Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH

MANAJEMEN KEUANGAN INTERNASIONAL


Judul:

“PARITAS DAYA BELI (PURCHASING POWER PARITY)”

Disusun Oleh:

1. Madsri Tandiarak (212 411 150)

2. Harnol Yansen (212 411 022)

3. Sylvani Boroh (1211 411040)

Kelas:

E (Rantepao)

Universitas Kristen Indonesia Toraja (UKIP)


Tahun 2015

Manajemen Keuangan Internasional Page 1


Kata Pengantar

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa oleh karena
kasih-Nyalah kami diberi kesehatan dan kemampuan sehingga kami dapat
membuat makalah mata kuliah Manajemen Keuangan Internasional dengan judul
materi “Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity)”. Makalah ini merupakan
salah satu syarat dalam menyelesaikan serangkaian mata kuliah pada Fakultas
Ekonomi Universitas Kristen Indonesia Toraja ( UKI TORAJA ) Jurusan
Manajemen (Konsentrasi K1). Dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai Defenisi PPP, Formula PPP, Bentuk PPP, Kritik-kritik PPP, dan
Kegagalan PPP.

Makalah ini dapat kami selesaikan sesuai harapan kami oleh karena tidak
luput dari bantuan dosen pembimbing yang dalam hal ini Ibu Adriana Madya
Marampa’, SE, MM yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaganya dalam
mengarahkan penyusunan makalah dengan baik.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak


kekurangan baik penulisan dan penyajian materi, untuk itu kami dengan hati
terbuka menerima saran dan kritikan yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Jika dalam penulisan makalah ini terdapat kekeliruan yang dapat


merugikan pembaca, maka dengan sangat kami mohon maaf.

Rantepao, 20 April 2015

Kelompok 8

Manajemen Keuangan Internasional Page 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR -------------------------------------------------------------------------------

DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------------

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ------------------------------------------------------------------- 4
1.2 Rumusan masalah-------------------------------------------------------------- 5
1.3 Tujuan Penulisan --------------------------------------------------------------- 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Paritas Daya Beli ----------------------------------------------------

2.2 Formula Paritas Daya Beli ----------------------------------------------------

2.3 Bentuk Paritas Daya Beli -----------------------------------------------------

2.4 Kritik Terhadap Paritas Daya Beli ------------------------------------------------

2.5 Kegagalan Paritas Daya Beli ------------------------------------------------

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ---------------------------------------------------------------------

3.2 Saran ----------------------------------------------------------------------------

DAFTAR PUSTAKA

Manajemen Keuangan Internasional Page 3


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pergerakan globalisasi yang semakin meluas ditunjukkan dengan
semakin bebasnya pasar dunia dan semakin berkurangnya hambatan dalam
melakukan perdagangan internasional. Kemudahan dalam melakukan
perdagangan internasional dapat mengakibatkan volume dan nilai
perdagangan internasional mengalami peningkatan. Peningkatan volume
perdagangan internasional dapat mengakibatkan fluktuasi nilai tukar mata
uang antar negara, oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk menentukan
nilai tukar valuta asing pada tingkat yang menguntungkan. Penentuan nilai
tukar valuta asing memiliki pengaruh yang besar terhadap biaya dan
keuntungan yang akan diperoleh dalam perdagangan internasional.
Nilai tukar mata uang selalu mengalami perubahan. Terdapat banyak
hal yang dapat mempengaruhi perubahan nilai tukar, seperti tingkat inflasi,
tingkat suku bunga, tingkat pendapatan nasional, batasan pemerintah, dan
prediksi pasar mengenai nilai tukar di masa mendatang (Madura, 2006
dikutip dalam internet). Telah banyak teori keuangan internasional yang
berupaya menjelaskan mengenai perilau nilai tukar, salah satunya adalah
teori Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity).
Teori paritas daya beli adalah salah satu teori keuangan internasional
yang menjelaskan bahwa perubahan pergerakan nilai tukiar akan sebanding
dengan perubahan selisih tingkat inflasi antara kedua negara. Teori paritas
daya beli ini terdiri dari dua bentuk, yaitu absolut dan relatif. Teori paritas
daya beli versi absolut menyatakan bahwa nilai tukar harus sebanding
dengan selisih tingkat inflasi domestik dan asing, sementara teori paritas
daya beli versi relatif menyatakan bahwa perubahan nilai tukar mata uang
antar dua negara akan sebanding dengan perubahan rasio tingkat inflasi di
kedua negara tersebut.
Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan
terus-menerus (Rahardja dan Manurung, 2008, dikutip dalam internet).
Inflasi memiliki dampak terhadap nilai tukar karena akan mempengaruhi
permintaan dan penawaran suatu mata uang di pasar valuta dan akan
mempengaruhi perdagangan internasional. Inflasi tidak selalu berpengaruh
negatif dalam perdagangan namun juga dapat menandakan bahwa keadaan
ekonomi dalam negara tersebut memiliki pergerakan positif dibuktikan
dengan adanya perubahan dalam harga-harga barang

Manajemen Keuangan Internasional Page 4


Kegiatan ini dilakukan pada Bank Indonesia selaku bank sentral. Bank
Indonesia memiliki wewenang dalam mengeluarkan kebijakan secara
independen untuk mencapai tujuan tunggalnya yaitu memelihara kestabilan
nilai tukar Rupiah. Tujuan dari ini adalah untuk membuktikan keberlakuan
teori paritas daya beli empat mata uang utama dalam perdagangan dunia,
yaitu Dollar Amerika Serikat, Yen, Poundsterling, dan Euro terhadap Rupiah
Indonesia dalam jangka panjang yaitu sejak kuartal pertama tahun 2003
hingga kuartal kedua tahun 2013.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Defenisi Paritas Daya Beli

1.2.2 Jenis-jenis Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity)

1.2.3 Bentuk Paritas Daya Beli yang menjadi persaingan pada Nilai Mata
Uang terhadap Rupiah Indonesia

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan Penulisan dari makalah ini adalah:
Mengetahui Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity)
Manfaat:
1. Memberikan tambahan wawasan bagi teman-teman mahasiswa
mengenai ParitasSuku Bunga dan Paritas Daya Beli
2. Menjadi parameter dosen mengukur sejauh mana mahasiswa
memahami materi

Manajemen Keuangan Internasional Page 5


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity)


Keseimbangan kemampuan berbelanja, kadang-kadang juga disebut
Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity – PPP) dalam ilmu ekonomi
adalah sebuah metode yang digunakan untuk menghitung sebuah alternatif
nilai tukar antara mata uang dari dua Negara. PPP mengukur berapa banyak
sebuah mata uang dapat membeli dalam pengukuran internasional
(biasanya $), karena barang dan jasa memiliki harga berbeda di beberapa
Negara.
Teori paritas daya beli adalah salah satu teori keuangan internasional
yang menjelaskan bahwa perubahan pergerakan nilai tukiar akan sebanding
dengan perubahan selisih tingkat inflasi antara kedua negara. Teori paritas
daya beli ini terdiri dari dua bentuk, yaitu absolut dan relatif. Teori paritas
daya beli versi absolut menyatakan bahwa nilai tukar harus sebanding
dengan selisih tingkat inflasi domestik dan asing, sementara teori paritas
daya beli versi relatif menyatakan bahwa perubahan nilai tukar mata uang
antar dua negara akan sebanding dengan perubahan rasio tingkat inflasi di
kedua negara tersebut.

2.2 Formula Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity)


Formula Paritas Daya Beli adalah:

ef = Ih - If
Yaitu persentase perubahan nilai tukar kurang lebih harus sama dengan
selisih laju inflasi cukup kecil. Formula ini tepat jika laju inflasi cukup kecil

2.3 Bentuk Paritas Daya Beli (PPP)


2.3.1. Absolute Purchasing Power Parity
Salvatore (2011 dikutip dalam internet) mengungkapkan bahwa
teori paritas daya beli versi absolut merupakan titik ekuilibrium dari
nilai tukar antar dua negara dan rasio tingkat harga dari kedua negara
yang bersangkutan.

Manajemen Keuangan Internasional Page 6


Menurut Amalia (2007, dikutip dalam internet) teori paritas daya
beli versi absolut pada dasarnya adalah perbandingan nilai satu mata
uang terhadap mata uang lain yang ditentukan oleh tingkat harga
pada masing- masing negara.
Paritas daya beli absolut memiliki asumsi bahwa tanpa adanya
hambatan internasional, harga dari sejumlah produk yang sama pada
dua negara yang berbeda seharusnya setara jika diukur dalam mata
uang yang sama. Biaya transportasi, bea masuk dan kuota
perdagangan menyebabkan bentuk absolut dari paritas daya beli ini
tidak akan terjadi. Paritas daya beli bentuk absolut ini menunjukan
nilai tukar yang dihitung dari perbandingan tingkat harga domestik
dengan tingkat harga di luar negeri. Hubungan ekuilibrium yang
diterapkan dalam paritas daya beli versi absolut mengasumsikan
arbitrase komoditas sempurna antara dua negara yang ditunjukkan
oleh persamaan berikut.
Absolute Purchasing Power Parity menyatakan hubungan
diantara harga barang-barang dan jasa dengan nilai tukar mata uang
asing dengan persamaan sebagai berikut:

S=P
P*
Dimana:
S = nilai tukar mata uang (mata uang domestik per satuan mata
uang asing)
P = tingkat harga domestik
P* = tingkat harga di luar negeri

Untuk mendapatkan indeks harga, harus ditentukan terlebih


dahulu harga dari barang-barang dan jasa yang akan dimonitor.
Kemudian harga dari aneka barang dan jasa ini ditentukan bobotnya.
Indeks harga tersebut adalah rata-rata tertimbang dari harga barang-
barang dan jasa yang diteliti.
Persamaan diatas menunjukkan bahwa nilai tukar atau uang
diantara dua Negara adalah sama dengan perbandingan indeks
harga diantara kedua Negara tersebut Persamaan tersebut dapat
dilukiskan sebagai berikut:

P = EPf

Manajemen Keuangan Internasional Page 7


Persamaan ini disebut dengan Law of One Price dan
menunjukkan Bahwa barang-barang dijual dengan harga yang sama
diseluruh dunia.
2.3.2. Relative Purchasing Power Parity
Paritas daya beli bentuk relatif mempertimbangkan bahwa
dengan adanya ketidaksempurnaan pasar, seperti adanya bea
masuk, biaya transportasi, dan kuota yang berbeda di berbagai
negara, harga sejumlah produk pada negara yang berbeda tidak
selalu sama jika diukur dalam mata uang yang sama.
Salvatore (2011, dikutip dalam internet) mengungkapkan bahwa
“Relative purchasing power parity postulates that the change in the
exchange rate over a period time should be proportional to the relative
change in the price levels in the two nations over the same period.”
Eiteman, Stonehill, dan Moffet (2010 dikutip dalam internet)
berpendapat bahwa paritas daya beli relatif tidak secara khusus
membantu menentukan kurs saat ini, tetapi perubahan relatif harga-
harga diantara kedua negara selama suatu periode menentukan
perubahan nilai tukar selama periode itu.
Amalia (2007, dikutip dalam internet) mengungkapkan bahwa
pada paritas daya beli versi relatif, apabila terjadi perubahan harga di
kedua negara, maka nilai tukar antar kedua negara tersebut juga
harus mengalami perubahan juga. “Paritas daya beli versi relatif juga
dapat megukur apakah mata uang tersebut overvalue atau
undervalue”
Berikut ini adalah rumus paritas daya beli versi relatif.

1+𝜋
S= − 1
1+𝜋∗
Dimana:
S = Nilai tukar
π = tingkat inflasi domestik
π* = tingkat inflasi asing

Pada umumnya persentase perubahan pada tingkat harga


tersebut dinyatakan sebagai tingkat inflasi. Maka untuk menyatakan
Relative Purchasing Power Parity dengan cara lain adalah bahwa
persentase perbedaan pada nilai tukar mata uang sama dengan
perbedaan inflasi di dalam negeri dengan di luar negeri.

Manajemen Keuangan Internasional Page 8


2.3.3. Relative Purchasing Power Parity
Model regresi linier merupakan suatu model penelitian yang
digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat. Ramirez dan Khan (1999:379)
menyebutkan bahwa teori paritas daya beli berlaku apabila koefisien
selisih inflasi signifikan dan memiliki arah positif. Hasil analisis regresi
sederhana masing-masing negara yang diuji terhadap Indonesia akan
dipaparkan sebagai berikut:
a. Indonesia dan Amerika Serikat
Tabel 1. Hasil Model Regesi Indonesia dan AS
Unstandardized Standardize
Coefficient d Coefficient
Model t Sig.
Std.
B
Error
(Constant) 0.517 1.923 0.269 0.789
Inf 0.903 0.35 0.378 2.579 0.014
Berdasarkan tabel 1, persamaan model regresi linier sederhana
antara Amerika Serikat dan Indonesia adalah sebagai berikut :
Y1 = 0,517 + 0,903X1
Konstanta pada persamaan regresi linier sederhana antara Amerika
Serikat dan Indonesia menunjukkan a=0,517 yang berarti apabila
tidak terdapat perubahan pada variabel rasio inflasi Amerika Serikat
dan Indonesia (X1 = tetap), maka nilai tukar Dollar Amerika Serikat
terhadap Indonesia akan meningkat sebesar 0,517 poin.
Tabel 2. Koefisien Korelasi dan Determinasi

Adjusted
Model R R.Square
R Square
1 0.378 0.143 0.121

Koefisien determinasi (r2) untuk Amerika Serikat dan Indonesia


berdasarkan tabel 2, diperoleh hasil sebesar 0,143. Hal ini berarti
bahwa 14,3% variabel nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap
Rupiah dipengaruhi oleh variabel rasio inflasi antara Amerika Serikat
dan Indonesia, sementara sisanya sebesar 85,7% dipengaruhi oleh
variabel-variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini seperti
tingkat suku bunga, tingkat pertumbuhan ekonomi, pengendalian
pemerintah, prediksi pasar, dan sebagainya.

Dari kedua table yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh rasio


inflasi Indonesia dan Amerika Serikat terhadap nilai tukar

Manajemen Keuangan Internasional Page 9


Rupiah/Dollar Amerika Serikat secara parsial diterima. Teori paritas
daya beli hanya dapat berlaku apabila hasil koefisien rasio inflasi
domestik dan asing signifikan, bukan bernilai nol dan memiliki arah
positif. Berdasarkan hasil perhitungan statistik, dapat disimpulkan
bahwa teori paritas daya beli berlaku untuk Amerika Serikat terhadap
Indonesia.

b. Indonesia dan Jepang


Tabel 3. Hasil Model Regesi Indonesia dan Jepang
Unstandardized Standardize
Coefficient d Coefficient
Model t Sig.
Std.
B
Error
(Constant) 42.284 7.648 5.529 0
Inf -2.243 0.954 -0.348 -2.351 0.024
Berdasarkan tabel 3, persamaan model regresi linier sederhana
antara Jepang dan Indonesia adalah sebagai berikut :

Y2 = 42,284 – 2,243 X2
Konstanta pada persamaan regresi linier sederhana antara
Jepang dan Indonesia menunjukkan a=42,284 yang berarti apabila
tidak terdapat perubahan pada variabel rasio inflasi Indonesia dan
Jepang (X2 = tetap), maka nilai tukar Yen Jepang terhadap
Indonesia akan meningkat sebesar 42,284 poin.
Tabel 4. Koefisien Korelasi dan Determinasi
Adjusted
Model R R.Square
R Square
1 0.348 0.121 0.099

Koefisien determinasi (r2) untuk Jepang dan Indonesia


berdasarkan tabel 4, diperoleh hasil sebesar 0,121. Hal ini berarti
bahwa 12,1% variabel nilai tukar Yen Jepang terhadap Rupiah
dipengaruhi oleh variabel rasio inflasi antara Jepang dan
Indonesia, sementara sisanya sebesar 87,9% dipengaruhi oleh
variabel-variabel lain.
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diketahui bahwa rasio
inflasi Indonesia dan Jepang secara parsial memiliki pengaruh

Manajemen Keuangan Internasional Page 10


negatif yang signifikan terhadap nilai tukar Rupiah/Yen. Hal ini
ditunjukkan oleh koefisien X2 sebesar -2,243 dengan taraf
signifikan 0,024 kurang dari taraf signifikan yang disyaratkan yaitu
5% atau 0,05. Berdasarkan uji parsial atau uji t, hipotesis kedua
yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh rasio inflasi Indonesia
dan Jepang terhadap nilai tukar Rupiah/Yen secara parsial
diterima. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Manzur dan Chan (2010 dikutip dalam internet) yaitu teori paritas
daya beli tidak berlaku untuk Euro/Yen. Ketidakberlakuan teori
paritas daya beli ini disebabkan oleh tingkat inflasi Jepang yang
sangat rendah bahkan sempat mengalami deflasi (nilai inflasi
minus). Hal ini yang menyebabkan rasio inflasi antara Indonesia
dan Jepang memiliki koefisien negatif.

2.4 Kritik-Kritik Terhadap Purchasing Power Parity

1. Menyangkut adanya hambatan perdagangan internasional, yaitu adanya


tarif dan kuota serta adanya biaya transportasi, sehingga diduga
menimbulkan penyimpangan kurs keseimbangan dari konsep PPP.

2. Menyangkut terbatasnya variabel yang digunakan dalam menentukan


kurs valuta asing (dalam konsep PPP hanya tingkat harga yang
digunakan sebagai variabel), sementara banyak variabel lain yang dapat
menentukan tingkat kurs, namun tidak diperhitungkan dalam konsep
PPP, contohnya tingkat suku bunga, penawaran uang dan pendapatan
nasional.
3. Kritik yang berhubungan dengan tingkat harga yang digunakan, apakah
menggunakan indeks harga konsumen atau indeks harga pedagang
besar. Secara teoritis, tingkat harga yang dimaksud adalah indeks harga
umum. Namun, data indeks harga umum tidak tersedia, sehingga
digunakan indeks harga konsumen atau indeks harga pedagang besar
sebagai proxi dari tingkat harga.

2.5 Kegagalan Purchasing Power Parity


Ada 5 penjelasan mengenai kegagalan tersebut, yaitu:

1. Hambatan perdagangan internasional

Manajemen Keuangan Internasional Page 11


karena adanya biaya transportasi. Biaya ini menyebabkan perbedaan
harga untuk barang yang sama di pasar yang berbeda. Dengan kata lain,
hal ini menyimpang dari hukum satu harga dan akan menyebabkan
kondisi arbitrase, jika harga yang berlaku ternyata lebih tinggi daripada
harga ditambah biaya transportasi. Dalam keadaan demikian, negara
yang menetapkan harga lebih tinggi akibat adanya biaya transportasi
akan memiliki kurs yang bernilai lebih tingi (overvalued) daripada
ketentuan kurs berdasarkan PPP.
Selain biaya transportasi, hambatan perdagangan berupa tarif dan kuota
juga menyebabkan kegagalan konsep PPP. Hampir setiap negara
memberlakukan sistem tarif terhadap komoditi yang akan masuk ke
negaranya. Hal ini ditujukan untuk melindungi produksi dalam negeri.
Proteksi yang banyak dilakukan adalah proteksi terhadap sektor
pertanian. Tarif merupakan pengenaan pajak bagi komoditi impor,
sedangkan kuota merupakan pembatasan jumlah komoditi impor. Baik
tarif dan kuota menyebabkan kenaikan harga komoditi impor. Di negara
yang memberlakukan tarif atau kuota, kurs yang berlaku akan lebih tinggi
dari ketentuan konsep PPP (overvalued).
Perbedaan pemberlakuan pajak masing-masing negara juga merupakan
faktor yang menyebabkan kegagalan konsep PPP. Negara yang
menerapkan pajak lebih tinggi dibanding negara lain memiliki kurs
berlaku yang lebih tinggi dari kurs yang ditentukan dalam konsep PPP.
Hal ini terjadi karena harga komoditi dalam negeri akan relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan harga komoditi yang sama di luar negeri.
2. Komoditi yang tidak diperdagangkan dalam perdagangan internasional,
Perdagangan jasa merupakan komoditi yang tidak diperdagangkan
secara internasional, namun dimasukkan dalam perhitungan indeks
harga. Di negara-negara maju, harga jasa, misalkan biaya sewa dan
tenaga kerja, lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara
berkembang. Hal inilah yang menyebabkan penilaian kurs valuta asing
yang terlalu rendah (undervalued) di negara-negara berkembang, karena
indeks harga di negara maju jauh lebih tinggi daripada negara
berkembang.
3. Persaingan yang tidak sempurna (imperfect competition)
Adanya kompetisi yang tidak sempurna menyebabkan perbedaan harga
barang yang diperdagangkan di setiap negara. Perbedaan ini
mengakibatkan penyimpangan konsep PPP. Perbedaan harga barang
yang diperdagangkan di setiap negara dapat terjadi karena perusahaan
memiliki kemampuan untuk menerapkan harga yang berbeda di pasar
yang berbeda. Teori diskriminasi harga menyatakan bahwa suatu
perusahaan akan memaksimalkan keuntungan dengan meragamkan
harga berdasarkan elastisitas permintaan suatu barang. Elastisitas

Manajemen Keuangan Internasional Page 12


permintaan menunjukkan bahwa bagaimana perubahan jumlah barang
yang diminta apabila harga barang tersebut mengalami perubahan. Jika
harga suatu barang meningkat 10 persen dan jumlah barang yang
diminta turun kurang dari 10 persen, maka permintaan untuk barang ini
dikatakan inelastis. Jika harga naik sebesar 10 persen, dan jumlah
barang yang diminta turun lebih dari 10 persen, maka permintaan untuk
barang ini dikatakan elastis. Penerimaan penjualan meningkat mengikuti
kenaikan harga barang yang memiliki permintaan inelastis dan akan
turun mengikuti kenaikan harga barang yang memiliki permintaan elastis.
Perusahaan yang menerapkan diskriminasi harga dapat memaksimalkan
penerimaannya dengan menerapkan harga yang lebih tinggi di negara
yang memiliki permintaan inelastis dibandingkan dengan negara yang
memiliki permintaan lebih elastis. Hal ini akan mengakibatkan penilaian
kurs yang terlalu tinggi (overvalued) di negara yang memiliki permintaan
elastis.
4. Ketidakseimbangan neraca transaksi berjalan (current account
imbalances),
Alasan lain yang menyebabkan harga barang dapat berbeda di setiap
negara adalah karena kurs merefleksikan perdagangan internasional
bukan hanya menyangkut barang dan jasa tapi juga aktiva finansial
(financial assets). Pendekatan PPP dalam mengevaluasi kurs hanya
berdasarkan peranan perdagangan komoditi internasional dan
mengabaikan perdagangan aktiva. Padahal perdagangan aktiva juga
memiliki peranan penting dalam menentukan penawaran dan permintaan
valuta asing. Pada gilirannya, aliran aktiva antar negara berkaitan dengan
posisi neraca transaksi berjalan masing-masing negara. Neraca transaksi
berjalan mengukur aliran barang, jasa, pendapatan investasi dan transfer
unilateral internasional. Negara yang memiliki defisit transaksi berjalan
akan menarik kapital dari negara lain untuk menutup defisit. Dalam hal
ini, negara yang melakukan lebih banyak pembelian dari negara lain
(impor) daripada penjualan (ekspor) tersebut akan membiayai defisitnya
dengan pinjaman dana dari pihak lain. Sebaliknya, suatu negara yang
memiliki surplus transaksi berjalan akan melakukan investasi di negara
lai\n. Negara dengan defisit transaksi berjalan cenderung memiliki nilai
kurs yang lebih tinggi (overvalued) dibandingkan dengan ketentuan
konsep PPP.
5. Dalam jangka pendek, tingkat harga cenderung sticky.
Konsep PPP tidak dapat bekerja secara seketika, tetapi memerlukan
waktu yang cukup lama, karena dalam jangka pendek tingkat harga
cenderung sticky. Sehingga dalam jangka pendek, konsep PPP
mengalami penyimpangan. Konsep PPP hanya menunjukkan hubungan
keseimbangan jangka panjang antara kurs dengan tingkat harga.

Manajemen Keuangan Internasional Page 13


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori Purchasing Power Parity menyatakan bahwa tingkat inflasi
Dapat mempengaruhi nilai tukar mata uang. Teori Interest Rate Parity
menyatakan bahwa tingkat suku bunga Dapat mempengaruhi nilai
tukar mata uang. Berdasarkan teori Purchasing Power Parity dan teori
Interest Rate Parity maka tingkat inflasi dan suku bunga di suatu negara
mempunyai Pengaruh terhadap nilai tukar mata uang. Kedua faktor
tersebut dapat berinteraksi sehingga menimbulkan pengaruh yang lebih
besar terhadap nilai tukar mata uang. Sebagai contohnya, perubahan
perbedaan inflasi dapat mempengaruhi perbedaan suku bunga. Dengan
adanya perubahan perbedaan inflasi dan suku bunga maka nilai tukar
mata uang akan cenderung menyesuaikan dengan keadaan tersebut.
3.2 Saran
Bagi Bank Indonesia selaku bank sentral Republik Indonesia, diharapkan
dapat berhati-hati dalam mengambil kebijakan yang tepat di bidang moneter
dan berantisipasi terhadap krisis ekonomi yang terjadi di dunia. Hal ini
bertujuan untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah demi meningkatnya
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Manajemen Keuangan Internasional Page 14


Daftar Pustaka

1. http://id.wikipedia.org/wiki/keseimbangankemampuanberbelanja
2. Madura J. 2000. International Financial Management. 6th Edition. West
Publishing Company (diambil dari Yovita Vivianty Univ.Atmadjaja)
3. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=189997&val=64
68&title=PENGUJIAN-TEORI-PARITAS-DAYA-BELI-NILAI-TUKAR-
EMPAT-MATA-UANG-UTAMA-TERHADAP-RUPIAH-INDONESIA
4. Amalia, Lia. 2007. Dikutip dalam Ekonomi Internasional. Yogyakarta:
Graha Ilmu
5. Madura, Jeff. 2006. International Corporate Finance. Terjemahan. Buku
1. Jakarta: Salemba Empat. (diambil dari Nisita Kartikaningtyas -
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang)

Manajemen Keuangan Internasional Page 15

Anda mungkin juga menyukai