Beberapa pendekatan perspektif yang berbeda satu sama lain bisa dipergunakan untuk
menganalisis teori atau konsep organisasi. Pendekatan perspektif dipergunkan untuk
memahami bahwa mempelajari teori organisasi tidak hanya cukup menggunakan single dan
unified models dari tatanan suatu organisasi. Akan tetapi banyak pendekatan dan cara yang
berbeda yang bisa dipakai. Istilah perspektif dipergunakan untuk memperjelas
pengelompokan atau pembagian teori-teori organisasi yang sejalan atau paling tidak yang
berkembang pada kurun waktu yang sama. Pada aslinya konsep perspektif ini dipergunakan
dalam manajemen, akan tetapi inti pembahasannya dipergunakan pula untuk teori organisasi
Menurut Huse dan Bowditch (1973) ada 3 golongan aliran perspektif ini, yakni:
Perspektif I
Intinya melihat konsep organisasi/manajemen dari faham klasik. Aliran ini pada
intinya mengartikan organisasi sebagai suatu isue-isue tentang bagaimana organisasi itu
disusun, fungsi-fungsi dirancang dan dibiayai, kewenangn dan tanggungjawab dijalankan,
span pengawasan dijalankan dan gaya kepemimpinan yang bagaimana yang seharusnya
dijalankan.
Ada 3 aliran yang menonjol pada perspektif I ini, yakni aliran prinsip-prinsip
organisasi/manajemen universal, aliran struktural, dan aliran manajemen ilmiah.
Perspektif II
Dalam perspektif ini konsep oranisasi lebih diartikan sebagai aliran pekerjaan Konsep
dasarnya bagaimana suatu informasi itu bisa dijalankan dan disampaikan dengan sebaiknya
melalui alat analisa yang tepat
Pada perspektif ini konsep oganisasi sudah mengenalkan riset operasional
Perspektif III
Dalam hal ini konsep organisasi/manajemen sebagian besar titik perhatian pada
human perspektif, dalam pandangan perspektif organisasi dan manajemen bahwa manusia
dalam setiap satuan kerja organisasi menjadi lebih penting dibandingkan dengan struktur.
3. PERSPEKTIF MANAJEMEN
Perspektif sistem manajemen merupakan salah satu konsep penting dalam ilmu
manajemen kontemporer. Sistem didefinisikan sebagai kesatuan elemen-elemen dalam
organisasi yang memiliki fungsinya masing-masing, terintegrasi satu sama lain secara
menyeluruh dan melalui sebuah proses diarahkan untuk pencapaian suatu tujuan. Perspektif
Sistem dalam manajemen dapat juga diartikan sebagai memandang proses manajemen
sebagai suatu sistem yang terdiri atas proses bertahap dan komponen-komponen proses
tersebut terkait antara satu dengan yang lain. Sebagaimana digambarkan dalam Gambar
perspektif sistem dalam manajemen pada dasarnya berupaya untuk mewujudkan tujuan
organisasi berupa output yang bermanfaat bagi lingkungan dengan melakukan proses
transformasi dari faktor input yang juga diperoleh dari lingkungan. Adapun yang termasuk ke
dalam subsistem-subsistem atau elemen-elemennya adalah dari mulai sumber daya manusia,
bahan baku, informasi, uang (input), dan kemudian sistem administrasi, sistem operasi,
teknologi, dan sistem kontrol (proses transformasi) dan barang atau jasa, output informasi,
maupun perilaku pekerja (output). Lingkungan akan memberikan umpan balik atau
tanggapan apakah apa yang dihasilkan oleh organisasi sesuai dengan permintaan atau
keinginan mereka.
Dalam pendekatan manajemen system seorang menejer harus mampu menghadapi
tantangan dan permasalahan bisnis dan organisasi untuk dapat dilakukan penyesuaian atau
perbaikan manajerial dan proses bisnis yang ada agar dapat selalu align dengan tuntunan
perubahan dunia modern.
Perluasan perspektif kemanusiaan menjelaskan organisasi sebagai system terbuka,
dengan karakter entropi, sinergi, dan ketergantungan antar subsistem. Entropi kondisi dimana
organisasi mengalami penurunan produktivitas dan kualitasnya disebabkan ketidakmampuan
dalam beradaptasi dengan lingkungan. Sinergi, pekerjaan yang dilakukan secara bersama-
sama akan memberikan hasil yang lebih baik daripada hanya dikerjakan hanya seorang saja.
A. Dasar Hukum
Perjanjian tidak bernama diatur dalam pasal 1319 BW yang menyatakan bahwa, “Semua
perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan
suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum.”
Dengan berjalannya waktu perjanjian keagenan dan perjanjian distributor tidak hanya
didukung prinsip kebebasan berkontrak saja, tapi juga Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia No. 11/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan
Surat Tanda Pendaftaran Agen dan Distributor Barang dan/atau Jasa (Permendag 11/2006).
Usaha dalam bidang keagenan adalah jasa perantara untuk melakukan transaksi bisnis
tertentu yang menghubungkan pelaku usaha yang satu dengan yang lain atau yang
menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen di pihak yang lain. Perjanjian
Keagenan adalah perjanjian tidak bernama atau tidak terdapat dalam BW.
Pihak-pihaknya antara lain : Pihak yang memberi perintah disebut prinsipal, sedangkan pihak
diminta untuk melakukan perbuatan hukum disebut agen.
Hubungan prinsipal dengan agen pada prinsipnya didasarkan pada suatu kesepakatan,
yaitu agen setuju untuk melakukan suatu perbuatan hukum bagi prinsipal dan pada sisi lain
prinsipal setuju atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh agen tersebut. Sehingga dengan
adanya kesepakatan tersebut, maka tanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan
oleh agen dibebankan pada prinsipal.
Agen pada dasarnya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan hukum
untuk dan atas nama prinsipal karena pada dasarnya agen bukanlah pemilik barangdan /atau
jasa, pemilik barang dan/atau jasa tersebut adalah prinsipal.
Hal-hal yang menjadi unsur esensial perjanjian keagenan adalah :
Esensi perjanjian distributor adalah suatu perjanjian untuk dan atas namanya sendiri
melakukan pembelian, penyimpanan dan penjualan serta pemasaran barang dan/atau jasa
yang dimiliki/dikuasai dengan tujuan memperoleh keuntngan. Jadi tidak ada hubungan
perwakilan antara prinsipal dan distributor, hubungannya adalah jual-beli dimana distributor
membeli barang/jasa kepada prinsipal kemudian oleh karena distributor menjadi pemilik
barang/jasa tersebut oleh distributor barang/jasa tersebut dijual kembali kepada konsumen.
Namun ketentuan jual-beli tidak dapat dapat sepenuhnya ditetapkan terhadap perjanjian
distributor mengingat konteks dari munculnya adalah mencari keuntungan. Perjanjian
distributor adalah bersifat kontinu dan secara terus menerus. Perjanjian keagenan adalah
wujud rekonstruksi dari perjanjian Pemberian Kuasa.
1. Dalam perjanjian keagenan, agen bertindak sebagai peantara untuk dan atas nama
prinsipal. Sedangkan dalam perjanjian distributor, distributor bertindak untuk dan atas
namanya sendiri
2. Dalam perjanjian keagenan, barang dan/atau jasa yag dipasarkan oleh agen adalah
bukan milik agen, tetapi milik prinsipal. Sedangkan dalam perjanjian distributor,
barang dan/atau jasa yang dipasarkan oleh distributor adalah milik distributor
sepenuhnya.
3. Dalam perjanjian keagenan, segala tanggung jawab akibat dari perbuatan hukum agen
ditanggung oleh dan dibebankan kepada prinsipal. Sedangkan dalam perjanjian
distributor, segala tanggung jawab akibat dari perbuatan hukum distributor
sepenuhnya ditanggung oleh pihak distributor.
Contoh
Perjanjian Keagenan : Agen CV. Iganta Satu merupakan agen yang bergerak di
bidang usaha pemasaran LPG milik PT. Pertamina (persero) sebagai prinsipal dan
dalam tindakannya tersebut CV Iganta Satu memasarkan LPG kepada konsumen
sebagai pihak ketiga untuk dan atas nama PT. Pertamina (persero).