Abstrak
Poligami adalah masalah kemanusiaan yang tua sekali. Hampir seluruh bangsa
di dunia, sejak zaman dahulu kala tidak asing dengan poligami. Di dunia Barat,
kebanyakan orang benci dan menentang poligami. Sebagian besar bangsa-
bangsa di Barat menganggap bahwa poligami adalah hasil dari perbuatan cabul
dan oleh karenanya dianggap sebagai tindakan yang tidak bermoral. Akan
tetapi kenyataan menunjukan lain, Hendrik II, Hendrik IV, Lodeewijk XV,
Rechlieu, dan Napoleon I adalah contoh orang-orang besar Eropa yang
berpoligami secara ilegal. Bahkan, pendeta-pendeta Nasrani yang telah
bersumpah tidak akan kawin selama hidupnya, tanpa perasaan malu melalukan
kebiasaan memelihara istri-istri gelap dengan izin sederhana dari uskup atau
kepala gereja mereka. Kebiasaan poligami yang dilakukan oleh raja-raja yang
melambangkan ketuhanan sehingga banyak orang yang menganggapnya
sebagai perbuatan suci. Orang Hindu melakukan poligami secara meluas,
begitu juga orang Babilonia, Siria, dan Persi, mereka tidak mengadakan
pembatasan mengenai jumlah wanita yang dikawini oleh seorang laki-laki.
Seorang Brahma berkasta tinggi, boleh mengawini wanita sebanyak yang ia
suka. Di kalangan bangsa Israil, poligami telah berjalan sejak sebelum zaman
nabi Musa a.s. yang kemudian menjadi adat kebiasaan yang dilanjutkan tanpa
ada batasan istri
Juli 1930 di Kahoka Missouri. Ia adalah cepat dan aspirasi yang tidak realistis.
pengikut Talcott Parsons yang terkenal Ketiga, penyelesaian ketegangan secara
dengan Teori A G I L nya itu, tersembunyi dan memobilisasi sumber-
(Martono,2014:62) kemudian mengkritik sumber pendorong dalam upaya untuk
Parsons sehingga melahirkan Teori Faktor “menyadari implikasi sistem nilai yang
Independen. ada”. Keempat, mendorong dan
Kelemahan Teori A G I L terletak membangkitkan ide sebanyak-banyaknya
pada sedikitnya perhatian terhadap masalah tanpa menetapkan tanggungjawab bagi
perubahan sosial. Parsons menempatkan pelaksanaannya atau akibat-akibatnya.
analisis struktur keteraturan masyarakat Kelima, berupaya menetapkan ide-ide
pada prioritas utama.(Ritzer and khusus, sehingga wiraswastawan akan
Goodman,2004:123) melibatkan diri dengan ide-ide itu. Keenam,
Menurut Smelser, terdapat empat pelaksanaan perubahan oleh wiraswastawan
faktor perubahan sosial. Pertama, keadaan yang mendapatkan ganjaran dengan
struktur untuk berubah, yaitu penelitian keuntungan atau dihukum dengan kerugian
struktur sosial untuk mengetahui implikasi keuangan sebagai tanggapan konsumen atau
bagi perubahan yang melekat di dalam pembaruan yang mereka lakukan. Ketujuh,
struktur itu. Untuk memprediksi sebuah rutinitas melalui penerimaan keuntungan
perubahan dalam suatu masyarakat. sebagai bagian taraf hidup dan penerimaan
Penelitian difokuskan pada cara-cara perusahaan mereka menjadi fungsi produksi
struktural mengungkapkan problematika yang rutin. (Martono,2014:63-64)
yang dihadapi oleh masyarakat. Kedua,
dorongan untuk berubah. Kondisi struktural Sejarah Poligami
masyarakat yang belum memadai untuk Poligami adalah masalah
berubah. Masyarakat tetap membutuhkan kemanusiaan yang tua sekali. Hampir
berbagai kekuatan internal maupun seluruh bangsa di dunia, sejak zaman
eksternal untuk mendorong mereka dahulu kala tidak asing dengan poligami. Di
berubah. Ketiga, adanya mobilisasi untuk dunia Barat, kebanyakan orang benci dan
berubah. Arah perubahan tergantung pada menentang poligami. Sebagian besar
cara-cara memobilisasi sumber-sumber dan bangsa-bangsa di Barat menganggap bahwa
cara penggunaannya untuk mempengaruhi poligami adalah hasil dari perbuatan cabul
perubahan. Dan mobilisasi tersebut dan oleh karenanya dianggap sebagai
berkaitan erat dengan kepemimpinan yang tindakan yang tidak bermoral. Akan tetapi
terlibat dalam perubahan tersebut. Keempat, kenyataan menunjukan lain, Hendrik II,
pelaksanaan kontrol sosial. Kontrol sosial Hendrik IV, Lodeewijk XV, Rechlieu, dan
hampir selalu muncul untuk menawarkan Napoleon I adalah contoh orang-orang
perlawanan terhadap perubahan. Kontrol besar Eropa yang berpoligami secara ilegal.
sosial datangnya dari kekuatan yang mapan, Bahkan, pendeta-pendeta Nasrani yang
seperti media massa, pejabat pemerintah, telah bersumpah tidak akan kawin selama
dan pemimpin agama. Mereka dapat hidupnya, tanpa perasaan malu melalukan
berperan dalam menentukan arah perubahan kebiasaan memelihara istri-istri gelap
yang terjadi. dengan izin sederhana dari uskup atau
Khusus dalam masyarakat industri, kepala gereja mereka.
perubahan sosial ditentukan oleh tujuh Kebiasaan poligami yang dilakukan
faktor. Pertama, tidak puas karena gagal oleh raja-raja yang melambangkan
mencapai tingkat produktivitas yang lebih ketuhanan sehingga banyak orang yang
tinggi. Kedua, gangguan psikis dalam menganggapnya sebagai perbuatan suci.
bentuk reaksi emosional menyimpang yang Orang Hindu melakukan poligami secara
meluas, begitu juga orang Babilonia, Siria, mana elit yang minoritas menempati posisi
dan Persi, mereka tidak mengadakan di puncak dan rakyat yang mayoritas berada
pembatasan mengenai jumlah wanita yang di posisis bawah. Struktur masyarakat Barat
dikawini oleh seorang laki-laki. Seorang berbentuk piramida terbalik di mana warga
Brahma berkasta tinggi, boleh mengawini negara yang mayoritas berada di posisi atas
wanita sebanyak yang ia suka. Di kalangan dan elit berada di bawah. Demikian halnya
bangsa Israil, poligami telah berjalan sejak dengan peradaban. Peradaban Timur yang
sebelum zaman nabi Musa a.s. yang didominasi Islam memiliki tradisi poligami
kemudian menjadi adat kebiasaan yang dan peradaban Barat berbasis Kristen
dilanjutkan tanpa ada batasan istri.(Tihami Katolik tidak memiliki tradisi poligami
dan Sahrani,2010:354) (Tihami dan Sahrani,2010:354)
Di kalangan pengikut Yahudi Timur Di Indonesia zaman kerajaan,
Tengah, poligami lazim dilaksanakan. misalnya Raden Wijaya, sebagai pendiri
Bahkan menurut mereka Injil sendiri tidak dan Raja pertama Kerajaan Majapahit,
menyebutkan batas dari jumlah istri yang memerintah pada tahun 1293-1309 M.,
boleh dikawini oleh seorang laki-laki. beristri lima, yaitu empat putri Kertanagara,
Agama Kristen tidak melarang adanya Sri Parameswari, Dyah Dewi
praktek poligami, sebab tidak ada satu Tribhuwaneswari, Sri Mahadewi Dyah
keterangan yang jelas dalam Injil tentang Dewi Narendraduhita, Sri Jayendradewi
landasan melarang poligami. Terkecuali Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri
dalam Injil Matius Pasal 10 ayat 10-12 dan Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri, dan satu
Injil Lukas pasal 16 ayat 18 yang lagi Indreswari berasal dari Jambi Sumatra.
menerangkan bahwa seseorang yang Tetapi menurut Pararaton, Raden Wijaya
menceraikan pasangannya kemudian hanya menikahi dua putri Kertanagara.
menikah lagi, maka hukumnya dia berzina Ketika Kemerdekaan Indonesia
dengan pasangannya yang baru. diproklamirkan 17 Agustus 1945, maka
Dalam realitasnya, hanya golongan Indonesia resmi menjadi negara Republik.
Kristen Katolik saja yang tidak Perubahan dari bentuk Kerajaan menjadi
membolehkan pembubaran akad nikah Republik membawa konsekunsi-
kecuali kematian saja. Sedangkan aliran- konsekuensi, di antaranya adalah praktek
aliran Ortodoks dan Protestan atau Gereja poligami. Masa Kerajaan praktek poligami
Masehi Injil membolehkan. Berdasarkan menjadi hak istimewa (privilese) para raja,
hasil penelitian, tidak ada dewan Gereja masa Republik berubah bisa dipraktekkan
pada masa awal Kristen yang menentang oleh kelompok masyarakat tertentu.
Poligami. St. Agustine justru menyatakan Perkembangan selanjutnya, praktek
secara tegas bahwa dia sama sekali tidak poligami mengalami perubahan-perubahan
mengutuk poligami. Marthin Luther yang menurut hemat penulis terjadi lima
mempunyai sikap yang toleran dan perubahan sebagaimana akan penulis
menyetujui status poligami Philip dari uraikan dan analisis dalam sub bahasan E
Hesse. Tahun 1531 kaum Anabaptis dan F paper ini.
mendakwakan poligami. Sekte Mormon
juga meyakini poligami. Bahkan hingga
sekarang, beberapa Uskup di Afrika masih Tafsir Terhadap Ayat Poligami
sangat mendukung praktek poligami. Di dalam al-Qur’an surat al-Nisa’ 2-
Masdar Hilmy menjelaskan, bahwa 3 Allah SWT berfirman:
struktur masyarakat Timur berbeda dari
struktur masyarakat Barat. Struktur
masyarakat Timur berbentuk piramida di
(lathaif al-tafsir), hukum syari’ah, inti ayat, perempuan.... Maka Allah ingin menjadikan
dan hikmah tasyri’. Tafsirnya tidak berbeda di dalam syari’at-Nya kasih sayang kepada
dengan Ibn Katsir ketika menafsirkan ayat perempuan dan pengakuan atas hak-haknya,
“nikahilah perempuan satu, dua, tiga atau dan hukum yang adil yang mengangkat
empat”(Shabuni,tt:419-423) dan kondisi perempuan. .... Islam telah
(Shabuni,1999:195) mengurangi jumlah istri dan berhenti pada
Bagi Nashr Hamid Abu Zaid, ayat 3 jumlah empat, kemudian Islam bersungguh-
dari surat al-Nisa’ tersebut perlu dipahami sungguh memerintahkan kepada orang yang
(ditafsiri) lebih jauh tidak sekedar berhenti berpoligami pada suatu batasan yang
pada “nikahilah perempuan satu, dua, tiga apabila mereka menggunakan akalnya,
atau empat”. Menurut Nashr, Surat al-Nisa’ maka pastilah mereka tidak akan beristri
merupakan surat keenam dalam urutan lebih dari satu.... Benar, bahwa tidak adil
surat-surat Madaniyah. Surat ini turun melarang laki-laki yang istrinya mandul
setelah perang Uhud pada tahun ke-4 untuk menikah lagi agar ia mendapatkan
hijriah. Wajar bila surat tersebut memuat keturunan darinya, .....” (Zaid,2003:197-
banyak hal berkaitan dengan problem 198)
perempuan yang telah ditinggal suami Muhammad Syahrur senada dengan
karena gugur sebagai syahid, sekaligus Nashr Hamid dan Muhammad Abduh
meninggalkan yatim. Dalam konteks ini dalam memahami surat al-Nisa’ ayat 2-3
dikeluarkan hukum “pernikahan dan talak” ini. Hanya saja Syahrur keberatan jika laki-
dan “waris”. Tetapi hukum-hukum ini laki boleh berpoligami karena alasan istri
hendaklah dipahami dalam sinaran mandul. Bagaimana jika suami yang
pembukaan surat yang menegaskan konsep mandul ? Apakah istri boleh bersuami
persamaan (musawah) dalam awal lebih dari satu ? (Syahrur,2008:432)
penciptaan di satu sisi dan dalam sinaran Syahrur menyatakan, bahwa,
prinsip-prinsip persamaan dalam taklif- “sesungguhnya Allah SWT tidak hanya
taklif dan hukum-hukum keagamaan pada sekedar memperbolehkan poligami, akan
sisi yang lain (Zaid,2003:194) tetapi Dia sangat menganjurkannya, namun
Konteks pewahyuan ayat ini (al- dengan dua syarat yang harus terpenuhi.
Nisa’ 2-3) jika dihubungkan dengan Pertama, bahwa istri kedua, ketiga, dan
konteks struktur kebahasaan – bentuk keempat adalah para janda yang memiliki
kondisional yang menghubungkan antara anak yatim. Kedua, harus terdapat rasa
kebolehan (al-ibahah) dan ketakutan akan khawatir tidak dapat berbuat adil kepada
tidak bisa bersikap adil terhadap anak yatim anak-anak yatim. Sehingga perintah
– menegaskan bahwa kata perintah itu poligami akan menjadi gugur ketika tidak
( )فاااحواbukanlah kata perintah tasyri’ terdapat dua syarat ini.”
abadi, melainkan tasyri’ yang terikat oleh (Syahrur,2008:430)
waktu untuk mengatasi suatu problem yang
muncul (Zaid,2003:195). Nashr sependapat Perubahan Sosial dalam Praktek
dengan pernyataan keras Muhammad Poligami di Indonesia
Abduh: Penulis mengidentifikasi Praktek
“Poligami termasuk tradisi yang telah lama Poligami di Indonesia menjadi lima
berlaku ketika Islam muncul, dan perubahan sosial. Pertama, perubahan
berkembang di semua daerah, pada saat praktek poligami dari privilese para raja,
ketika perempuan dianggap sebagai spesies berubah bisa dipraktekkan oleh masyarakat.
khusus antara manusia dan hewan. .... Kedua, praktek poligami oleh masyarakat
jelaslah di dalam poligami terdapat unsur menimbulkan pro dan kontra, tetapi bersifat
perendahan luar biasa terhadap silent (sunyi). Ketiga, praktek poligami oleh
masyarakat menimbulkan pro dan kontra, Sementara pihak yang kontra diam karena
tetapi bersifat gaduh dan ribut. Keempat, tidak memiliki pijakan formal (Undang-
masyarakat yang kontra terhadap praktek Undang, misalnya), untuk melakukan
poligami semakin menguat. Dan kelima, perlawanan. Menurut hemat penulis, meski
masyarakat kontra terhadap praktek terjadi pro dan kontra tetapi pihak pro
poligami yang semakin menguat tersebut praktek poligami lebih kuat.
melahirkan masyarakat pro monogami. Perubahan sosial ketiga ditandai
dengan lahirnya UU Perkawinan No. 1
Analisis terhadap Perubahan Sosial Tahun 1974. Pihak pro poligami mulai
dalam Praktek Poligami di Indonesia berkurang, meski praktek poligami masih
Sebagaimana tertulis dalam judul terjadi. Justru perlawanan dari pihak kontra
paper ini, analisis terhadap Perubahan poligami mulai menguat, karena memiliki
Sosial dalam Praktek Poligami di Indonesia pijakan formal. Wacana menikah sah
menggunakan analisis teori faktor menurut agama dan tidak sah menurut
independen Neil J. Smelser. Menurut negara mulai terpublikasikan. Bagi yang
Smelser, terdapat empat faktor perubahan pro poligami, selalu saja merujuk pada
sosial, yaitu keadaan struktur untuk kitab-kitab kuning dan bagi yang kontra
berubah, dorongan untuk berubah, adanya otomatis merujuk pada UU Perkawinan No.
mobilisasi untuk berubah, dan pelaksanaan 1 Tahun 1974.
kontrol sosial. Perubahan sosial keempat terjadi
Perubahan sosial yang pertama, akibat kehadiran PP No. 10 Tahun 1983
dimulai tahun 1945 ketika kemerdekaan tentang Izin Kawin bagi PNS dan PP No.
negara Republik Indonesia diproklamirkan. 45 Tahun 1990 tentang Perubahan PP No.
Perubahan praktek poligami dari privilese 10 Tahun 1983 yang diterbitkan oleh
para raja, berubah bisa dipraktekkan oleh pemerintahan Orde Baru. Ini semakin
masyarakat, karena perubahan bentuk mempersempit ruang gerak mereka yang
negara Kerajaan menjadi Republik. pro praktek poligami dari kalangan Pegawai
Perubahan dari Kerajaan ke Republik ini Negeri Sipil dan otomatis memperkuat
didorong oleh keinginan kuat dari founding posisi yang kontra poligami. Pihak yang
fathers negeri ini untuk mempersatukan kontra poligami secara leluasa
wilayah Nusantara. Bentuk Kerajaan tidak memanfaatkan media cetak dan elektronika
mungkin dapat mempersatukan wilayah untuk publikasi anti poligami.
Nusantara, karena secara de facto wilayah Perubahan sosial kelima ditandai
Nusantara terdiri atas banyak kerajaan besar dengan pembentukan KOMNAS Anti
dan kecil. Selain itu, perubahan bentuk Kekerasan terhadap Perempuan yang lazim
negara Kerajaan menjadi Republik disebut dengan KOMNAS Perempuan
dimobilisasi dan dikontrol oleh founding berdasarkan Kepres No. 181 Tahun 1998,
fathers yang terdiri atas berbagai unsur dan kemudian diperkuat dengan KOMNAS
elemen masyarakat. Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Perubahan sosial yang kedua berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002.
tentang praktek poligami oleh masyarakat Terlebih adanya peran dan keterwakilan
menimbulkan pro dan kontra, tetapi bersifat perempuan di DPR RI yang sejak orde
silent (sunyi). Perubahan sosial yang kedua Reformasi mengalami peningkatan.
ini terjadi sebelum UU Perkawinan No. 1 Suara kontra praktek poligami ini
Tahun 1974 resmi diundangkan. Pihak yang semakin menguat setelah sejumlah kasus
pro umumnya melakukan praktek poligami kekerasan terhadap perempuan dan
secara sirri dengan melibatkan Kiai sebagai pernikahan gadis di bawah umur
Penghulu dan tanpa pesta perkawinan. dipublikasikan secara luas di media cetak,
.http://www.google.com/search?q=raden+w
ijaya+pada+tahun+1293+dinobatkan+
menjadi+raja+pertama+majapahit.
http://meneketeheonline.blogspot.co.id/201
0/03/istri-istri-raden-wijaya.html.
https://www.selasar.com/politik/keterwakila
n-perempuan-di-parlemen-baru.
https://ayobelajarsosiologi.wordpress.com/s
osiologi-sma-3/sosiologi-sma-
xi/struktur-sosial.