Anda di halaman 1dari 42

1.

PENGERTIAN OBAT TRADISIONAL


JAWAB :
- Obat Tradisonal adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
tumbuhan, bahan hewan,bahan mineral,sediaan sarian ( galenik), atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun – temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaam.
- Obat tradisonal adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional,
turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat istiadat,
kepercayaan atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun
pengetahuan tradisional.
- Obat tradisonal menurut UU N0.23 tahun 1992 adalah bahan atau
ramuan bahan tumbuhan,hewan,mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pemgalaaman. (Handayani
dan Suharmiati,2006)
- Menurut Kepala BPOM RI,2004 Obat Tradisonal adalah bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut,
yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman
2. BAHAN BAKU OBAT TRADISIONAL
JAWAB :
- Bahan baku obat tradisional , Obat-obatan yang berbahan baku
tanaman maupun mineral secara turun-temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman. Tanaman obat ini dimanfaatkan
dalam keadaan sudah dikeringkan atau dikenal dengan istilah
simplisia. (Mursito,2015)
- Bahan Baku Obat Tradisional Tanaman atau bahan baku yang dipergunakan
dalam pengobatan tradisional atau pengobatan alternatif dapat berupa :
1. Bahan mentah atau simplisia yang dapat berupa bahan segar, serbuk
kering atau diformulasi
2. Ekstrak yang dapat berupa cairan segar, ekstrak atu rebusan, tingtur,
galenik, atau formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan sirup,
(1). Bahan Mentah atau Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun
juga. Simplisia dapat berupa bahan segar atau serbik kering yang sesuai
dengan standar farmakope. Simplisia dapat berupa simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.
(2).Bahan Baku Ekstrak tanaman obat Ekstrak dapat cairan segar, ekstrak
atau rebusan, tingtur, galenik, atau formula ekstrak kering seperti tablet,
kapsul, dan sirup, keduanya seperti obatobat tradisional dan modern.
(Parwata,2017)
3. SUMBER-SUMBER BAHAN BAKU OBAT TRADISONAL
JAWAB :
- Bahan baku obat tradisonal ini dapat berasal dari sumbeer daya alam
biotik dan abiotik. Sumber daya biotik meliputi jasad renik, flora,
fauna, dan biota laut. Sumber daya abiotik meliputi sumber daya
daratan, perairan, dan udara. ( sitanggang dan yulianti,2006)
4. PENGOLAHAN BAHAN BAKU OBAT TRADISIONAL
JAWAB :
Dalam membuat ramuan tradisional harus dipastikan bahwa kondisi
bahan sesuai dengan yang di anjurkan. Hal penting yang harus
diperhatikan adalah komposisi bahan obat harus tepat sesuai dengan resep-
resep yang dianjurkan. Selanjutnya, bahan-bahan yang dibutuhkan harus
dicuci bersih, sehingga terbebas dari kotoran yang melekat (Agung
Sugiarto, 2008)
Pengelolahannya sendiri sangat mudah karena tidak membutuhkan
tempat yang khusus dan peralatan yang canggih. Bahkan dapat dibuat di
dapur rumah dengan peralatan yang mudah didapat. Seperti sendok,
baskom, gelas dan saringan. Hal yang paling penting diperhatikan adalah
tempat dan peralatan yang digunakan harus dalam kondisi bersih, tidak
terkontaminasi bakteri atau bahan beracun dan kering (Agung Sugiarto,
2008)
5. ASPEK YANG MEMPENGARUHI KANDUNGAN SENYAWA
TANAMAN OBAT
JAWAB :
- Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas senyawa bioaktif
dalam tumbuhan pada saat pengolahan yaitu :
1. Genetika, yang dimaksud disini adalah dari mana tanaman tersebut
berasal. Berdasarkan bahan bakunya, simplisia diperoleh dari
tanaman liar atau dari tanaman yang dibudidayakan atau dikultur.
Tanaman liar diartikan sebagai tanaman yang tumbuh dengan
sendirinya dihutan-hutan atau ditempat lain di luar hutan atau
tanaman yang sengaja ditanam tetapi bukan untuk tujuan
memperoleh simplisia untuk obat (misalnya tanaman hias dan
tanaman pagar). Sedangkan tanaman kultur diartikan sebagai
tanaman budidaya, yang sengaja ditanam untuk tujuan
mendapatkan simplisia. Dibandingkan dengan tanaman budidaya,
tanaman liar mempunyai beberapa kelemahan dalam menghasilakn
simplisia dengan mutu yang memenuhi standar. Hal ini disebabkan
karena :
- Unsur tanaman pada waktu pengumpulan tanaman atau organ
tanaman sulit atau tidak dapat ditentukan oleh pengumpul.
Sehingga dapat mempengaruhi senyawa aktif yang dikehendaki.
- Jenis (spesies) tanaman yang dikehendaki sering tidak tetap dari
suatu waktu pengumpulan ke waktu pengumpulan berikutnya.
Perbedaan jenis suatu tanaman akan menyebabkan perbedaan
kandungan senyawa aktif.
- Perbedaan tempat tumbuh jenis tanaman yang dikehendaki.
Ketinggian, cuaca dan keadaan tanah yang berbeda dapat
menyebabkan kandungan senyawa aktif dalam tumbuhan yang
sama akan berbeda.
Simplisia yang diperoleh dari tanaman budidaya, keseragaman
umur, masa panen, dan jalur tanamanya dapat dipantau. Namun
tanaman mudah terserang hama dan penyakit tanaman yang
lainnya. Serta penggunaan pestisida juga menyebabkan
konsekuensi tercemarnya simplisia dengan residu pestisida.
2. Persiapan lahan dan penanaman, persiapan lahan disini dapat
diartikan sebagai pengolahan tanah. Pada dasaranya pengolahan
tanah bertujuan untuk menyiapkan tempat atau media tumbuh yang
serasi bagi pertumbuhan tanaman. Tanah yang baik untuk tanaman
adalah tanah yang memiliki kesuburan fisik maupun kimiawi.
Kesuburan fisik sangat erat hubungannya dengan struktur tanah
yang menggambarkan susunan butiran tanah, udara, dan air
sehingga dapat menjamin aktivitas akar daln faktor m mengambil
zat-zat hara yang diperlukan tanaman. Sedangkan kesuburan
kimiawi erat hubungannya dengan kemampuan tanah menyediakan
kebutuhan nutrisi untuk tanaman. Disamping itu, pengolahan tanah
mencakup pula menghilangkan gulma yang merupakan saingan
tanaman, menimbun atau meratakan bahan organik, dan menjaga
saluran drainase untuk mencegah terjadinya kelebihan air.
3. Faktor Geofisika
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu :
- Temperatur, perubahan temperatur secara berkala dan pergantian
musim berpengaruh terhadap senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh
tumbuhan
- Cahaya, Lama pencahayaan, intensitas dan radiasi dapat
mempengaruhi kualitas senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh
tumbuhan.
- Curah hujan, ketersediaan air dalam tanah dapat mempengaruhi
kualitas senyawa bioaktif dalam tumbuhan hidup.
- Ketinggian diatas permukaan laut, iklim dan angin
- Keadaan tanah, seperti sifat fisik (tanah yang gembur dan keras),
kimia kondisi mikrobiologi tanah, termasuk adanya cemaran
pestisida.
- Kandungan nutrisi tanah termasuk kandungan mineral Mn, Mo, Mg
dan B (misalnya dapat mempengaruhi biogenesis minyak atsiri).
4. Faktor Biotik
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu :
- Infeksi tanaman karena jamur, bakteri, dan virus
- Keberadaan serangga (Hama)
- Adanya hewan herbivora yang berkompetisi
- Banyaknya tanaman per area penanaman (planting density) atau
kerapatan penanaman.
- Adanya kompetisi dengan tanaman lain. Misalnya benalu terdapat
pada suatu tanaman.
6. CARA PRODUKSI OBAT TRADISIONAL
JAWAB :

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur


tervalidasi yang telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOTB yang
menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan
mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).
Untuk bahan mentah - baik yang dibudidayakan maupun yang
hidup secara liar, dan yang digunakan baik dalam bentuk bahan mentah
maupun sudah melalui tehnik pengolahan sederhana (misal perajangan
atau penghalusan) tahap kritis pertama dalam proses produksi, dalam hal
ini di mana persyaratan teknis ini mulai diterapkan, hendaklah ditentukan
dengan jelas.
Penjelasan tentang hal tersebut hendaklah dinyatakan dan
didokumentasikan. Petunjuk diberikan seperti berikut. Namun untuk
proses seperti ekstraksi,fermentasi dan pemurnian,penentuannya
hendaklah ditetapkan berdasarkan kasus-perkasus.
 Pengumpulan/pembudidayaan dan /atau pemanenan, proses pasca
panen termasuk pemotongan pertama dari bahan alamiah hendaklah
dijelaskan secara rinci.
 Jika diperlukan penghalusan lebih lanjut dalam proses pembuatannya,
hendaklah hal tersebut dilakukan sesuai CPOTB.
 Dalam hal bahan aktif, sesuai definisi dalam Glosarium, terdiri hanya
dari rajangan atau serbuk, aplikasi dari persyaratan teknis ini dimulai
pada proses fisik yang mengikuti pemotongan awal dan perajangan,
dan termasuk pengemasan.
 Jika ekstraks digunakan, prinsip-prinsip dari persyaratan teknis ini
hendaklah diberlakukan pada setiap tahap produksi mengikuti proses
pasca panen / pasca pengumpulan.
 Dalam hal produk jadi diolah secara fermentasi, penerapan CPOTB
hendaklah meliputi seluruh tahap produksi sejak pemotongan awal dan
penghalusan.
7. PENGEMBANGAN OBAT TRADISONAL
JAWAB :
- Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan obat
tradisional adalah :
1. Pengembangan teknologi untuk sebagian besar produksi obat-
obatan.
2. PengembaNGAN standard kontrol kualitas baik untuk bahan baku
maupun produk jadi.
3. Pengembangan formulasi baru dan bentuk sediaan yang dibuat
khusus untuk kondisi iklim sekarang dan disesuaikan dengan
bahan baku lokal yang tersedia. 4. Perpaduan antara teknologi
yang diperoleh dan pengembangannya secara kontinyu untuk
menghasilkan produk yang kompetitif.
5. Bioekivalensi, bioavailabilitas dan studi farmakokinetik pada
pengembangan bentuk sediaan.
6. Pencarian sumber-sumber tanaman baru untuk obat-obat yang telah
dikenal dan obat baru yang menggunakan tanaman lokal yang
tersedia. (Parwata,2017)
- Adapun peran ilmu kimia dalam pengembangan obat tradisional adalah :
1. Eksplorasi dalam penemuan senyawa obat atau bahan obat baru
2. Penyiapan bahan baku obat
3. Standarisasi obat
4. Uji bioaktivitas (Parwata,2017)
- hal ini dapat di formulasikan menjadi 5 hal fokok yang harus
diperhatikan dalam pengembangan obat tradisonal yaitu :
1. Etnomedicine,
2. Agroindustri tanaman obat,
3. Iftek kefarmasian dan kedokteran,
4. Teknologi kimia dan proses,
5. Pembinaan dan pengawasan produksi atau pemasaran bahan dan
produk obat tradisional. (Parwata,2017)
8. PENGERTIAN SIMPLISIA
JAWAB :
- Menurut departemen kesehatan RI adalah bahan alami yanag digunakan
untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali
dinyatakan lain umumnya beupa bahan yang telah dikeringkan.
- Simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan
obat alam yang berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami
perubahan bentuk (Gunawan dan Mulyani,2002)
- Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinhyatakan lain berupa
bahan yang telah dikeringkan.(Anonim, 1983)
9. PEMBAGIAN SIMPLISIA
JAWAB :
- Pembagian simplisia terbagi dari :
1. simplisia nabati, adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanman.
2. Simplisia hewan, adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian
hewan atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan
belum berupa zat kimia murni.
3. Simplisia mineral (pelikan), adalah simplisia yang berupa mineral
yang belum diolah atau diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni (Depkes,1989).
- Simplisia dibagi menjdi tiga golongan, yaitu :
a. simplisia nabati, adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian
tumbuhan atau eksudat tumbuhan(Ditjen POM,1995)
b. Simplisia hewani, adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan. Contohnya adalah minyak ikan
dan madu (Gunawan,2010)
c. Simplisia pelikan atau mineral, adalah simplisia berupa bahan pelikan
ataua mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara
sederhana. Contohnya serbuk seng dan serbuk tembaga
(Gunawan,2010)
10. TAHAPAN PENYIAPAN SIMPLISIA
JAWAB :
- Dalam penyiapan atau pembuatan simplisia, tahapan yang perlu
diperhatikan adalah (a) bahan baku simplisia, (b) proses pembuatan
simplisia, dan (c) cara pengepakan/pengemasan dan penyimpanan
simplisia.
a. Bahan baku simplisia. Dalam pembuatan simplisia, kualitas bahan baku
simplisia merupakan faktor yang penting yang perlu diperhatikan.
Sumber bahan baku dapat berupa tumbuhan, hewan, maupun mineral.
Simplisia nabati yang ideal dapat ditinjau dari asal tumbuhan tersebut.
Tumbuhan tersebut dapat berasal dari tanaman budidaya maupun
tumbuhan liar.
b. Tanaman budidaya. Tanaman ini sengaja dibudidaya untuk itu bibit
tanaman harus dipilih yang baik, ditinjau dari penampilan dan
kandungan senyawa berkhasiat, atau dengan kata lain berkualitas atau
bermutu tinggi. Simplisia yang berasal dari tanaman budidaya selain
berkualitas, juga sama rata atau homogen sehingga dari waktu ke
waktu akan dihasilkan simplisia yang bermutu mendekati ajeg atau
konsisten. Dari simplisia tersebut akan dihasilkan produk obat
tradisional yang “reproducible” atau ajeg khasiatnya. Perlu
diperhatikan pula bahwa tanaman budidaya dapat bervariasi
kualitasnya bila ditanam secara monokultur (tanaman tunggal)
dibanding dengan tanaman tumpangsari. Demikian juga terdapat faktor
lain yang berpengaruh terhadap penampilan dan kandungan kimia
suatu tanaman, 6 antara lain tempat tumbuh, iklim, pemupukan, waktu
panen, pengolahan pasca panen dsb.
c. Tumbuhan liar. Tumbuhan liar artinya tumbuhan tersebut tidak
dibudidaya atau tumbuh liar. Sebetulnya tumbuhan liar tersebut dapat
dibudidayakan. Namun hal ini jarang dilakukan oleh petani karena
tradisi atau kebiasaan. Agar bahan tumbuhan yang berasal dan
tumbuhan liar ini mutunya dapat dipertahankan, diperlukan
pengawasan kualitas secara intern yang baik. Apabila suatu bahan
baku simplisia yang berasal dari tumbuhan liar ini melangka, padahal
permintaan pasar tinggi, maka sering kita jumpai adanya pemalsuan.
Dan pengalaman dapat kita lacak kemudian dicatat asal-usul bahan
tumbuhan yang berasal dari tumbuhan liar tersebut, kita periksa kadar
bahan berkhasiat, sehingga kita dapat memilih bahan simplisia serupa
untuk produk kita di masa mendatang.(jurnal emilan,dkk.2011)
11. SYARAT BAKU SIMPLISIA
JAWAB :
1. RAJANGAN
Rajangan adalah sediaan obat tradisional berupa potongan
simplisia, campuran simplisia, atau campuran simplisia dengan sediaan
galenik, yang penggunaannya dilakukan dengan pendidihan atau
penyeduhan dengan air panas. Kadar air: Tidak lebih dari 10 %
Penetapan dilakukan menurut cara yang tertera pada Farmakope
Indonesia atau Materia Medika Indonesia
Angka lempeng total: Tidak lebih dari 10 untuk rajangan yang
penggunaannya dengan cara pendidihan; tidak lebih dari 10 untuk
rajangan yang penggunaannya dengan cara penyeduhan. Penetapan
dilakukan menurut cara yang tertera pada Metode Analisis Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Angka kapang dan khamir: Tidak lebih dari 10 Penetapan
dilakukan menurut cara yang tertera pada Metode Analisis Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Mikroba pathogen: Negatif. Penetapan dilakukan menurut cara
yang tertera pada Metode Analisis Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Aflatoksin: Tidak lebih dari 30 bagian per juta (bpj) Penetapan di
lakukan menurut cara yang tertera pada Metode Analisis Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Wadah dan penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik; disimpan
pada suhu kamar, ditempat kering dan terlindung dari sinar matahari.

2. SERBUK
Serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen
dengan deraiat halus yang cocok; bahan bakunya berupa simplisia
sediaan galenik, atau campurannya.
Keseragaman bobot: Tidak lebih dari 2 bungkus serbuk, yang
masing masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih
besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu
bungkuspun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata
lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B, yang tertera
pada daftar berikut:
Timbang isi tiap bungkus serbuk. Timbang seluruh isi 20
bungkus serbuk, hitung bobot isi serbuk rata-rata.

Kadar air: Tidak lebih dari 10 %. Penetapan dilakukan menurut


cara yang tertera pada Farmakope Indonesia atau Materia Medika
Indonesia.
Angka lempeng total: Tidak lebih dari 10 Penetapan dilakukan
menurut cara yang tertera pada Metode Analisis Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Angka kapang dan khamir: Tidak lebih dari 10 Penetapan
dilakukan menurut cara yang tertera pada Metode Analisis Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Mikroba patogen. Negatif: Penetapan dilakukan menurut cara
yang tertera pada Metode Analisis Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Aflatoksin: Tidak lebih dari 30 bpj. Penetapan dilakukan menurut
cara yang tertera pada Metode Analisis Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Bahan tambahan: Pengawet. Serbuk dengan bahan baku
simplisia dilarang ditambahkan bahan pengawet. Serbuk dengan
bahan baku sediaan galenik dengan penyari air atau campuran etanol
air bila diperlukan dapat ditambahkan bahan pengawet. Jenis dan
kadar pengawet harus memenuhi persyaratan pengawet yang tertera
pada persyaratan Pil dalam lampiran keputusan ini Pemanis. Gula tebu
(gula pasir), gula aren, gula kelapa, gula bit dan pemanis alam lainnya
yang belum menjadi zat kimia murni. Pengisi. Sesuai dengan pengisi
yang diperlukan pada sediaan galenik.
Wadah dan penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik; disimpan
pada suhu kamar, ditempat kering dan terlindung dari sinar matahari.

12. DASAR PEMBUATAN SIMPLISIA


JAWAB :
- Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan,meliputi :
1. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia brbeda-beda yang
tergantung pada beberapa faktor, antara lain : bagian tumbuhan
yang digunakan, umur tumbuhan atau bagian tumbuhan pada
saat panen, waktu panen sangat erat hubungannya dengan
pembentukan senyawa aktif didalam bagian tumbuhan yang
akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian
tumbuhan tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah
yang terbesar. Senyawa aktif akan terbentuk secara maksimal di
dalam bagian tumbuhan atau tumbuhan pada umur tertentu.
2. Sortasi basah
Adalah pemilihan hasil panen ketika tanaman masih segar.
Sortasi dilakukkan terhadap :
- Tanah atau kerikil
- Rumput-rumputan
- Bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak
digunakan, dan
- Bagian tanaman yang rusak (dimakan ulat atau sebagainya.
3. Pencucian
Dipencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran
yang melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam
tanah dan juga bahan-bahan yang tercemar peptisida. Cara
sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah
mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk
pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan
simplisa dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan
bahan tersebut dapat mempercepat petumbuhan mikroba.
Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah pseudomonas,
Bacillus, Streptococcus, Enterobacter, dan Escherichia
4. Pengubahan bentuk
Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah
untuk memperluas pemukaan bahan baku. Semakin luas
permukaan maka bahan baku akan semakin cepat kering.
Perajangan dapat dilakukkan dengan pisau, dengan alat mesin
perajangan khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau
potongan dengan ukuran yang dikehendaki.
5. Pengeringan
Proses pengeringan simplisia, terutama bertujuan sebagai
berikut :
- menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah
ditumbuhi kapang dan bakteri.
- menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih
lanjut kandungan zat aktif
- memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya
(ringkas,mudah, disimpan, tahan lama, dan sebagainya)
6. Sortasi kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalamai
proses pengeringan.pemilihan dilakukan terhadap bahan-
bahan yang terlalu gosong atau bahan yang rusak
7. Pengepakan dan penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka
simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar
tidak saling tercampur antara simplisia satu dengan lainnya
(Gunawan,2010)
13. PENETAPAN SPESIFIKASI DAN STANDARISASI MUTU
SIMPLISIA
JAWAB :
Menurut Didik dan Sri Mulyani (2010), beberapa hal yang harus
diperhatikan sehubungan dengan pemeriksaan mutu simplisia adalah
sebagai berikut:
a. Simplisia harus memenuhi persyaratan umum edisi terakhir dari buku-
buku resmi yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI seperti
Farmakope indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia. Dan Materia
Medika Indonesia. Jika tidak tercantum maka harus memenuhi
persyaratan seperti yang disebut pada paparannya (monografinya).
b. Tersedia contoh sebagai simplisia pembanding yang setiap periode
tertentu harus diperbaharui.
c. Harus dilakukan pemeriksaan mutu fisis secara tepat yang meliputi:
- Kurang kering atau mengandung air
- Termakan serangga atau hewan lain
- Ada tidaknya pertumbuhan kapang, dan
- Perubahan warna atau perubahan bau
d. Dilakukan pemeriksaan lengkap yang terdiri dari:
- Pemeriksaan organoleptik, meliputi pemeriksaan warna, bau, dan
rasa dari bahan
- Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, meliputi pemeriksaan
ciri-ciri bentuk luar yang spesifik dari bahan (morfologi) maupun
ciri-ciri spesifik dari bentuk anatominya.
- Pemeriksaan fisika dan kimiawi, meliputi tetapan fisika (indeks
bias, titik lebur dan kelarutan) serta reaksi-reaksi identifikasi
kimiawi seperti reaksi warna dan pengendapan
- Uji biologi, penetapan angka kuman, pencemaran dan percobaan
terhadap binatang
14. PENGERTIAN EKSTRAKSI
JAWAB :
- Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, biasanya
dengan menggunakan pelarut. Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen terhadap
komponen lain dalam campuran (Suyitno, 1989).

- Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari


bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota
laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan
hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan
metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya.
(Harbone, 1987; Dirjen POM, 1986)
- Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehinggga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan
menggunakan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam
berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri, alkaloida, falvonoida dan lain-lain. Dengan diketahuinya
senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).
15. METODE EKSTRAKSI
JAWAB :
- Ekstraksi Jenis-jenis metode ekstraksi yang dapat digunakan adalah
sebagai berikut :
1. Maserasi Maserasi merupakan metode sederhana yang paling
banyak digunakan. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil
maupun skala industri.(Agoes,2007). Metode ini dilakukan
dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke
dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses
ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara
konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel
tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari
sampel dengan penyaringan. Kerugian utama dari metode
maserasi ini adalah memakan banyak waktu, pelarut yang
digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa
senyawa hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin saja sulit
diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi lain, metode
maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang
bersifat termolabil.
2. Ultrasound - Assisted Solvent Extraction Merupakan metode
maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan bantuan
ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz). Wadah
yang berisi serbuk sampel ditempatkan dalam wadah ultrasonic
dan ultrasound. Hal ini dilakukan untuk memberikan tekanan
mekanik pada sel hingga menghasilkan rongga pada sampel.
Kerusakan sel dapat menyebabkan peningkatan kelarutan
senyawa dalam pelarut dan meningkatkan hasil ekstraksi.
Perkolasi Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara
perlahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang
dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya). Pelarut
ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan
menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini
adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan
kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator tidak homogen
maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu,
metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan
banyak waktu.
3. Soxhlet Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk
sampel dalam sarung selulosa (dapat digunakan kertas saring)
dalam klonsong yang ditempatkan di atas labu dan di bawah
kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam labu dan
suhu penangas diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari
metode ini adalah proses ektraksi yang kontinyu, sampel
terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak
membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak
waktu. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil
dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus
berada pada titik didih
4. Reflux dan Destilasi Uap Pada metode reflux, sampel
dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu yang dihubungkan
dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik
didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu. Destilasi
uap memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk
mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai senyawa
menguap). Selama pemanasan, uap terkondensasi dan destilat
(terpisah sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur)
ditampung dalam wadah yang terhubung dengan kondensor.
Kerugian dari kedua metode ini adalah senyawa yang bersifat
termolabil dapat terdegradasi (Seidel V 2006).
- ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan
cara panas. Cara dingin yaitu metode maserasi dan perkolasi,
sedangkan cara panas antara lain dengan reflux, soxhlet, digesti,
destilasi uap dan infuse. Reflux merupakan ekstraksi pelarut pada
suhu didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas
yang relatif konstan dengan adanya 9 pendingin balik. Soxhlet
adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik. Digesti adalah maserasi kinetik pada suhu lebih tinggi dari
suhu kamar sekitar 40-50 oC. Destilasi uap adalah ekstraksi zat
kandungan menguap dari bahan dengan uap air berdasarkan
peristiwa tekanan parsial zat kandungan menguap dengan fase uap
air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna dan diakhiri dengan
kondensasi fase uap campuran menjadi destilat air bersama
kandungan yang memisah sempurna atau sebagian. Infuse adalah
ekstraksi pelarut air pada suhu penangas air 96-98 oC selama 15-20
menit. Kurnia (2010)
- .Maserasi Istilah maserasi berasal dari bahasa latin ”macerare” yang
artinya mengairi, melunakkan, merupakan cara ekstraksi yang
paling sederhana. Bahan jamu yang dihaluskan sesuai dengan syarat
farmakope (umumnya terpotong-potong atau diserbuk kasarkan)
disatukan dengan bahan ekstraksi. Rendaman tersebut disimpan
terlindungi dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis
cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu
maserasi adalah berbedabeda, masing-masing farmakope
mancantumkan 4-10 hari. Namun pada umumnya 5 hari, setelah
waktu tersebut keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada
bagian dalam sel dengan luar sel telah tercapai. Pengocokan
dilakukan agar cepat mendapat kesetimbangan antara bahan yang
diekstraksi dalam bagian sebelah dalam sel dengan yang masuk ke
dalam cairan. Keadaan diam tanpa pengocokan selama maserasi
menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Semakin besar
perbandingan jamu terhadap cairan ekstraksi, akan semakin baik
hasil yang diperoleh (Voight, 1994).
Remaserasi Remaserasi merupakan metode ekstraksi yang terjadi
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan
maserat pertama, dan seterusnya. Pelarut kedua ditambahkan
sebanyak penambahan pelarut pertama (Depkes, 2000).
.Perkolasi Istilah perkolasi berasal dari kata ‘percolare’ yang artinya
penetesan, merupakan ekstraksi yang dilakukan dengan penetesan
cairan penyari dalam wadah silinder atau kerucut (perkolator), yang
memilki jalan masuk dan keluar. Bahan ekstraksi yang dimasukkan
secara kontinyu dari atas mengalir lambat melintasi simplisia yang
umumnya berupa serbuk kasar. Melalui pembaharuan terus-menerus
bahan pelarut berlangsung sesuai suatu maserasi banyak tingkat.
Jika pada maserasi sederhana suatu ekstraksi sempurna dari
simplisia tidak terjadi, karena kesetimbangan konsentrasi antara
larutan dalam sel dengan cairan disekelilingnya dapat diatur, 10
maka pada perkolasi melalui pemasukan bahan pelarut yang
ekstraksi total secara teoritis adalah mungkin, berkaitan dengan
perbedaan konsentrasi pada posisi yang baru, secara praktek
diperoleh sampai 95% bahan yang terekstraksi. Sebelum perkolasi
dilakukan, simplisia terlebih dahulu direndam menggunakan pelarut
dan dibiarkan membengkak agar mempermudah pelarut masuk ke
dalam sel. Namun pembengkakan ini juga dapat menyebabkan
pecahnya wadah itu sendiri. Dalam pengisian simplisia tidak boleh
terdapat ruang rongga. Hal ini akan menggagu keteraturan aliran
cairan dan menyebabkan berkurangnya hasil ekstraksi, namun suatu
pengisian yang kompak dapat menghambat aliran pelarut atau
malah menghentikannya (Voigt, 1994).
Reperkolasi Cara yang dicantumkan dalam beberapa farmakope,
terutama untuk membuat ekstrak cair dari jamu yang mengandung
minyak atsiri, dinyatakan bahwa simplisia tersebut dibagi dalam
beberapa bagian. Bagian pertama diperkolasi, tetesan pelarut
ditampung dan kemudian digunakan kembali untuk mengekstrak
bagian berikutnya. Tetesan yang diperoleh dari bagian 1,2 dan 3
disatukan dan menghasilkan preparat jadinya (Voigt, 1994).
- Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia yang paling sederhana,
menggunakan pelarut yang cocok dengan beberapa kali
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar) (Ditjen POM, 2000).
Maserasi digunakan untuk nenyari zat aktit yang mudah larut
dalam cairan penyari, tidak mengandung stirak, benzoin dan lain-
lain. Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara merendam 10
bagian serbuk simplisia dalam 75 bagian cairan penyari (pelarut)
(Ditjen POM, 1986).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan
pelarut melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prosesnya
terdiri dari tahap pengembangan dan perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai
diperoleh
ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
3. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
pengulangan pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat
termasuk proses ekstraksi sempurna.
4. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga teijadi
ekstraksi yang berkelanjutan dengan jumlah pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar)
yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.
6. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
pemanasan air (bejana infus tercelup dalam air penangas air
mendidih),
temperatur terukur (96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
7. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dengan temperatur
titik didih air.
8. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa menguap (minyak atsiri)
dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan
peristiwa tekanan parsial. Senyawa menguap akan terikut dengan
fase uap air dari ketel secara kontinu dan diakhiri dengan
kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut
terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan
yang memisah sempurna atau memisah sebagian (Ditjen POM,
2000).
- Sediaan ekstrak dapat dibuat dengan beberapa cara yaitu :
1. Destilasi uap dan pemisahan minyak atsiri
2. Destilasi fraksional minyak atsiri
3. Ekstraksi dengan metoda maserasi
4. Ekstraksi dengan metoda Perkolasi
5. Ekstraksi dengan metode Soxhlet.
6. Ekstraksi dengan metoda refluk(Parwata,2017)
16. PENGERTIAN EKSTRAK
JAWAB :
- Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan
menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok.
diluar pengaruh matahari langsung (Ditjen POM, 1979).
- Ekstrak adalah sediaan farmasi yang diperoleh dari jaringan hewan
atau tumbuhan dengana berbagai cara dikeringkan atau
dipekatkan(kamus bahasa indonesia,2008)
- Ekstrak adalah sediaan pekat diperoleh dengan cara ekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan
pelarut yang sesuai
(Anonim, 1995).
17. JENIS-JENIS EKSTRAK
JAWAB :
- Menurut farmakope Indonesia edisi III dikenal tiga macam ekstrak
yaitu : 1. Ekstrak cair : adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil
penyarian bahan alam masih mengandung larutan penyari.
2. Ekstrak kental : adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan, dan tidak mengandung cairan penyari lagi, tetapi
konsistensinya tetap cair pada suhu kamar
3. Ekstrak kering : adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan dam tidak mengandung pelarut lagi dan mempunyai
konsistensi padat (berwujud kering). (Depkes RI,1979)
18. STANDARISASI EKSTRAK
JAWAB :
- Parameter-parameter standar ekstrak terdiri dari parameter spesifik
dan non spesifik
1. Parameter spesifik ekstrak (Depkes RI,2000)
Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia
kualitatif dan aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang
bertanggung jawab langsung terhadap aktivitas farmakologis
tertentu
Parameter spesifik ekstrak meliputi :
a. Identitas (parameter identitas ekstrak) meliputi : dekripsi tata
nama, nama ekstrak (generik,dagang,paten), nama lain tumbuhan
(sistematika botani), bagian tumbuhan yang digunakan
(rimpang,daun dsb) dan nama indonesia tumbuhan.
b. Organoleptis : parameter organoleptis ekstrak meliputi penggunaan
panca indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa guna
pengenalan awal yang sederhana se-objektif mungkin.
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu : melarutkan ekstrak
dengan pelarut (alkohol/air) untuk ditentukan jumlah larutan yang
identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetrik.
Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut memberikan
gambaran awal jumlah senyawa kandungan.
d. Uji kandungan kimia ekstrak :
1) Pola Kromatogram
Pola kromatogram dilakukan sebagai analis kromatografi
sehingga memberikan pola kromatogram yang khas. Bertujuan
untuk memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia
berdasarkan pola kromatogram (KLT,KCKT). (Depkes,2000)
2. Parameter Non Spesifik Ekstrak (Depkes RI,2000)
Penentuan parameter non spesifik yaitu penentuan aspek kimia,
mikrobiologi, dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan
konsumen dan stabillitas (Saifudin et al,2011). Parameter non
spesifik ekstrak menurut buku “ Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat” (Depkes RI,2000). Meliputi :
a. Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang
berada didalam bahan,yang bertujuan untuk memberikan
batasan minimal atau tentang-tentang besarnya kandungan
air dalam bahan (Depkes RI,2000)
b. Kadar Abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada
temperatur dimana senyawa organik dan turunnya
terdekstruksi dan menguap, sehingga tinggal unsur mineral
dan oorganik yang memberikan gambaran kandungan
mineral internal dan ekstrak yang berasal dari proses awal
sampai terbentuknya ekstrak. Parameter kadar abu ini terkait
dengan kemurnian dan kontaminasi suatu ekstrak (Depkes
RI,2000)
c. Cemaran Logam Berat
Parameter cemaran logam berat adalah penentuan
kandungan logam berat dalam suatu ekstrak, sehingga dapat
memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung
logam berat tertentu (Hg,Pb,Cd,dll) melebihi batas yang
telah ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan (Depkes
RI,2000)
19. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU EKSTRAK
JAWAB :
- Faktor penentu mutu ektrak terdiri dari beberapa aspek , yaitu:
Kebersihan tanaman, genetik, lingkungan tempat tumbuh,
penambahan bahan pendukung pertumbuhan, waktu panen,
penangan pasca panen, teknologi ektraksi, teknologi pengentalan
dan pengeringan ekstrak dan penyimpanan ekstrak (Saifudin et al
,2011)
20. BENTUK-BENTUK SEDIAAN OBAT TRADISIONAL
- Dalam Keputusan Kepala Badan POM yang dimaksud dengan Obat
Bahan Alam Indonesia adalah Obat Bahan Alam yang diproduksi di
Indonesia. Selanjutnya disebutkan dalam Keputusan Kepala Badan
POM tersebut, berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim
penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam
Indonesia dikelompokkan secara berjenjang menjadi 3 kelompok
yaitu : (1)Jamu; (2) Obat Herbal Terstandar; (3) Fitofarmaka.
1) Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara
tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan atau cairan
yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun
jamu tersebut serta digunakan secara tradisional.
2) Obat Herbal Terstandar (OHT) juga tidak sama dengan
fitofarmaka. Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat
tradisional yang berasal dari ekstrak bahan 26 tumbuhan,
hewan maupun mineral. Perlu dilakukan uji pra-klinik untuk
pembuktian ilmiah mengenai standar kandungan bahan yang
berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar
pembuatan obat yang higienis dan uji toksisitas akut maupun
kronis seperti halnya fitofarmaka.
3) Fitofarmaka merupakan jenis obat tradisionalyang dapat
disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya
yang telah terstandar dan khasiatnya telah dibuktikan melalui
uji klinis (Parwata,2017)
21. METODE PEMBUATAN OBAT TRADISONAL
JAWAB :
a) Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau
galenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun
menurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman.
b) Bahan awal adalah bahan baku dan bahan pengemas yang
digunakan dalam pembuatan suatu produk obat tradisional.
c) Bahan baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau
bahan lainnya, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat,
yang berubah maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam
pengolahan obat tradisional, walaupun tidak semua bahan tersebut
masih terdapat didalam produk ruahan.
d) Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat
tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan.
e) Bahan pengemas adalah semua bahan yang digunakan untuk
pengemasan produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi
f) Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih
memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk
menjadi produk ruahan.
g) Produk ruahan adalah bahan atau campuran bahan yang telah
selesai diolah yang masih memerlukan tahap pengemasan untuk
menjadi produk jadi.
h) Produk jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses
pembuatan obat tradisional.
i) Pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi
pengadaan bahan awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan,
pengemasan, pengawasan mutu sampai diperoleh produk jadi yang
siap untuk didistribusikan.
j) Produksi adalah semua kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan
bahan awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, sampai
dengan pengemasan untuk menghasilkan produk jadi.
k) Pengolahan adalah seluruh rangkaian kegiatan mulai dari
penimbangan bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk
ruahan.
l) Pengemasan adalah kegiatan mewadahi, membungkus, memberi
etiket dan atau kegiatan lain yang dilakukan terhadap produk ruahan
untuk menghasilkan produk jadi.
m) Pengawasan dalam proses adalah pemeriksaan dan pengujian yang
ditetapkan dan dilakukan dalam suatu rangkaian proses produksi,
termasuk pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan terhadap
lingkungan dan peralatan dalam rangka menjamin bahwa produk
akhir (jadi) memenuhi spesifikasinya.
n) Pengawasan mutu (quality control) adalah semua upaya
pemeriksaan dan pengujian selama pembuatan untuk menjamin agar
obat tradisional yang dihasilkan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan.
o) Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin
kebersihan sarana pembuatan, personil, peralatan dan bahan yang
ditangani.
p) Dokumentasi adalah catatan tertulis tentang formula, prosedur,
perintah dan catatan tertulis lainnya yang berhubungan dengan
pembuatan obat tradisional.
q) Verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang
sesuai bahwa tiap bahan, perlengkapan, prosedur kegiatan yang
digunakan dalam pembuatan obat tradisional senantiasa mencapai
hasil yang diinginkan.
r) Inspeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua
aspek, mulai dari pengadaan bahan sampai dengan pengemasan dan
penetapan tindakan perbaikan yang dilakukan oleh semua personal
industri obat tradisional sehingga seluruh aspek pembuatan obat
tradisional dalam industri obat tradisional tersebut selalu memenuhi
CPOTB.
22. REGISTRASI OBAT TRADISONAL
JAWAB :
Registrasi Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri
Pasal 9
Registrasi obat tradisional produksi dalam negeri hanya dapat dilakukan
oleh IOT, UKOT, atau UMOT yang memiliki izin sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Registrasi Obat Tradisional Kontrak
Pasal 10
1) Registrasi obat tradisional kontrak hanya dapat dilakukan oleh
pemberi kontrak dengan melampirkan dokumen kontrak.
2) Pemberi kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
IOT, UKOT, atau UMOT yang memiliki izin sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3) Pemberi dan penerima kontrak bertanggung jawab atas keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu obat tradisional yang diproduksi
berdasarkan kontrak.
4) Penerima kontrak hanya dapat berupa IOT atau UKOT yang memiliki
izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan sertifikat
CPOTB untuk sediaan yang dikontrakkan.
Bagian Ketiga
Registrasi Obat Tradisional Lisensi
Pasal 11
Registrasi obat tradisional lisensi hanya dapat dilakukan oleh IOT
atau UKOT penerima lisensi yang memiliki izin sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan.
Bagian Keempat
Registrasi Obat Tradisional Impor
Pasal 12
1) Registrasi obat tradisional impor hanya dapat dilakukan oleh IOT,
UKOT, atau importir obat tradisional yang mendapat penunjukan
keagenan dan hak untuk melakukan registrasi dari industri di negara
asal.
2) Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan:
a. memiliki fasilitas distribusi obat tradisional sesuai ketentuan yang
berlaku; dan
b. memiliki penanggung jawab Apoteker.
3) Penunjukan keagenan dan hak untuk melakukan registrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan untuk 1
(satu) nama produk kepada 1 (satu) IOT, UKOT, atau importir.
4) Pemenuhan persyaratan CPOTB bagi industri di luar negeri dibuktikan
dengan sertifikat cara pembuatan yang baik untuk obat tradisional dan
jika diperlukan dilakukan pemeriksaan setempat oleh petugas yang
berwenang.
5) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilengkapi
dengan data inspeksi terakhir paling lama 2 (dua) tahun yang
dikeluarkan oleh pejabat berwenang setempat.
6) Ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan.
Bagian Kelima
Registrasi Obat Tradisional Khusus Ekspor
Pasal 13
1) Registrasi obat tradisional khusus ekspor dilakukan oleh IOT, UKOT,
dan UMOT yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
2) Obat tradisional khusus ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bila
ada persetujuan tertulis dari negara tujuan.
TATA CARA REGISTRASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 14
1) Permohonan registrasi diajukan kepada Kepala Badan.
2) Ketentuan mengenai tata laksana registrasi ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Badan.
3) Dokumen registrasi merupakan dokumen rahasia yang dipergunakan
terbatas hanya untuk keperluan evaluasi oleh yang berwenang.
Pasal 15
1) Terhadap permohonan registrasi dikenai biaya sebagai penerimaan
negara bukan pajak sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
2) Dalam hal permohonan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditolak, maka biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali.
Bagian Kedua
Evaluasi
Pasal 16
Evaluasi dilakukan terhadap dokumen registrasi dalam rangka
pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Pasal 17
1) Untuk melakukan evaluasi dibentuk:
a. Komite Nasional Penilai Obat Tradisional; dan
b. Tim Penilai Keamanan, Khasiat/Manfaat, dan Mutu.
2) Pembentukan, Tugas dan Fungsi Komite Nasional Penilai Obat
Tradisional dan Tim Penilai Keamanan, Khasiat/Manfaat, dan
Mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Badan.
Bagian Ketiga
Pemberian Izin Edar
Pasal 18
1) Kepala Badan memberikan persetujuan berupa izin edar atau
penolakan registrasi berdasarkan rekomendasi yang diberikan
oleh Tim Penilai Keamanan, Khasiat/Manfaat, dan Mutu,
dan/atau Komite Nasional Penilai Obat Tradisional.
2) Kepala Badan melaporkan pemberian izin edar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri setiap 1 (satu) tahun
sekali.
Bagian Keempat
Peninjauan Kembali
Pasal 19
1) Dalam hal registrasi ditolak, pendaftar dapat mengajukan
keberatan melalui tata cara peninjauan kembali.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan
peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan.
Bagian Kelima
Pelaksanaan Izin Edar
Pasal 20
1) Pemegang nomor izin edar wajib memproduksi atau
mengimpor dan mengedarkan obat tradisional selambat-
lambatnya 1 (satu) tahun setelah tanggal persetujuan
dikeluarkan.
2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaporkan kepada Kepala Badan (Permenkes 007-2012).
23. PERSYARATAN PENDAFTARAN
JAWAB :
PERSYARATAN TEKNIS :
a. Menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan /khasiat.
b. Dibuat sesuai dengan ketentuan tentang pedoman cara pembuatan
obat tradisional yang baik atau cara pembuatan obat yang baik yang
berlaku.
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat
menjamin penggunaan obat tradisonal ,obat herbal terstandar dan
fitofarmaka secara tepat , rasional dan aman sesuai dengan hasil
evaluasi dalam rangka pendaftran.
PERSYARATAN ADMINISTRASI :
a. Obat tradisional dalam negeri,obat herbal terstandar dan fitofarmaka
( tanpa lisensi,lisensi,kontrak) :
 Industri Obat Tradisional (IOT) ,industri kecil obat tradisioanl
(IKOT) atau industri farmasi yang memiliki izin usaha industri
farmasi dari kepala BPOM atau surat penanaman modal asing.
 Wajib memenuhi CPOB
 Pendaftar obat kontrak adalah pemberi kontrak.
b. Obat Impor
 Industri di bidang Obat Tradisional atau industri farmasi dalam
negeri atau pedagang besar farmasi yang mendapat persetujuan
tertulis dari indstri farmasi di negeri asal.
 Industri di bidang obat tradisional di luar negeri harus memenuhi
cara pembuatan yang baik ( sertifikat atau pemeriksaan setempat
paling lama 2 tahun terakhir).
c. Obat dilindungi Paten
 Industri dalam negeri pemegang hak paten atau yang diberi kuasa
oleh pemilik hak paten atau mendapat pengaliha paten sesuai
ketentuan yang berlaku.
 Harus ada sertifikat paten.
24. PENANDAAN OBAT TRADISONAL
JAWAB :
1. Jamu
 Kelompok jamu sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir a
untuk pendaftaran baru harus mencantumkan logo dan tulisan
“JAMU” sebagaimana contoh terlampir.
 Logo sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa “RANTING DAUN
TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada
bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur.
 Logo (ranting daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau
warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.
 Tulisan “JAMU” sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus jelas
dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna
putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan
“JAMU”
2. Herbal
 Obat herbal terstandar sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir
b harus mencantumkan logo dan tulisan “OBAT HERBAL
TERSTANDAR” sebagaimana contoh terlampir.
 Logo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa” JARI-JARI
DAUN (3 PASANG)TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan
ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/
pembungkus/ brosur.
 Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas warna putih atau warna
lain yang menyolok kontras dengan warna logo.
 Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” yang dimaksud pada
ayat (1) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam
di atas dasar warna putih atau warna lain yang mencolok kontras
dengan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”.
3. Fitofarmaka
 Kelompok Fitofarmaka sebagaimana dimaksud dalam pasal 1
butir c harus mencantumkan logo dan tulisan “FITOFARMAK”
sebagaimana contoh terlampir.
 Logo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa “JARI-JARI
DAUN (YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG)
TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada
bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur Logo
(jari-jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar putih atau warna lain
yang menyolok kontras dengan warna logo
 Tulisan “FITOFARMAKA” yang dimaksud pada ayat (1) harus
jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar
warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan
tulisan “FITOFARMAKA
25. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR
OBAT TRADISIONAL
JAWAB :
- Peraturan Perundang-undangan dalam Obat Tradisional Pemerintah
Indonesia melalui Menteri Kesehatan dan Instansi terkait selalu
mengawasi pengembangan Obat Traddisional mulai dari bahan baku,
proses pembuatan, proses pengemasan dan pemasarannya agar
masyarakat terhindar dari efek negatif Obat Tradisional dengan
mengeluarkan Peraturan Perundangundangan baik itu berupa UU, PP
dan Intruksi atau Keputusan Bersama diantaranya yaitu :
1. RENSTRA Kementrian Kesehatan RI dengan PP 17/1986 tentang
Kewenangan Pengaturan Obat Tradisional di Indonesia
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor :
246/Menkes/Per/V/1990, Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradisional
3. Undang Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 760/MENKES/PER/IX/1992
tentang Fitofarmaka
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 761/MENKES/PER/IX/1992
tentang Pedoman Fitofarmaka
6. GBHN 1993 tentang Pemeliharaan & Pengembangan Pengobatan
tradisional sebagai warisan budaya bangsa (ETNOMEDISINE).
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/Menkes/SK/VII/1994
tentang Persyaratan Obat Tradisional
8. PP No. 72/1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 56/Menkes/SK/I/2000
tentang Pedoman Pelaksanaaan Uji Klinik Obat Tradisional 34
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/PER/VI/2000
tentang Pengertian Obat Tradisional
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 381/2007
tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional (KONTRANAS)
12. Undang Undang No.36/2009 tentang Kesehatan Pengobatan
Tradisional
13. Peraturan Pemerintah RI No. 51/2009 tentang Sediaan Farmasi :
obat (modern/sintetik), bahan obat, obat tradisional dan kosmetik
14. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 003/2010 tentang Saintifikasi
Jamu
15. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 88/2013 tentang Rencana
Induk Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional
(Parwata,2017)
26. SYARAT WADAH DAN KEMASAN :
PEWADAHAN, LABELISASI, DAN KEMASAN
JAWAB :

menurut marianne rosner klimehuk dan sandra a krasovec (2006)


label biasanya terbuat dai kertas dari kertas atau film plastic dengan atau
tanpa tambahan perekat, label dapat mencakup keseluruhan kemasan
hanya setempat saja. Satu bentuk kemasan fleksibel adalah film yang
dapat disusut regangkan yang digunakan sebagainlabel. Material tersebut
ketika diaplikasikan pada kemasa dengan pemanasan, meregang mengikuti
bentuk kontur benda yang dilapisinya. Kontainer plastic, botol kaca,
kaleng dan struktur kaku lainnya dapat dilapisi dengan kemasan fleksibel
ini.
Label dapat bervariasi mulai dari tanda pengenal produk yang
sederhana hingga grafik rumit yang merupakan bagian dari kemasan.
Label menampilkan beberapa fungsi. Pada ingkat paling akhir, label
mengidentifikasi produk atau merk. Label juga menjelaskan bebrapa hal
menegenai produk, siapa yang membuatnya, dimana dibuat, isinya
bagaimana produk tersebut digunakan dan bagaimana menggunakan
dengan aman., (Marianne Rosner, 2006).

Menurut fitri rahmawati, M. P. (2013) beberapa syarat kemasan,


dalam memilih bentuk dan bahan kemasan yang akan digunkan, agar
memenuhi syarat sshingga dapat berfungsi dengan baik, maka diperlukan
beberapa pertimbangan antra lain:

a) Tidak toksik
Bahan kemasan tidak menganggu kesehatan manusia secara langsung
maupun tidak langsung seperti kandungan Pb.
b) Harus cocok dengan bahan yang dikemas
Kemasan yang dipilih harus cocok dengan produk yang dikemas, kalau
salah milih bahan kemasan maka akan sangat merugikan. Misalnya
produk yang seharusnya dikemas dengan bahan kemas yang tidak
transpaan sehingga bila konsumen ingin mengetahui isinya akan merusak
segel dan hal tersebut sangat merugikan produsen.
c) Sanitasi dan syarat-syarat kesehatan terjamin
Disamping bahan kemas tidak toksik dan produk yang dikemas tidak
menunjukkan kerusakan karena seranga mikroba, juga bahan kemasan
tidak boleh digunakan bila dianggap tidak dapat menjamin sanitasi atau
syaat-syarat kesehata. Misalanya karung adalah kemasan yang paling
banyak digunakan, namun penggunaan karung untuk mengemas produk
yang tanpa mengalami pencucian atau pemasakan terlebih dahulu
merupakan hal yang tidak dibenarkan.
d) Dapat mencegah pemalsuan
Yaitu kemasan juga berfungsi sebagai pengaman dengan cara membuat
kemasan yang khusus sehingga sukar dipalsukan dan bila terjadi
pemalsuan dengan cara menggunakan kemasan yang telah digunakan akan
udah dikenal.
e) Kemudahan membuk dan menutup
Pada umumnya konsumen akan memilih produk dengan kemasan yang
mudah dibuka seperti kemasan tetra pack dari pada kemasan botol yang
lebih sukar dan memerlukan alat khusus untuk membuka penutupya
f) Kemudahan dan keamanan dalam mengeluarkan isi
Kemudahan dan keamanan dalam mengelurkan isi perlu di
pertimbangankan, sehingga isi kemasan dapat diambil dengan dengan
,mudah dan aman, atau dengan kata lain tidak banyak tercecer, terbuang
atau tersisa didalamnya.
g) Kemudahan pembuangan keasan berkas
Pada umumnya kemasan bekas adalah sampah dan merupakan suatu
masalah yang memerlukan biaya cukup besar untuk penangannya,
misalnya kemasan-kemasan bekas dari bahan plastik. Bahan kemasan
plastik tidak dapat hancur oleh mikroba dan bila dibakar akan
menyebabkan polusi udara terutama di negara-negara maju.
Bahan kemasan yang terbuat dari logam, keramik dan bahan nabati tidak
begitu menjadi masalah. Bahn logam dan kertas sebagai besar dapat
diproses kembali. Bahan nabti seperti kayu yang dapat dipakai bahan
bkar.
h) Ukura, bentuk dan berat.
Ukuran kemasan berhubungan sangat erat dengan penanganan
selanjutnya, baik dalalm penyimpanan, transportasi maupun sebagai alat
untuk menarik perhatian konsumen. Biasanya kemasan disesuaikan
dengan sarana yang ada misalnya sebagaipengangkutnya adalah pesawat
terbang, maka tinggi dan lebarnya tidak boleh melebihi ukuran pintu
peasawat terbang yang akan mengangkutnya dan sebagainya.
Ada kalanya kemasan didisain sedemikian rupa sehingga bentuknya
sangat indah dan menarik, kadang-kadang dibuat untuk memberi kesan
bhwa isinya lebih banyak yang dari kemasan lainnya yang serupa
misalnya botol yang ramping dibandingkan dengan botol yang pendek.
Bentuk kemasan sangat mempengaruhi efisiensi pengguan ruang
penyimpanan, cara pnyimpanan, daya tarik konsumen dan cara pembuatan
serta bahan kemasan yang digunakan . banyak konsumen yang berbelanja
karena tertarik oleh kemasannya dengan bentuk yang aneh-aneh, misalnya
be tuk oval/patung dan sebagainya lebih disukai.
Pada umunya produsen selalu berusaha untuk mengurangi berat kemasan
yang digunakan karena berkurangnya berat berarti energi yang dibutuhkan
untuk transportasi akan berkurang ppula sehingga akan menurunkan harga
jual dari produk yang bersangkutan. Hal ini akan lebih menarik lagi
konsumen, sehinggadapat diharapkan untuk memenangkan persaingan.
i) Penmpilan dan percetakan
Kemasan harus memiliki kemasan yang snagat menarik bila ditinjau dari
segala segi, baik dari segi bahan, estetika maupun dekorasi. Dalam hal ini
produsen harus tahu denga tepat ke lokasi mana produk akan dipasarkan.
Karena selera masyarakat berbeda-beda.
Masalah percetakan sangat erat hubungannya dengan dekorasi hadabn
label yang merupakan sarana komunikasi antara produsen dan konsumen,
leveransir maupun pengencer. Beberapa bhan ada yang perlu mwngalami
penetakan label dan tambhan dekorasi sehinga bahan kemasan harus
memiliki sfat mudah menerima penvetakan dan hasilnya dapat di
pertshankan tidak luntur atau hilang.
j) Biaya rendah
salah satu cara untuk mmpertahankan produk tersebut terjangkau oleh
daya beli konsumen adalah menurunkan biaya pengemasan sampai batas
dimana kemasan masih dapat berfungsi dengan baik. Hal ini penting
karena konsumen akan melakukan pemilihan terhadap produk yang sama
yang ditawarkan dengan harga yang lebih rendah.
k) Syarat khusus
Selain syarat-syarat yang telah disampaikan masih ada syarat-syarat
khusus Yng perlu diperhatiakan misalnya iklim daerah pemasaran yaitu
tropis, subropis kelembabnya dan lain-lain. (Fitri Rahmawati, M. P. 2013)
27. FARMAKOLOGI OBAT TRADISONAL
JAWAB :

Zat aktif pada tanaman obat umumnya dalam bentuk metabolit


sekunder, sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit
sekunder, sehingga memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari
satu efek farmakologi. Efek tersebut adakalanya saling mendukung
(seperti pada herba timi dan daun kumis kucing), tetapi ada juga yang
seakan-akan saling berlawanan atau kontradiksi (sperti pada akar
kelembak). Sebagai contoh misalnya pada rimpang temu lawak (Curcuma
xanthorriza) yang disebutkan memiliki beberapa efek farmakologi, antara
lain : sebagai anti inflamasi (anti radang), anti hiperlipidemia (penurun
lipida darah), cholagogum (merangsang pengeluaran produksi cairan
empedu), hepatoprotektor (mencegah peradangan hati) dan juga
stomakikum (memacu nafsu makan). Jika diperhatikan setidaknya ada 2
efek yang kontradiksi, yaitu antara anti hiperlipidemia dan stomakikum
(Katno, 2008).
Hal serupa juga terdapat pada tanaman kelembak (Rheum
officinale) yang diketahui mengandung senyawa antrakinon bersifat non
polar dan berfungsi sebagai laksansia (urusurus/pencahar); tetapi juga
mengandung senyawa tanin yang bersifat polar dan berfungsi sebagai
astringent/pengelat dan bisa menyebabkan konstipasi untuk menghentikan
diare. Contoh lainnya adalah buah mengkudu (Morinda citrifolia) yang
pernah populer karena disebutkan dapat untuk pengobatan berbagai
macam penyakit. Kenyataan seperti itu di satu sisi merupakan keunggulan
produk obat alam atau tanaman obat atau obat tradisional. Tetapi di sisi
lain merupakan bumerang karena alasan yang tidak rasional untuk bisa
diterima dalam pelayanan kesehatan formal. Terlepas dari itu semua, hal
tersebut sebenarnya merupakan „lahan subur‟ bagi para peneliti bahan
obat alam untuk berkiprah memunculkan fenomena ilmiah yang bisa
diterima dan dipertangungjawabkan kebenaran, keamanan dan manfaatnya
(Katno, 2008).
28. MANUFAKTUR
JAWAB :

Berikut ini beberapa pengertian persediaan menurut beberapa ahli.


Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan
untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses
produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang dari
suatu peralatan atau mesin (Herjanto, 2007). Menurut Siagian (2005)
bahwa Persediaan merupakan bahan atau barang yang disimpan untuk
tujuan tertentu, antara lain untuk proses produksi, jika berupa bahan
mentah maka akan diproses lebih lanjut, jika berupa komponen (spare
part) maka akan dijual kembali menjadi barang dagangan. Metode untuk
menangani pengadaan persediaan dalam suatu jaringan distribusi multi
eselon adalah Distribution Requirement Planning (DRP). DRP
mengantisipasi kebutuhan mendatang dengan perencanaan pada setiap
level pada jaringan distribusi. Metode ini dapat memprediksi masalah
sebelum masalah-masalah tersebut terjadi dan memberikan titik pandang
terhadap jaringan distribusi. Distribution Requirement Planning
didasarkan pada peramalan kebutuhan pada level terendah dalam jaringan
tersebut yang akan menentukan kebutuhan persediaan pada level yang
lebih tinggi. Distribution Requirement Planning adalah berfungsi
menentukan kebutuhan-kebutuhan untuk mengisi kembali inventori pada
distribution center. Distribution Requirement Planning aplikasi dari logika
Material Requirement Planning (MRP) pada persediaan. Bill of Material
(BOM) pada MRP diganti dengan Bill of Distribution (BOD) pada
Distrbution Requirement Planning. Distribution Requirement Planning
menggunakan logika Time Phased Order Point (TPOP) untuk menentukan
pengadaan kebutuhan pada jaringan, (Tersine, 1994). Sistem Distribution
Requirement Planning bekerja berdasarkan penjadwalan yang telah dibuat
untuk permintaan di masa yang akan datang sehingga mampu
mengantisipasi perencanaan masa depan dengan perencanaan yang lebih
dini pada setiap level distribusi.

29. CPOTB
JAWAB : - (LAMPIRKAN PERATURAN TTG CPOTB)
30. MASA DEPAN OBAT TRADISONAL
JAWAB :

Dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan bahwa pengembangan dan

peningkatan obat tradisional di Indonesia ditujukan agar diperoleh obat tradisional

yang bermutu tinggi, aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan

dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun

digunakan dalam pelayanan kesehatan formal (DepKes RI, 2007). Menjadikan

obat tradisional sebagai komoditi unggul yang memberikan multi manfaat bagi
masyarakat, yaitu meningkatkan kualitas kesehatan dan pertumbuhan ekonomi

masyarakat, memberikan peluang kesempatan kerja, dan mengurangi kemiskinan

serta berbagai manfaat lainnya perlu ditingkatkan (Wasito Hendri, 2008)


DAFTAR PUSTAKA

Marianne Rosner Klimehuk dan Sandra A Krasovec. 2006. Desain Kemasan.


Jakarta Erlangga.

Fitri Rahmawati, M. P. 2013. Pelatihan Kewirausahaan Bagi Kelompok UPPKS


BPPM DIY
Katno, 2008. Tingkat Manfaat, Keamanan dan Efektivitas Tanaman Obat dan
Obat Tradisional. Karanganyar : Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Balitbangkes
Depkes RI.
Susandi Dony dan Tito Widianto. 2015. Distribution Requirement Planning
Sediaan Obat dan Perlengkapan Kesehatan Konsumen/Agen PT. SBF
Cirebon. Teknik Industri, Universitas Majalengka.

Wasito Hendri. 2008. Meningkatkan Peran Perguruan Tinggi Melalui


Pengembangan Obat Tradisional. Jurusan Farmasi FMIPA,
Universitas Islam Bandung (Unisba).

Anda mungkin juga menyukai