Anda di halaman 1dari 60

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP


SENSITIVITAS KAKI PADA PASIEN DM TIPE 2
Studi akan dilakukan Di Puskesmas 1 Denpasar Selatan

Oleh :
NI KETUT KRISTINAWATI DEWI
NIM. 233221443

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2024
PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP


SENSITIVITAS KAKI PADA PASIEN DM TIPE 2
Studi akan dilakukan Di Puskesmas 1 Denpasar Selatan

Oleh :
NI KETUT KRISTINAWATI DEWI
NIM. 233221443

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2024

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini gaya hidup modern dengan pilihan menu makanan dan cara hidup

yang kurang sehat semakin menyebar ke seluruh lapisan masyarakat yang

berdampak pada peningkatan jumlah penyakit degeneratif yaitu Diabetes Melitus

(DM). Permasalahan yang sering terjadi pada penderita diabetes adalah

munculnya permasalahan pada kaki yaitu neuropati. Gejala neuropati yang sering

muncul yaitu penurunan sensitivitas kaki seperti rasa kesemutan, terbakar, nyeri,

seperti menggunakan kaos kaki tebal, sampai ketidakmampuan merasakan nyeri,

dan membedakan panas atau dingin(American Diabetes Association, 2017)

Menurut International Diabetes Federation (2021) jumlah penderita

diabetes mencapai 537 juta penduduk di seluruh dunia. Indonesia merupakan

negara urutan kelima terbanyak di dunia, dengan jumlah penderita Diabetes

Mellitus (umur 20 hingga 79 tahun ) mencapai 19,5 juta orang pada tahun 2021.

Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 28,6 juta orang pada tahun
(IDF, 2021)
2045 . Menurut Riskesdas Provinsi Bali 2018, prevelensi diabetes

melitus berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk semua umur menurut

kabupaten/kota Provinsi Bali mencapai 1,5%. Prevelensi diabetes melitus di Kota

Denpasar mencapai 1,39%. Berdasarkan data jumlah pelayanan Kesehatan

penderita Diabetes Melitus di Kota Denpasar Tahun 2022 menurut Kecamatan di


Kota Denpasar, Denpasar Selatan menduduki peringkat pertama yaitu 4.484

penderita Diabetes Melitus yang mendapatkan pelayanan Kesehatan. (Dinas

Kesehatan Kota Denpasar, 2023). Berdasarkan data kunjungan pasien Diabetes

Melitus di Puskesmas 1 Denpasar Selatan Tahun 2022 sebanyak 1.965 pasien

(Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2023). Prevalensi penderita ulkus diabetikum di

Indonesia sekitar 15%, angka amputasi 30%, selain itu angka kematian 1 tahun

pasca amputasi sebesar 14,8%. (Kemenkes, 2023). Prevalensi penderita ulkus

diabetik di Bali mencapai 1,33% (Riskesdas Provinsi Bali, 2018)

Neuropati merupakan salah satu komplikasi jangka panjang dari DM pada

pembuluh darah kecil (mikroangiopati). Pasien DM yang mengalami neuropati

sering mengalami penurunan sensasi proteksi yaitu menurunnya sensasi terhadap

nyeri, suhu, sentuhan getaran. Gejala ini akan lebih dirasakan pasien terutama

pada malam hari (Kohnle, 2008). Dampak dari kehilangan sensasi proteksi pada

kaki meliputi: stress yang berulang, injuri yang tidak diketahui, deformitas

struktur kaki (hammertoes, bunions, metatarsal deformitas atau charcot).

Terjadinya neuropati perifer menyebabkan pasien DM berisiko mengalami

injuri pada daerah perifer khususnya kaki. Akibat yang paling sering terjadi

adalah terjadinya ulkus gangrene pada kaki akibat trauma karena proses neuropati

perifer. Jika kondisi ini terjadi maka pasien DM akan mengalami perawatan luka

dalam jangka waktu yang lama dan dengan biaya yang relatif menambah beban

keuangan pasien. Jika sudah sampai tahapan terjadi infeksi ke tulang

(osteomielitis) maka pasien berisiko dilakukan amputasi kaki. Penatalaksanaan

sedini mungkin pada pada pasien DM dapat mencegah komplikasi diabetic foot
dan amputasi (Maryunani, 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Freedy Khalid (2022) yang berjudul “Analisis Terjadinya Luka Diabetik

Pada Penderita Diabetes Melitus” Bahwa obesitas, diet, umur dan aktivitas

berpengaruh terhadap terjadinya luka diabetik pada penderita Diabetes Melitus

Penatalaksanaan pasien diabetes melitus dikenal 5 pilar penting dalam

mengontrol perjalanan penyakit dan komplikasi. Lima pilar tersebut adalah

edukasi, terapi nutrisi, aktifitas fisik dan farmakologi, pemeriksaan kadar gula

darah. Aktivitas fisik merupakan salah satu tindakan yang bisa dilakukan pasien

DM khususnya untuk mencegah terjadinya neuropati perifer. Adapun aktivitas

fisik tersebut adalah berjalan kaki, aerobic, berenang, bersepeda, senam kaki

diabetic (American Diabetic Association, 2016). Kemenkes RI menganjurkan

masyarakat yang menderita DM melakukan aktifitas fisik senam kaki diabetik dan

perawatan kaki secara rutin untuk mencegah Diabetic Foot Ulcer (DFU). Tujuan

dari senam kaki diabetes sendiri antar lain dapat memperbaiki sirkulasi darah

sehingga meningkatkan sensitivitas kaki, memperkuat otot-otot kecil, mencegah

kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, serta mengatasi

keterbatasan gerak sendi. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dengan rutin

melakukan senam kaki diabetes memberikan dampak yang baik bagi tubuh, salah

satunya dapat menurunkan kadar gula dalam darah, didukung dengan diet yang

teratur serta mencegah luka kaki diabetik (Kemenkes, 2023).

Senam kaki tergolong aktivitas olahraga yang ringan, sebab tidak

memerlukan banyak tenaga dalam melakukannya dibandingkan dengan latihan

fisik lainnya, langkah-langkah dalam senam kaki tergolong mudah karena


berfokus pada gerakan pada bagian kaki dan lutut serta tidak membutukan biaya

yang besar karena menggunakan alat yang sederhana dan mudah didapat, seperti

kursi dan kertas koran. Senam kaki dapat dilakukan kapan saja baik di dalam

ruangan atau di luar ruangan serta tidak memerlukan waktu yang lama, hanya

sekitar 20-30 menit yang berguna untuk menghindari terjadinya luka dan

membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki (Ratnawati., Adyani &

Fitroh, 2019).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2019) yang

berjudul “Pengaruh Senam Kaki Terhadap Ankle Brachial Index (ABI)”,

menunjukkan bahwa efektivitas senam diabetik yang dilakukan pada penderita

DM tipe 2 mengalami peningkatkan pada nilai Ankle Brachial Index (ABI).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dwi Arianta (2020) yang berjudul

“Hubungan Ankle Brachial Index (ABI) dengan sensitivitas kaki pada penderita

diabetes Tipe II”, menunjukkan ada hubungan ABI dengan sensitivitas kaki pada

penderita diabetes mellitus tipe II. Penurunan nilai ABI akan diikuti dengan

penurunan sensitivitas kaki, jika hal ini tidak dicegah akan berisiko menimbulkan

kaki diabetik pada penderita diabetes melitus tipe II .

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan

mewawancarai 10 orang pasien DM yang berada di Puskesmas 1 Denpasar

Selatan bulan Desember 2023, 7 dari 10 diantara mereka mengeluhkan kesemutan

, nyeri seperti tertusuk dan terasa kebas pada kaki. Pasien mengatakan sudah

mengontrol pola makan dan teratur dalam mengonsumsi obat antidiabetes dan

menyuntikkan insulin. Namun pasien jarang berolahraga dan belum pernah


melakukan senam kaki diabetik.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul

penelitian tentang “Pengaruh Senam kaki Diabetik Terhadap Sensitivitas Kaki

Pada Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas 1 Denpasar Selatan”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut: Bagaimana Pengaruh Senam kaki Diabetik Terhadap

Sensitivitas Kaki Pada Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas 1 Denpasar Selatan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh Senam kaki Diabetik Terhadap Sensitivitas

Kaki Pada Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas 1 Denpasar Selatan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi sensitivitas kaki pada kelompok kontrol dan

kelompok intervensi sebelum diberikan senam kaki

2. Mengidentifikasi sensitivitas kaki pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol setelah diberikan senam kaki

3. Menganalisis perbedaan sensitivitas kaki sebelum dan setelah diberikan

senam kaki pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol


4. Mengidentifikasi Pengaruh Senam kaki Diabetik Terhadap Sensitivitas

Kaki Pada Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas 1 Denpasar Selatan

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Menjadi salah satu alternatif intervensi keperawatan sehingga dapat

meningkatkan sirkulasi darah pada kaki dan sensitivitas kaki pada pasien DM

Tipe 2 untuk mencegah terjadinya komplikasi luka kaki diabetik

2. Bagi Masyarakat

Sebagai sumber data dalam pemberian edukasi kepada penderita diabetes di

Puskesmas 1 Denpasar Selatan mengenai pentingnya melakukan senam kaki

untuk meningkatkan aliran darah sehingga dapat meningkatkan sensitivitas

kaki pasien DM Tipe 2 dan mencegah terjadinya luka kaki diabetik

1.4.2 Manfaat Teoritis

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi institusi Pendidikan dalam

rangka mengembangkan ilmu pengetahuan terkait asuhan keperawatan

terhadap pasien diabetes untuk mencegah terjadinya luka kaki diabetik

2. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan


Hasil penelitian diharapkan menjadi acuan bagi peneliti lain yang meneliti

tentang pengaruh senam kaki diabetik terhadap sensitivitas kaki pada pasien

DM Tipe 2.

1.5 Keaslian Penelitian

Adapun penelitian yang sama terkait yang pernah dilakukan dan sejenis

dengan penelitian ini adalah :

1. Gambaran Pengetahuan Penderita Diabetes Melitus Terhadap Senam Kaki


(Harahap, 2017)
Diabetik . STIKes Imelda Medan. Adapun populasi dalam

penelitian ini adalah Seluruh penderita DM yang dirawat di RSU IPI Medan.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif, dan metode pengambilan sampel Non

Probability Sampling dengan tehnik Insidental Sampling dengan sampel

sebanyak 30 sampel dengan Teknik kuesioner menggunakan 15 pertanyaan.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa mayoritas pengetahuan penderita DM

terhadap senam kaki diabetik di RSU IPI Medan berpengetahuan cukup.

Persamaannya adalah pada variabel penelitian yaitu senam kaki diabetik.

Perbedaannya terletak pada desain penelitian, teknik pengambilan sampel dan

lokasi penelitian. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan desain two group

pre test – post test design, teknik pengambilan sampel secara purposive

sampling dan lokasi penelitian di Puskesmas 1 Denpasar Selatan

2. Hubungan Ankle Brachial Index (ABI) Dengan Sensitivitas Kaki Pada

Penderita Diabetes Tipe II (Dwi Arianta, 2020). STIKES Wira Medika Bali.
Desain penelitian ini adalah non eksperimental analitik korelasi Populasi

dalam penelitian ini adalah penderita diabetes melitus tipe II dengan jumlah

sampel sebanyak 86 orang. Pengambilan sampel menggunakan tehnik non

probability sampling jenis purposive sampling. Penelitian menggunakan

instrument penelitian berupa Spygmomanometer digital untuk mengukur nilai

ankle brachial index (ABI) dan monofilament 10 g untuk mengukur

sensitivitas kaki. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji

hubungan dalam penelitian ini adalah uji Chi Square (tingkat kepercayaan

95% p ≤ 0.05). Hasil uji Chi square di dapatkan p=0,000 menunjukan bahwa

ada hubungan ABI dengan sensitivitas kaki pada penderita diabetes mellitus

tipe II. Penurunan nilai ABI akan diikuti dengan penurunan sensitivitas kaki,

jika hal ini tidak dicegah akan berisiko menimbulkan kaki diabetik pada

penderita diabetes melitus tipe II. Persamaannya adalah pada responden yang

diteliti, variable terikat yaitu sensitivitas kaki dan Teknik pengambilan

sampel dengan purposive sampling. Perbedaaan penelitian ini antara lain

terletak pada desain penelitian, dimana pada penelitian ini menggunakan

quasi eksperiment

3. Pengaruh Senam Kaki Terhadap Ankle Brachial Index (ABI) (Wardani et al,

2019). Universitas Muhammadiyah Jember. Populasi dalam penelitian ini

yaitu pasien diabetes tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

sejumlah 40 responden dan sampel dalam penelitian ini sejumlah 20

responden dengan teknik simple random sampling. Desain penelitian ini

adalah jenis penelitian pra-eksperiment dengan pendekatan pre test-post test


one group design. Hasil penelitian menunjukkan senam kaki salah satu faktor

yang memperbaiki ABI. Persamaannya pada variabel independent yaitu

senam kaki. Perbedaaan penelitian ini antara lain terletak pada desain

penelitian, teknik pengambilan sampel dan variabel dependent. Peneliti

menggunakan desain penelitian quasi eksperiment dengan Teknik

pengambilan sampel purposive sampling. Variabel dependen pada penelitian

ini adalah sensitivitas kaki

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Konsep Dasar Diabetes Melitus

2.1.1.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah penyakit yang disebabkan tubuh tidak mampu

melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat sehingga kadar glukosa


(Suryati, 2021)
(gula sederhana) di dalam darah tinggi . Menurut
(PERKENI, 2021)
diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik degan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau keduanya. Hiperglikemia adalah suatu kondisi medis berupa

peningkatan kadar glukosa darah melebihi normal yang menjadi karateristik

beberapa penyakit terutama diabetes melitus disamping berbagai kondisi lainnya.

Dalam kondisi normal sejumlah glukosa dari makanan akan bersirkulasi di

dalam darah , kadar glukosa dalam darah diatur oleh insulin, yaitu hormon yang di
produksi oleh pankreas, berfungsi mengontrol kadar glukosa dalam darah dengan

cara mengatur pembentukan dan penyimpanan glukosa .pada pasien dibetes

melitus sel-sel dalam tubuh berhenti berespon terhadap insulin atau penkreas

berhenti memproduksi insulin , hal ini mengkibatkan hiperglikemia sehingga

dalam waktu tertentu dapat menyebabkan komplikasi metabolik akut, selain itu

dalam jangka panjang hiperglikemia menyebabkan komplikasi makrovaskular,


(Smeltzer et al., 2008)
komplikasi mikrovaskular dan komplikasi neuropatik .

Kondisi kronik hiperglikemia pada pasien diabetes berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan organ terutama mata, ginjal,
(ADA, 2008).
saraf dan pembuluh darah .

2.1.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes adalah penyakit menahun (kronis) berupa gangguan metabolik

yang ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi batas normal. Penyebab

kenaikan kadar gula darah tersebut menjadi landasan pengelompokkan jenis


(Infodatin, 2020)
Diabetes Melitus .

a. Diabetes Melitus tipe I

Diabetes melitus tipe I adalah diabetes yang disebabkan kenaikan kadar gula

darah karena kerusakan sel beta pankreas sehingga produksi insulin tidak ada

sama sekali. Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh pankreas untuk

mencerna gula dalam darah. Penderita diabetes tipe ini membutuhkan asupan
(Infodatin, 2020)
insulin dari luar tubuhnya . Penyakit ini diderita oleh 5-10

% dari seluruh pengidap diabetes di dunia. Di Indonesia, statistik mengenai

diabetes tipe 1 belum ada dan diperkirakan hanya diderita sekitar 2-3%
seluruh pengidap diabetes yang ada-mungkin karena sebagian tidak

terdiagnosis atau tidak diketahui dan penderitanya tidak tertolong lagi


(Tandra, 2020).

b. Diabetes Melitus tipe II

Diabetes melitus tipe 2 adalah gangguan sekresi insulin ataupun gangguan

kerja insulin (retensi insulin ) pada organ target terutama hati dan otot.

Diabetes melitus tipe 2 diawali dengan terjadinya retensi insulin , retensi

insulin awalnya belum menyebabkan diabetes secara klinis, sel beta pankreas

masih dapat melakukan kompensasi bahkan sampai overkompensasi, insulin

disekresi secara berlebihan sehingga terjadi kondisi hyperinsulinemia dengan

tujuan nomalisasi kadar glukosa darah. Mekanisme kompensasi yang terus

menerus menyebabkan sel beta pancreas mengalami dekmpensasi

mengakibatkan produksi insulin menurun secara absolut. Kondisi insulin

yang menurun akibatnya kadar glukosa daarh semakin meningkat dan akan

terjadi hiperglikemia kronik. Hiperglikemia kronik pada diabetes melitus tipe

2 semakin merusak sel beta pankreas dan memperburuk resistensi insulin


(Suryati, 2021)
sehingga penyakit dibates melitus tipe 2 semakin progresif .

Diabetes tipe 2 adalah jenis diabetes yang paling sering di jumpai, bahkan 90-

95% penderita diabetes adalah tipe 2 Penyakit ini biasanya timbul pada

orang-orang yang berusia di atas 40 tahun, namun bisa pula timbul pada anak-
(Tandra, 2020)
anak atau remaja .

c. Diabetes melitus gestasional ( diabetes melitus pada kehamilan )


Diabetes tipe ini ditandai dengan kenaikan gula darah pada selama masa

kehamilan. Gangguan ini biasanya terjadi paninggu ke-24 kehamilan dan


(Infodatin, 2020)
kadar gula darah akan kembali normal setelah persalinan .

Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa hormon pada wanita hamil
(Tandra, 2020)
yang me nyebabkan resistensi insulin .

d. Diabates melitus lainnya

Diabetes lain yang tidak termasuk kelompok di atas adalah diabetes yang

terjadi sekunder atau akibat dari penyakit lain. Diabetes in mengganggu

produksi insulin atau mempengaruhi kerja insulin. Contohnya adalah

gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis, penggunaan hormon kortikosteroid,

pemakaian beberapa obat anti-hipertensi atau anti-kolesterol, malnutrisi, atau


(Tandra, 2020)
infeksi .

2.1.1.3 Etiologi Diabetes Melitus

Menurut (Decroli, 2019) ada beberapa penyebab terjadinya diabetes melitus

terutama yaitu:

a. Resistensi insulin

Resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin yang lebih tinggi dari

normal yang dibutuhkan untuk memperthankan normmoglikemia insulin

tidak dapat bekerja secara optimal di sel otot , lemak dan hati akibatnya

memaksakan pankreas mengkompesasi untuk memproduksi insulin lebih

banyak ketika produksi insulin oleh sel beta pankreas tidak adekuat untuk
digunakan dalam mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar

glukosa darah akan meningkat.

b. Disfungsi sel beta pankreas

Disfungsi sel beta pankreas terjadi akibat dari kombinasi faktor genetik dan

faktor lingkungan. Beberapa teori menjelaskan bagaimana kerusakan sel beta

mengalami kerusakan diantaranya karena peningkatan glukosa menahun,

toksisitas sel akibat akumulasi abnormal lemak, dan penumpukan febril

proten di dalam tubuh.

c. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan juga memegang peranan penting dalam terjadinya penyakit

diabetes melitus yaitu obesitas , makan terlalu banyak dan kurangnya

aktivitas fisik.

d. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah pada hipertensi memiliki hubungan yang erat

dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air ataupun meningkatnya

teknanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.

e. Faktor keturunan atau genetik

Riwayat keluarga dengan DM tipe 2 akan mempunyai peluang menderita

Diabetes sebesar 15 % dan resiko mengalami intoleransi glukosa sebesar 30


(LeMone & Burke, 2008)
% . Faktor genetik dapat langsung mempengaruhi

sel beta pankreas dan mengubah kemapuannya untuk mengenali dan

menyebarkan rangsang sekretoris insulin.

f. Usia
Faktor usia yang berisiko menderita diabetes adalah usia diatas 30 tahun, hal

itu terjadi karena adanya perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia. Setelah

sesorang mencapai usia 30 tahun maka kadar glukosa darah naik 1-2 mg %
(Sudoyo et al., 2006)
tiap tahun .

g. Kadar kolesterol

Pelepasan asam-asam lemak bebas secara cepat yang berasal dari suatu lemak

visceral yang membesar. Proses ini menyebabkan terjadinya sirkulasi tingkat

tinggi dari asam-asam lemak bebas di hati, sehingga kemampuan hati untuk

mengikat dan mengstraksi insulin dari darah menjadi berkurang. Hal ini

menyebabkan tejadinya hyperinsulinemia. Akibat lainnya adalah peningkatan

gluconeogenesis dimana glukosa darah meningkat. Efek dari peningkatan

asam lemak bebas adalah menghambat pengambilan glukosa oleh sel otot.

Dengan demikian walaupun kadar insulin meningkat, namun glukosa darah


(Damayanti, 2019)
tetap abnormal tinggi .

h. Stres

Reaksi pertama dari sistem stres adalah terjadinya sekresi sistem saraf

simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis-adrenal-medular, dan bila stres

menetap maka sistem hipotalamus pituitariakan diaktifkan . Hipotalamus

menskresi corticotropin releasing factor yang menstimulasi pituitary interior

memproduksi adenocorticotropik hormone (ACTH). ACTH menstimulasi

produksi kortisol yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah


(Damayanti, 2019)
.

i. Riwayat diabetes gestasional


dibetes melitus tipe ini terjadi ketika ibu hamil gagal mempertahankan

euglikemia (kadar glukosa darah normal). Biasanya gula darah akan kembali

normal setelah melahirkan, namun resiko ibu untuk menderita diabetes tipe 2
(Smeltzer et al., 2008)
cukup besar .

2.1.1.4 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

Manifestasi klinis diabetes melitus erat kaitannya dengan metabolik

defisiensi insulin. Pasien dengan defesiensi insulin tidak dapat memperthankan

kadar glukosa darah yang normal atau toleransi glukosa setelah makan

karbohidrat.

Beberapa gelaja umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit diabetes


(Rendy & Margareth, 2012)
melitus menurut diantaranya :

1. Poliuri (peningkatan produksi urine)

Apabila kadar gula darah melebihi nilai abang ginjal,maka gulaa kan keluar

bersama urine. Jika kadarnya lebih tingi , makag injal akan membuang air

tambahan unuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena

ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang belebihan, maka penderita

sering berkemih yang banyak (poliuri)

2. Polidipsi (selalu merasa haus dan ingin minum banyak)

Karena banyaknya urine yang keluar, maka tubuh akan kekurangan cairan

(dehidrasi), untuk mengatasi hal tersebut maka penderita diabetes melitus

merasa haus dan selalu ingin minum yang banyak .

3. Polifagia (peningkatan nafsu makan) dan kurang tenaga


Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita

mengalami penurunan berat badan, hal itu menyebabkan penderita diabetes

sering merasa lapar sehingga banyak makan.

2.1.1.5 Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakan berdasarkan pemeriksaan kadar


(Decroli, 2019)
glukosa darah secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena .

Pemeriksaan darah kapiler digunakan untuk pemantauan hasil pengobatan.

Penggunaan darah vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan

memperhatikan angka-angka yang berbeda sesuai dengan ketetapan WHO.

Diabetes melitus dapat didiagnosa dengan cara sebagai berikut :

a. Seseorang dikatakan mengalami diabetes melitus jika kadar gula darah saat

puasa >120 mg/dl atau memiliki kadar gula darah 200 mg/dl ( 2 jam setelah

minum larutan yang mengandung glukosa 75 mg)

b. Seseorang dikatakan terganggu toleransi glukosnya jika kadar glukosa darah

ketika puasa 100-125 mg/dl atau memiliki kadar glukosa darah 140-199

mg/dl (2 jam setelah minum larutan yang mengandung glukosa 75 gr)

c. Seseorang dikatakan nomal ( tidak menderita diabetes melitus , jika kadar

gula darah ketika puasa <110 mg/dl dan kadar gula darah 2 jam setelah

makan mencapai 140 mg/dl

2.1.1.6 Komplikasi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan

berbagai macam komplikasi yang terbagi menjadi 2 kelompok besar yaitu


(Nurrahmani & Kurniadi, 2014)
metabolik akut dan komplikasi metabolik kronis .
a. Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi metabolik akut adalah komplikasi yang datang secara

mendadak. Yang temasuk ke dalam jenis komplikasi akut adalah infeksi yang

sulit sembuh, koma hiprglikemik (koma diabetik), hipoglikmia dan koma


(Nurrahmani & Kurniadi, 2014)
hipoglikemia .

1) Infeksi yang sulit sembuh

Pada keadaan diabetes yaitu saat kadar gula darah lebih tinggi dari 200

mg/dl , kekuatan sel-sel darah putu untuk pergerakan,penepelan dan

fagositosis sel dan kemampuan membunuh kuman akan berkurang, oleh

karen itu kuman yang masuk kedalam tubuh menjadi lebih sukar untuk

dibunuh dan justru berkembang biak sehingga infeksi menjadi lebih

sukar untuk disembuhkan terutama infeksi pada kaki.

2) Koma hiperglikemik

Kadar gula darah yang sangat tinggi disebut hiperglikemik, keadaan

hiperglikemik bisa menyebabkan koma pada penderitanya , koma karena

hipergikemik disebut juga koma hiperglikemik atau koma ketoasidosis

yang bisa berlangsung sehari hingga beberapa hari

3) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai

komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang kurang

tepat, kondisi hipoglikemia yang parah akan menyebabkan penurunan

kesadaran dan koma dikenal dengan koma hipoglikemia.

4) Ketoasidosis diabetetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar glukosa

dalam darah sednag kadar insulin dlam tubuh sangat menurun sehingga

mengaibatkan kekacauan metabolic yang ditandai oleh trias


(Soewondo, 2007)
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis .

b. Komplikasi Metabolik Kronik

Komplikasi kronis biasanya muncul 10-15 tahun sejak didiagnosa

diabetes, komplikasi kronik pada penderita diabetes disebabkan karena

kelainan pada pembuluh darah besar, pembuluh darah kecil dan halus serta

susunan saraf .

1) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu :

a) Kerusakan retina mata (retinopati)

Kerusakan retina mata (retinopati) adalah suatu mikroangiopati ditandai

dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil pada retina mata.

b) Katarak

Katarak disebabkan karena lensa mata tidak berfungsi untuk meneruskan

sinar ke retina. Pada penderita diabetes katarak bisa terjadi pada usia

muda

c) Glaukoma

Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan dalam bola mata yang

terjadi akibat kerusakan pada pembuluh darah kecil

d) Kerusakan giinjal (nefropati diabetik)


Nefropati merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal terminal
(Nurrahmani & Kurniadi, 2014)
.

e) Kerusakan saraf (neuropati diabetic)

Neuropati diabetik merupakan sindroma penyakit yang mempengaruhi

semua jenis saraf yaitu saraf perifer, otonom dan spinal


(Sudoyo et al., 2006)
. Neuropatik diabetik bisa menyebabkan terjadi gangguan pada

saraf perifer .kerusakan saraf bisa terjadi pada lengan , tungkai , paha,

tangan atau kaki juga sistem organ tubuh lainnya yang berada diluar

otak . Komplikasi neuropati diabetik menimbulkan permasalahan dikaki

yaitu berupa ulkus kaki diabetik. Masalah kaki merupakan masalah yang

sering terjadi pada pederita diabetes melitus menjadi semakin berat bila

terdapat ulkus dan terinfeksi yang bisa menyebabkan amputasi. Neurapati

diabetik dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik, sensorik

dan autonomy, kerusakan serabut motorik dapat menimbulkan

kelemahan otot, atrofiotot, deformitas. Kerusakan saraf sensori akibat

rusaknya serabut mielin menyebabkan penurunan sensasi nyeri sehingga

memudahkan terjadinya ukus diabetik. Kerusakan serabut autonomya

terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering dan terbentuk

fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan serabut sensorik, motorik dan

autonom memudahkan terjadinya atropati charcot dan gangguan vaskuler

perifer menyebabkan terjadinya iskemia kaki

Klasifikasi ulkus DM berdasarkan sistem Wagner:

a. Tingkat 0
Tidak terdapat lsi terbuka, mungkin hanya deformitas atau selulitis

b. Tingkat 1

Ulkus diabetik superfiisalis (partiaf atau full thickness)

c. Tingkat 2

Ulkus meluas mengenai ligamen, tendon, kapsul sendi ata otot dlalam

tanpa abses dan osteommiletis

d. Tingkat 3

Ulkus dalam dengan abses , osteomilites dan infeksi sendi

e. Tingkat 4

Gangren setempat pada bagian depan kaki atau tumit

f. Tingkat 5

Ganggren meluas meliputi seluruh kaki

Ada lima komponen dalam penatalaksaan pencegahan neuropaty

diabetik yaitu terapi nutrisi (diet) , latihan fisik, pemantauan kadar glukosa
(Smeltzer et al., 2008)
darah, terapi farmakologi dan pendidikan .

a. Manajemen diet

Tujuan umum dari penatalaksanaan diet pasien DM antara lain untuk

mencapai dan memperthankan kadar glukosa darah dan lipid mendekati

normal , mencapai dan mempertahankan berat badan dalam batas-batas

normal , mencegah komplikasi akut dan kronik serta meningkatkan


(Suyono, 2009)
kualitas hidup .

b. Latihan fisik atau olah raga


Olahraga mengaktifasi ikatan insulin dan reseptor insulin di membran

plasma sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah . olah raga atau

latihan fisik yang rutin memelihara berat badan normal. Manfaat

berolahraga atau latihan fisik dapat menyebabkan metabolik aktif di otot

sehingga terjadi peningkatan panas dan peningkatan konsumsi oksigen

sehingga otot yang aktif tidak membutuhkan insulin untuk memasukan

glukosa ke dalam darah dan memperbaiki sirkulasi darah . Salah satu

olah raga atau latihan fisik yang bisa dilakukan adalah senam kaki
(Damayanti, 2019)
diabetes .

c. Pemantauan kadar glukoa darah

Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri memungkinkan untuk

deteksi dan mencegah hiperglikemia atau hipoglikemia dan pada

akhirnya bisa mengurangi komplikasi diabetik jangka panjang

d. Terapi farmakologi

Adapun terapi yang diberikan pada penderita diabetes adalah pemberian

terapi insulin. Tujuan terapi insulin adalah menjaga kadar gula darah

normal atau mendekati normal, sehingga kadar glukosa dalam darah bisa

tekontrol untuk mencegah terjadi komplikasi pada penderita diabetes

e. Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan pada pasien diabetes melitus diperlukan karena

penatalaksanaan penyakit diabetes melitus memerlukan perilaku

penanganan seumur hidup. Dengan pemberian edukasi kepada pasien

diabetes melitus diharapkan pasien bisa memiliki prilaku preventif dalam


gaya hidup untuk menghindari berbagai macam komplikasi yang

ditimbulkan oleh penyakit diabetes melitus.

2) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)

Komplikasi pada pebuluh darah besar pada pasein diabetes yaitu :

a) Penyakit jantung koroner

Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM disebabkan

karena adanya iskemia atau infark miokard .

b) Penyakit serebrovaskular

Pasien DM memiliki resiko 2 kali lipat terkena penyakit

serebrovaskuler dibandingankan dengan penyakit non diabetes

melitus

2.1.2 Konsep Senam Kaki Diabetik

2.1.2.1 Pengertian Senam Kaki Diabetik

Senam kaki diabetik adalah kegiatan atau latihan fisik yang dilakukan

dengan cara menggerakkan otot dan sendi kaki. Senam kaki diabetik dilakukan

untuk memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil, mencgah

terjadinya kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha serta

mengatasi keterbatasan gerak sendi. Sensivitas sel otot yang berkontraksi terhadap

insulin akan meningkat sehingga glukosa darah yang kadarnya tinggi dipembuluh

darah dapat digunakan oleh sel otot sebagai sumber energi. Penurunan kadar

glukosa darah juga akan mengurangi timbunan glukosa , sorbitol dan fruktosa
pada sel saraf. Hal ini akan meningkatkan sirkulasi dan fungsi sel saraf atau

meningkatkan sensitivitas saraf kaki dan menurunkan resiko atau mencegah


(Widianti & Proverawati, 2010)
terjadinya ulkus kaki diabetik . Senam kaki

dilakukan 3 kali dalam seminggu membantu melancarkan peredaran darah pada

bagian kaki, mengontrol glukosa darah, memperkuat otot kaki dan mencegah

terjadinya kelainan bentuk kaki dan neuropati di kaki. (Candra, 2022)

2.1.2.2 Manfaat Senam Kaki Diabetik

Menurut Kemenkes ( 2015) latihan fisik penderita DM dapat

menyebabkan peningkatan glukosa darah oleh otot yang aktif sehingga latihan

fisik secara langsung dapat menyebabkan penurunan kadar lemak tubuh,

mengontrol kadar glukosa darah, memperbaiki sensitivitas insulin dan

menurunkan stress.

Manfaat senam kaki diabetik bagi penderita diabetes antara lain:

a. Mengontrol kadar gula darah , melakukan senam kaki secara teratur dapat

menurunkan retensi insulin , meningkatkan sensitivitas insulin di otot-otot

dan jaringan lain sehinga kadar glukosa darah mengalami perbaikan

b. Meningkatkan penurunan kadar kolesterol HDL melakukan senam kaki

diabetik secara teratur dapat menurunkan kadar kolesterol LDL yang dapat

menyumbat arteri koroner sedangkan HDL mengumpulkan kolesterol-

kolesterol yang dikirim kehati dan selanjutnya dibuang

c. Menurunkan berat badan , melakukan senam kaki diabetik dapat

memperbaiki retensi insulin , mengontrol gula darah dan menghindari resiko

penyakit jantung koroner


d. Memperbaiki gejala-gejala muskuloskletal seperti kesemutan, gatal-gatal, linu

di ujung ujung jari kaki atau persendian lainnya. Dengan senam kaki diabteik

diharapakan dapat mengurangi gejal-gejala tersebut

2.1.2.3 Fisiologi Senam Kaki Diabetik

Pada saat melakukan senam kaki diabetik tubuh memerlukan energi,

sehingga pada otot yang tadinya tidak aktif menjadi aktif karena terjadinya

peningkatan kebutuhan glukosa. Pada latihan senam kaki akan terjadi peningkatan

aliran darah ,menyebabkan lebih banyak tersedia resptor insulin dan reseptor

menjadi lebih aktif sehingga terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot

yang aktif yang akhirnya akan mempengaruhi penurunan glukosa darah


(Santoso, 2006)
. Dalam melakukan senam kaki diabetik harus diperhatikan beberapa hal

diantaranya penderita diabetes yang tidak dianjurkan melakukan senam kaki

diabetik jika penderita diabetes tersebut mengalami:

a. Sakit

b. Sesak nafas

c. Cedera berat

d. Pusing

e. Tekanan darah tidak normal

f. Mata kabur

g. Gejala hipoglikemia, lemas, berdebar, keringat dingin, rasa ingin pingsan

2.1.2.4 Gerakan-Gerakan Senam Kaki Diabetik


Gerakan senam kaki mengacu pada senam kaki yang ditetapkan oleh

PERKENI tahun 2021. Langkah senam kaki yang dimaksud, sebagai berikut
(PERKENI, 2021)
:

1. Pasien duduk tegak diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai

Gambar 2.1
Senam Kaki Gerakan 1

2. Dengan meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan keatas

lalu dibengkokkan kembali kebawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali.

Gerakan ini bermanfaat untuk memperkuat otot-otot kecil

Gambar 2.2
Senam Kaki Gerakan 2

3. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke atas.

Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki

diangkatkan ke atas. Cara ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan
secara bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali. Gerakan ini bermanfaat untuk

mengatasi keterbatasan gerak sendi

Gambar 2.3
Senam Kaki Gerakan 3

4. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat

gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

Gerakan ini bermanfaat untuk memperlancar sirkulasi darah

Gambar 2.4
Senam Kaki Gerakan 4

5. Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar

dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali. Gerakan ini

bermanfaat untuk memperlancar sirkulasi darah


Gambar 2.5
Senam Kaki Gerakan 5

6. Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari kedepan turunkan

kembali secara bergantian kekiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak 10 kali.

Gerakan ini bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan otot betis dan paha

Gambar 2.6
Senam Kaki Gerakan 6

7. Luruskan salah satu kaki diatas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan

gerakkan ujung jari kaki kearah wajah lalu turunkan kembali ke lantai. Gerakan

ini bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan otot betis dan paha dan

memperkuat otot-otot kecil


Gambar 2.7
Senam Kaki Gerakan 7

8. Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi langkah no 7, namun gunakan kedua

kaki secara bersamaan. Ulangi sebanyak 10 kali. Gerakan ini bermanfaat untuk

meningkatkan kekuatan otot betis dan paha dan mencegah kelainan bentuk kaki

Gambar 2.8
Senam Kaki Gerakan 8

9. Angkat kedua kaki dan luruskan,pertahankan posisi tersebut. Gerakan

pergelangan kaki kedepan dan kebelakang. Gerakan ini bermanfaat untuk

meningkatkan kekuatan otot betis dan paha dan mencegah kelainan bentuk kaki
Gambar 2.9
Senam Kaki Gerakan 9

10. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki ,

tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara

bergantian. Gerakan ini bertujuan untuk mengatasi keterbatasan gerak pada

sendi

Gambar 2.10
Senam Kaki Gerakan 10

11. Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti bola dengan

kedua belah kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi lembaran seperti semula

menggunakan kedua belah kaki. Cara ini dilakukan hanya sekali saja. Gerakan

ini bermanfaat untuk memperkuat otot-otot kecil dan mengatasi keterbatasan

gerak sendi
Gambar 2.11
Senam Kaki Gerakan 11

a. Lalu robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian koran.

Gambar 2.12
Senam Kaki Gerakan 12

b. Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua

kaki.

Gambar 2.13
Senam Kaki Gerakan 13

c. Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki

lalu letakkan sobekkan kertas pada bagian kertas yang utuh.


Gambar 2.14
Senam Kaki Gerakan 14

d. Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola

Gambar 2.15
Senam Kaki Gerakan 15

2.1.2.5 Kontraindikasi Senam Kaki Diabetik

Beberapa kondisi pasien yang mengakibatkan senam kaki tidak boleh

diberikan (sebagai kontra indikasi). Kontra indikasi yang dimaksud, adalah (Potter

& Perry, 2017) :

a. Pasien dengan gangguan persendian seperti inflamasi serta gangguan

muskuloskeletal seperti trauma atau injuri karena latihan ini dapat

menimbulkan peningkatan stres pada jaringan lunak persendian dan struktur

tulang.
2.1.3 Tinjauan Umum Sensitivitas Kaki

2.1.3.1 Pengertian Sensitivitas Kaki

Sensitivitas kaki adalah rangsangan di daerah telapak kaki yang dipengaruhi

oleh saraf dan menyebabkan beragam masalah yang disebut neuropati.

Bertambahnya reativitas ekstremitas bawah akan menyebabkan tingginya agresi

sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan mengakibatkan

gangguan sirkulasi darah (Rusandi dkk, 2015). Sedangkan menurut Rohana, 2014,

sensitivitas kaki adalah meningkatkan sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin

sehingga menurunkan kadar gula dan kadar lemak darah. Ditambahkan Echeverry

2007 dalam Damilis 2013, bahwa salah satu komplikasi Diabetes Melitus adalah

neuropati, yang dapat menyebabkan pasien diabetes mengalami penurunan

sensitivitas di kaki.

Jadi, sensitivitas kaki adalah komplikasi diabetes mellitus yang diakibatkan

tingginya insulin dalam tubuh sehingga sirkulasi darah pada kaki terganggu dan

menyebabkan kurangnya rangsangan pada daerah telapak kaki.

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Sensitivitas Kaki

Menurut Rohana (2014) faktor-fakor yang mempengaruhi sensitivitas kaki antara

lain :

1. Usia

2. Kadar Gula Darah

3. Diit makanan

4. Stress

5. Aktivitas fisik
6. Obesitas

2.1.3.2 Gejala Akibat Terjadinya Sensitivitas

Karena kadar glukosa di dalam darah demikian tingginya, keadaan ini akan

merusak urat saraf penderita, lebih-lebih jika prosesnya berlangsung lama.

Rusaknya urat saraf ini akan berakibat luas. Kelainan urat saraf akibat penyakit

Diabetes Mellitus ini disebut neuropati diabetik. Salah satu keadaan neuropati

diabaetik yang sangat mengganggu diabetesi adalah neuropati diabetik tipe nyeri/

painful diabetic neuropathy(PDN). PDN dapat ini merupakan kurang lebih 10%

dari Neuropati Diabetik. Diabetisi dengan PDN akan merasa nyeri sekali terutama

pada kaki. Pengobatan PDN dapat diberikan dengan “DALANG” (Diabetes,

Antiagregasi trombosit, Lipid, Amitriptilin, Neutropik, Gabapentin). Tetapi yang

terpenting dari DALANG ini adalah pengaturan gula darah (Tjokroprawiro,

2010).

Gejala neuropatik diabetik yang sering muncul menurut Tjokroprawiro

(2010)adalah :

1. Kesemutan.

2. Rasa panas atau rasa tertusuk-tusuk jarum.

3. Nila rasa tebal terjadi di telapak kaki, penderita merasa seperti berjalan di atas

kasur bahkan sering kali sandalnya tertinggal di tempat tertentu, di toko, di

tempat praktek dokter, dan lain-lain.

4. Kram.

5. Badan sakit semua terutama “pada malam hari” (cekot-cekot).


6. Bila kerusakan ini terjadi pada banyak urat saraf yang disebut polineuropati

diabetik, jalan penderita akan pincang dan otot-otot kakinya mengecil yang

disebut atrofi.

Semua kelainan saraf akibat diabetes mellitus dapat diatasi bila keadaan

belum terlambat. Karena penderita sering lengah, biasanya kelainan urat saraf,

sehingga memperlambat kesembuhan. Karena itu, pencegahan dan perawatan

sedini mungkin merupakan cara paling baik untuk mengatasinya (Tjokroprawiro,

2010).

2.1.3.3 Patofisiologi

Proses terjadinya penurunan sensitivitas bermula pada hiperglikemia kronis

yang mengakibatkan terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, yaitu glukosa

diubah menjadi sorbitol, yang kemudian diubah oleh sorbitol menjadi fruktosa.

Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf yang

belumjelas mekanismenya. Salah satu kemungkinan akibat akumulasi sorbitol

dalam sel saraf yang bersifat hipertonik intraselular sehingga mengakibatkan

udem saraf (Waspadji, 2015)

Meningkatnya jalur poliol ini dapat menyebabkan turunnya persediaan

NADPH saraf yang merupakan kofaktor dalam metabolisme oksidatif.

Pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi

radikal bebas dan menurunkan produksi Nitric oxide (NO). Hiperglikemi kronis,

juga menyebabkan terbentuknya sintesis Advance Glycosylation End Products

(AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasiProtein Kinase C (PKC).


Aktivasi berbagai jalur tersebut mengakibatkan fungsi Nitit oxide menurun,

menyebabkan berkurangnya vasolidasi, sehingga aliran darah yang mengantar

myoinositol ke saraf menurun (Subekti,2015). Penurunan suplai darah ke saraf

berpengaruh pada suplai oksigen ke saraf, sehingga dapat menyebabka saraf

menjadi hipoksia. Kondisi ini akan mengganggumetabolisme saraf yaitu sel

schwann (Smeltzer & Bare, 2013). Sel Schwann merupakan serat saraf yang

menjadi komponen utama dari saraf perifer. Sel schwann sangat terpengaruh oleh

hiperglikemia yang dapat menyebabkan kerusakan akson saraf dan

dimelinisasisegmental (Kumar V, Cotran RS, 2007), sehingga hantaran saraf akan

terganggu yang menyebabkan penurunan sensitivitas (Smeltzer & Bare, 2013)

2.1.3.4. Cara Pengukuran Sensitivitas Kaki

Pemeriksaan monofilamen pada penelitian ini menggunakan prosedur oleh

British Columbia Provincial Nursing Skin and Wound Cmmiteepada tahun 2011,

yaitu :

Sumber : (Purwanto,2014)

Gambar 2.16
Monofilament 10g

1) Menggunakan monofilament 10g


2) Meminta pasien membuka kaos kaki dan sepatunya.

3) Menjelaskan prosedur kepada pasien dan tunjukkan kepada pasien

monofilamennya.

4) Sebelum melakukan pemeriksaan pada kakiresponden, monofilamen diuji coba

pada sternum atau tangan dengan tujuan pasien dapat mengenal sensasi rasa

dari sentuhan monofilamen.

6) Monofilamen dietakkan tegak lurus pada kulit yang diperiksa, penekanan

dilakukan selama 2 detik, kemudian segera ditarik.

Gambar 2.17
Cara Melakukan Test Monofilament

Sumber : Hasneli (2013)

7) Gunakan monofilament pada 10 titik lokasi di telapak kaki kiri atau kanan

yaitu pada Plantar jari 1 , plantar jari 3, plantar jari 5, metatarsal head jari 1,

metatarsal head jari 3, metatarsal head jari 5, medial arches, lateral arches,

tumit dan dorsum kaki seperti gambar dibawah ini.


Gambar 2.18
Lokasi Test Monofilamen

Sumber : Healthcare (2014)

- Pemilihan titik lokasi yang acak akan mencegah pasien dari perkiraan area

selanjutnya.

- Jika terdapat ulkus, kalus, atau skar di kaki, gunakan mpnofilamen pada

area yang berdekatan

- Jika pasien telah mengalami amputasi, test dilakukan pada titik lokasi yang

memungkinkan saja.

8) Pada masing-masing lokasi dilakukan tiga kali pemeriksaan, jika pasien

terindikasi tidak merasakan monofilamen.

9) Penilaian hasil pemeriksaan :

- Positif : dapat merasakan tekanan monofilamen dan dapat menunjukkan

lokasi dengan tepat setelah monofilamen di angkat, pada 2-3 kali

pemeriksaan.

- Negatif : tidak dapat merasakan tekanan atau tidak dapat menunjukan lokasi

dengan tepat , pada 2 dari 3 kali pemeriksaan.


10) Hasil positif skor =1, hasil negatif skor =0. Sehingga skor total pada satu kaki

bervariasi anatara 0-10

2.2. Kerangka Konsep

Pasien Diabetes Kerusakan Saraf


MelitusTipe 2 (neuropati diabetic)
gangguan sirkulasi
darah ke perifer
Faktor-faktor yang
menyebabkan DM :
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel beta Senam Kaki Sensitivitas Kaki
pancreas Diabetik pasien DM Tipe 2
3. Faktor
4. Lingkungan
(obesitas, kurangnya Faktor yang
aktivitas fisik)
5. Hipertensi
mempengaru
6. Factor sensitivitas
keturunan/genetic kaki :
7. Usia 1. Usia
8. Kadar kolesterol 2. Kadar Gula
9. Stress Darah
10. Riwayat diabetes 3. Diit Makanan
gestasional 4. Stress
5. Aktivitas fisik
: Variabel yang tidak diteliti

: Variabel yang diteliti

→ : Berpengaruh

Gambar 2.19
Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Senam Kaki Diabetik Terhadap
Sensitivitas Kaki Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas 1 Denpasar Selatan

2.1 HIPOTESIS

Hipotesis yang dapat dirumuskan penelitian ini adalah :

H1 : Terdapat pengaruh senam kaki diabetik terhadap sensitivitas kaki pada

pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas 1 Denpasar Selatan

H0 : Tidak terdapat pengaruh senam kaki diabetik terhadap sensitivitas kaki

pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas 1 Denpasar Selatan


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun secara

ilmiah (rasional, empiris, dan sitematis) sehingga dapat menuntun peneliti untuk

memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan tertentu terutama untuk menjawab
(Sugiyono, 2014)
pertanyaan penelitian . Metode penelitian eksperimen dapat

diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh

perlakuan tertentu terhadap yang lain dalm kondisi yang terkendali (Nursalam,

2020). Pada penelitian ini menggunakan desain Quasi Eksperiment yaitu pasien
Diabetes Melitus kelompok intervensi dan kelompok kotrol diobservasi

sensitivitas kaki sebelum diberikan senam kaki diabetik, kemudian pasien

Diabetes Melitus diobservasi kembali setelah diberikan senam kaki diabetik.

Desain rancangan yang dipergunakan dengan pendekatan two group pre test –

post test design.

Tabel 3.1
Rancangan penelitian Pengaruh Senam Kaki Diabetik Terhadap Sensitivitas Kaki
Pada Pasien DM Tipe 2 di Puskesmas 1 Denpasar Selatan

Subjek Pre Test Perlakuan Post Test


K 01 01’
I 02 X 02’

Keterangan :
K : Kelompok Kontrol
I : Kelompok Intervensi
01 : Pengukuran sensitivitas kaki pada kelompok kontrol sebelum diberikan
senam kaki
02 : Pengukuran sensitivitas kaki pada kelompok intervensi sebelum
diberikan senam kaki
X : Pemberian terapi senam kaki diabetik
01’ : Pengukuran sensitivitas kaki pada kelompok kontrol tanpa pemberian
senam kaki
02’ : Pengukuran sensitivitas kaki pada kelompok intervensi setelah
diberikan senam kaki
3.2 Kerangka Kerja
Adapun kerangka kerja dalam penelitian ini :

Populasi
x Rata - rata pasien DM Tipe 2 yang memeriksakan diri ke Puskesmas 1
Denpasar Selatan dalam 3 bulan terakhir sebanyak 483 orang

Teknik Sampling
Non Probability dengan teknik Purposive Sampling

Sampel
Jumlah sampel sebanyak 44 pasien DM yang menjadi anggota Prolanis di
Puskesmas 1 Denpasar Selatan 22 kelompok kontrol dan 22 kelompok intervensi

Desain Peneltitian
Quasi Eksperiment (Two group pretest posttest design)

Kelompok Kontrol Kelompok Intervensi


 Pre Test  Pre Test
Pengukuran sensitivitas pada 10 Pengukuran sensitivitas pada 10 titik
titik di kaki menggunakan di kaki menggunakan monofilament
monofilament 10 g sebelum 10 g sebelum diberikan senam kaki
diberikan senam kaki  Intervensi
 Post Test Pemberian senam kaki 3 kali dalam
Pengukuran sensitivitas pada 10 seminggu yang berdurasi 20-30
Pengolahan Data
Editing, coding, scoring, tabulating

Analisis
Uji Normalitas dengan menggunakan Uji Shapiro wilk (p > 0,05 dikatakan
berdistribusi normal). Jika data berdistribusi normal maka dilakukan uji
Paired T-Test dan Independent T-Test, namun jika syarat uji normalitas
tidak terpenuhi maka uji bivariat yang digunakan adalah uji Wilcoxon sign
dan Mann-Whitney

Penyajian data dan hasil penelitian

3.3 Tempat Dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas 1 Denpasar Selatan.

Waktu penelitian akan dilakukan pada 29 Januari 2024 – 24 Februari 2024

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan subyek penelitian yang diteliti dan

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
(Sugiyono, 2016)
kemudian ditarik kesimpulannya . Populasi dalam penelitian ini

adalah rata-rata pasien diabetes melitus yang memeriksakan diri ke Puskesmas 1

Denpasar Selatan dalam 3 bulan terakhir dari bulan Oktober 2023 sampai bulan
Desember 2023 yaitu sebanyak 483 orang

3.4.2 Teknik Pengambilan Sampel

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi, sedangkan tenik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai


(Nursalam, 2013)
dengan keseluruhan subjek penelitian . Penelitian ini

menggunakan purposive sampling. Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel

diambil menggunakan teknik nonprobability sampling dengan teknik purposive

sampling yaitu teknik yang digunakan memilih sampel dengan pertimbangan


(Sugiyono, 2016)
tertentu . Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

3.4.2.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian yang


(Nursalam, 2016)
terjangkau yang akan diteliti . Sampel penelitian yang

memenuhi syarat sebagai sampel dalam penelitian ini memiliki kriteria inklusi

yaitu:

1. Pasien DM Tipe 2 yang bersedia menjadi responden dengan menandatangani

Informed Consent

2. Pasien DM Tipe 2 usia ≥ 45 tahun

3. Pasien DM Tipe 2 yang aktif megikuti kegiatan prolanis di Puskesmas 1

Denpasar Selatan

3.4.2.2 Kriteria Eksklusi


Kriteria eksklusi adalah subyek penelitian yang tidak dapat mewakili
(Nursalam, 2016)
sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel . Pada

penelitian ini yang termasuk kriteria eksklusi yaitu:

1. Pasien DM Tipe 2 yang mengalami cedera pada kaki

2. Pasien DM tipe 2 yang mengalami ulkus diabetikum

3. Pasien DM tipe 2 yang mengalami amputasi pada kaki

3.4.2.2. Kriteria Drop Out

Kriteria drop out adalah kriteria subjek yang dikeluarkan pada pertengahan

atau saat proses penelitian berlangsung (Budiman, 2011). Dalam penelitian ini

adalah

1. Responden yang mengundurkan diri pada pertengahan atau saat proses

penelitian berlangsung karena faktor sakit, cedera

2. Responden yang tidak melakukan senam kaki 3 kali dalam seminggu

3.4.3 Sampel Penelitian

Penelitian besarnya sampel pada penelitian ini diambil menurut (Sugiyono,

2021), jumlah sampel tergantung dari jenis penelitian yang dilakukan, untuk

penelitian eksperimen yang sederhana jumlah sampel yang dibutuhkan sebanyak

10-20 sampel. Jumlah sampel dalam penelitian ini masing masing adalah 20 orang

kelompok control dan 20 orang kelompok intervensi. Menurut (Murti, 2015),

menyatakan mengantisipasi adanya sampel drop out, maka jumlah sampel dapat

direvisi dengan asumsi jumlah sampel yang drop out (L) 10% dengan

menggunakan rumus :

n
n '=
(1−f )
40
n '= n '=44
(1−0 ,1)

Keterangan :

n = Besar sampel yang dihitung

n’ = Sampel dengan drop out

f = Perkiraan proporsi drop out (10%)

Jadi jumlah sampel keseluruhan yang akan diteliti sebanyak 44 orang

3.4.4 Sampling

Teknik pengambilan sampel adalah proses menyeleksi porsi dari populasi


(Nursalam, 2016)
untuk dapat mewakili populasi . Teknik sampling yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Non Probability Sampling, yaitu teknik

pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama dari

setiap unsur atau anggota pupulasi untuk dipilih menjadi sampel


(Sugiyono, 2014)
. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah non probability

sampling, jenis “purposive sampling” yaitu teknik penetapan sampel dengan cara

memilih sampel diantara populasi yang dikehendaki peneliti sehingga sampel

tersebut mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya


(Hidayat, 2014)
.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional Variabel

3.5.1 Variabel Penelitian

Menurut (Sugiyono, 2016) , variabel adalah suatu sifat atau nilai dari

orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian

ini terdapat 2 variabel yaitu :

3. Variabel Idependent (Bebas)

Variabel idependent dalam penelitian ini adalah Senam Kaki Diabetik

4. Variabel Dependent (Terikat)

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah Sensitivitas Kaki pasien

Diabetes Melitus Tipe 2.

3.1.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari


(Nursalam, 2016)
suatu yang didefinisikan tersebut .

Tabel 3.1
Definisi Operasional Pengaruh Senam Kaki Diabetik Terhadap Sensitivitas Kaki
Pada Pasien DM Tipe 2 Di Puskesmas 1 Denpasar Selatan
3.6 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Skor


1 2 3 4 5 6
1 Independent : Latihan fisik senam kaki yang 1. SOP Nominal
Senam Kaki dilakukan sesuai prosedur yang (Standart
Diabetik ditetapkan, dilakukan 3 kali Operasional
seminggu dengan durasi 20-30 Prosedur)
menit selama 4 minggu senam kaki
diabetik

2 Dependent: Sensasi yang dirasakan oleh Monofilament 10g Rasio  Total skor
Sensitivitas pasien pada bagian kakinya saat 0-10.
Kaki dilakukan pemeriksaan
menggunakan monofilament 10g
(mata tertutup) pada 10 titik
pemriksaan pada masing masing
kaki kiri dan kanan, yaitu
Plantar jari 1 , plantar jari 3,
plantar jari 5, metatarsal head
jari 1, metatarsal head jari 3,
metatarsal head jari 5, medial
arches, lateral arches, tumit dan
dorsum kaki .

3.6.1 Jenis Data Yang Dikumpulkan

Data adalah hasil pencatatan dari penelitian, baik yang berupa fakta

maupun angka-angka. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan merupakan

data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan langsung

dari responden. Data Primer didapatkan peneliti dengan menggunakan alat

monofilament untuk menguji sensitivitas kaki pasien DM Tipe 2. Data sekunder

adalah didapatkan dari orang lain atau tidak diambil langsung dari sumbernya

seperti data jumlah pasien DM Tipe 2 yang didapatkan dari buku register.
3.6.2 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan data


(Hidayat, 2014)
dalam penelitian . Pengumpulan data adalah suatu proses

pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan data yang diperlukan dalam
(Nursalam, 2016)
suatu penelitian . Langkah-langkah pengumpulan data dalam

penelitian ini :

3.6.2.1 Prosedur Administratif

1. Peneliti membuat surat studi pendahuluan di sekretariat P3M STIKES Wira

Medika Bali

2. Setelah mendapatkan surat ijin studi pendahuluan , peneliti mengirim surat ke

Dinas Kesehatan Kota Denpasar dengan tembusan ditujukan pada Puskesmas

1 Denpasar Selatan

3. Setelah mendapat surat ijin penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar,

surat ijin ditujukan kepada Kepala Puskesmas 1 Denpasar Selatan

4. Setelah mendapatkan ijin penelitian dari Kepala UPTD Puskesmas 1

Denpasar Selatan, selanjutnya peneliti melakukan pendekatan formal kepada

Penanggungjawab di Bidang PTM Puskesmas 1 Denpasar Selatan dengan

maksud dan tujuan penelitian serta mohon ijin untuk mencari sampel

3.6.2.2 Prosedur Teknis

Setelah ijin penelitian diperoleh dilanjutkan ke tahap pelaksanaan antara lain :

1. Peneliti dalam penelitian ini dibantu oleh satu orang enumerator.

Enumerator yang dimaksud adalah seorang perawat yang bekerja di


puskesmas 1 Denpasar Selatan yang bersedia membatu peneliti utama untuk

mengumpulkan data penelitian serta telah menyamakan persepsi melalui

duduk bersama untuk membahas tentang maksud dan tujuan peneliti, cara

menyeleksi calon responden dan tentang penyebaran dan pengisian kuesioner

2. Pada saat awal pengumpulan data peneliti utama dan enumerator memilih

responden berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang telah

ditentukan peneliti. Pemilihan sampel yaitu pasien yang aktif mengikuti

kegiatan prolanis di Puskesmas 1 Denpasar Selatan. Sampel akan diambil saat

kegiatan senam yang rutin dilakukan setiap hari Sabtu pagi di Puskesmas 1

Denpasar Selatan

3. Responden yang memenuhi kriteria inklusi diberikan penjelasan tentang

maksud dan tujuan penelitian ini dilakukan. Dalam memilih responden

peneliti memperhatikan kesamaan rentang umur, jenis kelamin, nilai gula

darah dan membaginya dalam proporsi yang sama pada kelompok control dan

kelompok intervensi

4. Responden yang bersedia menjadi subjek penelitian kemudian menuliskan

identitas dan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden serta

meminta contact person pasien/keluarga untuk mempermudah memantau

pelaksanaan senam kaki.

5. Peneliti melakukan pre test dengan mengukur sensitivitas pada 10 titik di kaki

kanan dan kiri menggunakan monofilament 10g sebelum diberikan senam

kaki pada kelompok control dan kelompok intervensi


6. Peneliti kemudian mengajarkan kelompok intervensi cara melakukan senam

kaki diabetik dan mengedukasi untuk melakukan senam kaki 3x dalam

seminggu untuk memperlancar aliran darah pada kaki.

7. Peneliti menghubungi responden kelompok intervensi untuk memastikan

pasien sudah melakukan senam kaki, dibuktikan dengan responden/keluarga

pasien mengirim video sedang melakukan senam kaki kepada peneliti

8. Peneliti melakukan post test pada minggu ke 4 saat pertemuan senam di

Puskesmas 1 Denpasar Selatan dengan melakukan pemeriksaan sensitivitas

kaki kembali pasca pemberian senam kaki diabetik.

9. Apabila pasien berhalangan hadir saat post test di Puskesmas 1 Denpasar

Selatan, maka peneliti akan membuat janji temu atau mengunjungi rumah

pasien dengan berkoordinasi dengan petugas puskesmas dan tokoh desa

setempat.

10. Setelah data terkumpul sesuai dengan yang diingingkan peneliti selanjutnya

dilakukan pengolahan data dan bimbingan untuk skripsi

3.6.3 Instrumen Pengumpulan Data

Data karakteristik pasien diukur dengan lembar pengkajian karakteristik

pasien. Dalam penelitian ini instrument yang digunakan untuk menilai senam kaki

adalah SOP (Standar Prosedur Operasional) senam kaki diabetik. Dalam

penelitian ini instrumen yang digunakan untuk menilai sensitivitas kaki adalah

monofilament 10g. Uji reliabilitas diperoleh sensitivitas sebesar 53% dan

spesifitas sebesar 90% (Wang et al, 2017). Menurut Mishra, (2017)


merekomendasikan sebuah monofilament 10g sebaiknya digunakan maksimal 10

pasien per hari dan viskoelastisnya dapat pulih kembali setelah diistirahatkan

selama 24 jam. Pada penelitian ini penggunaan monofilament 10 g dibatasi untuk

maksimal 1 pasien per hari. Pada penelitian ini tidak dilakukan kalibrasi alat

karena masih baru.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1 Pengolahan Data

Data hasil pengamatan diolah dengan beberapa tahapan menurut (Hidayat, 2014),

tahapan pengolahan data antara lain:

1. Editing

Hasil data dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih

dahulu. Apabila data-data yang belum lengkap. Jika memungkinkan perlu

dilakukan pengambilan data ulang melengkapi data-data tersebut. Tetapi apabila

tidak memungkinkan, maka data yang tidak lengkap tersebut tidak diolah atau

dimasukkan dalam pengolahan “data missing”.

2. Coding

Setelah data diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan pengkodean atau

coding, yakni mengubah data kalimat menjadi data angka atau bilangan. Coding

atau pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan data (data entry).

a. Coding untuk data umum

1) Usia

45-54 tahun :1
55-65 tahun :2

66-74 tahun :3

2) Jenis kelamin

Laki –laki :1

Perempuan :2

3) Pendidikan

Tidak sekolah :1

SD :2

SMP :3

SMA/SMK :4

Diploma/Sarjana : 5

4) Pekerjaan

Tidak bekerja :1

Pedagang :2

Petani :3

Pegawai negeri : 4

Swasta :5

TNI/Polri :6

Lain-lain :7

3. Scoring
Menentukan skor atau nilai untuk setiap item pertanyaan dan menentukan

terendah dan tertinggi. Tahapan ini dilakukan setelah ditentukan kode jawaban

atau hasil observasi dapat diberikan skor (Arikunto, 2010).

Hasil pengukuran sensitivitas kaki :

 Skor 1 : Hasil positif, yaitu masih dapat merasakan sentuhan monofilamen

pada satu titik.

 Skor 0 : Hasil negatif, yaitu tidak dapat merasakan sentuhan monofilamen

pada satu titik.

 Total skor bervariasi antara 0-10

4. Tabulating

Tabulating sangat penting karena akan mempermudah dalam anlisis secara

staisik, baik mengunakan statistik deskriptif maupun analisis dengan statistik

infersial. Tabulasi dapat dilakukan dengan bebrapa cara, yaitu secara manual dan

tabulasi menggunakan beberapa sofware atau program yang telah ada di komputer

maupun software yang dapat diunduh dan diinstal komputer ( Swarjana, 2016).

3.7.2 Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai

tujuan pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti yang


(Nursalam, 2016)
mengungkap fenomena . Analisa data yang dilakukan pada

penelitian ini yaitu analisa dengan metode analisa :

3.7.2.1 Analisa Univariat


Analisa univariat digunakan untuk mendeskripsikan setiap variabel yang

diteliti dalam penelitian, yaitu dengan melihat distribusi data pada semua variabel.

Analisa univariat dalam penelitian ini adalah variabel independen yaitu senam

kaki diabetik sedangkan variabel dependen yaitu sensitivitas kaki. Data katagorik

disajikan dalam bentuk frekuensi presentase. Analisa berupa data umum dan data

khusus. Data umum meliputi jenis kelamin, penidikan, pekerjaan, usia, dan lama

menderita diabetes melitus. Sedangkan data khususnya, yaitu sensitivitas kaki pre

dan post pada kelompok intervensi dan kontrol.

3.7.2.2 Analisa Bivariat

Analisa Bivariat yaitu analisa yang dilakukan untuk mengetahui ada

tidaknya hubungan antara variabel bebas dan terikat dengan menggunakan uji

statistic (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini analisis bivariat dilakukan

untuk mengetahui pengaruh senam kaki diabetes melitus terhadap sensitivitas kaki

pada pasien DM Tipe 2 menggunakan uji statistik Paired T-test jika datanya

berdistribusi normal, apabila nilai p < 0,05 maka ada pengaruh senam kaki DM

Tipe 2 terhadap sensitivitas kaki pada penderita Diabetes Melitus, sedangkan jika

nilai p signifikansi > 0,05 maka tidak ada pengaruh senam kaki diabetes melitus

terhadap sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2. Data atau variabel non kategorik

pada umumnya berisi variabel yang berskala rasio dan interval (M.Sopiyudin

Dahlan, 2008).Uji Paired t-test memiliki asumsi atau syarat yang harus dipenuhi

yaitu :

a. Skala data interval / rasio


b. Berasal dari 2 kelompok yang berpasangan

c. Data perkelompok berdistribusi normal

d. Homogenitas / sejenis

1) Uji Normalitas Data

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang di dapat

berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji yang di lakukan

menggunakan uji Sapiro-wilk dengan hipotesis uji

H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 :Data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal dengan

kriteria pengujian jika p value> 0,05 maka H0 diterima.

2) Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji normalitas dan permeabilitas data dari kedua sampel

berdistribusi normal dan varian homogen ,maka untuk menguji hipotesa penelitian

dilakukan uji Independent T-test menggunkan alat berupa software SPSS versi

16.00, dengan kriteria pengujian jika sigma < α = 0,05, maka H1 diterima. Jika

data tidak berdistribusi normal perbedaan sensitivitas kaki pre dan post pada

masing masing kelompok kontrol dan intervensi diuji menggunakan uji Wilxocon

sign. Pengaruh senam kaki terhadap sensitivitas kaki selanjutnya diuji dengan uji

Mann Whitney
3.8 Etika Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat

penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan

langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Menurut
(Nursalam, 2016)
, etika penelitian perlu diperhatikan meliputi:

1. Self determination (hak untuk ikut atau tidak menjadi responden)

Responden diberikan kebebasan untuk menentukan apakan bersedia atau

tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian secara sukarela tanpa ada unsur

pemaksaan atau pengaruh orang lain. Kesediaan klien ini dibuktikan dengan

kesediaan menandatangani surat persetujuan sebagai responden.

2. Informed consent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan penelitian diberikan sebelum penelitian dilakukan.

Tujuannya adalah agar subjek mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta

dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subjek menolak untuk

diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.

3. Anonymity (tanpa nama)

Menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak akan mencantumkan

nama subjek pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh subjek. Lembar

tersebut hanya diberi kode pada lembar alat ukur atau hasil penelitian yang

akan disajikan.
4. Condifidentiality (kerahasiaan)

Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun

masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti.

5. Justice (keadilan)

Dalam etika ini peneliti dituntut untuk melakukan adil terhadap setiap

responden dan tidak mebeda-bedakan terhadap responden lainya karena

setiap responden memiliki hak dan kesempatan yang sama. Dan jika

responden tidak dimengerti oleh responden, peneliti harus menjawabnya

dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai