Kamelia arpha
Oka ramadhani
MEDAN 2018
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
2. Epidemiologi CAPD
Dengan CAPD dikatakan dapat menciptakan kualitas hidup yang lebih baik bagi
penderita. Sebab, mereka dapat menjalani hidupnya dengan normal, tanpa banyak batasan
untuk mengkonsumsi makanan.
3. Tujuan CAPD
Sebagai terapi pengganti, kegiatan CAPD mempunyai tujuan :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
5. Memperbaiki status kesehatan penderita.
Dialisis Peritoneal diawali dengan memasukkan cairan dialisat (cairan khusus untuk
dialisis) ke dalam rongga perutmelalui selang kateter, lalu dibiarkan selama 4-6 jam.
Ketika dialisat berada didalam rongga perut, zat-zat racun dari dalam darah akan
dibersihkan dan kelebihan cairan tubuh akan ditarik ke dalam cairan dialisat. Zat-zat
racun yang terlarut di dalam darah akan pindah ke dalam cairan dialisat melalui selaput
rongga perut (membran peritoneum) yang berfungsi sebagai alat penyaring, proses
perpindahan ini disebut difusi. Semakin lama waktu retensi, klirens molekul yang
berukuran sedang semakin baik, molekul ini merupakan toksin uremik yang signifikan.
Dengan CAPD, kliren molekul ini meningkat. Substansi dengan berat molekul rendah,
seperti ureum, akan berdifusi lebih cepat dalam proses dialisis dari pada
molekul berukuran sedang, meskipun pengeluarannya selama CAPD lebih lambat
daripada selama hemodialisis.
Pengeluaran cairan yang berlebihan pada saat dialisis peritoneal dicapai dengan
menggunakan larutan dialisat hipertonik yang memiliki konsentrasi glukosa yang tinggi
sehingga tercipta gradien osmotik. Larutan glukosa 1,5%, 2,5% dan 4,25% harus tersedia
dengan beberapa ukuran volume, mulai dari 500 ml ± 3000 ml, sehingga memungkinkan
pemilihan dialisat yang sesuai dengan toleransi, ukuran tubuh dan kebutuhan fisiologik
pasien. Semakin tinggi konsentrasi glukosa,semakin besar gradien osmotik dan semakin
banyak air yang dikeluarkan. Perpindahan ini disebut osmosis.
Ketiga proses diatas dilakukan beberapa kali tergantung kebutuhan dan bisa dilakukan
oleh pasien sendiri secara mandiri setelah dilatih dan tidak perlu ke rumah sakit.
Proses pertukaran CAPD dilakukan biasanya 4 kali sehari setiap minggu rata-rata
diulangi 4 jam sekali. Cairan dialisat dimasukkan sebanyak 2 liter setiap pergantian.
Sebelum pemasangan CAPD obat-obat yang biasanya diberikan seperti antibiotik, BP
medicine, obat hiperglikemia, serta vitamin dan mineral.
Untuk pergantian cairan harus memenuhi persyaratan kebersihan seperti clean water,
memakai sarung tangan, masker, mencuci tangan, dan dilakukan di tempat yang bersih.
CAPD bukan teknik dialisis tanpa komlikasi. Kebanyakan komplikasinya bersifat ringan,
meskipun beberapa diantaranya jika tidak diatasi dapt membawa akibat yang serius pada
pasien.
1. Peritonitis
a. Peritonitis merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai dan yang paling
serius komplikasi ini terjadi pada 60% hingga 80% pasien yang menjalani dialisis
pritoneal. Sebagia besar kejadian perotinitis disebabkan kontaminasi
Staphylococcus epidermidis yang bersifat aksidental. Kejadian ini mengakibatkan
gejala ringan dan prognosisnya baik; meskipun demikia, peritonitis akibat
Staphylococcus aureus mengasilkan angka morbiditas yang lebih tinggi, memiliki
prognosis yang lebih serius dan berjalan lebih lama.
2. Kebocoran
a. Kebocoran dialisat melalui luka insisi atau luka pada pemasangan kateter dapat
segera diketahui setelah kateter dipasang. Biasanya kebocoran tersebut berhenti
sepontan jika terapi dialisis ditunda selama beberapa hari untuk menyembuhkan
luka insisi dan tempat keluarnya kateter. Selama periode ini, faktor-faktor yang
memperlambat proses kesembuhan seperti aktivitas abdomen yang tidak
semestinya atau mengejan pada saat buang air besar harus dikurangi. Kebocoran
melalui tempat pemasangan kateter atau kedalam dinding abdomen dapat terjadi
sepontan beberapa bulan atau beberapa tahun setelah pemasangan kateter tersebut.
Kebocoran sering dapat dihindari dengan melalui infus cairan dialisat dengan
volume kecil (100-200 ml) dan kemudian secara bertahap meningkatkan volime
tersebuthingga mencapi 200 ml.
3. Perdarahan
a. Cairan drainase (effluent) dialisat yang mengandung darah kadang-kadang dapat
terlihat, khususnya pada pasien wanita yang sedang haid. ( Cairan hipertonik
menarik darah ke uterus lewat orifisium tuba falopii yang bermuara dalam kavum
peritoneal )
4. Komplikasi lain
1. Komlikasi lain mencakup hernia abdomen yang mungkin terjadi akibat peningkatan
tekanan intra abdomen yang terus- menerus. Tipe hernia yang pernah terjadi adalah
type insisional, inguinal, diagfragmatik dan umbilical. Tekanan intra abdomen yang
secara persisten meningkat juga akan memperburuk gejala hernia peatus dan
hemoroid.
2. Hipertrigliseridemia sering dijumpai pada pasien-pasien yang menjalani CAPD
sehingga timbul kesan bahwa terapi ini dapat mempermudah aterogenesis. Penyakit
kardiovaskular tetap merupakan menyebab utama kematian pada populasi pasien ini.
3. Nyeri punggung bawah dan anoreksia akibat adanya cairan dalam rongga abdomen
disamping rasa manis yang selalu terasa pada indra pengecap serta berkaitan dengan
absobsi glukosa dapat pula terjadi pada terapi CAPD.
4. Kesalahan letak kateter
5. Sumbatan pada masuk dan keluarnya cairan dialisa.
Iqbal et al. Outcome of Peritoneal Dialysis and Hemodialysis in Elderly Patients with Diabetes:
Early Experience from Bangladesh. Advances in Peritoneal Dialysis 2005;21:85-9.
Ardaya. 2003. Manajemen gagal ginjal kronik. Nefrologi Klinik, tatalaksana Gagal ginjal
Kronik.Palembang:Perhimpunan Nefrologi Indonesia
Keane WF, Baillie GR, Boeschoeten, E, Gokal R, Adult Peritoneal Dialysisi-Related Peritonitis
Treatment Recomendations : 2000 Update Peritoneal Dyalisis International 2000,20396-
411
Haryanti E et al. Kejadian Peritonitis Pada Pasien Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis :
Identifikasi mikroorganisme dan sensitifitas antibiotik. Divisi Ginjal Dan Hipertensi
Bagian/SMF Ilmu Penyakit dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar
Risqina P, Sembiring LP, Bebasari E, Gambaran Kualitas Hidup Pasien Gagal
Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis Di RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau Dengan Menggunakan Kuesioner KDQOL-SF. Penulis untuk
korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Riau