PRAKTIKUM PEMBAKARAN
Disusun Oleh
1. Soleha (F0A016001)
2. Nova Setiawan (F0A016002)
3. Andre Martua P Pakpahan (F0A016003)
4. Ani Anggraini (F0A016004)
5. Nur Adilla Sri Devy (F0A016005)
6. Oki Rudi Setiawan (F0A016006)
7. Dwi Wulandari (F0A016007)
8. Aditya Nur Afriya (F0A016008)
Asisten Laboratorium
1. Albert (F1C115009)
2. Razman Yuzhar (F1C115025)
Dosen Pengampu
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah Nya kami dapat
menyelesaiakan “Bundelan Praktikum Teknik Pembakaran” ini dengan baik
meskipun pasti akan banyak kekurangan didalamnya. Kami berterimakasih
kepada Ibu dan bapak, yang telah mempercayakan penyusunan bundelan
laporan ini kepada kami.
Kami sangat berharap, bundelan berisi beberapa laporan praktikum yang
mewakili seluruh hasil jerih payah kami selama satu semester ini,dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita semua, tentang
pelaksanaan praktikum teknik pembakaran, serta membantu mempersiapkan
diri praktika untuk meghadapi segala sesuatu yang akan praktikan hadapi saat
melaksanakan praktikum kedepannya. Kami juga menyadari sepenuhnya, bahwa
didalam bundelan laporan ini terdapat kekurangan yang tentunya jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usula,
demi perbaikan bundelan laporan yang akan kami buat dimasa yang akan
datang, mengingat tak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran membangun.
Semoga satu bundelan penuh yang berisi laporan kegiatan praktikum
selama satu semester yang telah kami laksanakan ini dapat di pahami bagi
siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf, apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.
i
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Grafik hubungan waktu dan suhu pada LDPE (Low Density
Polythylene) ................................................................................................... 15
Gambar 2. Grafik hubungan waktu dan suhu pada Grafik PP (polyprophylene)
dari bungkus mie berwarna hijau. .................................................................. 15
Gambar 3. Grafik hubungan waktu dan suhu pada PP (polyprophylene) Aqua
cup. ............................................................................................................... 16
Gambar 4. Grafik hubungan waktu dan suhu pada Campuran LDPE (Low
Density Polythylene) : PP (polyprophylene) ...................................................... 16
Gambar 5. Grafik hubungan waktu dan volume uji emisi ............................... 21
iv
KONVERSI LIMBAH PLASTIK TIPE LDPE (Low Density
Polyethylene) DAN PP (Polypropylene) MENJADI BAHAN
BAKAR ALTERNATIF DENGAN METODE PIROLISIS
I. Tujuan
1. Mengetahui proses pirolisis plastik dan destilasi
2. Mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi kuantitas dari bahan
bakar yang dihasilkan
3. Melakukan pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakar
4. Mengetahui proses pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakar
minyak
5. Mengetahui jenis bahan bakar yang dihasilkan
6. Mengetahui karakterisasi minyak plastik
1
d. Kode 4 bertuliskan LDPE
LDPE (Low Density Polyethylene) sering digunakan untuk membungkus
sayur, daging beku dan sebagai kantong kresek.
e. Kode 5 bertuliskan PP
PP (Polypropylene) sering digunakan untuk kemasan makanan dan
minuman contohnya botol susu bayi
f. Kode 6 bertuliskan PS
PS (Polystyrene) termasuk kemasan sekali pakai, seperti gelas dan
pembungkus makanan styrofoam dan sendok atau garpu plastik.
g. Kode 7 bertuliskan other
Kategori ini mencakup semua jenis plastik yang tidak termasuk kategori
diatas, namun bukan berarti jenis plastik ini aman sebagai wadah makanan
karena didalam kategori ini termasuk Polycarbonate yang dapat melepaskan
BPA, digunakan untuk botol galon air minum, melamin untuk gas, piring dan
mangkuk alat makanan.
Pertumbuhan produksi dan penggunaan plastik yang semakin tinggi
menyebabkan terjadinya peningkatan jumLah sampah yang dihasilkan dari
plastik tersebut. Di Amerika Serikat, plastik berkontribusi 12,7% dari total
sampah yang dihasilkan. Dibeberapa negara Asia komposisi sampah sangat
bergantung dari tingkat ekonomi negara tersebut yang dapat dilihat dari besarnya
produk domestik bruto (PDB). Di Jepang, komposisi sampah plastiknya mencapai
20% dari total sampah. Sementara Indonesia hanya berkontribusi 10% dari total
sampah yang dihasilkan, di Yogyakarta ada sekitar 9,98% sampah plastik
dihasilkan dari total sampah yang dibuang di tempat pembungan akhir sampah
(Syamsiro, 2015).
Sampah plastik yang meningkat jumLahnya menimbulkan masalah bagi
lingkungan. Penyebabnya plastik tidak dapat terurai dalam tanah dikarenakan
plastik merupakan polimer sintetik dari minyak bumi, sehingga perlu waktu
puluhan tahun dalam tanah untuk menguraikan limbah dari plastik tersebut.
Banyaknya sampah plastik yang tidak dimanfaatkan pada akhirnya
menyebabkan pencemaran lingkungan sehingga membutuhkan kretivitas
manusia diantaranya dengan memanfaatkan sampah plastik tersebut untuk
menanggulangi krisis energi yang semakin lama semakin meningkat. Banyak
metode telah dilakukan untuk menanggulangi limbah plastik seperti
pembakaran, metode reuse dan metode penggolongan sampah plastik sebagai
bahan bakar cair melalui proses pirolisis (Tharir dan Awathan, 2014).
Pirolisis atau devolatilisasi adalah proses fraksinisasi material oleh suhu.
Proses pirolisis dimulai pada temperatur sekitar 230 0C. Ketika komponen yang
2
tidak stabil secara termal dan volatyle metters pada sampah dan menguap
bersamaan dengan komponen lainnya. Produk cair yang menguap mengandung
hidrokarbon poliaromatik. Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis yaitu
gas (H2, CO, CO2, H2O), tar (pyrolitic oil) dan arang. Parameter yang berpengaruh
pada kecepatan pereaksi pirolisis mempunyai hubungan yang sangat kompleks
(Ramadhan dan Ali, 2010).
Proses pirolisis sampah plastik merupakan proses dekomposisi senyawa
organik yang terdapat dalam plastik melalui proses pemanasan dengan sedikit
atau tanpa melibatkan oksigen. Pada proses pirolisis senyawa hidrokarbon rantai
panjang yang terdapat pada plastik diharapkan dapat diubah menjadi senyawa
hidrokarbon yang memiliki rantai lebih pendek dan dapat dijadikan sebagai
bahan bakar alternatif. Polyprophylene (PP) adalah sebuah polimer termoplastik
yang dibuat oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi,
diantaranya adalah untuk kantong plastik, plastik gelas, botol dan lain- lain.
Polyprophylene bersifat lebih tahan panas, fleksibel dan dapat tembus cahaya.
Polyprophylene dapat mengalami degradasi rantai saat terkena radiasi ultra ungu
dari sinar matahari. Jenis plastik PP biasanya banyak dijumpai pada gelas dan
botol air mineral. Melihat dari sifat penyusun plastik yang tersusun dari
komponen hidrokarbon minyak bumi maka limbah plastik sangat berpotensi
untuk dikonversi menjadi BBM. Bahan baku yang digunakan adalah plastik jenis
polyprophylene dikarenakan PP merupakan plastik dengan limbah terbesar
setelah PET. Pada pirolisis PP suhu 4000C, perolehan minyak meningkat drastis
karena proses pirolisis sampah plastik PP menghasilkan gas C3 dan C4 yang tidak
dapat terkondensasi. Pemilihan plastik PP dilakukan karena minyak yang
dihasilkan hampir mendekati bensin dan tidak menyisakan endapan pada akhir
proses pirolisis (Endang et al, 2016).
Menurut Ramadhan dan Ali (2010), metode yang dilakukan dalam pirolisis
yaitu bahan yang akan digunakan berupa sampah plastik dipotong kecil- kecil
dan dikeringkan atau dijemur dibawah sinar matahari, kemudian ditimbang.
Sampah plastik yang telah kering kemudian ditimbang dan dimasukkan kedalam
reaktor. Pemanasan pemanasan reaktor dijalankan dan ditunggu sampai waktu
tertentu . pada proses pirolisis suhu dan waktu adalah faktor yang sangat
penting. Maka kenaikan suhu dalam proses harus diamati yang mana faktor-
faktor yang mempengaruhi proses pirolisis adalah sebagai barikut:
1. Suhu
Semakin tinggi suhu maka semakin tinggi nilai konstanta dekomposisi termal,
akibatnya laju pirolisis bertambah dan konversi naik.
2. Ukuran partikel
3
Semakin besar ukuran partikel luas permukaan persatuan berat semakin
kecil, sehingga proses akan semakin lambat.
3. Berat partikel
Semakin banyak bahan yang dimasukkan menyebabkan hasil bahan bakar
cair (tar) dan arang meningkat.
4. Waktu
Semakin lama waktu proses pirolisis berlangsung, produk yang dihasilkan
(residu padat, tar dan gas) makin naik.
Pirolisis plastik dengan bahan baku 40% PE, 35% PP, 18% PS, 45% PET
dan 3% PVC yang telah dilakukan menghasilkan produk minyak 78,1% C 5 – C9 ;
7,4% C10 – C13 ; 8,5% C13+ pada suhu 4000C. Dari hasil tersebut terlihat bahwa
produk terbesar pirolisis plastik adalah C5 – C9 yang merupakan komponen dasar
penyusun gasolin/ bensin. Namun minyak hasil pirolisis selanjutnya dilakukan
proses reforming yang merupakan serangkaian reaksi kimia berfungsi untuk
memperbaiki struktur dan susunan rantai produk hasil pirolisis sehingga dapat
memiliki angka oktan yang tinggi (Nugraha et al., 2013).
Low Density Polyethylene (LDPE) secara kimia mirip dengan HDPE, tetapi
secara fisik LDPE lebih fleksibel dan kerapatannya lebih kecil dibandingkan
dengan HDPE. Kebanyakan LDPE dipakai sebagai pelapis komersial, plastik,
lapisan pelindung sabun dan beberapa botol yang fleksibel. Kelebihan LDPE
sebagai material pembungkus adalah harganya murah, proses pembuatan yang
mudah, sifat fleksibel dan mudah di daur ulang serta mempunyai daya proteksi
yang baik terhadap uap air, namun kurang baik terhadap gas lainnya seperti
oksigen. LDPE juga memiliki ketahanan kimia yang sangat tinggi namun melarut
dalam benzena dan tetrachlorocarbon (CCl). Dari suatu penelitian, sampah plastik
LDPE diolah menjadi kerosin dengan metode thermal cracking pada tekanan
atmosfir dan dengan temperatur antara 1500C dan 4200C. Thermal cracking
merupakan proses pirolisis dengan cara memanaskan polimer plastik tanpa
oksigen. Dari proses ini akan dihasilkan arang, minyak sebagai hasil dari
kondensasi gas seperti parafin, isoparafin, olefin, napthene dan aromatik serta
gas yang tidak bisa terkondensasi. Proses ini biasa dilakukan pada suhu 3500C-
9000C. Proses depolimerisasi dilakukan tanpa penambahan katalis. Dari
penelitian ini diperoleh hasil bahwa kerosin yang didapat sekitar 30%. Bahan
bakar yang diperoleh dari proses ini mempunyai kandungan sulfur yang rendah
dan nilai kalor yang baik (Nindita, 2015).
4
III. Alat dan Bahan
A. Alat
- Seperangkat Alat Gelas
- Seperangkat Alat Destilasi
- Magnetic
- Piknometer Type Pirex
- Thermometer
- Kalori Meter Boom
- Mesin Motor
B. Bahan
- Plastik jenis PP dan LDPE
- Bensin atau solar sebagai pembanding
5
IV. Prosedur Kerja
a. Cara Kerja Alat
Reaktor pirolisis dan destilator
Disiakan alat
Disiapkan alat
Disiapkan pemanas (kompor gas) sebelumnya dilakukan
pemanasan terhadap reaktor.
Dimasukkan plastik
Ditunggu sampai sampah plastik menghasilkan uap
Dibuang sisa pembakaran
Hasil
6
d. Proses Adsorpsi
Karbon aktif yang telah halus (100 Mesh)
Hasil
Hasil
7
V. Pembahasan
Pada percobaan ini yaitu pirolisis minyak sampah plastik yang mana
limbah atau sampah plastik dapat merusak lingkungan apa bila tidak didaur
ulang. Oleh karena itu dilakukan. Oleh karena itu dilakukanlah proses pirolisis
untuk mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar alternatif dan juga dapat
mengurangi penumpukan dan pencemaran. Dalam proses pengolahan sampah
plastik menjadi minyak dengan cara pirolisis. Sampah yang digunakan adalah
sampah plastik yang telah kering dan di potong kecil-kecil untuk mempercepat
proses pembakaran. Adapun jenis bahan plastik yang duganakan ada 4 jenis
bahan plastik, LDPE (Low Density Polythylene), PP (polyprophylene) dari bungkus
mie berwarna hijau, PP (polyprophylene) aqua cup dan Campuran LDPE(Low
Density Polythylene): PP(polyprophylene).
5.1. Pirolisis Sampah Plastik
A. LDPE (Low Density Polythylene)
Jenis LDPE yang digunakan berasal dari plastik putih bening, yang
dipotong kecil-kecil dan kemudian dilakukan pirolisis dengan alat pirolisi yang
mana didapat hasilnya sebagai berikut:
Table 1. Hasil Pirolisis Sampah Plastik Putih
8
Alat pirolisis
01:38:48 200 750
bocor
Dari percobaan pirolisis yang dilakukan pada sampel plastik putih (LDPE)
maka akan didapatkan minyak. Untuk tetesan pertama yaitu pada menit ke – 28
dengan suhu 70 C. Sampel plastik mulai mengalami pemutusan ikatan karbon,
dengan naiknya suhu, tetesan minyak yang diperoleh semakin cepat, akan tetapi
selama proses pemanasan. Pada alat reaktor suhu yang tertera mengalami
perubahan pada temperatur, yaitu pada mengalami naik turun akan tetapi
perubahan temperatur ini tidak terlalu jauh, perubahan temperatur ini terjadi
disebabkan karena uap atau gas hasil pemutusan dari plastik selama
pembakaran yang tidak stabil, karena masih ada gas yang tertahan didalam
sehingga menyebabkan penurunan temperatur dan temperatur akan naik
kembali setelah gas dapat tersalur atau mengalir kedalam wadah dan membentuk
cairan kembali, dalam proses pirolisis plastik tersebut ada perubahan fasa yang
terjadi, yaitu terjadi 3 perubahan menjadi gas dan gas dikembalikan lagi ke
bentuk cair dengan cara diturunkan suhunya slama proses yang terjadi maka
didapatkan volume minyak yang didapatkan selama proses pirolisis dengan
sampel plastik sebanyak 5 kg yang didapatkan minyak sebanyak 750 mL pada
suhu 200C 1,5 jam.
Selama proses yang terjadi minyak yang didapatkan yaitu 750 mL
dengan warna minyak dari plastik putih (LDPE) yaitu minyak berwarana kuning
bening. Proses pirolisis ini juga termasuk kedalam thermal cracking yaitu dengan
cara memanaskan bahan polimer tanpa oksigen. Proses ini biasanya dilakukan
pada temperatur antara 350C sampai 900C. Dari proses ini akan dihasilkan
abu dalam proses akhir pirolisisnya dan hasil minyak dalam fasa gas
dikondensasi sehingga dapat merubah fasa dari gas menjadi cair.
Langkah selanjutnya minyak yang telah didapatkan dilakukan proses
adsorbsi minyak dari plastik bening (LDPE). Pada proses ini berjuan untuk
mengilangkan pengotor yang terdapat pada minyak tersebut dikarenakan pada
minyak yang dihasilkan dari proses kondensasi tidaklah murni dimana pengotor
tersebut yaitu adanya paraffin, isoparafin, olefin, naphtene dan senyawa aromatik
lainnya. Adsorben yang digunakan adalah karbon aktif dengan diaduk pada alat
stirrer. Untuk hasil yang didapatkan pada proses adsorbsi ini adalah minyak
lebih bening dibandingkan dari minyak pada proses awal kondensasi.
B. PP (polyprophylene) dari Bungkus Mie Berwarna Hijau
Bungkus mie hijau berasal dari minyak bumi sehingga, juga dapat
menghasilkan minyak seperti plastik putih LDPE. Namun, pada bungkus mie ini
9
berjenis PP. Untuk mendapatkan minyaknya maka dilakukan pirolisi dimana
hasilnya adalah sebagai berikut:
Table 2. Hasil Pirolisi Sampah Plastik Bungkus Mie Warna Hijau
Untuk perlakuan plastik jenis PP ini sama dengan perlakuan LDPE, yaitu
sebelum sampel dimasukan kedalam alat, sampel dilakukan preparasi sampel
terlebih dahulu, yaitu dengan membersihkn sampel dan kemudian dilakukan
pengeringan bertujuan agar nnti saat melakukan pembakaran air yang terikut
dalam minyak tidak banyak, kemudian di potong kecil_kecil yang mana
tujuannya adalah agar dapat mempercepat proses perubahan fasa dari plastik
menjadi cairan. Minyak yang didapatkan adalah sebanyak 4100 mL dengan suhu
tertinggi 180C dan lama waktu yang dibutuhkan 02:56:01 menit. Warna minyak
yang di dapatkan lebih pekat di bandingkan dengan minyak LDPE, warna pada
plastik bungkus mie ini juga dapat mempengaruhi Hasil minyak yang di dapat.
10
Akibatnya minyak yang didapat lebih pekat warnanya, tak juga warna suhu yang
di gunakan juga dapat mempengaruhi hasil.
C. PP (polyprophylene) Aqua Cup
Pengujian selanjutnya diigunakan sampel yang brasal dari aqua cup yang
bening tak berwarna jenis PP. dimana hasil yang didapatkan adalah sebagai
berikut:
Table 3. Hasil Pirolisis sampah Aqua Cup Jenis PP
Waktu (s) Suhu(C) Volume (mL) Keterangan
12:50 40 -
16:43 50 -
27:52 60 0 Tetesan minyak pertama
31:15 70 5
36:37 80 20
40:39 90 70
41:43 100 120
42:42 110 180
43:44 120 250
47:00 130 390
51:11 140 500
56:41 150 750
01:03:12 160 1100
01:17:13 170 2000
01:20:34 180 2500
Pemanasan dihentikan
01:28:12 180 3300
karna kebocoran alat
Selanjutnya bahan yang di uji adalah jenis PP, tetapi berasal dari aqua
cup yang bening di sini juga bertujuan agar mengetahui apakan ada perbedaan
dari PP yang berasal dari bungkus mie warna hijau. Dengan perlakuan yang sma
dengan pengujian sebelumnya maka didapatkan minyak sebanyak 3300 mL pada
suhu 180C dengan lama waktu 01:28:12 s. Minyak yang di dapatkan berwarna
lebih bening di bandingkan dengan PP bungkus mie warna hijau, disini dapat di
buktikan bahwawa suhu dan warna dapat mempengaruhi minyak hasil. Dan juga
semakin rendah suhu pembakaran minyak yang didapat akan smakin panjang
rantai karbonnya. Dan semakin besar suhu yang di gunakan makan akan baik
minyak yang di peroleh dengan aturan suhu yang telah ditetapkan. Pada
pengujian ini pemanasan di hentikan karna terjadi kebocoran alat yang
digunakan. Dikarenakan alat yang digunakan tidak mampu menahan suhu
>200C.
11
D. Campuran LDPE (Low Density Polythylene) : PP (polyprophylene).
Pada campuran ini di gunakan LDPE plastiK putih dan juga jenis PP yng
berasal dari aqua cup bening, dimana hasil yang di peroleh adalah sebagai
berikut:
Table 4. Hasil pirolisis Sampel Campuran LDPE (Low Density Polythylene):
PP (polyprophylene).
12
dan bukan permukaan. Salah satu contoh penyerapan lainnya adalah penukaran
ion di mana terjadi proses pertukaran ion antara dua elektrolit atau antara
larutan elektrolit dan senyawa kompleks.
Pada absorbsi sendiri ada dua macam proses yaitu :
a. Absorbsi Fisik
Absorbsi fisik merupakan absorbsi dimana gas terlarut dalam cairan
penyerap tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh absorbsi ini adalah absorbsi
gas H2S dengan air, metanol, propilen, dan karbonat. Penyerapan terjadi karena
adanya interaksi fisik, difusi gas ke dalam air, atau pelarutan gas ke fase cair.
Dari asborbsi fisik ini ada beberapa teori untuk menyatakan model
mekanismenya, yaitu :
1. Teori model film
2. Teori penetrasi
3. Teori permukaan yang diperbaharui
b. Absorbsi Kimia
Absorbsi kimia merupakan absorbsi dimana gas terlarut didalam larutan
penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia. Contoh absorbsi ini adalah
absorbsi dengan adanya larutan MEA, NaOH, K2CO3, dan sebagainya. Aplikasi
dari absorbsi kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas CO 2 pada pabrik
amoniak. Penggunaan absorbsi kimia pada fase kering sering digunakan untuk
mengeluarkan zat terlarut secara lebih sempurna dari campuran gasnya.
Keuntungan absorbsi kimia adalah meningkatnya koefisien perpindahan massa
gas, sebagian dari perubahan ini disebabkan makin besarnya luas efektif
permukaan. Absorbsi kimia dapat juga berlangsung di daerah yang hampir
stagnan disamping penangkapan dinamik.
Hal-hal yang mempengaruhi dalam prsoses adsorbsi :
Ø Zat yang diadsorbsi
Ø Luas permukaan yang diadsorbsi
Ø Temperatur
Ø Tekanan Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan
diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.
Absorben sering juga disebut sebagai cairan pencuci.
Persyaratan absorben :
1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar
mungkin (kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil).
2. Selektif
3. Memiliki tekanan uap yang rendah
13
4. Tidak korosif.
5. Mempunyai viskositas yang rendah
6. Stabil secara termis.
7. Murah
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai adsorben adalah air
(untuk gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan
cairan), natrium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan
asam sulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa).
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%
karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan
pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar
tidak terjadikebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang
mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang
selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben
(penyerap).
Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini
dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan
aktif faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur
tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan
kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif. Arang aktif dapat
mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya
selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya
serap arang aktif sangat besar, yaitu 25-1000% terhadap berat arang aktif. Arang
aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu arang aktif sebagai pemucat dan sebagai penyerap
uap. Arang aktif sebgai pemucat, biasanya berbentuk powder yang sangat halus,
diameter pori mencapai 1000 A0, digunakan dalam fase cair,berfungsi untuk
memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak
diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat penganggu dan kegunaan lain
yaitu pada industri kimia dan industri baru. Diperoleh dari serbuk-serbuk
gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai
densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah.
Arang aktif sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granular atau
pellet yang sangat keras diameter pori berkisar antara 10-200 A0 , tipe pori lebih
halus, digunakan dalam rase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut,
katalis,pemisahan dan pemurnian gas. Diperoleh dari tempurung kelapa, tulang,
batu bata atau bahan baku yang mempunyai bahan baku yang mempunyai
struktur keras.
14
Pada percobaan ini, sampel minyak plastik yang digunakan adalah jenis
LDPE yang berwarana kecoklatan dan adsorbennya berupa arang aktif. Sampel
minyak yang digunakan sebanyak 1200 mL dan karbon aktif yang digunakan
sebanyak 10 gram (10 : 1). Selanjutnya sampel minyak dan karbon aktif tersebut
dimasukkan dalam erlenmeyer kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer
selama 30 menit. Setelah pengadukan minyak disaring menggunakan kertas
saring. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan minyak dengan warna
lebih jernih dan diharapkan memiliki kualitas yang lebih baik dari pada sebelum
diabsorpsi. Minyak plastik LDPE hasil absorpsi ini memiliki warna kuning terang
menyerupai warna bensin.
Berdasarkan data yang didapatkan dari uji LDPE, PP Plastik bungkus mie,
PP plastik Putih dan Campuran LDPE dan PP, maka dapat digambarkan grafiknya
sebagai berikut:
12:00
0:00
12:00
waktu
0:00
12:00
0:00
0 50 100 150 200 250
Suhu y = -0.0062x + 1.4357
R² = 0.2263
Gambar 1. Grafik Hubungan Waktu Dan Suhu Pada LDPE (Low Density
Polythylene)
y = -0.0076x + 1.1728
R² = 0.2613
0:00
12:00
0:00
Waktu
12:00
0:00
12:00
0:00
0 50 100 150 200
Suhu
15
12:00
0:00
12:00
Waktu
0:00
12:00
0:00
0 50 100 150 200
Suhu y = -0.0043x + 1.6728
R² = 0.0592
0:00
12:00
0:00
Waktu
12:00
0:00
12:00
0:00
0 50 100 150 200
Suhu y = -0.0061x + 1.6815
R² = 0.1475
16
3. LPG = 11.220 kkal/kg
4. Natural gas = 9.424 kkal/m3.
5. Fuel oil = 9.766 kkal/m3.
6. Batu bara = 4.800 kkal/kg.
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara
menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan
bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar. Bedasarkan asumsi
ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai
kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi
nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.
Nilai heating value diukur menggunakan sebuah alat bernama bomb
calorimeter. Alat ini tersusun atas sebuah ruang pembakaran dengan volume
konstan sebagai tempat spesimen diukur nilai kalorinya. Ruang ini diselimuti
dengan air sebagai media ukur saat terjadi perubahan temperatur akibat proses
pembakaran terjadi. Spesimen diletakkan di dalam ruang bakar dan disulut
menjadi api hingga terjadi ekspansi udara serta kenaikan temperatur ruang.
Kenaikan temperatur tersebut akan memanaskan air yang menyelimuti ruang,
sehingga didapatkan temperatur sebelum dan sesudah pembakaran bahan
bakar. Dari nilai temperatur air inilah akan dihitung nilai kalor bahan bakar
tersebut.
Dikenal ada dua jenis heating value yang digunakan secara luas di dunia,
yakni Higher Heating Value (HHV) serta Lower Heating Value (LHV). Keduanya
memiliki acuan dan metode perhitungan yang sedikit berbeda. Satu hal yang
menjadi acuan di sini adalah adanya kandungan air yang dapat dipastikan akan
selalu hadir pada setiap reaksi pembakaran hidrokarbon. Setiap reaksi
pembakaran hidrokarbon pasti akan diikuti oleh adanya pembentukan karbon
dioksida dan air. Sedangkan panas yang dihasilkan pada proses pembakaran
tersebut ada sebagian kecil yang diserap oleh air sehingga ia berubah fase
menjadi uap, dan sejumLah energi tersimpan sebagai panas laten. Sehingga, pada
sebagian proses pembakaran yang terjadi ada kemungkinan dimana uap air
tersebut terkondensasi sehingga energi panas laten di dalam uap air tersebut
terlepas kembali ke sistem pembakaran. Heating value yang memperhitungkan
terlepasnya kembali panas laten uap air tersebut, biasa kita kenal sebagai Higher
Heating Value. Sedangkan Lower Heating Value tidak memasukkan energi panas
laten yang dilepaskan oleh terkondensasinya uap air tersebut ke dalam nilai
heating value. Dengan kata lain, HHV mengasumsikan bahwa uap air hasil proses
pembakaran akan terkondensasi dan melepaskan panas latennya di akhir proses,
17
sedangkan LHV mengasumsikan bahwa uap air akan tetap sebagai uap air hingga
akhir proses pembakaran.
Sesuai pembahasan tersebut maka nilai HHV dan LHV akan memiliki
selisih nilai. Selisih tersebut bergantung pada komposisi kimia dari bahan bakar.
Pada karbon ataupun karbon monoksida murni nilai HHV dan LHV memiliki nilai
yang hampir sama persis. Hal ini disebabkan karena karbon dan karbon
monoksida murni tidak mengandung atom hidrogen pada molekulnya, sehingga
-secara teoritis- tidak akan terbentuk molekul air di akhir proses pembakaran.
Sebaliknya pada bahan bakar hidrogen, yang pasti akan terbentuk molekul air di
akhir proses pembakarannya, nilai HHV hidrogen lebih besar 18,2% dari nilai
LHV-nya. Nilai HHV tersebut termasuk juga mengukur panas sensibel uap air
pada temperatur 150°C hingga 100°C, panas laten air pada temperatur 100°C,
serta panas sensibel air dari temperatur 100°C hingga 25°C.
Table 5. Kandungan HHV dan LHP pada Hidrokarbon
18
Kalorimeter Bom merupakan kalorimeter yang khusus digunakan untuk
menentukan kalor dari reaksi-reaksi pembakaran. Kalorimeter bom ini
digunakan untuk mengukur jumLah kalor/nilai kalori yang dibebaskan pada
pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) pada suatu senyawa, bahan
makanan, maupun bahan bakar. Namun, kalorimeter bom lebih banyak
digunakan untuk penentuan nilai kalor bahan bakar padat dan cair. Pengukuran
kalorimeter bom dilakukan pada kondisi volume konstan tanpa aliran, atau
dengan kata lain reaksi pembakaran dilakukan tanpa menggunakan nyala api
melainkan menggunakan gas oksigen sebagai pembakar dengan volume konstan
atau tekanan tinggi. Prinsip kerja kalorimeter Bom sebagai contoh, bahan bakar
yang akan diukur dimasukkan kedalam bejana logam yang kemudian diisi
oksigen pada tekanan tinggi. Bom itu ditempatkan didalam bejana berisi air dan
bahan bakar itu dinyalakan dengan sambungan listriks dari luar. Suhu itu
diukur sebagai fungsi waktu setelah penyalaan. Pada saat pembakaran, suhu
bom tinggi oleh karena itu keseragaman suhu air disekeliling bom harus dijaga
dengan suatu pengaduk. Selain itu dalam beberapa hal tertentu diberikan
pemanasan dari luar melalui selubung air untuk menjaga supaya suhu seragam
agar kondisi bejana air adiabatik.
Pada Pengujian nilai kalor dilakukan pada sampel minyak plastik LDPE
yang telah diadsorpsi, minyak plastik LDPE yang belum diadsorpsi, minyak
plastik PP bungkus mi dan cup aqua yang belum diadsorpsi, dan minyak plastik
campuran PP cup aqua dan LDPE plastik bening. Pengujian nilai kalor ini
menggunakan metode kalorimeter bom dan menghasilkan data sebagai berikut:
Table 6. Nilai Kalor pada masing-masing Jenis Minyak
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa nilai kalor dari setiap sampel
memiliki variasi. Nilai kalor yang tertinggi adalah dari sampel minyak plastik
LDPE plastik bening yang belum diabsorpsi, sedangkan nilai kaor yang paling
rendah dari sampel minyak campuran LDPE plastik bening dan PP cup aqua yang
19
belum teradsorpsi. Besarnya nilai kalor minyak LDPE plastik bening yang belum
diabsorpsi dibandingkan dengan yang telah diabsorpsi disebabkan adanya
pengaruh zat lain, minyak yang telah diabsorpsi menggunakan karbon aktif
berkemungkinan besar telah terkontaminan dengan zat lain dalam arang yang
tidak diketahui apa zat tersebut. Hal ini lah yang menyebabkan perbedaan nilai
kalor tersebut. Semakin tinggi nilai kalor suatu zat, maka menunjukkan semakin
baik pula zat tersebut untuk dijadikan bahan bakar.
5.4. Uji Emisi Gas Buang
Bahan bakar adalah bahan yang dibakar dapat meneruskan proses
pembakaran tersebut dengan sendirinya, disertai dengan pengeluaran panas.
Bahan bakar dapat dibedakan menjadi:
1. Bahan bakar fosil: batu bara, minyak bumi dan gas
2. Bahan bakar nuklis : uranium dan plutonium
3. Bahan bakar lain: biomass, minyak nabati, minyak hewani, bioful atau
biodiesel.
Setiap bahan bakar memiliki karakteristik dan nilai pembakaran yang berbeda-
beda. Karakteristik ini yang menentukan sifat-sifat dalam proses pembakaran,
dimana sifat yang kurang menguntungkan dapat disempurnakan dengan
menambahkan bahan-bahan kimia kedalam bahan bakar tersebut, dengan
harapan akan mpengaruhi daya anti knocking atau daya letup dari bahan bakar
dalam hal ini mengacu pada bilangan oktan (octan number). Proses pembakaran
bahan bakar dalam sepeda motor bensin atau mesin diesel sangat dipengaruhi
oleh bilangan setana (cetana number). Adapun tujuan dari pembakaran bahan
bakar adalah untuk memperoleh energi panas (heat energy). Kebanyakan bahan
bakar digunakan melalui prose pembakaran (reaksi redok) dimana bahan bakar
melepaskan panas setelah direaksikan dengan oksigen diudara.
Uji emisi merupakan pengukuran gas buang kendaraan bermotor untuk
mendeteksi kinerja mesin. Uji ini dilakukan untuk mengetahui hasil gas buang
dari minyak yang digunakan sebagai bahan bakar pada kendaraan bermotor. Sisa
hasil pembakaran biasanya berupa air (H2O), gas karbon monoksida (CO) yang
beracun, karbon dioksida (CO2) yang merupakan gas rumah kaca, senyawa
nitrogen oksida (NOx), senyawa CH berupa senyawa hidrat arang sebagai akibat
dari ketidaksempurnaan proses pembakaran serta partikel lepas.
Karena senyawa-senyawa tersebut memiliki dampak negatif bagi
lingkungan dan kesehatan pada manusia diantaranya menyebabkan iritasi mata,
penurunan kecerdasan otak, mengganggu perkembangan mental dan lainnya.
Langkah pertama untuk melakukan uji ini adalah dengan menyiapkan mesin
motor yang telah dimodifikasi. Kemudian minyak yang digunakan sebagai bahan
20
bakar ada dua yaitu minyak LDPE plastik bening yang telah diabsorpsi dan yang
belum diabsorpsi. Masing-masing minyak yang digunakan untuk uji ini adalah
sebanyak ± 800 mL. Minyak kemudian dimasukkan dalam wadah yang ada pada
mesin kemudian mesin motor dihidupkan. Lama waktu pengujian ini adalah 30
menit dengan tiap 5 menit sekali minyak dilihat seberapa banyak minyak yang
berkurang selama proses pembakaran. Dari percobaan yang telah dilakukan,
didapatkan tabel data sebagai berikut :
Table 7. Hasil Uji Emisi LDPE Sesudah Dan Sebelum Di Absorbsi
Waktu (menit) LDPE Absorbsi (mL) LDPE tanpa Absorbsi (mL)
5 760 750
10 720 710
15 680 680
20 650 650
25 620 610
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa setiap 5 menit awal, minyak LDPE
yang telah diabsorp berkurang sebanyak 40 mL, dan pada 5 menit berikutnya
hingga waktu 30 menit, minyak yang terpakai sebanyak 50 mL. Hal ini
menunjukkan kualitas minyak yang masih buruk karena nilai tersebut cukup
boros jika digunakan sebagai bahan bakar. Selain itu, minyak yang telah diabsorp
ini tidak memperlihatkan kualitas yang cukup baik pada saat uji emisi. Untuk
memperbaiki kualitas dari minyak diperlukan tretment (perlakuan) selanjutnya.
Sedangkan untuk minyak LDPE plastik putih yang belum diabsorpsi juga tidak
jauh berbeda dengan yang telah diabsorp. Dan memerlukan perlakuan
selanjutnya guna memperbaiki kualitas minyak. Berikut ini grafik hubungan
waktu dengan volume minyak dari proses uji emisi.
21
Sama seperti yang terlihat pada tabel, pada grafik diatas terlihat
penurunan minyak setiap 5 menit sekali yang cukup konstan sehingga
menghasilkan nilai R2 sebesar 0,9966 dan 0,9943 dan menuinjukkan kelinieran
dari garis grafik yang didapat. Hal ini menunjukkan bahwa data yang didapatkan
memang cukup akurat dan dapat dikatakan bahwa semakin lama waktu
pengujian, semakin berkurang minyak sampel secara konstan.
Setelah pengujian emisi secara fisik dan dilihat berapa minyak yang
terpakai setiap 5 menit sekali selama 30 menit, hal selanjutnya dilakukan uji
menggunakan alat ECOM J2KN untuk mengetahui gas apa saja yang dihasilkan
selama proses pembakaran. Prinsip kerja alat ini adalah memasukkan selang
detektor kedalam knalpot mesin motor selama beberapa waktu hingga mesin
dapat membaca gas buang berupa O2, CO, CO2, NO, dan lainnya. Pada alat ini
juga dilengkapi sensor dari masing-masing kadar yang akan diuji dan hasilnya
cukup akurat. Sebelum diuji pada minyak sampel, alat ini terlebih dahulu
diujikan pada minyak premium dengan tabel data sebagai berikut :
Table 8. Kadar Gas Pada Premium
Suhu udara: 33.5⁰C
Suhu gas: 467.1⁰C
O2:
Gas kadar Gas
CO 879 mg/m3
NO 9 mg/m3
NO2 6 mg/m3
NOx 21 mg/m3
SO2 2867 mg/m3
CH4 6.11 %
CxHy 704 PPm
CO2_IR 1.1 %
Eff 95.6%
loses 4.4%
Dew poi 24⁰C
22
NO 48 mg/m3
NO2 4 mg/m3
NOx 78 mg/m3
SO2 2370 mg/m3
CH4 7.46%
CxHy 962 PPm
CO2_IR 3.1%
Eff 94.0%
loses 6.0%
Dew poi 37 ⁰C
23
hemoglobin dalam tubuh sehingga oksigen dalam darah menjadi terganggu dan
dapat menyebabkan sakit kepala, mual, pusing , muntah- muntah dan lain- lain.
Berikut ini adalah reaksi pembakaran sempurna dan tidak sempurna :
a. Pembakaran sempurna
C8H18(l) +12 ½ O2 (g) 8CO2(g) + 9H2O(g) H = -5460 kJ
b. Pembakaran tidak sempurna
C8H18(l) + 8 ½ O2 (g) 8 CO(g) + 9H2O(g) H = -2924,4 kJ
Dampak Pembakaran tidak Sempurna Sebagaimana terlihat pada contoh
di atas, pembakaran tak sempurna menghasilkan lebih sedikit kalor. Jadi,
pembakaran tidak sempurna mengurangi efisiensi bahan bakar (membutuhkan
banyak bahan bakar atau boros), dan cepat panas dibandingkan
pembakaransempurna. Kerugian lain dari pembakaran tak sempurna adalah
dihasilkannya gas karbon monoksida (CO), yang bersifat racun. Oleh karena itu,
pembakaran tak sempurna akan mencemari udara.
Jadi pada uji emisi ini minyak plastik LDPE sesudah ataupun sebelum
diadsorpsi lebih besar dibandingkan bensin dikarenakan tingginya zat pengotor.
Untuk mendapatkan minyak LDPE yang memiliki kualitas yang lebih baik maka
perlu dilakukannya penyaringan, destilasi, dan penambahan zat kimia mak nilai
oktannya dapat dikatakan baik dan setara dengan bensin.
24
VI. Kesimpulan dan Saran
6.1 Kesimpulan
Dari percobaan tentang Konversi Limbah Plastik Tipe Ldpe (Low Density
Polyethylene) dan PP (Polypropylene) Menjadi Bahan Bakar Alternatif Dengan
Metode Pirolisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Proses pirolisis diawali dengan menyiapkan seperangkat alat reactor
kemudian dilakukan proses pemanasan dengan suhu tinggi.
Sehingga uap yang dihasilkan dialirkan ke kondensor dan diperoleh
minyak hasil pirolisis
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas yaitu hasil Densitas,
hasil viskositas, hasil nilai kalor, hasil uji emisi dan faktor lainnya
adalah temperature dan lingkungan.
3. Pengolahan limbah plastik jenis polypropylene dan Low Density
Polyethylene digunakan sebagai bahan bakar alternative yang
mengandung senyawa hidrokarbon yang diolah terlebih dahulu
4. Proses pengolahan limbah Plastik dilakukan dengan cara proses
pirolisis.
5. Bahan bakar yang dihasilkan dari plastik polypropylene ini termasuk
dalam bahan bakar bensin, karena secara fisik ataupun kimia
menyerupai bensin.
6. Karakteristik minyak plastik polypropylene menyerupai bensin, yang
mana ketika disulutkan dengan api maka akan terbakar, dan juga
setelah dilakukan uji emisi hasil yang didapatkan tidaklah jauh
berbeda dengan bensin
6.1 Saran
Setelah dilaksanakannya praktikum, disarankan untuk dapat
memanfaatkan ilmu yang telah didapatkan untuk digunakan dalam
kehidupan sehari-hari yang mana dapat mengolah sampah plastik yang
terbuang sia-sia menjadi suatu bahan bakar yang dapat digunakan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, M. S dan R. Rinasusanti. 2009. Meraub Duit dari Barang Seken. Jakarata
: MeBook.
Endang, K., G. Mukhtar., A. Nego dan F. X. A. Sugiono. 2016. “Pengolahan
Sampah Plastik Dengan Metode Pirolisis Menjadi Bahan Bakar Minyak”.
Jurnal Teknik Kimia. Vol. 16(1) : 1- 2.
Lengkana, L. 2009. Kreasi Unik dari Plastik dari Sampah Menjadi Rupiah. Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama.
Nindita, V. 2015. “Studi Berbagai Metode Pembuatan BBM dari Sampah Plastik
Jenis LDPE dan PVC Dengan Metode Thermal dan Catalytic Cracking (Ni-
Cr/ Zeolit)”. Jurnal Teknis. Vol. 10(3) : 137- 144.
Nugraha, M. F., A. Wahyudi dan I. Gunardi. 2013. “Pembuatan Fuel dari Liquid
Hasil Pirolisis Plastik Polyprophylene Melalui Proses Reforming Dengan
Katalis NiO/┌ Al2O3”. Jurnal Teknik Pomis. Vol. 2(2) : 299- 302.
Ramadhan, A. P dan M. Ali. 2010. “Pengolahan Sampah Plastik Menjadi Minyak
Menggunakan Proses Pirolisis”. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. Vol. 4(1)
: 45- 50.
Syamsiro, M. 2015. “Kajian Pengaruh Penggunaan Katalis Terhadap Kualitas
Produk Minyak Hasil Pirolisis Sampah Plastik”. Jurnal Teknik. Vol. 5(1) :
47- 56.
Thahir, R dan Alwathan. 2014. “Pengambilan Fraksi Ringan Produk Hasil Pirolisis
Limbah Plastik Jenis Polyprophylene (PP) Dengan Metode Destilasi,
Fraksinasi Booble Cap”. Jurnal Konversi. Vol. 3(2) : 10- 14.
26
LAMPIRAN
A. Gambar
Sampel dipotong
Dimasukkan
kecil-kecil
kedalam reaktor
27
Alat bom Dilakukan uji
kalorimeter emisi
28