Disusun oleh:
11.2017.257
Pembimbing:
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn. Mahiar Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 21 Juli 1969 Suku Bangsa : Betawi
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Nelayan Pendidikan : SLTA
Alamat : Pulau Untung, Jawa RT03/01 Kep. Tanggal masuk RS: 14 September 2018
Seribu Selatan
A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 18 September 2018 Jam : 14.43 am
Keluhan utama:
BAB cair sejak delapan jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Delapan jam SMRS, pasien mengeluh BAB cair sebanyak lebih dari tiga kali. BAB
cair berwarna kuning dan menyemprot, pasien juga mengeluh bibirnya terasa kering dan
sering haus, dan merasa lemas sepanjang hari. BAB cair berwarna hitam disangkal, BAB
cair tidak disertai darah, dan juga tidak disertai lendir. Pasien juga mengeluh adanya nyeri
pada seluruh lapang perut seperti melilit terus menerus, sejak satu hari SMRS.
Tujuh hari SMRS, pasien mengeluh demam naik turun. Demam disertai mual dan
penurunan nafsu makan serta pasien juga mengeluh lemas sepanjang hari. Keluhan muntah
dan pusing disangkal oleh pasien.
Enam bulan SMRS pasien pernah mengeluh adanya penurunan berat badan
sebanyak lebih dari 30kg selama enam bulan terakhir. Keluhan batuk lama, dan batuk
Riwayat Keluarga
Hubungan Umur Jenis Kelamin Keadaan Penyebab
( Tahun ) Kesehatan Meninggal
Kakek - Laki-laki Meninggal Pasien tidak tahu
Nenek - Perempuan Meninggal Pasien tidak tahu
Ayah - Laki-laki Meninggal Hipertensi dan
Stroke
Ibu - Perempuan Meninggal Usia tua
Istri 42 Perempuan Sehat -
Anak – anak - Perempuan Sehat -
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : (√ ) Di rumah ( ) Rumah Bersalin ( ) R.S. Bersalin
Ditolong oleh : ( ) Dokter (√ ) Bidan ( ) Dukun
( ) lain - lain
Riwayat Imunisasi
Pasien tidak tahu
( ) Hepatitis ( ) BCG ( ) Campak ( ) DPT ( ) Polio ( ) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : tidak menentu
Jumlah / Hari : tidak menentu
Variasi / Hari : 1 x masak untuk 1 hari
Nafsu makan : menurun
Pendidikan
( ) SD ( ) SLTP ( + ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan
( )Akademi ( ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Tanggal : 18 September 2018 Jam : 15.30
Pemeriksaan umum
Tinggi badan : 170cm
Berat badan : 40 kg
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 150/80 mmHg
Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : wajar / gelisah / tenang / hipoaktif / hiperaktif
Alam perasaan : biasa / sedih / gembira / cemas / takut / marah
Proses pikir : wajar / cepat / gangguan waham / fobia /obsesi
Kulit
Warna : sawo matang Effloresensi : tidak ada
Jaringan parut : tidak ada Pigmentasi : merata
Pertumbuhan rambut : distribusi merata Pembuluh darah : tidak melebar
Suhu raba : normotermi Lembab / kering : lembab
Keringat : Umum positif Turgor : baik
Setempat negatif Ikterus : normal
Lapisan lemak : distribusi merata Edema : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
Kepala
Ekspresi wajah : normal
Simetri muka : simetris
Rambut : hitam, distribusi merata
Pembuluh darah temporal : teraba pulsasi
Telinga
Tuli : tidak ada Selaput pendengaran : utuh
Lubang : lapang Penyumbatan :tidak ada
Serumen : ada sedikit Perdarahan : tidak ada
Cairan : tidak ada
Mulut
Bibir : kering, tidak sianosis Tonsil :T1-T1, tidak hiperemis
Langit-langit : tidak ada kelainan Bau pernapasan : tidak berbau
Gigi geligi : tidak ada kelainan Trismus : tidak ada
Faring : tidak ada kelainan Selaput lendir : normal
Lidah :tidak ada atrofi papil
Leher
Tekanan vena Jugularis (JVP) : 5-2 cm H2O
Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar limfe : tidak teraba membesar
Dada
Bentuk : simetris, tidak ada bagian dada yang tertinggal
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Buah dada : normal, simetris dan tidak teraba masa.
Depan Belakang
Kiri Simetris pada statis dan Simetris pada statis dan dinamis
dinamis Retraksi sela iga ( - )
Retraksi sela iga ( - )
Inspeksi
Kanan Simetris pada statis dan Simetris pada statis dan dinamis
dinamis Retraksi sela iga ( - )
Retraksi sela iga ( - )
Kiri Nyeri ( - ), benjolan ( - ) Nyeri ( - ), benjolan ( - )
Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
Kanan Nyeri ( - ), benjolan ( - ) Nyeri ( - ), benjolan ( - )
Palpasi
Fremitus taktil tidak simetris Fremitus taktik tidak simetris
(fokal fremitus melemah (fokal fremitus melemah pada
pada basal paru kanan) basal paru kanan)
Kiri Sonor Sonor
Perkusi Kanan Redup pada basal paru Redup pada basal paru kanan
kanan
Kiri Vesikuler Vesikuler
Ronki ( - ), wheezing ( - ) Ronki ( - ), wheezing ( - )
Kanan Bising dasar paru tidak Bising dasar paru tidak
Auskultasi
terdengar pada basal paru terdengar pada basal paru
(mulai sela iga ke 5) (mulai sela iga ke 5)
Ronki ( -), wheezing ( - ) Ronki ( - ), wheezing ( - )
Jantung
Inspeksi Ictus cordis tampak
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V midsternalis kiri
Perkusi Batas atas : ICS II linea sternalis kiri
Batas kiri : ICS V satu jari lateral dari linea
midsternalis kiri
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis kanan
Batas bawah : ICS V mid sternalis kiri
Auskultasi BJ 1 dan 2 murni reguler, murmur ( - ), gallop ( - )
Anggota gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot :
Tonus : Normotonus. Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Lain-lain : Tremor (-) Tremor (-)
Keluhan nyeri perut (-), bab cair (-), sedikit sesak, mulut kering, sering haus,
S
terkadang terasa sedikit sesak
Tanda Vital :
Tanda Vital :
Diet lunak
Paracetamol 3 x 500mg
New diatab 2tab/ kp
KSR (Potassium chloride) 3 x 1 tab
P
Inj ketorolac 2 x 30 mg
Inj metronidazole 1 x 500 mg
Inj ciprofloxacin 2 x 400 mg
Inj pantoprazole 2 x 40 mg
Inj ondansetron 3 x 8 mg
Tanda Vital :
S Keluhan (-)
Tanda Vital :
USG Thoraks
Tanggal : 18 September 2018
Kesan :
Effusi pleura kanan dan kiri minimal
Lesi heterogen di liver
USG Abdomen
Tanggal : 20 September 2018
Kesan :
Hepatoma lobus kanan hepar (dd/ abses dengan proses resolusi)
Kesan :
Tampak effusi pleura kanan dan effusi pleura kiri minimal
Kesimpulan :
Anemia mikrositik hipokrom dengan anisositosis dan leukositosis dengan shift to the
left defisiensi Fe + infeksi
PENATALAKSANAAN
A. PROGNOSIS
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam
Abses Hati
Definisi
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri,
parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan
hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hati. Abses hati dapat
disebabkan oleh bakteri, parasit atau jamur. 1
Klasifikasi
Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amoebik (AHA) dan abses hati
piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amoebiasis ekstraintestinal
yang paling sering dijumpai di daerah tropis/subtropik termasuk Indonesia. AHA lebih
sering terjadi endemik di negara berkembang dibanding AHP.1
1.1.Etiologi AHA
Entamoeba histolytica mempunyai 3 bentuk yaitu: bentuk minuta, bentuk kista, dan
bentuk aktif (vegetatif). Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana
kering dan suasana asam. Bentuk trofozoit ada yang berukuran kecil (yaitu 10-20 mikron)
dan berukuran besar (yaitu 20-60 mikron). Bentuk trofozoit ini akan mati dalam suasana
kering atau asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit,
mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu
mengakibatkan destruksi jaringan.3
Amubiasis terjadi pada 10% dari populasi dunia dan paling umum didaerah tropis
dan subtropik. Penyakit ini sering diderita orang muda dan sering pada etnik hispanik dewasa
(92%). Terjadi 10 kali lebih umum pada pria seperti pada wanita dan jarang terjadi pada
anak-anak. Pria lebih sering menderita AHA dibanding wanita. Pravelensi terbanyak
ditemukan pada umur antara 30 – 50 tahun dengan perbandingan 4 : 1 lebih sering pada
infeksi umumnya dimulai di kolon yang ditransmisikan melalui air atau sayur yang
terkontaminasi dan kemudian tertelan kistanya. Selama siklus hidupnya Entamoeba
histolytica dapat berbentuk sebagai trophozoite atau kista. Setelah menginfeksi, kista amuba
melewati saluran pencernaan dan menjadi trophozoite di usus besar, trophozoite di usus
besar, trophozoite kemudian ke sel epitel dan mukosa kolon dengan Gal/ GalNAc dimana
mereka meinginvasi mukosa. Lesi awalnya berupa mikroulserasi mukosa caecum, kolon
sigmoid dan rectum yang mengeluarkan eritrosit, sel inflamasi, dan sel epitel. Ulserasi yang
meluas ke submucosa menghasilkan ulser khas berbentuk termos (flask-shaped) yang berisi
trophozoite dibatas jaringan mati dan sehat. Organisme dibawa oleh sirkulasi vena portal ke
hati, tempat abses dapat berkembang. Entamoeba histolytica sangat resisten terhadap lisis
yang di mediasi komplemen , oleh karena itu dapat bertahan di aliran darah. Terkadang
organism ini menginvasi organ selain hati dan dapat membuat abses dalam paru paru atau
otak. Pecahnya abses hati amuba dalam paru-paru atau otak. Pecahnya abses hati amuba
kedalam pleura, perikard dan ruang peritoneal juga dapat terjadi. Di dalam hati Entamoeba
histolytica mengeluarkan enzim proteolitik yang berfungsi melisiskan jaringan pejamu. Lesi
proteolitik yang berfungsi melisiskan jaringan pejamu. Lesi pada hati berupa “well
demarcated abscess” mengandung jaringan nekrotik dan biasanya mengenai lobus kanan
hati. Respon awal pejamu adalah migrasi sel-sel PMN. Amuba juga memiliki kemampuan
melisiskan PMN dengan enzim proteolitiknya, sehingga terjadilah destruksi jaringan. Abses
hati mengandung debris aselular, dan trophozoite hanya dapat ditemukan pada tepi lesi.
Didaerah sentralnya terjadi pencairan yang berwarna coklat kemerahan “anchovy sauce”
yang terdiri dari jaringan hati yang nekrotik dan berdegenerasi. Amoebanya dapat ditemukan
pada dinding abses dan sangat jarang ditemukan di dalam cairan dibagian sentral abses. Kira-
kira 25 % abses hati amoebik mengalami infeksi sekunder sehingga cairan absesnya menjadi
purulen dan berbau busuk.4
Keluhan yang timbul dapat bermacam-macam. Gejala dapat timbul secara mendadak
(bentuk akut), atau secara perlahan-lahan (bentuk kronik). Dapat timbul bersamaan dengan
stadium akut dari amebiasis intestinal atau berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun
setelah keluhan intestinal sembuh.3 Pada bentuk akut, gejalanya lebih nyata dan biasanya
timbul dalam masa kurang dari 2 minggu. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri di
perut kanan atas. Rasa nyeri terasa seperti tertusuk – tusuk dan panas, demikian nyerinya
sampai ke perut kanan. Dapat juga timbul rasa nyeri di dada kanan bawah, yang mungkin
disebabkan karena iritasi pada pleura diafragmatika. Pada akhirnya dapat timbul tanda –
tanda pleuritis. Rasa nyeri pleuropulmonal lebih sering timbul pada abses hepatis jika
dibandingkan dengan hepatitis. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke punggung atau skapula
kanan. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat timbul batuk – batuk. Keadaan serupa ini
timbul pada waktu terjadinya perforasi abses hepatis ke paru – paru. Sebagian penderita
mengeluh diare. Hal seperti itu memperkuat diagnosis yang dibuat.5
Gejala demam merupakan tanda yang paling sering ditemukan pada abses hepar.
Gejala yang non spesifik seperti menggigil, anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah
badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Lebih dari
90% didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah kaudal
atau kranial dan mungkin mendesak kearah perut atau ruang interkostal. Pada perkusi diatas
daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa pula agak keras
seperti pada keganasan. Pada tempat abses teraba lembek dan nyeri tekan. Dibagian yang
ditekan dengan satu jari terasa nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Rasa nyeri
tekan dengan satu jari mudah diketahui terutama bila letaknya di interkostal bawah lateral.
Ini menunjukkan tanda Ludwig positif dan merupakan tanda khas abses hepatis. Abses yang
besar tampak sebagai massa yang membenjol didaerah dada kanan bawah. Batas paru-paru
hepar meninggi. Pada kurang dari 10 % abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat
seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium. 5
Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya
disebabkan abses yang besar atau multipel, atau dekat porta hepatik. Pada pemeriksaan
toraks didaerah kanan bawah mungkin didapatkan adanya efusi pleura atau “friction rub”
dari pleura yang disebabkan iritasi pleura.1,8,10 Gambaran klinik abses hati amebik
mempunyai spektrum yang luas dan sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses,
perjalanan penyakit dan penyulit yang terjadi. Pada satu penderita gambaran bisa berubah
setiap saat. Dikenal gambaran klinik klasik dan tidak klasik. 5
Kelainan hematologik, faal hati dan fraksi protein tidak mempunyai peran yang besar
dalam diagnostik, dan tidak ada satupun pemeriksaan tersebut yang patognomonik untuk
abses hati amebik. Ditemukan leukositosis, sebagian besar penderita menunjukkan
peninggian LED. Kelainan faal hati jarang ditemukan, bila ada sering tidak mencolok dan
akan kembali normal dengan penyembuhan abses. Pemeriksaan serologik sangat membantu
Pada pemeriksaan radiologis dengan foto thoraks tampak diafragma kanan meninggi
dengan gerakan terbatas, dan mungkin ada efusi pleural. Pada foto toraks bisa didapatkan
pula kelainan lain seperti corakan bronkhovaskuler paru kanan bawah bertambah, infiltrat,
atelektasis, garis adhesi tegak lurus dari diafragma ke paru-paru. Abses paling sering di
bagian superoanterior hepar sehingga tampak ada kubah dibagian anteromedial diafragma
kanan. Abses di lobus kiri memberikan gambaran deformitas berbentuk bulan sabit di daerah
curvatura minor pada foto memakai barium. Secara angiografik abses tampak sebagai daerah
avaskuler dengan pembuluh disekelilingnya yang berdistorsi dan hipervaskularisasi.2,6
Lesi hipoeekoik pada “gain” normal maupun ditinggikan dan pada “gain” tinggi
jelas tampak echo halus homogen tersebar rata.
Lesi berbentuk bulat oval, pada abses hepar tampak lobulasi, tidak berdinding,
terletak dekat permukaan hati.
Terdapat peninggian echo pada bagian distal abses.
A. Infeksi sekunder
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses, misalnya abses di lobus
kiri mudah pecah ke perikardium dan intraperitoneum. Perforasi paling sering ke
pleuropulmonal (10-20 %), effuse pleura, kemudian ke rongga intraperitoneum (6-9 %)
selanjutnya perikardium (0,01 %) dan organ-organ lain seperti kulit dan ginjal.1,2
C. Komplikasi vaskuler
Ruptur ke dalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinalis jarang
terjadi.
E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya
otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.
Sebagai amebisid jaringan, metronidazole saat ini merupakan pilihan pertama dengan
dosis 3 x 750 mg/hari selama 10 hari. Sebagai pilihan kedua adalah emetin-hidroklorida atau
dehidroemetin, dengan klorokuin. Baik emetin maupun dihidroemetin merupakan amebisid
jaringan yang sangat kuat, didapatkan dalam kadar tinggi di hati, jantung dan organ lain.
Obat ini tidak bisa sebagai amebisid intestinal, kurang sering dipakai oleh karena efek
sampingnya, biasanya baru digunakan pada keadaan yang berat. Obat ini toksik terhadap
otot jantung dan uterus karena itu tidak boleh diberikan pada penderita penyakit jantung
(kecuali perkarditis amebik) dan wanita hamil. Dosis yang diberikan 1 mg emetin/kgBB
selama 7-10 hari atau 1,5 mg dehidroemetin/kgBB selama 10 hari intramuskuler.
Dehidroemetin kurang toksik dibanding dengan emetin.1,2
Amebisid jaringan yang lain ialah klorokuin yang mempunyai nilai kuratif sama
dengan emetin hanya pemberian membutuhkan waktu lama. Kadar yang tinggi didapat pada
hati, paru dan ginjal. Efek samping sesudah pemakaian lama ialah retinopati. Dosis yang
diberikan 600 mg klorokuin basa, lalu 6 jam kemudian 300 mg dan selanjutnya 2 x 150
Sebagai amebisid intestinal bisa dipakai diloksanid furoat 3 x 500 mg/hari selama 10
hari atau diiodohidroksikuin 3 x 600 mg/hari selama 21 hari atau klefamid 3 x 500 mg/hari
selama 10 hari.1 Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara diatas tidak
berhasil, dalam arti kata masih membesar, masih terdapat peninggian suhu badan, nyeri perut
kanan atas, tanda ludwig positif dan gejala lainnya, dapat dilakukan tindakan aspirasi. 1,2
Abses hati piogenik adalah proses supuratif yang terjadi pada jaringan hati yang
disebabkan oleh oleh invasi bakteri melalui aliran darah, system bilier, maupun penetrasi
langsung. AHP merupakan kasus yang relative jarang.2
AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi
hygiene/ sanitasi yang kurang. Kebanyakan AHP merupakan sumber infeksi dari tempat lain,
dimana sumber infeksi umumnya berasal dari infeksi organ intraabdomen lain. Kolangitis
yang disebabkan oleh batu maupun striktur merupakan penyebab tersering, terdapat 15%
kasus AHP yang sumber infeksinya tidak diketahui (abses kriptogenik). AHP disebabkan
oleh Enterobacteriaceae, streptokokus mikroaerofili, streptokokus anaerobik, klebsiella
pneumoniae, salmonella typhi, dan sebagainya.2 Dengan menggunakan Teknik isolasi
kuman anaerobic yang ketat, saat ini ditemukan 45-75% AHP disebabkan oleh bakteri
anaerobic ataupun infeksi campuran bakteri aerobic dan anaerobic. Bacteroides dan
fusobacterium merupakan bakteri anaerobic penyebab AHP terbanyak. Infeksi polimikrobial
umumnya disebabkan oleh bakteri anaerobic.7
Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae merupakan kuman yang paling banyak
diisolasi pada kelompok bakteri aerobic gram negative. Klebsiella terutama ditemukan pada
pasien AHP dengan DM dan intoleransi glukosa. Pada kelompok bakteri gram positif,
staphylococci merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada infeksi monomicrobial
. streptococci dan enterococci paling sering ditemukan pada infeksi polimikrobial. Pada studi
besar, ditermuka S. aureus dan streptococcus beta hemolyticus merupakan bakteri penyebab
AHP pada traum, streptococcus grup D, K. pneumonia, dan clostridium sp. Berhubungan
dengan infeksi system bilier, serta bacteroides dan clostridium sp. Berhubungan dengan
penyakit kolon.7
Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini
memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan
adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh
bakteri tersebut. Adanya penyakit sistim biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu
akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli
akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk
formasi abses filelebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen
sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan
Manifestasi klinis AHP biasanya lebih berat dari pada abses hati amebik. Dicurigai
adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas,
yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di
atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan paling utama dengan tipe remiten,
intermiten atau febris kontinu, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
(68 %), mual dan muntah (39%), berat badan menurun (46%). Setelah pemakaian antibiotik
yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis AHP adalah malaise, demam yang tidak terlalu
tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila
abses hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma
sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektasis. Gejala
lainnya adalah rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat
badan, kelemahan badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil
berwarna gelap.2,9
Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris biasa hingga demam/panas tinggi, pada
palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang diperberat
dengan adanya pergerakan abdomen,splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi
kronik, selain itu bisa didapatkan asites, ikterus serta tanda-tanda hipertensi portal. Adanya
ikterus pada 24-52 % kasus biasanya menunjukkan adanya penyakit sistem bilier yang
disertai kolangitis dengan prognosis yang buruk.2,9
Leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri didapatkan pada 60-87 % kasus.
Anemia (biasanya normositik normokrom) ditemukan pada 50 %, sedangkan peninggian
alkali fosfatase (90%), kadar albumin serum dibawah 3 gr% (33-74 %) dan waktu
protrombin memanjang (34-54 %) menunjukkan bahwa kegagalan fungsi hati ini disebabkan
abses di dalam hati.1,9,11 Pada zaman sebelum ada antibiotika bakteri penyebab abses ini
adalah E. Coli, S.aurens dan S.hemolyticus, tetapi semenjak ditemukannya dan
digunakannya antibiotik/kemoterapeutik maka bakteri aerob gram negatif seperti P. vulgaris,
A.aerogenes, S. Faecalis dan P.aeroginosa secara tersendiri atau bersama-sama dapat
ditemukan pada kultur dari pus abses hati. Selain itu kuman anaerob ( Bacteriodes,
Fusobacterium, Clostridium, dan Actinomyces) juga bisa ditemukan pada pus yang berbau
busuk.2,6
Pada foto thoraks/foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi
pleural, atelektasis basiler, empiema atau abses paru. Kelainan-kelainan ini ditemukan pada
20-82 % kasus. Pada foto thoraks PA sudut kardio-frenikus tertutup, pada posisi lateral sudut
kosto-frenikus anterior tertutup. Dibawah diafragma mungkin terlihat bayangan udara atau
“air fluid level”. Abses di lobus kiri akan mendesak kurvatura minor seperti tampak pada
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti : 1,2
Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala prodromal
yang non spesifik dan gejala gastrointestinal, seperti malaise, anoreksia, mual dan muntah.
Gejala flu, faringitis, batuk, fotofobia, sakit kepala, dan mialgia. Awitan gejala cenderung
muncul mendadak pada HAV dan HEV pada virus yang lain secara insidious. Demam jarang
ditemukan kecuali pada infeksi HAV. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna
gelap, pruritus (biasanya ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus
meningkat.Gejala prodromal menghilang pada saat timbul ikterus, tetapi gejala anoreksia,
malaise dan kelemahan dapat menetap. Pemeriksaan fisis menunjukkan pembesaran dan
sedikit nyeri tekan pada hati, splenomegali ringan dan limfadenopati dapat ditemukan pada
15-20 % pasien.2
Merupakan tumor ganas primer yang berasal dari hepatosit. Di Indonesia HCC
dtemukan tersering pada median umur 50-60 tahun dengan predominasi pada laki-laki. Rasio
antara kasus laki-laki dan perempuan sekitar 2-6 : 1. Mekanisme karsinogenesis HCC belum
sepenuhnya diketahui. Apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat
terjadi melalui peningkatan (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera dan regenerasi
kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hepatitis virus kronik, alkohol
dan penyakit hati metabolik (seperti hemokromatosis dan defisiensi antitripsin alfa1) dapat
menyebabkan cedera kronik,regenerasi dan sirosis pada hepar.2
Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari asimtomatik hingga yang gejala dan
tandanya sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah
nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan atas abdomen atau teraba pembengkakan
lokal di hepar patut dicurigai menderita HCC. Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia,
kembung, konstipasi atau diare. Sesak napas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang
menekan diafragma atau karena sudah ada metastasis di paru. Sebagian pasien HCC sudah
menderita sirosis hati, baik yang masih dalam stadium kompensasi, maupun yang sudah
menunjukkan tanda-tanda gagal hati seperti malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan
ikterus. Temuan fisis tersering pada HCC adalah hepatomegali dengan atau tanpa ‘bruit’
hepatic, splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi otot. Pada pemeriksaan penunjang
Infeksi amuba disebabkan melalui konsumsi makanan atau air yang tercemar dengan
kista. Karena pembawa asimtomatik dapat mengeluarkan hingga 15 juta kista per hari,
pencegahan infeksi membutuhkan sanitasi yang memadai dan pemberantasan pembawa
kista. Pada daerah beresiko tinggi, infeksi dapat diminimalkan. Pencegahan merupakan cara
efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati piogenik yaitu dengan cara segera
dekompresi pada keadaan obstruksi biliar baik akibat batu empedu maupun proses
keganasan, setiap ligasi arteri hati harus disertai pemberian antibiotic, sepsis intrabdominal
harus segera diatasi.2
Prognosis yang buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika
hasil kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab multipel, tidak dilakukan
drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya
penyakit lain.1