Anda di halaman 1dari 83

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan

klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat

(Price & Wilson, 2014). Tipe DM dibagi menjadi dua tipe, yaitu DM tipe 1 dan tipe 2

(Christensen & Kockrow, 2011). DM tipe I yaitu sel beta tidak dapat memproduksi

insulin dan DM tipe 2 yaitu tubuh tidak cukup memproduksi insulin untuk menjaga gula

darah dalam batas normal (Erzin & Kowalski, 2011). DM tipe 2 ini merupakan penyakit

yang paling banyak ditemukan di masyarakat yaitu 90-95% kasus (Ashar, Miller, &

Sisson, 2016).

International Diabetes Federation (IDF) melaporkan bahwa DM di dunia terus

meningkat setiap tahunnya dimana jumlah DM pada tahun 2017 meningkat menjadi 425

juta dari tahun sebelumnya yaitu 415 juta. Indonesia menduduki peringkat ketujuh

untuk prevalensi penderita diabetes tertinggi di dunia dengan jumlah 10 juta kasus pada

tahun 2017 (IDF, 2017). Kejadian DM di Kota Pekanbaru meningkat dari tahun ke

tahun, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru jumlah seluruh penderita

DM tercatat 12.307 jiwa pada tahun 2015 dan meningkat menjadi 13.981 jiwa pada

tahun 2016 (Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, 2016).

Kejadian DM yang terus meningkat disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat

seperti makan makanan yang berkalori tinggi dan kurang olahraga sehingga

menyebabkan pankreas bekerja keras dan kelelahan, faktor genetis, penggunaan obat

yang dapat menaikkan gula darah, kegemukan, dan kelebihan lemak tubuh (Cahyono,

2012).

1
2

Hasneli (2009) dalam penelitiannya “The effect of health belief model on dietary

behavior to prevent complications of DM type 2” menyatakan bahwa peningkatan

jumlah penderita DM disebabkan karena gaya hidup masyarakat Kota Pekanbaru yang

mayoritas bersuku Minang dan Melayu yang kurang sehat sehingga meningkatkan

kolesterol akibat makanan berminyak, bersantan, dan kurang mengonsumsi sayur dan

buah.

Pola makan tinggi lemak dan kalori serta rendah serat (seperti fast food) dapat

sebagai pemicu timbulnya penyakit DM atau penyakit degeneratif lainnya (Umar et al,

2013), sehingga penderita DM harus bisa melakukan diet sehat dan seimbang, olahraga

teratur, menjaga berat badan, dan usaha mengendalikan gula darah agar tidak terjadi

komplikasi (Wijayakusuma, 2008).

Komplikasi DM timbul karena gula darah yang tidak terkontrol dengan baik

sehingga komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler

yaitu komplikasi yang mengenai pembuluh darah sehingga menjadi kaku atau

menyempit dan akhirnya organ kekurangan suplai darah. Komplikasi makrovaskuler

yaitu komplikasi yang mengenai pembuluh darah arteri yang lebih besar sehingga

menyebabkan aterosklerosis. Ateroklerosis menyebabkan penyakit jantung koroner,

hipertensi, stroke, dan gangren pada kaki (Krisnatuti, Yenrina, & Rasjmida 2014).

Gangren ini terjadi karena penyumbatan pembuluh darah besar di ekstremitas bawah

sehingga banyak pasien DM yang harus kehilangan kaki karena harus diamputasi

(Yuhelma & Hasneli, 2009).

Amputasi kaki tidak akan terjadi jika penyandang DM bisa mengontrol kadar gula

darah dengan baik. Salah satu caranya yaitu dengan berolahraga. Olahraga sangat

penting karena olahraga dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara meningkatkan

pembakaran glukosa dan peningkatan kadar insulin, sebagai contoh olahraga ringan
3

dilakukan dengan berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang dengan berjalan

kaki cepat selama 20 menit, atau olah raga berat misalnya jogging (Cahyono, 2012).

Olahraga lain yang dapat dilakukan untuk mengontrol gula darah tersebut adalah senam

kaki. Senam kaki dapat membantu memperlancar sirkulasi darah ke kaki dan

menghindari kekakuan otot (Sutedjo, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Rusli & Farianingsih (2015) tentang senam kaki

diabetes menurunkan kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2 didapatkan bahwa

ada pengaruh kuat senam kaki diabetes terhadap penurunan kadar gula darah pada

pasien diabetes melitus tipe 2 setelah dilakukan uji statistik wilcoxon signed rank test.

Senam kaki dapat dilakukan dengan menggunakan tempurung kelapa karena mampu

meningkatkan sensitifitas kaki pada pasien diabetes mellitus tipe 2 (Hasneli, Natalia, &

Novayelinda, 2015).

Penelitian tentang efektifitas pijat kaki apiyu terhadap sensitivitas kaki pada pasien

DM tipe 2 yang dilakukan oleh Hasneli (2015) didapatkan hasil bahwa responden yang

diberikan terapi pijat kayu (Apiyu) mengalami peningkatan sensitivitas kaki dengan p

value= 0,002. Pijat refleksi berperan dalam mengirim sinyal sepanjang saraf yang dapat

menstimulasi fungsi organ termasuk pankreas (Andrews & Dempsey, 2011). Penelitian

yang dilakukan selama 3 hari oleh Agustina, Hasneli, dan Novayelinda (2017) tentang

efektifitas pelatihan senam kaki alat pijat kayu (Senayu) terhadap sensitivitas kaki

pasien DM tipe 2 didapatkan bahwa ada peningkatan sensitifitas kaki yang signifikan

pada kelompok eksperimen dengan nilai p value =0,000.

Alat pijat kayu (Apiyu) yang digunakan sebagai pijat refleksi pada telapak kaki

dapat memberikan rangsangan pada titik-titik saraf yang berhubungan dengan pankreas

agar menjadi aktif untuk merangsang pengeluaran insulin, sehingga senam kaki alat

pijat kayu (Senayu) ini sangat bermanfaat jika dilakukan secara mandiri di rumah untuk
4

kesehatan dan mencegah komplikasi DM. Agar senam kaki alat pijat kayu (Senayu)

dapat dilakukan secara mandiri dan lebih efektif serta sesuai dengan tujuan, maka

diperlukan strategi yang tepat, menarik, dan mudah diterima oleh sasaran. Salah satunya

adalah dengan melakukan senam tersebut melalui tutorial media audiovisual. Media

audiovisual merupakan jenis media yang menyajikan informasi atau konten yang

melibatkan suara (stimulasi pendengaran) dan juga gambar (stimulasi visual) (Flood,

Heath, & Lapp, 2014).

Pengetahuan yang ada pada setiap orang diterima atau ditangkap melalui

pancaindera. Semakin banyak pancaindera yang digunakan, semakin banyak dan jelas

pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Menurut penelitian para ahli,

pancaindera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke otak adalah mata (kurang

lebih 75% sampai 87%), sedangkan 13% sampai 25% pengetahuan manusia diperoleh

atau disalurkan dari media lainnya (Maulana, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Guthes, Purnomo, & Kresnadi (2013) tentang

pengaruh penggunaan media audiovisual terhadap hasil belajar roll depan pada senam

lantai didapatkan bahwa rata-rata hasil skor belajar siswa yang menggunakan media

audiovisual sebesar 70 lebih tinggi dibandingkan menggunakan buku ajar sebesar 57,

6724. Efektivitas media audiovisual tergolong tinggi (ES= 1,88) dan memberikan

kontribusi sebesar 46, 99%.

Penelitian yang dilkukan oleh Oktaviandi, Kaswari, dan Supriatna (2014) tentang

pengaruh media audiovisual terhadap forward roll dan back roll senam lantai juga

didapatkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar forward roll dan back roll dengan

hasil sebesar 59, 36% untuk peningkatan teknik dasar forward roll dan 87, 34% untuk

peningkatan teknik dasar back roll.


5

Berdasarkan studi pendahuluan terhadap 10 orang penderita DM yang dilakukan

peneliti pada tanggal 12 Januari 2018 di kelurahan Rejosari didapatkan 5 dari 10

responden DM tipe 2 mengatakan mengalami kesemutan dan kebas pada kaki. 3 dari 10

responden pernah mendapatkan penyuluhan tentang senam kaki. Semua responden

mengatakan belum pernah melakukan senam kaki alat pijat kayu (Senayu) melalui

tutorial media audiovisual. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Efektivitas pelaksanaan senam kaki alat pijat kayu

(senayu) melalui tutorial media audiovisual terhadap kadar gula darah dan tingkat

sensitivitas kaki pasien diabetes melitus tipe 2”

B. Rumusan Masalah

Penyakit DM yang tidak dikendali dengan baik menyebabkan berbagai komplikasi

seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke, gagal ginjal, gangguan penglihatan,

dan gangren pada kaki. Gangren pada kaki terjadi karena sirkulasi darah yang tidak

baik, untuk mengatasi hal itu maka bisa dilakukan dengan senam kaki menggunakan

alat pijat kayu. Senam kaki dengan alat pijat kayu akan merangsang pengeluaran insulin

dan memperlancar peredaran darah. Agar senam kaki alat pijat kayu (Senayu) dapat

dilakukan secara mandiri dan lebih efektif serta sesuai dengan tujuan, maka diperlukan

strategi yang tepat, menarik, dan mudah diterima oleh sasaran. Salah satunya adalah

dengan melakukan senam tersebut melalui tutorial dari media audiovisual. Berdasarkan

penjelasan di atas maka peneliti membuat rumusan masalah yaitu “Apakah pelaksanaan

senam kaki alat pijat kayu (Senayu) melalui tutorial media audiovisual efektif terhadap

penurunan kadar gula darah dan peningkatan sensitivitas kaki pasien diabetes melitus

tipe 2?”.
6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan senam

kaki alat pijat kayu (Senayu) melalui tutorial media audiovisual terhadap kadar gula

darah dan tingkat sensitivitas kaki pasien diabetes melitus tipe 2

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden; umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,

dan lama penyakit.

b. Mengidentifikasi kondisi sensitivitas kaki dan kadar gula darah pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol sebelum melakukan senayu melalui tutorial

media audiovisual

c. Mengidentifikasi kondisi sensitivitas kaki dan kadar gula darah pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol setelah melakukan senayu melalui tutorial

media audiovisual

d. Membandingkan sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2 sebelum melakukan

senayu melalui tutorial media audiovisual pada kelompok eksperimen

e. Membandingkan sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2 sebelum melakukan

senayu melalui tutorial media audiovisual pada kelompok kontrol

f. Membandingkan sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2 pada kelompok

eksperimen setelah melakukan senayu melalui tutorial media audiovisual dengan

kelompok kontrol.

g. Membandingkan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2 sebelum melakukan

senayu melalui tutorial media audiovisual pada kelompok eksperimen

h. Membandingkan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2 sebelum melakukan

senayu melalui tutorial media audiovisual pada kelompok kontrol


7

i. Membandingkan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2 pada kelompok

eksperimen setelah melakukan senayu melalui tutorial media audiovisual dengan

kelompok kontrol

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi/Petugas kesehatan

Sebagai tambahan informasi bagi petugas kesehatan tentang manfaat tutorial media

audiovisual dan manfaat terapi senam kaki alat pijat kayu (Senayu) untuk pasien

DM tipe 2.

2. Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi

mahasiswa nantinya dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien DM tipe 2.

3. Bagi pasien Diabetes Melitus

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu motivasi untuk

meningkatkan kualitas hidup dengan mengontrol gula darah, meningkatkan

sensitifitas kaki, dan mencegah komplikasi dari penyakit DM terutama komplikasi

pada kaki (gangren).

4. Bagi Peneliti Lain

Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data,

informasi dasar, dan evidence based untuk melaksanakan penelitian selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Diabetes Melitus

a. Pengertian DM

DM adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk

heterogen dengan manifestasi klinis berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika

telah berkembang penuh secara klinis, maka Diabetes Melitus ditandai dengan

hiperglikemia puasa dan postprandial (Price & Wilson, 2014). Gejala yang

timbul adalah akibat kurangnya sekresi insulin atau ada insulin yang cukup,

tetapi tidak efektif (Baradero, Dayrit, & siswadi, 2009).

Tabel 1
Kadar Glukosa

Diagnosis Kadar glukosa


Glukosa puasa normal < 100 mg/dl
Pradiabetes 110 – 126 mg/dl
Diabetes (dua pemeriksaan terpisah) > 126 mg/dl
Diabetes (sesudah makan) > 200 mg/dl
Sumber: Darryl & Barnes (2012)

b. Etiologi DM

1) DM tipe 1

a) Autoimun

DM tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik

dengan gejala-gejala perusakan secara bertahap imunologik sel-sel yang

memproduksi insulin. Individu yang peka secara genetik memberikan

respon terhadap faktor pemicu seperti infeksi virus dengan memproduksi

autoantibody terhadap sel-sel beta yang mengakibatkan berkurangnya

8
9

sekresi insulin yang dirangsang glukosa. Manifestasi klinis terjadi jika

lebih dari 90% sel-sel beta menjadi rusak (Price & Wilson, 2014).

b) Genetik

Bukti untuk determinan genetik diabetes tipe 1 adalah adanya

kaitannya dengan tipe-tipe histokompatibilitas (human leukocyte antigen

[HLA]) spesifik (Price & Wilson, 2014). Kecendrungan genetik ini

ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human

Leucocyte Hormone) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang

bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya

(Rendy & Margareth, 2012).

2) DM tipe 2

DM tipe 2 mempunyai pola familial yang kuat, indeks untuk diabetes tipe

2 pada kembar monozigot hampir 100%. Risiko berkembangnya diabetes

tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya.

Transmisi genetik adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam

diabetes awitan dewasa muda (MODY), yaitu subtype penyakit diabetes

yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita

diabetes tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1, dan

sekitar 90% pasti membawa (carrier) diabetes tipe 2.

Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja

insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap

kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor

permukaan sel kulit tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang

menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan

transport glukosa menembus membrane sel.


10

Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam

pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh

berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya

responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin

intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks

reseptor insulin dengan sistem transport glukosa.

Ketidaknormalan postreseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada

akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang

beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar

80% pasien DM tipe 2 mengalami obesitas. Pengurangan berat badan sering

dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan

toleransi glukosa (Price & Wilson, 2014).

c. Klasifikasi DM

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut Tandra (2008):

1) DM tipe 1

DM ini muncul ketika pankreas tidak dapat atau kurang mampu

memproduksi insulin. Akibatnya insulin kurang atau tidak ada sama sekali.

DM tipe 1 juga disebut insulin-dependent diabetes karena pasien sangat

bergantung pada insulin. DM ini disebut juga juvenile diabetes karena terjadi

pada umur yang muda. DM tipe 1 biasanya adalah penyakit autoimun, yaitu

penyakit yang disebabkan oleh gangguan sistem imun atau kekebalan tubuh

pasien yang mengakibatkan rusaknya sel pankreas. Teori lain menyebutkan

bahwa kerusakan pankreas adalah akibat pengaruh genetik, infeksi virus, dan

malnutrisi. Jumlah penderita DM tipe 1 adalah 5-10 % dari semua penderita


11

diabetes. Gejala yang timbulpun mendadak dan bisa berat sampai

mengakibatkan koma jika tidak segera ditolong dengan insulin.

2) DM tipe 2

DM tipe ini paling sering dijumpai. Biasanya terjadi pada umur diatas 40

tahun, tetapi bisa juga timbul pada umur diatas 20 tahun. Sekitar 90-95 %

penderita DM adalah DM tipe 2. Pankreas pada DM tipe 2 masih bisa

membuat insulin, tetapi kualitas insulinnya buruk, tidak dapat berfungsi

dengan baik. Pasien biasanya tidak perlu tambahan suntikan dalam

pengobatannya, tetapi memerlukan obat yang bekerja untuk memperbaiki

fungsi insulin tersebut, menurunkan glukosa, memperbaiki pengolahan gula

di hati, dll. DM tipe 2 juga dapat terjadi karena sel-sel jaringan tubuh dan otot

pasien resisten sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan akhirnya

tertimbun dalam peredaran darah, umumnya terjadi pada psien yang obesitas.

DM tipe 2 disebut juga Non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).

3) DM pada kehamilan

DM yang muncul hanya pada saat hamil disebut sebagai diabetes tipe

gestasi atau gestational diabetes. Keadaan ini terjadi karena pembentukan

beberapa hormone pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin. DM

ini terjadi pada 2-5 % kehamilan. Biasanya baru diketahui setelah kehamilan

bulan keempat ke atas, kebanyakan pada trimester ketiga. Setelah persalinan

pada umumnya glukosa darah akan kembali normal. Namun, lebih dari

setengah ibu hamil dengan DM mengalami DM tipe 2.


12

4) Diabetes yang lain

Diabetes yang lain yaitu diabetes sekunder atau akibat dari penyakit lain,

yang mengganggu produksi insulin atau mempengaruhi kerja insulin.

Penyebab diabetes semacam ini adalah:

a) Pankreatitis

b) Gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis

c) Penggunaan hormon kortikosteroid

d) Pemakaian beberapa obat antihipertensi atau antikolestrol

e) Malnutrisi

f) Infeksi

d. Patofisiologi DM

Apabila jumlah atau dalam fungsi/aktivitas insulin mengalami defisiensi

insulin, hiperglikemi akan timbul dan hiperglikemia ini adalah diabetes.

Kekurangan insulin ini bisa absolut apabila pankreas tidak menghasilkan sama

sekali insulin atau menghasilkan insulin, tetapi dalam jumlah yang tidak cukup,

misalnya yang terjadi pada DM tipe 2. Kekurangan insulin absolut maupun

relatif akan mengakibatkan gangguan metabolisme bahan bakar, yaitu

karbohidrat, protein, dan lemak. Tubuh memerlukan bahan bakar untuk

melangsungkan fungsinya, membangun jaringan baru, dan memperbaiki

jaringan. DM mempengaruhi cara tubuh menggunakan karbohidrat, protein, dan

lemak.

DM salah satu penyakit yang sulit dimengerti oleh pasien DM dan pemberi

asuhan. Pengertian penyakit bisa dipermudah dengan mempelajari “star player”

DM. homon sebagai “board of directors” dalam kaitan dengan metabolisme,

yaitu mengarahkan dan mengendalikan kegiatan. Board of directors mempunyai


13

representasi pankreas (insulin dan glukagon), kelenjar hipofisis (GH dan

ACTH), korteks adrenal (Kortisol), sistem saraf autonomik (norepinefrin), dan

medulla adrenal (epinefrin) dari peredaran darah. Hepar dapat mengambil

glukosa, lemak, dan asam amino dari peredaran darah dengan insulin. Hepar

menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen, yang lain disimpan dalam sel otot

dan sel lemak. Cadangan ini (glikogen) dapat diubah kembali menjadi glukosa

apabila diperlukan.

Perubahan dalam metabolisme ini mengakibatkan glikosuria karena glukosa

darah sudah mencapai kadar “ambang ginjal”, yaitu 180 mg/dl pada ginjal yang

normal. Kadar glukosa 180 mg/dl, ginjal sudah tidak bisa mereabsorbsi glukosa

dan filtrat glomerulus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air, osmotik

diuretik akan terjadi yang mengakibatkan poliuria. Poliuria akan menyebabkan

hilangnya banyak air dan elektrolit lewat urin, terutama natrium, klorida, kalium

dan fosfat. Hilangnya air dan natrium akan mengakibatkan sering merasa haus

dan peningkatan asupan air (polidipsia). Karena sel tubuh juga mengalami

kekurangan bahan bakar, pasien merasa lapar dan ada peningkatan asupan

makanan (polifagia). Pada DM tipe 1 dengan hilangnya banyak glukosa akan

mengakibatkan banyak kalori yang hilang dan berat badan pasien menurun

walaupun ia banyak makan (Baradero, Dayrit, & siswadi, 2009).

e. Manifestasi klinis DM

Menurut Price dan Wilson (2014) manifestasi klinis DM dikaitkan dengan

konsekuensi metabolik defisiensi insulin, yaitu:

1) Poliuria (banyak kencing) dan rasa haus (polidipsia)

Pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa

plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat.
14

Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka

timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan dieresis osmotik yang

meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia).

2) Polifagia (banyak makan)

Rasa lapar yang semakin besar diakibatkan oleh kehilangan kalori dari tubuh.

3) Berat badan menurun tanpa sebab yang jelas (DM tipe 1), lemah, somnolen

terjadi beberapa hari atau beberapa minggu. Kelemahan otot akibat

katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk

menggunakan gula darah sebagai energi. Gangguan aliran darah yang

dijumpai pada pasien DM lama juga berperan akan menimbulkan kelelahan.

4) Lemah badan, kesemutan, gatal, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk

jarum, kulit terasa tebal, kram, pandangan kabur, disfungsi ereksi pada pria,

dan pruritus vulva pada wanita.

f. Komplikasi DM

Komplikasi ini melibatkan pembuluh-pembuluh kecil (mikrovaskuler) dan

pembuluh-pembuluh sedang dan besar (makrovaskuler) (Nasar, Himawan, &

Marwoto, 2010; Price & Wilson, 2014).

1) Mikrovaskuler

Mikrovaskuler merupakan salah satu perubahan patologik paling penting dan

khas dari DM. Gambaran khas berupa penebalan difus membran basal kapiler

di seluruh tubuh. Ginjal (nefropati diabetik), retina (retinopati diabetik), saraf-

saraf perifer (neuropati), kulit, dan otot skelet merupakan organ yang

umumnya terkena.
15

a) Nefropati

Manifestasi awal dari nefropati berupa proteinuria dan hipertensi. Jika

hilangnya fungsi nefron terus berlanjut, pasien akan mengalami

insufisiensi ginjal dan uremia.

b) Neuropati dan katarak

Neuropati dan katarak pada pasien diabetes diangggap sebagai akibat

akumulasi sorbitol di dalam jaringan saraf atau lensa mata. Enzim

reduktase-aldose memproduksi sorbitol pada kedua jaringan saat kadar

glukosa darah tinggi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer, saraf-

saraf kranial atau sistem saraf otonom.

c) Retinopati

Hiperglikemia berkaitan dengan insiden dan berkembangnya retinopati.

Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang

kecil) dari arteriola retina. Akibatnya perdarahan, neovaskularisasi, dan

jaringan parut retina menyebabkan kebutaan.

2) Makrovaskuler

Makrovaskuler diabetik mempunyai gambaran berupa aterosklerosis. Pada

akhirnya, makroangiopati diabetik akan mengakibatkan penyumbatan

vaskuler. Jika mengenai arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufiensi

vaskuler perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangren pada

ekstremitas serta insufiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah

arteria koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark

miokardium.
16

g. Alat pemeriksaan gula darah

Pemantauan kadar gula darah dapat menggunakan alat pengukur glukosa

darah yang disebut glucometer. Glucometer ini menggunakan reagen kering dan

menggunakan darah kapiler yang diambil dari ujung jari tangan. Hasil

pemeriksaan menggunakan alat ini dapat dipercaya jika kalibrasi alat dilakukan

dengan baik dan cara pemeriksaan sesuai dengan yang dianjurkan (Dalimartha &

Adrian, 2012).

Glucometer digunakan untuk memantau tingkat glukosa darah perifer pada

pasien. Glukometer memberikan informasi penting tentang apakah kadar gula

darah berada pada kisaran yang tepat. Umumnya glucometer memiliki rentang

ukur hingga 500 mg/dl (Christian & Waterstram, 2012).

Gambar 1
Glucometer

Sumber: Bilous dan Donelly (2012)

h. Pemeriksaan Neuropati

Pemeriksaan neuropati dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya

dengan uji monofilamen. Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat


17

sederhana dan cukup sensitif untuk menegakkan diagnosis pasien yang memiliki

resiko mengalami ulkus karena telah mengalami gangguan neuropati sensoris

perifer. Jika pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen maka

hasil tes dikatakan tidak normal. Bagian yang dilakukan pemeriksaan

monofilamen adalah sisi plantar (area metatarsal tumit dan di antara metatarsal

dan tumit) dan sisi dorsal (Wijonarko, 2009).

Gambar 2
Monofilamen

Sumber: Hasneli (2013)


i. Penatalaksaan DM

Menurut Kowalak, Wels, dan Mayer (2011) terapi yang efektif bagi semua

tipe diabetes akan mengoptimalkan kontrol glukosa darah dan mengurangi

komplikasi.

1) DM tipe 1

Terapi insulin, perencanan makan, dan latihan fisik. Terapi insulin meliputi

penyuntikan preparat mixed insulin, split-mixed, dan penyuntikan insulin


18

regular (RI) lebih dari satu kali perhari serta penyuntikan insulin sub kutan

yang kontinu, atau transplantasi pankreas.

2) DM tipe 2

Pemberian obat antidiabetik oral untuk menstimulasi produksi insulin

endogen, meningkatkan sensitivitas terhadap insulin pada tingkat seluler,

menekan glukoneogenesis hepar, dan memperlambat absorbs karbohidrat

dalam traktus GI.

Penanganan kedua DM tersebut juga melalui pemantauan kadar glukosa

darah, perencanan makan yang dirancang secara perorangan untuk memenuhi

kebutuhan gizi, mengendalikan kadar glukosa serta lipid darah, mengatur berat

badan yang tepat, menurunkan berat badan atau diet tinggi kalori sesuai tahap

pertumbuhan dan tingkat aktivitas (DM tipe 1).

3) DM pada kehamilan

Penatalaksanaan DM pada kehamilan bisa dilakukan dengan terapi gizi

medik, suntikan insulin jika kadar glukosa tidak bisa dicapai dengan diet

saja, pencegahan kenaikan badan dan konseling pasca partum untuk

menghadapi resiko tinggi diabetes pada kehamilan berikutnya dan diabetes

tipe 2 setelah kehamilan.

2. Senam Kaki

a. Pengertian senam kaki

Kaki adalah salah satu bagian tubuh yang harus mendapatkan perhatian yang

ekstra bagi penderita DM. luka pada kaki umumnya bisa menjadi masalah

serius. Hal ini mengharuskan penderita DM tidak hanya fokus pada

pengendalian kadar gula darah atau gaya hidup, tetapi juga menjaga kesehatan

organ tubuh terutama bagian kaki untuk menghindari terjadinya amputasi akibat
19

luka yang sulit sembuh. Tingginya kadar glukosa darah yang tidak ditangani

dalam waktu yang lama dapat menimbulkan masalah pada kaki, yaitu kerusakan

saraf. Rusaknya saraf di kaki menyebabkan pasien tidak merasakan sensasi

sakit, panas, atu dingin sehingga tidak menyadari luka yang terjadi (Kurniadi &

Nurrahmi, 2015).

Senam kaki merupakan senam yang bertujuan untuk memperlancar peredaran

darah ke kaki dan menghindari kekakuan otot (Sutedjo, 2014). Kaki diabetik

yang mengalami gangguan sirkulasi darah dan neuropati dianjurkan untuk

melakukan latihan jasmani atau senam kaki sesuai dengan kondisi dan

kemampuan tubuh. Senam kaki diabetes adalah pencegahan tersier yang paling

penting untuk mencegah terjadinya kecacatan, senam kaki dapat membantu

sirkulasi darah pada pasien DM dan memperkuat otot-otot kecil kaki serta

mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (Kurniadi & Nurrahmi, 2015).

b. Senam Kaki Alat pijat kayu (Senayu)

Cara memijat ada bermacam-macam, ada yang menggunakan jemari tangan,

alat bantu pijat, media bara api, ada pula menggunakan minyak sebagai pelicin

(Putra, 2013). Senam kaki alat pijat kayu merupakan senam kaki diabetik yang

menggunakan alat pijat kayu sebagai alat bantu dalam pemijatannya, sehingga

melakukan senam kaki alat pijat kayu diharapkan efektif terhadap peningkatan

sensitivitas kaki pasien DM tipe 2 (Hasneli, 2016).

Penelitian yang dilakukan pada oleh Hasneli (2017) tentang identifikasi dan

analisis sensitivitas kaki dan glukosa darah pada pasien diabetes setelah

melakukan terapi pijat kaki alat pijat kayu didapatkan bahwa dari 50 responden

yang dilakukan pengukuran sesitivitas kaki didapatkan median adalah 7 dengan

nilai minuman dan maksimum untuk kaki kiri adalah 1 dan 10 dan untuk kaki
20

kanan adalah 1 dan 9. Serta dari 50 responden yang dilakukan pengukuran gula

darah puasa didapatkan median adalah 320 mg/dl dengan nilai minum dan

maksimum adalah 179 mg/dl dan 600 mg/dl.

Alat pijat kayu yang didesain oleh Hasneli (2015) yang diberi nama Alat pijat

kayu merupakan alat untuk melancarkan sirkulasi darah khususnya bagian di

bawah telapak kaki. Selain yang digunakan untuk bagian kaki, tangan dan organ

lainnyapun juga bisa menggunakan alat ini. Alat ini sangat mudah digunakan.

Alat pijat kayu memiliki panjang 11 cm dengan diameter bagian bawah 5 cm.

bagian atas kayu dibuat runcing agar memudahkan pengguna untuk mencapai

titik saraf yang bermasalah sesuai dengan organ target pada area refleksi. Pada

bagian bawah terdapat 12 ruas kayu dan bergigi dengan ukuran yang berbeda.

Fungsinya adalah untuk memperlancarkan sirkulasi darah yang berada pada

telapak kaki responden dan merangsang sensitivitas kaki (Agustina, Hasneli, &

Novayelinda, 2017).

3. Pijat refleksi

a. Pengertian Pijat refleksi

Refleksi merupakan gerakan saraf yang berada di luar kendali kesadaran

manusia. Ilmu pijat refleksi yang dikenal dengan refleksiologi dapat diartikan

sebagai terapi dengan menggerakkan saraf tanpa pengendalian kesadaran si

pasien (Hayuaji, 2016). Pijat refleksi adalah suatu metode mengobati penyakit

melalui pusat urat saraf yang terhubung ke dalam organ-organ tubuh tertentu

(Sulasmono, 2016).

Prinsip pijat refleksi adalah penyembuhan melalui refleks seluruh tubuh yang

berhubungan dengan organ atau kelenjar tertentu. Organ kelenjar tubuh


21

diharapkan kembali berfungsi seperti sebelumnya melalui relaksasi dari pijat

refleksi (Putra, 2013).

b. Manfaat pijat refleksi

Berdasarkan 170 penelitian yang telah dilakukan di 21 negara tentang

refleksiologi didapatkan 9 manfaat pijat refleksi (Sulasmono, 2016), yaitu:

1) Melancarkan sirkulasi darah

Peredaran darah yang tidak lancar merupakan salah satu penyebab timbulnya

penyakit, karena mempengaruhi fungsi organ tubuh lainnya. Penerapan

metode pijat refleksi akan menormalkan kembali sistem peredaran darah

tersebut dan membantu membersihkan sampah dalam tubuh serta

mengeluarkannya.

2) Memberikan relaksasi

Kegiatan yang padat menyebabkan pikiran dan tubuh menjadi tegang. Pijat

refleksi mampu merelaksasikan tubuh sekaligus pikiran melalui pengendoran

otot-otot yang kaku dan tegang tersebut.

3) Menghilangkan rasa sakit dan nyeri

Rasa sakit dan nyeri menyebabkan ketidaknyamanan tubuh dan

mempengaruhi perasaan seseorang. Penerapan pijat refleksi yang dilakukan

oleh orang yang profesional akan mengurangi rasa sakit tersebut.

4) Menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh

Pijat refleksi memfokuskan area pemijatan pada titik-titik refleksi tertentu.

Hal ini akan mencegah tubuh terserang penyakit.

5) Memulihkan sakit setelah operasi

6) Sebagai terapi mental dan psikologis

7) Memudahkan proses persalinan


22

8) Meringankan kram menstruasi

9) Membantu perawatan penyakit kanker

Penelitian yang telah dilakukan di beberapa Negara didapatkan bahwa pijat

refleksi dapat mengatasi rasa nyeri, mual, muntah, serta kecemasan pasien

kanker ketika kemoterapi.

c. Titik Refleksi pada kaki

Daerah refleksi diartikan sebagai titik pusat urat-urat saraf yang ada di

seluruh bagian tubuh. Titik tersebut tersebar di seluruh bagian tubuh seperti

tangan, kaki, kepala, telinga, dan bagian tubuh lainnya. Titik-titik refleksi

berperan memperlancar sistem peredaran darah pada masing-masing organ

tubuh. Tubuh kita terdapat jalur meridian. Jalur meridian adalah jalur yang

menggambarkan peredaran energi dalam tubuh. (Sulasmono, 2016). Setiap

meridian bertanggung jawab atas sebuah organ penting dan menyambungkan

organ, otot, dan bagian tubuh lainnya (Wijayanti, 2009). Misalnya, titik-tiktik

refleksi pada tangan atau kaki berhubungan dengan organ-organ tubuh seperti

jantung, ginjal, lambung, dll.

Sebagai simbol dari pijat refleksi, kaki adalah bagian tubuh yang memiliki

titik refleksi paling banyak, yaitu sekitar 70 titik. Titik refleksi pada kaki

tersebar diseluruh bagian kaki meliputi bagian samping kaki, punggung kaki,

dan telapak kaki. Titik refleksi tersebut berhubungan dengan organ-organ seperti

kandung kemih, paru-paru, kelenjar tiroid, paratiroid, usus, kelenjar reproduksi,

lambung, limpa, jantung, pankreas, dll (Sulasmono, 2016).

Titik refleksi yang saling berhubungan tersebut membentuk seperti peta

tubuh di kaki. Kaki sebelah kiri berhubungan dengan tubuh bagian kiri begitu
23

juga sebaliknya dengan kaki kanan (Adiguna, 2016). Area titik refleksi untuk

pankreas dapat dilihat pada gambar nomor 17 berikut ini:

Gambar 3
Titik refleksi pada telapak kaki

TITIK 17

Sumber: www.refleksibatam.com
24

Keterangan:

1. Otak 13. Kelenjar paratiroid 25. Usus halus


2. Dahi 14. Paru-paru 26. Usus buntu
3. Otak kecil 15. Lambung 27. Katup ileosekal
4. Kelenjar dibawah otak 16. Usus 12 jari 28. Usus besar asenden
5. Saraf trigeminus 17. Pankreas 29. Usus tranversus
6. Hidung 18. Lever 30. Usus desenden
7. Leher 19. Kandung empedu 31. Rectum
8. Mata kiri/kanan 20. Serabut saraf lambung 32. Anus
9. Kuping 21. Kelenjar adrenal 33. Jantung
10. Bahu 22. Ginjal 34. Limfa
11. Trapezius (leher dan 23. Ureter 35. Lutut
pundak) 24. Kandung kemih 36. Kelenjar reproduksi
12. Kelenjar tiroid

Pemijatan pada daerah refleksi bisa melancarkan peredaran darah pada organ

yang bersangkutan (Ruhito & Mahendra, 2009). Pijat refleksi dapat memberikan

rangsangan pada titik-titik saraf yang berhubungan dengan pankreas yang

memberikan ransangan pengeluaran insulin sehingga dapat menghasilkan insulin

untuk mengontrol kadar gula darah.

d. Langkah-langkah pelaksanaan senam kaki alat pijat kayu (Senayu)

Menurut Hasneli (2016) berikut tahapan dalam melakukan senam kaki alat

pijat kayu (Alat pijat kayu):

1) Posisikan pasien duduk di atas kursi tegak lurus

2) Rendam kaki dengan menggunakan air hangat  1 menit.

3) Lap kaki dengan menggunakan handuk bersih 1 menit

4) Letakkan tumit di lantai, jari kaki diluruskan ke atas lalu dibengkokkan

kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali. Selama 2 menit

5) Letakkan tumit di lantai, angkat jari-jari kaki ke atas kemudian jari-jari kaki

letakkan ke lantai dan tumit di angkat ke atas sebanyak 10 kali. 2 menit


25

6) Letakkan tumit di lantai, bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat gerakan

memutar pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali. Selama 2 menit

7) Luruskan salah satu kaki dan angkat sebatas lutut kemudian jari-jari kaki

dibengkokkan ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali secara

bergantian. Selama 2 menit

8) Luruskan kedua kaki dan angkat sebatas lutut kemudian pergelangan kaki

naikkan ke atas dan ke bawah sebanyak 10 kali. Selama 2 menit

9) Dalam posisi yang sama pergelangan diputar 360 sebanyak 10 kali selama

2 menit

10) Luruskan kedua kaki angkat sebatas lutut kemudian turunkan ke bawah

lakukan sebanyak 10 kali selama 2 menit

Langkah-langkah alat pijat kayu

11) Oleskan minyak zaitun dimulai dari lutut sampai ke ujung kaki secukupnya

selama 1 menit

12) Masase dari jari-jari sampai pada pergelangan kaki selama 1 menit secara

bergantian

13) Lakukan masase telapak kaki dari arah bawah ke atas selama 1 menit

14) Masase telapak kaki dan jari-jari kaki lakukan selama 1 menit

15) Lakukan tekanan menggunakan alat pijat kayu (alat pijat kayu) posisi tegak

lurus sampai masuk ½ cm pada setiap titik refleksi, lalu gerakkan maju

mundur selama (5 menit) pada telapak kaki titik 17 (titik pankreas).

4. Metode dan Teknik Pembelajaran

Metode pembelajaran menurut Knowles (1977), adalah cara pengorganisasian

peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Metode mencakup pembelajaran


26

individual, pembelajaran kelompok, dan pembelajaran komunitas. Dalam proses

belajar mengajar, teknik diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam

mengimplementasikan metode secara spesifik. Teknik harus konsisten dengan

metode (Hardini & Puspitasari, 2012).

Teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang

dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik, misalnya penggunaan

metode ceramah pada kelas dengan jumlah peserta didik yang relatif banyak

membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan

penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah peserta didik terbatas.

Demikian pula, dengan penggunaan diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda

pada kelas yang peserta didiknya tergolong aktif dengan kelas yang peserta didik

nya tergolong pasif. Dalam hal ini guru pun dapat bergonta-ganti teknik meskipun

dalam koridor metode yang sama (Tambak, 2014).

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur

manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling

mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem

pengajaran terdiri dari peserta didik, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga

laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi, slide

dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan

kelas, perlengkapan audiovisual, komputer. Prosedur, meliputi jadwal, metode

penyampaian informasi, praktik, belajar, dan ujian (Hamalik, 2007).

Pembelajaran itu berlaku cara membelajarkan peserta didik atau membuat

peserta didik dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemampuannya

sendiri untuk mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai

kebutuhan peserta didik (Muhaimin, 2008).


27

Tabel 2
Hubungan antara Metode dan Teknik Pembelajaran

Metode Pembelajaran Teknik Pembelajaran


Pembelajaran perorangan - Tutorial
- Bimbingan
- Magang
- Sorogan, dsb.
Pembelajaran Kelompok - Diad/Triad
- Ceramah bervariasi
- Diskusi
- Curah pendapat
- Simulasi
- Bermain peran
- Pecahan bujur sangkar
- Cawan ikan
- Demostrasi, dsb.
Pembelajaran Komunitas - Demostrasi
- Kontak soaial
- “Paksaan social
- Aksi partisipatif
- Dst
Sumber: Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI (2007)

Jadi, teknik pembelajaran adalah suatu cara yang dilakukan oleh seorang

pengajar untuk melaksanakan metode yang dipilih dalam proses pembelajaran dan

disesuaikan dengan keadaan peserta didik.

5. Teknik Pembelajaran Tutorial

a. Pengertian Teknik Pembelajaran Tutorial

Pengertian tutorial menurut beberapa pendapat adalah:

1) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tutorial adalah

pembimbingan kelas oleh seorang pengajar (tutor) untuk seorang mahasiswa

atau sekelompok mahasiswa.

2) Menurut Daryanto (2010) mendefinisikan tutorial adalah belajar dengan guru

pembimbing.
28

3) Menurut Hamalik (Hamalik, 2009), tutorial diartikan sebagai bimbingan

pembelajaran dalam bentuk pemberian bimbingan, bantuan, petunjuk, arahan,

dan motivasi agar para peserta didik belajar secara efisien dan efektif.

b. Fungsi Tutorial

Fungsi Tutorial Meliputi (Hamalik, 2009) :

1) Intruksional, yakni melaksanakan proses pembelajaran agar para peserta didik

belajar mandiri melalui bahab ajar yang telah ditetapkan.

2) Diagnosis-bimbingan yakni membantu para peserta didik mengalami

kelemahan, kekuatan, kelambanan, masalah dalam mempelajari modul

berdasarkan hasil penilaian, baik formatif, maupun sumatif, sehingga peserta

didik mampu membimbing diri sendiri.

3) Personal, yakni memberikan keteladanan kepada peserta didik seperti

penguasaan materi modul, cara belajar, sikap dan perilaku yang secara tak

langsung menggugah motivasi belajar mandiri dan motif berprestasi.

c. Tujuan Tutorial

Menutut (Wlodkowski & Jaynes, 2004), kegiatan tujuan kegiatan tutorial adalah:

1) Meningkatkan penguasaan pengetahuan para peserta didik sesuai dengan

yang dimuat bahan ajar.

2) Meningkatkan ketrampilan peserta didik tentang cara memecahkan masalah,

mengatasi kesulitan atau hambatan agar mampu membimbing diri sendiri.

3) Meningkatkan kemampuan peserta didik tentang cara belajar mandiri dan

menerapkannya pada masing-masing modul yang sedang dipelajari.


29

d. Jenis - Jenis Tutorial

Menurut Sutikno (2014), Jenis-jenis tutorial ada 3 yaitu :

1) Tutorial Konsultasi. Dalam metode ini peserta didik dan guru bertemu secara

teratur. Pada pertemuan itu peserta didik membaca sebuah kertas karya dan

mempertahankan isinya terhadap sanggahan guru. Cara ini memberikan

kesempatan kepada peserta didik yang berbakat untuk memperdalam

pengertiannya mengenai topik tulisan, dan untuk menambah ketrampilan

sebagai ilmuan. Keberhasilan strategi ini tergantung pada kecakapan tutor

serta persiapan yang baik dari peserta didik. Tanpa itu semua, tutorial

konsultasi tidak ada manfaatnya.

2) Tutorial Kelompok. Tutorial ini diadakan untuk menggunakan tenaga staf

pengajar dengan efisien dalam usaha membantu para peserta didik yang

kurang berbakat. Kualitas tutorial kelompok dapat ditingkatkan dengan

menjaga supaya diskusi-diskusi senantiasa berpusat pada topiknya, dan tutor

berperan sebagai penasehat, bukan sebagai penilai.

3) Tutorial Pratikum. Tutorial ini biasa diadakan dengan kelompok atau

perorangan untuk membelajarkan keterampilan psikomotor di laboratorium,

bengkel kerja, latihan senam, dan sebagainya.

e. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tutorial

Kelebihan metode tutorial meliputi (Ginting, 2012):

1) Siswa memperoleh pelayanan pembelajaran secara individual sehingga

permasalahan spesifik yang dihadapinya dapat dilayani secara spesisif pula.

2) Seorang siswa dapat belajar dengan kecepatan yang sesuai dengan

kemampuanya tanpa harus dipengaruhi oleh kecepatan belajar siswa yang lain

atau lebih dikenal dengan istilah Self Paced Learning.


30

Kelemahan metode tutorial meliputi:

1) Sulit dilaksanakan dalam pembelajaran klasikal karena guru harus melayani

siswa dalam jumlah yang banyak sehingga memerlukan waktu dan

pengaturan tahapan mengajar yang khusus.

2) Jika tetap akan dilaksanakan, diperlukan teknik mengajar dalam tim atau

team teaching dengan pembagian tugas diantara anggota tim, seorang guru

mengajar secara klasikal, dan seorang guru lainnya atau asisten

melaksanakan tutorial bagi siswa yang memerlukan. Namun penerapan team

teaching ini berakibat peningkatan biaya untuk membayar honorarium guru

karena bertambahnya jumlah guru yang melayani kelas tersebut.

3) Apabila tutorial ini dilaksanakan untuk melayani siswa dalam jumlah

banyak, diperlukan kesabaran dan keluasan pemahaman guru tentang materi

yang dipelajari siswa, karena besar kemungkinan permasalahan belajar yang

dihadapi siswa bervariasi antara satu dengan lainnya.

6. Media Audiovisual

a. Pengertian media audiovisual

Media pembelajaran berbasis audiovisual adalah media penyaluran pesan

dengan menggunakan indera pendengaran dan penglihatan. Secara umum media

audiovisual menurut teori kerucut pengalaman Edgar Dale memiliki efektifitas

yang tinggi daripada media visual saja atau audio saja. Jenis media audiovisual

adalah media film, video, dan televisi (Sukiman, 2012).

b. Jenis-jenis media audiovisual

1) Media film dan video

Film adalah suatu cabang seni yang menggunakan audio (suara) dan

visual (gambar) sebagai medianya. Film pada awalnya adalah karya


31

sinematografi yang memanfaatkan media selluloid (media peka cahaya/film)

sebagai penyimpannya. Tetapi, saat ini sebuah film cerita dapat di produksi

tanpa menggunakan selluloid. Pada tahap produksi gambar yang telah diedit

dari media analog maupun digital dapat disimpan pada media yang fleksibel.

Hasil akhir karya sinematografi dapat disimpan pada media selluloid, analog,

maupun digital. Perkembangan teknologi media penyimpan ini telah

mengubah pengertian film dari istilah yang mengacu pada bahan ke istilah

yang mengacu pada bentuk karya seni audio visual.

Media video juga mampu menampilkan gambar bergerak (gambar hidup)

dengan disertai suara. Secara empiris kata video berasal dari sebuah

singkatan yang dalam bahasa inggris yaitu visual dan audio. Kata vi adalah

singkatan dari visual yang berarti gambar, kemudian pada kata deo adalah

singkatan dari audio yang berarti suara.

Video adalah seperangkat komponen atau media yang mampu

menampilkan gambar sekaligus suara dalam waktu bersamaan. Pada

dasarnya video adalah mengubah suatu idea tau gagasan menjadi sebuah

tayangan gambar dan suara yang proses perekamannya dan penayangannya

melibatkan teknologi tertentu. Media video ini memiliki kesamaan dan

perbedaan dengan media film.

Persamaan media video dan media film adalah keduanya termasuk

kelompok media pandang dengan audiovisual, karena memiliki unsur yang

dapat dilihat sekaligus dapat didengar. Perbedaannya adalah film memiliki

alur cerita baik yang bersifat non fiksi atau fiksi, kalau video tidak memiliki

alur cerita.
32

Video dapat menyajikan informasi, menggambarkan suatu proses dengan

tepat dan sesuai realita, mengajarkan keterampilan secara mandiri, serta

dapat mempengaruhi sikap. Hal ini dipengaruhi oleh ketertarikan minat,

dimana tayangan yang ditampilkan oleh media video dapat menstimulus

seseorang untuk menyimak lebih dalam dibandingkan dengan menggunakan

tulisan. Video juga membuat seseorang belajar mandiri dan bebas tanpa

dikontrol (Peters, 2013).

Media film dan video memiliki kelebihan dan kekurangan. Diantara

kelebihannya menurut Prastowo (2012) adalah:

a) Seseorang dapat belajar sendiri dengan menggunakan video atau film

b) Sebagai media pandang dengar media ini menampilkan situasi yang

komunikatif dan dapat diulang-ulang. Misalnya, langkah-langkah dan

cara yang benar dalam berwudhu, praktik sholat fardhu, dan sebagainya.

c) Dapat menampilkan sesuatu yang detail dari benda yang bergerak,

kompleks yang sulit dilihat dengan mata

d) Video dapat dipercepat maupun diperlambat, dapat diulang pada bagian

tertentu yang perlu lebih jelas, dan bahkan dapat diperbesar.

e) Memungkinkan untuk membandingkan antar dua adegan berbeda diputar

dalam waktu bersamaan.

f) Video juga dapat digunakan sebagai tampilan nyata dari suatu adegan,

mengangkat suatu situasi diskusi, dokumentasi, promosi, suatu produk,

interviu, dan menampilkan suatu percobaan yang melalui sebuah proses.

g) Film dan video dapat diberikan pada semua kelompok, seperti kelompok

besar, kelompok kecil, kelompok heterogen, maupun perorangan.


33

Adapun kekurangannya adalah:

a) Pengadaan film dan video umumnya memerlukan biaya mahal dan waktu

yang lebih panjang. Tetapi hal ini bisa diatasi jika film atau video

tersebut diproduksi oleh organisasi tertentu dan dalam jumlah yang besar.

b) Film memerlukan proses yang lebih rumit dibanding video.

2) Televisi

Televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar, diam dan

gambar hidup bersama suara melalui kabel atau ruang. Sistem ini mengubah

cahaya dan suara ke dalam gelombang elektrik dan mengkonfersinya

kembali ke dalam cahaya yang dapat dilihat dan suara yang dapat didengar

(Sukiman, 2012). Menurut Susilana dan Riyana (2009) sebagai media

pembelajaran, televisi memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu:

a) Informasi yang disajikan televisi lebih aktual.

b) Televisi bisa menyajikan model dan contoh-contoh yang baik bagi

peserta didik dan memberikan kesan yang mendalam sehingga

mempengaruhi sikap peserta didik.

c) Televisi dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, dapat membawa

dunia nyata ke rumah dan ke kelas-kelas, seperti orang, tempat-tempat,

dan peristiwa-peristiwa, melalui penyiaran langsung dan rekaman dari

televisi tersebut.

d) Jangkauan penyebarannya sangat luas

e) Sangat baik untuk menerangkan suatu proses

Adapun kelemahan televisi adalah:

a) Televisi bersifat komunikasi satu arah


34

b) Programnya tidak dapat diulang-ulang sesuai kebutuhan, karena pada

saat disiarkan akan berjalan terus sehingga tidak ada kesempatan untuk

memahami pesan-pesannya sesuai dengan kemampuan masing-masing

peserta didik.

c) Gambarnya relatif kecil

d) Kadang bisa terjadi distorsi warna atau gambar akibat kerusakan atau

gangguan magnetik.

7. Tutorial Media Audiovisual

Tutorial adalah pembimbingan kelas oleh seorang pengajar (tutor) atau

pengajaran tambahan melalui tutor. Menurut Riyana (2007) media audiovisual

adalah media yang menampilkan audio dan juga visual yang berisi pesan-pesan

pembelajaran baik konsep, prinsip, prosedur, teori, dan aplikasi untuk membantu

pemahaman terhadap suatu materi pembelajaran sekelompok kecil peserta didik.

Jadi, tutorial media audiovisual adalah penayangan gambar hidup oleh seorang

pengajar untuk membantu dalam pemahaman terhadap suatu materi tertentu kepada

sekelompok kecil peserta didik.

Keunggulan Tutorial melalui media audiovisual seperti video adalah untuk

mempermudah tugas para trainer, instruktur, guru, dan dosen untuk menjelaskan

secara detail suatu proses tertentu. Contoh suatu proses tertentu tersebut seperti cara

latihan, cara pengerjaan tugas, dan sebagainya (Al-Firdaus, 2010). Tutorial melalui

media audiovisual juga dapat memberikan motivasi belajar mandiri bagi peserta

didik tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Prabowo (2015) tentang efektivitas media

pembelajaran video tutorial terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran

gambar teknik program keahlian teknik kendaraan ringan SMK Piri 1 Yogyakarta
35

didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh positif melalui tutorial video terhadap

prestasi siswa. Peningkatan prestasi lebih tinggi dibandingkan dengan media modul.

Penelitian yang dilakukan oleh Pawaka, Budiman, dan Ali (2017) tentang

meningkatkan efektivitas pembelajaran baling-baling melalui media audiovisual

pada siswa kelas V SDN Cibogo Walet didapatkan bahwa ada peningkatan

penguasaan gerakan baling-baling melalui media audiovisual pada pembelajaran

senam lantai.

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan formulasi atau simplikasi dari kerangka teori atau

teori-teori yang mendukung penelitian tersebut. Kerangka konsep terdiri dari variabel-

variabel serta hubungan variabel yang satu dengan yang lain. Peneliti akan mempunyai

arahan dalam menganalisis hasil penelitian (Notoatmodjo, 2012).

Skema 1
Kerangka Konsep

Kelompok Eksperimen

Input Proses Ouput

- Kadar gula darah


- Kadar gula darah - Melaksanakan dan sensitivitas
dan sensitivitas Senam Kaki Alat kaki pasien DM 3
kaki pasien DM pijat kayu (Senayu) hari berturut turut
sebelum dengan tutorial setelah
melaksanakan media audiovisual melaksanakan
Senayu yang sudah Senayu
menggunakan disediakan selama 30 menggunakan
media audiovisual menit, selama 3 hari tutorial dari media
3 hari berturut- berturut-turut audiovisual 3
turut
hari berturut-turut
36

Kelompok Kontrol
Input Output

Kadar gula darah Kadar gula darah


dan sensitivitas kaki dan sensitivitas kaki
pasien DM pasien DM

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan kesimpulan teoritis yang kebenarannya masih harus

dibuktikan melalui analisis terhadap bukti-bukti empiris. Hipotesis ini dapat benar atau

salah dan dapat diterima atau ditolak setelah dibuktikan melalui hasil penelitian

(Setiadi, 2013).

1. Hipotesis nol (H0)

Pelaksanaan senam kaki alat pijat kayu (Senayu) melalui tutorial media audiovisual

tidak efektif terhadap peningkatan sensitivitas kaki pada pasien diabetes melitus tipe

2. Hipotesis nol (H0)

Pelaksanaan senam kaki alat pijat kayu (Senayu) melalui tutorial media audiovisual

tidak efektif terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe 2

3. Hipotesis Alternatif (Ha)

Pelaksanaan senam kaki alat pijat kayu (Senayu) melalui tutorial media audiovisual

efektif terhadap peningkatan sensitivitas kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2

4. Hipotesis Alternatif (Ha)

Pelaksanaan senam kaki alat pijat kayu (Senayu) melalui tutorial media audiovisual

efektif terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe 2
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa oleh

peneliti untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian tersebut (Setiadi, 2013).

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan rancangan penelitian

Quasi Experiment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh yang timbul

karena adanya perlakuan tertentu dengan cara melibatkan kelompok kontrol selain

kelompok eksperimen. Pemilihan kedua kelompok tidak menggunakan teknik random

atau acak (setiadi, 2013). Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ini akan

dilakukan pre test untuk mengetahui keadaan awal lalu dilakukan post test setelah diberi

perlakuan untuk melihat efek dari perlakuan tersebut. Berikut gambaran rancangan

tersebut:

Tabel 3
Rancangan Penelitian
Pretest Perlakuan Posttest
Kelompok Eksperimen 01 X 02
Kelompok Kontrol 01 - 02

Keterangan:

01: Pengukuran kadar gula darah dan sensitivitas kaki sebelum melakukan senam kaki

menggunakan tutorial media audiovisual pada kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol.

02: Pengukuran kadar gula darah dan sensitivitas kaki setelah melakukan senam kaki

menggunakan tutorial media audiovisual pada kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol

X: Pemberian tutorial media audiovisual tentang senayu pada kelompok eksperimen

37
38

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dimulai dari persiapan riset pada bulan Februari 2018

hingga bulan Mei 2018 dan pelaksanaan penelitian hingga seminar hasil riset yaitu

dari bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2018. Jadwal Penelitian secara lengkap

dilihat pada tabel 3.

Tabel 4
Proses Kegiatan dan Waktu Penelitian

Kegiatan Waktu Pelaksanaan


Februari Maret April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Perumusan
masalah
Penyusunan
proposal
Seminar
proposal
Pengumpulan
data
Pengolahan
data
Seminar hasil
penelitian

2. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Rejosari, Kecamatan

Tenayan Raya dengan jumlah kunjungan pasien terbanyak. Berdasarkan data dari

dinas kesehatan kota pekanbaru didapatkan jumlah kunjungan pasien DM di

puskesmas Rejosari pada tahun 2016 adalah 3.055 kunjungan.


39

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah umum yang terdiri atas seluruh objek atau subjek yang

bisa berbentuk orang dan objek benda-benda alam lainnya yang memiliki karakter

atau sifat tertentu dengan kriteria yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Setiadi, 2013). Populasi dalam penelitian ini

adalah pasien DM Tipe 2 di wilayah kerja puskesmas Rejosari pada tahun 2017 yaitu

sebanyak 1.480 penderita DM tipe 2.

2. Sampel Penelitian

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang dipilih dengan syarat dan

kriteria tertentu untuk dapat menggambarkan dan menarik kesimpulan tentang

populasi (Kasjono & Yasril, 2009; Setiadi, 2013). Teknik pengambilan sampel pada

penelitian ini adalah Purposive sampling yang merupakan teknik penentuan sampel

dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti. Teknik

pengambilan sampel ini didasarkan oleh pertimbangan waktu, keterbatasan biaya,

tenaga, dan tempat.

Penelitian ini menggunakan kriteria inklusi. Kriteria inklusi merupakan

karakteristik umum subjek penelitian dari populasi target yang terjangkau yang akan

diteliti. Kriteria inklusi ini ditentukan dengan pedoman pertimbangan ilmiah (Setiadi,

2013). Adapun kriteria inklusi dari penelitian ini adalah:

a) Terdiagnosa penyakit DM tipe 2  2 tahun

b) Berumur 30-65 tahun

c) Tidak memiliki komplikasi seperti gangrene

d) Mengkonsumsi obat oral, tidak suntik insulin

e) Tidak mengalami gangguan penglihatan


40

f) Responden berdomisili di Pekanbaru

g) Bersedia menjadi responden penelitian

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 responden. Menurut Ruslan (2013)

dalam penelitian eksperimental jumlah sampel minimal yang harus dipenuhi adalah

sebanyak 30 responden. Supaya besar sampel yang dihitung tetap terpenuhi jika

terjadi drop out, maka perlu dilakukan koreksi terhadap besar sampel dengan

menambahkan sejumlah subjek untuk memenuhi besar sampel tersebut (Kasjono &

Yasril, 2009). Mengantisipasi hal tersebut dengan rumus sederhana berikut:


𝑛
n= (1−𝑓)

Keterangan:

n = ukuran sampel setelah revisi

n = besar sampel yang dihitung

1-f = Perkiraan proporsi drop out, yang diperkirakan 10% (f=0,1)


30
n= (1−0,1)

n= 33, 33 dibulatkan menjadi 34

Jadi, pada penelitian ini jumlah sampelnya adalah 34 responden dengan rincian 17

orang sebagai kelompok eksperimen dan 17 orang sebagai kelompok kontrol.

D. Etika Penelitian

Penelitian keperawatan merupakan penelitian yang berhubungan langsung dengan

manusia, maka harus memperhatikan etika penelitiannya (Hidayat, 2011). Berikut etika

penelitian yang digunakan:

1. Lembar persetujuan (Informed consent)

Lembar persetujuan merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan tersebut. Tujuannya adalah


41

supaya subjek penelitian mengerti maksud dan tujuan penelitian tersebut dan

mengetahui dampaknya. Lembar persetujuan akan diberikan peneliti sebelum

penelitian dilakukan. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, kemudian

peneliti meminta responden menandatangani lembar persetujuan jika responden

tersebut setuju menjadi subjek penelitian.

2. Tanpa nama (Anonymity)

Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan

subjek penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat

ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

yang disajikan.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Masalah ini adalah masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil

penelitian, seperti informasi maupun masalah lainnya. Peneliti menjamin semua

informasi yang telah dikumpulkan, hanya data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil riset. Peneliti juga menjelaskan kepada responden bahwa tidak semua data akan

dicantumkan dalam hasil penelitian tersebut.

4. Kebaikan (Beneficience)

Prinsip ini merupakan prinsip yang paling mendasar. Penelitian harus

meminimalkan kekerasan tetapi memaksimalkan manfaat dari penelitian. Hak-hak

responden yang terkandung dalam prinsip ini harus diperhatikan oleh peneliti.

5. Keadilan (Justice)

Peneliti memperlakukan responden secara adil saat sebelum, selama, dan

sesudah keikutsertaan responden dalam penelitian tersebut. Peneliti juga tidak

melakukan deskriminasi jika responden tidak bersedia atau drop out sebagai

responden.
42

E. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan

digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga memudahkan pembaca dalam

mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013). Lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4 di

bawah ini:

Tabel 5
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat ukur Skala Hasil ukur


penelitian operasional ukur

1 Senam Kaki Senam kaki Alat Observasi Nominal 1. Diberikan Senayu


Alat pijat pijat kayu yang 2. Tidak diberikan Senayu
kayu dilakukan
(Senayu) dengan
melalui mengikuti
tutorial langkah-langkah
media gerakan senayu
audiovisual yang terdapat
dalam media
audiovisual.
Media
audiovisual yang
dimaksud adalah
media
audiovisual yang
berbentuk video
yang diberikan
selama 30 menit
kepada penderita
DM tipe 2
2 Kadar gula Kadar gula darah Glucomet Rasio Rata-rata (mean) kadar
darah dan adalah tingkat er dan gula darah kelompok
sensitivitas gula di dalam Monofila Eksperimen
kaki darah yang men Pre test (254,55)
diukur Pos test (227,45)
menggunakan Kontrol
glucometer, Pre test (290,12)
sedangkan Post test (312,18)
sensitivitas kaki Rata-rata (mean) kaki
adalah kepekaan kanan eksperimen
sel saraf perifer Pre test (9,2745)
kaki untukk Post test (9,3922)
merespon Kontrol
dengan cepat Pre test (8.7647)
saat menerima Post test (8,7647)
suatu Rata-rata (mean) kaki kiri
43

rangsangan dari Eksperimen


alat Pre test (9,2549)
monofilament Post test (9,3275)
yang diukur Kontrol
pada setiap titik Pre test (8,8235)
yang ada di Post test (8,8235)
bawah kaki.

F. Alat Pengumpul Data

Penelitian ini menggunakan alat ukur secara langsung kepada responden penelitian

untuk mencari perubahan atau hal-hal yang diteliti. Alat ukur yang digunakan peneliti

untuk mengukur kadar gula darah adalah menggunakan Glucometer, sedangkan untuk

mengukur sensitifitas kaki pasien DM tipe 2 peneliti menggunakan monofilamen. Alat

monofilamen ini didesain oleh Hasneli (2013). Alat pengumpulan data lainnya adalah

Alat Pijat Kayu (Alat pijat kayu) yang didesain Hasneli (2015) dan media audiovisual

berbentuk video yang berisi tentang langkah-langkah gerakan olah raga senam kaki alat

pijat kayu (Agustina, Hasneli, & Novayelinda, 2017).

Pemeriksaan kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan glucometer.

Glucometer ini menggunakan reagen kering dan menggunakan darah kapiler yang

diambil dari ujung jari tangan. Glucometer bekerja dengan prinsip elektrokimia

amperometrik. Prinsip ini merupakan reaksi antara enzim glucose oksidase dan

cholesterol oxsidase dengan sampel darah yang diukur. Proses tersebut menghasilkan

aliran arus listrik yang kemudian diproses oleh signa conditioning dan data akusisi.

Metode mendapatkan plasma dari darah adalah dengan adanya penyaringan darah oleh

strip tempat sediaan darah.

Alat yang digunakan peneliti yaitu benang nilon dengan diameter 0,65 mm yang

dilem dengan dua buah stik sebagai pegangan untuk pemeriksaan. Cara penggunaannya

adalah dengan ditekan pada telapak kaki ½ cm hingga benang nilon tersebut
44

membentuk huruf C. Jarak antara benang nilon yang satu dengan nilon kedua setelah

penekanan adalah 1 cm.

Kadar gula darah dan sensitivitas kaki responden kelompok eksperimen diukur

sebelum dan sesudah melakukan senam kaki alat pijat kayu (Senayu) menggunakan

tutorial dari media audiovisual, sedangkan kadar gula darah dan sensitivitas kaki pada

kelompok kontrol diukur tanpa pemberian perlakuan. Hasil pengukuran tersebut dicatat

pada lembar observasi. Pemberian senam kaki alat pijat kayu (Senayu) melalui melalui

media audiovisual ini dilakukan selama 3 hari berturut-turut dan diukur secara rutin

setiap setelah melakukan terapi yang kemudian hasil pengukuran tersebut akan dirata-

ratakan.

Media audiovisual berbentuk video yang dijadikan tutorial untuk melakukan senam

kaki berisi tentang gerakan Senam Kaki Alat pijat kayu (Senayu) yang dapat

memperlancar peredaran darah dan meningkatkan sensitifitas kaki. Gerakan tersebut

seperti gerakan menjinjit, melakukan putaran pada pergelangan kaki, dan dilanjutkan

dengan menggunakan alat pijat kayu (Alat pijat kayu) di titik 17 (titik pangkreas) yaitu

bagian yang melengkung yang berada di bawah kaki yang akan dilakukan oleh

responden dan dibantu peneliti dengan tutorial dari video tersebut selama  30 menit

lalu diperiksa kadar gula darah dan tingkat sensitifitas kaki responden.

Alat pijat kayu (Alat pijat kayu) sangat mudah digunakan. Alat pijat kayu memiliki

panjang 11 cm dengan diameter bagian bawah 5 cm. bagian atas kayu dibuat runcing

agar memudahkan pengguna untuk mencapai titik saraf yang bermasalah sesuai dengan

organ target pada area refleksi. Pada bagian bawah terdapat 12 ruas kayu dan bergigi

dengan ukuran yang berbeda. Fungsinya adalah untuk melancarkan sirkulasi darah yang

berada pada telapak kaki responden dan merangsang sensitivitas kaki.


45

Gambar 4
Alat pijat kayu (Apiyu)

Sumber: Hasneli (2015)

G. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur ataupun langkah untuk penelitian ini harus disusun secara sistematis agar

penelitian dapat berjalan dengan lancar sehingga dapat mencapai tujuan yang

diharapkan. Prosedur yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini ini peneliti menentukan masalah penelitian, dilanjutkan dengan

mencari studi kepustakaan dan studi pendahuluan. Setelah itu peneliti menyusun

proposal penelitian untuk mendapatkan persetujuan pembimbing, kemudian peneliti

mengurus surat izin untuk melakukan penelitian dari Fakultas Keperawatan.

Peneliti melakukan proses administrasi untuk mengurus permohonan melakukan

penelitian termasuk perihal pengambilan data dari Kantor Kesatuan Bangsa dan

Politik, Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, dan Puskesmas Rejosari Kecamatan

Tenayan Raya.
46

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan ini dimulai setelah peneliti menyelesaikan urusan

administrasi. Peneliti langsung mendatangi lokasi penelitian, yaitu di Puskesmas

Rejosari, Pekanbaru. Setelah sampai di lokasi penelitian, peneliti melakukan

pengecekan kriteria inklusi pada pasien DM yang ditemui dengan memberikan

beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan kriteria inklusi penelitian. Peneliti

memilih 34 responden sesuai kriteria yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang masing-masing kelompok

tersebut berjumlah 17 orang.

Selain itu peneliti dan asisten menjelaskan maksud dari penelitian, tujuan, dan

dampak yang akan diperoleh klien jika bersedia menjadi responden. Setelah

responden menyetujui, peneliti meminta responden untuk menandatangi informed

consent dan meminta alamat lengkap responden. Setelah mendapatkan alamat

rumah, peneliti mendatangi rumah responden dan melakukan pengumpulan data

yang terdiri dari pre test dan post test.

Pada penelitian ini, peneliti akan dibantu oleh 2 orang asisten yaitu mahasiswa

keperawatan FKp UNRI angkatan 2014. Asisten akan diberikan persamaan persepsi

sebelum melakukan prosedur penelitian, yaitu prosedur memilih responden,

pemeriksaan kadar gula darah, pemeriksaan sensitivitas kaki, dan pemberian

tutorial media audiovisual Senayu. Hal ini dilakukan agar perlakuan yang diberikan

sesuai dengan yang diharapkan peneliti. Berikut prosedur yang peneliti lakukan:

a. Tahap Pre test

Pada tahap ini, peneliti mengukur kadar gula darah dan sensitivitas kaki

responden pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok

eksperimen hal ini akan dilakukan selama 3 hari berturut-turut sebelum


47

melakukan senam kaki alat pijat kayu melalui tutorial media audiovisual Senayu

kemudian hasil pengukuran tersebut dirata-ratakan, sedangkan pada kelompok

kontrol pengukuran gula darah dan sensitivitas kaki hanya pada hari pertama

saja.

b. Tahap melakukan senam kaki alat pijat kayu (Senayu) menggunakan tutorial

media audiovisual berbentuk video

Setelah melakukan pre test, peneliti menjelaskan dan meminta responden

untuk mengikuti tutorial gerakan-gerakan senam kaki alat pijat kayu yang

terdapat di video yang ditayangkan di laptop. Terapi Senam Kaki Alat pijat kayu

menggunakan tutorial video tersebut dilakukan selama 3 hari secara berturut-

turut di rumah responden (home visit). Berikut Langkah-langkah pelaksanaan

senam kaki alat pijat kayu (Senayu)

Menurut Hasneli (2016) berikut tahapan dalam melakukan senam kaki alat

pijat kayu (Alat pijat kayu):

1) Posisikan pasien duduk di atas kursi tegak lurus

2) Rendam kaki dengan menggunakan air hangat  1 menit.

3) Lap kaki dengan menggunakan handuk bersih 1 menit

4) Letakkan tumit di lantai, jari kaki diluruskan ke atas lalu dibengkokkan

kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali. Selama 2 menit

5) Letakkan tumit di lantai, angkat jari-jari kaki ke atas kemudian jari-jari kaki

letakkan ke lantai dan tumit di angkat ke atas sebanyak 10 kali. 2 menit

6) Letakkan tumit di lantai, bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat gerakan

memutar pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali. Selama 2 menit.


48

7) Luruskan salah satu kaki dan angkat sebatas lutut kemudian jari-jari kaki

dibengkokkan ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali secara

bergantian. Selama 2 menit

8) Luruskan kedua kaki dan angkat sebatas lutut kemudian pergelangan kaki

naikkan ke atas dan ke bawah sebanyak 10 kali. Selama 2 menit

9) Dalam posisi yang sama pergelangan diputar 360 sebanyak 10 kali selama

2 menit

10) Luruskan kedua kaki angkat sebatas lutut kemudian turunkan ke bawah

lakukan sebanyak 10 kali selama 2 menit

Langkah-langkah alat pijat kayu

11) Oleskan minyak zaitun dimulai dari lutut sampai ke ujung kaki secukupnya

selama 1 menit

12) Masase dari jari-jari sampai pada pergelangan kaki selama 1 menit secara

bergantian

13) Lakukan masase telapak kaki dari arah bawah ke atas selama 1 menit

14) Masase telapak kaki dan jari-jari kaki lakukan selama 1 menit

15) Lakukan tekanan menggunakan alat pijat kayu (alat pijat kayu) posisi tegak

lurus sampai masuk ½ cm pada setiap titik refleksi, lalu gerakkan maju

mundur selama (5 menit) pada telapak kaki titik 17 (titik pankreas).

c. Tahap Post test

Pada tahap ini, peneliti mengukur kembali kadar gula darah dan sensitivitas

kaki responden pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen dengan

menggunakan glucometer dan monofilamen. Pengukuran ini dilakukan 3 hari

berturut-turut pada kelompok eksperimen setiap selesai melakukan senam kaki


49

alat pijat kayu melalui video tutorial yang kemudian juga dirata-ratakan seperti

tahap pre test, sedangkan pada kelompok kontrol hanya dilakukan

pengukurannya pada hari pertama saja.

Skema 2
Intervensi Pelaksanaan Senam Kaki Alat pijat kayu (Senayu) melalui Tutorial
Media Audiovisual

Pasien DM tipe 2

Kelompok kontrol Kelompok eksperimen

Hari pertama: pre test


Hari pertama: pre test
- Data demografi - Data demografi
- Mengukur kadar gula darah - Mengukur kadar gula darah
dan tingkat sensitivitas kaki dan tingkat sensitivitas kaki,
pengukuran ini dilakukan
setiap hari (3 hari berturut-
Tidak melaksanakan Senayu turut)
melalui tutorial media
audiovisual Senayu dan Memberikan penjelasan selama
15 menit kemudian responden
melaksanakan Senam Kaki Alat
Hari ke-3: post test pijat kayu (Senayu) dengan
tutorial senam kaki alat pijat
Mengukur kembali kadar gula
kayu (Senayu) 3 hari berturut-
darah dan tingkat sensitivitas
turut ± 30 menit
kaki

3 hari: post test


- Pemeriksaan kadar gula
darah dan tingkat sensitivitas
kaki pengukuran ini
dilakukan setiap hari (3 hari
berturut-turut)
50

H. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan suatu proses untuk memperoleh data atau data

ringkasan dari kelompok data mentah dengan menggunakan rumus tertentu untuk

memperoleh informasi yang dibutuhkan (Setiadi, 2013). Berikut langkah-langkah

pengolahan data:

1. Editing (Pemeriksaan)

Editing data untuk memastikan bahwa semua data sudah terisi dengan lengkap,

meliputi data umur,jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama menderita penyakit,

serta hasil pengukuran kadar gula dan sensitivitas kaki sebelum dan sesudah

intervensi.

2. Coding (Pengkodean)

Peneliti melakukan pengkodean untuk mempermudah peneliti mengumpulkan

data dengan memberikan kode berupa angka pada semua variabel. Pengkodean

pada karakteristik responden terdiri dari umur (1=untuk 30-35, 2=untuk 36-45,

3=untuk 46-55, dan 4=untuk 56-65), jenis kelamin (1= Laki-laki, 2= Perempuan),

tingkat pendidikan terakhir (1= SD, 2= SMP, 3= SMA, 4= PT), pekerjaan (1=Tidak

Bekerja, 2= IRT, 3=PNS, 4=Pensiunan PNS), Suku (1=Melayu, 2=Minang,

3=Batak, 4=Jawa)

3. Entry data (Memasukkan Data)

Entry data dilakukan dengan memasukkan data yang sudah dikumpulkan

sebelumnya kedalam komputer.

4. Cleaning Data (Merapikan)

Data yang telah dimasukkan kedalam komputer kembali dilakukan pemeriksaan

supaya tidak ada data yang salah sehingga hasil analisa data akan benar dan juga

akurat.
51

5. Processing (Pengolahan)

Data tersebut diproses dengan mengelompokkan kedalam variabel yang sesuai.

6. Analyzing (Penilaian)

Melakukan analisa data dengan uji statistik yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Hasilnya akan diinterprestasikan untuk memudah menarik kesimpulan hasil

penelitian.

I. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk mendapatkan atau menggambarkan

karakteristik setiap variabel penelitian (Notoadmodjo, 2013). Semua data tersebut

disusun dalam bentuk distribusi frekuensi melalui program komputerisasi.

2. Analisa Bivariat

Analisa ini digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan

antara dua variabel (variabel independent dan variabel dependent). Analisa bivariat

juga digunakan untuk mengetahui rata-rata perubahan kadar gula darah dan

sensitivitas kaki sebelum dan sesudah melakukan senam kaki alat pijat kayu melalui

tutorial media audiovisual berbentuk video yang berisi langkah-langkah Senam Kaki

Alat pijat kayu (Senayu).

Uji statistik yang dilakukan yaitu Analisa menggunakan independent t test dan

dependent t test. Syarat dari uji independent t test adalah data harus terdistribusi

normal, kedua kelompok data independent, variabel yang dihubungkan berbentuk

numerik dan kategorik. Syarat dari uji dependent t test adalah data terdistribusi

normal, variabel yang dihubungkan tersebut berbentuk numerik dan kategorik. Jika

syarat tersebut tidak terpenuhi maka digunakan uji Mann Whitney sebagai uji
52

alternatif uji independent t test dan Wilcoxon sebagai uji alternatif t dependent test

(Dahlan, 2011).
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Bab ini menyajikan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu tentang

“Efektivitas pelaksanaan senam kaki alat pijat kayu (senayu) melalui tutorial media

audiovisual terhadap kadar gula darah dan tingkat sensitivitas kaki pasien diabetes melitus

tipe 2” yang telah dilakukan mulai Februari sampai dengan bulan Juli 2018 di wilayah

kerja Puskesmas Rejosari dengan melibatkan 34 responden. Adapun hasil yang diperoleh

adalah sebagai berikut:

A. Analisa Univariat
1. Karakteristik Responden dan uji homogenitas

Tabel 6
Distribusi Karakteristik Responden dan Uji Homogenitas

Karakteristik Kelompok Kelompok P Value


Eksperimen Kontrol Jumlah
(N=17) (N=17)
N % N % N %
Umur
30-35 1 5.9 0 0 1 2.9 0.734
36-45 3 17.6 4 23.5 7 20.6
46-55 5 29.4 9 52.9 14 41.2
56-65 8 47.1 4 23.5 12 35.3
Jenis Kelamin
Laki-laki 1 5.9 5 29.4 6 17.6 0.072
Perempuan 16 94.1 12 70.6 28 82.4
Pendidikan
Terakhir 0.734
SD 3 17.6 2 11.8 5 14.7
SMP 6 35.3 5 29.4 11 32.4
SMA 4 23.5 10 58.8 14 41.2
PT 4 23.5 0 0 4 11.8
Pekerjaan
1.000
Tidak Bekerja 0 0 2 11.8 2 5.9
IRT 13 76.5 12 70.6 25 73.5
Wiraswasta 1 5.9 2 11.8 3 8.8
Pensiunan 3 17.6 0 0 3 8.8
Buruh 0 0 1 5.9 1 2.9

53
54

Suku
Melayu 8 47.1 2 11.8 10 29.4 0.240
Minang 5 29.4 9 52.9 14 41.2
Batak 1 5.9 5 29.4 6 17.6
Jawa 3 17.6 1 5.9 4 11.8
Lama DM
2-5 tahun 14 82.4 15 88.2 29 85.3 1.000
6-10 tahun 3 17.6 1 5.9 4 11.8
16 tahun 0 0 1 5.9 1 2.9

Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa dari 34 responden yang diteliti, distribusi

responden menurut umur yang terbanyak adalah 46-55 tahun yaitu berjumlah 14

responden (41,2%). Hasil analisa menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan

p value 0,73 >  (0,05), sehingga karakteristik kedua kelompok responden

berdasarkan umur adalah homogen. Distribusi responden menurut jenis kelamin pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol didapatkan bahwa sebagian besar

berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 28 responden (82,4%). Hasil analisa

menggunakan uji Chi Square didapatkan p value 0,072 >  (0,05), sehingga

karakteristik kedua kelompok responden berdasarkan jenis kelamin adalah homogen.

Distribusi responden menurut pendidikan terakhir pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol didapatkan bahwa sebagian besar SMA yaitu sebanyak 14

responden (41,2%). Hasil analisa menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan

p value 0,73 >  (0,05), sehingga karakteristik kedua kelompok responden

berdasarkan pendidikan terakhir adalah homogen. Karakteristik pekerjaan kelompok

responden eksperimen dan kontrol sebagian besar adalah IRT (Ibu Rumah Tangga)

yaitu 25 responden (73.5%). Hasil analisa menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov

didapatkan p value 1,00 >  (0,05), sehingga karakteristik kedua kelompok

responden berdasarkan pendidikan terakhir adalah homogen.


55

Distribusi responden menurut suku pada kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol didapatkan bahwa sebagian besar adalah suku Minang yaitu sebanyak 14

responden (41,2%). Hasil analisa menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan

p value 0,24 >  (0,05), sehingga karakteristik kedua kelompok responden

berdasarkan suku adalah homogen. Karakteristik lamanya menderita DM pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol didapatkan bahwa sebagian besar

adalah 2-5 tahun yaitu 29 responden (85,3%). Hasil analisa menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov didapatkan p value 1,00 >  (0,05), sehingga karakteristik

kedua kelompok responden berdasarkan lama menderita DM adalah homogen.

2. Rata-rata pre test dan post test sensitivitas kaki kanan dan kaki kiri kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol

Tabel 7
Rata-rata Pretest dan Posttest Sensitivitas Kaki Kanan dan Kiri pada Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Variabel Mean SD Min Max


Kelompok eksperimen kaki kanan
Pre test 9.2745 1.05564 6.67 10.00
Post test 9.3922 0.97351 7.00 10.00
Kelompok kontrol kaki kanan
Pre test 8.7647 1.64048 5.00 10.00
Post test 8.7647 1.64048 5.00 10.00
Kelompok eksperimen Kaki kiri
Pre test 9.2549 0.96846 7.00 10.00
Post test 9.3275 0.86508 7.33 10.00
Kelompok kontrol kaki kiri
Pre test 8.8235 1.66716 5.00 10.00
Post test 8.8235 1.66716 5.00 10.00

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa pada kelompok eksperimen nilai rata-

rata mean sensitivitas kaki kanan responden sebelum diberikan intervensi yaitu 9,27

dengan standar deviasi 1,05 dan setelah diberikan intervensi nilai mean yaitu 9,39

dengan standar deviasi 0,97.


56

Nilai rata-rata mean sensitivitas kaki kanan responden pada kelompok kontrol

untuk pretest dan post test nya adalah sama, yaitu sebesar 8,76 dengan standar

deviasi 1,64. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata responden pada

kelompok eksperimen sebelum dilakukan intervensi memiliki rata-rata tingkat

sensitivitas kaki kanan lebih rendah yaitu bernilai 9,27 dan setelah dilakukan

intervensi memiliki rata-rata tingkat sensitivitas kaki kanan lebih tinggi dengan nilai

9,39, sedangkan pada kelompok kontrol semua responden memiliki rata-rata tingkat

sensitivitas kaki kanan yang sama untuk pre test dan post test nya yaitu 8,76.

Berdasarkan tabel 7 juga dapat dilihat bahwa pada kelompok eksperimen nilai

rata-rata mean sensitivitas kaki kiri responden sebelum diberikan intervensi yaitu

9,25 dengan standar deviasi 0,96 dan setelah diberikan intervensi nilai rata-rata

mean yaitu 9,32 dengan standar deviasi 0,86.

Nilai rata-rata mean sensitivitas kaki kiri responden pada kelompok kontrol

untuk pretest dan post test nya adalah sama, yaitu sebesar 8,82 dengan standar

deviasi 1,66. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata responden pada

kelompok eksperimen sebelum dilakukan intervensi memiliki rata-rata tingkat

sensitivitas kaki kiri lebih rendah yaitu bernilai 9,25 dan setelah dilakukan

intervensi memiliki rata-rata tingkat sensitivitas kaki lebih tinggi dengan nilai 9,32,

sedangkan pada kelompok kontrol semua responden memiliki rata-rata tingkat

sensitivitas kaki kiri yang sama untuk pre test dan post test nya yaitu 8,82.
57

3. Rata-rata pre test dan pos test kadar gula darah sewaktu kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol

Tabel 8
Rata-rata Kadar Gula Darah Sewaktu Pretest dan Posttest Responden pada
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Variabel Mean SD Min Max


Kelompok eksperimen
Pre test 254.55 71.172 136 385
Post test 227.45 65.899 114 344
Kelompok kontrol
Pre test 290.12 86.841 150 434
Post test 312.18 91.881 156 473

Tabel 8 pada kelompok eksperimen nilai rata-rata mean kadar gula darah

responden sebelum diberikan intervensi yaitu 254.55 mg/dl dengan standar deviasi

71.172 dan setelah diberikan intervensi nilai rata-rata mean yaitu 227.45 mg/dl

dengan standar deviasi 65.89. Nilai rata-rata mean kadar gula darah responden pada

kelompok kontrol tanpa mendapatkan intervensi yaitu pretest sebesar 290.12 mg/dl

dengan standar deviasi 86.84 dan posttest 312.18 mg/dl dengan standar deviasi

91.88.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata responden pada kelompok

eksperimen sebelum dilakukan intervensi memiliki kadar kadar gula darah tinggi

yang bernilai 254.55 mg/dl dan setelah dilakukan intervensi memiliki kadar gula

darah rendah dengan nilai 227.45 mg/dl, sedangkan pada kelompok kontrol rata-

rata responden memiliki kadar gula darah rendah pretest dengan nilai 290.12 mg/dl

dan posttest memiliki kadar gula darah tinggi dengan nilai 312.18 mg/dl.

B. Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk menilai perbedaan tingkat sensitivitas kaki dan

kadar gula darah responden pada kelompok eksperimen dan kontrol serta melihat

efektivitas senam kaki alat pijat kayu melalui tutorial media audiovisual terhadap
58

tingkat sensitivitas kaki dan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Hasil

penelitian dikatakan efektif atau berpengaruh jika p value < α. Uji normalitas dilakukan

sebelum data dilakukan uji statistik untuk melihat bahwa data terdistribusi normal dan

layak diujikan.

Tabel 9
Uji Normalitas Data Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Variabel N p value
Kelompok eksperimen kaki kanan
Pre test 17 0.000
Post test 17 0.000
Kelompok kontrol kaki kanan
Pre test 17 0.001
Post test 17 0.000
Kelompok eksperimen Kaki kiri
Pre test 17 0.001
Post test 17 0.001
Kelompok kontrol kaki kiri
Pre test 17 0.000
Post test 17 0.000
Kelompok eksperimen gula darah
Pre test 17 0.752
Post test 17 0.463
Kelompok kontrol gula darah
Pre test 17 0.335
Post test 17 0.810

Tabel 9 menunjukkan uji normalitas data dari uji Shapiro-Wilk didapatkan hasil pada

kelompok eksperimen pretest dan posttest sensitivitas kaki kanan dan kiri data tidak

terdistribusi normal dengan p value 0,00 & 0,00 pada sensitivitas kaki kanan dan 0,001

& 0,001 pada sensitivitas kaki kiri sehingga > (α=0,05). Pada kelompok kontrol data

juga tidak terdistribusi normal pada nilai pretest dan posttest dengan p value 0,001 &

0,000 pada sensitivitas kaki kanan dan 0,00 & 0,00 pada sensitivitas kaki kiri sehingga

> (α=0,05).

Uji statistik yang digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap kelompok

eksperimen sebelum dan setelah pemberian intervensi yaitu menggunakan uji Wilcoxon,

kemudian untuk melihat perbedaan sensitivitas kaki kanan dan kaki kiri pada penderita
59

DM tipe 2 yang diberikan intervensi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

yang tidak diberikan intervensi dilakukan menggunakan uji Man Whitney.

Tabel 9 juga menunjukkan uji normalitas data dari uji Shapiro-Wilk didapatkan hasil

pada kelompok eksperimen pretest dan posttest kadar gula darah data terdistribusi

normal dengan p value 0.75 & 0.46 > (α=0,05) dan pada kelompok kontrol data juga

terdistribusi normal pada nilai pretest dan posttest dengan p value 0,33 & 0.81 >

(α=0,05). Uji statistik yang digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap

kelompok eksperimen sebelum dan setelah pemberian intervensi yaitu menggunakan uji

t dependen, kemudian untuk melihat perbedaan kadar kadar gula darah pada penderita

DM tipe 2 yang diberikan intervensi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

yang tidak diberikan intervensi dilakukan menggunakan uji t independen. Pengolahan

data yang dilakukan menggunakan program komputer dan didapatkan hasil sebagai

berikut:

1. Uji homogenitas tingkat sensitivitas kaki kanan dan kaki kiri serta kadar gula darah

pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Tabel 10
Uji Homogenitas Tingkat Sensitivitas Kaki kanan, kaki kiri, dan kadar gula darah
Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Variabel Mean SD p value


Kelompok Eksperimen Kaki Kanan 9.2745 1.05564
Kelompok Kontrol Kaki Kanan 0.517
9.0000 1.36931
Kelompok Eksperimen Kaki Kiri 9.2549 0.96846
Kelompok Kontrol Kaki Kiri 0.732
9.1176 1.31731
Kelompok Eksperimen Kadar Gula Darah 254.55 71.172
Kelompok Kontrol Kadar Gula Darah 0.201
290.12 86.841

Tabel 10 dari uji statistik didapatkan nilai mean tingkat sensitivitas kaki kanan,

kaki kiri, dan kadar gula darah sebelum dilakukan intervensi pada kelompok

eksperimen adalah 9.27, 9.25, 254.55 mg/dl dengan standar deviasi 1.05, 0.96, dan
60

71.17. Pada kelompok kontrol adalah 9.00, 9.11, dan 290.12 mg/dl dengan standar

deviasi 1.36, 1.31, dan 86.84. Hasil analisa didapatkan nilai p value 0.51, 0.73, dan

0.20 > (α=0.05). Jadi pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada

sensitivitas kaki kanan, kaki kiri, dan kadar gula darah adalah homogen.

2. Perbedaan sensitivitas kaki kanan dan kaki kiri pretest dan posttest pada kelompok

eksperimen dan kontrol

Tabel 11
Perbedaan Sensitivitas Kaki Kanan dan Kaki Kiri Pretest dan Posttest pada
Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Variabel N Mean SD p value


Kelompok eksperimen kaki kanan
Pre test 17 9.2745 1.05564 0,023
Post test 17 9.3922 0.97351
Kelompok kontrol kaki kanan
Pre test 17 8.7647 1.64048 1,000
Post test 17 8.7647 1.64048
Kelompok eksperimen Kaki kiri
Pre test 17 9.2549 0.96846 0,024
Post test 17 9.3275 0.86508
Kelompok kontrol kaki kiri
Pre test 17 8.8235 1.66716 1,000
Post test 17 8.8235 1.66716

Tabel 11 pada kelompok eksperimen yang dilakukan uji Wilcoxon didapatkan

mean sensitivitas kaki kanan dan kiri responden sebelum diberikan intervensi yaitu

9,27 dan 9,25 dengan standar deviasi 1,05 dan 0,96 dan sesudah diberikan intervensi

didapatkan 9,39 dan 9,32 dengan standar deviasi 0,97 dan 0,86. Hasil analisa data

diperoleh p value 0,02 dan 0,02 < (α=0,05). Jadi dapat disimpulkan ada perbedaan

mean sensitivitas kaki kanan dan kiri sebelum dan sesudah melaksanakan senam kaki

alat pijat kayu (senayu) melalui tutorial media audiovisual pada kelompok

eksperimen.
61

Uji statistik untuk kelompok kontrol yaitu uji Wilcoxon didapatkan mean

sensitivitas kaki kanan dan kaki kiri responden pretest yaitu 8,76 dengan standar

deviasi 1,64 dan posttest juga 8,76dengan standar deviasi 1,64 . Hasil analisa data

diperoleh p value 1,00 > (α=0,05). Jadi dapat disimpulkan tidak ada perbedaan antara

mean sensitivitas kaki kanan dan kiri sebelum dan sesudah melaksanakan senam kaki

alat pijat kayu (senayu) melalui tutorial media audiovisual pada kelompok kontrol.

3. Perbedaan rata-rata posttest sensitivitas kaki kanan dan kaki kiri pada kelompok

eksperimen yang diberikan intervensi dengan kelompok kontrol tanpa pemberian

intervensi

Tabel 12
Perbedaan Rata-rata Posttest Sensitivitas Kaki Kanan dan Kaki Kiri pada
Kelompok Eksperimen yang diberikan Intervensi dengan Kelompok Kontrol tanpa
Pemberian Intervensi

Variabel Mean SD p value


Kelompok Eksperimen Kaki Kanan 9.3922 0.97351
Kelompok Kontrol Kaki Kanan 8.7647 1.64048 0, 461
Kelompok Eksperimen Kaki Kiri 9.3275 0.86508
Kelompok Kontrol Kaki Kiri 8.7647 1.64048 0,911

Tabel 12 dari uji Man Whitney didapatkan hasil mean sensitivitas kaki kanan

dan kaki kiri posttest pada kelompok eksperimen adalah 9,39 dan 9,32 dengan

standar deviasi 0,97 dan 0,86, sedangkan pada kelompok kontrol nilai mean

sensitivitas kaki kanan dan kaki kiri posttest adalah 8,76 untuk kedua kaki dengan

standar deviasi yang juga sama yaitu 1,64. Hasil uji statistik diperoleh p value 0,461

dan 0,911 > (α=0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan mean antara

kelompok eksperimen yang melaksanakan senam kaki apiyu (senayu) melalui

tutorial media audiovisual terhadap sensitivitas kaki kanan dan kiri dengan
62

kelompok kontrol yang tidak diberikan tidak melaksanakan senam kaki apiyu

(senayu) melalui tutorial media audiovisual.

4. Perbedaan kadar gula darah pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan

kontrol

Tabel 13
Perbedaan Kadar Gula Darah Pretest dan Posttest pada Kelompok Eksperimen dan
Kontrol

Variabel N Mean SD P value


Kelompok eksperimen gula darah
Pre test 17 254.55 71.172 0,000
Post test 17 227.45 65.899
Kelompok kontrol gula darah
Pre test 17 290.12 86.841 0,000
Post test 17 312.18 91.881

Tabel 13 pada kelompok eksperimen yang dilakukan uji t dependen didapatkan

mean kadar gula darah responden sebelum diberikan intervensi yaitu 254.55 mg/dl

dengan standar deviasi 71.17 dan sesudah diberikan intervensi didapatkan mean

227.45 mg/dl dengan standar deviasi 65.89. Hasil analisa data diperoleh p value

0,000 < (α=0,05). Jadi dapat disimpulkan ada perbedaan mean kadar gula darah

sebelum dan sesudah melaksanakan senam kaki alat pijat kayu (senayu) melalui

tutorial media audiovisual pada kelompok eksperimen.

Uji statistik untuk kelompok kontrol yaitu uji t dependen didapatkan mean kadar

gula darah responden pretest yaitu 290.12 mg/dl dengan standar deviasi 86.84 dan

posttest yaitu 312.18 mg/dl dengan standar deviasi 91.881. Hasil analisa data

diperoleh p value 0,00 < (α=0,05). Jadi dapat disimpulkan ada perbedaan antara

mean kadar gula darah sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol tanpa

melaksanakan senam kaki alat pijat kayu (senayu) melalui tutorial media

audiovisual.
63

5. Perbedaan rata-rata posttest kadar gula darah pada kelompok eksperimen yang

diberikan intervensi dengan kelompok kontrol tanpa pemberian intervensi

Tabel 14
Perbedaan Rata-rata Posttest Sensitivitas Kaki Kanan dan Kaki Kiri pada
Kelompok Eksperimen yang diberikan Intervensi dengan Kelompok Kontrol tanpa
Pemberian Intervensi

Variabel Mean SD p value


Kelompok Eksperimen Kadar Gula Darah 227.45 65.899
Kelompok Kontrol Kadar Gula Darah 0,04
312.18 91.881

Tabel 14 dari uji t independen didapatkan hasil mean kadar gula darah posttest

pada kelompok eksperimen adalah 227,45 mg/dl dengan standar deviasi 65,89,

sedangkan pada kelompok kontrol nilai mean kadar gula darah posttest adalah

312.18 mg/dl dengan standar deviasi 91.881. Hasil uji statistik diperoleh p value

0,004 < (α=0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan mean kadar gula darah

antara kelompok eksperimen yang melaksanakan senam kaki apiyu (senayu)

melalui tutorial media audiovisual terhadap kadar gula darah dengan kelompok

kontrol yang tidak melaksanakan senam kaki apiyu (senayu) melalui tutorial media

audiovisual.
BAB V

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Penelitian

Analisa univariat merupakan analisa yang digunakan untuk menjelaskan

gambaran karakteristik responden yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan

terakhir, pekerjaan, suku, lama menderita DM, dan pembahasan tentang sensitivitas

kaki dan kadar gula darah responden sebelum dan sesudah melaksanakan senam

kaki alat pijat kayu (senayu) pada kelompok eksperimen dan kontrol. Analisa data

bivariat digunakan untuk melihat perbedaan sensitivitas kaki dan kadar gula darah

pada kelompok eksperimen dan kelompok konntrol.

1. Analisa Univariat

a. Umur

Hasil penelitian didapatkan karakteristik responden menurut umur yang

terbanyak adalah 46-55 tahun yaitu berjumlah 14 responden (41,2%). Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian Dahliyani, Arneliwati, dan Utomo

(2015) didapatkan umur yang banyak terkena DM adalah berumur 46-55

tahun sebanyak 23 responden (39,0%). Penelitian yang di lakukan oleh

Rabrusun (2014) juga menunjukkan bahwa pada umur ≥45 tahun

mempunyai risiko 1,69 kali lebih besar mengalami kejadian DM Tipe 2

dibandingkan dengan umur <45 tahun.

Umur merupakan salah satu faktor risiko alami. Faktor umur

mempengaruhi kesehatan seseorang. Umur yang semakin bertambah juga

akan menyebabkan kemampuan mekanisme kerja bagian-bagian organ

tubuh seseorang semakin menurun (Nilawati dkk, 2008). Aktivitas sel beta

64
65

untuk menghasilkan insulin menjadi berkurang dan sensitivitas sel-sel

jaringan menurun sehingga tidak menerima insulin (Hasdianah, 2012).

b. Jenis Kelamin

Hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden berjenis kelamin

perempuan yaitu sebanyak 28 responden (82,4%). Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian Allorerung, Sekeon, dan Joseph (2016) yang

dilakukan di Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado diperoleh bahwa

jumlah responden kebanyakan adalah perempuan dibandingkan laki-laki,

dengan umlah perempuan adalah 58,8% dan laki-laki 41,2%.

Article review oleh Fatimah (2015) mengemukakan bahwa kejadian DM

pada wanita lebih tinggi dibandingkan laki-laki karena secara fisik wanita

memiliki peluang peningkatan IMT (Indeks Masa Tubuh) lebih besar.

Persentase timbunan lemak badan pada wanita yang lebih besar

dibandingkan dengan laki-laki menjadi salah satu faktor yang dapat

menurunkan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati.

c. Pendidikan

Hasil penelitian didapatkan karakteristik responden menurut pendidikan

mayoritas adalah SMA yaitu sebanyak 14 responden (41,2%) dan yang

paling sedikit adalah Perguruan tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Oktaviah, Hasneli, dan Agrina (2014) Secara umum

distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan terbanyak dari 30

responden adalah tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 16 orang (53,3%)

dan paling sedikit dengan tingkat pendidikan PT sebanyak 6 orang (20,0%).

Lebih banyaknya pendidikan SMA yang peneliti temukan di lapangan

menggambarkan bahwa pendidikan di daerah wilayah kerja Puskesmas


66

sudah baik. Sutrisno (2011) mengemukakan bahwa pendidikan merupakan

salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang,

semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah pula

dalam menerima informasi yang pada akhirnya makin banyak pula

pengetahuan yang mereka miliki. Sebaliknya jika pendidikan rendah, maka

akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan

informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

Menurut asumsi peneliti pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang akan

mempengaruhi sikap dalam mengambil keputusan untuk mempertahankan

status kesehatannya. Pendidikan yang baik akan menghasilkan sikap yang

baik pula sehingga lebih terbuka dalam menerima informasi dan saran,

khususnya tentang penatalaksanaan diabetes melitus yang terkait dengan

senam kaki alat pijat kayu (senayu) pada penderita DM tipe 2.

d. Pekerjaan

Karakteristik pekerjaan kelompok responden eksperimen dan kontrol

mayoritasnya adalah IRT (Ibu Rumah Tangga) yaitu sebanyak 25 responden

(73.5%). Penelitian yang dilakukan oleh Rondonuwu, Rompas, dan Bataha

(2016) juga menunjukan hasil yang sama yaitu distribusi responden

menurut pekerjaan menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki

pekerjaan sebagai IRT yaitu sebanyak 13 responden (40,6%).

Pekerjaan responden akan mempengaruhi kegiatan fisik responden. Hal

ini sesuai dengan penelitian Mustamin (2010) menyatakan bahwa sebagian

besar subjek melakukan aktivitas fisik yang tidak terlalu berat, mereka

hanya melakukan aktivitas rutin ibu rumah tangga tersebut misalnya


67

memasak, mencuci, membersihkan rumah, cuci piring dan hanya sedikit

yang melakukan kegiatan olahraga atau berjalan kaki.

Sudoyo (2009) mengemukakan pada latihan jasmani akan terjadi

peningkatan aliran darah, menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler yang

terbuka hingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor tersebut

menjadi lebih aktif.

e. Suku

Distribusi responden menurut suku pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol didapatkan bahwa sebagian besar adalah suku Minang

yaitu sebanyak 14 responden (41,2%) dan suku Melayu yaitu sebanyak 10

responden (29,4%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hasneli (2009) yang menyatakan bahwa peningkatan jumlah penderita DM

disebabkan karena gaya hidup masyarakat Kota Pekanbaru yang mayoritas

bersuku Minang dan Melayu yang kurang sehat sehingga meningkatkan

kolesterol akibat makanan berminyak, bersantan, dan kurang mengonsumsi

sayur dan buah.

f. Lama Menderita DM

Karakteristik lamanya menderita DM pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol didapatkan bahwa sebagian besar adalah 2-5 tahun yaitu

29 responden (85,3%). Hal ini sejalan dengan penelitian Andi (2012)

Dimana dari 14 responden terdapat 13 orang yang lama menderita DM <10

tahun, dan hanya 1 orang yang lama menderita DM ≥10 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Reid & Walker (2009) menunjukkan ada

kaitan antara lama menderita DM dengan kualitas hidup penderitanya.

Lamanya menderita DM dan terapi yang dilakukan dapat menyebabkan


68

terganggunya psikologis, fungsional, kesehatan, dan kesejahteraan pasien.

Keadaan hiperglikemi yang secara terus menerus dan dalam jangka waktu

yang lama dapat menyebabkan timbulnya komplikasi. Komplikasi yang

timbul berupa komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler sehingga dapat

menyebabkan terganggunya fisiologis penderitanya dan menyebabkan

kualitas hidupnya berkurang.

2. Analisa Bivariat

a. Perbandingan sensitivitas kaki kanan dan kiri sebelum dan sesudah

melaksanakan senam kaki alat pijat kayu (senayu) melalui tutorial media

audiovisual pada kelompok eksperimen

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji wilcoxon diperoleh

mean sensitivitas kaki kanan dan kiri responden sebelum diberikan

intervensi yaitu 9,2745 dan 9,2549 dengan standar deviasi 1,05 dan

0,96846, dan sesudah diberikan intervensi didapatkan 9,39 dan 9,32 dengan

standar deviasi 0,97 dan 0,86. Hasil analisa data diperoleh p value 0,02 dan

0,02 < (α=0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan

peningkatan sensitivitas kaki kanan dan kaki kiri pada kelompok

eksperimen.

Kebiasaan maupun perilaku masyarakat seperti kurang menjaga

kebersihan kaki dan tidak menggunakan alas kaki saat beraktivitas akan

beresiko terjadi perlukaan pada daerah kaki. Keadaan kaki diabetik lanjut

yang tidak ditangani secara tepat dapat berkembang menjadi suatu tindakan

pemotongan amputasi kaki. Adanya luka dan masalah lain pada kaki

merupakan penyebab utama kesakitan morbiditas, ketidakmampuan


69

disabilitas, dan kematian mortalitas pada seseorang yang menderita diabetes

melitus (Soegondo, 2009).

Senam kaki digunakan untuk latihan pasien DM agar memperlancar

peredaran darah di ektremitas bawah, menguatkan otot kaki, mencegah

kelainan bentuk pada kaki dan mengatasi keterbatasan gerak sendi. Hasil

penelitian oleh Oktaviah, Hasneli, dan Agrina (2014) menunjukkan bahwa

dari hasil uji statistik didapatkan peningkatan mean tingkat sensitivitas kaki

sesudah diberikan senam kaki diabetik dengan bola plastik pada kelompok

eksperimen dengan p value= 0,00, artinya terjadi peningkatan sensitivitas

kaki yang signifikan pada kelompok eksperimen.

Peningkatan pada kelompok eksperimen juga didukung oleh

karakteristik responden dimana 94% responden kelompok eksperimen

memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sehingga memiliki banyak

waktu untuk melakukan senam kaki alat pijat kayu. Hasil wawancara

didapatkan data bahwa pekerjaan dan dukungan keluarga sangat

mempengaruhi responden untuk melakukan senam kaki alat pijat kayu.

b. Perbandingan sensitivitas kaki kanan dan kiri sebelum dan sesudah tanpa

melaksanakan senam kaki alat pijat kayu (senayu) melalui tutorial media

audiovisual pada kelompok kontrol

Uji statistik untuk kelompok kontrol yaitu uji Wilcoxon didapatkan mean

sensitivitas kaki kanan dan kaki kiri responden pretest yaitu 8,76 dengan

standar deviasi 1,64 dan posttest juga 8,76 dengan standar deviasi juga 1,64.

Hasil analisa data diperoleh p value 1,00 > (α=0,05). Jadi, dapat

disimpulkan tidak ada peningkatan signifikan sensitivitas kaki kanan dan

kaki kiri pada kelompok kontrol.


70

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustina,

Hasneli, dan Novayelinda (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada

perbedaan median sensitivitas kaki kanan dan kaki kiri pada kelompok

kontrol sebelum dan sesudah tanpa diberikan intervensi. Hal ini dikarenakan

pada kelompok kontrol tidak dilakukan senam kaki alat pijat kayu.

Perlakuan yang dilakukan yaitu dengan melakukan kegiatan yang biasa

dilakukan responden untuk mengatasi rasa kesemutan, rasa tertusuk, dan

rasa kebas. Berdasarkan hasil wawancara mayoritas responden pada

penelitian ini membiarkan masalah yang dirasakan dan ada juga dengan

cara beristirahat dan melakukan kegiatan lain. Kegiatan yang biasa

dilakukan responden tersebut tidak meningkatkan sensitivitas kaki

dibandingkan dengan responden yang melakukan senam kaki alat pijat kayu

(senayu) melalui media audiovisual.

c. Perbandingan sensitivitas kaki kanan dan kaki kiri sesudah melaksanakan

senam kaki alat pijat kayu (senayu) melalui tutorial media audiovisual pada

kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol

Hasil uji Man Whitney didapatkan hasil mean sensitivitas kaki kanan

dan kaki kiri posttest pada kelompok eksperimen adalah 9,39 dan 9,32

dengan standar deviasi 0,97 dan 0,86. Kelompok kontrol nilai mean

sensitivitas kaki kanan dan kaki kiri posttest adalah 8,76 untuk kedua kaki

dengan standar deviasi yang juga sama yaitu 1,64.

Hasil uji statistik diperoleh p value 0,46 dan 0,91 > (α=0,05), maka

dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang bermakna peningkatan mean

sensitivitas kaki antara kelompok eksperimen yang melaksanakan senam

kaki apiyu (senayu) melalui tutorial media audiovisual dengan kelompok


71

kontrol yang tidak melaksanakan senam kaki apiyu (senayu) melalui tutorial

media audiovisual. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 gagal ditolak yang

berarti pelaksanaan senam kaki apiyu (senayu) melalui tutorial media

audiovisual tidak efektif terhadap peningkatan sensitivitas kaki pada pasien

DM tipe 2.

Melakukan senam kaki pada pasien diabetes mellitus tipe 2 sangat

diperlukan untuk meningkatkan sensitivitas kaki. Hal ini sesuai dengan

penelitian Lisnawati, Hasneli, dan Hasanah (2015) bahwa terdapat

perbedaan tingkat sensitivitas tangan dan kaki antara kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol setelah diberikan terapi pijat refleksi pada pasien DM

tipe 2 dengan p value=0,001.

Perbandingan sensitivitas kaki secara statistik tidak menunjukkan ada

perbedaan. Tetapi dari hasil rata-rata peningkatan sensitivitas kaki sebelum

dan setelah eksperimen, dapat terlihat bahwa nilai posttest pada kelompok

eksperimen kaki kanan dan kiri setelah diberikan intervensi adalah 9,39 dan

9,32, pada kelompok kontrol tanpa intervensi didapatkan nilai posttest

sebesar 8,76 pada kaki kanan dan 8,82 pada kaki kiri.

Hasil kedua kelompok didapatkan peningkatan nilai posttest pada

kelompok eksperimen sebesar 0,11 pada kaki kanan dan 0,07 pada kiri,

sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak melaksanakan intervensi tidak

terjadi peningkatan sensitivitas kaki kanan dan kiri sama sekali. Hal ini

dikarenakan pada kelompok eksperimen dilakukan senam kaki alat pijat

kayu (senayu) melalui tutorial media audiovisual yang bermanfaat untuk

meningkatkan sensitivitas kaki.


72

Hasil evaluasi dari kelompok eksperimen didapatkan ada kepuasan

responden terhadap intervensi. Mayoritas responden mengatakan kaki

mereka lebih terasa hangat dan tidak kaku. Responden juga meminta soft

file dan langkah-langkah hard file senam kaki alat pijat kayu agar mereka

bisa melakukan secara mandiri di rumah. Senam kaki alat pijat kayu

(senayu) melalui media audiovisual tidak hanya meningkatkan sensitivitas

kaki, Sutedjo (2014) mengemukakan bahwa tujuan senam kaki juga untuk

memperlancar peredaran darah ke kaki dan menghindari kekakuan otot.

d. Perbandingan kadar gula darah sebelum dan sesudah melaksanakan senam

kaki alat pijat kayu (senayu) melalui tutorial media audiovisual pada

kelompok eksperimen

Uji t dependen didapatkan mean kadar gula darah responden sebelum

diberikan intervensi yaitu 254.55 mg/dl dengan standar deviasi 71.17 dan

sesudah diberikan intervensi didapatkan mean 227.45 mg/dl dengan standar

deviasi 65.89. Hasil analisa data diperoleh p value 0,00 < (α=0,05). Jadi

dapat disimpulkan ada penurunan mean kadar gula darah yang signifikan

pada kelompok eksperimen.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Priyanto, Sahar, dan Widyatuti (2013) bahwa ada perbedaan secara

bermakna rata-rata kadar gula darah sebelum dilakukan senam kaki dengan

kadar gula darah sesudah dilakukan senam kaki pada kelompok intervensi

(t= 7,59; p value = 0,00).

Pemijatan pada daerah refleksi bisa melancarkan peredaran darah pada

organ yang bersangkutan (Ruhito & Mahendra, 2009). Pijat refleksi dapat

memberikan rangsangan pada titik-titik saraf yang berhubungan dengan


73

pankreas yang memberikan ransangan pengeluaran insulin sehingga dapat

menghasilkan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.

e. Perbandingan kadar gula darah sebelum dan sesudah tanpa melaksanakan

senam kaki alat pijat kayu (senayu) melalui tutorial media audiovisual pada

kelompok kontrol

Uji statistik untuk kelompok kontrol yaitu uji t dependen didapatkan

mean kadar gula darah responden pretest yaitu 290.12 mg/dl dengan standar

deviasi 86.84 dan posttest yaitu 312.18 mg/dl dengan standar deviasi 91.88.

Hasil analisa data diperoleh p value 0,00 < (α=0,05).

Jadi dapat disimpulkan ada peningkatan mean kadar gula darah yang

signifikan antara mean kadar gula darah sebelum dan sesudah pada

kelompok kontrol tanpa melaksanakan senam kaki alat pijat kayu (senayu)

melalui tutorial media audiovisual. Hal ini dikarenakan pada kelompok

kontrol tidak dilakukan senam kaki alat pijat kayu melalui tutorial media

audiovisual untuk membantu menurunkan kadar gula darah pada pasien

DM tipe 2.

Pryanto, Sahar, dan Widyatuti (2012), dari hasil penelitiannya terdapat

perbedaan bermakna pada kadar gula darah sebelum dan sesudah diberikan

intervensi senam kaki dengan p value = 0,02. Menurutnya aktivitas atau

senam yang dilakukan secara sungguh-sungguh, ditunjukkan sampai

keluarnya keringat akan mampu mesntimulus pankreas dalam memproduksi

insulin dalam menekan glukosa darah.


74

f. Perbandingan kadar gula darah sesudah melaksanakan senam kaki alat pijat

kayu (senayu) melalui tutorial media audiovisual pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol

Hasil uji t independen didapatkan hasil mean kadar gula darah posttest

pada kelompok eksperimen adalah 227,45 mg/dl dengan standar deviasi

65,89, sedangkan pada kelompok kontrol nilai mean kadar gula darah

posttest adalah 312.18 mg/dl dengan standar deviasi 91.88. Hasil uji

statistik diperoleh p value 0,004 < (α=0,05), maka dapat disimpulkan ada

perbedaan kadar gula darah antara kelompok eksperimen yang

melaksanakan senam kaki apiyu (senayu) melalui tutorial media audiovisual

dengan kelompok kontrol yang tidak melaksanakan senam kaki apiyu

(senayu) melalui tutorial media audiovisual. Maka dapat disimpulkan

bahwa H0 ditolak yang berarti pelaksanaan senam kaki apiyu (senayu)

melalui tutorial media audiovisual efektif terhadap penurunan kadar gula

darah pada pasien DM tipe 2.

Priyanto, Sahar, dan Widyatuti (2013) dalam penelitiannya

mengemukakan bahwa upaya mengendalikan gula darah tidak efektif hanya

dilakukan dengan pengobatan saja. Hal tersebut dikarenakan diabetes

melitus disebabkan oleh kerusakan pankreas dalam memproduksi insulin,

dimana insulin ini berfungsi dalam mengendalikan kadar gula darah. Untuk

menunjang peran pankreas yang mengalami kerusakan tadi, perlu didukung

faktor lain yang mempunyai fungsi yang sama yaitu dalam mempengaruhi

produksi gula darah. Faktor penting lain yang mempengaruhi produksi

insulin adalah diit dan latihan. Diit berkaitan pemilihan dan kepatuhan

dalam mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar gula yang


75

dianjurkan. Sedang latihan yang dianjurkan adalah aktivitas yang dapat

membantu menurunkan kadar gula darah seperti jalan-jalan, senam tubuh

dan senam kaki sesuai kebutuhan.

B. Keterbatasan Penelitian

Selama melakukan proses penelitian ini ditemui beberapa keterbatasan yaitu:

1. Pada penelitian ini, peneliti tidak mengatur pola diet responden sehingga setiap

responden mempunyai pola diet yang berbeda. Hal ini mempengaruhi kadar

gula darah masing-masing responden.

2. Karakteristik umur masing-masing responden berbeda. Faktor umur juga

mempengaruhi fungsi pankreas dalam menghasilkan insulin.

3. Pada penelitian ini, tidak semua responden mengkonsumsi obat dengan pola

yang sama. Hal ini mempengaruhi kadar gula darah masing-masing responden.

4. Pelaksanaan senam ini tidak semua responden disesuaikan dengan kontrak

waktu yang di telah disusun dan disepakati, sehingga waktu pelaksanaan ada

yang memiliki variasi waktu dari pagi sampai malam. Hal ini dapat

mempengaruhi kadar gula darah masing-masing responden.

5. Kelompok kontrol tidak dilakukan pemeriksaan sensitivitas kaki dan kadar gula

darah tiga hari berturut-turut dikarenakan pertimbangan akan waktu dan biaya.
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian tentang efektivitas pelaksanaan senam kaki alat pijat kayu (senayu)

melalui tutorial media audiovisual terhadap kadar gula darah dan sensitivitas kaki

pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Rejosari, dari tanggal 20 – 27 Juli 2018. Didapatkan hasil bahwa mayoritas yang

menderita DM tipe 2 umur yang terbanyak adalah 46-55 tahun 14 responden

(41,2%), jenis kelamin perempuan 28 (82,4%), pendidikan terakhir SMA 14

responden (41,2%), pekerjaan IRT (Ibu Rumah Tangga) yaitu 25 (73.5%), suku

Minang 14 responden (41,2%), lamanya menderita DM 2-5 tahun yaitu 29

responden (85,3%).

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji wilcoxon untuk sensitivitas kaki

kanan dan kiri diperoleh diperoleh p value 0,02 dan 0,02 < (α=0,05). Jadi dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan peningkatan sensitivitas kaki kanan

dan kaki kiri pada kelompok eksperimen. Pada kelompok kontrol hasil analisa data

diperoleh p value 1,00 dan 1,00 > (α=0,05). Jadi dapat disimpulkan tidak ada

peningkatan signifikan sensitivitas kaki kanan dan kaki kiri pada kelompok kontrol.

Hasil uji T Man Whitney diperoleh p value 0,46 dan 0,91 > (α=0,05), maka

dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang bermakna peningkatan mean

sensitivitas kaki antara kelompok eksperimen yang telah melaksanakan senam kaki

apiyu (senayu) melalui tutorial media audiovisual dengan kelompok kontrol yang

tidak melaksanakan senam kaki apiyu (senayu) melalui tutorial media audiovisual.

Uji t dependen hasil analisa data diperoleh p value 0,00 < (α=0,05). Jadi dapat

disimpulkan ada penurunan mean kadar gula darah yang signifikan pada kelompok

76
77

eksperimen. Uji statistik untuk kelompok kontrol yaitu uji t dependen diperoleh p

value 0,00 < (α=0,05). Jadi dapat disimpulkan ada peningkatan mean kadar gula

darah yang signifikan antara mean kadar gula darah sebelum dan sesudah pada

kelompok kontrol tanpa melaksanakan senam kaki alat pijat kayu (senayu) melalui

tutorial media audiovisual

Hasil uji t independen didapatkan p value 0,004 < (α=0,05), maka dapat

disimpulkan ada perbedaan kadar gula darah antara kelompok eksperimen yang

melaksanakan senam kaki apiyu (senayu) melalui tutorial media audiovisual

dengan kelompok kontrol yang tidak melaksanakan senam kaki apiyu (senayu)

melalui tutorial media audiovisual.

B. Saran

1. Bagi Institusi/Petugas kesehatan

Hasil peneitian ini diharapkan bisa menjai tambahan informasi bagi petugas

kesehatan tentang manfaat tutorial media audiovisual dan manfaat terapi senam

kaki alat pijat kayu (Senayu) untuk pasien DM tipe 2.

2. Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi

mahasiswa nantinya dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien DM

tipe 2.

3. Bagi pasien Diabetes Melitus

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu motivasi untuk

meningkatkan kualitas hidup dengan mengontrol gula darah, meningkatkan

sensitifitas kaki, dan mencegah komplikasi dari penyakit DM terutama

komplikasi pada kaki (gangren).


78

4. Bagi Peneliti Lain

Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai data, informasi dasar, dan evidence based untuk melaksanakan

penelitian selanjutnya.

5. Saat melakukan penelitian untuk karakteristik umur, obat yang dikonsumsi, dan

faktor yang bisa dikontrol lainnya disamakan saja. Hal ini dilakukan untuk

mengurangi bias.

6. Tabel hasil penelitian untuk pengukuran gula darah dan sensitivitas kaki yang

dilakukan setiap hari sebaiknya dimuat lengkap dari hari pertama hingga hari

ketiga sehingga perubahan gula darah dan sensitivitas kakinya dapat terlihat

dengan jelas.
79

DAFTAR PUSTAKA

Adiguna, P. (2016). Titik-titik ajaib tuntas penyakit. Yogyakarta: Genius Publishe


Agustina, E., Hasneli, Y., & Novayelinda, R. (2017). Efektifitas Pelatihan senam kaki alat
pijat kayu (Senayu) terhadap sensitivitas kaki pasien diabetes mellitus tipe 2. Vol. 4,
No. 1. Pekanbaru. Jom PSIK. Diperoleh tanggal 2 januari 2018 dari
http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMPSIK/article
Al-Firdaus, Iqra’. (2010). Buku lengkap tuntunan menjadi kameramen profesional.
Yogyakarta: Buku Biru.
Alloreung, D.L., Sekeon, S.A.S., & Joseph, W.B.S. (2016). Hubungan antara umur, jenis
kelamin, dan tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di puskesmas
ronotana weru kota manado tahun 2016. Sam Ratulangi. Diperoleh tanggal 29 Juli 2018
dari httpmedkesfkm.unsrat.ac.idwp-contentuploads201611JURNAL-Desy-L.-
Allorerung.pdf
Andrews, S., & Dempsey, B. (2011). Acupressure and reflexology for dummies. Canada:
Wiley Publishing
Ashar, B. H., Miller R. G., & Sisson, S. D. (2016). The Jhons Hopkins internal medicine
board review: certification and recertification. (Ed. 5). Missouri: Elsevier
Baradero, Dayrit, & Siswadi. (2009). Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC
Bilous, R., & Donelly, R. (2015). Buku pegangan diabetes. (Ed. 2). (Egi Komara Yudha,
Penerjemah). Jakarta: Bumi Medika
Cahyono, S. B. (2012). Gaya hidup dan penyakit modren. Kanisius: Yogyakarta
Christensen & Kockrow. (2011). Adult health nursing. (Ed. 6). USA: Mosby Elsevier
Christian, P. E. & Waterstram, K. M. (2012). Nuclear medicine and pet/ct. (Ed. 8).
Missouri: Elsevier
Dalimartha, S. & Adrian, F. (2012). Makanan dan herbal untuk penderita diabetes melitus.
Jakarta: Penebar Swadaya
Darryl, E., & Barnes, M. D. (2012). Diabetes panduan untuk mengendalikan glukosa
darah. Yogyakarta: Salemba Medika
Daryanto. (2010). Belajar dan mengajar. Bandung: Y Rama.
Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru. (2016). Rekapan penyakit diabetes mellitus kota
pekanbaru
Enterprise, J. (2008). Teknik membuat video tutorial dengan camtasia Studi 5. Jakarta:
Elex Media Komputindo
Erzin, C., & Kowalski, R. E. (2011). The Type 2 Diabetes diet book. USA: McGraw-Hill
80

Fatimah, R.N. (2015). Diabetes Melitus tipe 2. Vol. 4. Lampung. J Majoriti. Diperoleh
tanggal 29 Juli 2018 dari
juke.kedokteran.unila.ac.idindex.phpmajorityarticledownload615619
Flood, J., Heath S. H., & Lapp, D. (2014). Handbook of Research on teaching literacy
through the communicative and visual arts. (Vol. 2). New York: Rouledge
Ginting, A. (2012). Esensi praktis belajar dan pembelajaran. Bandung: Humaniora.
Guthes, Purnomo, & Kresnadi. (2013). Pengaruh penggunaan media audio visual terhadap
hasil belajar roll depan pada senam lantai di kelas XI IPA SMA Negeri 6 Pontianak.
Program studi pendidikan jasmani kesehatan dan rekreasi FKIP UNTAN. Diperoleh
tanggal 30 Juni 2018 dari https://media.neliti.com
Hamalik, O. (2007). Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, O. (2009). Pendekatan baru strategi belajar mengajar berdasarkan CBSA.
Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Hardini, I. & Puspitasari. (2012). Strategi pembelajaran terpadu (teori, konsep, dan
implementasi). Yogyakarta: Familia.
Hasdianah. (2012). Mengenal Diabetes Mellitus. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hasneli, Y. N. (2009). The effect of health belief model based educational program to
prevent diabetes complication on dietary behavior of Indonesia adults with type 2
diabetes mellitus. Jurnal keperawatan professional Indonesia. Vol. 1. Pekanbaru: ISSN
Hasneli, Y. N. (2015). Pengaruh pijat refleksi alat pijat kayu terhadap sensitivitas dan
peredaran darah pada kaki dan tangan pasien diabetes mellitus tipe 2. Pekanbaru:
Tidak dipublikasikan
Hasneli, Y. N. (2017). Identifikasi dan analisis sensitivitas kaki dan glukosa darah pada
pasien diabetes setelah melakukan terapi pijat kaki alat pijat kayu. Pekanbaru:
Universitas Riau.
Hasneli, Y., Natalia, N., & Novayelinda, R. (2015). Efektifitas senam kaki diabetik dengan
tempurung kelapa terhadap tingkat sensitivitas kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2.
Perpustakaan Univeristas Riau. Diperoleh tanggal 10 Januari 2018 dari
http://repository.unri.ac.id
Hayuaji, G. R. (2016). Mahir Pijat refleksi secepat kilat. Yogyakarta: Saufa
Hidayat, A. A. (2011). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. (Ed. 2). Jakarta:
Salemba Medika
International Diabetes Federation. (2017). Diabetes atlas. (8th ed). Diperoleh tanggal 1
Januari 2018 dari www.diabetesatlas.org
Kasjono, H. S. & Yasril. (2009).Teknik Sampling Untuk penelitian kesehatan. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Kowalak, J. P., Wels, W., & Mayer, B. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
81

Krisnatuti, D., Yenrina, R., & Rasjmida, D. (2014). Diet sehat untuk penderita diabetes
mellitus. Jakarta: Penebar Swadaya
Kurniadi, H. & Nurrahmani. (2015). Stop diabetes, hipertensi, kolestrol tinggi, jantung
koroner. Yogyakarta: Istana Media
Lisnawati, R., Hasneli, Y., & Hasanah, O. (2015). Perbedaan sensitivitas tangan dan kaki
sebelum dan sesudah dilakukan terapi pijat refleksi pada penderita diabetes melitus tipe
2. Vol. 2 No. 2. Diperoleh pada 4 Februari 2018 dari
https://media.neliti.com/media/publications/185064-ID-perbedaan-sensitivitas-tangan-
dan-kaki-s.pdf
Maulana, H. D. J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC
Muhaimin. (2008). Paradigma pendidikan islam, upaya mengefektifkan PAI di sekolah.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Musfiqon. (2012). Pengembangan media dan sumber pembelajaran. Jakarta: Prestasi
Pustakaraya
Nasar I. M., Himawan, S., & Marwoto W. (2010). Buku ajar patologi II (khusus). (Ed.1).
Jakarta: Sagung Seto
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi peelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Oktaviah, D., Hasneli, Y., & Agrina. (2014). Efektifitas senam kaki diabetik dengan bola
plastik terhadap tingkat sensitivitas kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2. Pekanbaru.
Diperoleh tanggal 29 Juli 2018 dari httpsmedia.neliti.commediapublications186150-ID-
efektifitas-senam-kaki-diabetik-dengan-b.pdf
Oktaviandi, Kaswari, & Supriatna. (2014). Pengaruh media audio visual terhadap
forwardroll dan backroll senam lantai peserta didik. Program studi pendidikan jasmani
kesehatan dan rekreasi FKIP UNTAN. Diperoleh tanggal 30 Juni 2018 dari
https://media.neliti.com
Pawaka, H. S., Budiman, D., & Ali, A. F.(2017). Meningkatkan efektivitas pembelajaran
baling-baling melalui media audiovisual pada siswa kelas V SDN Cibogo Walet. Vol. 2
N0.2. Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan. Diperoleh tanggal 16 Juli 2018 dari
http://ejournal.upi.edu
Petters, O. (2013). Learning and teaching in distance educational: Pedagogical analyses
and interpretations in an international perspective. New York: Rouledge
Prabowo, A. (2015). Efektivitas media pembelajaran video tutorial terhadap prestasi
belajar siswa pada mata pelajaran gambar teknik program keahlian teknik kendaraan
ringan smk piri 1 yogyakarta. Yogyakarta. Eprint@UNY. Diperoleh tanggal 16 Juli
2018 dari http://eprints.uny.ac.id
Prastowo, A. (2012). Pengembangan Sumber Belajar. Yogyakarta: Pedagogia
Price, S. A. & Wilson, L. M. (2014). Patofisiologi: Konsep klinis dan proses-proses
penyakit. (Vol. 2). Jakarta: EGC
82

Priyanto, S., Sahar, J., & Widyatuti. (2013). Pengaruh senam kaki terhadap sensitivitas
kaki dan kadar gula darah pada agregat lansia diabetes mellitus di magelang. Magelang.
Diperoleh pada tanggal 29 Juli 2018 dari lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20300843-
T30470- pengaruh senam.pdf.

Priyanto. S, (2012). Pengaruh senam kaki terhadap sensitivitas kaki dan kadar gula
darah pada agregat lansia DM di Magelang. http://lib.ui.ac.id di akses tanggal 30 Juli
2018
Putra, W. S. (2013). Sehat dengan terapi refleksi dan herbal di rumah sendiri. Yogyakarta:
Katahati
Reid, M.K.T & Walker, S.P., (2009). Quality of life in Caribbean Youth with diabetes.
West Indian Med J, 58 (3): 250-256.
Rendy, M. & Margaret. (2012). Asuhan keperawatan medical bedah penyakit dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika
Riana, C. (2007). Pedoman pengembangan media video. Jakarta: P3AI UPI.
Rondonuwu, R.G., Rompas, S., & Bataha, Y. (2016). Hubungan antara perilaku olahraga
dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas wolang
kecamatan langowan timur. Vol. 4 No. 1. Sam Ratulangi. Diperoleh tanggal 29 Juli
2018 dari httpsmedia.neliti.commediapublications110128-ID-hubungan-antara-
perilaku-olahraga-dengan.pdf
Ruslan, R. (2013). Metode penelitian public relations dan komunikasi. Jakarta: PT raja
Grafindo Persada
Rusli, Gusti Rizaniasyah & Farianingsih, Septi. (2015). Senam kaki diabetes menurunkan
kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2. Vol. 6 No. 2. Jurnal of ners
community. Diperoleh tanggal 3 Juni 2018 dari https://journal.unigres.ac.id.
Setiadi. (2013). Konsep dan praktik penulisan riset keperawatan. (Ed. 2) Yogyakarta:
Graha Ilmu
Setiawati, S. & Dermawan, A. C. (2008). Proses pembelajaran dalam pendidikan
kesehatan. Jakarta: Trans Info Media
Soegondo. (2008), Melawan diabetes dengan banyak beraktivitas. Diperoleh pada tanggal
28 Juli 2018 dari http://www.indodiabetes.com.
Sukiman. (2012). Pengembangan media pembelajaran. Yogyakarta: Pedagogia
Sulasmono, G. (2016). Saraf kunci tumpas ragam penyakit. Yogyakarta: Trans Idea
Publishing
Suprihatiningrum, J. (2016). Strategi pembelajaran: Teori dan aplikasi. Yogyakarta: Ar-
Ruz Media
Susilana, R., & Riyana, C. (2008). Media Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima
83

Sutedjo, A. Y. (2014). 5 Strategi penderita diabetes mellitus berusia panjang. Yogyakarta:


Kanisius
Sutikno, S. (2014). Metode dan model-model pembelajaran menjadikan proses
pembelajaran lebih variatif, aktif, inovatif, efektif, dan menyenangkan. Lombok:
Holistica
Sutrisno, E. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana
Tambak, S. (2014). Pendidikan agama islam konsep metode pembelajaran PAI.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Tandra, H. (2008). Panduan lengkap mengenal dan mengatasi diabetes dengan cepat dan
mudah. Jakarta: Gramedia Pustaka utama
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). Ilmu dan aplikasi pendidikan.
Bandung: Imperial Bhakti Utama.
Tjokroprawiro, A., dkk. (2015). Buku ajar ilmu penyakit dalam: Fakultas kedokteran
universitas airlangga rumah sakit pendidikan dr. Soetomo Surabaya. (Ed. 2). Surabaya:
Airlangga Universitas Press
Umar, F. A, Bodhi, W., & Kepel B. J. (2013). Gambaran gula darah pada remaja obes
diminahasa. Vol. 1 No. 2. Manado. Jurnal e-boimedik. Diperoleh dari
https://ejournal.unsrat.ac.id
Wijayakusuma, M. H. (2008). Bebas diabetes mellitus ala hembing. Jakarta: Puspa Swara
Wijayanti, D. (2009). Sehat dengan pengobatan alami. Yogyakarta: Venus
Wijonarko. (2009). Manajemen ulkus diabetik. Diperoleh pada tanggal 5 Januari 2018 dari
https://dokumen.tips/download/link/manajemen-ulkus-kaki-diabetik-56573ced68891
Wlodkowski, J. & Jaynes, H. J. (2004). Motivasi belajar. Depok: Cerdas Pustaka
Wulandari, N., Nurchayati, S., & Hasanah, O. (2014). Pengaruh pendidikan kesehatan
senam kaki melalui media audiovisual terhadap pengetahuan pelaksanaan senam kaki
pada pasien dm tipe 2. Vol. 1, No. 2. Pekanbaru. Jom PSIK. Diperoleh tanggal 2 Januari
2018 dari https://media.neliti.com
Yuhelma & Hasneli, Y. (2009). Identifikasi dan analisis komplikasi makrovaskuler dan
mikrovaskuler pada pasien diabetes mellitus. Pekanbaru: PSIK UR.

Anda mungkin juga menyukai