Disusun Oleh:
Antonius Janottama Saga Pradipta
14/362502/KG/9842
Koas Angkatan 61
Preparasi kavitas untuk restorasi gigi menggunakan resin komposit merupakan tahap
yang sangat penting. Tahap preparasi kavitas dilakukan bertujuan untuk mempersiapkan
gigi yang akan di restorasi dalam menerima bahan bonding, sehingga resin komposit dapat
melekat dengan baik pada gigi. Tahap preparsi pada restorasi resin komposit menggunakan
teknik modified preparation dimana teknik preparasi ini tidak memerlukan bentuk outline,
kedalaman, dan fitur retensi yang spesifik seperti yang diperlukan pada teknik conventional
preparation untuk restorasi amalgam. Teknik preparasi ini lebih sederhana karena hanya
perlu menghilangkan jaringan keras yang terinfeksi dan membuat bevel pada cavosurface
agar bahan bonding dapat melekat dengan baik pada permukaan gigi. Preparasi kavitas
untuk restorasi resin komposit memerlukan bevel karena perlekatan resin komposit pada
gigi tergantung pada ikatan antara bahan bonding dengan jaringan keras gigi. Agar dapat
melekat dengan baik, bahan bonding harus bisa berpenetrasi kedalam mikroporusitas yang
terbentuk setelah di etsa. Tujuan dari pembuatan bevel adalah (1) memperluas permukaan
gigi yang berikatan dengan bahan bonding, (2) membuka ujung dari prisma email sehingga
ketika dilakukan pengetsaan, dapat terjadi mikroporusitas yang lebih baik pada email, dan
(3) menciptakan hubungan tepi yang baik sehingga meminimalisir terjadinya kebocoran
tepi bahan restorasi. Pembuatan bevel tidak perlu dilakukan apabila (1) sisa email terlalu
sedikit (seperti pada kavitas kelas 5 yang meluas sampai subgingiva), (2) ujung prisma
email sudah terbuka, (3) daerah yang akan dibuat bevel memiliki beban oklusi yang terlalu
besar.
Tahapan preparasi kavitas dengan teknik konvensional dan teknik modifikasi secara
umum hampir sama, yaitu menentukan outline form, menentukan primary resistance form,
menentukan primary retention form (pada restorasi dengan resin komposit tidak diperlukan
retensi mekanik karena resin komposit melekat pada gigi menggunakan bahan bonding),
menentukan convenience form, membuat akses ke jaringan karies dan menghilangkan
jaringan karies menggunakan ekskavator atau round metal bur low speed, membuang email
yang tidak didukung dentin menggunakan chisel/gingival margin trimmer, finishing
dinding kavitas dan membuat bevel pada margin apabila diperlukan. Hal yang harus
diperhatikan dalam preparasi kavitas kelas 1 adalah bevel yang digunakan yaitu short bevel,
dibuat menggunakan fisurre bur yang di adaptasikan pada margin cavosurface dengan
sudut 45°. Apabila lesi karies meluas hingga mencapai atau mendekati cusp, dianjurkan
untuk tidak menggunakan bevel karena dapat meningkatkan resiko frakturnya bahan
restorasi akibat terkena tekanan mastikasi yang terlalu tinggi. Selain itu, pada karies yang
meluas hingga mendekati cusp, tidak diperlukan bevel karena ujung dari prisma email
sudah terbuka sehingga ketika di etsa, sudah dapat menghasilkan mikroporusitas yang baik
pada email.
Preparasi pada kavitas klas II dengan lesi karies di sebelah proksimal bisa
menggunakan 2 cara yaitu dibentuk proksimal box dan proksimal slot. Proksimal box
dibuat dengan cara membuka akses kavitas dari arah oklusal, sedangkan proksimal slot
dibuat dengan cara membuka akses kavitas dari arah bukal atau lingual/palatal. Preparasi
proksimal box tidak perlu dibuat bevel pada gingival line, cukup menghilangkan email
yang tidak didukung dentin, namun apabila lesi karies meluas hingga subgingiva, gunakan
chisel untuk memotong unsupported email kemudian perlu dibuat bevel hollowground
menggunakan micropreparation bur pada gingival margin dan gunakan matriks sectional
untuk membentuk kontur proksimal dan kontak area sekaligus untuk mengisolasi
proksimal box dari perdarahan. Pembukaan akses kavitas dari arah oklusal dapat
menggunakan bur no 245 dengan kedalaman preparasi sampai 0,2 mm dibawah DEJ.
Perluasan ke arah proksimal dilakukan dengan cara menggerakan bur kearah mesial/distal
dengan tetap menjaga initial depth yang telah dibuat. Perluasan kearah bukal/lingual
dilakukan setelah membuka pit dan fissure sehingga terbentuk isthmus. Marginal ridge
harus dipertahankan setebal 0,5 mm untuk menjaga agar gigi sebelahnya tidak ikut
terpreparasi. Setelah preparasi oklusal selesai, dilakukan pembuatan proksimal box dengan
cara memperdalam preparasi didekat akhiran dari DEJ dengan cara menggerakan bur
kearah bukal/lingual mengikuti outline yang sudah dibuat. Ketika sudah didapatkan
gingival floor dengan kedalaman yang sudah ditentukan (infected dentin sudah
dihilangkan), marginal ridge dibuang secara perlahan. Finishing dilakukan menggunakan
chisel untuk membuang email yang tidak didukung dentin dan membuat short bevel pada
margin cavosurface yang tidak didekat cusp, karena pada cavosurface didekat cusp, ujung
prisma email sudah terbuka. Tepi proksimal box tidak dibuat bevel. Kavitas yang meluas
sampai subgingiva, dapat juga dilakukan prosedur yang bernama proksimal box elevation
menggunakan flowable resin komposit.
Preparasi kavitas klas III dibuat dengan cara membuka akses dari palatal/lingual atau
labial bergantung pada karies yang terjadi. Prinsip preparasi kavitas klas III ini hampir
sama dengan preparasi kavitas klas II. Setelah jaringan karies dan email yang tidak
didukung dentin terbuang, diperlukan bevel dengan bentuk hollowground yang dibuat
menggunakan flame bur atau round end fissure bur untuk membuka ujung prisma email.
Akses kavitas dianjurkan untuk dibuka dari sisi palatal atau lingual, namun apabila lesi
karies berada pada sisi labial, dan jika pembukaan akses dilakukan dari palatal dapat
mengurangi terlalu banyak jaringan keras gigi yang sehat, maka dapat dilakukan
pembukaan dari sisi labial. Arah insersi bur (round diamond bur) untuk membuka akses
kavitas adalah tegak lurus dengan email dan cutting edge sedekat mungkin dengan gigi
sebelahnya namun jangan sampai menyentuh gigi sebelahnya. Dinding kavitas dianjurkan
untuk tidak tegak lurus tetapi divergen. Lebar bevel yang dianjurkan adalah 0,5-2 mm.
karies yang meluas sampai subgingiva, gingival floor nya harus membentuk sudut 90° pada
marginnya, dan kedalaman gingivoaxial line tidak boleh lebih dari 0,75 mm.
Preparasi kavitas klas IV hampir sama dengan preparasi klas III, namun pada klas IV,
kavitas melibatkan incisal. Yang penting pada preparasi klas IV adalah pembuatan bevel
pada margin cavosurface nya. Semakin lebar bevel yang dibuat, semakin baik resin
komposit berikatan dengan gigi. Apabila retensinya masih diragukan, perlu membuat
retention groove pada dinding preparasi. Bur yang digunakan pada preparasi kavitas klas
IV adalah round bur untuk membuat outline preparasi dan menghilangkan jaringan karies,
kemudian flame bur atau round end fissure bur untuk membuat bevel pada margin
cavosurface nya.
Kelebihan dari bonding generasi keempat, yaitu membentuk ikatan yang kuat dengan
enamel dan dentin hingga mencapai 17-25 MPa terutama apabila kondisi dentin dalam
keadaan lembab. Selain itu bonding generasi 4 juga bisa digunakan untuk berikatan pada
substrat seperti porselen dan aloy (termasuk amalgam). Kekurangan dari bonding generasi
keempat, yaitu memakan waktu, Langkah-langkah yang digunakan cukup banyak, dan
teknik ini merupakan sensitif dimana dentin harus benar-benar dalam kondisi yang lembab.
Bonding generasi 5 terdiri dari 2 botol dan teknik yang digunakan sama dengan pada
generasi 4 yaitu etch-and-rinse adhesive. Generasi 5 diciptakan dengan tujuan
mempersingkat waktu kerja karena bahan primer dan bahan bonding dicampurkan dalam 1
botol. Kekuatan yang terbentuk pada sistem bonding ini juga hampir sama dengan generasi
4. Sehingga kelebihan dari genereasi 5 pun sama dengan generasi 4 ditambah dengan waktu
pengerjaan yang lebih singkat. Kekurangan dari generasi 5 yaitu juga masih merupakan
teknik yang sensitif.
Bahan bonding generasi 6 (self-etching primers) terdiri dari 2 komponen: 1 botol (1
unit dose) mengandung primer yang bersifat asam dan 1 botol mengandung adhesive. Cara
aplikasi bahan bonding ini adalah 1 tetes cairan dari masing-masing botol dicampurkan
kemudian campuran tersebut diaplikasikan pada permukaan gigi. Langkah ini diciptakan
untuk memperbaiki kekurangan pada generasi 4 dan 5 yang merupakan teknik sensitif.
Cairan pada kedua botol yang dicampurkan terlebih dahulu sebelum diaplikasikan
bertujuan agar dalam aplikasinya lebih efektif serta proses yang terjadi dapat berlangsung
secara bersamaan. Pada bahan bonding generasi 6 tidak perlu mengkondisikan dentin untuk
lembab karena proses terjadinya demineralisasi oleh etsa bersamaan dengan penetrasi
bahan primer dan adhesive pada tubulus dentin sehingga kondisi jaringan serabut kolagen
masih memiliki struktur yang cukup baik karena tidak mengalami collapse dan dapat di
penetrasi oleh bahan primer dan bahan bonding. Kelebihan dari bahan bonding generasi 6
adalah mempunyai 1 langkah dalam aplikasinya, mendapatkan ikatan yang kuat pada email
dan dentin hanya dengan satu larutan, ikatan dengan dentin cukup kuat. Kekurangan dari
bahan bonding generasi 6 adalah ikatan dengan email yang kurang efektif, karena bahan
bonding generasi ke 6 hanya terdiri dari cairan asam yang mempunyai pH yang tidak cukup
kuat untuk mengetsa email dengan kekuatan tarik sebesar 20 MPa.
Komposisi bahan bonding generasi 6 adalah bahan bonding terdiri dari monomer
hidrofilik dan hidrofobik. Monomer yang paling banyak digunakan pada adhesive system
adalah hydroxylethyl methacrylate (HEMA) dan Bisphenol glycidyl methcrylate (bis-
GMA). Hydroxylethyl methcrylate sangat menyatu dengan air dan menyediakan wetting
agent sehingga dapat terjadi polimerisasi. Bisphenol glycidyl methcrylate merupakan
monomer utama yang memiliki sifat hidrofobik, dan menyerap air hanya sekitar 3% dari
berat keseluruhan saat polimerisasi. Polimerisasi monomer ke substrat dentin dapat
ditingkatkan dengan penambahan solvent, yang berfungsi sebagai thinning agent. Solvent
dapat berupa air, ethyl alcohol, butyl alcohol, atau acetone. Solvent bersifat sangat
hidrofilik dan dapat meningkatkan interaksi antara monomer dengan permukaan berair.
Bonding generasi ketujuh merupakan bonding yang menggunakan sistem adhesif one-
step self-etch. Sistem ini menggabungkan teknik etsa, primer dan adhesif pada struktur gigi
dalam 1 prosedur aplikasi. Sistem ini tidak memerlukan tahap pencucian. Komponennya
terdiri dari monomer ester asam fosfat, UDMA, TEGMA, 4-MET, bahan pengisi nano, serta
pelarut aseton dan air.
Mekanisme adhesi bahan bonding ini diawali dengan pengetsaan oleh monomer fosfat
metakrilat yang juga bertanggung jawab sebagai bahan bonding (proses pengetsaan dan
penetrasi bahan adhesif terjadi secara simultan) sehingga kedalaman demineralisasi sama
dengan kedalaman penetrasi monomer bahan bonding. Pada saat proses pengetsaan
berlangsung, pH ester fosfat meningkat dan pada gilirannya akan menghentikan proses
pengetsaan. Mekanisme ini memungkinkan seluruh kedalaman pola etsa diisi oleh resin
sehingga tidak ada kesempatan terbentuk ruang kosong yang tertinggal di bawah lapisan
hibrid dentin.
Jumlah tahap aplikasi yang berkurang pada sistem adhesif ini, dapat mengurangi
periode waktu manipulasi, kesalahan dalam aplikasi/ketidaksesuaian dengan standar
prosedur dan mengurangi terjadinya sensitifitas dentin setelah perawatan karena etsa dari
primer asam menghasilkan demineralisasi yang dangkal dan tanpa pembilasan. Sistem
adhesif self-etch menggabungkan bahan etsa dan primer dalam satu kemasan sehingga
dapat mengurangi periode waktu manipulasi. Bahan etsa pada sistem adhesif self-etch
menghasilkan demineralisasi yang bersifat superfisial dan tidak perlu dibilas. Hal ini
menyebabkan smear layer tetap dipertahankan dan menjadi bagian dari lapisan hibrida
sehingga meminimalkan sensitivitas post operatif. Dengan cara ini, permeabilitas dentin
diturunkan dan sensitivitas dentin terhadap air berkurang.
Kekuatan bonding dipengaruhi oleh: jenis bahan bonding, lama pengeringan udara,
cara pengaplikasian bahan bonding dan perlakuan permukaan gigi. Kekuatan bonding
sistem adhesif one-step self-etch rendah karena hidrofilisitas bonding meningkat.
Peningkatan ini terjadi karena primer, adhesif dan pelarut bergabung dalam satu botol
sehingga sisa-sisa bahan pelarut air atau aseton dapat terjebak di lapisan adhesif. Air dan
aseton pada lapisan adhesif menyebabkan polimerisasi dapat terjadi tidak sempurna.
Adanya kandungan air dan aseton tersebut menyebabkan lama pengeringan udara pada
aplikasi bonding menjadi faktor yang berpengaruh dalam menentukan kekuatan
bondingnya. Selain pengaruh lama pengeringan udara, cara pengaplikasian bahan bonding
juga berpengaruh terhadap kekuatan bonding. Gerakan menggosok atau agitasi saat
pengaplikasian bonding dilakukan untuk meningkatkan infiltrasi resin ke dalam matriks-
matriks kolagen yang terdemineralisasi oleh etsa asam. Alat yang digunakan adalah brush
applicator atau microbrush.
Kelebihan dari bonding generasi ketujuh, yaitu kedalaman demineralisasi dentin sama
dengan kedalaman infiltrasi monomer, mengurangi sensitifitas gigi pascaoperatif, jumlah
aplikasi lebih sederhana, waktu lebih singkat, komposisi stabil, aplikasi lebih higienis.
Kekurangan dari bonding generasi ketujuh yaitu kekuatan bonding rendah karena
mikroporusitas pada email dangkal.
Bonding generasi delapan (universal bonding) memiliki kelebihan berupa partikel
nanofiller dengan ukuran partikel rata-rata 12 nm. Hal ini menyebabkan bahan bonding
generasi delapan mampu berpenetrasi menembus serabut kolagen lebih baik sehingga
menciptakan retensi mikromekanis yang lebih baik. Selain itu, agen bonding pada generasi
delapan ini bersifat sebagai stress absorption dan memiliki shelf life yang lebih panjang.
Partikel nano yang terdapat pada bahan bonding ini selain mampu berpenetrasi lebih baik,
juga berfungsi sebagai agen pengikat sehingga meminimalisir terjadinya perubahan
dimensi.
Monomer diacrylate (pada kedua pasta) + Akselerator (pada pasta basis) + inisiator
(pada pasta katalis) -> Cross linked polymer
II. Photochemically (light cure) resins
Untuk mengatasi kekurangan dari aktivasi kimiawi, dikembangkan resin
komposit yang tidak membutuhkan pencampuran dengan menggunakan inisiator
yang bersifat fotosensitif dan sumber cahaya untuk aktivasi. Resin komposit aktivasi
sinar terdiri dari satu macam pasta yang ditempatkan dalam syringe yang bersifat
lightproof. Pasta tersebut mengandung photosensitizer dan initiator amine. Selama
kedua komponen ini tidak terkena cahaya, mereka tidak akan bereaksi. Pemaparan
cahaya dengan panjang gelombang ± 468 nm menyebabkan terjadinya eksitasi dari
fotosensitizer yang kemudian akan berinteraksi dengan amine membentuk radikal
bebas. Champorquinone (CQ) adalah fotosensitizer yang biasa digunakan karena
menyerap cahaya biru dengan panjang gelombang antara 400 – 500 nm.
Fotosensitizer yang digunakan dalam pasta resin komposit biasanya hanya
membutuhkan 0,2% dari berat total pasta., sedangkan initiator amine
(dimethylaminoethylmethacrylate (DMAEMA)), dibutuhkan juga dalam jumlah
yang sedikit yaitu sekitar 0,15% dari berat total pasta. Pemaparan dilakukan selama
40 detik atau kurang agar resins dengan ketebalan 2 mm dapat terpolimerisasi secara
sempurna.
Reaksi polimerisasi:
Monomer diacrylate + Fotoinisiator (CQ) + Blue light -> Cross-linked polymer
Shrinkage pada restorasi resin komposit juga merupakan salah satu hal yang harus
ditangani dalam restorasi gigi. Kecenderungan resin komposit untuk mengkerut pada saat
polimerisasi dapat diatasi dengan memperluas/memperpanjang bevel agar ikatan dengan
email semakin kuat dan dapat menahan kekuatan pengerutan yang terjadi pada saat
polimerisasi. Selain itu, pengerutan juga dapat diatasi dengan menggunakan teknik
incremental dimana teknik ini merupakan metode pengisian resin komposit tonjol demi
tonjol agar diperoleh adaptasi marginal yang lebih baik. Shrinkage resin komposit dapat
terjadi karena pada saat polimerisasi, resin komposit melakukan mekanisme pelepasan
stress pada permukaan bebas yang tidak berikatan dengan gigi. Pada restorasi kavitas 3
dimensi yang memiliki 6 sisi, perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan gigi
dan permukaan yang bebas adalah 5:1 sehingga mekanisme pelepasan stress tidak bisa
berjalan dengan maksimal dan terjadi pengerutan. Pada restorasi 2 dimensi seperti veneer,
perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan gigi dan permukaan yang bebas
adalah 1:1 sehingga pada restorasi ini tidak terjadi pengerutan. Selain itu perubahan volume
restorasi juga dipengaruhi karena perbedaan koefisien muai antara gigi dan bahan restorasi,
serta dipengaruhi oleh ada tidaknya atau besar kecilnya tekanan yang diterima pada gig
yang direstorasi tersebut.
Terdapat 6 faktor yang harus diperhatikan dalam restorasi gigi yaitu bentuk, simetris,
posisi dan kesejajaran, tekstur permukaan, warna, dan translusensi.
A. Bentuk
Untuk membuat supaya gigi incisivus terlihat lebih lebar dapat dilakukan
dengan cara menjauhkan garis transisi dan mempertegas tekstur horizontal.
Untuk membuat supaya gigi incisivus terlihat lebih sempit dapat dilakukan
dengan cara mendekatkan garis transisi. Untuk membuat supaya gigi incisivus
terlihat lebih panjang, dapat dilakukan dengan meletakan bagian labial yang
paling prominen lebih ke apical. Untuk membuat supaya gigi incisivus terlihat
lebih pendek dapat dilakukan dengan cara meletakan bagian yang lebih prominen
pada labial lebih ke incisal.
Bentuk gigi incisivus central superior biasanya sesuai atau sama dengan
bentuk/profil muka terbalik dengan batas incisal sesuai dengan garis imajiner
yang ditarik menghubungkan kedua mata.
B. Simetris
Senyum, jika dilihat dari depan, dianggap estetik baik jika setiap gigi
(mulai dari garis tengah) kira-kira 60% dari ukuran gigi ke mesial. Proporsi pasti
dari gigi yang lebih kecil ke gigi yang lebih besar adalah 0,618. Harus ditekankan
bahwa proporsi ini berdasarkan ukuran gigi yang terlihat ketika dilihat langsung
dan bukan ukuran sebenarnya dari gigi. Untuk rasio lebar:panjang gigi incisivus
yang ideal adalah 0,75-0,8.
D. Tekstur Permukaan
Restorasi yang akan terlihat estetik harus dapat mengikuti bentuk stippling,
cembung dan cekungnya gigi asli. Gigi muda memperlihatkan tekstur permukaan
yang masih jelas sedangkan gigi pada usia tua cenderung memiliki permukaan
yang halus karena telah mengalami abrasi, akan tetapi restorasi tanpa
karakteristik permukaan gigi jarang dilakukan sekalipun untuk orang tua. Selain
itu, anatomi permukaan gigi seperti bagian depresi, prominen, facets, atau
perikimata, mamelon (dibuat dengan cara menambahkan dentin color +
translucency email), servikal bulge, dan incisal halo (garis opaque di tepi incisal)
harus diperhatikan dan dibuat pada bagian gigi yang hilang.
E. Warna
Gigi pada dasarnya terdiri dari warna yang berbeda-beda. Gradasi warna
tercipta dimulai dari arah gingiva ke insisal dengan bagian gingiva berwarna lebih
gelap karena enamel lebih tipis. Bagian permukaan akar gigi yang terekspos akan
terlihat lebih gelap karena ketidakhadiran enamel, selain itu gigi caninus
memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan gigi insisivus. Pasien dengan
enamel yang tebal akan memiliki warna gigi yang putih, lebih lanjut seseorang
dengan kulit yang cenderung gelap akan memiliki gigi-gigi yang terlihat putih,
hal ini disebabkan warna yang kontras antara kulit dan gigi. Pasien wanita dapat
meningkatkan putihnya warna gigi dengan menggunakan make up atau lipstik
dengan warna agak gelap, hal ini akan menciptakan ilusi dari pandangan.
Berbagai sumber pencahayaan juga akan menyebabkan persepsi warna
yang berbeda, disebut metamerism. Pemilihan warna sebaiknya ditentukan
sebelum gigi dikeringkan untuk menghindari dehidrasi gigi yang akan
mengakibatkan gigi terlihat lebih terang. Selain itu, dekatkan shade guide pada
keseluruhan gigi, kemudian dekatkan pilihan warna pada gigi yang direstorasi.
Penentuan warna diharapkan dapat dilakukan dengan cepat karena mata
memiliki limitasi untuk dapat melihat warna-waran setelah 30 detik. Jika
membutuhkan waktu lebih banyak, maka mata perlu diistirahatkan dengan
melihat warna biru atau ungu.
F. Translusensi
Translusensi mempengaruhi kualitas hasil estetik restorasi. Derajat
translusensi berhubungan dengan seberapa jauh cahaya dapat berpenetrasi masuk
ke gigi atau restorasi sebelum dipantulkan kembali. Normalnya cahaya
berpenetrasi melalui enamel lalu ke dentin kemudian dipantulkan kembali. Hal
ini akan membedakan dengan gigi yang tidak vital yaitu gigi yang tidak vital akan
mendapat penetrasi yang sedikit. Ilusi translusensi dapat menggunakan color
modfiers atau yang disebut tints untuk menciptakan area translusensi dan
menghilangkan stains.