DEFINISI
Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah pada rongga subarakhnoid
yang disebabkan oleh proses patologis. Perdarahan subarakhnoid ditandai dengan adanya
ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan
lapisan tengah (arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang membungkus otak
(meninges).2
ETIOLOGI
Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah ruptur aneurisma
salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa (MAV). Terdapat
beberapa jenis aneurisma yang dapat terbentuk di arteri otak seperti : 3
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi tersering aneurisma
sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii
(20%), dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau
arteri komunikans posterior 30%), dan basilar tip (10%). Aneurisma dapat menimbulkan
deficit neurologis dengan menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture. Misalnya,
aneurisma pada arteri komunikans posterior dapat menekan nervus okulomotorius,
menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami dipopia)3.
2. Aneurisma fusiformis
1
arteri basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat di dalam aneurisma fusiformis
dapat mempercepat pembentukan bekuan intraaneurismal terutama pada sisi-sisinya.
Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pebedahan saraf, karena merupakan
pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan struktur patologis
(seperti aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.3
3. Aneurisma mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak. Terapinya terdiri dari terapi
infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal ini biasa disebabkan oleh infeksi. Aneurisma
mikotik kadang-kadang mengalami regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan
perdarahan subarachnoid.3
Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomali vaskuler yang terdiri dari jaringan
pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Pada
MAV, arteri berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui kapiler yang menjadi
perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat menampung tekanan darah yang datang
langsung dari arteri, akibatnya vena akan merenggang dan melebar karena langsung
menerima aliran darah tambahan yangberasal dari arteri. Pembuluh darah yang lemah
nantinya akan mengalami ruptur dan berdarah sama halnya seperti yang terjadi paada
aneurisma.9 MAV dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan didapat. MAV yang
didapat terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.1
PATOFISIOLOGI
Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri serebral utama. Hampir 85%
dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15% dalam sirkulasi posterior. Secara
keseluruhan, tempat yang paling umum adalah arteri communicans anterior diikuti oleh arteri
communicans posterior dan arteri bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi posterior, situs yang
paling lebih besar adalah di bagian atas bifurkasi arteri basilar ke arterie otak posterior.
2
Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi orang dewasa,
terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma intrakranial dan rupture tidak
dipahami; Namun, diperkirakan bahwa aneurisma intrakranial terbentuk selama waktu yang
relatif singkat dan baik pecah atau mengalami perubahan sehingga aneurisma yang utuh
tetap stabil. Pemeriksaan patologis dari aneurisma ruptur diperoleh pada otopsi
menunjukkan disorganisasi bentuk vaskular normal dengan hilangnya lamina elastis internal
dan kandungan kolagen berkurang. Sebaliknya, aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali
kandungan kolagen dari dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan aneurisma
bertanggung jawab atas stabilitas relatif yang diamati dan untuk resiko rupture menjadi
rendah.
Meskipun masih terdapat kontroversi mengenai asosiasi ukuran dan kejadian pecah,
7 mm tampaknya menjadi ukuran minimal pada saat ruptur. Secara keseluruhan, aneurisma
yang ruptur cenderung lebih besar daripada aneurisma yang tidak rupture. Aneurisma yang
pecah Puncak kejadian aneurisma pada PSA terjadi pada dekade keenam kehidupan. Hanya
20% dari aneurisma yang rupture terjadi pada pasien berusia antara 15 dan 45 tahun. Tidak
ada faktor predisposisi yang dapat dikaitaan dengan kejadian ini, mulai dari tidur, kegiatan
rutin sehari-hari, dan aktivitas berat.
Hampir 50% dari pasien yang memiliki PSA, ketika dianamnesis pasti memiliki riwayat
sakit kepala yang sangat berat atau sekitar 2-3 minggu sebelum perdarahan besar. Hampir
setengah dari orang-orang ini meninggal sebelum tiba di rumah sakit.
Puncak kejadian perdarahan berikutnya terjadi pada 24 jam pertama, tetapi tetap ada
risiko hari-hari berikutnya dapat mengalami perdarahan. Sekitar 20-25% kembali rupture dan
mengalami perdarahan dalam 2 minggu pertama setelah kejadian pertama. Kematian terjadi
terkait perdarahan kedua hampir 70%.
3
VASOSPASME CEREBRAL
Epidemiologi Vasospasme
Vasospasme angiografi terjadi pada 50 – 90% pasien dengan ruptur aneurisma. ± 2/3 pasien
ruptur aneurisma akan mengalami vasospasme sedang pada sedikitnya satu arteri cerebral,
dimana setengahnya akan menjadi simptomatik oleh karena iskemik, dan infark cerebi akan
terjadi pada ½ dari pasien tersebut. Infark cerebri secara signifikan berhubungan dengan
peningkatan umur pasien, status neurologis yang jelek saat masuk, riwayat hipertensi dan
diabetes melitus, aneurisma yang berukuran besar, demam, dan adanya diagnosis
vasospasme simtomatik. Dengan managemen rutin SAB secara moderen, resiko kematian dan
kecacatan oleh karena vasospasme menurun hingga kurang dari 10%, namun hal ini masih
tetap merupakan penyebab utama jeleknya outcome ruptur aneurisma yang masih dapat
dicegah.
Prediktor Vasospasme
Volume darah SAB yang persisten merupakan faktor resiko vasospasme yang utama setelah
SAB. Skala grading oleh Fisher tentang volume dan distribusi bekuan darah pada CT scan saat
masuk sebagai faktor resiko terjadinya vasospasme telah dimodifikasi, dan ditemukan
memiliki nilai prediksi yang lebih besar untuk terjadinya iskemik lanjut dan prognosis.
4
Modifikasi Skala Fisher:
0 : Tidak terdapat SAB atau perdarahan intraventrikular (IVH) ( resiko sangat rendah)
1 : Terdapat lapisan tipis SAB lokal maupun difus, tidak ada IVH ( resiko rendah)
2 : Terdapat lapisan tipis SAB lokal maupun difus, ada IVH ( resiko sedang)
3 : Terdapat lapisan tebal SAB lokal maupun difus, tidak ada IVH ( resiko tinggi)
4 : Terdapat lapisan tebal SAB lokal maupun difus, ada IVH ( resiko sangat tinggi)
Selain hal diatas, clearance clot yang lambat juga merupakan prediktor yang independen
untuk terjadinya vasospasme. Namun hal ini sulit untuk diukur dalam prakteknya.
Faktor risiko lainnya adalah : status neurologis yang jelek /penurunan kesadaran saat masuk,
perokok, riwayat hipertensi, dan penggunaan cocain.
Patogenesis
5
Gambaran Klinis
Perlu diwaspadai komplikasi iskemik paling sedikit 2 minggu setelah SAB. Pemeriksaan yang
teratur dan teliti merupakan cara paling sederhana dan efektif dalam mendeteksi iskemia dini
pada pasien yang sadar dan dapat diperiksa. Pemeriksa harus berkonsentrasi pada temuan
minimal seperti hilangnya attensi, perubahan verbal, atau gerakan pronator extremitas atas,
walaupun hanya sedikit. Vasospasme simptomatik biasanya memiliki onset bertahap, kadang
ditandai dengan peningkatan nyeri kepala, agitasi, atau penurunan kesadaran. Sebagian kecil
pasien mengalami penurunan yang tiba – tiba. Tanda vasospasme simtomatik sesuai dengan
area yang mengalami iskemik. Perburukan neurologis lambat pada SAB oleh karena
aneurisma dapat disebabkan oleh beberapa sebab : bertambahnya edem sekitar hematoma,
kontusi, atau infark; perdarahan ulang; hidrosefalus; sepsis; hiponatremia; hipoksia; dan
hipertensi.
Diagnosis
Pencegahan Vasospasme
6
hematokrit yang optimal untuk pasien SAB tidak diketahui dengan pasti, namun secara
umum yang diterima adalah > 9 gr/dl. Tekanan darah sistemik harus dipertahankan
dalam nilai normal hingga sedikit hipertensi, dengan syarat aneurisma telah direpair.
CPP merupakan parameter yang lebih penting, dimana nilai ini harus dipertahankan
70 mmHg atau lebih pada pasien dengan grade yang lebih jelek. Nimodipine diberikan
secara oral, 60 mg tiap 4 jam, selama 3 minggu, merupakan terapi standar untuk
pasien dengan SAB aneurisma oleh karena terapi ini secara signifikan memberikan
manfaat yang baik untuk outcome. Nimodipine dapat mencegah peningkatan calcium
intraselular dengan memblok channel calcium, namun mekanisme kerjanya pada
pasien SAB tidak diketahui. Obat ini dapat menyebabkan depresi tekanan darah,
dimana dosis dapat diturunkan, dan jika memungkinkan, diberikan lebih sering (ex. 30
mg tiap 2 jam).
Peningkatan cerebral blood flow (CBF) melalui colateral disekeliling arteri yang mengalami
vasospasme dengan meningkatkan volume dan tekanan darah sistemik. Dilatasi arteri secara
farmakologis ataupun dilatasi dengan ballon, dapat menghilangkan vasospasme.
Terapi 3-H : hipervolemia, hipertensi, dan hemodilusi Kombinasi ini dimaksudkan untuk
meningkatkan cardiac output, CPP, dan hemorheology transport oksigen. Pemberian cairan
dapat meningkatkan volume, mengurangi viskositas sehingga meningkatkan oksigen yang
sampai ke jaringan, namun hematokrit harus di atas 30 dan konsentrasi Hb harus
dipertahankan di atas 9 gr/dl. Pemberian cairan intravaskular lebih lanjut menjadi tidak
berguna bila CVP telah mencapai 8 – 10 mmhg atau tekanan kapiler pulmonal antara 14 – 16
mmhG.
Terapi hipertensi lebih efektif dalam meningkatkan oksigenasi cerebral dibandingkan terapi
hipervolemia yang agresif pada pasien dengan SAB, selain itu juga dengan komplikasi yang
lebih sedikit. Dengan syarat aneurisma telah direpair, vasospasme simtomatik dapat diterapi
dengan memberikan dobutamin atau dopamin, yang dalam dosis rendah – moderate memiliki
efek utama β-agonist, efek inotropik. Bila tidak terjadi respon peningkatan tekanan darah
segera (hingga dopamin 10-15µg/kgBB/menit), angonist α yang lebih murni seperti
7
norepinephrine (titrasi hingga dosis maksimum 20 µg/kgBB/menit) dan phenilephrine (titrasi
hingga dosis maksimum 180 µg/kgBB/menit) dapat diberikan. Dibeberapa center, vasopresor
diberikan sebelum inotropik. Tekanan darah sistolik ≥ 200 mmHg, atau CPP > 80 mmhg kadang
diperlukan, namun bila tanda iskemik menetap pada tekanan sistolik > 220 mmhg atau CPP >
120 mmhg, dapat dikatakan terapi hipertensi telah gagal. Perlu diketahui bahwa terapi
hipertensi dan hipervolemia tidak meningkatkan resiko hemorrhage pada aneurisma yang
belum ruptur dalam masa akut. Risiko yang signifikan adalah gagal jantung dan infark jantung,
edem pulmonal, komplikasi yang berhubungan dengan pemasangan kateter CVP dan PAC,
dan kemungkinan edema cerebri dan peningkatan tekanan intrakranial. Resiko menjadi lebih
besar pada pasien – pasien tua dan dengan penyakit cardiopulmonal yang telah ada
sebelumnya.
8
Daftar Pustaka
1. Klimo P., Schmidt RH. Computed tomography grading schemes used to predict cerebral
vasospasm after aneurysmal subarachnoid hemorrhage: a historical review. Neurosurg Focus
21 (3):E5, 2006
2. Findlay JM. Cerebral Vasospasm. In : Youmans Neurological Surgery. Sixth edition. Editor:
Winn HR.. Saunders, Philadelphia, 2011. p.3791 - 99.