Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA Tn.

A DENGAN
ASMA DI DESA SAMBENG

Laporan Tugas Akhir


Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan
Pada Program Studi Keperawatan D III

Diajukan oleh :

RIRIS IRFA ANGGRAINI


NIM : 121440124760073

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN D III


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2015
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma merupakan penyakit radang kronis pada saluran pernapasan yang

sering terjadi pada masyarakat di berbagai negara di seluruh dunia. Dalam

beberapa tahun terakhir, penyakit ini telah menunjukkan peningkatan prevalensi

yang cukup signifikan. Menurut data yang dikeluarkan oleh Global Initiative

for Asthma (GINA) pada tahun 2011, diperkirakan sebanyak 300 juta manusia

menderita asma.

Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 300 juta

orang di dunia mengidap penyakit asma dan 225 ribu orang meninggal karena

penyakit asma pada tahun 2005 lalu. Hasil penelitian International Study on

Asthma and Alergies in Childhood pada tahun yang sama menunjukkan bahwa

di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma melonjak dari sebesar 4,2%

menjadi 5,4 %.

Di Amerika Serikat, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh National

Center for Health Statistics of the Centers for Disease Control and Prevention

(CDC) (2011), selama tahun 2001 sampai dengan tahun 2009, proporsi

penderita asma di segala usia meningkat setinggi 12,3 %. Sedangkan di

Indonesia, dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi

penyakit asma mencapai 4%. Peningkatan jumlah penderita asma di negara


berkembang termasuk Indonesia saat ini membutuhkan penanganan yang serius.

Data dari medical record Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro menunjukkan

bahwa jumlah penderita asma bronkial pada tahun 2007 masuk dalam 10 besar

penyakit yang ada di ruang Penyakit Dalam yaitu mencapai 148 orang (8,26%).

Sedangkan pada tahun 2008 penderita asma bronkial tidak masuk dalam 10

besar (Arief, 2009).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan pertanyaan

penelitian sebagai berikut : “Bagaimana proses asuhan keperawatan pada

keluarga Tn.A dengan ASMA di desa Sambeng ?

C. Tujuan

Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis memiliki tujuan:

1) Tujuan Umum

Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis memiliki

tujuan: Dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada keluarga Tn.A

dengan masala asma.

2) Tujuan Khusus

a. Dapat melaksanakan pengkajian pada keluarga dengan penyakit asma.

b. Dapat melaksanakan analisa data hasil pengkajian pada keluarga dengan

asma.

c. Dapat menetapkan diagnosa keperawatan pada keluarga dengan asma.


d. Dapat menetapkan rencana tindakan keperawatan pada keluarga dengan

asma.

e. Dapat melaksanakan implementasi keperawatan pada keluarga dengan

asma.

f. Dapat melaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan

yang telah dilakukan pada keluarga dengan asma.

D. Ruang Lingkup

1. Lingkup Khusus

Pengambilan kasus hanya dibatasi pada kasus asma pada keluarga Tn. A di

desa Sambeng sebanyak 1 kasus.

2. Lingkup Waktu

Pemberian Asuhan Keperawatan pada keluarga Tn A dilakukan pada tanggal

23 maret 2015.

3 Linkup tempat

Tempat pengambilan studi kasus adalah di desa Sambeng.

4. Lingkup Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan yang dilakukan pada keluarga Tn. A dengan asma di

desa Sambeng.
E. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

Dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada keluarga Tn. A secara

komprehensif dan menambah pengalaman dalam menerapkan konsep

asuhan keperawatan keluarga pada keluarga Tn.A .

2. Bagi Institusi

Diharapkan dengan adanya penulisan laporan ini, dapat dijadikan

masukan dalam pembelajaran bagi mahasiswa selanjutnya.

3. Bagi keluarga

Dengan adanya laporan tugas akhir ini, diharapkan dapat bermanfaat

dalam meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat anggota

keluarga yang sakit asma.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas sehingga

menimbulkan gejala periodik berupa wheezing, sesak napas, dada terasa berat

dan batuk-batuk terutama malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan

luasnya inflamasi yang menyebabkan obstruksi jalan napas dengan derajat

bervariasi dan bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Inflamasi

menyebabkan peningkatan respon jalan napas terhadap berbagai rangsangan,

(Smeltzer & Bare, 2008).

Asma merupakan penyakit inflamasi ( radang) kronik saluran nafas yang

menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas terhadap bebrbagai

rangsangan. Akibatnya timbul gejala episodik berulang seperti nafas berbunyi,

sesak nafa , dada terasa berat dan batuk – batuk. ( Risnawaty, 2011).

Asma merupakan keadaan sakit sesak nafas dikarenakan terjadinya

aktivitas berlebih terhadap rangsangan tertentu sehingga menyebabkan

peradangan dan penyempitan pada saluran nafas yang mengalirkan oksigen ke

paru-paru dan rongga dada. (Admin, 2012).

B. ETIOLOGI

Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti , namun suatu

hal yang seringkali terjadi pada penderita asma adalah fenomena hiperaktivitas
bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsang imunologi

maupun nonimunologi. Karena sifat tersebut maka serangan asma mudah terjadi

akibat berbagai rangsang baik fisik , metabolisme, kimia, alergen, infeksi dan

sebagainya. Faktor penyebab yang sering menimbulkan asma perlu diketahui

dan sedapat mungkin dihindarkan. Faktor – faktor tersebut adalah :

a) Alergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari

rerumputan.

b) Iritan seperti asap dan bau – bauan dan polutan.

c) Inveksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus.

d) Perubahan cuaca yang extrem.

e) Aktivitas fisik yang berlebih

f) Lingkungan kerja

g) Obat obatan

h) Refluk esofagus

( Somantri, 2007 )

C. PATOFISIOLOGI

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain

alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma

dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur

imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas

tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul

pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE


abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi,

antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru,

yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang

menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE or-ang tersebut

meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat

pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai

macam media-tor . Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin,

leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan

menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus

yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus,

sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat,

obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen.

Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast

terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus.

Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan

bertahan selama 16--24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu.

Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T , sel mast dan Antigen Presenting

Cell(APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma.

D. MANIFESTASI KLINIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Mengenal tanda dan gejala asma adalah bagian penting dari

penatalaksanaan asma mengetahui terjadi atau mulai timbulnya tanda tanda


peringatan atau gejala awal yang ringan sangat membantu agar tindakan

intervensi bisa mulai lebih awal pula.

Beberapa tanda peringatan awal mungkin dideteksi hanya oleh yang

bersangkutan, sedangkan tanda peringatan awal yang lain lebih mungkin terlihat

oleh orang lain. Tapi yang paling bisa diandalkan sebagai tanda peringatan awal

adalah penurunan dari angka prestasi pengguna ” Peak Flow Meter.”

Contoh tanda peringatan awal :

1) Perubahan dalam pola pernapasan

2) Bersin - bersin

3) Perubahan suasana hati

4) Hidung mampet atau hidung ngocor

5) Batuk

6) Gatal – gatal pada tenggorokan

7) Merasa lelah

8) Lingkaran hitam dibawah mata

9) Susah tidur

10) Turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga

11) Kecenderungan penurunan prestasi dalam penggunaan peak flow

meter

Contoh gejala asma :

1) Nafas berat dan berbunyi ”ngik - ngik” (mengi)

2) Batuk – batuk
3) Nafas pendek tersengal – sengal

4) Sesak dada

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Spirometer

Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga

untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.

2) Peak Flow Meter/PFM.

Peak flow metermerupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat

tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru.

Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan

diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau

PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena; PFM

tidak begitu sensitif dibanding FEV . untuk diagnosis obstruksi saluran

napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk

pemantauan dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam

diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.

3) X-raydada/thorax.

Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.

4) Pemeriksaan IgE.

Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE

spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari

faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab
asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara

radioallergosorbent test(RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat

dilakukan (pada der-mographism).

5) Petanda inflamasi.

Derajat berat asma dan pengoba-tannya dalam klinik sebenarnya tidak

berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis

dan spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-

kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru,

pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara

yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi

menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic

Protein(ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi

endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi,

tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.

6) Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB.

Pada penderita yang menunjukkan FEV1 >90%, HRBdapat dibuktikan

dengan berbagai tes provokasi. Provokasi bronkial dengan menggunakan

nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi

saluran napas pada penderita yang sensitif. Respons sejenis dengan dosis

yang lebih besar, terjadi pada subyek aler gi tanpa asma. Di samping itu,

ukuran alergen dalam alam yang terpajan pada subyek alergi biasanya

berupa partikel dengan berbagai ukuran dari 2 um sampai 20 um, tidak

dalam bentuk nebulasi. Tes provokasi sebenarnya kurang memberikan


informasi klinis dibanding dengan tes kulit. Tes provokasi nonspesifik

untuk mengetahui HRB dapat dilakukan dengan latihan jasmani, inhalasi

udara dingin atau kering, histamin, dan metakolin.

E. KOMPLIKASI

Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang

mengancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat terjadi

pada beberapa individu. Pada kasus ini kerja pernapasan sangan meningkat.

Apabila kerja pernapasan meningkat, kebutuhan oksigen juga meningkat karena

individu yang mengalami serangan asmatidak dapat memenuhi kebutuhan

oksigen normalnya, individu semakin tidak sanggup, memenuhi kebutuhan

oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan, untuk berinspirasi dan ekspirasi

melawan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus dan mukus yang kental.

Situasi ini dapat menyebabkan pneumotorak akibat besarnya tekanan untuk

melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan dapat terjadi asidosis

respiratorik , gagal nafas, dan kematian. (Corwin, 2009).

F. PENATALAKSANAAN

1. Pengobatan Nonfarmakologi

a) Penyuluhan

Penyuluhan ini ditunjukan pada pasien dengan asma untuk

meningkatkan pengetahuan pasien sehingga pasien dapat menghindari

faktor pencetus, menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi pada

tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus

Klien dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada

lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor

pencetus.

c) Fisioterapi

Dapat dilakukan untuk mempermudah pengeluaran mukus.

2. Pengobatan Farmakologi

a) Agonis beta : metaproterol (alupent, metrapel). Bentuk aesonofol

bekerja sangat cepat diberikan sebanyak 3 – 4 x semprot dan jarak antara

semprotan pertama dan kedua adalah 10 kali.

b) Metilxanitin

Dosis dewasa diberikan 125 – 200 mg 4x sehari. Golongan metilxanitin

adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta

agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.

c) Kortikosteroid

Jika agonis beta dan metilxanitin tidak memberikan respon yang baik

harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan

dosis 4x semprot setiap hari.

d) Kromolin dan iprutropoium bromide (atroven)

Kromolin merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak anak

dosis iprutropioum bromide diberikan 1 – 2 kapsul perhari.

(arif muttaqin , 2009)


G. PROSES KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Dalam arif mutaqin, 2009. Proses pengkajian pada pasien asma adalah

sebagai berikut :

1. Anamnesis

Pengkajian mengenai nama, umur, jenis kelamin perlu dilakukan

pada pasien asma.seranggan asma pada usia dini memberikan implikasi

bahwa sangat mungkin terdapat status atopik. Serangan pada usia

dewasa dimungkinkan adanya faktor non atopik. Tempat tinggal

menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada. Berdasarkan

alamat tersebut dapat diketahui pula faktor yang memungkinkan menjadi

pencetus serangan asma. Status perkawinan dan gangguan emosional

yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus

serangan asma. Hal lain yang perlu dikaji dalam identitas klien adalah

tanggal masuk rumah sakit, nomor rekam medis ,asuransi kesehatan, dan

diagnosa medis.

Keluhan utama meliputi sesak nafas, bernafas terasa berat pada

dada dan adanya keluhan sulit bernafas.

2. Riwayat Penyakit Saat Ini

Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama

dengan keluhan sesak nafas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti

dengan gejala gejala lain seperti whezing, penggunaan otot bantu


pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis dan perubahan

tekanan darah.

3. Riwayat Penyakit Ddahulu

Penyakit yang pernah diderita pada masa masa dahulu seperti adanya

infeksi saluran pernapasan ata, sakit tenggorokan, amandel,sinusitis, dan

polip hidung. Riwayat erangan asma, frekuensi, waktu dan alergen

alergen yang di curigai sebagai pencetus serangan sarta riwayat

penobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma.

4. Riwayat Penyakit keluarga

Pada pasien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit

asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluargnya karena

hipersensivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor

genetik dan lingkungan.

5. Pengkajian psiko – sosio – kultural.

Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien

dengan asma. Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan dan

perubahan mekanisme peran dalam keluarga. Gangguan emosional

sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma baik

gangguan itu berasal dari rumah tangga,, lingkungan sekitar sampai

lingkungan kerja. Seseorang dengan bebean hidup yang lebih berat

berpotensial mengalami serangan asma.


6. Pola Persepsi dan Tata Laksana Pola Hidup Sehat

Gejala asma dapat memebatasi manusia unruk berprilaku hidup normal

sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai

kondisi yang tidaka akan menimbulkan serangan asma.

7. Pola Hubungan dan Peran

Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya

secara normal. Klien perlu menyesuaikan dengan peran dan hubungan

klien baik di lingkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan

kerja, serta perubahan peran yang terjadi setelah klien mengalami

serangan asma.

8. Pola Persepsi dan Konsep Diri

Perlu dikaji persepsi klien terhadap penyakit, persepsi yang salah dapat

menghambat respon kooperatif pada diri klien.

9. Pola pennaggulangan setres

Setres dan ketegangan emosional merupakan faktor intristik pencetus

asma.

10. Pola Sensorik dan kognitif

Kelainana pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi proses konsep

diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien

sehingga kemungkinan terjadi serangan asma berulangpun semakin

tinggi.

11. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan


Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya dalam dunia dipercaya

dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien.

2. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum

Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan,

kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan

yang meningkat, penggunaan otot otot pantu pernapasan, sianosis, batuk

dengan lendir lengket, dan posisi istirahat tidur.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d bronkospasme

2) Gangguan pertukaran gas b/d spasme bronkus

3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d

dyspneu

4) Ansietas b/d adanya ancaman kematian

3. INTERVENSI

Anda mungkin juga menyukai