Anda di halaman 1dari 39

BAB IV

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Indikator derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari Umur Harapan Hidup
(UHH), mortalitas, morbiditas serta status gizi. Derajat kesehatan di Kabupaten
Garut dapat digambarkan melalui Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi
(AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) dan angka morbiditas.

A. Umur Harapan Hidup (UHH)

Umur Harapan Hidup (UHH) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan
yang digunakan sebagai salah satu dasar perhitungan Indeks Pembangunan
Manusia(IPM).

Umur Harapan Hidup merupakan indikator yang menggambarkan keberhasilan


taraf hidup suatu daerah sehingga Umur Harapan Hidup (UHH) dijadikan
indikator untuk mengevaluasi kinerja pemerintah. Kesejahteraan masyarakat serta
meningkatnya derajat kesehatan suatu wilayah bisa digambarkan melalui Umur
Harapan Hidup (UHH).
Grafik 4.1
Angka Harapan Hidup Di Kabupaten Garut Tahun 2010 – 2014

Sumber : BPS Kab.Garut Tahun 2015

Dari Grafik diatas dapat terlihat bahwa angka Umur Harapan Hidup (UHH)
Kabupaten Garut dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 terus meningkat
meskipun belum menunjukan peningkatan angka yang signifikan. Sedangkan
angka Umur Harapan Hidup tahun 2015 masih dalam proses perhitungan Badan
Perhitungan Statistik (BPS) Kabupaten Garut.

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 1


B. MORTALITAS/ KEMATIAN
Mortalitas adalah angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat
tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu dan dapat berupa penyakit
maupun sebab lainnya.
Angka kematian dapat dipengaruhi oleh tingkat ekonomi, sosial, kualitas
lingkungan hidup, sarana kesehatan serta pelayanan kesehatan lainnya.
Angka kematian merupakan indikator yang dapat dilihat secara umum dalam
keberhasilan pembangunan kesehatan. Hal ini juga dapat menggambarkan derajat
kesehatan masyarakat di wilayah tertentu.
Di Kabupaten Garut salah satu kematian yang harus mendapat perhatian khusus
adalah masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB).

1. Angka Kematian Ibu (AKI)


Angka kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) merupakan
indikator penting yang menggambarkan besarnya resiko fase kehamilan,
persalinan serta fase nifas (42 hari setelah melahirkan) diantara 100 ribu
kelahiran hidup dalam wilayah pada kurun waktu tertentu.
Kematian Ibu adalah kematian Ibu yang sedang hamil, saat proses persalinan
maupun setelah melahirkan sampai 42 (empat puluh dua) hari.
Di Kabupaten Garut jumlah kematian Ibu tahun 2015 yaitu sebanyak 45
(empat puluh lima) kasus, yang terdiri dari kematian Ibu hamil sebanyak 11
(sebelas) kasus, Ibu bersalin 16 (enam belas) kasus dan Ibu nifas sebanyak
18 (delapan belas) kasus. Apabila dibandingkan dengan tahun 2014, jumlah
kematian Ibu tidak mengalami peningkatan maupun penurunan. Hal ini
disebabkan tenaga kesehatan dan masyarakat yang proaktif serta terjalinnya
kerja sama baik antar lintas program maupun dengan lintas sektor sehingga
kasus kematian terlaporkan dalam 24 (dua puluh empat) jam serta dilakukan
Audit Maternal Perinatal (AMP). Selain itu, sistem pencatatan dan pelaporan
yang sudah semakin maju, sehingga apabila terjadi kasus dapat segera
dilaporkan.
Adapun penyebab dari kematian Ibu tersebut adalah karena Ibu hamil
mengalami pendarahan sebanyak enam belas (16) kasus, hipertensi dalam
kehamilan / ekslamsia sebanyak sepuluh (10) kasus, infeksi sebanyak lima

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 2


(5) kasus, abortus sebanyak satu (1) kasus dan disebabkan karena lain–lain
sebanyak delapan (8) kasus dengan tempat kematian terbanyak terjadi di
Rumah Sakit sebanyak tiga puluh tiga (33) kasus.

Grafik 4.2

Jumlah Kematian Ibu Maternal

Di Kabupaten Garut Tahun 2009 – 2015

45 45 45
43
37
34
28

Sumber : Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2015

2. Angka Kematian Bayi (AKB)


Definisi Operasional Kematian Bayi adalah bayi lahir hidup kemudian
meninggal dari usia 29 (dua puluh sembilan) hari sampai usia 12 (dua belas)
bulan kurang satu hari.
Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) merupakan
indikator yang sangat sensitif terhadap upaya pelayanan kesehatan terutama
yang berhubungan dengan bayi baru lahir perinatal dan neonatal.
Angka Kematian Bayi menggambarkan besarnya resiko kematian bayi
kurang dari umur satu tahun (< 1 tahun) dalam 1000 (seribu) kelahiran hidup.
Jumlah angka kematian bayi di Kabupaten Garut tahun 2015 sebanyak 278
(dua ratus tujuh puuh delapan) kasus, apabila dibandingkan dengan tahun
2014 jumlah Angka Kematian Bayi mengalami peningkatan sebanyak enam
puluh satu (61) kasus.
Adapaun penyebab Angka Kematian Bayi (AKB) tahun 2015 disebabkan
oleh Asfiksia sebanyak seratus delapan belas (118) kasus, kelainan bawaan
sebanyak sembilan (9), pnemonia sebanyak enam (6) kasus, diare sebanyak

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 3


tiga (3) kasus, sepsis sebanyak tiga (3) kasus, tetanus neonatorium sebanyak
satu (1) kasus dan disebabkan oleh lain-lain sebanyak tiga puluh dua (32)
kasus. Tempat kematian terbanyak terjadi di Rumah Sakit yaitu sebanyak
seratus enam puluh enam (166) kasus.

Grafik 4.3

Jumlah Kematian Ibu Maternal

Di Kabupaten Garut Tahun 2009 – 2015

Sumber : Bidang Kesehatan Keluarga Tahun 2015

3. Angka Kematian Balita (AKABA)


Interpretasi Angka Kematian Bayi (AKABA) adalah jumlah kematian balita
umur 0-5 tahun diantara 1000 Kelahiran Hidup (KH).
Di Kabupaten Garut pada tahun 2015 tidak ada kasus kematian balita. Ini
merupakan salah satu keberhasilan dibidang kesehatan anak apabila
dibandingkan dengan tahun 2014 dengan jumlah kematian balita yang masih
tinggi yaitu sebanyak 17 (tujuh belas) kasus.

Grafik 4.4

Jumlah Kematian Balita Di Kabupaten Garut Tahun 2010 – 2015

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 4


Sumber: Seksi Kesehatan Anak dan Lansia Tahun 2015

C. MORBIDITAS
Morbiditas adalah angka kesakitan, baik incidens maupun prevalens dari suatu
penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi
pada kurun waktu tertentu. Selain itu, morbiditas berperan pula dalam penilaian
status dan derajat kesehatan masyarakat.

1. Gambaran Masalah Umum Kesehatan


Jumlah kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap ke puskesmas pada tahun
2015 sebanyak 659.394. Banyaknya kunjungan pasien ke puskemas dan
jaringannnya selain berobat jalan dan rawat inap juga untuk mendapatkan
pelayanan preventif seperti pelayanan keluarga berencana (KB), imunisasi,
pemeriksan kehamilan, kir dokter dan klinik sanitasi.

Tabel. 4.1

10 Besar Penyakit Penderita Rawat Jalan dan Rawat Inap Di Puskesmas


Kabupaten Garut Tahun 2015
Kasus Baru
No Nama Penyakit
Jumlah %
1 Influenza 37.782 11.20
2 Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas 36.013 10.67
Akut tidak Spesifik
3 Tukak Lambung 21.604 6.40
4 Gastroduodenitesis tidal spesifik 20.256 6.00
5 Hipertensi Primer (esensial) 20.198 5.99
6 Myalgia 16.296 4.83
7 Gangguan lain pada kulit dan jaringan 16.286 4.83
subkutan yang tidak terklasifikasikan
8 Diare dan Gastroentertis 13.567 4.02

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 5


9 Dermatitis lain, tidak spesifik (eksema) 13.072 3.87
10 Nasofaringitis akuta (Common Cold) 11.190 3.32
Lain-lain 66.073 39.0
Jumlah 206.33 100
0
Sumber : Laporan Bulanan 1 Puskesmas Tahun 2015

Pada tahun 2015 kasus rawat jalan di puskesmas, penyakit Influenza


merupakan jenis penyakit terbanyak yaitu sebanyak 37.782 atau sebesar
11,20% dan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut tidak Spesifik
sebanyak 36.013 atau sebesar 10.67%. Penyakit tidak menular dan penyakit
degeneratif yang masuk ke dalam 10 besar penyakit yaitu penyakit Hipertensi
(essensial) sebanyak 20.198 atau sebesar 5.99%. Apabila dibandingkan
dengan tahun 2014, jumlah kunjungan pasien yang datang ke puskesmas pada
tahun 2015 mengalami penurunan tetapi apabila ditinjau dari jenis penyakit,
Influenza dan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut tidak Spesifik
masih merupakan jenis penyakit terbanyak yang ada di puskesmas. Untuk
jenis penyakit tidak menular dan degeneratif, penyakit Hipertensi essensial
mengalami pernurunan angka kesakitan dibandingkan dengan tahun 2014
yaitu dari 3 (tiga) besar penyakit terbanyak di puskesmas menjadi 5 (lima)
besar penyakit.

2. Gambaran Penyakit Tidak Menular (PTM)


Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
menjadi perhatian nasional maupun global. Apabila tidak dikendalikan dengan
tepat dan benar serta secara continue, PTM juga dapat mempengaruhi
ketahanan ekonomi nasional karena PTM sifatnya kronis dan pada umumnya
terjadi pada usia produktif.

Diagram 4.5
Distribusi Penduduk yang Diukur Tekanan Darah Berdasarkan Jenis Kelamin
Di Puskesmas Kabupaten Garut Tahun 2015

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 6


Sumber : Seksi Pengamatan Penyakit Tahun 2015

Pada tahun 2015 jumlah penduduk Kabupaten Garut yang datang untuk
memeriksa tekanan darah yaitu sebanyak 263.552 orang. Penduduk yang
datang untuk memeriksa tekanan darah ke puskesmas berjenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 165.382 orang sedangkan penduduk berjenis
kelamin laki-laki yaitu sebanyak 98.170 orang. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa penduduk berjenis kelamin perempuan lebih sadar terhadap kondisi
kesehatannya.

Data PTM yang bersumber dari fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di
Kabupaten Garut masih belum terkordinir dengan baik, ini disebabkan sistem
pencatatan dan pelaporan yang belum terlaksana secara optimal. Dari enam
puluh tujuh (67) puskesmas yang ada di Kabupaten Garut hanya sebanyak
lima puluh enam (56) puskesmas yang melaporkan data Penyakit Tidak
Menular (PTM). Dengan keterbatasan data tersebut, informasi yang
dihasilkan belum dapat menggambarkan situasi sebenarnya namun dapat
memberikan gambaran PTM yang terjadi di Kabupaten Garut.

Diagram 4.6
Distribusi Penduduk yang Diukur Tekanan Darah dan Terdiagnosa
Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin
Di Puskesmas Kabupaten Garut Tahun 2015

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 7


Sumber : Seksi Pengamatan Penyakit Tahun 2015

Dari diagram diatas terlihat bahwa dari sebanyak 263.552 orang yang dateng
ke puskesmas untuk memeriksa tekanan darahnya, yang terdiagnosa hipertensi
yaitu sebanyak 22.068 orang. Penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak
14.245 orang atau sebesar 5.41% sedangkan penduduk berjenis kelamin laki-
laki yaitu sebanyak 7.823 orang atau sebesar 2.97%. Dari gambaran diagram
tersebut dapat disimpulkan bahwa penduduk Kabupaten Garut tahun 2015
yang mempunyai penyakit hipertensi moyoritas adalah berjenis kelamin
perempuan.

Diagram 4.7
Distribusi Puskesmas dengan Pasien Terdiagnosa Hipertensi
Di Kabupaten Garut Tahun 2015

Sumber : Seksi Pengamatan Penyakit Tahun 2015

Dari gambaran diagram diatas dapat terlihat bahwa dari enam (6) puskesmas
yang mempunyai data kunjungan terbanyak dengan diagnosa hipertensi,
Puskesmas Guntur merupakan puskesmas yang mempunyai jumlah kunjungan

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 8


pasien dengan diagnosa hipertensi terbanyak dibanding dengan puskesmas
lainnya. Puskesmas Guntur merupakan salah satu puskesmas yang berada di
wilayah perkotaan sehingga mempunyai jumlah kunjungan tertinggi dengan
diagnosa hipertensi karena hipertensi merupakan salah satu penyakit yang
berhubungan dengan perubahan life style.

3. Gambaran Penyakit yang dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I)


1) AcuteFlaccid Paralysis (AFP) dan Polio
Polio adalah penyakit yang disebabkan oleh Virus Polio yang menyerang
saraf, dapat menyebabkan kelumpuhan yang menetap dan tidak dapat
diobati. Penyakit ini merupakan salah satu dari beberapa penyakit yang
dapat dibasmi.
Program eradikasi polio merupakan suatu upaya kerjasama global. Dengan
kerja keras yang telah dilakukan, polio telah berhasil dibasmi di beberapa
wilayah dunia diantaranya benua Amerika (1998), Pasifik Barat (2000),
Eropa (2002) dan Asia Tenggara (2014).
Pada tanggal 27 Maret 2014 telah dikeluarkan deklarasi (pernyataan)
bahwa wilayah Asia Tenggara (SEARO) termasuk Indonesia telah bebas
Polio.
Untuk membuktikan Indonesia benar-benar bebas dari penyakit polio dan
mencegah adanya transmisi virus polio liar dari negara-negara endemis
polio seperti India, Pakistan dan Nigeria, maka pemerintah masih
melaksanakan strategi dengan pemberian imunisasi rutin, pemberian
imunisasi tambahan dan Surveilans AFP (Acute Flaccid Paralysis).

Surveilans AFP (Acute Flaccid Paralysis) adalah pengamatan yang


dilakukan terhadap semua kasus lumpuh layu akut (AFP) pada anak usia
<15 tahun yang merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit polio.
Selanjutnya yang dimaksud dengan kasus AFP (Acute Flaccid Paralysis)
adalah semua anak berusia kurang dari 15 tahun dengan kelumpuhan yang
sifatnya flaccid (layu), terjadi secara akut (mendadak) bukan disebabkan
oleh ruda paksa. (Depkes RI, 2007).

Surveilans AFP (Acute Flaccid Paralysis) ini bertujuan untuk


mengidentifikasi daerah berisiko transmisi virus polio liar, memantau
perkembangan program eradikasi polio dan membuktikan Indonesia bebas

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 9


polio. Upaya yang dilakukan diantaranya dengan menemukan kasus AFP
(Acute Flaccid Paralysis) minimal 2/100.000 penduduk berusia < 15 tahun
melalui kegiatan Surveilans AFP di rumah sakit (SARS) dan Surveilans
AFP (Acute Flaccid Paralysis) di masyarakat/ Puskesmas.

Penemuan kasus AFP (Acute Flaccid Paralysis) di Kabupaten Garut tahun


2015 adalah sebanyak 12 kasus dengan hasil pemeriksaan laboratorium
Bio Farma Bandung adalah negatif virus Polio liar (AFP Non Polio). Hal
ini membuktikan bahwa tidak ditemukan virus polio liar di Kabupaten
Garut tahun 2015. Namun pencapaian ini menunjukkan kinerja surveilans
AFP (Acute Flaccid Paralysis) yang belum optimal karena dengan
penemuan dua belas (12) kasus tidak mencapai target yang ditetapkan
sebanyak 16 (enam belas) kasus. Berarti pencapaian hanya 75,0% dengan
AFP rate sebesar 1,51 per 100.000 penduduk < 15 tahun.

Kasus AFP(Acute Flaccid Paralysis) yang ditemukan tersebar di 12 (dua


belas) desa, 8 (delapan) puskesmas dan 7 (tujuh) kecamatan, dengan
penemuan terbanyak di wilayah Puskesmas Pembangunan sebanyak 3
(tiga) kasus atau sebesar 25% seperti terlihat pada grafik dibawah ini :

Sumber :Seksi Pengamatan Penyakit Tahun 2015

Penemuan kasus yang tidak mencapai target dan sebaran kasus hanya di 8
(delapan) puskesmas dari 67 (enam puluh tujuh) puskesmas yang ada,

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 10


disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya masih banyak petugas
surveilans epidemiologi puskesmas yang belum terlatih dan belum semua
fasilitas kesehatan dapat menyampaikan informasi adanya kasus AFP.
Sehingga untuk penemuan kasus AFP (Acute Flaccid Paralysis) secara
maksimal, perlu adanya upaya peningkatan sumber daya manusia (petugas
surveilans) melalui pelatihan atau bimbingan teknis, serta memperluas
jejaring surveilans epidemiologi.

2) Penyakit Difteri
Penyakit Difteri mempunyai gejala demam disertai adanya selaput tipis
(pseudomembran) putih keabu-abuan pada tenggorokan (laring, faring,
tonsil) yang tak mudah lepas, tetapi mudah berdarah. Pada pemeriksaan
usap tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri.
Di Kabupaten Garut pada tahun 2015 tidak terlaporkan adanya kasus
difteri, namun demikian perlu diwaspadai adanya transmisi atau penularan
dari kabupaten/ kota yang merupakan daerah ditemukan atau endemis
difteri, yang wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Garut, diantaranya
Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur.

3) Penyakit Pertusis
Penyakit Pertusis adalah penyakit yang mempunyai gejala batuk beruntun
biasanya pada malam hari dengan suara khas yang pada akhir batuk
menarik nafas panjang dan terdengar suara “hup” (whoop). Pemeriksaan
laboratorium pada apusan lendir tenggorok ditemukan kuman pertusis
(Bordetella pertussis).
Di Kabupaten Garut sampai dengan tahun 2015 tidak terlaporkan adanya
kasus pertusis, hal ini dimungkinkan karena kekebalan masyarakat
terhadap penyakit ini sudah baik sehingga penyakit pertusis ini jarang
ditemukan lagi.

4) Penyakit Tetanus dan Tetanus Neonatorum (TN)


Penyakit tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yang menghasilkan
racun yang menyerang saraf. Sedangkan Tetanus Neonatorum (TN) adalah
bayi lahir hidup normal dapat menangis dan menetek selama 2 hari
kemudian timbul gejala sulit menetek disertai kejang rangsang pada umur
3–28 hari (Depkes RI, 2003).

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 11


Tetanus Neonatorum (TN) ini disebabkan oleh masuknya kuman
Clostridium tetani, melalui luka tali pusat akibat pemotongan dan
perawatan luka tali pusat yang tidak bersih atau ditaburi ramuan. Bakteri
Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan
hewan peliharaan di daerah pertanian. Kekebalan terhadap Tetanus hanya
dapat diperoleh melalui kekebalan buatan, secara pasif dengan suntikan
anti tetanus serum, dan secara aktif dengan pemberian Imunisasi Tetanus
Toxoid/TT (Dinkes Provinsi Jawa Barat, 2009).

Pemberian imunisasi pada Wanita Usia Subur (WUS) termasuk calon


pengantin dan ibu hamil merupakan upaya untuk melindungi bayi yang
akan dilahirkan. Eliminasi tetanus neonatorum dicapai apabila di suatu
wilayah Kabupaten/Kota mempunyai jumlah kasus TN < 1 per 1000 bayi
lahir hidup. Secara operasional, status ini dapat diukur dengan tingkat
pencapaian imunisasi serta pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.

Penyakit Tetanus Neonatorum (TN) merupakan salah satu penyakit yang


Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), masih menjadi masalah
kesehatan di Indonesia karena merupakan salah satu penyebab utama
kematian bayi. Penemuan kasus Tetanus Neonatorum (TN) tidak terlepas
dari upaya kegiatan surveilans PD3I dengan deteksi dini dan respon cepat
terhadap kasus Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Penanggulangan
yang cepat dan tepat dapat menekan angka kematian,bahkan tidak adanya
kasus kematian.

Berdasarkan data tahun 2015, di Kabupaten Garut tidak ditemukan kasus


Tetanus Neonatorum (TN), namun masih ditemukan kasus tetanus (non
neonatorum) sebanyak 2 (dua) kasus yang berasal dari wilayah Puskesmas
Samarang 1 (satu) kasus dan Puskesmas Leuwigoong 1 (satu) kasus, tanpa
kematian (CFR=0%).

Meskipun tidak ditemukan kasus Tetanus Neonatorum (TN) dan penemuan


kasus Tetanus (Non Neonatorum) kecil atau sedikit, masih dimungkinkan
adanya kasus-kasus Tetanus Neonatorum (TN) dan Tetanus (Non
Neonatorum) yang tidak terlaporkan, sehingga masih diperlukan adanya
upaya peningkatan penemuan kasus (case finding), serta upaya pencegahan

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 12


melalui peningkatan pencapaian imunisasi dan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan, untuk meningkatkan perlindungan dan mencegah kasus
kematian bayi karena penyakit Tetanus Neonatorum (TN).

5) Penyakit Campak
Penyakit campak dikenal juga sebagai morbili atau measles, merupakan
penyakit yang sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus.
Sembilan puluh persen (90%) anak yang tidak kebal akan terserang
penyakit campak. Berdasarkan cakupan imunisasi rata-rata sejak tahun
1996 – 2000 sebesar 91,8% di Indonesia, maka diperkirakan terdapat
10.336 – 31.000 kematian karena campak pada tahun 2000. Meskipun
cakupan imunisasi cukup tinggi, Kejadian Luar Biasa (KLB) campak
mungkin saja masih akan terjadi yang disebabkan adanya akumulasi anak-
anak rentan karena tidak diimunisasi ditambah 15% anak yang walaupun
diimunisasi tetapi tidak terbentuk imunitas (Kementerian Kesehatan RI,
2012).

Pada tahun 2015, secara klinis di Kabupaten Garut telah terdeteksi dan
tercatat sebanyak 572 kasus campak, dengan kematian sebanyak 1 kasus
(Case Fatality Rate, CFR = 0,2%). Kasus tersebut tersebar di 41
puskesmas dan 29 kecamatan, dengan kasus terbanyak ditemukan di
wilayah Puskesmas Kersamenak sebanyak 76 (tujuh puluh enam) kasus
atau sebesar 13,27%, seperti terlihat pada grafik 4.9.

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 13


Sumber :Seksi Pengamatan Penyakit Tahun 2015

Grafik 4.10

Proporsi Penyakit Campak Berdasarkan Jenis Kelamin

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 14


DiKabupaten Garut Tahun 2015

Sumber :Seksi Pengamatan Penyakit Tahun 2015

Pada grafik 4.10 terlihat bahwa proporsi kasus campak berjenis kelamin
perempuan (52%) lebih besar dibandingkan dengan yang berjenis kelamin
laki-laki (48%) kasus.

Penemuan kasus (case finding) campak sebanyak 572 (lima ratus tujuh
puluh dua) dicapai melalui surveilans campak berbasis kasus individu
(Case Based Measles Surveillance, CBMS) dan Penyelidikan Epidemiologi
(PE), Kejadian Luar Biasa (KLB) campak dengan frekuensi Kejadian Luar
Biasa (KLB) campak (Rubella) sebanyak 17 (tujuh belas) kali.

Dengan penemuan kasus campak ini menunjukkan bahwa masih terdapat


populasi berisiko terhadap penyakit campak di Kabupaten Garut tahun
2015, meskipun cakupan imunisasi campak sebesar 93.84% telah mencapai
hasil yang melebihi target (90%), belum menjamin adanya kekebalan
masyarakat terhadap penyakit campak. Oleh karena itu masih perlu
dilakukan upaya pencegahan penyakit campak melalui pelayanan imunisasi
yang merata di seluruh masyarakat, perbaikan gizi dan pemberian vitamin
A pada balita.

6) Penyakit Hepatitis

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 15


Penyakit hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis
dengan gejala klinis demam, badan lemas, mual, selaput mata berwarna
kuning atau air kencing berwarna seperti air teh.
Hepatitis merupakan salah satu penyakit PD3I yang berpotensi Kejadian
Luar Biasa (KLB/wabah). Pada tahun 2015, di Kabupaten Garut tidak
terlaporkan adanya kasus hepatitis B dan hanya 2 (dua) kasus hepatitis A
yang tercatat di RSU dr. Slamet Garut.

4. Gambaran Kejadian Luar Biasa Penyakit dan Keracunan


Pangan(Makanan)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1501/MENKES/PER/X/2010 tentang jenis penyakit menular tertentu yang
dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangan, menyebutkan
bahwa Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi
pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan
yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Dalam Peraturan Menteri
Kesehatan tersebut ditetapkan sebanyak 17 (tujuh belas) penyakit menular
yang berpotensi untuk menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan ada 7
(tujuh) kriteria untuk menyatakan suatu daerah dalam keadaan Kejadian
Luar Biasa (KLB).
Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan yang selanjutnya disebut KLB
Keracunan Pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau
lebih yang menderita sakit dengan gejala yang sama atau hampir sama
setelah mengkonsumsi pangan dan berdasarkan analisis epidemiologi,
pangan tersebut terbukti sebagai sumber keracunan.

Pada setiap KLB harus dilakukan upaya penanggulangan secara dini yang
dilakukan kurang dari 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak daerahnya
memenuhi salah satu kriteria KLB. Penanggulangan KLB/wabah dilakukan
secara terpadu oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, sesuai
dengan jenis penyakit yang menyebabkan KLB/wabah.

Frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit dan keracunan pangan


yang terjadi di Kabupaten Garut selama tahun 2015, tercatat sebanyak 27

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 16


(dua puluh tujuh) KLB dan dilakukan penyeledikan epidemiologi.
Frekuensi kejadian terbanyak adalah KLB penyakit Campak sebanyak 12
(dua belas) kejadian, KLB keracunan pangan (makanan) sebanyak 9
(sembilan) kejadian, KLB penyakit Rubella (Campak Jerman) sebanyak 5
(lima) kejadian dan KLB penyakit chikungunya sebanyak 1 (satu) kejadian,
Dapat terlihat pada grafik dibawah ini :

Sumber :Seksi Pengamatan Penyakit Tahun 2015

Kejadian Luar Biasa (KLB) tersebut terjadi di 31 (tiga puluh satu) desa dan
28 (dua puluh delapan) kecamatan di Kabupaten Garut, dengan kematian 1
(satu) kasus (CFR = 0,12%). Telah dilakukan penyelidikan epidemiologi
terhadap semua KLB, namun sekitar 88,89% (24 KLB) yang dapat
ditangani kurang dari 24 jam. Terdapat 3 KLB (11,11%) yang ditangani
lebih dari 24 jam, hal ini terjadi karena adanya keterlambatan laporan dan
informasi.

Dengan masih banyaknya KLB penyakit dan keracunan pangan (makanan)


yang terjadi di Kabupaten Garut tahun 2015, maka perlu ditingkatkan
adanya upaya pencegahan atau antisipasi terhadap setiap adanya alert
(sinyal) penyakit berpotensi KLB/Wabah oleh pihak/program terkait.

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 17


5. Gambaran Umum Penyakit Menular
a. Penyakit Menular Bersumber Binatang
1. Malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit menular dimana upaya
pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millenium
Development Goals (MDGs) kemudian dilanjutkan dalam program
Sustainable Development Goals (SDGs).
Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan
berkembang biak dalam darah merah manusia ditularkan oleh
nyamuk malaria (Anopheles) betina. Malaria menyebar melalui
gigitan nyamuk yang sudah terinfeksi oleh parasit. Malaria dapat
menyebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan benar. Infeksi
malaria bisa terjadi karena dengan satu gigitan nyamuk anopheles,
malaria jarang sekali menular secara langsung dari satu orang ke
orang lainnya. Misalnya kondisi penularan penyakit ini terjadi akibat
kontak dengan darah penderita atau kasus janin dapat terinfeksi
karena tertular dari darah sang ibu.

Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah endemis malaria di


Jawa Barat, disamping Kabupaten Pangandaran, Tasikmalaya dan
Sukabumi. Endemis apabila sepanjang tahun di daerah tersebut
ditemukan penduduk yang menderita penyakit tersebut.
Dari empat puluh dua (42) kecamatan yang ada di Kabupaten Garut,
enam (6) kecamatan tercatat sebagai daerah malaria dan merupakan
daerah terpencil. Dari enam (6) kecamatan tersebut, empat (4)
kecamatan merupakan daerah endemis (Cibalong, Pameungpeuk,
Mekarmukti dan Caringin) sedangkan 2 kecamatan merupakan
daerah reseptif (Bungbulang dan Pakenjeng). Dari enam (6)
kecamatan tersebut, Cibalong merupakan daerah dengan endemisitas
yang paling tinggi (high case incidence) karena lebih dari 70 %
kasus terjadi di Kecamatan Cibalong.

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 18


Ditjen PP&PL Kementerian Kesehatan telah menetapkan stratifikasi
endemisitas malaria suatu wilayah di Indonesia menjadi 4 (empat)
strata, yaitu :

1) Endemis Tinggi bila API > 5 per 1.000 penduduk.

2) Endemis Sedang bila API berkisar 1 – 5 pe r 1.000 penduduk.

3) Endemis Rendah bila API 0 - 1 per 1.000 penduduk.

4) Non Endemis adalah daerah yang tidak terdapat


penularan malaria (Daerah Pembebasan Malaria) atau API = 0.

Pada tahun 2015, jumlah penderita malaria yang berhasil ditemukan


dan diobati seluruhnya sebanyak tujuh belas (17) kasus. Apabila
dibandingkan dengan tahun 2014, terjadi penurunan jumlah kasus
sebanyak 300 kasus.

Indikator untuk menilai angka kesakitan malaria melalui Annual


Parasite Incidence (API) yaitu jumlah kasus positif malaria. Tercatat
0.07 per 1.000 penduduk tanpa adanya kematian (Case Fatality
Rate, CFR = 0 %). Bila dibandingkan dengan tahun 2014, kasus
positif malaria menunjukan penurunan jumlah kasus, dimana tahun
2014 tercatat saat itu 317 kasus (API = 2.95 per 1.000 penduduk).

Penurunan angka jumlah kasus tersebut cukup bermakna karena


menunjukkan penurunan kasus yang sangat tinggi. Upaya
pengendalian malaria salah satu hasilnya adalah laporan cakupan
sediaan darah atau konfirmasi laboratorium. Kebijakan nasional
untuk pengendalian malaria dalam mencapai eliminasi malaria yaitu
semua kasus malaria klinis harus dikonfirmasi laboratorium dan
diagnose malaria klinis di hilangkan yang ada hanya suspect malaria
dan positif malaria.

Upaya dalam rangka penanggulangan vektor malaria, yaitu :

1. Meningkatnya penemuan dan penatalaksaan penderita


malaria secara aktif oleh Juru Malaria Desa (Active Case
Detection, ACD) yang berkualitas.

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 19


2. Intensitas kegiatan penyuluhan kepada masyarakat baik
secara individu maupun kelompok.
3. Pembagian kelambu berinsektisida kepada masyarakat di
daerah tempat penyebaran vektor malaria.
4. Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam pencegahan
penyakit malaria dan segera melakukan pemeriksaan apabila
dirasakan telah mengalami gejala penyaki.t

Grafik 4.12
Trend Kasus Malaria Posirif
Di Kabupaten Garut Tahun 2010– 2015
S
u
m b
e r
:

Laporan Bulanan Program P2-Malaria Tahun 2015

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 20


Grafik 4.13
Annual Parasite Incidence (API)
Di Kabupaten Garut Tahun 2010 – 2015

Sumber : Laporan Bulanan Program P2-Malaria Tahun 2015

Grafik 4.14
Proporsi Penderita Malaria Positif Menurut Klasifikasi Epidemiologi
Di Kabupaten Garut Tahun 2010 – 2015

Sumber : Laporan Bulanan Program P2-Malaria Tahun 2015

Grafik diatas menunjukan bahwa Kabupaten Garut khususnya wilayah


selatan nampak jelas sebagai daerah endemis malaria dari temuan tiap
tahunnya, meskipun terdapat kasus import akan tetapi penderita lebih
banyak terjadi pada para kaum pekerja dengan tingkat migrasi yang
tinggi ke luar pulau yang telah teridentifikasi pulau dengan tingkat
endemis tinggi. Peningkatan kasus tersebut disebabkan karena

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 21


semakin berkurangnya jumlah kasus import dan relaps yang
ditemukan.

2) Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorragic Fever


(DHF) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus
dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (bisa
juga Aedes albopictus) yang hidup di dalam dan disekitar rumah.
Gejala awal penyakit : demam tinggi mendadak secara terus menerus
selama 2-7 hari, lemah dan lesu, ulu hati terasa nyeri karena terjadi
perdarahan di lambung, timbul bintik-bintik merah pada kulit seperti
bekas gigitan nyamuk disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler
di kulit. Untuk membedakannya kulit diregangkan apabila bintik
merah itu hilang bukan tanda DBD. Gejala lanjutan dari DBD yaitu
kadang-kadang terjadi pendarahan di hidung (mimisan), mungkin
terjadi muntah atau BAB bercampur darah. Bila sudah parah,
penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin berkeringat bila
tidak segera ditolong, penderita dapat meninggal dunia.

Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang dapat


menimbulkan kematian yang tinggi bila tidak secepatnya
diperiksakan ke puskesmas atau Rumah sakit. DBD sebenarnya
dapat dicegah secara mudah dan murah dengan melakukan kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yaitu dengan cara 3 M Plus :
Mengubur barang-barang bekas, Menguras tempat air secara teratur,
Menutup tempat-tempat penampungan air dan membubuhkan
larvasida, memelihara ikan, menggunakan kelambu dan lain-lain.
Kegiatan 3M ini bila dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat
dengan partisipasi aktif dan secara terus menerus dapat mencegah
terjadinya penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).

Indikator dalam pengendalian DBD antara lain :


a) Incidence Rate (IR)/Angka kesakitan < 55/100.000 penduduk;
b) Case fatality Rate/Angka Kematian (CFR) < 1 %;

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 22


c) Frekuensi KLB < 5% jumlah desa di Kab/ kota;
d) Angka Bebas Jentik (ABJ) > 95 %;
e) Proporsi keluarga berpartisipasid dalam PSN 80%.
Penyakit DBD pada saat ini di Kabupaten Garut penyebarannya
terjadi peningkatan dibandingkan dengan tahun 2014 pada periode
bulan yang sama. Tahun 2014 (1 Januari s.d 31 Desember 2014)
tercatat kasus DBD sebanyak 499 kasus tanpa adanya kematian
(CFR = 0) sedangkan tahun 2015 pada periode yang sama kasus
DBD tercatat 336 kasus (IR 13.2 per100.000 penduduk) tanpa
kematian (CFR = 0 ). Kasus terbanyak pada 2 (dua) tahun tersebut
terjadi di Kecamatan Garut Kota, Kecamatan Tarogong Kidul,
Kecamatan Tarogong Kaler dan Kecamatan Karangpawitan.

Upaya untuk mengantisipasi peningkatan penyakit DBD yaitu


dengan melaksanakan :
1) Penyelidikan Epidemiologi terhadap setiap kasus
suspek / DBD yang tercatat di RSU dr.Slamet Garut, RS
Guntur dan Puskesmas Dengan Tempat Perawatan (DTP)
sebanyak 336 kasus.
2) Penyuluhan untuk kegiatan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN), dengan cara 3M (mengubur barang-barang
bekas, menguras tempat penampungan air, dan menutup tempat
penampungan air) secara berkesinambungan.
3) Pemberian Larvasida terhadap 4.202 rumah.
4) Fogging (pengasapan) secara selektif sebanyak 100
fokus (4.202 rumah), Sekolah, Mesjid, instansi, dan asrama.
Menjalin kemitraan dengan kader untuk pemeriksaan jentik
nyamuk, tahun 2015 sebanyak 11.302 rumah.

3) Gigitan Hewan Tersangka Rabies


Laporan kasus gigitan di Kabupaten Garut Tahun 2015 sebanyak 165
kasus, terdiri dari 141 kasus diberikan Vaksin Anti Rabies (VAR)
dan 24 kasus tidak diberikan Vaksin Anti Rabies (VAR), angka CFR
= 0% atau tidak terdapat kematian.

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 23


b. Penyakit Menular Langsung

1) Diare
Penyakit diare cenderung meningkat pada tahun 2015 dimana
incidence rate (IR) sebanyak 166,1% bila dibandingkan tahun 2014
yaitu 163%.
Pada tahun 2015 jumlah kasus diare 90.613 kasus (166,1%) dari
target yang harus ditemukan sebanyak 54.542 kasus. Terdapat tiga (3)
kasus kematian yang diakibatkan oleh diare. Beberapa faktor
penyebab masih tingginya angka kesakitan penyakit diare adalah
antara lain: (1) Masih belum membudayanya Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) pada masyarakat; (2) Rendahnya kualitas
lingkungan, diantaranya akibat dari pencemaran air, masih rendahnya
kualitas air bersih yang memenuhi syarat, penggunaan jamban yang
belum optimal, serta (3) Perubahan pola makan pada anak yang
terlalu cepat dan kesibukan ibu-ibu sebagai pekerja sektor publik.

Grafik 4.15
Cakupan Layanan Penderita Diare
Di Kabupaten Garut tahun 2010 – 2015

Sumber : Laporan Bulanan Program P2-Diare Puskesmas Tahun 2015

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 24


Sarkes : Sarana Kesehatan, PSM : Peran Serta Masyarakat (Kader)

2) Kusta
Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan ole infeksi bakteri
Mycobacterium Leprae. Penatalaksanaan kasus yang kurang baik
dapat menyebabkan kusta menjadi progresif dan menyebabkan
kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata.
Diagnosis kusta dapat ditegakkan dengan adanya kondisi sebagai
berikut :
a. Kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan
disertai mati rasa.
b. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf
berupa mati rasa dan kelemahan/kelumpuhan otot.
c. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan
kulit (BTA positif) .
Penyakit Kusta di Kabupaten Garut jumlah kasusnya menunjukkan
kenaikan dari tahun ke tahun karena itu perlu diwaspadai. Pada
tahun 2015 diketemukan kasus baru kusta sebanyak 26 kasus (CDR
= 0,66/100.000 penduduk) , terdiri dari type PB 4 kasus dan type
MB sebanyak 22 kasus. Rata–rata kasus tertinggi terdapat pada
kelompok umur > 15 tahun. Tingginya kasus kusta pada type MB
menjadi peluang besar terjadinya penularan. Deteksi dini penyakit
kusta cukup sulit dan belum semua tenaga kesehatan mampu dan
terampil tatalaksana diagnosis kusta.

Kegiatan yang sudah dilaksanakan adalah pemeriksaan kontak


serumah, pemantauaan reaksi dan pencegahan kecacatan sehingga
penularan dapat diketahui secara dini, serta pertemuan bimbingan
teknis berkerjasama dengan NGO–NLR (Netherlands Leprosy
Relief).

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 25


Grafik 4.16
Penemuan Kasus Baru Kusta
Di Kabupaten Garut Tahun 2010 – 2015
S
u m
b e
r :

Laporan Program P2-Kusta Puskesmas & Hasil Investigasi Tahun 2015

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 26


Grafik 4.17
Prevalensi Kusta Kabupaten Garut 1/10.000 Penduduk
Tahun 2010 – 2015

Sumber : Laporan Program P2-Kusta Puskesmas & Hasil Investigasi Tahun 2015

Grafik 4.18
Prevalensi Kusta Kabupaten Garut 1/10.000 Penduduk
Tahun 2010 – 2015

Sumber : Laporan Program P2-Kusta Puskesmas & Hasil Investigasi Tahun 2015

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 27


Grafik 4.19
Prevalensi Kusta Kabupaten Garut 1/10.000 Penduduk
Tahun 2010 – 2015

Sumber :Laporan Program P2-Kusta & Hasil Investigasi Tahun 2015

3) Infeksi Sauran Pernafasan Akut (ISPA) / Pneumonia


Infeksi Sauran Pernafasan Akut (ISPA) adalah Infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian / lebih dari saluran napas mulai hidung-
alveoli termasuk adneksanya (Sinus, Rongga telinga tengah, Pleura).
Pneumonia adalah Infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(Alveoli).
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya
pneumonia masih merupakan penyebab utama kesakitan dan
kematian bayi dan balita.

Prevalensi (angka kesakitan) penyakit ISPA di Kabupaten Garut


masih cukup tinggi dan dalam beberapa tahun menduduki urutan
tertinggi sepuluh (10) besar penyakit dengan kecenderungan
meningkat. Beberapa hal yang secara tidak langsung dapat
menyebabkan penyakit ISPA ini adalah di Kabupaten Garut; 1)
tingkat polusi udara yang semakin meningkat; (2) mobilitas

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 28


penduduk Kabupaten Garut yang cukup tinggi; (3) sanitasi
lingkungan yang masih rendah; (4) jumlah rumah sehat yang masih
rendah ; (5) masih belum membudayanya Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS).

Data penemuan penyakit pneumonia pada Balita tahun 2015 masih


sangat rendah. Apabila dibandingkan dengan target sebesar 25.487,
yang baru ditemukan sebanyak 11.404 kasus (44,7%), penemuan
tersebut meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2014 yaitu
39,7%. Pada tahun 2015 ada enam (6) kasus kematian yang
diakibatkan pneumonia.

Rendahnya penemuan penyakit pnemonia pada Balita disebabkan


karena pemeriksaan penderita dengan mempergunakan metoda
MTBS belum optimal; pengelola program ISPA di UPK belum semua
terpapar dengan metoda MTBS; dan Sosialisasi di tingkat internal
UPK terhadap tatalaksana ISPA tidak merata sehingga salah dalam
proses pengklasifikasian jenis-jenis ISPA.

Grafik 4.20
Penemuan Kasus Pneumonia pada Balita
Di Kabupaten Garut Tahun 2010 - 2015

Sumber : Laporan Program P2-Pnemonia Tahun 2015

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 29


Grafik 4.21
Proporsi Cakupan Layanan Penderita Pneumonia
Di Kabupaten Garut Tahun 2010 - 2015

Sumber : Laporan Program P2-Pnemonia Tahun 2015

Grafik 4.22
Proporsi Cakupan Layanan Penderita Pneumonia
Di Kabupaten Garut Tahun 2010 - 2015

Sumber : Laporan Program P2-Pnemonia Tahun 2015

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 30


Dalam 5 (lima) tahun terakhir penanganan kasus pneumonia
mengalami peningkatan, terdapat beberapa kemungkinan semakin
berkualitasnya teknik pemeriksaan selaras dengan meningkatnya
pengetahuan dan kompetensi petugas di lapangan. Dengan demikian,
proses skrining berlangsung dengan baik.

4) Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar
kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya. Sumber penularan adalah penderita TBC Basil Tahan
Asam (BTA) positif, pada waktu penderita batuk atau bersin yang
terbuka sehingga menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Orang akan terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan dan menyebar dari paru
ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya. Droplet yang mengandung kuman dapat
bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam.

Gejala utama penderita TBC adalah batuk terus menerus dan


berdahak selama 2 (dua) minggu atau lebih. Gejala tambahan yang
sering dijumpai diantaranya dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas dan nyeri dada, badan terasa lemah, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise),
berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih
dari sebulan.

Pada tahun 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS


(Directly Observed Treatment Short-course) sebagai strategi dalam
penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai strategis
penanggulangan secara ekonomis paling efektif (cost efective), yang
terdiri dari 5 (lima) komponen kunci :

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 31


a. Komitmen politis, dengan peningkatan dan
kesinambungan pendanaan.
b. Pemeriksaan mikroskopis yang terjamin mutunya.
c. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua
kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk
pengawasan langsung pengobatan.
d. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
e. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu
memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan
kinerja program secara keseluruhan.

Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik


dalam upaya pencegahan penularan TB. Dengan semakin
berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak negara,
kemudian strategi DOTS di atas oleh Global stop TB partnership.
Strategi DOTS tersebut diperluas menjadi sebagai berikut :
1 Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu
DOTS.
2 Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan
lainnya.
3 Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan.
4 Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik
pemerintah maupun swasta.
5 Memberdayakan pasien dan masyarakat.
6 Melaksanakan dan mengembangkan penelitian.

Diagnosis penderita TBC adalah melalui pemeriksaan dahak secara


mikroskopis. Dahak yang diambil sebanyak 3 (tiga) spesimen dahak
dalam waktu 2 (dua) hari berturut-turut, yaitu Sewaktu – Pagi –
Sewaktu. Adapun pemeriksaan Rontgen pada penderita TBC hanya
sebagai diagnosis penunjang.
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection
= ARTI) di Indonesia diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-
rata terjadi 107 penderita BTA positif setiap tahunnya. Satu penderita
BTA positif akan berpotensi menularkan terhadap 10-15 orang
disekitarnya.

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 32


Penemuan kasus BTA positif masih menjadi masalah di Kabupaten
Garut. Penemuan kasus BTA positif masih menjadi masalah di
Kabupaten Garut. Angka penemuan kasus selalu di bawah target
Nasional dan Provinsi yaitu pada tahun 2015 baru mencapai
56,47% dari target 80%. Kalau dilihat kecenderungan cakupan
angka penemuan kasus TB dari tahun 2014 dengan tahun 2015
terjadi penurunan.

Grafik 4.23
Penemuan Kasus Tuberkolosis
Di Kabupaten Garut Tahun 2011 – 2015

Sumber : Laporan Program P2-Tuberkolosis Tahun 2015

Penemuan angka tuberkolosis pada tahun 2015 yaitu hanya sebesar


56.47% dari target 80%, ini berarti tidak mencapai target Nasional
dan Provinsi. Apabila dilihat dari kecenderungan cakupan angka
penemuan kasus TBC dari tahun 2014 dengan tahun 2015 terjadi
penurunan. Hal ini disebabkan karena tidak dilaksanakannya
pemeriksaan kontak serumah dan masih rendahnya pengetahuan
masyarakat tentang penyakit TB sehingga akses terhadap pelayanan
menjadi rendah serta masih terdapat pasien TB yang diobati di DPS
tanpa adanya konfirmasi dan tercatat di fasilitas kesehatan
pemerintah. Selain itu, rendahnya komitmen pihak swasta dalam
penerapan pengobatan sesuai Standar ISTC (International Standard
for Tuberculosis Care).

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 33


Untuk angka kesembuhan TB pun mengalami penurunan yaitu pada
tahun 2014 sebesar 80,11 % dari 81,01% pada tahun 2013. Angka
Prevalensi TB pun (PER 100.000 penduduk) mengalami penurunan
dari 103 tahun 2014 menjadi 100 pada tahun 2015. Hal ini
menunjukkan bahwa strategi DOTS masih belum dilaksanakan di
seluruh fasilitas kesehatan dengan baik dan efektif (Grafik 4.24).

Grafik 4.24
Hasil Pengobatan Penderita Tb Paru Bta (+)
Cure Rate Kabupaten Garut
Tahun 2011-2014

Sumber : Laporan Program P2-Tuberkolosis Tahun 2015

Penyakit TBC belum dapat dikelola dengan baik, ditandai dengan


penemuan penderita yang masih belum sesuai harapan. Cakupan
penemuan kasus BTA positif selalu di bawah standar nasional. Hal
ini terjadi karena kurang optimalnya program case finding TB paru
yang selama ini dikerjakan.

Beberapa penyebabnya antara lain belum semua pengambil


kebijakan mempunyai komitmen terhadap DOTS, sebagian
masyarakat Kabupaten Garut (penderita TBC) berobat di luar unit
pelayanan kesehatan pemerintah, banyak penderita (suspek) berobat
ke praktek swasta, yang belum melaksanakan strategi DOTS.

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 34


Lemahnya sistem informasi kesehatan juga menjadi salah satu faktor
rendahnya penemuan kasus TBC. Sementara itu angka kesembuhan
TB paru pada tahun ini sudah meningkat, namun demikian masih
perlu diwaspadai agar mencapai angka kesembuhan yang lebih baik.

Faktor-faktor penyebab tingginya kesakitan TB adalah kepadatan


penduduk di kabupaten Garut cukup tinggi. Hal ini membawa
dampak pada potensi penularan. Beberapa kasus DO pengobatan TB
disebabkan oleh:
a. Pemahaman penderita tentang bahaya TB dan upaya
yang harus diikutinya masih rendah.
b. Tidak dilaksanakannya pemeriksaan kontak serumah.
c. Penderita bosan terhadap lamanya proses pengobatan.
d. Efek samping obat pada sebagian penderita yang
dirasakan sangat mengganggu.
TB-MDR (Multy Drug Resistens)
Resisten TB adalah Mycobacterium Tuberculosis (M.TB) dikatakan
resisten terhadap Obat Anti TB (OAT) apabila M.TB tidak dapat lagi
dibunuh oleh OAT yang dipakai saat ini.
Jenis – Jenis Resistensi TB
 Mono-resistance : kekebalan terhadap salah satu obat
anti TB (OAT)
 Poly-resistance : kekebalan terhadap lebih dari satu
OAT, selain isoniazid dan rifampisin.
 Multidrug-resistance (MDR) : kekebalan terhadap
minimal 2 macam OAT lini pertama yang paling efektif
yaitu Isoniazid dan Rifampicin secara bersamaan.
 Extensive drug-resistance (XDR): kekebalan terhadap
salah salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya
salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin,
kanamisin, dan amikasin), selain TB-MDR.

Penemuan kasus TB MDR di Kabupaten Garut sampai dengan tahun


2015 sudah mencapai tiga puluh satu (31) kasus, dimana
diantaranya :

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 35


a. Tujuh (7) kasus meninggal dari Puskesmas Mekarwangi
(1), Puskesmas Cilawu (3), Puskesmas Guntur (1),
Puskesmas Haurpanggung (1) dan Puskesmas Siliwangi.(1).
b. Lima (5) kasus DO dari Puskesmas Siliwangi,
Puskesmas Pameungpeuk, Puskesmas Cisurupan, Puskesmas
Cibatu dan Puskesmas Pembangunan.
c. Empat belas (14) kasus masih dalam pengobatan di Poli
TB MDR RS. Hasan Sadikin Bandung dari Puskesmas
Sukasenang (2), Siliwangi (2), Sukamerang (1),
Pembangunan (1), Sukawening (1), Haurpanggung (2),
Bojongloa (1), Bayongbong (1), Tarogong (1) Citeras (1) dan
Puskesmas Kersamenak (1).
d. Lima (5) kasus telah selesai dalam pengobatan TB MDR
dan dinyatakan “SEMBUH” yaitu dari Puskesmas Citeras,
Peundeuy, Siliwangi, Sukasenang dan Puskesmas Kadungora.
Pasien tersebut dalam 2 tahun ke depan, masih dalam
pengawasan Tim Ahli Klinis RS. Hasan Sadikin Bandung.

Upaya penanganan yang telah dilakukan :


 Memfaslitasi Suspek TB MDR ke RSHS Bandung
sebagai Rumah Sakit Rujukan TB MDR RSHS Bandung.
 Serah terima obat dan serah terima pasien dengan RSHS
Bandung sebagai Rumah Sakit Rujukan TB MDR.

 Follow Up Pasien TB MDR ke RSHS Bandung sebagai


Rumah Sakit Rujukan TB MDR RSHS Bandung.

5) Penyakit Menular Seksual (HIV/AIDS)


HIV / AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi virus Human Immunideficiency Virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita
mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah
untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain.

Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dahulu dinyatakan


sebagai HIV positif. Jumlah HIV positif di masyarakat dapat

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 36


diketahui melalui 3 (tiga) metode, yaitu pada pelayanan Voluntary
Counseling and Testing (VCT), sero survey, dan Survey Terpadu
Biologis dan Perilaku (STBP).

Sampai tahun 2015 di Kabupaten Garut kasus kumulatif terdapat


sebanyak empat ratus tiga puluh tujuh (437) kasus HIV, tiga ratus
delapan puluh delapan (308) kasus AIDS dan jumlah penderita
meninggal sebanyak seratus enam puluh tiga (163) orang.

Grafik 4.25
Angka Kasus HIV/AIDS
Di Kabupaten Garut s/d Desember 2015

Sumber : Laporan Program P2-HIV/AIDS Tahun 2015

Saat ini penularan HIV/ AIDS di Kabupaten Garut telah mengalami


pergeseran yang sebelumnya penyakit ini ditularkan melalui
pengguna narkoba suntik sekarang berubah penularan melalui
pasangan suami istri khususnya pada istri.

Mengingat untuk HIV dan AIDS merupakan fenomena “gunung es”


bahwa kasus yang terdata hanya cerminan sedikit kasus yang
sebenarnya ada di masyarakat. Secara teori adanya satu (1) kasus
HIV dan AIDS yang ada terdeteksi, kasus yang sebenarnya ada di
masyarakat adalah 100 kasus.

Pada tahun 2015 beberapa kegiatan telah dilaksanakan untuk


pencegahan dan penanggulangan penyakit ini, antara lain :

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 37


 Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) di Puskesmas
Cipanas, Puskesmas Cikajang, Puskesmas Limbangan, dan
Puskesmas Siliwangi.
Klinik- klinik ini intensif melaksanakan kegiatan penyuluhan,
pelayanan VCT dan pendistribusian kondom.
 Harm Reduction dipusatkan di Rumah Sakit Guntur,
Puskesmas Siliwangi dan Puskesmas Cipanas.
Kegiatan yang ada meliputi Program Terapi Rumatan
Methadone (PTRM) di RS Guntur yang ditujukan bagi
pengguna narkoba suntik (penasun). Sedangkan pengguna
narkoba suntik yang sulit untuk terapi metadhone diberikan
Layanan Alat Suntik Steril (LASS) yang berada di Puskesmas
Siliwangi dan Puskesmas Cipanas.
 Pelatihan Penatalaksanaan IMS 2 angkatan, dengan
peserta tenaga medis dan paramedis, Klinik swasta dan LSM.
 Pelatihan PMTCT 2 angkatan bagi Bidan di 20
Puskesmas
Sero Survey di populasi kunci dan Lapas.

Kasus AIDS menurut kekompok umur menunjukan bahwa sebagian


besar kasus komulatif terdapat pada usia 25-39 tahun atau usia
produktif. Kelompok umur tersebut termasuk kedalam kelompok
usia aktif secara seksual dan termasuk umur yang menggunakan
NAFZA.
Hasil kajian lebih lanjut, diketahui bahwa hampir separuhnya
(45.4%) penderita HIV-AIDS terdapat pada kelompok pengguna
narkoba suntik (Penasun).
Berdasarkan wilayah tempat / domisili penderita, hampir sebagian
besar berada di Kecamatan Garut Kota yaitu sebanyak seratus tiga
puluh sembilan (139) kasus, hal yang memprihatinkan adalah telah
terjadi penyebaran ke beberapa kecamatan yang sebelumnya belum
pernah ditemukan kasus HIV-AIDS.

Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 38


Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2015 | 39

Anda mungkin juga menyukai