Katarak merupakan penyebab kebutaan nomor satu di dunia. Indonesia memiliki angka
penderita katarak tertinggi di Asia Tenggara. Dari sekitar 234 juta penduduk, 1,5 persen atau
lebih dari tiga juta orang menderita katarak. Sebagian besar penderita katarak adalah lansia
berusia 60 tahun ke atas. Lansia yang mengalami kebutaan karena katarak tidak bisa mandiri
dan bergantung pada orang yang lebih muda untuk mengurus dirinya.
Berdasarkan survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996,
menunjukkan angka kebutaan di Indonesia sebesar 1,5%, dengan penyebab utama adalah
katarak (0,78%); glaukoma (0,20%); kelainan refraksi (0,14%); dan penyakit-penyakit lain
yang berhubungan dengan lanjut usia (0,38%).
Dibandingkan dengan negara-negara di regional Asia Tenggara, angka kebutaan di
Indonesia adalah yang tertinggi (Bangladesh 1%, India 0,7%, Thailand 0,3%). Sedangkan
insiden katarak 0,1% (210.000 orang/tahun), sedangkan operasi mata yang dapat dilakukan
lebih kurang 80.000 orang/ tahun. Akibatnya timbul backlog (penumpukan penderita) katarak
yang cukup tinggi. Penumpukan ini antara lain disebabkan oleh daya jangkau pelayanan
operasi yang masih rendah, kurangnya pengetahuan masyarakat, tingginya biaya operasi,
serta ketersediaan tenaga dan fasilitas pelayan kesehatan mata yang masih terbatas.
Maka dari itu kami terdorong untuk menyusun makalah ini,sehingga dapat menambah
pengetahuan kita tentang insiden katarak itu sendiri.
Katarak komplikata : katarak yang berkembang sebagai efek langsung dari adanya penyakit
intraokuler sesuai fisiologi lensa. Misalnya uveitis anterior kronis, glaucoma kongestif akut.
Katarak toksika: jarang terjadi, biasanya karenaobat steroid, klorpromazin, preparat emas.
Katarak yang berhubungan dengan penyakit sistemik: bisa menyertai kelainan sistemik DM,
sindroma hipokalsemi, hipoparatiroidisme.
Katarak traumatic: katarak akibat trauma, paling sering adanya korpus alienum yang
menyebabkan lesi atau injury pada lensa atau oleh trauma tumpul pada bola mata.
Katarak congenital: kekeruhan lensa yang terjadi sejak lahir atau segera setelah lahir.
2. Etiologi
Penyebabnya bermacam-macam. Umumnya adalah usia lanjut (senile), tapi dapat terjadi
secara congenital akibat infeksi virus dimasa pertumbuhan janin,genetic, dan gangguan
perkembangan; kelainan sistemikatau metabolic, seperti diabetes mellitus, galaktosemi, dan
distrofi miotonik;traumatic;terapi kortikosteroid sistemik dan sebagainya.
Penyebab yang lain bisa meliputi trauma, infeksi pada traktur uvea, penyakit sitemik
seperti DM dan pemaparan dengan sinar ultraviolet.
3. Patofisiologi
Lensa normalnya bening/transparan agar cahaya dapat masuk kedalam mata. Perubahan
biokimia dapat terjadi pada lensa, sehingga menyebabkan perubahan pada susunan anatomi
maupun fisiologinya.
Trauma dapat menyebabkan perubahan pada serabut-serabut yang menyebabkan lensa
menjadi keruh, kemudian menghalangi jalannya cahaya yang masuk kedalam retina. Katarak
matur merupakan perkembangan dari berbagai katarak pada kapsul lensa. Dewasa ini katarak
dapat dihilangkan melalui tindakan operasi.
Bagaimanapun derajat penurunan tajam penglihatan akan mengganggu aktivitas sehari-
hari. Katarak dapat berkembang pada kedua mata, sebagaimana pada katarak senilis, hanya
saja rentangnya berbeda.
4. Manifestasi klinis
Tanda: lensa keruh, penglihatan kabur secara berangsur-angsur tanpa rasa sakit, pupil
berwarna putih, miopisasi pada katarak intumessen.
Gejala: merasa silau terhadap cahaya matahari, penglihatan kabur secara berangsur-angsur
tanpa rasa sakit, penglihatan diplopia monokuler (dobel), persepsi warna berubah,perubahan
kebiasaan hidup.
Sejak awal, katarak dapat terlihat melalui pupil yang telah berdilatasi dengan oftalmoskop,
slit lamp, atau shadow test. Setelah katarak bertambah matang maka retina menjadi semakin
sulit dilihat sampai akhirnya reflex fundus tidak ada dan pupil berwarna putih.
5. Golongan beresiko
Golongan yang beresiko mengidap katarak adalah seperti berikut:
DM
Merokok
Peningkatan asam urat
Hipertensi
Defisiensi antioksidan
Miopi yang tinggi
Ibu mengandung yang mengidap penyakit rubella
Orang dewasa yang berusia 60 tahun keatas
6. Pemeriksaan diagnostic
a. Kartu snellen: untuk memeriksa tajam penglihatan, pada stadium insipient dan imatur dicoba
untuk dikoreksi.
b. Lamp senter: untuk memeriksa pupil. Reflex pupil masih normal, tampak kekeruhan pada
lensa, terutama bila pupil dilebarkan. Proyeksi sinar dan warna pada katarak matur diperiksa
untuk mengetahui fungsi retina secara garis besar.
c. Oftalmoskopi : pupil hendaknya dilebarkan dulu. Pada katarak insipient dan matur tampak
kekeruhan, kehitam-hitaman dengan latar belakang kemerahan, sedang pada katarak matur
hanya tampak warna kehitaman.
d. Slit lamp: untuk mengetahui posisi dan tebal kekeruhan.
7. Data penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan EKG
c. Pemeriksaan USG mata
d. Pemeriksaan biometri.
8. Komplikasi
Komplikasi pada katarak yang mungkin terjadi antarra lain:
- Glaucoma
- Hyphema
- Tegangan pada jahitan
- Infeksi
9. Penatalaksanaan
a. Non bedah: tidak ada spesifik,midriatik siklopegik dapat digunakan pada katarak sentral
kecil.
b. Bedah: dilakukan bila tajam penglihatan sudah mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila
katarak senilis sudah matur.
Pengankatan lensa dapat dilakukan dengan:
a. Ekstrakapuler + IOL
b. Intrakapsule + IOL
c. Setelah itu, untuk koreksi afakia dapat dipakai: kacamata, lensa kontak atau
pemasangan/implantasi lensa intraokuler.
B. PROSES KEPERAWATAN
BAB III RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Intervensi pre operasi
Dx Keperawatan : Kecemasan b.d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur
tindakan pembedahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam, kecemasan dapat
teratasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/ ketakutannya.
2. Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada
tingkat dapat diatasi.
3. Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang pembedahan
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda – tanda verbal maupun non verbal.
2. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya
3. Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.
Dx Keperawatan : Resiko tinggi terhadap infeksi b.d prosedur infasif (bedah pengangkatan
katarak)
Tujuan :
1. Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema dan demam.
2. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan resiko infeksi.
Intervensi :
1. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati luka.
2. Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata, dari dalam keluar dengan
tissue basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan dan masukkan lensa kontak bila
menggunakannya.
3. Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi
Dx keperawatan : Nyeri akut/kronis b.d tindakan pembedahan
Tujuan :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekwensi dan tanda vital)
4. Tanda vital dalam keadaan normal.
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekwensi, kualitas dan factor presipitasi.
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyaman
4. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
5. Ajarkan teknik nonfarmakologik: nafas dalam, relaksasi.
6. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
7. Tingkatkan istirahat
1. Kesimpulan
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya yang biasanya
mengenai kedua mata dan berjalan progresif (Mansjoer,2000).
Katarak dapat diklasifikasikan menjadi katarak kongenital, katarak senile, katarak
juvenile dan katarak komplikata. Penyebab dari katarak adalah usia lanjut (senile) tapi dapat
terjadi secara kongenital akibat infeksi virus dimasa pertumbuhan janin, genetik, dan
gangguan perkembangan, kelainan sistemik, atau metabolik, seperti diabetes melitus,
galaktosemi, atau distrofi mekanik, traumatik: terapi kortikosteroid, sistemik, rokok, dan
konsumsi alkohol meningkatkan resiko katarak.
Gejala umum gangguan katarak meliputi penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut
menghalangi objek, peka terhadap sinar atau cahaya, dapat melihat doubel pada satu mata,
memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca, lensa mata berubah menjadi
buram seperti kaca susu.
Komplikasi katarak adalah glaukoma, infeksi pasca operasi, perdarahan dan edema. Tidak
ada terapi obat untuk katarak. Jenis pembedahan untuk katarak mencakup extracapsular
cataract extractive (ECCE) dan intracapsular cataract extractive (ICCE).
2. Saran
Untuk menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan katarak sebaiknya perawat
mengkaji masalah yang ada pada klien. Disamping itu, pengetahuan, sikap dan keterampilan
perawat juga diperlukan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai rencana dan keadaan
klien secara utuh, terencana dan sistematis.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif.2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta, Media Aesculapius.
Fakultas Kedokteran UI
Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta; EGC
Askep Hipertensi
HIPERTENSI
1. Pengertian
2. Etiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel jugularis.
Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Danapabila diteruskan pada
ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan
Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada
terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan
darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang
menyebabkanretensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan
tekanandarah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ organ seperti jantung.
4. Manifestasi Klinis
5. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan Laborat
Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi)
dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi
ginjal danada DM.
o CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
o EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
o IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu
ginjal,perbaikan ginjal.
o Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area
katup,pembesaran jantung.
6. Penatalaksanaan
o Penatalaksanaan Non Farmakologis
1. DietPembatasan atau pengurangan konsumsi garam.
Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi
dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar
adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan
disesuaikan denganbatasan medis dan sesuai dengan
kemampuan seperti berjalan, jogging,bersepeda atau berenang.
o Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
0. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
1. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau
minimal.
2. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
3. Tidak menimbulakn intoleransi.
4. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
5. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Askep Hipertensi
1. Pengkajian
o Aktivitas/ Istirahat
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
o Sirkulasi
Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis,
jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi
vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi
perifer) pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda.
o Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan
pekerjaan.
Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue
perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan
menghela, peningkatan pola bicara.
o Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayatpenyakit ginjal pada masa yang lalu).
o Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi
garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB
akhir akhir ini(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema,
glikosuria.
o Neurosensori
Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit
kepala,subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan
secara spontansetelah beberapa jam) Gangguan penglihatan
(diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi
bicara,efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman
tangan.
o Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan
jantung),sakitkepala.
o Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja
takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan
sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori
pernafasan bunyinafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
o Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
2. Diagnosa Keperawatan yang Muncul
o Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventricular.
o Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
o Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral.
o Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung
berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
3. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi
iskemia miokard.
Kriteria Hasil : Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan
darah / bebankerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu
yang dapatditerima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil
dalam rentangnormal pasien.
Intervensi :
o Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang
tepat.
o Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
o Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
o Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler.
o Catat edema umum.
o Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
o Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
o Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
o Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
o Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
o Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
o Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
o Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.
Diagnosa Keperawatan 2. :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan : Aktivitas pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil :Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan /
diperlukan,melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat
diukur.
Intervensi :
Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
Kriteria Hasil :Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak
nyaman.
Intervensi :
Diagnosa keperawatan 4. :
Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan
dengan gangguan sirkulasi.
Tujuan : Sirkulasi tubuh tidak terganggu.
Kriteria Hasil :Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik
seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada
keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Intervensi :
PENDAHULUAN
Penyakit diare sering disebut dengan Gastroenteritis, yang masih merupakan masalah
masyarakat indonesia. Dan diare merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak
di negara berkembang.
Gastroenteritis atau diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk
tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (Mansjoer Arief dkk, 1999)
Diperkirakan angka kesakitan berkisar antara 150-430 per seribu penduduk setahunnya.
Dengan uapaya yang sekaranag telah dilaksanakan, angka kematian di RS dapat ditekan menjadi
kurang dari 3%. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60
juta kejadian setiap tahunnya. Sebagian besar antara 70-80% dari penderita adalah anak dibawah
umur 5 tahun (kurang lebih 40 juta kejadian). Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh kedalam
dehidrasi dan apabila tidak segera ditanggulangi dengan benar akan berakibat buruk. Untuk itu saya
tertarik membuat Asuhan Keperawatan Kepada Ny.’’S’’ umur 23 tahun dengan Gastroenteritis di
Balai Pengobatan “AS SYIFA” Desa Waru Kulon Pucuk Lamongan.
1.2 Tujuan
Menetapkan dan mengembangkan pola pikir secara ilmiah kedalam proses asuhan Keperawatan
nyata serta mendapatkan pengalaman dalam memecahkan masalah pada Ny.”S” dengan
Gastroenteritis atau diare.
1) Untuk mengetahui gambaran tentang kasus Gastroenteritis yang dialami oleh pasien Ny.”S”.
2) Untuk mengetahui alternatif pengobatan pada pasien dengan Gastroenteritis.
1.3 Metode pembahasan
1.3.1 Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan kasus nyata pada
klien dengan Gastroenteritis di Balai Pengobatan “ AS SYIFA “ Desa Warukulon Pucuk Lamongan.
Yaitu dengan mempelajari buku-buku sumber yang berhubungan dengan kasus yang dialami.
BAB 1 : Pendahuluan
BAB 4 : Penutupsss
DAFTAR PUSTAKA
Daftar isi
Kata pengantar............................................................................................................................................... i
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 PENGKAJIAN
3.4 INTERVENSI
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Gastroenteritis atau diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk
tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (Mansjoer Arief dkk, 1999)
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh
bakteri yang bermacam-macam, virus dan parasit yang patogen (Whaley dan wang’s, 1995)
2.2 Etiologi
a) Faktor infeksi
Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare
meliputi :
b) Faktor Malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat
2) Malabsorbsi Lema
c) Faktor Makanan
Makanan yang tidak bersih, basi, beracun dan alergi terhadap makanan.
2.3 Patogenesis
1) Gangguan asmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan mengakibatkan tekanan
asmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga timbul
diare.
2) Gangguan sekresi
Akibat adanya rangsangan toksin pada dinding uterus sehingga akan terjadi peningkatan
sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat
peningkatan isi rongga usus.
3) Gangguan motilitas usus
Hiperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare. Bila peristaltik menurun akan menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan,
sehingga timbul diare juga.
a) Penularan
1) Transmisi orang keorang melalui aerosolisasi
2) Tangan yang terkontaminasi (clostridium diffale)
b) Penyebab
1) Faktor penyebab yang mempengaruhi adalah penetrasi yang merusak sel mukosa
2) Faktor penjamu adalah kemampuan pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme
c) Manifestasi klinis
Pasien sering mengalami muntah, nyeri perut akibat diare akibat infeksi dan menyebabkan pasien
merasa haus, lidah kering, turgor kulit menurun karena kekurangan cairan.
2.4.2 Diare Kronik
Adalah diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu bagi orang dewasa dan 2 minggu bagi bayi dan
anak.
2.5 Patofisiologi
Dipengaruhi dua hal pokok yaitu konsistensi feses dan motilitas usus gangguan proses
mekanik dan enzimatik disertai gangguan mukosa akan mempengaruhi pertukaran air dan elektrolit
sehingga mempengaruhi konsistensi feses yang terbentuk.
2.6 Komplikasi
Akibat diare karena kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai
komplikasi sebagai berikut :
a) Dehidrasi
b) Renjatan hipofolomi
c) Hipokalemi
d) Hipoglikemi
f) Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare jika lama atau kronik)
2.7 Pengobatan
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau
tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula,air
tajin, tepung beras dan sebagainya).
2) Obat spasmolitik
Seperti papaverin, ekstrak beladona, opinum loperamid, tidak untuk mengatasi diare akut lagi.
3) Antibiotik
Tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas, bula penyebab kolera, diberikan tetrasiklin
25-50 mg/kg BB/hr. Juga diberikan bila terdapat penyakipenyerta seperti : OMA, faringitis, bronkitis,
atau bronkopneumonia ( Ngastiyah, 1997 : 149)
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Medik
Dasar pengobatan diare adalah pemberian cairan, dietetik (cara pemberian makanan) dan obat-
obatan.
Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dengan mempertahankan derajat dehidrasi dan keadaan umum.
1) Cairan per oral
Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral beberapa cairan yang
berisikan NaCL,NaHCO3,KCL dan Glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas umur 6 bulan
dengan dehidrasi ringan/sedang, kadar Natrium 50-60 mEg/1 formula lengkap sering disebut oralit.
Sebagai pengobatan sementara yang dibuat sendiri (formula tidak lengkap) hanya air gula dan garam
(NaCL dan sukrosa) atau air tajin yang diberi garam dan gula.
2) Cairan parental
Pada umumnya digunakan cairan Ringel laktat (RL) yang pemberiannya bergantung pada berat
ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai umur dan berat badannya
(Ngastiyah, 1997 : 146)
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 PENGKAJIAN
MRS : 02 Mei 2013 Jam : 18.00 WIB
No Ruangan :5
Pengkajian tanggal : 03 Mei 2013 Jam : 16.00 WIB
A.Identitas Pasien
Nama pasien : Ny.” S “
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 23 Tahun
Alamat : Ds.Waru kulon pucuk
Agama : islam
Pekerjaa : Swasta
Suku bangsa : Jawa
Diagnosa medic : Gastroenteritis
Yang bertanggung jawab
Nama : Tn. “ F “
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Ds. Waru Kulon Pucuk
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Hub. Dengan pasien : Ayah
B. Riwayat Kesehatan
I. Keluhan Utama
Saat pengkajian : Klien mengatakan bahwa badannya terasa lemas, demam, disertai
muntah.
Ibu mengatakatan badannya panas 2 hari yang lalu, BAB 5x/hari warna kuning kehijauan
bercampur lendir, dan disertai dengan muntah 2x/hari, lalu dibawa ke Balai Pengobatan AS SYIFA
Desa Waru Kulon Pucuk Lamongan.
Ibu mengatakan bahwa dahulu pernah sakit Diare 8x/hari tiap 1-2 jam sekali warna kuning,
disertai muntah, badan panas dan tidak mau makan.
V. Riwayat Sosial
Ibu mengatakan bahwa tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya dan ingin
sekali cepat sembuh dan pulang kerumah.
C. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : composmentis
TTV : Tensi 80/50 mmHg, Nadi 112x/mnt, suhu 390 C,RR 22x/mnt
a. Kepala : Bentuk kepala bulat, warna rambut hitam, tidak ada benjolan,kulit kepala bersih.
b. Mata : Simetris, tidak ada sekret, konjungtiva merah muda, sklera putih, mata cowong.
c. Mulut : Mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis, lidah bersih.
d. Hidung : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada polip.
e. Telinga : Simetris, tidak ada benjolan, lubang telinga bersih, tidak ad serumen.
f. Leher : Tidak ada pembesaran kenjar tyroid, limphe, tidak ada bendungan vena
jugularis, tidak ada kaku kuduk.
g. Dada
Inspeksi : dada simetris, bentuk bulat datar, pergerakan dinding dada simetris, tidak
ada retraksi otot bantu pernapasan.
Palpasi : Tidak ada benjolan mencurigakan
Perkusi : paru-paru sonor, jantung dullnes
Auskultasi : Irama nafas teratur, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.
h. Perut
Inspeksi : simetris
Auskultasi : Peristaltik meningkat 40x/mnt
Palpasi : Turgor kulit tidak langsung kembali dalam 1 detik
Perkusi : Hipertimpan,perut kembung
Punggung : Tidak ada kelainan tulang belakang (kyfosis, lordosis, skoliosis) tidak ada nyeri gerak.
Genetalia : jenis kelamin perempuan, tidak odem, tidak ada kelainan, kulit perineal kemerahan
Anus : Tidak ada benjolan mencurigakan,kulit daerah anus kemerahan.
Ekstremitas : Lengan kiri terpasang infus, kedua kaki bergerak bebas, tidak ada odem.
Therapy :
1. Infus RL 15 tpm (750 cc) : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang.
2. Injeksi Novalgin 3x1 amp (metampiron 500 mg/ml) : Golongan Analgesik
3. Injeksi Ulsikur 3x1 amp (simetidina 200mg/ 2ml) : Antasida dan Ulkus
4. Injeksi Cefotaxime 3x1 amp (sefotaksim 500mg/ml) : Antibiotik.
Umur : 23 tahun
Skala nyeri :
S : skala nyeri 5
T : sering
3.4 INTERVENSI
- Menentukan tanda-tanda
16.15 1 kekurangan cairan DS : klien mengatakan akan minum
- Memasang infus RL 15 tpm yang banyak
DO :Turgor kulit berkurang, mukosa
mulut kering,disertai muntah.
11.30 1,2 DS : -
DS : -
DO : Leukosit : 8600/mm3
No.
Hari/tgl Catatan Perkembangan TTD
Dx
1. Jumat,03/5/2013 S : Kien mengatakan bahwa masih merasa lemas
P : Intervensi dihentikan
2.
P : Intervensi dilanjutkan
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah melakukan Asuhan keperawatan pada Ny. “S” dengan Gastroenteritis didapatkan
kesimpulan bahwa dalam pengkajian telah dilakukan anamnesa yang meliputi data subjektif dan
obyektif. Dari pengkajian tersebut diambil suatu diagnosa dan masalah berdasarkan data yang
menunjang untuk diambil suatu diagnosa. Setelah melakukan pengkajian pada Ny. “S “ didapatkan
diagnosa bahwa Ny. “S “ degan Gastroenteritis dengan masalah gangguan keseimbangan cairan dan
resiko kerusakan integritas kulit.
Intervensi yang diberikan disesuaikan dengan ketentuan yang ada, sedangkan dalam
penerapannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Evaluasi dilakukan setelah
implementasi dilakukan. Dalam evaluasi Ny. “S “ menunjukkan suatu kemajuan yaitu frekwensi BAB
mulai berkurang, dehidrasi dapat ditangani, resiko kerusakan integritas kulit yang lebih parah tidak
terjadi.
Dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari kesalahan. Maka dari itu saya mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaa penulisan askep yang akan datang.
Terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Jilid II Edisi 3. Media Aesculapius : Jakarta
Dongoes , Mariliynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakart
Carpenito-moyet, Lynda juall. 2007, “Buku Saku Diagnosis Keperawatan”, Jakarta
PRE PLANNING
1. Latar belakang
Diare merupakan suatu keadaan dengan ditandai buang air besar dengan
frekuensi > 5 kali sehari yang dapat bercampur air, lendir ataupun darah.
2. Tujuan
Tujuan umum: masyarakat dapat mengetahui memahami dan mengerti
tentang penyakit Diare
Tujuan Khusus:
Hari, tanggal :
Pukul : s/d selesai
Tempat :
4. Sasaran
7. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
1. Persiapan satpel
2. Persiapan leaflet
3. Laptop dan infokus
4. Melakukan kontrak waktu untuk mengalokasikan dan mengefektifkan
berlangsungnya kegiatan
b. Evaluasi Proses
1. Masyarakat dapat bekerjasama
2. Mengerti maksud dan tujuan pendidikan kesehatan
3. Masyarakat kooperatif dengan kegiatan diskusi
4. Dapat menunjukan minat terhadap kegiatan
c. Evaluasi Hasil
1. Masyarakat dapat mengerti dan memahami tentang pengertian dari
Diare ?
2. Masyarakat dapat mengerti dan menyebutkan penyebab dari Diare?
3. Masyarakat dapat mengerti dan menyebutkan tanda dan gejala dari
Diare ?
4. Masyarakat dapat mengerti dan menyebutkan akibat dari Diare ?
5. Masyarakat dapat mengerti dan memahami cara penularan Diare ?
6. Masyarakat dapat mengerti dan menyebutkan cara pencegahan Diare ?
7. Masyarakat dapat mengerti dan menyebutkan cara perawatan dari Diare
?
8. Masyarakat dapat mengerti dan menyebutkan cara pengobatan pada
Diare ?
1. Pengertian Diare
Diare merupakan suatu keadaan dengan ditandai buang air besar dengan
frekuensi > 5 kali sehari yang dapat bercampur air, lendir ataupun darah.
2. Penyebab Diare
· Peradangan usus oleh kuman
· Kekurangan makanan dan minuman
· Kekurangan gizi yang berasal dari hewani
· Tidak tahan terhadap makanan tertentu, misalnya anak tidak tahan
terhadap susu yang banyak mengandung lemak, dll.
4. Akibat Diare
Akibat dari diare yang berkelanjutan akan menjadi kekurangan cairan
tubuh dan garam-garam yang sangat diperlukan tubuh. Makin lama
seseorang menderita, semakin banyak dan cepat pula tubuhnya kehilangan
cairan. Akibat kekurangan cairan terus menerus tersebut akan
menimbulkan kematian.
ü Tinja yang dikeluarkan oleh orang sakit atau pembawa kuman yang
buang air besar disembarang tempat.
- untuk dehidrasi ringan atau sedang diberi oralit atau larutan gula garam
- untuk dehidrasi berat agar segera dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit
terdekat
Oralit
Satu bungkus serbuk oralit dimasukan kedalam satu gelas air matang
(±200cc) dan aduk sampai merata, lalu diminum.
Sumber
Baughman, diane C. ( 2000 ). Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku
untuk Brunner dan suddarth ; alih bahasa, Yasmin Asih. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. ( 2001 ). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth ; alih bahasa, Agung Waluyo. Jakarta : EGC
askep dispepsia
2. Etiologi
a. Perubahan pola makan
b. Pengaruh konsumsi obat – obatan secara berlebihan dalam waktu yang lama.
c. Alkohol
d. Nikotin
e. Stress
f. Tumor atau kanker saluran pencernaan.
3. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat – obatan yang tidak jelas, zat – zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stress, pemasukan makanan menjadi
kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi
pada lambung akibat gesekan antara dinding – dinding lambung, kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam
pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga
intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
4. Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dyspepsia
menjadi tiga tipe:
1) Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus ( Ulkus – like dyspepsia ), dengan gejala:
Nyeri epigastrium terlokalisasi
Nyeri hilang setelah makan atau peberian antacid
Nyeri saat lapar
Nyeri episodic
2) Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas ( dismotility-like dyspepsia), dengan gejala:
Mudah kenyang
Perut cepat terasa penuh saat makan
Mual
Muntah
Upper abdominal bloating
Rasa tak nyaman bertambah saat makan.
3) Dyspepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas).
Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
5. Pemeriksaan penunjang
- SGOT/SGPT, fosfatase alkali, bilirubin.
- USG
- OMD bila ada tanda striktur
- Endoscopi
- ECG bila ada kecurigaan
- CLO (rapid urea test)
- Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
- PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian.
Terapi
- Makanan lunak dan tidak merangsang dalam fase akut
- Pemberian antasida, prokinetik, antagonis H2 reseptor.
Penyulit
- Malnutrisi
- Dehidrasi
- Syok bila perdarahan massif
6. Penatalaksanaan medis
Kriteria diagnosa:
- Sindrom dyspepsia: nyeri ulu hati, kembung, cepat kenyang, mual, anoreksia, rasa
asam/pahit di mulut.
- Nyeri tekan epigastrium /bagian perut lainnya.
- Dapat disertai demam.
- Meteorismus, borbongmi
- Bising usus normal/menurun.
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan
penatalaksanaan dyspepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli
gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan
dyspepsia di masyarakat.
- Usia < 45 tahun tanpa tanda-tanda alarm tes serologi Hp bila hasilnya (-) terapi
empiris selama 2 minggu: antasida, H2 antagonis/PPI (omeprazol), obat-obat prokinetik
bila dyspepsia tetap (+) rujuk Gastroenterologis/Internis atau dokter anak dengan
fasilitas endoskopi dyspepsia (-) terapi dihentikan kambuh (maksimal 3x)
- Usia > 45 tahun atau usia < 45 tahun dengan tanda- tanda alarm rujuk
Gastroenterologis/Internis atau dokter anak dengan fasilitas endoskopi.
( Penatalaksanaan pasien dyspepsia di masyarakat).
Pengobatan dyspepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid 20 -150 ml/hari
2. Antikolinergik : Pirenzepin
3. Antagonis reseptor H2: Simetidin, Roksatidin, Ranitidin
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI) : omeprazol, lansoprazol,
pantoprazol.
5. Sitoprotektif: Misoprostol (PGE1), Enprostil (PGE2)
6. Golongan prokinetik: Sisaprid, domperidon dan metoklopramid
B. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
2. Rencana asuhan keperawatan
Dx keperawatan I: Nyeri perut b.d inflamasi esophagus/lambung, peningkatan asam
lambung
DO:
Pasien tampak meringis memerangi perut
Porsi makan tidak habis
DS:
Mengeluh mual dan kembung
Perut terasa sakit
Tujuan: Nyeri berkurang s.d hilang (1-2 hari)
Kriteria hasil:
Klien tampak tenang dan rileks
Nyeri berkurang
Kembung (-)
Renpra :
1. Kaji pengalaman nyeri klien, tentukan tingkat nyeri yang dialami.
2. Pantau keluhan klien (verbal dan non verbal)
3. Beri kesempatan untuk istirahat, lingkungan yang tenang nyaman, minimalisasi stressor.
4. Ajarkan teknik relaksasi: tarik nafas dalam, distraksi.
5. Kolaborasi dengan tim dokter untuk terapi analgetik dan kaji efektivitasnya setelah 30 menit
pemberian.
Dx keperawatan II: Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan makanan
inadekuat, mual muntah.
DO:
Porsi makan tidak habis
Muntah (+)
Berat badan turun
DS:
Mengeluh mual
Tidak nafsu makan
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi (1-2).
Kriteria :
Porsi makan habis
Mual, muntah (-)
Renpra:
1. Tentukan kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat, k/p konsultan pada ahli gizi.
2. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
3. Ciptakan suasana yang membangkitkan selera makan: sajian dalam keadaan hangat, suasana
yang tenang, lingkungan yang bersih.
4. Pertahankan kebersihan mulut sebelum dan sesudah makan. Anjurkan klien yang mengalami
penurunan nafsu makan untuk: hindari makanan yang terlalu manis dan berminyak, coba
minuman bening, makan kapan saja bila dapat ditoleransi, makan dalam porsi kecil tapi
sering.
5. Pantau asupan makan klien.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi medis.