga keberlanjutan
lingkungan alam.”

147
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

BAB VI

MENGELOLA DAMPAK PARIWSATA

Pariwisata telah lama disebut-sebut sebagai industri atau


kegiatan ekonomi yang paling strategis. Bahkan pariwisata
disebut sebagai industri non timbal. Pariwisata juga
digambarkan sebagai industri dengan sumber daya yang tidak
pernah habis dipakai. Pernyataan diatas tentu tidak selamanya
benar, memang pariwisata tidak mengekploitasi alamnya
dengan cara mengambil, memetik, atau menambang. Akan
tetapi, yang perlu dicermati bahwa setiap kegiatan pasti
memunculkan potensi dampak. Tidak terkecuali dengan
pariwisata.
Pengelolaan geowisata sebenarnya ditujukan untuk
pemanfaatan sumber daya lokal seoptimal mungkin, baik
sumber daya potensi alam : geologi, tata ekologi lingkungan,
maupun ekonomi dan sosial budaya masyarakatnya. Segala
bentuk pengembangan tujuan akhirnya berupa peningkatan
manfaat yaitu : peningkatan kesejahteraan sosial, ekonomi

148
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

masyarakat sekitar, budaya maupun juga peningkatan


kualitas lingkungan. Akan tetapi, tidak jarang dari kegiatan
pariwisata yang dilakukan jutru menimbulkan berbagai
masalah yang muncul.
Kajian sosiologi menunjukan bahwa semakin lama
wisatawan tinggal akan semakin besar pula dampak yang
ditimbulkan bagi lingkungan dan kehidupan masyarakatnya
lokalnya, baik terhadap ekonomi maupun sistem sosial-
budayanya. Begitu pula dengan jumlah, semakin banyak
wisatawan yang berkunjung akan semakin besar pula potensi
dampak negatif yang muncul. Karena alasan inilah,
paradigma pariwisata masal mulai banyak ditinggalkan oleh
para pelaku wisata.
Selain lama tinggal, dalam konteks sosiologi pariwisata,
berarti semakin sering dan lama peluang terjadi kontak/
interaksi antara tuan rumah pariwisata dan wisatawan, juga
akan meningkatkan potensi dampak pariwisata yang muncul
(Hermawan, 2016). Sedangkan, potensi dampak pariwisata
sendiri dapat berupa dampak positif maupun dampak negatif
(Bull, 1995).
Adanya berbagai manfaat dan juga tantangan
memberikan gambaran bahwa pengembangan pariwisata

149
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

bagaikan mengelola api, dimana pengelola dapat


memanfaatkanya untuk kemaslahatan masyarakat namun di
satu sisi dapat menimbulkan potensi kerugian dan kerusakan
yang besar jika pengelolaan yang dilakukan tidak tepat.
Oleh karena itu, setiap kegiatan usaha, termasuk
pariwisata, hendaknya melakukan perencanaan yang matang
sebelum memulai usaha, evaluasi pengelolaan secara
kontinyu juga penting untuk dilaksanakan guna menjamin
manfaat terbaik serta minimalisasi potensi dampak negatif.

150
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

A. Evaluasi Dampak Lingkungan dan Perencanaan


Daya Dukung Kawasan
Pariwisata termasuk sebagai kegiatan yang
berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan
AMDAL, karena pariwisata termasuk jenis kegiatan
yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran
dan atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan
dan kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatannya. Pariwisata juga termasuk suatu
kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan
alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan
budaya. Semuanya telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Oleh karena itu, pengelolaan geowisata hendaknya
juga memperhatikan dampak lingkungan dengan cermat
untuk mendapatkan optimalisasi potensi dampak positif
dan minimalisasi dampak negatif.
Geowisata ditujukan untuk mengoptimalkan
kegiatan konservasi lingkungan, dengan dijadikanya

151
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

daerah tujuan wisata, diharapkan mampu menarik


wisatawan, menambah pengetahuan dan kecintaan
wisatawan dan masyarakat terhadap alam, menyadarkan
untuk lebih peduli kelestarian lingkungan. Kemudian
pemasukan melalui tiket wisata dapat dialokasikan
untuk kegiatan konservasi lingkungan, biaya perawatan,
biaya pengawasan dan lain sebagainya.
Jangan sampai, geopark dengan segala keunikan,
keindahan, keaslianya yang dikemas sebagai daya tarik
wisata justru menjadi boomerang bagi kerusakan alam.
Contohnya, kunjungan wisatawan secara besar-besaran
yang tidak terkendali merusak bentang alam geologi
yang ada, kunjungan wisata malah mengancam
kelangsungan hidup flora dan fauna endemik,
menumpuknya sampah. Hal-hal tersebut merupakan
potensi dampak negatif pariwisata yang tidak
diharapkan.
Kunci dalam mengurangi dampak negatif dengan
cara mengenali daya dukung kawasan yang digunakan
sebagai geowisata. Sebenarnya konsep daya dukung dan
aplikasinya telah lama dikenal, diterpakan dan
dikembangkan dalam bidang biologi, peternakan sapi

152
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

dan pengelolaan satwa liar. Akan tetapi konsep daya


dukung lingkungan belum begitu populer di kalangan
ekonomi, ilmu sosial, bahkan pariwisata (Manik, 2016).
Dalam dunia pariwisata, istilah daya dukung
pertama kali dipopulerkan oleh World Tourism
Organisation (WTO). WTO menyebutkan bahwa daya
dukung pariwisata adalah jumlah maksimum orang yang
boleh mengunjungi satu tempat wisata pada saat
bersamaan tanpa menyebabkan kerusakan lingkungan
fisik, ekonomi, sosial, budaya, serta penurunan kualitas
yang merugikan bagi kepuasan wisatawan (Livina,
2009).
Penghitungan kapasitas daya dukung dari suatu
kawasan konservasi termasuk geopark telah
dikembangkan oleh Cifuentes (1992) dengan menilai
sejauh mana kapasitas destinasi mampu menerima
jumlah kunjungan wisatawan secara optimal atau efektif
tanpa mengakibatkan kerusakan pada kawasan
konservasi yang menjadi destinasi wisata tersebut.
Daya dukung sendiri memiliki berbagai macam
konsep dan cara perhitungan, salah satunya adalah Daya
dukung fisik atau Physical Carrying Capacity (PCC).

153
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Daya dukung fisik merupakan jumlah maksimum


wisatawan yang secara fisik tercukupi oleh ruang yang
disediakan pada waktu tertentu.
Rumus dalam menghitung PCC adalah sebagai
berikut :
𝒗
𝐏𝐂𝐂 = 𝑨 𝐱 𝐱 𝑹𝑭
𝒂
Dimana :
A = adalah luas area untuk berwisata
v/a = luas area pengunjung per m2 , berberapa
sumber satu pengunjung membutuhkan 65 m2 untuk
piknik. v/a dapat diganti menjadi 1/b, dimana b secara
spesifik mewakili luas area yang dibutuhkan oleh seorang
wisatawan untuk berwisata dengan tetap memperoleh
kepuasan Kebutuhan areal berwisata tiap orang untuk
kegiatan berenang adalah 302 kaki2 , berperahu 544 kaki2
berpiknik 2725-2726 kaki2 dan berkemah 3640-3907
kaki2
RF = faktor rotasi atau jumlah pengulangan kunjungan per hari
Faktor rotasi atau pemulihan lingkungan dari setiap orang
untuk kegiatan berenang=1, piknik=1 (Douglas 1975
dalam Fandeli dan Muhammad, 2009).
Contoh: Jam buka geowisata adalah dari jam 07.300-
16.00 atau = 8,5 jam. Lama waktu kunjungan wisatawan
umumnya adalah 3 jam. Rf = 8,5/3 = 2,83.

Menggunakan rumus caring capacity diatas


merupakan salah satu solusi pencegahan dampak negatif
geowisata bagi lingkungan atau alam. Masih banyak
rumus-rumus dan metode-metode evaluasi dampak
lainya yang dapat digunakan untuk mengevaluasi. Selain
itu, keberhasilanya sangat tergantung pada
implementasinya selanjutnya.
154
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

B. Evaluasi Dampak Ekonomi Pengembangan


Geowisata
Salah satu alasan pengukuran dampak ekonomi dan
sosial budaya pengembangan geowisata, karena dalam
pengembangan geowisata digunakan pendekatan
konservasi. Salah syarat dalam konservasi adalah
adanya nilai manfaat pengembangan pariwisata kepada
masyarakat lokal, salah satunya adalah peningkatan
ekonomi.
Wisatawan yang datang ke sebuah destinasi dalam
jangka waktu tertentu, menggunakan sumber daya dan
fasilitas wisata, yang biasanya mengeluarkan uang. “Jika
wisatawan yang datang ke sebuah destinasi tersebut
sangat banyak akan berdampak pada kehidupan
ekonomi daerah tersebut, baik langsung maupun tidak
langsung. Dampak ekonomi yang ditimbulkan dapat
bersifat positif maupun negatif” (Pitana dan Diarta,
2009).

155
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Dampak positif pariwisata terhadap kondisi


ekonomi masyarakat diantaranya :
1. Dampak terhadap pendapatan masyarakat
Pembelanjaan wisatawan secara tidak langsung
merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat
pelaku pariwisata yang melakukan usaha sektor
pariwisata. Contohnya adalah pembelanjaan
wisatawan untuk sewa homestay yang
disediakan warga. Maka secara langsung
pembelenjaan wisatawan untuk sewa homestay
adalah sumber pendapatan tambahan bagi
masyarakat.
2. Dampak terhadap kesempatan kerja
Sektor pariwisata dan seperti halnya sekto-
sektor lain yang berhubungan dengan pariwisata
tidak dapat dipungkiri merupakan lapangan
kerja yang menyerap begitu banyak tenaga
kerja. Karena usaha sektor pariwisata biasanya
adalah industry padat karya, yaitu industri yang
masyoritas disuport oleh tenaga manusia, bukan
mesin. Sub sektor industri pariwisata adalah
hospitality, produk jasa atau pelayanan yang

156
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

mengutamakan kualitas kehangatan serta


keramahan kontak antar manusia, wisatawan
selaku tamu atau guest dan masyarakat penyedia
jasa wisata selaku host (Hermawan, 2017a).
3. Dampak terhadap harga-harga
Permintaan sektor pariwisata terhadap produk
lokal merupakan berkah bagi pengusaha
setempat seperti petani, nelayan, peternak,
perajin cinderamata dan pengusaha lain dalam
penjualan produknya. Dengan adanya kegiatan
pariwisata, permintaan terhadap produk-produk
lokal semakin tinggi sehingga menaikkan harga
jual produk-produk tersebut. Kenaikan harga
disatu sisi bisa positif, karena membuat produk
lokal semakin bernilai. Namun disisi lain,
kenaikan harga-harga bahan pokok juga akan
berpengaruh juga terhadap daya beli masyarakat
lokal sendiri.
Akan tetapi, hal ini dapat dikendalikan jika
permintaan dan kebutuhan wisata dapat
dicukupi dengan baik oleh suplay dari produk-
produk lokal.

157
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

4. Dampak terhadap distribusi manfaat dan


keuntungan ekonomi
Tidak jarang sebuah destinasi wisata berada di
lokasi terpencil (pelosok) yang jauh dari pusat
konsentrasi penduduk (kota) karena tempat
dengan kriteria tersebut dianggap memiliki daya
tarik yang masih alami. Oelh karena itu,
pariwisata diharapkan mampu membantu
penyebaran konsentrasi penduduk dan
penyebaran aktifitas ekonomi dari kota ke
wilayah terpencil tersebut desa.
5. Dampak terhadap kepemilikan dan kontrol
Berkembanya pariwisata di suatu daerah juga
berarti ada peningkatan kebutuhan akan sumber
daya. Misalnya air, listrik, gas, dan sebagainya.
Pemerintah atau otoritas lokal yang lebih
berwenang dalam pengelolaanya. Hal ini
menjadi sumber pendapatan masyarakat lokal
yang cukup bersar, jika kepemilikan sumber
daya pariwisata berada dalam kekuasaan
masyarakat lokal sendiri, bukan oleh pihak
asing.

158
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

6. Dampak terhadap pembangunan pada umumnya


Lokasi wisata di daerah pinggiran memerlukan
infrastrukktur (jalan, rel kereta, sarana
komunikasi, air bersih, listrik, gas dan
sebagainya) untuk mendukungnya. Hal ini
merupakan manfaat balik bagi dari kegiatan
pariwisata yang dapat dirasakan masyarakat.
7. Dampak terhadap pendapatan pemerintah
Pemerintah memperoleh pendapatan dari sektor
pariwisata melalui berbagai cara seperti pajak,
retribusi dan pendapatan dari sewa kas
sebagainya (Cohen,1984; Hermawan, 2016).
Disamping dampak positif pada kemajuan
ekonomi, pengembangan pariwisata juga
berpontensi dampak negatif. Mathieson & Wall
(1982) menyebut ada lima potensi dampak negatif
pengembangan pariwisata bagi ekonomi masyarakat
lokal, diantaranya :
1. Ketergantungan pada sektor pariwisata
Pariwsata merupakan jenis industri yang rentan
terhadap fluktuasi. Isu seperti teror, wabah
penyakit, konflik dan sebagainya) akan

159
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

mempengaruhi minat wisatawan untuk pergi


berwisata ke daerah tersebut. Padahal kita
mengetahui bahwa banyak daerah tujuan wisata
sangat menggantungkan perekonomianya pada
sektor pariwisata. Akibatnya adanya isu negatif
seperto diatas bisa terjadi kegitatan
perekonomian mengalami penurunan yang
sangat tajam dan berimplikasi pada penurunan
kegiatan ekonomi secara berantai. Oleh karena
itu pengelola destinasi sangat pentig untuk
mempersiapkan, atau manajemen krisis jika
suatu saat terjadi kemungkinan buruk.
2. Meningkatkan angka inflasi
Akibat perputaran uang dan aktifitas ekonomi di
daerah tujuan wisata sangat besar, maka
permintaan barang konsumsi yang terus
meningkat. Jika permintaan produk wisata tidak
sebanding dengan kemampuan suplay akan
berakibat harga menjadi mahal, daya beli
masyarakat lokal turun, yang akan berdampak
pada inflansi.

160
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

3. Kecenderungan mengimpor barang-barang yang


diperlukan dalam pariwisata dari luar daerah
lain untuk memenuhi kebutuhan wisata,
menyebabkan produk-produk lokal tidak
terserap. Hal ini biasanya terjadi jika wisatawan
yang datang memiliki selera yang jauh berbeda
atau tidak sesuai dengan produk-produk lokal
yang ada.
4. Modal luar yang masuk mengubah format
pengembangan destinasi wisata. Dari kegiatan
dan modal berskala kecil, menjadi kegiatan kecil
dengan modal berskala menengah-besar. Pada
kondisi ini, masyarakat lokal pada mulanya
menginginkan pengembangan fasilitas dasar di
desa yang dibangun secara cepat, sekaligus
menyediakan fasilitas atraksi maupun
akomodasi. Sehingga penyediaan fasilitas-
fasilitas tersebut diambil-alih oleh pemodal
besar, misalnya dengan mendirikan akomodasi
eksklusif. Sehingga malah berdampak pada
semakin sempitnya kesempatan masyarakat
lokal untuk mengembangkan usaha atau bahkan

161
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

mungkin juga berakibat pada hilangnya mata


pencaharian masyarakat lokal. Pola penetrasi
modal luar juga dapat terjadi dalam bentuk
jaringan permodalan, di mana pemilik modal
berinvestasi di berbagai jenis usaha pariwisata di
desa, sementara masyarakat berperan sebagai
mitranya.
Dalam mengkaji dampak ekonomi, penulis
menyarankan untuk fokus pada indikator-indikator
berikut:
1. Dampak terhadap pendapatan masyarakat lokal
2. Dampak terhadap kesempatan kerja
3. Dampak terhadap harga-harga
4. Dampak terhadap kepemilikian dan control oleh
masyarakat lokal
5. Dampak pembangunan pada umumnya
Sedangkan metode dalam mengungkap dampak
pengembangan pariwisata terhadap ekonomi
masyarakat lokal dapat menggunakan penilaian
persepsi dengan indeph study (wawancara
mendalam). Pandangan masyarakat dapat digunakan
sebagai informasi untuk mengukur manfaat ekonomi

162
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

dari pengembangan pariwisata di wilayahnya sendiri.


Secara kualitatif masyarakat akan merasakan
perubahan (peningkatan atau penurunan) ekonomi
keluarganya: merasakan peningkatan kebutuhan
hidup, atau adanya perubahan kesejahteraan, dan lain
sebaginya.
Selain bersifat kualitatif penelitian juga dapat
bersifat kuantitatif. Sedangkan aspek kuantitatif
dapat diobservasi dari perubahan jumlah orang yang
bekerja di sektor pariwisata secara langsung,
meningkatnya jumlah wirausaha baru yang bekerja di
sektor pariwisata serta peningkatan pendapatan dari
adanya usaha baru dan kesempatan kerja tambahan.

163
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

No Variable Sebelum Pengembangan Pariwisata Setelah Pengembangan Pariwisata Nilai


Dampak
1 Dampak terhadap pendapatan Pendapatan masyarakat lokal dari sektor Ada tambahan pendapatan masyarakat Baik
masyarakat lokal (misal pertanian dan peternakan) dari sektor pariwisata
2 Dampak terhadap kesempatan Kesempatan kerja rendah (tingkat Munculnya peluang kerja dan Baik
kerja pengangguran cenderung tinggi) kesempatan usaha baru di bidang
pariwisata.
Tingkat pengangguran semakin
berkurang
3 Dampak terhadap harga- Harga bahan-bahan kebutuhan pokok normal Harga bahan-bahan kebutuhan pokok Baik
harga masih berada pada harga normal
4 Dampak terhadap Sumber daya desa dalam kendali masyarakat Sumber daya desa tetap dikuasai Baik
kepemilikan dan kontrol lokal masyarakat lokal
5 Dampak terhadap Laju pembangunan fisik desa lambat Laju Pembangunan fisik desa semakin Baik,
pembangunan pada umumnya cepat memperha
tikan
aspek
konservasi
6 Dampak terhadap pendapatan Pemerintah belum menerima tambahan Pemerintah Desa dan Pemerintah Baik
pemerintah pendapatan melalui retribusi tiket masuk Kabupaten mendapatkan tambahan
Geowisata pendapatan melalui retribusi tiket
masuk Geowisata

164
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

C. Evaluasi Dampak Sosial Budaya Pengembangan


Geowisata
Secara teoretikal-idealis, antara dampak sosial dan
dampak kebudayaan dapat dibedakan. Namun demikian,
Mathieson dan Wall menyebutkan bahwa “there is no
clear distinction between sosial and cultural
phenomena,” sehingga sebagian besar ahli
menggabungkan dampak sosial dan dampak budaya
pada pariwisata ke dalam judul dampak sosial-budaya
pariwisata (I. G. Pitana & Putu, 2009).
Penelitian tentang dampak pariwisata terhadap
sosial-budaya, hendaknya tidak memandang masyarakat
sebagai sesuatu yang “internality totally integrated
entity”, melainkan harus juga dilihat segment segment
yang ada, atau melihat interest groups, karena dampak
terhadap kelompok sosial yang satu belum tentu sama,
bahkan bisa bertolak belakang dengan dampak terhadap
kelompok sosial yang lain (I. G. Pitana & Putu, 2009).
Demikian juga mengenai penilaian tentang positif
dan negatif sangat sulit digeneralisasi untuk menilai
perubahan masyarakat, kareana penilaian positif dan
165
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

negatif tersebut sudah merupakan penilaian yang


mengandung nilai (value judgement), sedangkan nilai
tersebut tidak selalu sama bagi segenap kelompok
masyarakat. Artinya, dampak positif dan negatif perlu
dipertanyakan, “positif untuk siapa dan negatif untuk
siapa?”
Menilai dampak sosial-budaya pariwisata terhadap
kehidupan masyarakat lokal merupakan pekerjaan yang
sulit terutama dalam segi metodologis karena banyaknya
faktor kontaminasi yang turut berperan seperti diatas (I.
G. Pitana & Putu, 2009).
Walaupun menilai dampak sosial-budaya
pariwisata merupakan hal yang sulit namun, sutdy
tentang dampak sosial-budaya pariwisata selama ini
dasumsikan bahwa akan terjadi perubaha sosial budaya
akibat kedatangan wisatawan, dengan tiga asumsi yang
umum yaitu :
1. Perubahan dibawa akibat adanya intrusi dari luar,
umumnya dari sitem sosial-budaya yang
superordinat terhadap budaya penerima yang labih
lemah

166
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

2. Perubahan tersebut umumnya destruktif bagi


budaya indigenous
3. Perubahan akan membawa homogenisasi budaya,
dimana identitas etnik lokal akan tenggelam dalam
bayangan sitim industri dengan teknologi barat,
birokrasi nasional dan multinasional, konsumtif dan
a consumer-oriented economy, dan jet-age life
styles
Richardson & Fluker (2004) mengelompokan
dampak pariwisata terhadap sosial-budaya yang
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dampak terhadap struktur populasi
Meningkatnya aktifitas pariwisata di suatu daerah
tujuan pariwisata memerlukan tenaga untuk
menjalankan usaha pariwisata dan memberikan
pelayanan yang diperlukan wisatawan.
Sebagaian dari tenaga kerja tersebut mungkin
berasal dari penduduk lokal yang emutuskan untuk
berganti pekerjaan dari sektor lain ke pariwisata.
sebagaian penduduk lain mamutuskan untuk tetap
bertahan tinggal di sekitar daerah tersabut
meskipun tidak terserap menjadi tenaga kerja sektor

167
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

pariwisata dibanding harus pindah ketempat lain


karena keterbatasan peluang kerja. Kemungkinan
lainya adalah datangnya penduduk yang berasal
dari daerah lain yang kebetulan bekerja di daerah
tersebut karena pariwisata.
Hasilnya adalah perubahan jumlah populasi dan
mengubah kompisisi penduduk. Perkerja industri
pariwisata umumnya berkisar antara 20 sampai 40
tahun, sehingga komposisi penduduk di daerah
tersebut bergeser, kepadatan penduduk per
kilometer persegi juga kemungkinan meningkat.
Pendatang ataupun imigran menjadi positif dalam
kasus kurangnya tenaga kerja namun menjadi
negatif jika malah manambah tingkat
pengangguran.
2. Transformasi struktur mata pencaharian
Peluang kerja di sektor pariwisata memiliki
beberapa kelebihan dibanding sektor industri
lainya. Hal ini sangat menarik minat orang dari
profesi dan daerah lain untuk pindah ke sektor
pariwisata. Dampak tranformasi struktur mata
pencaharian positif jika menambah penghasilan

168
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

namun negatif jika mata pencaharian sektor


tradisional hilang akibat pengembangan pariwisata.
3. Tranformasi tata nilai
Meningkatnya pospulasi dengan datangnya orang
yang mempunyai attitude berbeda-beda dapat
menyebabka terjadinya percampuran tata nilai di
daerah tujuan wisata tersebut. Tranformasi dapat
mengambil beberapa bentuk seperti berikut;
a. Efek peniruan (demonstration effect /
homogenisasi)
Hal ini merupakan nama lain dari proses
alkulturasi sebuah teori yang mengasumsikan
bahwa ketika dua kebudayaan berinteraksi
maka kebudayaan yang dominan akan
mengalahkan kebudayaan yang lebih lemah
sehingga membawa perubahan pada
kebudayaan yang lebih lemah tersebut.
Perubahan yang terjadi dapat berakibat positif
(bermanfaat) seperti meningkatnya ilmu
pengetahuan dan teknologi, meningkatnya tata
nilai atau etika yang lebih baik, dapat juga
berakibat negatif (merugikan) seperti

169
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

hilangnya kearifan lokal atau degradasi


budaya, adanya persamaan gaya hidup antara
wisatawan dan masyarakat lokal akibat adanya
peniruan.
b. Marginalisasi
Orang yang termarginalisasi (dalam konteks
pariwisata) merupakan individu yang menolak
asimilasi secara penuh kebudayaan yang
dibawa wisatawan ke dalam kehidupan sehari-
hari.
Orang yang termarginalisasi tidak mengadopsi
seperangkat norma dan standar yang telah
diterima oleh kedua kebudayaan. Tingkah
lakunya dianggap menyimpang oleh kedua
kebudayaan (wisatawan dan penduduk lokal)
mengakibatkan terpisahnya individu tersebut
dari kedua kebudayaan tersebut.
c. Komoditifikasi kebudayaan
Komoditifikasi kebudayaan adalah kegiatan
menjual kebudayaan menjadi paket wisata
untuk dijual dengan cara menyesuaikan waktu
dan keinginan wisatawan tetapi melupakan

170
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

tujuan utama atau sakralnya kebudayaan itu


sendiri.
4. Dampak yang terjadi pada kehidupan sehari hari
Pariwisata selain bermanfaat secara ekonomi dan
budaya, pariwisata juga dapat menimbulkan
dampak pada kehidupan masyarakat sehari-hari
misalnya
a. Dampak positif jika pengembangan pariwisata
mengakibatkan meningkatnya mobilitas
sosial, namun menjadi negatif jika pariwisata
menimbulkan terlalu sesaknya orang akibat
kunjungan wisatawan
b. Pengembangan pariwisata positif jika
aksebilitas masyarakat semakin baik, namun
menjadi negatif jika menimbulkan kemacetan
lalu-lintas. Atau akses ke fasilitas publik
lainya.
c. Penggunaan infrastruktur pariwisata menjadi
positif jika ramah lingkungan dan
menimbulkan manfaat bagi masyarakat sekitar
namun penggunaan infrastruktur yang

171
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

berlebihan juga terkadang membawa masalah


bagi masyarakat sekitar.
Energi seperti air mungkin tidak mampu
mendukung perkembangan pariwisata yang
terlalu cepat dan tidak lagi dapat memenuhi
konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan
polusi, masalah kesehatan, ketidaknyamanan
bagi warga sekitar. Hal ini berimplikasi pada
penolakan warga dan menimbulkan konflik
antara pengelola dan masyarakat umum.
d. Pengembangan pariwisata positif jika dapat
menambah fungsi sosial tanah namun menjadi
negatif jika pengambilan lahan untuk
pembangunan akomodasi dan fasilitas wisata
akan mengurangi manfaat sosial dari lahan
yang sebelumnya digunakan oleh masyarakat
sekitar.
e. Pengembangan pariwisata berkontribusi
positif jika dapat memacu perkembangan
sektor usaha lain namun menjadi negatif jika
pengembangan pariwisata mengakibatkan

172
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

masyarakat lokal kehilangan manfaat dari


usaha lain akibat pembangunan pariwisata.
f. Polusi desain arsitektur
Fasilitas wisata yang dibangun dengan desain
arsitektur yang kontras dengan budaya dan
kearifan lokal yang ada di masyarakat dapat
mengakibatkan masalah sosial antara investor,
pengelola dan masyarakat.
g. Kejahatan kepada dan oleh wisatawan
5. Dampak terhdap individu dan keluarga
Dampak positif dan negatif pengembangan
pariwisata terhadap individu dan keluarga meliputi:
a. Meningkatkan peluang berwisata, sedangkan
dampak negatifnya adalah adanya perubahan
ritme kehidupan sosial dan kemasyarakatan
penduduk lokal
b. Bertambahnya interaksi sosial karena banyak
bertemu orang, sedangkan dampak negatifnya
adalah kemungkinan hilang atau berkurangnya
ikatan pertemanan yang penting

173
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

c. Meningkanya kualitas hidup, sedangkan


dampak negatifnya adalah Peningkatan
persepsi terhadap bahaya kriminalitas
d. Meningkatkan kemampuan berbahasa,
sedangkan dampak negatifnya adalah
hilangnya bahasa daerah
e. Peningkatan sikap terhadap pekerjaan
kesantunan dan tatakrama, sedangkan dampak
negatifnya adalah masyarakat lokal malah
muncul rasa takut untuk bertemu orang asing
(xenophobia).
Sedangkan dalam hal dampak pariwisata terhadap
budaya lokal, WTO 1980 dalam I. G. Pitana & Putu,
(2009) menyebutkan beberapa dampak positif dan
negatif. Dua diantara beberapa dampak tersebut
adalah.
1. Berkembang atau hilangnya kebudayaan lokal
Pariwisata dapat memicu berkembanganya
kesenian dan tradisi lokal seperti tari, seni lukis,
seni patung dan munculnya kelompok- kelompok
kesenian lokal sebagainya. Namun ada
kumungkinan pariwisata justru menggilas

174
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

kebudayaan digantikan oleh kebudayaan impor,


atau jika masih bertahan berkemungkinan
menjadi kebudayaan atau kesenian yang
berorentasi komersial, dijual demi uang semata.
2. Perlindungan atau perusakan terhadap aset
budaya/monument sejarah
Pengelolaan pariwisata dapat memacu kesadaran
akan lingkungan alam dan aset budaya/monument
sejarah yang terletak di kawasan tersebut. Namun
terkadang keberadaan pariwisata justru menjadi
pemicu perusakan dan degradasi kualitas aset
budaya tersebut
Untuk itu, dalam meneliti dampak sosial-budaya,
hendaknya peneliti menggunakan persepsi
masyarakat lokal sendiri untuk mengukur dampak
sosial-budaya pengembangan geowisata. Secara
kualitatif masyarakat dapat merasakan perubahan
kualitas hidup, adanya pertukaran sosial-budaya
yang bernilai ataupun sebaliknya berpendapat
bahwa pariwisata dapat menyebabkan perubahan
nilai-nilai tradisional atau budaya di masyarakat.

175
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

No Indikator Sebelum Pengembangan Setelah pengembangan Nilai dampak

Dampak terhadap Populasi sebanyak ..... jiwa dalam .... kepala Belum ditemukan adanya perubahan
1 struktur populasi keluarga (KK). struktur populasi yang berarti Baik

Mata pencaharian pokok masyarakat adalah petani Mata pencaharian pokok sebagai
2 Dampak Terhadap dan buruh tani. petani tetap jalan, dan muncul mata Baik
Struktur mata pencaharian tambahan dari sektor
pencaharian\ pariwisata

Masyarakat masih tetap berpedoman


Dampak terhadap Masyarakat masih memegang teguh nilai-nilai adat pada nilai-nilai adat Jawa namun Baik
tranformasi tata Jawa dan cenderung tertutup pada bentuk toleransi terhadap masuknya
nilai kebudayaan baru. kebudayaan berbeda meningkat

3 Semakin longgar karena semakin Buruk


Hubungan antar Erat karena kesamaan aktifitas dan mata kompleksnya aktifitas, waktu
masyarakat pencaharian, waktu bersosialisasi lebih longgar sosialisasi kurang karena kesibukan

Penyimpangan Kebebasan individu semakin tinggi


4 sosial Penyimpangan nilai sosial rendah/ tidak ada. terutama di kalangan pemuda. Buruk

176
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Dampak Terhadap
kehidupan sehari-
hari Ritme kehidupan lambat Ritme kehidupan semakin cepat Relatif

Pola pembagian kerja lebih modern Baik


Pola pembagian Pembagian kerja masih sederhana dengan struktur dan struktur organisasi juga semakin
kerja masyarakat organisasi msyarakat yang masih sederhana kompleks

Kesenian lokal mulai bermunculan


Dampak terhadap kembali. Sanggar sanggar kesenian
kelangsungan Beberapa macam kesenian lokal sempat vakum dan semakin aktif. Kesenian lokal
6 kebudayaan lokal hampir punah semakin sering ditampilkan Baik

Beberapa benda aset budaya semakin


dikenal oleh masyarakat luas, namun
Dampak terhadap beberapa mengalami kerusakan akibat Relatif
benda-benda aset Benda-benda aset budaya aman namun kurang aksi vandalisme yang dilakukan oleh
7 budaya dikenal oknum wisatawn

*Nilai dampak dapat berbeda-beda, karena penelitian mengenai dampak sosial budaya sangat relatif (nilai baik atau buruk adalah
masyarakat sendiri yang merasakanya) baik unntuk siapa dan burukuntuk siapa?

177
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

D. Strategi Boosting Untuk Optimalisasi Manfaat


Pengelolaan Geowisata
Isu mengenai dampak selalu muncul dalam setiap
pengembangan pariwisata. Namun isu tersebut dapat
direduksi dengan merancang strategi “boosting,” yaitu
memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan
dampak negatif (Ashley, 2006). Strategi tersebut
kemudian diimplementasikan dalam pengelolaan
geowisata dengan langkah-langkah kebijakan yang
mampu mereduksi atau bahkan menghilangkan dampak
negatif, kemudian membuat kebijakan yang mampu
mengoptimalkan dampak-dampak positifnya.
Perlu diketahui bahwa kebijakan bentuk apapun
masih tidak dapat menjamin pengembangan pariwisata
dapat berkontribusi maksimum tanpa menimbulkan
dampak negatif sehingga upaya baru dalam merumuskan
strategi pengembangan harus selalu dikaji dan dievaluasi
lebih dalam agar dapat menghasilkan kebijakan yang
tepat. Dibutuhkan juga peran steakholder terkait dalam
mengatur pencapaian manfaat pengembangan
pariwisata.

178
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Ashley (2006) merekomendasikan beberapa upaya


yang dapat diterapkan steakholder terkait untuk
mengoptimalkan manfaat pengembangan pariwisata
adalah :
1. Membantu produk lokal masuk ke dalam rantai
penawaran prosuk wisata (supply chain), contoh
sayuran dari petani lokal yang digunakan untuk
bahan baku kuliner pendukung kegiatan geowisata.
2. Menstimulir usaha kecil dan micro di destinasi,
membantu permodalan usaha kecil menengah yang
bergerak dalam bidang usaha pariwisata : warung
makan, kerajinan, pertanian dan lain sebagainya.
3. Mendorong pengembangan kerajinan setempat dan
toko survenir bagi wisatawan, dalam hal ini bisa
dalam bentuk peningkatan kreatifitas dan
pengetahuan baru bagi perajin, dengan cara studi
banding, pelatian/ workshop dan seterusnya.
4. Menciptakan kesempatan kerja bagi penduduk
lokal, dengan pendekatan pariwisata berbasis
masyarakat hal ini dapat dicapai. Yaitu masyarakat
sebagai inisiator pariwisata, pengelola pariwisata
dan penerima manfaat utama dari pariwisata.

179
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

5. Memfasilitasi kemitraan
6. Diversifikasi produk wisata, terutama produk-
produk yang melibatkan penduduk lokal, terkait
dengan point nomor 3.
7. Menggunakan kebijakan (pemerintah) untuk
memperngaruhi sektor swasta dalam meningkatkan
peran penduduk lokal
8. Memfasilitasi kemitraan join venture antara sektor
swasta dan masyarakat
9. Menentukan cara yang tepat untuk
mendistribusikan pembiayaan kepada masyarakat
10. Membuat kebijakan pro-poor
11. Menentukan pilihan strategis untuk segmentasi
pasar dan investor
12. Selalu memonitor dampak ekonomi dan sosial
budaya, untuk evaluasi dan perencanaan kebijakan
pengelolaan geowisata selanjutnya
Selain hal hal diatas, kunci dalam optimalisasi
potensi dampak positif dan minimalisasi dampak negatif
pariwisata terhadap ekonomi dan sosial budaya adalah
dengan menyiapkan masyarakat lokalnya selaku
pengelola geowisata sebaik-baiknya. Dengan kesiapan

180
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

masyarakat lokal yang baik dari segi tingkat pendidikan,


pengetahuan, serta tingkat keterlibatan masyarakat
dalam perencanaan dan pengembangan wisata,
masyarakat akan mampu menanggulangi berbagai
potensi dampak negatif yang muncul, serta mampu
memaksimalkan potensi berupa peluang peningkatan
ekonomi dan sosial yang tercipta. Serta kemungkinan
masyarakat mencintai dan menjaga lingkungan alam
akan menjadi semakin tinggi (Hermawan, 2016).

181
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Pengelolaan Geowisata di Berbagai Daerah

Geopark Karangsambung Kebumen Jawa Tengah


Karangsumbung merupakan nama salah satu cagar alam
geologi yang terletak di Kecamatan Karangsumbung
Kebumen Jawa Tengah.
Batas administratif Kawasan Cagar Alam Geologi
Karangsambung adalah sebagai berikut:
1. Utara : Kecamatan Pagedongan, Kabupaten
Banjarnegara
2. Timur : Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten
Banjarnegara
3. Selatan : Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen
4. Barat : Kecamatan Karanggayam, Kabupaten
Kebumen
Cagar alam karangsumbung memiliki keunikan
tersendiri sebagai daya tarik wissata karena memiliki ciri fisik
struktur geologi yang khas meliputi : daerah pegunungan
dengan patahan-patahan dan retakan yang sangat intensif,
serta adanya aliran sungai yang panjang dan meliuk-liuk
seperti seekor ular, bahkan masyarakat sering menyebutnya

182
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

sungai Luk Ulo (dalam bahasa jawa luk berarti lekukan dan
ulo berarti ular).

Gambar Geopark dan sungai Luk Ulo Karangsumbung sumber :


https://twitter.com/LintasKebumen, diakses 27 November 2017

Keunikan Karangsumbung berasar dari hasil fenomena


dan kondisi letak geologisnya yang berada pada zona
interaksi lempeng Samudera Hindia-Australia dan lempeng
Benua Eurasia. Oleh karena itu, daerah ini dapat ditemukan
keanekaragaman batuan tua dari berbagai lingkungan
pembentukan yang berbeda. Jumlah situs geologi yang
berada di karang sumbung terdata sebanyak dua puluh
delapan situs, seperti pada tabel berikut :

183
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Tabel Situs Geologi Karangsumbung

Sumber : Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya


Mineral (ESDM) nomor : 2817 K/40/MEM/2006, dalam Setyadi (2012).

184
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Gambar Geopark Karangsumbung sumber :


https://twitter.com/LintasKebumen, diakses 27 November 2017

Keunikan Karangsumbung telah diakui sebagai


Kawasan Cagar Alam Geologi melalui surat
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor : 2817 K/40/MEM/2006. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2003
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
(RTRWP) Jawa Tengah. Serta dalam RTRW
Kabupaten Kebumen, bahwa Karang sumbung
merupakan kawasan lindung nasional.
Pengelolaanya Karangsumbung selama ini
dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Balai Informasi
Kebumian Karangsumbung, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (UPT BIKK LIPI).

185
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

LIPI telah bekerjasama dengan UNESCO


hingga berhasil menobatkan status Karangsumbung
sebagai geopark. Seperti telah disinggung dalam bab
sebelumnya bahwa geopark adalah suatu konsep
yang diperkenalkan oleh UNESCO pada tahun 2004
yang bertujuan untuk melindungi suatu kawasan
lindung berskala Nasional, dengan fokus utama pada
perlindungan kekayaan geologi yang khas serta
memiliki nilai keindahan atau estetika, yang dapat
dikembangkan sebagai suatu model pengelolaan
yang mengitegrasikan aspek konservasi, pendidikan,
dan pengembangan ekonomi lokal (UNESCO, 2006).

186
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Studi Kasus mengenai Rendahnya Respon Wisatawan


terhadap Pengembangan Batur Global Geopark
Konsep pembangunan melalui pengembangan taman
bumi atau geopark kini menjadi pilihan yang menarik
di Indonesia sebagai upaya melestarikan warisan geologi
dan sekaligus memperoleh manfaat yang berkelanjutan
bagi kesejahteraan masyarakat lokal.
Perkembangan geopark diawali dengan
terbentuknya organisasi non-pemerintahan yang bertujuan
melindungi warisan geologi di negara-negara Eropa pada
tahun 2001. Organisasi tersebut bernama European Geopark
Network (EGN). Selanjutnya, UNESCO memfasilitasi dan
membentuk organisasi yang mampu menampung lebih
banyak lagi negara-negara anggota sehingga terbentuklah
Global Geopark Network (GGN) pada tahun 2004.
Tujuan geopark adalah menggali, mengembangkan,
menghargai, dan mengambil manfaat dari hubungan erat
antara warisan geologi dan segi lainnya dari warisan alam
yang berupa budaya, dan nilai-nilai di area tersebut.
Untuk mencapai tujuannya, sebuah geopark memiliki
batas-batas yang ditetapkan dengan jelas dan memiliki

187
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

kawasan yang cukup luas untuk pembangunan ekonomi


lokal.

Gambar Gunung Batur, sumber : https://wisatabaliutara.com, diakses 27 November


2017.

Di dalam geopark, terdapat tiga kegiatan penting


yaitu konservasi, pendidikan, dan geowisata. Sebelum diakui
oleh UNESCO menjadi anggota jaringan geopark dunia
(GGN), sebuah daerah dapat diusulkan untuk ditetapkan
menjadi geopark nasional di negaranya.
Indonesia dengan kekayaan dan keragaman geologinya
sangat berpotensi untuk pengembangan geopark, baik
geopark nasional maupun geopark internasional. Salah satu
Geopark yang dimiliki Indonesia adalah kawasan Kaldera
Gunung Batur di Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi

188
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Bali. Yang diusulkan pada tahun 2008, kemudian


ditetapkan tahun 2012.
Kehadiran Batur Global Geopark, semakin menambah
kekayaan daya tarik geowisata di Bali. Bahkan sejak
kawasan Kintamani resmi masuk GGN, nama Batur Global
Geopark mulai dipopulerkan oleh pemerintah sebagai
branding. Batur Global Geopark berhasil masuk menjadi
anggota GGN karena memiliki potensi dan peluang yang
tinggi untuk pengembangannya.
Keindahan Kaldera Batur didukung oleh beberapa
tempat atau spot yang strategis memungkinkan wisatawan
untuk melihat seluruh keindahan kaldera, gunung, danau,
hamparan warisan geologi lainya, serta didukung daya
tarik desa-desa tradisional beserta keragaman budaya
serta hayatinya.
Dalam konsep geowisata, wisatawan dapat menikmati
keindahan dan sekaligus mendapatkan pengetahuan
betapa pentingnya kelestarian alam dari perjalanan wisata
di suatu Global Geopark. Kintamani yang telah
dikembangkan sebagai destinasi geowisata ditambah dengan
branding Batur Global Geopark digadang-gadang akan

189
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

mampu meningkatkan kunjungan wisata, baik dari


kuantitas ataupun kualitas.
Akan tetapi, kasus dilapangan justru menunjukan terjadi
penurunan kunjungan wisata secara signifikan pada beberapa
tahunterakhir. Bukan karena pembatasan kunjungan untuk
mendukung konservasi alam, melainkan semakin
menururnya minat berwisata. Hal ini dapat dibuktikan dalam
penelitian Saputra dan Gede (2015). Penelitian ini menduga
bahwa pengebangan Gunung Batur sebagai geopark masih
belum dirasakan perbedaanya oleh wisatawan yang
berkunjung.
Wisatawan yang telah melakukan beberapa kali
kunjungan tidak melihat adanya perbedaan dari aktivitas
yang dijalani berkaitan dengan keberadaan geopark, sehingga
tujuan pengembangan geopark seperti untuk konservasi,
edukasi dan peningkatan ekonomi masyarakat lokal belum
tercapai.
Apabila wisatawan tidak mengetahui produk
geowisata yang ditawarkan oleh Batur Global Geopark,
maka tujuan penetapan geopark tersebut hanya sebatas
wacana tanpa adanya keseriusan untuk membangun

190
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Kintamani. Kenyataan ini bisa dibuktikan dari sikap


wisatawan memberikan penilaian negatif.
Pada respon persepsi, penilaian wisatawan negatif
karena mereka belum mengerti apa itu geopark. Dari sisi
partisipasi, wisatawan memberikan penilaian negatif
artinya, wisatawan belum mau berpartisipasi dalam
pengembangan geopark. Hal ini disebabkan oleh masih
rendahnya pemahaman wisatawan tentang geopark.
Oleh karena itu, diperlukan pengenalan yang lebih
mendalam oleh wisatawan agar Batur Global Geopark dapat
menjadi daya tarik bagi wisatawan berkunjung ke
Kintamani. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
menciptakan suatu rute perjalanan baru bagi wisatawan yang
khusus mencakup Batur Global Geopark, yang disertai
informasi geowisata melalui simbol-simbol yang dibuat lebih
intensif, sehingga wisatawan benar-benar merasakan nilai
edukasi dari pengelolaan geowisata di Batur Global Geopark.
Selain itu, penting untuk dilaksanakan training
interprestasi geologi kepada para pemandu wisata guna
meningkatkan pelayanan dan pengalaman wisatawan
berwisata di Batur Global Geopark.

191
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

DAFTAR PUSTAKA

Ahman Sya, M. (2012). Geologi Pariwisata. Bandung:


Universitas BSI Press.
AICST, A. (2006). Plan of Action for Sustainable Tourism
Management in Asia and the Pacific. Phase Ⅱ (2006-
2012).
Arida, S. (2006). Krisis Lingkungan Bali dan Peluang
Ekowisata. INPUT Jurnal Ekonomi dan Sosial, 1(2).
ASEAN Community Based Tourism Standart. (2016).
Jakarta: ASEAN Secretariat. Retrieved from
public@asean.org
Ashley, C. (2006). How Can Governments Boost the Local
Economic Impacts of Tourism : Options and Tools :
Toolkit. SNV Netherlands Development Organization
[etc.]. Retrieved from
http://www.search4dev.nl/record/284239
Berno, T., & Bricker, K. (2001). Sustainable Tourism
Development: The Long Road from Theory to
Practice. International Journal of Economic

192
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Development, 3(3), 1–18.


Bull, A. (1995). Economics of Travel and Tourism.
Longman Australia Pty Ltd.
Chiang, L. C. (2000). Strategies for Safety and Security in
Tourism : A Conceptual Framework for the Singapore
Hotel Industry. Journal of Tourism Studies, 11(2), 44.
Cifuentes, M. (1992). Determinación de Capacidad de
Carga Turística Enáreas Protegidas. Bib. Orton
IICA/CATIE.
Cohen, E. (1984). The Sociology of Tourism: Approaches,
Issues, and Findings. Annual Review of Sociology,
10(1), 373–392.
Cooper, C., Fletcher, J., Gilbert, D., & Wanhill, S. (1993).
An introduction to tourism. Tourism: Principles and
Practice, 7–12.
Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S. P., & Sitepu, M. J. (1996).
Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan
Secara Terpadu (Vol. 305). Jakarta: Pradnya Paramita.
Damanik, J., & Weber, H. F. (2006a). Perencanaan
Ekowisata dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta:
Diterbitkan atas kerjasama Pusat Studi Pariwisata
(PUSPAR) Universitas Gadjah Mada dan Penerbit

193
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Andi.
Damanik, J., & Weber, H. F. (2006b). Perencanaan
Ekowisata dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: Andi
Offset.
Darsoprajitno, S. (2002). Ekologi Pariwisata. Bandung:
Penerbit Angkasa.
Dirgantara, A. R. (2012). Peran Interpreter dalam Kegiatan
Geowisata: Studi Kasus Gunung Tangkuban Perahu.
Evans, G. W., Marrero, D. G., & Butler, P. A. (1981).
Environmental learning and cognitive mapping.
Environment and Behavior, 13(1), 83–104.
Fandeli, C. dan M. (2009). Prinsip-prinsip Dasar
Mengkonservasi Lansekap. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Guidelines for Safe Recreational Water. Volume 1, Coastal
and Fresh Waters. (2003). Risk Management (Vol. 1).
Hermawan, H. (2016). Dampak Pengembangan Desa Wisata
Nglanggeran Terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal.
Jurnal Pariwisata, 3(2), 105–117.
Hermawan, H. (2016). Dampak Pengembangan Desa Wisata
Nglanggeran Terhadap Sosial Budaya Masyarakat
Lokal. In Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan dan

194
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Teknologi Komputer Nusa Mandiri Pertama Tahun


2016 (Vol. 1, pp. 426–435). SNIPTEK Nusa Mandiri.
Hermawan, H. (2017). Pengantar Manajemen Hospitality.
Jawa Tengah: Penerbit NEM.
Hermawan, H. (2017). Pengaruh Daya Tarik Wisata,
Keselamatan dan Sarana Wisata Terhadap Kepuasan
serta Dampaknya terhadap Loyalitas Wisatawan : Studi
Community Based Tourism di Gunung Api Purba
Nglanggeran. Wahana Informasi Pariwisata : Media
Wisata, 15(1), 562–577.
Hidayat, N. (2002). Analisis Pengelolaan Kawasan
Eksokarst Gunungkidul sebagai Kawasan Geowisata.
Institut Pertanian Bogor.
IGB, R. U., & Eka Mahadewi, N. M. (2012). Metode
Penelitian Pariwisata dan Perhotelan. Yogyakarta:
Andi Offset.
Kodhyat, H. (1996). Sejarah Pariwisata dan
Perkembangannya di Indonesia. Gramedia
Widiasarana Indonesia untuk Lembaga Studi
Pariwisata Indonesia.
Krippendorf, J. (2010). Holiday Makers. Taylor & Francis.
Kyrgyz Community Based Tourism. (2017). Retrieved from

195
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

www.cbtkyrgyztan.kg
Livina, A. (Ed.). (2009). Sustainable Planning Instruments
and Biodiversity Conservation. Latvia: Vidzeme
University of Applied Science.
Manik, K. E. S. (2016). Pengelolaan Ligkungan Hidup.
Jakarta: Prenadamedia Grup.
Marpaung, H. (2002). Pengantar Kepariwisataan. Bandung:
Alfabeta.
Mathieson, A., & Wall, G. (1982). Tourism, Economic,
Physical and Social Impacts. Longman.
Nainggolan, R. (2016). Informasi Geologi Lingkungan
Berbasis Partisipasi Masyarakat debagai Kawasan
Geowisata Danau Toba di Kabupaten Samosir. Jurnal
Penelitian Pendidikan Sosial Dan Humaniora, 1(1),
22–28.
Pitana, I. (2009). Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta:
andi.
Pitana, I. G., & Gayatri, P. G. (2005). Sosiologi pariwisata.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Pitana, I. G., & Putu, G. (2009). Sosiologi Pariwisata.
Yogyakarta: Andi.
Pizam, A., & Mansfeld, Y. (1996). Tourism, Crime, and

196
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

International Security Issues. John Wiley & Son Ltd.


Purbohadiwijoyo, M. M. (1967). Hydrogeology of Strato-
volcanoes: A Geomorphic Approach. In Memoires
IAH Congress 1965 (pp. 293–298).
Richardson, J. I., & Fluker, M. (2004). Understanding and
Managing Tourism. Pearson Education Australia.
Ross, G. F. (1998). Psikologi Pariwisata. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Sammeng, A. M. (2001). Cakrawala pariwisata. Balai
Pustaka.
Saputra, G., & Gede, I. (2015). Respon Wisatawan
Terhadap Pengembangan Batur Global Geopark Bali.
Jurnal Master Pariwisata (Journal Master in Tourism
Studies), 2(2).
Setyadi, D. A. (2012). Studi Komparasi Pengelolaan
Geopark di Dunia untuk Pengembangan Pengelolaan
Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung. Jurnal
Pembangunan Wilayah & Kota, 8(4), 392–402.
Stevianus, S. (2014). Pengaruh Atraksi Wisata, Fasilitas
Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
Pengunjung Di Taman Margasatwa Ragunan Jakarta.
Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, 19(3).

197
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Sudana, I. P. (2013). Strategi Pengembangan Desa Wisata


Ekologis Di Desa Belimbing, Kecamatan Pupuan
Kabupaten Tabanan. Analisis Pariwisata, 13(1), 11–
31.
Suharto. (2016). Dengan, Hubungannya Destinasi, Citra
Kasus, Studi Loka, Gembira. Jurnal Media Wisata,
14(1), 287–304.
Suryadana, M. V. O. (2015). Pengantar Pemasaran
Pariwisata. Bandung Indonesia: Alfabeta.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan, Sekretariat Negara. Jakarta § (2009).
Indonesia.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(2009). Indonesia.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Indonesia.
UNESCO. (2006). Guidelines and Criteria for National
Geoparks seeking UNESCO’s assistance to join the
Global Geoparks Network (GGN).
Wall, E. H. G., & Heath, E. (1992). Marketing Tourism
Destinations A strategic Planning Approach. John

198
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Wilky & Sens.


Wibowo, A. (2015). Kajian Simulasi Desain Rambu
Informasi Keselamatan di Tempat Wisata Pantai
Parangtritis Berdasatkan Perilaku Budaya. JURNAL
ITENAS REKARUPA, 3(1), 20088–5121.
World Commission on Environmenoutal and Development.
(1987) (Our Common). Oxford University Press.
Yoeti, O. A. (2002). Perencanaan Strategis Pemasaran
Daerah Tujuan Wisata. Jakarta: Pradnya Paramita.
Yudistira, I. G. A. A., & Susanto, A. (2012). Keselamatan
Pengunjung Tempat Wisata. WIDYA, 29(320).

199
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

PROFIL PENULIS

Hary Hermawan

Penulis lahir di Sleman pada tanggal


30 September 1990. Lulus Sarjana di
STP AMPTA Yogyakarta tahun
2015 dengan gelar Sarjana
Pariwisata (S.Par), kemudian
menyelesaikan studi S2 manajemen
pariwisata di Universitas Sarjana
Wiyata Yogyakarta pada tahun 2017. Penulis pernah bekerja
sebagai praktisi pariwisata di Jogja Expo Center, menjabat
sebagai koordinator food and beverage selama 2 tahun.
Selain itu penulis adalah pendiri salah satu Event Organizer
yang telah beberapa kali sukses mengelola event di Kota
Yogyakarta, diantaranya: lomba burung berkicau JEC jogja,
food festival, band, bazar ramadhan dan lain sebagainya.

Penulis memulai karir akademis sebagai dosen mengampu


mata kuliah studi kelayakan bisnis, manajemen hospitality,
serta geologi pariwisata. Sebelumnya, penulis juga telah
menerbitkan buku berjudul Pengantar Manajemen
Hospitality.
200
Hermawan & Brahmanto. Geowisata : Perencanaan Pariwisata Alam Berbasis Konservasi .

Erlangga Brahmanto

Penulis lahir di Yogyakarta pada


tanggal 11 Mei 1982. Lulus
Sarjana di STIEPARI Semarang
tahun 2015 dengan gelar Sarjana
Manajemen Perhotelan (SE.),
kemudian menyelesaikan studi S2
manajemen pariwisata di Sekolah
Tinggi Pariwisata STIEPARI
Semarang pada tahun 2015.

Penulis pernah bekerja sebagai praktisi pariwisata di Melati


Tour Yogyakarta. Pada saat ini, penulis mejabat sebagai
ketua prodi di salah satu kampus swasta mengampu mata
kuliah bartending, analisis wilayah, dan geologi pariwisata.

Penulis juga aktif sebagai pengurus HILDIKTIPARI


(Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata
Indonesia).

201

Anda mungkin juga menyukai