Anda di halaman 1dari 15

PEMBERIAN CONTRAST BATH DENGAN PENAMBAHAN GARAM SPA

DAN CONTRAST BATH DENGAN PENGGUNAAN AIR PAYAU


TERHADAP PENGURANGAN INTENSITAS NYERI PADA PLANTAR
FASCIITIS
STUDI: PADA GURU SD DI PONTIANAK

Skripsi
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar Sarjana
Fisioterapi

Oleh :

SELVI MAULITHA
J120140006

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
HALAMAN PERSETUJUAN

Naskah Publikasi Ilmiah Dengan Judul Pemberian Contrast Bath Dengan

Penambahan Garam Spa Dan Contrast Bath Dengan Penggunaan Air Payau

Terhadap Pengurangan Intensitas Nyeri Pada Plantar Fasciitis

Studi: Pada Guru Sd Di Pontianak

PUBLIKASI ILMIAH

Diajukan Oleh:

Selvi Maulitha

J120140006

Telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing

Arif Pristianto, S.STFT., M.Fis

i
CONTRAST BATH DENGAN PENAMBAHAN GARAM SPA TIDAK
LEBIH BAIK DARI CONTRAST BATH DENGAN PENGGUNAAN AIR
PAYAU TERHADAP PENGURANGAN INTENSITAS NYERI PADA
PLANTAR FASCIITIS
STUDI: PADA GURU SD DI PONTIANAK

ABSTRAK
Latar Belakang : Pengguna high heels sering mengalami nyeri pada tumit, yang
telah dibuktikan oleh penelitian di American Pediatric Medical Associa dari 49%
wanita pengguna high heels 77% darinya mengalami nyeri pada tumit. Nyeri pada
tumit sering dikaitkan dengan plantar fasciitis yang mana 80% pasien yan
mengeluhkan nyeri tumit dikaitan dengan plantar fasciitis. Plantar fasciitis adalah
suatu peradangan pada plantar fascia yang terjadi akibat adanya penguluran yang
berlebihan sehingga mengakibatkan kerobekan kemudian terjadi iritasi pada
fascia plantaris.
Tujuan Penelitian : Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
pemberian contrast bath terhadap pengurangan intensitas nyeri pada plantar
fasciitis pada guru.
Metode Penelitian : Metode dalam penelitian ini meggunakan quasi eksperimen
dengan pre-test dan post-test dan menggunakan kelompok kontrol (pembanding).
Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling yang memenuhi
kriteria inklusi dan eklusi. Jumlah sampel penelitian sebanyak 20 responden.
Hasil Penelitian : Data yang diperoleh dari uji normalitas ialah berdistribusi
normal karena nila p > 0,05 maka uji statistik untuk uji pengaruh menggunakan
paired-sample t-test dengan hasil uji pengaruh pada kelompok perlakuan nilai p =
0,000 dan kelompok kontrol nilai p= 0,000. Uji statistik untuk uji beda pengaruh
contrast bath dengan garam spa dan contrast bath dengan air payau
menggunakan uji independent sample t-test didapatkan hasil p = 0,075.
Kesimpulan : Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa keduanya
memberikan pengaruh terhadap pengurangan nyeri plantar fasciitis.

Kata Kunci : Plantar Fasciitis, Contrast Bath, Garam Spa, Air Payau, Guru.

ABSTRACT

Background: High heels users often experience heel pain, which has been proven
by research in American Pediatric Medical Associa against 49% of high heels
users 77% of whom suffer from heel pain. Heel pain often develops with plantar
fasciitis in which 80% of patients complain of heel pain due to plantar fasciitis.
Plantar fasciitis is an inflammation of the plantar fascia that starts from excessive
stretching which results in the rupture of the plantar fascia.
Objective: The purpose of this study was to determine the effect of contrast bath
on plant health in plantar fasciitis in teachers.

1
Method: The method in this study used quasi experiment with pre-test and post-
test and using control group (comparison). Sampling using purposive sampling
method that meets inclusion and exclusion criteria. The number of research
samples were 20 respondents.
Result: Data obtained from normality test were normally distributed because p>
0,05 then statistical test for influence test using paired t test with effect test at p =
0.000 and control group p = 0,000. The statistical test for contrast test of contrast
bath effect with salt and shower spa contrast with brackish water using
independent t test result p = 0,075.
Explanation: Based on the data, it can be concluded that there is an effect of
plantar plantar fasciitis.

Keywords: Plantar Fasciitis, Contrast Bath, Bath Salt, Brackish Water, Teachers.

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wanita yang menggunakan high heels akan mengalami nyeri pada
tumit, yang telah dibuktikan oleh penelitian di American Pediatric Medical
Associa mencatat 49% wanita menggunakan sepatu hak tinggi, dan 77%
mengalami masalah nyeri pada tumit (Younus et al., 2014). Salah satu
pekerjaan wanita adalah sebagai guru (tenaga pendidik). Berdasarkan
pengamatan yang peneliti lakukan guru dalam menjalankan profesinya
menggunakan high heels lebih dari lima jam yang mana pada dasarnya
banyak guru yang mengeluhkan nyeri pada tumit oleh dari pemakaian high
heels.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Neufeld dan Cerrato (2008),
dimana 80% pasien yang mengeluh nyeri tumit sering dikaitkan dengan
plantar fasciitis. Dan di Amerika Serikat lebih dari satu juta kunjungan per
tahun dengan keluhan nyeri tumit dapat di diagnosis plantar fasciitis oleh
dokter (Cutts et al., 2012).
Plantar fasciitis adalah suatu peradangan pada plantar fascia yang
terjadi karena adanya penguluran berlebihan sehingga dapat mengakibatkan
kerobekan kemudian terjadi iritasi pada fascia plantaris. Plantar fasciitis
memiliki beberapa faktor penyebab yaitu anatomi, biomekanik dan faktor
lingkungan. Tetapi, yang paling umum adalah faktor biomekanik yang

2
membuat ketegangan pada otot sekitar lalu dapat menimbulkan nyeri (Sari
dan Irfan, 2009).
Contrast bath adalah aplikasi fisioterapi dalam upaya
mengembangkan, memelihara, dan memulihkan dengan tujuan utama
pencegahan dan rehabilitasi gangguan kesehatan, yang pada penelitian ini
menggunakan modalitas air panas dan air dingin (Mustofa et al., 2016).
Contrast bath terdiri dari terapi panas (thermotherapy) dan terapi dingin
(coldtherapy) dengan lima kali pengulangan dalam pencelupan. Terapi
panas dengan suhu 26,67-45 oC dapat mengurangi nyeri pada ketegangan
otot dan terapi dingin dengan suhu 7,22-22 oC menghilangkan panas dari
tubuh yang mengakibatkan penurunan suhu pada jaringan (Lazaro et al.,
2009).
1.2 KERANGKA TEORI
Plantar fasciitis adalah suatu penyakit muskuloskeletal yang banyak
dijumpai dalam masyarakat. Pada kasus ini terjadi peradangan pada plantar
fascia, yang mengenai pada bagian medial calcaneus, dan terjadi
penguluran berlebihan pada plantar fascianya, kemudian muncul iritasi dan
inflamasi yang diakibatkan adanya penekanan secara berulang pada plantar
fascia yang dapat menyebabkan kerobekan. Gejala paling umum yang
dirasakan penderita plantar fasciitis adalah nyeri tumit, dimana penderita
merasakan saat pertama bangun dari tidur dan saat plantar fascia mulai
menapak pertama kali (Periatna dan Gerhaniawati, 2006).
Menurut Rustanti dan Wahyu (2014), plantar fasciitis timbul secara
bertahap, bahkan dapat juga terjadi dengan tiba-tiba dan langsung
mengalami nyeri yang hebat. Fasciitis plantaris bisa terjadi unilateral,
tetapi diatas 30% kasus dijumpai dengan kondisi bilateral plantar fasciitis.
Penelitian yang dilakukan Cronin (2014) menyimpulkan bawah high
heels menyebabkan perubahan yang konsisten secara bertahap, yang dimulai
dari jari kaki hingga ketulang belakang, diakibatkan oleh gaya berjalan yang
mempengaruhi kinetika dan kinematika dari struktur tubuh.

3
Contrast bath merupakan modalitas yang menggunakan perendaman
terapi dingin (cold therapy) dan terapi panas (thermotherapy), dengan suhu
dan waktu tertentu yang bertujuan untuk mengurangi pembengkakan dan
penurunan nyeri yang biasanya dilakukan pada ekstremitas. Contrast bath
dalam tekniknya banyak menggunakan rendaman air biasa, maka contrast
bath dsini akan menggunakan rendaman garam spa (bath salth) dan contrast
bath dengan rendaman air payau. Garam spa mengandung dua kandungan
garam yaitu epsom salt dan sea salt. Epsom salt adalah garam inggris yang
memiliki kandungan mineral yaitu magnesium dan sulfat yang mana ini
merupakan ion-ion yang diperlukan oleh tubuh. Sea Salt adalah garam asli
yang dihasilkan dari penguapan air laut yang tinggi kandungan mineral yang
dibutuhkan oleh tubuh, salah satu kandungan mineralnya ialah magnesium
(Rositawati et al., 2013).
Menurut Nugroho dan Purwoto (2013), air payau merupakan salah
satu sumber air yang tidak dapat dimanfaatkan oleh manusia secara
langsung untuk keperluan sehari-hari, maka dari itu perlu dilakukan
pengolahan-pengolahan terlebih dahulu untuk mengurangi jumlah mineral
atau kadar garamnya, karena mengandung natrium dan klorida relatif tinggi
serta Ca dan Mg yang menyebabkan kesadahan.
Terapi panas saat diberikan akan menerima rangsang balik yang
mana meningkatan keelastisan jaringan collagen, menurunkan nyeri,
menurunkan ketegangan otot dan mengurangi pembengkakan.
Terapi dingin saat diberikan juga dapat menumbulkan rangsang baik
yaitu terjadinya penurunan nyeri dan pembengkakan dimana penurunan
kerusakan jaringan dengan cara penurunan metabolisme lokal sehingga
kebutuhan oksigen jaringan menurun yang menimbulkan respon neuro
hormonal terhadap terapi dingin yaitu terjadinya pelepasan endorfin,
penurunan transmisi saraf sensorik, peningkatan ambang nyeri.

4
2. METODE
Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan pendekatan quasi
eksperiment menggunakan pre-test dan post-test dan menggunakan
kelompok kontrol (pembanding). Teknik pengambilan sampel dengan
menggunakan purposive sampling yang akan disesuaikan pada kriteria
inklusi dan eksklusi. Responden pada penelitian ini sebanyak 20 orang
responden. Subjek penelitian akan dibagi menjadi dua kelompok, terdiri dari
10 sampel pada kelompok perlakuan yang akan diberikan terapi contrast
bath dengan penambahan garam spa serta 10 orang lagi akan menjadi
kelompok kontrol dengan pemberian contrast bath dengan penggunaan air
payau. Teknik penelitian ini dengan cara mencelupkan bagian yang akan
diterapi kedalam air hangat pada suhu 430C dan air dingin pada suhu 100C
dengan waktu selama 24 menit. Perendaman ini dimulai pada rendaman
pertama di air hangat kemudian diakhiri rendaman pada air hangat. Teknik
analisa dengan menggunakan uji normalitas yaitu shapiro wilk, kemudian
uji statistik pengaruh dengan uji paired sample t-test dan uji beda pengaruh
dengan uji independent sample t-test.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini dilakukan di tiga tempat yang berbeda, yaitu ada SD
Negeri 34 Kec. Pontianak Kota, SD Muhammadiyah 1 Kec. Pontianak Kota
dan SD Negeri 36 Kec. Pontianak Kota. Saat proses penelitian pada tiap SD
memakan waktu 2 minggu. Jumlah responden 20 orang dengan jumlah
kelompok perlakuan sebanyak 10 orang dan kelompok kontrol sebanyak 10
orang.

5
Tabel 1 Distribusi Data Berdasarkan Usia
Usia Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Responden Responden Persentase Responden Persentase
25-27 4 40% 6 60%
28-30 0 0% 2 20%
31-33 1 10% 0 0%
34-36 5 50% 2 20%
Jumlah 10 100% 10 100%

Tabel 2 Distribusi Data Berdasarkan Masa Kerja


Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Masa Kerja
Responden Persentase Responden Persentase
1-3 3 30% 7 70%
4-6 2 20% 0 0%
7-9 4 40% 2 20%
10-12 1 10% 1 10%
Jumlah 10 100% 10 100%

Tabel 3 Rerata Nyeri bedasarkan pre test, post test dan


selisih
Kelompok Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Sample Pre Test Post Test Selisih Pre Test Post Test Selisih
Nyeri Tekan 3.663 1.500 2.163 3.710 1.810 1.900

3.1 Uji Normalitas


Tabel 4 Uji Normalitas
Shapiro Wilk
Keterangan Kelompok Kesimpulan
Pre Test Post Test
Nyeri Perlakuan 0.868 0.070 Normal
Tekan Kontrol 0.88 0.933 Normal

6
Dari data Tabel 4.4 diatas uji normalitas dengan menggunakan
Shapiro-Wilk pada nyeri tekan sebelum dan sesudah perlakuan dengan nilai
p>0.05 pada kelompok perlakuan maka hal ini menunjukkn bahwa hasilnya
adalah berdistribusi normal. Sedangkan pada kelompok kontrol juga
mendapati hasil yang sama yaitu nilai p>0.05 maka hasilnya berdistribusi
normal.
3.2 Uji Pengaruh
Tabel 5 Uji Pegaruh

Kelompok z p

Perlakuan 22.853 0.000


Nyeri Tekan
Kontrol 20.954 0.000

Dari tabel 4.5 hasil uji Paired-Sample T-Test pada nyeri tekan
mendapati hasil pada kelompok perlakuan yaitu nilai p < 0.05 sehingga
mendapatkan hasil adanya penurunan nyeri pada plantar fasciitis.
Sedangkan pada kelompok kontrol juga mendapati hasil yaitu nilai p < 0.05
sehingga juga terjadi penurunan nyeri plantar fasciitis.

Nilai Rata-rata Nyeri Tekan


4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Perlakuan Kontrol

Gambar 1 Grafik Nilai Rata-rata Nyeri Tekan

7
3.3 Uji Beda Pengaruh
Tabel 6 Uji Beda Pengaruh
Variabel z p
Nyeri Selisih kelompok
1.891 0,075
Tekan perlakuan dan kontrol

Dari tabel 4.6 didapati hasil uji beda pengaruh menggunakan uji
Independent Sample T-Test pada nyeri tekan antar kelompok perlakuan
dan kelompok konrol yang mendapati hasil nilai p = 0.000 sehingga
disimpulkan bahwa kedua nya memberi pengaruh terhadap penurunan
nyeri.
3.4 Pembahasan
Menurut penelitian Roxas (2005), prevalensi data penderita plantar
fasciitis pada umumnya berkisar antara 40-60 tahun, maka dari itu usia
memiliki peran yang sangat besar sebagai penyebab dari nyeri, karena
semakin usia bertambah maka tubuh juga akan cepat merasakan lelah.
Namun, dari data hasil penelitian diatas hal ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh (Aden et al., (2014) yang mengatakan
bahwa nyeri plantar fasciitis bisa dirasakan pada usia yang lebih muda
yang kemungkinan disebabkan oleh pada suatu faktor, yang mana faktor
tersebut ialah pemakaian sepatu high heels
Masa kerja yang lama dapat memicu timbulnya ketegangan pada
plantar fascia akibat dari penggunaan jaringan plantar fascia yang
berlebihan. Plantar fascia yang lelah akan memunculkan rasa nyeri, kaku
atau bengkak (Pattanshetty dan Raikar, 2015). Berdiri yang sangat lama
secara bertahap memicu plantar fascia mengalami kelelahan dan
menimbulkan rasa nyeri. Nyeri akibat dari overused pada plantar fascia
terjadi karena micro traumatic injuries yang berasal dari beban tubuh.
Micro injuries merupakan gerakan kecil yang terjadi secara berulang
dalam jangka waktu yang lama dimana akhirnya membuat plantar fascia

8
menjadi letih. Gerakan kecil ini biasanya seperti duduk dan berdiri yang
terlalu lama (Nickleston, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
uji paired sample t-test pada kelompok perlakuan dan kontrol terjadi
penurunan nyeri yang sangat signifikan selama 2 minggu efektif dalam
pnurunan nyeri plantar fasciitis.
Pada saat pemberian contrast bath, suhu dan tekanan yang terjadi
dapat memblokir nosiseptor karena adanya perubahan suhu yang terjadi
secara berulang-ulang dan itu dianggap oleh tubuh sebagai thermal
recptors dan mechanoreceptors. Oleh karena itu, memiliki dampak positif
pada tubuh, yaitu mekanisme spinal segmental yang bertujuan untuk
mengurangi rasa nyeri yang sedang dirasakan pada daerah yang sakit
(Mooventhan dan Nivethitha, 2014).
Berdasarkan hasi penelitian uji independent sample t-test
didapatkan hasil antara kelompok perlakuan dan kontrol bahwa keduanya
tidak ada bda pengaruh terhadap pengurangan nyeri plantar fasciitis karena
air payau juga mengandung Mg yang kandungannya itu sama dengan
kadungan pada garam spa yang mana itu merupakan elektrolit yang
penting bagi tubuh kita sehingga, tubuh tersebut akan menyerap ion yang
ada selanjutnya ion tersebut akan mengganggu pengiriman sinyal menuju
kereseptor nyeri yang akan membuat nyeri itu berkurang (Waring, 2012).
4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bedasarkan dari hasil penelitian dan pembahasannya, makan
disimpulkan bahwa :
1) Pemberian contrast bath dengan penambahan garam spa berpengaruh
terhadap penurunan intensitas nyeri pada plantar fasciitis.
2) Pemberian contrast bath dengan penggunaan air payau berpengaruh
terhadap penurunan intensitas nyeri pada plantar fasciitis.

9
3) Tidak ada pengaruh pemberian contrast bath dengan penambahan
garam spa dan penggunaan air payau terhadap penurunan intensitas
nyeri pada plantar fasciitis.
4.2 Saran
Saran yang dapat peneliti sampaikan pada penlitian ini ialah
sebagai berikut :
1) Bagi guru SD Negeri 34, SD Muhammadiyah 1, SD Negeri 36
Kecamatan Pontianak Kota untuk mengurangi penggunaan yang
terlalu berlebihan karena berdampak buruk bagi kesehatan kaki apalagi
untuk guru yang sudah memasuki umur diatas 50 tahun.
2) Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti contrast bath
dengan campuran garam spa maupun pnggunaan air payau agar
memambahkan pengukuran nyeri diam dan gerak serta melakukan
klasifikasi pada tinggi high heels.
DAFTAR PUSTAKA

Aden, Z. S. M., Nurmawan, P. S., dan Indrayani, A. W. 2015. Penambahan


Kinesiotaping Pada Perlakuan Myofascial Release Technique Lebih Baik
Dalam Menurunkan Nyeri Fungsional Pada Plantar Fasciitis Oleh Karena
Pemakaian Sepatu Hak Tinggi (High Heels), 3(1).\

Cronin, N. J. 2014. The effects of high heeled shoes on female gait: A review.
Journal of Electromyography and Kinesiology, 24(2).
https://doi.org/10.1016/j.jelekin.2014.01.004

Cutts, S., Obi, N., Pasapula, C., dan Chan, W. 2012. Plantar fasciitis. Annals of
the Royal College of Surgeons of England, 94(8).
https://doi.org/10.1308/003588412X13171221592456

Mooventhan, A. dan Nivethitha L. 2014. Scientific Evidence-Based Effects of


Hydrotherapy on Various Systems of the Body. North American Journal of
Medical Sciences. 2014;6(5):199-209. doi:10.4103/1947-2714.132935.

Mustofa, Surendra, M., dan Kinanti, R. G. 2004. PENGEMBANGAN


PELATIHAN FISIOTERAPI CONTRAST BATH DENGAN MEDIA
VIDEO PADA MAHASISWA ILMU. Jurnal Sport Science, 4(1).

Neufeld, S.K. dan Cerrato, R. 2008. Plantar fasciitis: evaluation and treatment.
Journal of the American Academy of Orthopedic Surgery, 16 (6).

10
Nickelston, P. 2012. Treating and Preventing Overused Muscles or Joints.
[ONLINE]http://www.toyourhealth.com/mpacms/tyh/article.php?id=1646&
no_paginate=true&no_b=true. Diakses tanggal 12 Februari 2018.

Pattanshetty, R. B., & Raikar, A. S. (2015). IMMEDIATE EFFECT OF THREE


SOFT TISSUE MANIPULATION TECHNIQUES ON PAIN RESPONSE
AND FLEXIBILITY IN CHRONIC PLANTAR FASCIITIS : A
RANDOMIZED CLINICAL TRIAL Quick Response code. Int J Physiother
Res, 3(1). https://doi.org/10.16965/ijpr.2015.101

Periatna, H., dan Gerhaniawati, L. 2006. Perbedaan Pengaruh Pemberian


Intervensi Micro Wave Diathermy ( Mwd ) Dan Ultrasound Underwater
Dengan Intervensi Micro Wave Diathermy ( Mwd ) Dan Ultrasound Gel
Terhadap Penurunan Nyeri Pada Kasus Plantar. Jurnal Fisioterapi Indonesia,
6(1).

Rositawati, A. ., Taslim, C. ., & Soetrisnanto, D. (2013). Rekristalisasi Garam


Rakyat Dari Daerah Demak Untuk Mencapai SNI Garam Industri. Jurnal
Teknologi Kimia Dan Industri, 2(4).

Roxas, M. (2005). Plantar fasciitis: diagnosis and therapeutic considerations.


Alternative Medicine Review : A Journal of Clinical Therapeutic, 10(2).

Sari, N. A., dan Irfan, M. 2009. Efek Penambahan Taping Pada Intervensi Micro
Wave Diathermy Dan Stretching Terhadap Pengurangan Nyeri. Jurnal
Fisioterapi, 9(2).

Waring, R.H. 2012. Absorption of Magnesium Sulfate (Epsom Salts) Across the
Skin. A Report

Younus, S. M., Ali, T., Memon, W. A., Qazi, A., dan Ismail, F. 2014. HIGH
HEEL SHOES; OUTCOME OF WEARING IN YOUNG GENERATION: A
CROSS SECTIONAL STUDY. The Professional Medical Journal, 21(4).

11

Anda mungkin juga menyukai