Anda di halaman 1dari 31

Formulasi sediaan GEL

Latar Belakang

Sediaan gel menjadi sediaan yang cukup disukai karena efek sensasi dingin yang diberikan
setelah pengaplikasiaannya ke kulit. Sediaan gel juga disukai karena tidak lengket,
transparan, dan mudah meresap kedalam kulit.

Preformulasi

Zat aktif

- Klindamisin fosfat
- Benzoil peroksida
- Tretinoin
- Asiklovir 5%

Rumus molekul : C8H11N5O3


BM : 225,2
Rumus bangun :

Pemerian : Serbuk kristal putih


Mekanisme : Timidin Kinase Viral (HSV-1, HSV-2 dan VZV) mengubah
kerja asiklovir ke monofosfat asiklovir, yang kemudian dikonversi
menjadi asiklovir difosfat dengan guanylate kinase seluler, dan
akhirnya menjadi Asiklovir trifosfat oleh phosphoglycerate
kinase, fosfoenolpiruvat carboxykinase, dan piruvat kinase.
Asiklovir trifosfat menghambat secara kompetitif polimerase
DNA virus dan bersaing dengan deoxyguanosine trifosfat
alam, untuk dimasukkan ke dalam DNA virus. Setelah
dimasukkan, trifosfat asiklovir menghambat sintesis DNA
dengan bertindak sebagai terminator rantai
Dosis : Episode klinis pertama: asiklovir 5 x 200 mg/hai selama 7 hari,
atau asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 7 hari.
Infeksi herpes rekuren: asiklovir 5 x 200 mg/hari selama 5 hari
atau asiklovir 3 x 4 mg/ hari selama 5 hari.
Pemakaian topikal : oleskan 5 x perhari tiap 4 jam. Lama
terapi 5 hari dan terapi dapat dilanjutnya hingga 10 hari.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, sangat sukar larut dlam alkohol, mudah
larut dalam DMSO, larut dalam larutan NaOH dan asam
mineral.
Stabilitas : -
Inkompatibilitas : Asiklovir inkompatibel dengan foscarnet
Fungsi : Zat aktif

- Ibuprofen

Struktur kimia

Rumus molekul C13H18O2


Nama lain Ibuprofen
Berat molekul 206,285 g/mol
Pemerian Serbuk hablur; putih hingga hampir putih; berbau khas lemah.
Titik leleh 75-76°C
Titik didih 157°C (4 mmHg)
Pka 4,91

Kelarutan Sangat mudah larut dalam etanol, metanol, aseton dan kloroform;
sukar larut dalam etil asetat; praktis tidak larut dalam air.
Inkompatibilitas Pengoksidasi kuat
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat
FI V
Daftar pustaka

Gelling agent :

- Karbopol 0,5-2% (hope 6th)


Sinonim : Karbomer
BM : Karbomer adalah polimer sintetik dari asam akrilat yang
mempunyai ikatan silang dengan ether allyl sucrose atau
sebuah allil ethers dari pentaerythritol. Karbomer
mengandung asam karboksilat antara 56%- 68% pada
keadaan kering. BM teoritis diperkirakan sekitar 7 x 105
hingga 4 x 109.
Rumus bangun :

Pemerian : Serbuk putih, sedikit berbau khas, asam, higroskopik.


Kelarutan : Mengembang dalam air dan dalam gliserin, dan setelah
netralisasi dalam etaol 95%. Carbopol tidak larut tetapi hanya
mengembang karena merupakan mikrosel tiga-dimensi yang
saling silang.
pH : Tingkat viskositas yang lebih tinggi pada pH 6-11 dan
viskositas akan menurun pada pH di bawah 3 atau di atas 12.
Stabilitas : Carbopol bersifat stabil, higroskopis dan dapat dipanaskan
pada suhu dibawah 104° C selama 2 jam tanpa mempengaruhi
efisiensi pengentalannya.
Inkompatibilitas : Carbopol dapat kehilangan warna oleh adanya resorsinol.
Inkompatibel dengan fenol, polimer kationik, asam kuat, dan
tingkat elektrolit yang tinggi.
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah yang kedap udara, tahan karat,
terlindung dari sinar matahari dan kelembapan.
Fungsi : Gelling agent (0,5-2%)

- Polietilen glikol 5% (hope 6th)

Humektan :

- Propilen glikol 15% (hope 6th)

Struktur kimia

1,2-Dihydroxypropane, 2-hydroxypropanol, methyl ethylene glycol,


Nama lain
methyl glycol
Berat molekul 76, 09
Pemerian cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau; rasa agak manis
higroskopik
Dapat bercampur dengan air, dengan aetanol (95%) P dan dengan
Kelarutan kloroform P; larut dalam 6 bagian eter P; tidak dapat dicampur
dengan eter dan beberapa minyak essensial tetapi tidak dapat
bercampur dengan minyak lemak.
Higroskopis dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,
lindungi dari cahaya, ditempat dingin dan kering. Pada suhu yang
Stabilitas tinggi akan teroksidasi menjadi propionaldehid asam laktat, asam
piruvat& asam asetat. Stabil jika dicampur dengan etanol, gliserin,
atau air.
Inkompatibilitas Reagen pengoksidasi seperti potasium permanganat

Penyimpanan Disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya , sejuk
dan kering.
Daftar pustaka HOPE 6th edition

Co-solvent :

- Etanol 15% (hope 6th)

Struktur kimia

Rumus molekul C2H6O


Nama lain Etil alkohol
Berat molekul 46,07 g/mol
Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna; bau khas dan
Pemerian menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap
walaupun pada suhu rendah mendidih pada suhu 78°C, mudah
terbakar.
Pka 15,9 (25°C)
Titik leleh -114,1°C
Titik didih 78,15°C

Kelarutan Dapat bercampur dengan kloroform, eter, gliserin, dan air.


Praktis tidak bercampur dengan semua pelarut organik.
Stabilitas & Bentuk cairnya dapat disterilisasi menggunakan autoklaf atau
dengan filtrasi. Disimpan dalam wadah tertuutup dan kedap
Penyimpanan
udara di tempat sejuk. Jauh dari api.
Dalam kondisi asam, larutan etanol dapat bereaksi kuat dengan
bahan pengoksidasi. Campurannya dengan alkali dapat
Inkompatibilitas menjadikan warnanya gelap. Garam organik atau akasia dapat
diendapkan dari cairan larutan atau dispersinya. Larutan etanol
inkompatibel dengan wadah aluminum dan dapat bereaksi
dengan beberapa obat.
Fungsi Pelarut
Bahan memiliki fungsi sebagai pelarut zat aktif (Ibuprofen) (60-
Alasan pemilihan
90%) dan kompatibel terhadap bahan lain dalam rancangan
bahan
formula.
HoPE 6th edition
Daftar pustaka
FI V

- Cremophor RH 40 1% (hope 6th)

- Griserin 9% (hope 6th)


Sinonim : Gliserin
Rumus molekul : C3H8O3
BM : 92.09
Rumus bangun :

Pemerian : Cairan bening, tidak berwarna, tidak berbau, kental, rasa


manis, dan bersifat higroskopik.
Kelarutan :

Titik leleh : 17,8° C


Titik didih : 290° C
Tegangan : 63.4mN/m(pada suhu 20° C)
permukaan
Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis. Gliserin murni tidak rentan
terhadap oksidasi oleh atmosfer di bawah kondisi
penyimpanan biasa, tetapi ia terurai pada pemanasan.
Campuran gliserin dengan air, etanol (95%), dan propilena
glikol secara kimiawi stabil.
Inkompatibilitas : Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan oksidator
kuat seperti kromium trioksida, kalium klorat, atau kalium
permanganat. Perubahan warna hitam gliserin terjadi di
hadapan cahaya, atau pada kontak dengan oksida seng atau
bismuth nitrat dasar.
Penyimpanan : Gliserin harus disimpan dalam wadah kedap udara, di
tempat yang sejuk dan kering.
Fungsi : Co-surfaktan, co-solvent

Emulsifying agent :

- Na CMC 3-6%
Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopi
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloida,tidak larut
dalam etanol, eter, dan pelarut organik lain.
OTT : Inkompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan larutan garam
besi dan beberapa logam seperti aluminium, merkuri dan zink juga dengan gom
xanthan
Konsentrasi : 3-6%
Stabilitas : Larutan stabil pada pH 2-10, pengendapan terjadi pada pH dibawah
2. Viscositas larutan berkurang dengan cepat jika pH diatas 10. Menunjukkan
viskositas dan stabilitas maksimum pada pH 7-9. Bisa disterilisasi dalam kondisi
kering pada suhu 160 selama 1 jam, tapi terjadi pengurangan viskositas.
Khasiat/ fungsi : Emulsifying agent, bahan pengental, suspending agent, bahan
penolong tablet, peningkat viskositas
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat

- Trietanolamin (TEA) 2-4% (hope 6th)


Rumus molekul : C6H15NO3
BM : 149,19
Rumus bangun :

Pemerian : Cairan kental berwarna kuning pucat yang memiliki sedikit


bau amoniak
Kelarutan :

Titik leleh : 20° – 21° C


Stabilitas : Perubahan warna dapat terjadi dengan adanya paparan
cahaya dan kontak dengan logam dan ion logam. 85% TEA
cenderung terpisah pada suhu 15°C, homogenitas dapat
diperbaiki dengan pemanasan dan pencampuran sebelum
digunakan.
Inkompatibilitas : TEA akan bereaksi dengan asam mineral membentuk
garam kristal danester. Dengan asam lemak, seperti asam
stearat atau asam oleat, TEA membentuk garam yang larut
dalam air dan sabun anion dengan pH sekitar 8, yang dapat
digunakan sebagai emulsifying agent. Perubahan warna
dan pengendapan dapat terjadi akibat kontak dengan garam
logam berat. Trietanolamina juga akan bereaksi dengan
tembaga untuk membentuk garam kompleks.
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah yang kedap udara, tahan karat,
terlindung dari sinar matahari dan kelembapan.
Fungsi : Alkalizing agent

- Setil alcohol 2,5%

- Tween 80 1-10% (hope 6th) (surfaktan ionic)


Sinonim : Polysorbate 80
Rumus molekul : C64H124O26
BM : 1310
Rumus bangun :

Pemerian : Cairan berminyak berwarna kuning (pada suhu 25° C),


berbau khas dan rasa hangat, agak pahit,
Kelarutan : Larut dalam air dan air, tidak larut dalam minyak mineral
dan nabati.
Titik leleh : 20° – 21° C
Tegangan : 42,5 mN/m (pada suhu 20° C)
permukaan
Nilai HLB : 15
Stabilitas : Polysorbate stabil pada larutan elektrolit baik asam
maupun basa. Ester asam oleat sensitif terhadap oksidasi.
Bersifat higroskopis dan harus diperiksa kandungan airnya
sebelum digunakan.
Inkompatibilitas : Perubahan warna dan/atau pengendapan terjadi dengan
berbagai zat, terutama fenol, tanin, ter, dan bahan mirip
tar. Aktivitas antimikroba pengawet paraben berkurang
dengan adanya polisorbat.
Penyimpanan : Polisorbat harus disimpan dalam wadah tertutup,
terlindung dari cahaya, di tempat sejuk dan kering.
Fungsi : Surfaktan nonionik, emulsifying agent (1-10%)

Antioksidan :

- Butil Hidroksi Toluen (BHT) 0,04% (hope 6th)

Antimikroba :

- Metil paraben 0,002-0,3% (hope 6th)


Rumus Molekul :C8H8O3
BM : 152,15
Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarn atau serbuk hablur, putih, tidak berbau,
atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzena dan dalam karbon tetraklorida,
mudah larut dalam etanol dan dalam eter
BJ : 1.352 g/cm3
Khasiat/ fungsi : Pengawet makanan dan kosmetika.
Penyimpanan : Simpan pada tempat yang tertutup rapat, sejuk, dan kering.
- Na Metabisulfit 0,02% (hope 6th)
Rumus molekul : Na2S2O5
BM : 190,1
Pemerian : Serbuk kristalin putih atau serbuk prismatik tidak
berwarna, memiliki bau sulfur dioksida dan asam,
memiliki rasa asin.
Kelarutan :

Titik leleh : Na metabisulfit meleleh dengan dekomposisi pada suhu


kurang dari 150℃
Stabilitas : Pada paparan udara dan kelembapan, Na metabisulfit
dengan lambat teroksidasi menjadi Na sulfat. Dalam air,
larutan Na metabisulfit dikonversi dengan segera menjadi
ion natrium (Na+) dan bisulfit (HSO−
3) .

Inkompatibilitas : Na metabisulfit dapat bereaksi dengan obat


simpatomimetik. Na metabisulfit inkompatibel dengan
kloramfenikol membentuk reaksi yang lebih kompleks dan
juga Na metabisulfit dapat menginaktivasi cisplatin dalam
larutan.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya dan di
tempat yang kering dan sejuk
Fungsi : Antimikrobial preservatif dan antioksidan

Pelarut :

- Aquadest qs
Rumus molekul : H2O
BM : 18,02
Pemerian : Cairan bening, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa
Kelarutan : Larut dalam kebanyakan pelarut polar
Titik leleh : 0° C
Titik didih : 100° C
Stabilitas : Air secara kimiawi stabil di semua kondisi fisik (es,
cair, dan uap).
Inkompatibilitas : Dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan obat-
obatan dan eksipien lainnya yang rentan terhadap
hidrolisis (penguraian dengan air atau kelembapan) pada
suhu kamar dan suhu tinggi. Air juga bereaksi dengan
garam anhidrat untuk membentuk hidrat dari berbagai
komposisi, dan dengan bahan organik tertentu dan
kalsium karbida.
Penyimpanan : Air harus disimpan dalam wadah yang tertutup, di
tempat yang sejuk dan kering.
Fungsi : Pelarut

- Deionized water qs

Buffer :

- NAOH qs

Formulasi

No. Nama bahan Konsentrasi Bahan Fungsi


1. BenzoilPeroksida 5% Zat aktif
2. KlindamisinFosfat 1,2 % Zat aktif
3. Tretinoin 0,025 % Zat aktif
4. Carbopol 0,5 % Gelling agent
5. Polietilen Glikol (PEG) 5% Gelling agent
6. Etanol 15 % Co-solvent
7. Cremophor RH 40 1% Co-solvent
8. Deionized water 1,5 % Co-solvent
9. Trietanolamin (TEA) 2% Emulsifying agent
10. Isopropil miristat 4% Penetrant agent
11. Propilen Glikol 15 % Humektan
12. Butil Hidroksitoluen 0,04 % Antioksidan
13. Metilparaben (Nipagin) 0,15 % Antimikroba
14. Natrium Hidroksida (NaOH) q.s Buffer
15. Deionized water Ad 100% Pelarut

Evaluasi

Parameter Uji dan Syarat


a. Pengamatan Stabilitas Sediaan
Pengamatan stabilitas sediaan dilakukan melalui pengamatan organoleptis secara
visual. Masing-masing formula dilakukan pengamatan secara visual terhadap warna,
bau, bentuk, dan pemisahan fase selama 12 minggu dengan pengamatan setiap 1
minggu sekali. Pengamatan ini dilakukan pada nanoemulsi gel yang disimpan pada
suhu kamar (Tirmiara, Nita, 2018).
b. Pemeriksaan Homogenitas
Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan
lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat
adanya butiran kasar ( Ditjen POM, 1979).
c. Penentuan pH Sediaan
Penentuan pH sediaan nanoemulsi gel dilakukan dengan menggunakan pH meter.
Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar pH netral (pH
7,01) dan larutan dapar pH asam pH (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH
terebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu ditimbang 1 gram sediaan
dan dilarutkan dalam 99 ml air suling. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan
tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang
ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2002).
d. Pengukuran Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan dengan cara sediaan dimasukkan ke dalam beaker
glass 100 ml dan dipilih nomor spindle yang sesuai. Pengukuran ini dilakukan dengan
tiga kali pengulangan dengan menggunakan viskometer Brookfield DV-E. Penentuan
viskositas sediaan dilakukan pada suhu kamar pada minggu ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12
(Tirmiara, Nita, 2018).
e. Uji Sentrifugasi
Uji sentrifugasi dilakukan pada awal setelah sediaan dibuat dengan pengukuran
sebanyak 1 kali. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi kemudian
dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3750 rpm selama 5 jam (Lachman, 1994).
f. Pengukuran Tegangan Permukaan
Pengukuran tegangan permukaan sediaan dilakukan pada awal setelah sediaan dibuat
dengan pengukuran sebanyak 1 kali. Tegangan permukaan diukur menggunakan
Tensiometer Du Nouy pada suhu kamar. Sampel diisi ke dalam cawan gelas kira-kira
50% nya. Kalibrasikan alat Tensiometer menggunakan akuades. Jika Tensiometer
sudah siap, bersihkan cincin Du Nouy dengan cara memanaskan cincin tersebut pada
nyala api bunsen selama 10 –15 detik. Gantung cincin tersebut pada pengait kemudian
set posisi jarum pada nol. Turunkan cincin Du Nouy ke dalam sampel hingga
kedalaman 2-3 mm dari permukaan cairan. Selanjutnya angkat pelan-pelan hingga
lepas dari cairan sampel. Angka yang ditunjukkan saat cincin lepas dicatat sebagai
nilai tegangan permukaan sampel tersebut (Sudarmaji, 2012).
g. Penentuan Ukuran Partikel Nanoemulsi Gel
Penentuan partikel dari masing masing formula nanoemulsi gel dilakukan sebanyak 3
kali, yaitu pada awal setelah pembuatan sediaan, minggu ke-6 dan pada minggu ke-
12. Prosedur penentuan ukuran partikel pada nanoemulsi gel dengan cara
mengencerkan sediaan nanoemulsi gel terlebih dahulu dengan akuades sebanyak 1 ml
ke dalam 5 gram sediaan nanoemulsi gel. Kemudian diambil sebanyak 1 ml sediaan
untuk diuji ukuran partikelnya dalam suhu ruang (Tirmiara, Nita, 2018).
h. Evaluasi Cemaran Mikroba
Evaluasi cemaran mikroba dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat koloni
mikroorganisme dalam sediaan. Uji cemaran mikroba dilakukan dengan
menggunakan metode ALT. Secara aseptis diambil sebanyak 10 ml sampel ke dalam
labu ukur 100 ml, lalu ditambahkan 90 ml BPW dan dihomogenkan hingga diperoleh
pengenceran 10- 1. Sebanyak 5 buah labu ukur 10 ml disiapkan, masingmasing telah
diisi dengan 9 ml pengencer Buffered Pepton Water (BPW). Sebanyak 1 ml
pengenceran 10-1 dari hasil homogenisasi pada penyiapan sampel diambil dan
dimasukkan ke dalam tabung pertama yang telah diisi 9 ml BPW hingga diperoleh
pengenceran 10-2 (homogenisasi dengan vortex). Selanjutnya dibuat pengenceran
hingga 10-5 .
 Uji Angka Lempeng Total (ALT)
Dari tiap pengenceran dipipet 1 ml suspensi ke dalam cawan petri steril secara
duplo. Dalam setiap cawan petri dituangkan sebanyak 15 ml media PCA. Cawan
petri digoyang dengan hati-hati agar sampel tersebar merata. Dilakukan pula uji
kontrol untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer. Uji sterilitas media
dilakukan dengan cara menuangkan media PCA dalam cawan petri dan biarkan
memadat. Uji sterilitas pengencer dilakukan dengan cara menuangkan media PCA
dan 1 ml pengencer BPW lalu dibiarkan memadat. Seluruh cawan petri diinkubasi
terbalik pada suhu 350C selama 24 - 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh diamati
dan dihitung. Perhitungan Angka Lempeng total dalam 1 ml contoh dengan
mengkalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran yang
digunakan. (natsir, djide : 2015).
Formulasi Sediaan Salep Mata Steril

Latar Belakang

Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk
mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak
sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan; kecuali dinyatakan lain dalam monografi
atau formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik. Salep mata memberikan keuntungan
dimana waktu kontaknya lebih lama dan bioavaibilitasnya dan letal obat lebih besar meski
dengan onset yang lebih lambat dan waktu untuk mencapai absorbsi lebih lama (RSP 18th :
1585).

Preformulasi

Zat aktif

- Kloramfenikol 1%

No Parameter Data
1 Nama Kimia Kloramfenikol; Chloramphenicol

C H CN O
2 Rumus kimia 11 12 l 2 5

3 BM 323,13
4 Pemerian Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng
memanjang, putih sampai putih kelabu atau putih
kekuningan, tidak berbau, rasa sangat pahit
5 Kelarutan Kloramfenikol larut dalam lebih kurang 400
bagian air; dalam 2,5 bagian etanol (95%); dan
dalam 7 bagian propilenglikol; sukar larut dalam
kloroform dan dalam eter
6 pH 4,5 - 7,5

7 Inkompatilitas Tidak kompatibel dengan Aminophyline,


Ampicillin, Ascorbic acid, Calcium chloride,
Carbenicillin sodium, Chlorpromazine HCl,
Erythromycin salts, Gentamicin sulfat,
Hydrocortisone sodium succinate, Hydroxyzine
HCl, Methicilin sodium, Methylprednisolone
Basis salep
- Cetyl Alkohol (Emmolient 2-5%, Emulsifying agent 2-5 %, Stiffening agent 2-10%,
water absorption 5 %) sebagai peningkat viskositas (agar sediaan salep dapat kontak
dengan mata lebih lama sehingga biovailabilitas obat lebih bagus)

No. Parameter Data

1 Rumus molekul C16H34O


2 BM 242,44

3 Pemerian Bahan dari lilin, serpih putih, granul, kotak,


sedikit bau dan rasa sedikit lunak

4 Kelarutan Mudah larut dalam etanol( 95%) dan eter,


dapatmeningkatkan kelarutandengan
peningkatan suhu, praktis tidak larut dalam air

o
5 Titik Lebur 45-52 C

7 Kegunaan Coating agent, emulsifying agent, stiffening


agent

8 Konsentrasi Emmolient 2-5%, Emulsifying agent 2-5 %,


pengugunaan Stiffening agent 2-10%, water absorption 5 %

- Adeps lanae 6% (lanolin anhidrat)

No Parameter Data

1 Pengertian Lanolin atau lemak bulu domba adalah zat


serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari
bulu domba Ovis aries Linné (Famili
Bovidae
), yang dibersihkan, dihilangkan
dan baunya. Mengandung air tidak
war
na
lebih dari 0,25% dan mengandung 0,02%
antioksidan yang sesuai

36-
o
2 Titik Lebur 42 C

3 Stabilitas Lanolin dapat mengalami proses autooksidasi,


sehingga didalamnya ditambahkan antioksidan
yait
u butilated hidroksitoluena. Ekspose
pemanasan yang lama dapat menyebabkan
warna lanolin menjadi gelap dan menimbulkan
bau yang
tengik

Lan
4 Pemerian olin merupakan zat serupa lemak,

liat,lengket, kuning muda atau kuning pucat,


agak tembus cahaya, bau lemah dan khas

5 Kelarutan Lanolin mudah larut dalam kloroform, eter,


dan dalam petroleum; Sukar larut dalam etanol
(95%), lebih larut dalam etanol mendidih
(95%) (FI III); Praktis tidak larut dalam air

6 Cara sterilisasi Lanolin dapat disterilisasi dengan sterilisasi


o
panas kering pada suhu 150 C. Pada sediaan

salep mata yang mengandung lanolin, dapat


menggunakan sterilisasi filtrasi atau dengan
radiasi sinar gamma
6 Kegunaan Lanolin digunakan pada formulasi sediaan
topikal dan kosmetik. Lanolin digunakan
sebagai agen pembawa yang hidrofobik dan
pada sediaan krim air dalam minyak dan salep.
Ketika dicampurkan dengan minyak yang
berasal dari tumbuhan atau dengan parafin,
campuran tersebut dapat menghasilkan krim
emolien yang dapat berpenetrasi dengan baik
dikulit dan meningkatkan kemampuan absorpsi
dari obat. Lanolin dicampur dengan sekitar air
sebanyak dua kali dari beratnya, hal tersebut
tidak membuat terjadi pemisahan antar dua
fase, dan untuk menghasilkan emulsi yang
stabil yang tidak menjadi tengik saat disimpan

d
a
8 Wadah Disimpan
n pada tempat yang tertutup rapat,
penyimpanan terlindung dari cahaya, dan pada temperature
o
15–30 C, dan lama penyimpanan selama 2

tahun

- Vaselin Flavum qs (kemampuan basis dalam menjaga kestabilan zat aktif)

No Parameter Data

1 Rumus molekul CnH2n+2

o
2 Titik Leleh 38-60 C.

3 Bobot Jenis 0,815 dan 0,88


4 Pemerian Vaselin flavum merupakan massa lunak,
lengket, bening, kuning muda sampai kuning,
sifat ini tetap setelah zat dileburkan dan
dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk,
berflourosensi lemah, juga jika dicairkan tidak
berbau, dan hampir tidak berasa

5 Kelarutan Vaselin flavum tidak larut dalam air, mudah


larut dalam benzena, dalam karbon disulfide,
dalam kloroform dan dalam minyak terpenting,
larut dalam eter, dalam heksana, dan umumnya
dalam minyak lemak dan minyak atsiri, praktis

tidak larut dalam etanol dingin dan etanol panas


dan dalam etanol mutlak dingin

6 Kegunaan Vaselin digunakan sebagai basis salep dan


emolien. Vaselin kebanyakan digunakan pada
sediaan topikal sebagai emolien – basis salep,
vaselin sedikit diabsorbsi melalui kulit

7 Wadah dan Vaselin flavum harus disimpan pada tempat

penyimpanan yang tertutup baik dan terlindung dari cahaya

- Paraffin liquid 3-60% (untuk memperbaiki konsistensi basis sehingga lebih lunak dan
memudahkan penggunaan)

No Parameter Data

1 Rumus molekul CnH2n+2


o
2 Titik Leleh 96-105 C

3 Pemerian Hablur tembus cahaya atau agak buram; tidak


berwarna atau putih; tidak berbau; tidak
berasa; agak berminyak
4 Kelarutan Parafin larut dalam kloroform, eter, minyak
menguap, dan hampir semua jenis minyak
lemak hangat; sukar larut dalam etanol: praktis
tidak larut dalam aseton, etanol (95%) dan air.
Parafin dan dicampurkan pada kebanyakan
lilin jika dilelehkan atau didinginkan

6 Kegunaan Parafin banyak digunakan pada sediaan


farmasi sebagai komponen krim dan salep.
Pada salep, dapat digunakan untuk
meningkatkan titik leleh dari formulasi atau
untuk menambahkan kekentalan pada sediaan.
Parafin lebih sering digunakan pada sediaan
farmasi karena sifat fisika dapat terkontrol
secara spesifik seperti kekerasan, kemampuan
kempa, dan titik lelehnya

7 Stabilitas Parafin merupakan zat yang stabil, kecuali


dengan pemanasan dan pembekuan yang
berulang dapat mengubah komponen fisiknya

8 Wadah dan Parafin harus disimpan pada tempat yang


penyimpanan tertutup rapat, dengan temperature tidak
o
kurang dari 40 C

Berdasarkan literatur fornas, untuk pembuatan salep mata basis yang digunakan yaitu
“Oculentum Simplex” yang terdiri dari Parafin liquidium, Vaselin Flavum, Adeps Lanae dan
Cetyl Alkohol.

Pengawet

- Klorobutanol 0,5% (hope 6th)

No Parameter Data
1 Nama Resmi Cholorobutanol

2 Sinonim Aseton Chloroform, Chlorbutanol

3 Rumus Molekul C4H7Cl3O

4 BM 177,46

5 Pemerian Menguap, sedikit berwarna atau kristal putih


yang rapuh dan berbau kamper

6 Kelarutan Mudah larut dalam chloroform, eter, metanol,


minyak atsiri

7 Stabilitas Mudah menguap, Dalam larutan berair


degradasinya di katalis oleh ion hidroksida.
Stabil pada pH 3 tetapi berkurang ke
stabilannya dengan peningkatan pH. Pada suhu
ruang larutan klorobutanol 0,5% hampir jenuh
dan akan mengkristal jika temperaturnya di
kurangi.

8 Titik didih 167oC

9 Titik leleh 95-97oC

10 Inkmpatibilitas Inkompatible dengan vial pelastik, penutup


karet, bentonit, magnesium trisilikat, polietilen
dan polihidroksi etil metakrilat

11 Wadah dan Serbuk material disimpan pada wadah tertutup


penyimpanan pada suhu

8-15oC.

Formulasi

No. Bahan Jumlah % Fungsi


1. Kloramfenikol 1 Zat Aktif
2. Cetyl Alkohol 2,5 Basis Salep / Peningkat viskositas
3. Adeps lanae 6 Basis Salep
4. Paraffin liquid 40 Basis Salep
5. Klorobutanol 0,5 Pengawet
6. Vaselin kuning Ad 100 Basis Salep

Evaluasi

Evaluasi salep biasa dilakukan dengan beberapa pengujian sebagai berikut:


1. Daya Menyerap Air
Daya menyerap air diukur sebagai bilangan air, yang digunakan untuk mengkarakterisasikan
basis absorpsi. Bilangan air dirumuskan sebagai jumlah air maksimal (g), yang mampu diikat
oleh 100 g basis bebas air pada suhu tertentu (umumnya 15-20o C) secara terus-menerus atau
dalam jangka waktu terbatas (umumnya 24 jam), dimana air tersebut digabungkan secara
manual. Kedua bilangan ukur tersebut dapat dihitung satu ke dalam yang lain melalui
persamaan :
2. Kandungan Air
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air dalam salap.
Penentuan kehilangan akibat pengeringan. Sebagai kandungan air digunakan ukuran
kehilangan massa maksimum (%) yang dihitung pada saat pengeringan disuhu tertentu
(umumnya 100-110oC).
Cara penyulingan. Prinsip metode ini terletak pada penyulingan menggunakan bahan
pelarut menguap yang tidak dapat bercampur dengan air. Dalam hal ini digunakan trikloretan,
toluen, atau silen yang disuling sebagai campuran azeotrop dengan air.
Cara titrasi menurut Karl Fischer. Penentuannya berdasarkan atas perubahan Belerang
Oksida dan Iod serta air dengan adanya piridin dan metanol menurut persamaan reaksi
berikut:
I2 + SO2 + CH3OH + H2O -> 2 HI + CH3HSO4
Adanya pirin akan menangkap asam yang terbentuk dan memungkinkan terjadinya reaksi
secara kuantitatif.Untuk menghitung kandungan air digunakan formula berikut :
% Air = f . 100 (a-b) P

f = harga aktif dari larutan standar (mg air/ml),


a = larutan standar yang dibutuhkan (ml),
b = larutan standar yang diperlukan dalam penelitian blanko (ml),
P = penimbangan zat (mg)
3. Konsistensi
Konsistensi merupakan suatu cara menentukan sifat berulang, seperti sifat lunak dari setiap
sejenis salap atau mentega, melalui sebuah angka ukur. Untuk memperoleh konsistensi dapat
digunakan metode sebagai berikut:
· Metode penetrometer.
· Penentuan batas mengalir praktis
4. Penyebaran
Penyebaran salap diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada kulit. Penentuannya
dilakukan dengan menggunakan entensometer.
5. Termoresistensi
Dihasilkan melalui tes berayun. Dipergunakan untuk mempertimbangkan daya simpan salep
di daerah dengan perubahan iklim (tropen) terjadi secara nyata dan terus-menerus.
6. Ukuran Partikel
Untuk melakukan penelitian orientasi, digunakan grindometer yang banyak dipakai dalam
industri bahan pewarna.
Metode tersebut hanya menghasilkan harga pendekatan, yang tidak sesuai dengan harga yang
diperoleh dari cara mikroskopik, akan tetapi setelah dilakukan peneraan yang tepat, metode
tersebut daat menjadi metode rutin yang baik dan cepat pelaksanaannya.

H. Evaluasi Salep dalam Proses IPC


Salep Steril
1. Organoleptik (Goeswin Agoes, Teknologi Farmasi Liquida & Semisolida, hal 127)
Tujuan: Memeriksa kesesuaian warna, tekstur dan bau salep di mana sedapat
mungkin mendekati dengan spesifikasi sediaan yang telah ditentukan selama
formulasi.
Prinsip: pemeriksaan warna dan bau salep menggunakan panca indera.
Penafsiran hasil: warna, dan penampilan memenuhi spesifikasi formulasi yaitu …….
(SESUAIKAN DENGAN Spec. Sediaan yang dibuat)

2. Penetapan pH (FI IV hal 1039-1040)


Alat : pH meter
Tujuan : mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
Prinsip : pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yaitu ......
(Sesuaikan)

3. Uji Homogenitas (Teknologi Farmasi Likuida dan Semisolida, hal 127)


Tujuan : Menjamin ke-homogenitas-an sediaan suspensi
Prinsip : Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun
distribusi ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat
menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih akurat atau jika sulit dilakukan atau
membutuhkan waktu yg lama, homogenitas dapat ditentukan secara visual.
Penafsiran Hasil : suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah atau
distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada berbagai tempat pengambilan
sampel.

4. Konsistensi (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18 )


Tujuan : Menjamin kemudahan penggunaan/pengolesan sediaan
Prinsip : Sediaan semisolid termasuk sistem non-newton, jadi viskositasnya diukur
dengan viskometer Brookfield Helipath stand. Pengukuran konsistensi salep
dilakukan pada suhu kamar dengan menggunakan viskometer Brookfield Helipath
stand yang memakai spindel dan pada kecepatan (RPM) tertentu.
Penafsiran Hasil : Viskositas yang diperoleh adalah ………(sesuai hasil)

5. Distribusi ukuran partikel (Disperse System vol II 1989,hal. 670-672)


Tujuan : menentukan distribusi ukuran partikel
Prinsip: Menghitung frekuensi ukuran partikel dengan menggunakan mikroskop dan
membuat plot antara frekuensi ukuran terhadap range ukuran partikel
Penafsiran hasil : Distribusi ukuran yang baik adalah yang menghasilkan kurva
distribusi normal
Evaluasi Akhir - Sediaan SALEP/SALEP STERIL Evaluasi Fisik

1. Organoleptik (Goeswin Agoes, Teknologi Farmasi Liquida & Semisolida, hal 127)
Tujuan: Memeriksa kesesuaian warna, dan penampilan salep di mana sedapat
mungkin mendekati dengan spesifikasi sediaan yang telah ditentukan selama
formulasi.
Prinsip: pemeriksaan warna dan penampilan menggunakan panca indera.
Penafsiran hasil: warna, dan penampilan memenuhi spesifikasi formulasi yaitu …….
(SESUAIKAN DENGAN Spec. Sediaan yang dibuat)

2. Isi minimum (FI IV <861> hal 997)


Tujuan: Menentukan kesesuaian isi minimum salep dalam wadah dengan bobot yang
tertera dalam penandaan dan volume kelebihan yang dipersyaratkan dalam Farmakope
Indonesia IV
Prinsip: Pengukuran isi sediaan salep dalam wadah dilakukan dengan menghitung
selisih bobot salep dalam wadah dengan bobot wadah yang telah dikeluarkan isinya.
Hasil : perbedaan penimbangan adalah bobot bersih wadah
Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera di etiket
dan tidak satu wadah pun yang bobot bersih isinya kurang dari: (pilih salah satu,
sesuaikan dgn sediaan)
# 90% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket 60 g atau kurang)
# 95% dari bobot tertera di etiket (jika bobot di etiket lebih dari 60 gram&kurang dari
150 gram) Jika syarat tidak dipenuhi maka ditambahkan 20 wadah lagi.
Bobot bersih rata-rata isi dari 30 wadah tidak kurang dari yang tertera pada etiket dan
hanya 1 wadah yang bobot bersih isinya tidak memenuhhi syarat di atas.

3. Uji Kebocoran , u/ semua yang pake tube (FI IV <1241> hal 1086)
Tujuan : memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta
kestabilan sediaan.
Prinsip : 10 tube sediaan dibersihkan dan dikeringkan baik-baik bagian luarnya
dengan kain penyerap. lalu tube diletakkan secara horizontal di atas kain penyerap
di dalam oven dengan suhu diatur pada 60o ± 3o selama 8 jam.
Hasil : tidak boleh terjadi kebocoran yang berarti selama atau setelah pengujian
selesai. Abaikan bekas krim yang diperkirakan berasal dari bagian luar dimana
terdapat lipatan dari tube atau dari bagian ulir tutup tube. Jika terdapat kebocoran
pada 1 tube tetapi tidak lebih dari 1 tube, ulangi pengujian dengan 20 tube tambahan.
Uji memenuhi syarat jika: tidak ada satu pun kebocoran diamati dari 10 tube uji
pertama, atau kebocoran yang diamati tidak lebih dari 1 dari 30 tube yang diuji.

4. Penentuan partikel logam dalam SALEP MATA (FI IV <1061>, hal 1039)
Tujuan: Membatasi jumlah&ukuran partikel logam yang diperbolehkan dalam
sediaan salep mata. Prinsip: Partikel logam dalam salep mata ditentukan dengan
penghitungan jumlah partikel berukuran 50μm atau lebih menggunakan alat bantu
mikroskop.
Syarat / penafsiran hasil:
Memenuhi syarat jika jumlah partikel dari 10 tube tidak lebih dari 50 partikel dan jika
tidak lebih dari 1 tube mengandung 8 partikel.
Jika persyaratan tidak terpenuhi, dilakukan penambahan uji sebanyak 20 tube,
persyaratan dipenuhi jika jumlah partikel logam yang berukuran 50μm atau lebih
besar pada tiap dimensi dari 30 tube tidak lebih dari 150 partikel dan jika tidak lebih
dari 3 tube masing-masing mengandung 8 partikel.

5. Uji Homogenitas (Teknologi Farmasi Likuida dan Semisolida, hal 127)


Tujuan : Menjamin ke-homogenitas-an sediaan suspensi
Prinsip : Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun
distribusi ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat
menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih akurat atau jika sulit dilakukan atau
membutuhkan waktu yg lama, homogenitas dapat ditentukan secara visual.
Penafsiran Hasil : suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah atau
distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada berbagai tempat pengambilan
sampel.

6. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan (Tugas akhir Ivantina tentang pelepasan
Diklofenak dari sediaan salep)
Tujuan : Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan
Prinsip : Mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan gel dengan cara
mengukur konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu – waktu tertentu.
Penafsiran hasil :bahan aktif dinyatakan mudah terlepas dari sediaan apabila waktu
tunggu ( waktu pertama kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin
kecil. Dan ini tergantung dari pembawa, penambahan komponen lain dan jenis cairan
penerima.

7. Uji difusi bahan aktif dari sediaan salep/gel (Tugas akhir Sriningsih, kecepatan
difusi kloramfenikol dari sediaan salep)
Tujuan : Mengetahui laju difusi bahan aktif
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari sediaan salep/gel menggunakan suatu sel
difusi dengan cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada
selang waktu tertentu.

Evaluasi Kimia
Prosedur evaluasi kimia harus mengacu terlebih dahulu pada data monografi sediaan
(dibuku FI IV atau buku resmi lainnya)
1. Identifikasi
Metode utama, prinsip, prosedur …. Mengacu pada Bab V.8 (di jurnal)
2. Penetapan kadar
Metode utama, prinsip, prosedur … Mengacu pada Bab V.8 (di jurnal)

Evaluasi biologi
1. Uji Sterilitas (untuk Salep Steril)(FI IV, 855-863)
Tujuan : menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi syarat berkenaan
dengan uji sterilitas seperti tertera pada masing-masing monografi.
Prinsip : Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan
mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi
dalam medium Tioglikonat cair dan Soybean Casein Digest prosedur uji dapat
menggunakan teknik inokulasi langsung ke dalam media pada 30-35oC selama tidak
kurang dari 7 hari.
Hasil : Tahap Pertama: Memenuhi syarat uji jika pada interval waktu tertentu dan
pada akhir periode inkubasi, diamati tidak terdapat kekeruhan atau pertumbuhan
mikroba pada permukaan, kecuali teknik pengujian dinyatakan tidak absah. Jika
ternyata uji tidak absah, maka dilakukan pengujian Tahap Kedua.
Tahap Kedua: Memenuhi syarat uji jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba pada
pengujian terhadap minimal 2 kali jumlah sampel uji tahap
2. Uji efektivitas pengawet antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan
pengawet) (FI IV <61>, hal 854-855)
Tujuan: Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada
sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti
produk parenteral yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.
Prinsip: Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan yang
mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter
efektifitas pengawet dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dgn cara
menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida Albicans, Aspergillus Niger,
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari inokula
pada suhu 20-250C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari
jumlah awal.
b. Jumlah kapang & khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dr
jmlh awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau
kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.

3. Penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi (untuk zat aktifnya antibiotik) (FI
IV <131>, hal 891- 899)
Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses
pembuatan laruta dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip : Pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam
sediaan yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan
mikroba berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.
Penafsiran hasil :
Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus transformasi
log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dan uji linieritas (FI IV,hal 898).
Harga KHM yang makin rendah, makin kuat potensinya. Pada Umumnya antibiotik
yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang
besar
4. Kandungan zat antimikroba (khusus untuk formula yang menggunakan pengawet)
(FI IV<441> hal 939- 942)
Khusus Pengawet : Metode I Kromatografi gas (Benzil alkohol, Klorbutanol,
Fenol, Nipagin-Nipasol) Metode II Polarigrafi (Fenil Raksa (II) Nitrat, Timerosal)
Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan
untuk zat-zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang
tertera memang ada, tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
Prinsip: Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas atau
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
Persyaratan : Produk harus mengandung sejumlah zat antimikroba seperti yang tertera
pada etiket ± 20%.
Penafsiran Hasil : kandungan zat antimikroba dinyatakan dalam satuan b/v atau v/v
Prinsip : Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan
mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi
dalam medium Tioglikonat cair dan Soybean Casein Digest prosedur uji dapat
menggunakan teknik inokulasi langsung ke dalam media pada 30-35oC selama tidak
kurang dari 7 hari.
Hasil : Tahap Pertama: Memenuhi syarat uji jika pada interval waktu tertentu dan
pada akhir periode inkubasi, diamati tidak terdapat kekeruhan atau pertumbuhan
mikroba pada permukaan, kecuali teknik pengujian dinyatakan tidak absah. Jika
ternyata uji tidak absah, maka dilakukan pengujian Tahap Kedua.
Tahap Kedua: Memenuhi syarat uji jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba pada
pengujian terhadap minimal 2 kali jumlah sampel uji tahap

Evaluasi Salep Mata Kloramfenikol

1. Evaluasi Formulasi Salep Mata Kloramfenikol


Umumnya, sediaan semi solid memiliki struktur formulasi kompleks. Biasanya terdiri
dari 2 fase (minyak dan air), salah satu menjadi fase eksternal dan yang lainnya fase
internal. Zat aktif biasanya terlarut dalam satu fase, walaupun adakalanya zat aktif
tersebut tidak secara sempurna terlarut di sistem dan terdispersidi satu atau kedua fase,
kemudian membentuk sistem tiga fase. Sehingga titik kritis pada formulasi salep adalah
pemisahan satu fase dari fase lainnya dan ketika zat aktif ditambahkan untuk
membuktikan bahwa campuran tersebut secara visual merupakan suatu satu fase yang
homogen maka dilakukan pengujian dengan menggunakan mikroskop optik (Niazi,
Sarfaraz K, 2004).
a. Pengujian makroskopik
Stabilitas fisik salep dapet diuji dengan derajat creaming atau koalesen yang terj
dengan menghitung rasio volume krim atau bagian yang terpisah dari emulsi dan
volume total (Aulton, Michael E, 2002).
b. Analisa ukuran globul
Jika ukuran globul meningkat dengan lamanya waktu (sebanding dengan penurunan
jumlah globul), ini dapat diasumsikan bahwa koalesen merupkan penyebabnya. Oleh
karena itu dapat membandingkan laju koalesens pada berbagai formulasi dengan
menggunakan metode ini.pengujian mikroskop atau electronic particle counting
devices, seperti Coulter counter, atau laser diffraction sizing telah secara luas
digunakan (Aulton, Michael E, 2002).
2. Evaluasi Sediaan Salep Mata Kloramfenikol
a. Keseragaman bobot
Pilih 10 sampel wadah berisi zat uji. Kemudian lepaskan label yang terdapat
pada wadah sampel tersebut yang dapat mempengaruhi bobot pada waktu isi wadah
dikeluarkan. Bersihkan dan keringkan permukaan luar dari wadah dan timbang
masing-masing. Keluarkan isi salep secara kuantitatif dari masing-masing wadahnya.
Jika perlu, potong wadah dan bersihkan setiap wadah kosong tersebut dengan pelarut
yang sesuai. Keringkan dan timbang kembali masing-masing wadah kosong beserta
bagian-bagiannya. Perbedaan antara kedua hasil penimbangan tersebut adalah bobot
bersih isi wadah. Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot
yang tertera pada etiket, dan tidak satu wadah pun yang bobot bersih isinya kurang
dari 90% dari bobot yang tertera pada etiket untuk bobot 60 g atau kurang. Jika
persyaratan ini tidak dipenuhi, tetapkan bobot bersih isi 20 wadah tambahan. Bobot
bersih ratarata isi dari 30 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera pada etiket, dan
hanya satu wadah yang bobot bersih isinya kurang dari 90% dari bobot yang tertera
pada etiket untuk bobot 60 g atau kurang (Gupta,Vishal, G. Viswanatha Reddy,
2015).
b. Ukuran partikel
Sejumlah kecil Salep mata di oleskan di gelas objek dibuat menjadi lapisan
tipis. Uji dibawah mikroskop pada daerah sesuai untuk 10 µg fase padat. Uji
setidaknya 50 area perwakilan. Tidak lebih dari 20 partikel memiliki dimensi
maksimum lebih besar dari 25 µm, dan tidak lebih dari 10 partikel memiliki dimensi
maksimum lebih dari 50 µm dan tidak ada yang memiliki dimensi maksimum lebih
dari 100 µm (Gupta, Vishal, G. Viswanatha Reddy, 2015).
c. Uji Sterilitas
Tes harus dilakukan di bawah kondisi aseptik yang dirancang untuk
menghindari terjadinya kontaminasi produk selama pengujian. Untuk mencapai
kondisi ini maka direkomendasikan untuk menggunakan kelas A laminar air flow
cabinet atau isolator. Lingkungan pengujian harus disesuaikan dengan cara pengujian
yang digunakan. Kondisi kerja di mana tes dilakukan harus dipantau secara teratur
dengan mengambil sampling udara dan permukaan area kerja dan dengan melakukan
tes kontrol (Gupta, Vishal, G. Viswanatha Reddy, 2015).
Prosedur Pengujian sterilitas yaitu larutkan tidak kurang dari 100 mg dari tiap
isi wadah, tidak kurang dari 20 wadah (40 wadah jika masingmasing mengandung
volume tidak mencukupi untuk kedua media) dalam tidak kurang dari 100 ml
isopropil miristat dengan pH ekstrak air tidak kurang dari 6,5 seperti yang tertera pada
spesifikasi pereaksi dalam pereaksi, indikator dan larutan yang lebih dulu telah
disterilkan dengan penyaringan melalui penyaring membran 0,22 µm. Goyang labu
untuk mendapatkan permukaan bahan yang lebar terhadap pelarut. Basahi membran
dengan lebih kurang 200 µl media pembilas (cairan K) sebelum dilakukan
penyaringan. Saring segera salep yang telah dilarutkan. Secara aseptik pindahkan
campuran ke dalam 1 corong atau 2 corong penyaring dengan bantuan pompa vakum
atau tekanan. Jaga seluruh penyaring membran ditutupi cairan untuk mendapatkan
efesiensi maksimum penyaring (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
Setelah penyaringan spesimen , bilas membran 3 kali, tiap kali dengan 100 ml
media pembilas. secara aseptik pindahkan membran dari alat pemegan,potong
membran menjadi setengah bagian (jika digunakan hanya satu), celupkan membran
atau setengah bagian membran, ke dalam FTM dengan suhu inkubasi 30-35oC selama
minimal 7 hari (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
d. Uji Kebocoran
Pilih 10 tabung salep, yang telah disegel. bersihkan dan keringkan permukaan luar
masing-masing tabung dengan kain. Tempatkan tabung dalam posisi horizontal pada
selembar absorbent blotting paper dalam oven yang memiliki suhu 60 ± 3oC selama 8
jam. Tidak ada kebocoran signifikan terjadi selama atau setelah pengujian (Gupta,
Vishal, G. Viswanatha Reddy, 2015).
e. Penetapan Partikel Logam
Uji berikut dirancang untuk membatasi jumlah dan ukuran partikel logam yang
diperbolehkan dalam salep mata. Keluarkan sesempurna mungkin, isi 10 tube,
masukkan masing masing ke dalam cawan petri terpisah ukuran 60 mm, alas datar,
jernih dan bebas goresan. Tutup cawan, panaskan pada suhu 85oC selama 2 jam, jika
perlu naikkan suhu sedikit lebih tinggi sampai salep meleleh sempurna. Dengan
menjaga kemungkinan terjadinya gangguan terhadap massa yang meleleh, biarkan
masing-masing mencapai suhu kamar dan membeku (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1995). Angkat tutup, balikkan cawan petri sehingga berada
dibawah mikroskop yang sesuai untuk perbesaran 30 kali yang dilengkapi dengan
mikrometer pengukur dan dikalibrasi pada perbesaran yang digunakan. Selain sumber
cahaya biasa arahkan iluminator dari atas salep dengan sudut 45. Amati partikel
logam pada dasar seluruh cawan petri. Variasikan intensitas iluminator dari atas
sehingga memungkinkan partikel logam dapat dikenali dari refleksi karakteristik
cahaya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Hitung jumlah partikel
logam yang berukuran 50 µm atau lebih besar pada setiap dimensi: persyaratan
dipenuhi jika jumlah partikel dari 10 tube tidak lebih dari 50 partikel dan jika tidak
lebih dari 1 tube mengandung 8 partikel. Jika persyaratan tidak dipenuhi, ulangi uji
dengan penambahan 20 tube lagi: persyaratan dipenuhi jika jumlah partikel logam
yang berukuran 50 µm atau lebih besar pada tiap dimensi dari 30 tube tidak lebih dari
150 partikel dan jika tidak lebih dari 3 tube masing masing mengandung 8 partikel
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
f. Uji Sifat Reologi
Viskositas dari sediaan harus dapat dengan mudah dikeluarkan dari wadah dan mudah
untuk diaplikasikan (Usha, Shelke, Ashish mahajan, 2015). Pengujian ini
menggunakan viskosimeter rotasi dimana alat uji ini menggunakan kumparan yang
dicelupkan kedalam zat uji, dan mengukur tahanan gerak dari bagian yang berputar.
Terdapat kumparan yang berbeda untuk rentang kekentalan tertentu dan memiliki
beberapa kecepatan rotasi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
g. Pengukuran pH
Alat pH meter dikalibrasi menggunakan larutan dapar pH 7 dan pH 4. Satu gram
sediaan yang akan diperiksa diencerkan dengan air suling hingga 10 mL. Elektroda
pH meter dicelupkan ke dalam larutan yang diperiksa, jarum pH meter dibiarkan
bergerak sampai menunjukkan posisi tetap, pH yang ditunjukkan jarum pH meter
dicatat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1995).
h. Uji mikroba
Dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua jenis
perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi dan untuk menyatakan
perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesimen mikroba tertentu. Spesimen uji
biasanya terdiri dari Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa dan Salmonella. Pengujian dilakukan dengan menambahkan 1 mL dari
tidak kurang enceran 10-3 biakan mikroba berumur 24 jam kepada enceran pertama
spesimen uji (dalam dapar fosfat 7,2, Media fluid Soybean-Casein Digest atau Media
Fluid Lactose Medium) dan diuji sesuai prosedur (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1995).
i. Uji efektivitas pengawet antimikroba
Pengujian berikut dimaksudkan untuk menunjukkan efektivitas pengawet antimikroba
yang ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan
pembawa berair seperti produk-produk parenteral, telinga, hidung, dan mata, yang
dicantumkan pada etiket produk bersangkutan. Pengujian dan persyaratan hanya
berlaku pada produk di dalam wadah asli belum dibuka yang didistribusikan oleh
produsen (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Pindahkan 20 ml
sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik tertutup, berukuran sesuai
dan steril. Inoklasi masing-masing wadah atau tabung dengan salah satu suspensi
mikroba baku, menggunakan perbandingan 0,1 ml inokula setara dengan 20 ml
sediaan, dan campur. Mikroba uji dengan jumlah yang sesuai harus ditambah
sedemikian rupa hingga jumlah mikroba didalam sediaan uji segera setelah inokulasi
adalah anatara 100.000 dan 1.000.000 per ml. Tetapkan jumlah miktoba viabel
didalam tiapml sediaan yang diuji dengan metode lempeng. Inkubasi wadah atau
tabung yang diinokulasi pada suhu 20oC sampai 25C. Amati wadah atau tabung pada
hari ke 7, ke 14, ke 21 dan ke 28 sesudah inokulasi. Catat tiap perubahan yang terlihat
dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut dengan metode
lempeng. Dengan menggunakan bilangan teoritis mikroba pada awal pengujian,
hitung perubahan kadar dalam persen tiap mikroba selama pengujian (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Penafsiran hasil suatu pengawet dinyatakan
efektif didalam contoh yang diuji, jika (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1995): 1) Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih dari
0,1% dari jumlah awal 2) Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama
adalah tetap atau kurang dari jumlah awal. 3) Jumlah tiap mikroba uji selama hari
tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada
1 dan 2.
j. Penetapan kadar kloramfenikol
Analisis kimia sediaan salep mata kloramfenikol menggunakan metode Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi ( KCKT ). Cara menganalisi kloramfenikol dengan menggunakan
metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi yaitu, sebagai berikut: (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
1) Pembuatan Berbagai Larutan
 Fase gerak
Fase gerak dibuat dengan mencampurkan metanol dan air dengan perbandingan
40 : 60 (v/v)
 Larutan stok kloramfenikol baku
Kloramfenikol ditimbang 50 mg, kemudian dilarutkan dalam Pembuatan larutan
untuk baku kloramfenikol : dari larutan stok 100 µg/mL dipipet 1,0; 1,5; 2,0; 2,5;
dan 3,0 mL masingmasing dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL lalu ditepatkan
volumenya dengan fase gerak sehingga diperoleh konsentrasi 10; 15; 20; 25; dan
30 µg/mL.
2) Penetapan Kadar
Di pipet sejumlah volume tetes mata yang setara dengan 50 mg kloramfenikol,
dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL lalu ditambahkan fase gerak sampai tanda.
Larutan tersebut kemudian dipipet 2 mL, dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL
dan ditambah fase gerak sampai tanda. Setelah disaring melalui membran filter
0,5 mm, larutan diinjeksikan ke KCKT. Pekerjaan ini diulangi tiga kali. Kadar
kloramfenikol dihitung menggunakan kurva baku yang telah dibuat.

Anda mungkin juga menyukai