Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

CARDIAC HEART FAILURE PADA


KEHAMILAN

PEMBIMBING :

dr. R. Irawan Sumrah, Sp.OG

DISUSUN OLEH :

Marelno Zakanito , S.Ked


030.07.153

Departemen Ilmu Kebidanan Dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
3 Juni 2014 – 9 Agustus 2014

1
I. Pendahuluan
Wanita normal yang mengalami kehamilan akan mengalami perubahan
fisiologik dan anatomik pada berbagai sistem organ yang berhubungan dengan
kehamilan akibat terjadi perubahan metabolik yang disebabkan kebutuhan janin,
plasenta, dan rahim. Perubahan yang terjadi dapat mencakup sistem gastrointestinal,
respirasi, kardivaskular, urogenital, muskuloskeletal, dan saraf. Adaptasi normal
sistem kardiovaskular yang dialami seorang wanita yang mengalami kehamilan akan
memberikan gejala dan tanda yang sukar dibedakan dari penyakit jantung. Perubahan
ini bila terjadi pada wanita hamil dengan kelainan jantung sebelumnya akan
menyebabkan perubahan yang tidak dapat ditoleransi oleh tubuh ibu.
Penyakit jantung dapat menjadi salah satu faktor penyebab kematian ibu.
Penyakit ini berpengaruh sekitar 1 % pada kehamilan. Di Amerika Serikat, penyakit
jantung berpengaruh pada 0,4- 4 % kehamilan.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, penyakit jantung
adalah penyebab utama kematian pada wanita yang berusia 25 hingga 44 tahun.
Gangguan jantung bervariasi tingkat keparahannya dan mempersulit sekitar 1 persen
dari kehamilan serta memberikan kontribusi yang signifikan terhadap morbiditas dan
mortalitas ibu. Sebagai contoh, Chang dkk (2003) melaporkan bahwa pada tahun
1991 hingga 1999, kardiomiopati bertanggung jawab atas 8% dari 4200 kematian
yang berhubungan dengan ibu hamil di Amerika Serikat. Dari Brasil, Avila dan
rekannya (2003) melaporkan angka kematian ibu menjadi 2,7 persen dalam 1000
kehamilan dengan komplikasi penyakit jantung. Selain kematian ibu, gangguan
jantung juga menyumbang 7,6 persen dari morbiditas berat obstetrik yang didiagnosis
selama rawat inap untuk kelahiran di Amerika Serikat pada tahun 1991-2003
(Callaghan dan rekan, 2008).

2
Gangguan kardiovaskular yang paling umum bermanifestasi selama kehamilan
adalah hipertensi, miokarditis, penyakit katup dan kongenital, disaritmia,
kardiomiopati, diseksi arteri, penyakit tromboembolik, dan penyakit jantung.

II. Perubahan kardiovaskular pada kehamilan normal


Perubahan hemodinamik selama kehamilan dimaksudkan untuk meningkatkan
aliran darah ke unit fetoplasenta. Perubahan ini mengakibatkan beban hemodinamik
pada jantung ibu dan dapat menyebabkan gejala dan tanda-tanda mirip penyakit
jantung. Adaptasi kardiovaskular ini sangat penting untuk diketahui, yang mana pada
wanita dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya mungkin akan
menunjukkan pemburukan klinis selama masa kehamilan.
Pada wanita hamil akan terjadi perubahan hemodinamik karena peningkatan
volume darah sebesar 30-50% yang dimulai sejak awal kehamilan minggu ke-6 dan
terus meningkat sampai mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32-34 minggu,
kemudian menetap sampai aterm. Sebagian besar, peningkatan volume darah ini
menyebabkan meningkatnya kapasitas rahim, mammae, ginjal, otot polos, dan sistem
vaskular kulit yang tidak memberi beban sirkulasi pada wanita hamil yang sehat.
Hormon memediasi peningkatan volume plasma yang tidak proporsional dengan
massa sel darah merah dimana volume plasma meningkat 30-50% relatif lebih besar
dibanding peningkatan sel darah yang hanya terjadi 20-30%. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya hemodilusi dan menurunnya konsentrasi hemoglobin,
sehingga megakibatkan anemia fisiologis dalam kehamilan. Peningkatan volume
darah ini mempunyai dua tujuan yaitu pertama mempermudah pertukaran gas
pernapasan, nutrien dan metabolit ibu dan janin, dan kedua mengurangi akibat
kehilangan darah yang banyak saat kelahiran.
Pada awal kehamilan, peningkatan cardiac output (CO) berhubungan dengan
peningkatan stroke volume (SV), sedangkan pada akhir kehamilan denyut jantung
menjadi faktor utama pada peningkatan CO. Denyut jantung mulai meningkat saat
usia kehamilan 20 minggu dan terus meningkat hingga usia kehamilan 32 minggu.

3
Hal ini terus bertahan tinggi hingga 2-5 hari setelah persalinan. Peningkatan CO
terjadi oleh karena 3 faktor yaitu peningkatan preload dikarenakan volume darah
yang bertambah, pengurangan afterload dikarenakan penurunan resistensi vaskular
sistemik, dan peningkatan denyut jantung maternal 10-15 denyut permenit. SV
meningkat selama trimester pertama dan kedua, tetapi menurun saat trimester ketiga
dikarenakan kompresi vena kava inferior oleh uterus. Tekanan darah menurun sekitar
10 mmHg di bawah baseline pada akhir trimester kedua dikarenakan oleh vasodilatasi
aktif melalui aksi mediator lokal seperti prostasiklin dan nitric oxide, serta penurunan
resistensi vaskular sistemik akibat penambahan pembuluh darah baru di uterus dan
plasenta.
Kontraksi uterus, posisi (miring kiri atau supinasi), nyeri, cemas, perdarahan, dan
involusi uterus menyebabkan perubahan hemodinamik yang cukup bermakna pada
saat inpartu dan pasca persalinan. Peningkatan CO terjadi sekitar 15% pada awal
inpartu, 25% saat kala I, dan 50% selama usaha mengedan. Setiap uterus
berkontraksi, akan dialirkan 300-500 ml darah ke sirkulasi umum. Tiap kontraksi SV
meningkat, dengan resultan peningkatan CO bertambah 50%. Konsumsi oksigen
meningkat 3 kali lipat. Perubahan curah jantung kurang memberikan gejala jika
pasien dalam posisi terlentang dan menerima analgesia yang memadai.
Peningkatan keseluruhan denyut jantung pada trimester ketiga rata-rata 10 sampai
20 kali permenit. Tekanan arteri sistemik turun selama trimester pertama, tetap stabil
selama trimester kedua, dan kembali ke tingkat pregestational sebelum persalinan.
Penurunan tekanan diastolik yamg melebihi penurunan tekanan sistolik menyebabkan
pelebaran tekanan nadi. Sindrom supine hipotensi atau uterocaval terjadi pada 0,5-
11% kehamilan dan berhubungan dengan oklusi akut vena cava inferior oleh uterus
gravid dalam posisi terlentang, dan itu ditandai dengan penurunan signifikan tekanan
darah dan detak jantung. Pasien biasanya mengeluh sakit kepala ringan, mual, pusing,
bahkan sinkop pada kasus yang ekstrim. Gejala dapat berkurang dengan mengubah ke
posisi telentang kiri lateral.

4
Segera setelah melahirkan, tekanan pengisian jantung (cardiac filling pressure)
meningkat karena adanya dekompresi vena kava inferior dan kembalinya darah dari
uterus ke dalam sirkulasi sistemik. Hal ini mencapai peningkatan 80% CO pada awal
pasca persalinan dikarenakan autotransfusi yang berhubungan dengan involusi uterus
dan resorpsi dari edema tungkai. Hal ini juga menyebabkan suatu diuresis. Sebagian
besar perubahan hemodinamik kembali ke tingkat sebelum hamil setelah 2 minggu
postpartum.
Kehamilan juga mengawali suatu perubahan dari hemostasis, yaitu peningkatan
konsentrasi faktor koagulasi, fibrinogen, dan adhesi platelet serta berkurangnya
fibrinolisis yang menyebabkan hiperkoagulabilitas dan peningkatan risiko kejadian
tromboemboli. Selain itu, hambatan dari kembalinya aliran darah vena oleh
pembesaran uteus meningkatkan tromboembolisme.

Tabel 1. Temuan-temuan umum pada kehamilan normal.


Lelah, penurunan tingkat aktifitas
Nyeri kepala ringan, pingsan
Gejala
Palpitasi
Dispnea, ortopnea
Distensi vena jugularis
Peningkatan intensitas S1, penambahan berlebihan
Midsistolik, ejeksi tipe murmur (linea sternalis kiri bawah atau
di atas paru-paru
Pemeriksaan Fisik
Bunyi jantung S3
Murmur continu (dengungan vena sentral, mammary souffle)
Impuls ventrikel kiri cepat, difus, berpindah
Impuls ventrikel teraba
Deviasi axis QRS
EKG Q kecil, dan P terbalik pada sadapan III
Sinus takikardi, aritmia

5
Jantung tampak horizontal
Radiologi
Peningkatan marker paru
Peningkatan rendah dimensi sistolik dan diastolik ventrikel kiri
Peningkatan sedang ukuran atrium kanan, ventrikel kiri, dan
Echocardiografi
atrium kiri
Regurgitasi trikuspid dan mitral

Wanita dengan penyakit jantung mungkin tidak dapat mengakomodasi


perubahan-perubahan yang terjadi selama kehamilan tersebut sehingga menyebabkan
disfungsi ventrikuler yang berakhir pada gagal jantung kardiogenik. Sedikit wanita
dengan disfungsi jantung dapat mengalami gagal jantung sebelum pertengahan
kehamilan. Pada sebagian wanita, gagal jantung dapat terjadi setelah usia kehamilan
mencapai 28 minggu, dimana saat tersebut dapat menginduksi hipervolemia dan
cardiac output mencapai maksimum. Pada banyak kasus, gagal jantung umumnya
terjadi saat peripartum ketika sejumlah kondisi obstetrik umum menempatkan beban
yang tak seharusnya pada fungsi jantung.

III. Klasifikasi Penyakit Jantung


III.1 Klasifikasi Berdasarkan Fungsional
Tidak ada tanda klinis yang dapat digunakan untuk mengukur secara pasti
kapasitas fungsional jantung. Klasifikasi klinis dari New York Heart Association
(NYHA) pertama dipublikasikan pada tahun1928 dan telah direvisi sebanyak 8 kali
hingga tahun 1979. Klasifikasi ini didasarkan pada disabilitas pasien pada masa lalu
dan kini serta tidak dipengaruhi oleh tanda fisik.

Tabel 2. Sistem Klasifikasi Fungsional Jantung Menurut New York Heart


Association (NYHA).2-5

KELAS DESKRIPSI
Kelas 1 Pasien dengan penyakit jantung tetapi tanpa adanya pembatasan aktivitas

6
fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispnu,
atau nyeri angina.
Kelas 2 Pasien dengan penyakit jantung mengakibatkan sedikit keterbatasan
aktivitas fisik. Akan merasa lebih baik dengan istrahat. Aktivitas fisik biasa
menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispnu, atau nyeri angina.
Kelas 3 Pasien dengan penyakit jantung dengan adanya keterbatasan aktivitas fisik.
Nyaman saat istrahat. Aktivitas fisik yang ringan dapat menyebabkan
kelelahan, palpitasi, dispnu, atau nyeri angina.
Kelas 4 Pasien dengan penyakit jantung ditandai ketidakmampuan untuk
melakukan semua aktivitas fisik. Gejala insufisiensi jantung dapat muncul
saat istrahat. Jika aktifitas fisik dilakukan, ketidaknyamanan meningkat.

Menentukan fungsi jantung adalah penting bagi pasien hamil dengan penyakit
jantung. Pasien dengan NYHA kelas 1 dan 2 memiliki risiko komplikasi yang lebih
sedikit jika dibandingkan dengan kelas 3 dan 4.

III.2 Klasifikasi Berdasarkan Etiologi


Berdasarkan etiologinya, penyakit jantung pada kehamilan berdasarkan
diklasifikasikan menjadi:
1. Penyakit jantung kongenital
a. Penyakit jantung kongenital asianotik
b. Penyakit jantung kongenital sianotik
2. Penyakit jantung didapat (acquired heart disease)
a. Penyakit jantung rematik
b. Penyakit jantung koroner
3. Penyakit jantung spesifik pada kehamilan, yaitu kardiomiopati peripartum.

III.3 Klasifikasikan Berdasarkan Kelaianan Anatomis

7
Menurut American College of Cardiology/ American Heart Association
ACC/AHA Heart Failure Guideline 2001, gagal jantung dibagi menjadi 4 stadium
yaitu A, B, C, dan D.

Tabel 3. Stadium Gagal Jantung Menurut ACC/AHA.


STADIUM DESKRIPSI CONTOH
Pasien dengan risiko tinggi berkembang menjadi Hipertensi sistemik, penyakit
gagal jantung karena adanya kondisi yang arteri koroner, DM, riwayat
berhubungan. Tidak teridentifikasi adanya terapi obat kardiotoksik, atau
A abnormalitas struktural atau fungsional penyalahgunaan alkohol,
perikardium, miokardium, atau katup jantung dan riwayat demam reumatik,
tidak pernah menunjukkan tanda atau gejala gagal riwayat keluarga
jantung. kardiomiopati.
Pasien dengan penyakit jantung struktural yang erat Fibrosis atau hipertropi
hubungannya dengan berkembangnya gagal jantung ventrikel kiri, dilatasi atau
tetapi tidak pernah menunjukkan tanda atau gejala hipokontraktilitas ventrikel
B
gagal jantung. kiri, penyakit katup jantung
asimptomatik, infark miokard
sebelumnya.
Pasien yang saat ini atau sebelumnya memiliki Dispnu atau kelelahan akibat
gejala gagal jantung berhubungan dengan penyakit disfungsi sistolik ventrikel kiri,
C jantung struktural yang menyertainya. pasien asimptomatik yang
menjalani terapi untuk gejala
gagal jantung sebelumnya.
Pasien dengan penyakit jantung struktural lanjutan Pasien yang menjalani rawat
dan didapatkan gejala gagal jantung saat istrahat inap berulang karena gagal
D meski dengan terapi medis maksimal dan jantung atau tidak bisa
memerlukan intervensi khusus. dipulangkan secara aman dari
rumah sakit, pasien menunggu

8
transplantasi jantung, pasien
dengan dukungan intravena
secara berkelanjutan atau
dengan alat bantu sirkulasi
mekanik.

Tabel 4. Tanda dan Gejala Umum pada Kehamilan dengan Penyakit Jantung.

Sesak napas yang progresif dan memburuk


Batuk dengan sputum berbusa merah muda (hemoptysis)
Gejala paroxysmal nocturnal dyspnea
nyeri dada bila beraktivitas
pingsan yang didahului palpitasi atau latihan
Sianosis
Clubbing finger
Pulsasi vena abnormal
Distensi vena jugular persisten
Pemeriksaan Fisik Bunyi S2 tunggal
Murmur sistolik yang keras, kadang dijumpai murmur diastolik
Ejection clicks, late systolic clicks, opening snaps
Friction rub
Tanda Hipertensi pulmonal
Aritmia signifikan dan persisten
EKG
Blok jantung
Kardiomegali
Radiologi
Edema pulmonal

IV. Diagnosis
a. Anamnesis

9
Kebanyakan pasien mengakui toleransi melakukan aktivitas berkurang dan
merasa mudah kelelahan. Kondisi ini berhubungan erat dengan peningkatan berat
badan yang diperoleh selama masa kehamilan dan akibat anemia fisiologis pada
kehamilan. Episode pingsan atau sakit kepala ringan terjadi sebagai akibat dari
kompresi mekanik dari rahim yang hamil pada vena cava inferior, sehingga
menyebabkan aliran balik vena ke jantung tidak adekuat, terutama pada trimester
ketiga. Gejala lain yang sering dikeluhkan termasuk hiperventilasi dan ortopnea yang
disebabkan oleh tekanan mekanik dari rahim yang membesar pada diafragma.
Palpitasi juga umum dijumpai dan hal ini diduga berhubungan dengan sirkulasi
hiperdinamik kehamilan.
Pada pasien dengan riwayat penyakit jantung, penting untuk menanyakan
tentang kapasitas fungsional, prevalensi gejala yang terkait lainnya, regimen terapi
yang diperoleh, tes diagnostik sebelumnya (misalnya, ekokardiogram, tes olahraga,
dan kateterisasi jantung), dan riwayat operasi paliatif. Pada pasien tanpa penyakit
jantung penting untuk menanyakan tentang riwayat penyakit jantung rematik, episode
sianosis pada saat lahir atau anak usia dini, adanya gangguan reumatologik (misalnya
lupus eritematosus sistemik), episode aritmia, terjadinya sinkop eksersional atau nyeri
dada, dan edema tungkai yang sering terjadi. Selain itu, pertanyaan mengenai ada
tidaknya riwayat keluarga dengan penyakit jantung bawaan, penyakit arteri koroner
prematur, atau kematian mendadak pada anggota keluarga.

b. Pemeriksaan Fisik
Hiperventilasi adalah fenomena umum dalam kehamilan yang mungkin
berhubungan dengan efek progesteron pada pusat pernapasan. Penting untuk
membedakan hiperventilasi dari dyspnea, yang umum ditemukan pada gagal jantung
kongestif. Bibasilar crackles biasanya terdengar di kehamilan normal yang dihasilkan
dari atelektasis yang berkembang dari kompresi basal pulmonal karena pembesaran
rahim dan selanjutnya meningkatkan tekanan intraabdomen.

10
Impuls ventrikel kiri mudah teraba, cepat, dan tidak terus menerus. Pulsasi
perifer sering kolaps dan dapat membingungkan dengan temuan klinis pada
regurgitasi aorta. Pulsasi vena jugularis distensi, dengan penonjolan a dan puncak v,
dengan penurunan cepat x dan y. Sejumlah besar wanita hamil mengalami edema
kaki. Hal ini terjadi sebagai akibat dari penurunan tekanan onkotik koloid plasma
dengan peningkatan seiring dengan tekanan vena femoralis sebagai akibat dari aliran
balik vena yang tidak adekuat.
Pemeriksaan fisik harus fokus pada wajah, kelainan jari, atau skeletal yang
menunjukkan adanya anomali kongenital. Adanya clubbing, sianosis, atau pucat,
harus diamati dengan seksama. Pemeriksaan dada dapat mengesampingkan
deformitas pectus pectus excavatum, tonjolan prekordial, atau adanya pulsasi
ventrikel kanan atau kiri. Bunyi jantung pertama biasanya terpecah (yang dapat
disalahartikan sebagai bunyi jantung keempat). Bunyi jantung pertama yang keras
dapat menunjukkan mitral stenosis, sedangkan bunyi jantung pertama intensitas
rendah menunjukkan blok jantung tingkat pertama. Bunyi jantung kedua terpecah
dapat diartikan sebagai defek septum atrium, sedangkan suara paradoks terpecah
dapat ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri yang berat atau blok cabang berkas kiri.
Bunyi jantung ketiga adalah normal pada kehamilan. Bunyi jantung IV, ejection
click, opening snap, atau mid sistolik hingga late sistolik mengindikasikan penyakit
jantung. Murmur sistolik dapat terdengar pada wanita hamil paling dan merupakan
hasil dari sirkulasi hiperkinetik selama masa kehamilan. Murmur yang terdengar
yaitu murmur midsistolik dan didengar terbaik pada linea sternum kiri bawah dan di
atas area pulmonal. Murmur jinak kontinyu, seperti dengungan vena servikal rahim
dan mammary soufflé, juga disebabkan oleh adanya peningkatan aliran sekunder
terhadap perubahan hemodinamik dari kehamilan. Dengung vena terbaik terdengar di
fossa supraklavikula kanan, dan mammary soufflé paling baik diauskultasi di
payudaera atas pada kehamilan akhir. Murmur diastolik terdengar selama kehamilan
memerlukan penyelidikan lebih lanjut oleh echocardiography dan USG Doppler.

11
c. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG sangat aman dan dapat membantu menjawab pertanyaan yang
sangat spesifik. Kehamilan dapat menyebabkan interpretasi dari variasi gelombang
ST-T lebih sulit dari yang biasa. Depresi segmen ST inferior sering didapati pada
wanita hamil normal. Pergeseran aksis QRS ke kiri, sering dijumpai, tetapi deviasi
aksis ke kiri yang nyata (-30o) menyatakan adanya kelainan jantung.

d. Pemeriksaan Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi termasuk dopler sangat aman dan tanpa risiko
terhadap ibu dan janin. Pemeriksaan transesofageal ekokardiografi pada wanita hamil
tidak dianjurkan karena risiko anestesi selama prosedur pemeriksaan radiografi.
Semua pemeriksaan radiografi harus dihindari terutama pada awal kehamilan.
Pemeriksaan radiografi mempunyai risiko terhadap organogenesis abnormal pada
janin, atau malignancy pada masa kanak-kanak terutama leukemia. Jika pemeriksaan
sangat diperlukan, sebaiknya dilakukan pada kehamilan lanjut, dengan dosis radiasi
seminimal mungkin, dan perlindungan terhadap janin seoptimal mungkin.

V. Penatalaksanaan
a. Evaluasi Kardiovaskular selama Kehamilan
Kebanyakan wanita dengan penyakit jantung mengalami kehamilan yang sukses,
tetapi kepuasan dalam diagnosis dan manajemen pasien hamil dapat memiliki
konsekuensi yang mengerikan bagi ibu dan janin. Oleh karena itu penting untuk
mengevaluasi setiap wanita hamil dengan penyakit jantung untuk risiko yang
merugikan selama kehamilan, persalinan, persalinan, dan pasca persalinan. Secara
umum, semua perempuan tersebut harus dirujuk ke pusat spesialis yang mana
perawatannya dilaksanakan bersama oleh dokter kandungan, ahli jantung, ahli
genetika klinis, dan neonatologist. Idealnya, pasien dengan penyakit jantung harus
berkonsultasi dengan dokter mereka sebelum mereka menjadi hamil. Konseling
prakonsepsi memungkinkan untuk waktu yang optimal untuk pembuahan, selesai

12
semua prosedur diagnostik sebelumnya (khususnya yang melibatkan paparan radiasi
berbahaya), penghentian obat teratogenik, dan penjadwalan perbaikan / operasi
paliatif sebelum hamil.
Evaluasi dari pasien hamil dengan riwayat gagal jantung mencakup pengkajian
status fungsional (New York Heart Association kelas fungsional) dan optimalisasi
rejimen medis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah x-ray dada,
elektrokardiogram, dan dua echocardiography Doppler.
Tujuan dari evaluasi medis adalah untuk mengoptimalkan hemodinamik
selama trimester pertama. Hal ini dapat dicapai dengan terapi rutin pada kongesti
paru, penurunan afterload jika diindikasikan, pengendalian hipertensi, dan kateterisasi
jantung kanan jika terdapat tanda-tanda fisik yang buruk. Dua tujuan dapat dicapai
dengan menggunakan rejimen yang sama dengan pasien CHF yang tidak hamil
seperti: digoksin, diuretik, restriksi natrium, dan vasodilator.

b. Penggunaan Obat-Obat Kardiovaskular


1. Diuretik
Diuretik dapat digunakan untuk pengobatan gagal jantung kongestif yang tidak
dapat dikontrol dengan retriksi natrium dan merupakan obat lini terdepan untuk
pengobatan hipertensi. Tidak satu diuretik pun merupakan kontra indikasi dan yang
paling sering digunakan adalah golongan diuretik tiazid dan forosemid. Diuretik tidak
boleh digunakan untuk profilaksis terhadap toksemia atau pengobatan terhadap
edema pedis.
Diuretik diberikan untuk mengurangi gejala-gejala dispnea nokturnal
paroksismal dan exertional dan edema perifer yang nyata dalam kehamilan.
Komplikasi ibu terhadap terapi diuretik mirip dengan pasien yang tidak hamil seperti
kontraksi volume, alkalosis metabolik, penurunan toleransi karbohidrat, hipokalemia,
hiponatremia, hiperurisemia, dan pankreatitis. Sebuah diatesis perdarahan dan
hiponatremia telah dilaporkan pada neonatus dari ibu yang telah mengkonsumsi
diuretik thiazide selama kehamilan.

13
2. Obat Inotropik
Digoksin bermanfaat untuk efek baik pada kontraktilitas ventrikel dan pada
kontrol di tingkat atrial fibrilasi. Indikasi penggunaan digitalis tidak berubah pada
kehamilan. Digoksin dan digitoksin dapat melalui plasenta, dan kadar serum pada
janin lebih kurang sama dengan ibu. Digoksin dengan dosis yang sama bila diberikan
pada ibu hamil, akan menghasilkan kadar serum yang lebih rendah bila dibanding
diberikan pada wanita yang tidak hamil. Jika efek yang diinginkan tidak tercapai,
maka perlu diukur kadarnya dalam serum. Digitalis dapat memperpendek masa
gestasi dan kelahiran, karena efeknya pada miometrium sama dengan efek
inotropiknya pada miokardium. Digoxin juga disekresi dalam ASI.
Bila inotropik intravena atau vasopressor diperlukan, obat-obat standar seperti
dopamin, dobutamin, atau norepinefrin dapat digunakan, tetapi efeknya
membahayakan janin karena akan menurunkan aliran darah ke uterus dan
mestimulasi kontraksi uterus. Efedrin adalah obat awal yang baik pada percobaan
binatang dan tidak mempengaruhi aliran darah ke uterus.

3. Vasodilator
Bila diperlukan pada krisis hipertensi atau untuk mengurangi afterload dan
preload emergensi, nitropruside merupakan obat vasodilator pilihan. Rekomendasi
yang kontroversi telah dibuat karena obat ini sangat efektif, bekerja segera, dan
mudah ditoleransi. Juga efeknya segera menghilang bila penggunaan obat tersebut
segera dihentikan. Namun, nitroprusside natrium harus digunakan hanya ketika
semua intervensi lain telah gagal dan ketika itu sangat penting untuk kesejahteraan
ibu. Bahkan di bawah kondisi, dosis dan durasi terapi harus diminimalkan karena
metabolisme agen ini untuk tiosianat dan sianida, yang dapat mengakibatkan
keracunan sianida janin pada model binatang, akan tetapi tidak menjadi problem yang
signifikan pada manusia.

14
Hidralazin, nitrogliserin, dan labetalol intravena adalah pilihan lain untuk obat
parenteral. Reduksi afterload kronik untuk pengobatan hipertensi, regurgitasi aotral
atau mitral, atau disfungsi ventrikel selama kehamilan telah didapat dengan calcium
chanel blocker, hidralazin, dan metildopa. Efek yang membahayakan terhadap janin
tidak dilaporkan. ACE inhibitor merupakan kontra indikasi pada kehamilan karena
obat ini menambah risiko untuk terjadinya kelainan pada perkembangan ginjal janin.
Hingga kini, tidak ada data yang melaporkan mengenai penggunaan losartin,
valsartin, dan penghambat angiotensi II.

4. Obat Penghambat Reseptor Adrenergik


Dalam observasi terlihat bahwa penggunaan obat penghambat beta dapat
menurunkan darah ke umbilikus, memulai kelahiran prematur, dan mengakibatkan
plasenta yang kecil serta infark plasenta dan mempunyai potensi untuk menimbulkan
bayi berat badan lahir rendah, sehingga penggunaannya memerlukan perhatian.
Sebagian besar penelitian tidak mendukung hal ini dan obat penghambat beta telah
banyak digunakanpada wanita hamiltanpa efek yang merugikan. Sehingga
penggunaannya untuk indikasi klinis sangat beralasan.
Beta blockers umumnya aman dan efektif selama kehamilan, walaupun mungkin
ada tingkat peningkatan pembatasan pertumbuhan janin ketika mereka diberikan.
Sesekali kasus apnea neonatus, hipotensi, bradikardia, dan hipoglikemia juga telah
dilaporkan, terutama setelah penggunaan jangka panjang dari propanolol. Beta
blocker tidak berhubungan dengan peningkatan risiko kelainan kongenital.
Propranolol, labetalol, atenolol, nadolol, dan metoprolol diekskresikan dalam ASI.
Meskipun efek samping belum dilaporkan, adalah tepat untuk memantau bayi yang
baru lahir untuk gejala blokade beta ketika obat tersebut pernah digunakan.

5. Obat Anti Aritmia

15
Penghambatan nodus atrioventrikuler (AV node) kadang-kadang diperlukan
semasa kehamilan. Untuk itu dapat digunakan digoksin, penyekat beta, dan penyekat
kalsium. Laporan awal menyokong, penggunaan adenosin yang dapat digunakan
secara aman sebagai obat penyekat nodus. Obat ini umumnya lebih disukai untuk
menghindarkan penggunaan obat anti aritmia standar pada pasien semasa kehamilan.
Bila diperlukan untuk aritmia berulang atau untuk keselamatan ibu, maka dapat
digunakan.
Lidokain merupakan obat lini pertama yang diberikan. Depresi neonatus transien
telah terbukti terjadi bila kadar lidokain darah janin melebihi 2,5 mikrogram/liter.
Untuk itu, direkomendasikan untuk memelihara kadar lidokain darah pada ibu 4
mikrogram/liter, karena kadar pada janin 60% dari kadar pada ibu.
Jika diperlukan obat anti aritmia oral, dapat dimulai dengan kuinidin karena
mempunyai availabilitas jangka panjang. Dan obat ini paling sering digunakan karena
tidak jelas efek yang membahayan pada bayi. Informasi awal mengenai amiodaron
mendukung kemungkinan meningkatnya angka kehilangan janin dan deformitas
janin.

6. Antikoagulasi
Fenomena tromboembolik tidak jarang merupakan komplikasi CHF. Lebih lanjut,
pasien hamil bahkan tanpa penyakit jantung akan mengalami peningkatan risiko
untuk terjadinya thromboemboli. Sebagai contoh, kejadian tromboemboli vena
mungkin sebanyak 5 kasus dalam 1.000 kelahiran dan selanjutnya meningkat setelah
melahirkan.
Bila diperlukan antikoagulan, sebagian penulis menganjurkan menggunakan
heparin untuk trimester pertama dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian
warfarin pada lima bulan berikutnya, dan kembali lagi menggunakan heparin sebelum
melahirkan. Walaupun kehamilan yang sukses dapat dicapai dengan cara ini, penulis
memilih untuk menghindarkan penggunaan warfarin selama kehamilan. Obat anti
platelet ternyata meningkatkan kesempatan untuk terjadinya perdarahn maternal dan

16
dapt melewati plasenta. Selain itu, warfarin juga memberikan efek teratogenik pada
janin, termasuk warfarin embryopathy dan kelainan sistem saraf yang terdiri dari
displasia garis tengah punggung dan perut serta perdarahan ketika digunakan selama
trimester pertama.
Meskipun heparin memiliki sejumlah efek samping, termasuk menipisnya
antitrombin III, trombositopenia, dan dini osteoporosis ibu, itu tetap merupakan agen
yang aman pada kehamilan. Suatu studi dengan melakukan evaluasi pada 100
kehamilan terkait dengan terapi heparin memperoleh hasil yaitu terdapat 17 janin
yang dilahirkan dengan efek samping heparin. Sembilan adalah kelahiran prematur,
yang memiliki hasil akhir normal dan lima dikaitkan dengan kondisi komorbiditas
yang dirasakan menjadi faktor risiko komplikasi lainnya.
Baik heparin atau warfarin tidak disekresikan ke dalam ASI dan karena itu tidak
menimbulkan efek antikoagulan pada bayi yang menkonsumsi ASI. Akibatnya, kedua
obat tersebut dapat digunakan pada periode postpartum.

c. Manajemen Umum
Dalam kebanyakan kasus, manajemen melibatkan pendekatan tim ahli jantung
dengan anestesiologist dan dokter kandungan, dan spesialis lain sesuai kebutuhan.
Perubahan kardiovaskular yang terjadi pada wanita hamil cenderung buruk
ditoleransi oleh seorang individu dengan kelainan jantung sebelumnya, dan rencana
diformulasikan untuk meminimalkan efek kehamilan tersebut.
Adapun hal-hal yang diperhatikan dalam penatalaksanaan umum adalah
sebagai berikut.
a. Prekonsepsi
Pada semua wanita yang menunjukkan gejala dan tanda adanya penyakit jantung
sebaiknya dilakukan evaluasi menyeluruh tentang status kardiologinya sebelum
kehamilan. Evaluasi itu antara lain:
1. Riwayat penyakit jantung yang diderita beserta penanganannya
2. Pemeriksaan fisik umum

17
3. Pemeriksaan foto thoraks dan EKG 12 lead
4. Pemeriksaan pulse oxymetri
5. Pemeriksaan trans toraks ekokardiografi (untuk mencari lesi spesifik maupun
menentukkan fraksi ejeksi
6. Evaluasi status fungsional jantung (menurut NYHA atau ACC/AHA)
7. Pengelompokkan penyakit jantung berdasarkan kelompok risiko
8. Bila perlu dilakukan pemeriksaan MSCT scan jantung
Selain itu, dibutuhkan konseling individual oleh spesialis kandungan ataupun
kardiologi.

b. Antepartum
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama pasien melakukan kunjungan antenatal
antara lain:
1. Pendekatan multidisiplin
2. Konfirmasi usia kehamilan berdasarkan HPHT maupun USG
3. Pemeriksaan ekokardiografi janin dilakukan pada usia kehamilan 20-24
minggu khususnya pada ibu dengan penyakit jantung kongenital
4. Pemeriksaan kesejahteraan janin dilakukan untuk menilai pertumbuhan janin
baik dengan biometri janin, doppler velocimetry, maupun NST dimulai saat
usia kehamilan 30-34 minggu
5. Deteksi dini kelainan yang menyertai misalnya preeklampsia, anemia,
hipertiroid, maupun infeksi.
6. Perencanaan kapan terminasi kehamilan dan mode of deliverynya.

c. Intrapartum
Induksi persalinan, penanganan persalinan, dan pasca persalinan memerlukan
perhatian dan keahlian khusus serta manajemen kolaboratif oleh dokter ahli
kandungan, ahli jantung, dan ahli anestesia, dengan pengalaman yang tinggi terhadap
unit dan obat maternal fetal.

18
d. Waktu kelahiran
Pada pasien dengan penyakit jantung lebih disarankan untuk melakukan induksi
persalinan. Waktu yang tepat sangatlah individual tergantung pada status jantung
gravida, skor bishop, kesejahteraan janin dan maturitas paru janin.

e. Induksi persalinan
Oksitosin dan pecah ketuban buatan diindikasikan jika skor bishop >5. Waktu
induksi yang memanjang perlu dihindari jika serviks belum matang. Metode-metode
mekanik seperti penggunaan kateter foley lebih baik jika dibandingkan dengan agen
farmakologis, khususnya pada pasien dengan sianosis dimana adanya penurunan
tahanan vaskular sistemik atau tekanan darah akan sangat merugikan.

f. Monitor hemodinamik
Pulse Oxymetri dan pengawasan EKG digunakan sesuai kebutuhan. Tekanan
arteri sistemik dan denyut jantung ibu dipantau ketat dikarenakan anestesia lumbal
epidural dapat menyebabkan hipotensi.

g. Anestesia dan Analgesia


Penanganan untuk rasa sakit dan ketakutan juga berperan penting. Meskipun
analgesik intravena memberikan penatalaksanaan nyeri yang memuaskan bagi
beberapa wanita, namun analgesia epidural terus menerus tidak direkomendasikan
dalam banyak kasus. Masalah utama dengan analgesia konduksi adalah hipotensi ibu.
Hal ini sangat berbahaya pada wanita dengan shunts intracardiac di antaranya aliran
dapat dibalik. Darah dapat mengalir dari kanan ke kiri jantung atau aorta dan dengan
demikian dapat melewati paru-paru. Hipotensi juga bisa mengancam jiwa dengan
hipertensi paru atau stenosis aorta karena output ventrikel tergantung pada preload
memadai. Pada wanita dengan kondisi ini, konduksi analgesia narkotik atau anestesi
umum mungkin lebih baik.

19
Untuk penglahiran pervaginam pada wanita dengan gangguan jantung ringan,
analgesia epidural sering diberikan dengan sedasi intravena. Hal ini telah dibuktikan
dapat meminimalkan fluktuasi curah jantung intrapartum dan memungkinkan
penggunaan forsep atau vakum yang dapat membantu persalinan. Blokade
subarachnoid umumnya tidak dianjurkan pada wanita dengan penyakit jantung yang
signifikan. Untuk kelahiran sesar, epidural analgesia lebih disukai oleh kebanyakan
dokter dengan peringatan bila digunakan pada pasien dengan hipertensi paru.
Anestesi umum dengan thiopental endotrakeal, succinylcholine, nitrous oxide, dan
sedikitnya oksigen 30-persen juga telah terbukti memuaskan.

h. Persalinan Pervaginam atau Perabdominam


Cara persalinan secara umum yang dipilih adalah pervaginam. Rencana
persalinan harus dilakukan perindividu, dan hal yang perlu diinformasikan adalah
waktu persalinan, metode persalinan, induksi persalinan, anastesia analgesia/regional,
dan monitoring yang diperlukan. Persalinan harus dilakukan di pusat kesehatan
tersier dengan tim perawatan multidisiplin. Secara umum persalinan sesar dilakukan
bila ada indikasi obstetrik.

Adapun indikasi obstetrik persalinan sesar adalah sebagai berikut:


1. Stenosis aorta berat (AS)
2. Bentuk hipertensi pulmonal berat (termasuk sindrom Eisenmenger)
3. Gagal jantung akut
4. Dipertimbangkan pada pasien dengan prostesis katup jantung mekanik untuk
mencegah masalah dengan persalinan pervaginam yang terencana.
5. Sindrom Marfan
6. Diseksi aorta kronik atau akut.

Prinsip umum manajemen intrapartum adalah meminimalkan stres


kardiovaskular. Pada sebagian besar kasus, prinsip ini akan dicapai dengan

20
penggunaan anestesia epidural inkremental awal lambat dan dibantu persalinan
pervaginam.
Saat persalinan, hindari posisi supinasi dan pasien berada dalam posisi lateral
dekubitus serta pemberian oksigen untuk meminimalisir dampak hemodinamik dari
kontraksi uterus. Kontraksi uterus harus dapat menurunkan kepala janin hingga ke
perineum tanpa adanya dorongan mengejan, untuk menghindari efek samping dari
manuver valsava.
Persalinan sebaiknya dibantu dengan forsep rendah atau ekstraksi vakum, dan
disarankan untuk melakukan monitoring denyut jantung janin secara terus menerus.
Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan selama persalinan:
1. Monitoring ketat
2. Posisi left lateral dekubitus
3. Balans cairan
4. Bila memungkinkan pengukuran saturasi O2 dengan pulse oxymetri
5. Pada kasus risiko tinggi pertimbangkan monitoring invasif
6. Pertimbangkan penggunaan intrapartum analgesia
7. Mempercepat kala II
8. Pasien yang menggunakan warfarin harus dihentikan minimal 2 minggu
sebelum persalinan dan diganti dengan heparin.

i. Pasca persalinan
Infus oksitosin intra vena lambat (<2 U/menit) deberikan setelah pengeluaran
plasenta. Metilergonovine dikontraindikasikan karena adanya risiko vasokontriksi
dan hipertensi melebihi 10%. Bantuan berupa pemasangan stolking elastik pada
tungkai bawah, dan ambulasi dini sangat penting untuk mengurangi risiko
tromboemboli.
Pemantauan hemodinamik harus dilanjutkan selama minimal 24 jam setelah
melahirkan. Wanita yang telah menunjukkan bukti sedikit atau tidak ada tekanan
jantung selama kehamilan atau persalinan mungkin masih dapat mengalami

21
dekompensasi postpartum. Oleh karena itu, penting dilakukan perawatan seteliti
mungkin hingga ke masa nifas (Keizer dan rekan, 2006; Zeeman, 2006). Perdarahan
postpartum, anemia, infeksi, dan tromboemboli merupakan komplikasi yang lebih
serius pada wanita dengan penyakit jantung. Dalam banyak misalnya, sepsis dan
preeklamsia berat disebabkan oleh edema paru atau diperburuk oleh edema
permeabilitas yang dihasilkan dari aktivasi endotel dan kebocoran kapiler-alveolar.

j. Laktasi
Laktasi dapat berhubungan dengan risiko rendah terjadinya bakteremia sekunder
akibat mastitis. Pada pasien gangguan jantung berat atau simptomatis, perlu
dipertimbangkan untuk menyusui mengguanakn botol.

k. Sterilisasi dan Kontrasepsi


Jika sterilisasi tuba yang ingin dilakukan setelah persalinan pervaginam, yang
terbaik adalah untuk menunda prosedur ini sampai hemodinamik ibu telah mendekati
normal, dan ketika ibu tidak demam, tidak anemia, dan ambulates normal. Perempuan
lain diberikan saran kontrasepsi rinci.

VI. Komplikasi
Pada ibu hamil dengan gangguan jantung dapat terjadi berbagai komplikasi
seperti gagal jantung kongestif, edema paru, kematian, dan abortus. Siu dkk (2001)
memperluas klasifikasi NYHA dan mengembangkan sistem penilaian untuk
memprediksi komplikasi jantung selama kehamilan. Sistem ini didasarkan pada
analisis prospektif terhadap 562 wanita hamil dengan penyakit jantung dalam 617
kehamilan di 13 rumah sakit pendidikan Kanada.

Tabel 5. Prediktor Risiko Maternal untuk Komplikasi Jantung


KRITERIA CONTOH POIN

22
Riwayat sakit jantung Riwayat gagal jantung, serangan iskemik transien,
sebelumnya aritmia, atau stroke sebelum kehamilan. 1

Wanita dengan NYHA kelas


1
III atau IV atau sianosis
Obstruksi jantung kiri katup mitral < 2 cm2, katup aorta <1,5 cm2, atau
gradien puncak arus keluar ventrikel kiri > 30 mm
Hg dengan echocardiography. 1

Obstruksi sisi kiri ditandai LVEF < 40%, kardiomiopati restriktif, atau
dengan kardiomiopati hipertropik 1

Resiko edema paru, aritmia berkelanjutan, stroke, serangan jantung, atau


kematian jantung akan meningkat bila memiliki salah satu faktor tersebut di atas dan
akan semakin bertambah bila memiliki dua faktor atau lebih.

Tabel 6. Persentase Risiko komplikasi maternal.


Risiko kejadian gangguan jantung
Jumlah prediktor
dalam kehamilan
0 5%
1 27%
>1 75%

Selain dari permasalahan yang bisa timbul pada ibu, seorang dokter juga harus
memperhitungkan risiko yang mungkin terjadi kepada janin yang dikandung. Colman
dan kawan-kawan telah melakukan penelitian dan menemukan beberapa faktor risiko
yang bisa mempengaruhi janin pada ibu hamil dengan penyakit jantung.

23
Faktor risiko obstetri yang sering termasuk yaitu umur ibu (risiko meningkat
pada umur < 20 dan > 35 tahun) , riwayat dilatasi prematur, ruptur membran, serviks
inkompeten, gestasi multipel dan riwayat operasi sesar.
Faktor ibu yang bisa meningkatkan faktor risiko janin termasuk NYHA kelas >
2 dan cyanosis, obstruksi jantung kiri, gestasi multipel, atau pemakaian antikoagulasi
oral saat hamil. Faktor risiko bukan jantung termasuk merokok.
Adapun komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada janin yaitu prematuritas,
bayi berat lahir rendah (BBLR), hipoksia, gawat janin, APGAR score rendah, dan
pertumbuhan janin terhambat.

VII. Prognosis
Pada banyak wanita dengan penyakit jantung, prognosis umumnya baik. Wanita
dengan penyakit jantung kongenital non-sianotik memiliki prognosis yang lebih baik
dibanding dengan penyakit jantung kongenital sianotik. Banyak ahli yang
mengatakan bahwa seorang wanita dengan penyakit jantung risiko tinggi harus
mencegah kehamilan oleh karena tingginya risiko kematian ibu. Keadaan ini meliputi
hipertensi pulmonal dengan atau tanpa septal defek, obstruksi aliran traktus ventrikel
kiri yang hebat, penyakit jantung sianotik, dan marfan syndrom dengan keterlibatan
aortic root.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar, TB. Wanita Kehamilan dan Penyakit Jantung. Fakultas Kedokteran


Universitas Sumatra Utara: Usu Repository; 2004. hal. 1-33.

2. DeCherney, AH., et al. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology,
Tenth Edition. New York: The McGraw-Hill; 2003. p. 22.1-9.

3. Sovndal, S, Jeffrey AT. Cardiovascular Disorders in Pregnancy. In Pearlman,


MD., Judith ET., Pamela LD. Obstetrics & Gynecology Emergencies, Diagnosis
and Management, 1st edition . New York. McGraw-Hill. 2004. p. 20.1-21.

4. Karkata, MK., dkk. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri. Jakarta: Komisi


Pengabdian Masyarakat Himpunanan Kedokteran Feto Maternal POGI; 2012. hal.
50-75.

5. Cunningham FG., et al. William’s Obstetrics, 23rd edition. New York. The
McGraw-Hill. 2007. p. 44.1-36.

6. Lang, RM. Pharmacologic Management of Heart Failure in Pregnancy. [online].


[cited 2012 August 3]; Available from: URL:
http://cmbi.bjmu.edu.cn/uptodate/congestive%20heart%20failure/Treatment/Phar
macologic%20management%20of%20heart%20failure%20in%20pregnancy.htm.

7. Maroo, A. Pregnancy and Heart Disease. [online]. [cited 2012 August 3];
Available from: URL:
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/cardiolog
y/pregnancy-and-heart-disease/.

25
26

Anda mungkin juga menyukai