Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus

Gastroenteritis akut pada Abses Hati dengan


Effusi Pleura dextra

Disusun oleh:

Galih Ayu Pratiwi

11.2017.257

Pembimbing:

dr. Afif Faizi Assafah, Sp.PD

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
CENGKARENG PERIODE 3 SEPTEMBER – 10 NOVEMBER 2018

Status Ilmu Penyakit Dalam 1


KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus :
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT : RSUD Cengkareng

Nama : Galih Ayu Pratiwi Tanda Tangan


NIM : 112017257
Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Afif Faizi Assafah, SpPD

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn. Mahiar Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 21 Juli 1969 Suku Bangsa : Betawi
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Nelayan Pendidikan : SLTA
Alamat : Pulau Untung, Jawa RT03/01 Kep. Tanggal masuk RS: 14 September 2018
Seribu Selatan

A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 18 September 2018 Jam : 14.43 am
Keluhan utama:
BAB cair sejak delapan jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Delapan jam SMRS, pasien mengeluh BAB cair sebanyak lebih dari tiga kali. BAB
cair berwarna kuning dan menyemprot, pasien juga mengeluh bibirnya terasa kering dan
sering haus, dan merasa lemas sepanjang hari. BAB cair berwarna hitam disangkal, BAB
cair tidak disertai darah, dan juga tidak disertai lendir. Pasien juga mengeluh adanya nyeri
pada seluruh lapang perut seperti melilit terus menerus, sejak satu hari SMRS.
Tujuh hari SMRS, pasien mengeluh demam naik turun. Demam disertai mual dan
penurunan nafsu makan serta pasien juga mengeluh lemas sepanjang hari. Keluhan muntah
dan pusing disangkal oleh pasien.
Enam bulan SMRS pasien pernah mengeluh adanya penurunan berat badan
sebanyak lebih dari 30kg selama enam bulan terakhir. Keluhan batuk lama, dan batuk

Status Ilmu Penyakit Dalam 2


disertai darah disangkal oleh pasien. Tidak terdapat adanya riwayat pengobatan paru
sebelumnya, pasien memiliki riwayat merokok namun sudah berhenti sejak 1 tahun ini.

Penyakit Dahulu ( Tahun, diisi bila ya ( + ), bila tidak ( - ) )

( - ) Cacar ( - ) Malaria ( - ) Batu ginjal / Saluran kemih


( - ) Cacar air ( - ) Disentri ( - ) Burut (Hernia)
( - ) Difteri ( - ) Hepatitis ( - ) Penyakit prostate
( - ) Batu rejan ( + ) Tifus Abdominalis ( - ) Wasir
(6 bulan yang lalu)
( - ) Campak ( - ) Skrofula ( -) Diabetes
( - ) Influensa ( - ) Sifilis ( -) Alergi
( - ) Tonsilitis ( - ) Gonore ( -) Tumor
( - ) Korea ( -) Hipertensi (- ) Penyakit Pembuluh
( - ) Demam Rematik Akut ( - ) Ulkus Ventrikuli ( -) Perdarahan otak
( - ) Pneumonia ( - ) Ulkus Duodeni ( -) Psikosis
( - ) Pleuritis ( - ) Gastritis ( - ) Neurosis
( - ) Tuberkolosis ( - ) Batu Empedu Lain Lain:

Riwayat Keluarga
Hubungan Umur Jenis Kelamin Keadaan Penyebab
( Tahun ) Kesehatan Meninggal
Kakek - Laki-laki Meninggal Pasien tidak tahu
Nenek - Perempuan Meninggal Pasien tidak tahu
Ayah - Laki-laki Meninggal Hipertensi dan
Stroke
Ibu - Perempuan Meninggal Usia tua
Istri 42 Perempuan Sehat -
Anak – anak - Perempuan Sehat -

Status Ilmu Penyakit Dalam 3


BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (Kg) :-
Berat tertinggi kapan (Kg) : 75 kg (kurang lebih 6 bulan yang lalu)
Berat badan sekarang (Kg) : 40 kg

(Bila pasien tidak tahu dengan pasti)


Tetap ( )
Turun ( √ )
Naik ( )

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : (√ ) Di rumah ( ) Rumah Bersalin ( ) R.S. Bersalin
Ditolong oleh : ( ) Dokter (√ ) Bidan ( ) Dukun
( ) lain - lain
Riwayat Imunisasi
Pasien tidak tahu
( ) Hepatitis ( ) BCG ( ) Campak ( ) DPT ( ) Polio ( ) Tetanus

Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : tidak menentu
Jumlah / Hari : tidak menentu
Variasi / Hari : 1 x masak untuk 1 hari
Nafsu makan : menurun
Pendidikan
( ) SD ( ) SLTP ( + ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan
( )Akademi ( ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah

B. PEMERIKSAAN JASMANI
Tanggal : 18 September 2018 Jam : 15.30
Pemeriksaan umum
Tinggi badan : 170cm
Berat badan : 40 kg
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 150/80 mmHg

Status Ilmu Penyakit Dalam 4


Nadi : 90 x/menit, reguler
Suhu : 36,5 oC
Pernapasan (Frekuensi dan tipe) : 20 x / menit, abdominotorakal
Keadaan gizi : sangat kurus (IMT=13,84 kg/m2)
Sianosis : tidak ada
Udema umum : tidak ada
Habitus : Astenikus
Cara berjalan : normal
Mobilisasi (Aktif / Pasif) : aktif
Umur menurut perkiraan pemeriksa : sesuai umur

Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : wajar / gelisah / tenang / hipoaktif / hiperaktif
Alam perasaan : biasa / sedih / gembira / cemas / takut / marah
Proses pikir : wajar / cepat / gangguan waham / fobia /obsesi

Kulit
Warna : sawo matang Effloresensi : tidak ada
Jaringan parut : tidak ada Pigmentasi : merata
Pertumbuhan rambut : distribusi merata Pembuluh darah : tidak melebar
Suhu raba : normotermi Lembab / kering : lembab
Keringat : Umum positif Turgor : baik
Setempat negatif Ikterus : normal
Lapisan lemak : distribusi merata Edema : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

Kelenjar getah bening


Submandibula : tidak membesar Leher : tidak membesar
Supraklavikula : tidak membesar Ketiak : tidak membesar
Lipat paha : tidak membesar

Kepala
Ekspresi wajah : normal
Simetri muka : simetris
Rambut : hitam, distribusi merata
Pembuluh darah temporal : teraba pulsasi

Status Ilmu Penyakit Dalam 5


Mata
Exophthalmus : tidak ada Enopthalmus : tidak ada
Kelopak : ptosis (-), edema (-) Lensa : jernih
Konjungtiva : anemis Visus : normal
Sklera : tidak ikterik Gerakan mata : baik ke segala arah
Lapangan penglihatan: normal
Tekanan bola mata : normal per palpasi
Deviatio konjugae : tidak ada
Nystagmus : tidak ada

Telinga
Tuli : tidak ada Selaput pendengaran : utuh
Lubang : lapang Penyumbatan :tidak ada
Serumen : ada sedikit Perdarahan : tidak ada
Cairan : tidak ada

Mulut
Bibir : kering, tidak sianosis Tonsil :T1-T1, tidak hiperemis
Langit-langit : tidak ada kelainan Bau pernapasan : tidak berbau
Gigi geligi : tidak ada kelainan Trismus : tidak ada
Faring : tidak ada kelainan Selaput lendir : normal
Lidah :tidak ada atrofi papil

Leher
Tekanan vena Jugularis (JVP) : 5-2 cm H2O
Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar limfe : tidak teraba membesar

Dada
Bentuk : simetris, tidak ada bagian dada yang tertinggal
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Buah dada : normal, simetris dan tidak teraba masa.

Status Ilmu Penyakit Dalam 6


Paru-paru

Depan Belakang
Kiri Simetris pada statis dan Simetris pada statis dan dinamis
dinamis Retraksi sela iga ( - )
Retraksi sela iga ( - )
Inspeksi
Kanan Simetris pada statis dan Simetris pada statis dan dinamis
dinamis Retraksi sela iga ( - )
Retraksi sela iga ( - )
Kiri Nyeri ( - ), benjolan ( - ) Nyeri ( - ), benjolan ( - )
Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
Kanan Nyeri ( - ), benjolan ( - ) Nyeri ( - ), benjolan ( - )
Palpasi
Fremitus taktil tidak simetris Fremitus taktik tidak simetris
(fokal fremitus melemah (fokal fremitus melemah pada
pada basal paru kanan) basal paru kanan)
Kiri Sonor Sonor
Perkusi Kanan Redup pada basal paru Redup pada basal paru kanan
kanan
Kiri Vesikuler Vesikuler
Ronki ( - ), wheezing ( - ) Ronki ( - ), wheezing ( - )
Kanan Bising dasar paru tidak Bising dasar paru tidak
Auskultasi
terdengar pada basal paru terdengar pada basal paru
(mulai sela iga ke 5) (mulai sela iga ke 5)
Ronki ( -), wheezing ( - ) Ronki ( - ), wheezing ( - )

Jantung
Inspeksi Ictus cordis tampak
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V midsternalis kiri
Perkusi Batas atas : ICS II linea sternalis kiri
Batas kiri : ICS V satu jari lateral dari linea
midsternalis kiri
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis kanan
Batas bawah : ICS V mid sternalis kiri
Auskultasi BJ 1 dan 2 murni reguler, murmur ( - ), gallop ( - )

Status Ilmu Penyakit Dalam 7


Perut
Inspeksi : Tidak membuncit, lesi (-), benjolan (-)
Palpasi
Dinding perut : Nyeri tekan (-), defence muscular (-), nyeri lepas (-), masa (-)
Hati : membesar sebanyak 2 jari dari arcus costae
Limpa : membesar (S1-S2)
Ginjal : Ballotement (-), nyeri ketok CVA (-)
Lain-lain : Tidak ada
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus normaperistaltik
Refleks dinding perut : Baik

Anggota gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot :
Tonus : Normotonus. Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Lain-lain : Tremor (-) Tremor (-)

Tungkai dan Kaki


Luka : Tidak ada Tidak ada
Varises : Tidak ada Tidak ada
Otot (tonus dan masa) : Normotonus, eutrofi Normotonus, eutrofi
Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Edema : Tidak Ada Tidak Ada
Lain-lain : Tidak ada Tidak ada

Status Ilmu Penyakit Dalam 8


LABORATORIUM
Tanggal : 14 September 2018 14.45 WIB

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hematologi I
Hemoglobin 8,3 g/Dl 12 – 14
Hematokrit 27 % 40 – 48
Leukosit 36,4 ribu/µL 5 – 10
Trombosit 321 ribu/µL 150 – 400
Elektrolit
Natrium 138 mmol/L 136 – 146
Kalium 3,0 mmol/L 3,5 – 5,0
Chlorida 105 mmol/L 94 – 111
Kimia Darah
Diabetes
Glukosa Sure Step 97 mg/Dl <110
Fungsi Ginjal
Ureum 15 mg/Dl 15-50
Kreatinin 0,6 mg/Dl <1,4
AST/SGOT 17 U/L 0-50
ALT/SGPT 13 U/L 0-50
WIDAL
Antigen H 1/60 Negative
Antigen co 1/80 Negative

Tanggal : 17 September 2018 08.09 WIB

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hematologi I
Hemoglobin 11,1 g/Dl 12 – 14
Hematokrit 35 % 40 – 48
Leukosit 16,3 ribu/µL 5 – 10
Trombosit 423 ribu/µL 150 – 400
Faeces Lengkap Hasil Satuan Nilai Normal
Makroskopik
Warna Coklat
Konsistensi Lunak
Lendir Negative
Pus Negative
Darah Negative
Mikroskopik
Jamur +, Pseudohyfa
(+)

Status Ilmu Penyakit Dalam 9


Tanggal : 18 September 2018 14.45 WIB

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hematologi I
Hemoglobin 9,7 g/Dl 12 – 14
Hematokrit 30,7 % 40 – 48
Eritrosit 3,99 ribu/µL 4,5 – 6,5
Leukosit 27,2 ribu/µL 5 – 10
Trombosit 266 ribu/µL 150 – 400
LED 23 mm/jam <15
Hitung Jenis
Netrofil Batang 0 % 2-6
Netrofil Segmen 89 % 50-70
Monosit 0 % 2-6
Limfosit 11 % 20-40
Kimia Darah
Bilirubin Total 0,46 mg/dL <1,3
Bilirubin Direct 0,36 mg/ dL <0,3
Bilirubin Indirect 0,11 mg/ dL <0,7
AST/SGOT 24 U/L 0-50
ALT/SGPT 10 U/L 0-50
Serologi
Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif Non Reaktif
HBs-Ag Negatif U/L 9-38
Imunologi
AFP (hati) 4,38 ng/mL 0,89 – 8,78

Tanggal : 23 September 2018 15.33 WIB

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hematologi I
Hemoglobin 10,2 g/Dl 12 – 14
Hematokrit 33 % 40 – 48
Leukosit 16,8 ribu/µL 5 – 10
Trombosit 252 ribu/µL 150 – 400

Tanggal : 25 September 2018 15.33 WIB

Pemeriksaan Hasil Satua Nilai Normal


n
Cairan Pleura
Makroskopik
Warna Kuning Tidak berwarna
Kejernihan Agak keruh Jernih
Bekuan Positif Negative
rivalta positif Negative
Mikroskopik
Jumlah sel 890 Transudate <1000/ul
Eksudat >1000/ul
Hitung jenis

Status Ilmu Penyakit Dalam 10


PMN sel 27 %
MN sel 73 %
Kimia
Gram Tidak ditemukan kuman
BTA Negative

Tanggal : 27 September 2018 12.22 WIB

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hema Lengkap
LED 81 mm 0-10
Hemoglobin 6,8 g/Dl 12 – 14
Hematokrit 21 % 40 – 48
Eritrosit 2,48 ribu/µL 4,5-6,5
Leukosit 10,5 ribu/µL 5 – 10
Trombosit 285 ribu/µL 150 – 400
MCV 86 fL 80-100
MCH 27 pg/cell 26-34
MCHC 32 g/dL 32-36
Hitung jenis
Eusinofil 12 % 2-4
Batang 0 % 3-5
Segmen 49 % 50-70
Kimia Darah
Bilirubin Total 0,3 mg/dL <1,3
Bilirubin Direct 0,2 mg/ dL <0,3
Bilirubin Indirect 0,1 mg/ dL <0,7
AST/SGOT 14 U/L 0-50
ALT/SGPT 5 U/L 0-50
Gamma GT 140 U/L 12-64
Albumin 2,4 g/dL 3,4-4,8
Imunologi
Anti HCV (Elisa) Non Reaktif S/CO Non Reaktif

Tanggal : 28 September 2018 08.02 WIB

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hematologi I
Hemoglobin 8,9 g/Dl 12 – 14
Hematokrit 28 % 40 – 48
Leukosit 11,8 ribu/µL 5 – 10
Trombosit 370 ribu/µL 150 – 400

Status Ilmu Penyakit Dalam 11


Tanggal : 30 September 2018 08.36 WIB

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hematologi I
Hemoglobin 10,6 g/Dl 12 – 14
Hematokrit 34 % 40 – 48
Leukosit 16,6 ribu/µL 5 – 10
Trombosit 417 ribu/µL 150 – 400
Kimia klinik
albumin 2,9 g/dL 3,4-4,8
Elektrolit
Natrium 140 mmol/L 136 – 146
Kalium 3,7 mmol/L 3,5 – 5,0
Chlorida 106 mmol/L 94 – 111

Tanggal : 1 Oktober 2018 07.43 WIB

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hematologi I
Hemoglobin 12,0 g/Dl 12 – 14
Hematokrit 38 % 40 – 48
Leukosit 16,3 ribu/µL 5 – 10
Trombosit 433 ribu/µL 150 – 440

FOLLOW UP RUANG RAWAT INAP


Tanggal 18 September 2018

Keluhan nyeri perut (-), bab cair (-), sedikit sesak, mulut kering, sering haus,
S
terkadang terasa sedikit sesak

Tanda Vital :

 TD 150/80 mmHg, HR 90 x/menit, regular, isi cukup


 RR 24 x/menit
 Suhu 36,5ᵒc
Conjungtiva Anemis +/+, Sklera Ikterik -/-
O
Thorax :

 Rhonki +/+, Wheezing -/-


 BJ I/II reguler, Murmur –
Abdomen : Nyeri tekan uluhati
Ekstremitas : Akral Hangat

A Anemia, GEA, Effusi pleura


P Advis dr. Afif, Sp.PD

Status Ilmu Penyakit Dalam 12


 Diet lunak
 Paracetamol 3 x 500mg
 KSR (Potassium chloride) 3 x 1 tab
 Metronidazole 2 x 500 mg
 Inj cefoperazone 2 x 1 gram

Tanggal 26 September 2018

S Lemas, bab cair 1 kali

Tanda Vital :

 TD 120/90 mmHg, HR 84 x/menit, regular, isi cukup


 RR 22 x/menit
 Suhu 36,5ᵒc
O
Conjungtiva Anemis +/+ , Sklera Ikterik -/-
Thorax : Rhonki -/-, Wheezing -/-, BJ I/II reguler, Murmur –
Abdomen : -
Ekstremitas : Akral Hangat

A Anemia, GEA, Effusi pleura dextra, Abses hepar


Advis dr. Afif, Sp.PD

 Diet lunak
 Paracetamol 3 x 500mg
 New diatab 2tab/ kp
 KSR (Potassium chloride) 3 x 1 tab
P
 Inj ketorolac 2 x 30 mg
 Inj metronidazole 1 x 500 mg
 Inj ciprofloxacin 2 x 400 mg
 Inj pantoprazole 2 x 40 mg
 Inj ondansetron 3 x 8 mg

Status Ilmu Penyakit Dalam 13


Tanggal 27 September 2018

S Lemas, bab cair 1 kali

Tanda Vital :

 TD 136/80 mmHg, HR 82 x/menit, regular, isi cukup


 RR 24 x/menit
 Suhu 36,5ᵒc
O
Conjungtiva Anemis +/+ , Sklera Ikterik -/-
Thorax : Rhonki -/-, Wheezing -/-, BJ I/II reguler, Murmur –
Abdomen : -
Ekstremitas : Akral Hangat

A Anemia, GEA, Effusi pleura dextra, Abses hepar


Advis dr. Afif, Sp.PD
P
 Terapi lanjut

Tanggal 1 Oktober 2018

S Keluhan (-)

Tanda Vital :

 TD 150/90 mmHg, HR 84 x/menit, regular, isi cukup


 RR 24 x/menit
 Suhu 36,2ᵒc
Conjungtiva Anemis -/- , Sklera Ikterik -/-
O
Thorax :

 Rhonki -/-, Wheezing -/-


 BJ I/II reguler, Murmur –
Abdomen : -
Ekstremitas : Akral Hangat

A Anemia, GEA, Effusi pleura dextra, Abses hepar


Advis dr. Afif, Sp.PD
P  Diet lunak extra putih telur
 Pasien diijinkan pulang

Status Ilmu Penyakit Dalam 14


PEMERIKSAAN PENUNJANG

USG Thoraks
Tanggal : 18 September 2018

Kesan :
 Effusi pleura kanan dan kiri minimal
 Lesi heterogen di liver

USG Abdomen
Tanggal : 20 September 2018
Kesan :
 Hepatoma lobus kanan hepar (dd/ abses dengan proses resolusi)

Status Ilmu Penyakit Dalam 15


CT- scan Whole Abdomen dengan Contrast
Tanggal : 24 September 2018

Status Ilmu Penyakit Dalam 16


Kesan :
 Sesuai gambaran hepatomegali dengan abses di segmen 7 dan 8 hepar disertai
perifokal edema
 Edema di segmen 5 dan 6 hepar
 Suspek komponen perdarahan di intra abses (riwayat pungsi hepar)
 Multiple kelenjar limfe di pericoeliaca
 Konsolidasi di segmen 4 paru kanan dan segmen 4,6,8,10 paru kiri yang tidak
menyangat pasca pemberian kontras  suspek pneumonia DD/ TB paru

Status Ilmu Penyakit Dalam 17


Thorax AP
Tanggal : 14 September 2018
Sebelum, pungsi pleura

Kesan :
 Tampak effusi pleura kanan dan effusi pleura kiri minimal

Tanggal : 25 September 2018


Setelah pungsi pleura

Status Ilmu Penyakit Dalam 18


Kesan :
 Tampak minimal effusi pleura kanan

Gambaran Darah Tepi


Tanggal : 15 September 2018

Kesimpulan :
 Anemia mikrositik hipokrom dengan anisositosis dan leukositosis dengan shift to the
left  defisiensi Fe + infeksi

Status Ilmu Penyakit Dalam 19


RESUME
Seorang laki-laki usia 49 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan BAB cair
sebanyak lebih dari tiga kali. BAB cair berwarna kuning dan menyemprot, pasien juga
mengeluh bibirnya terasa kering dan sering haus, dan merasa lemas sepanjang hari sejak
delapan jam SMRS, pasien juga mengeluh adanya nyeri pada seluruh lapang perut seperti
melilit terus menerus, sejak satu hari SMRS.
Tujuh hari SMRS, pasien mengeluh demam naik turun. Demam disertai mual dan
penurunan nafsu makan serta pasien juga mengeluh lemas sepanjang hari. Sejak kurang lebih
enam bulan SMRS pasien pernah mengeluh adanya penurunan berat badan sebanyak lebih
dari 30kg selama enam bulan terakhir. Pasien mempunyai riwayat typhus abdominalis 6
bulan yang lalu
Dari pemeriksaan fisik, pasien sakit sedang, gizi sangat kurang, kesadaran
composmentis. Tanda vital dalam batas normal, namun didapatkan tekanan darah 150/80
mmHg dan disertai adanya penurunan berat badan. Pada pemeriksaan kepala didapatkan
konjungtiva anemis (+). Dari pemeriksaan thorak anterior dan posterior didapatkan palpasi
vocal fremitus tidak simetris (vokal fremitus melemah pada basal paru kanan, perkusi redup
pada basal paru kanan, dan auskultasi didapat bising dasar paru tidak terdengar pada basal
paru (mulai sela iga ke 5) dan Jantung dalam batas normal, pada pemeriksaan abdomen
didapatkan hepar membesar sebanyak 2 jari dari arcus costae, limpa membesar (S1-S2).
Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan, pada darah rutin leukositosis dan
Hb menurun,anemia, albumin menurun, dan penurunan kalium, serta peningkatan gamma
GT. Dari hasil USG thoraks didapatkan kesan effusi pleura kanan dan kiri minimal, dengan
lesi heterogen di liver. USG abdomen didapatkan kesan hepatoma lobus kanan hepar (dd/
abses dengan proses resolusi). CT- scan Whole Abdomen dengan Contrast didapatkan kesan
sesuai gambaran hepatomegali dengan abses di segmen 7 dan 8 hepar disertai perifokal
edema, edema di segmen 5 dan 6 hepar, suspek komponen perdarahan di intra abses (riwayat
pungsi hepar), multiple kelenjar limfe di pericoeliaca, konsolidasi di segmen 4 paru kanan
dan segmen 4,6,8,10 paru kiri yang tidak menyangat pasca pemberian kontras  suspek
pneumonia DD/ TB paru. Foto rontgen thorax AP didapatkan kesan Tampak effusi pleura
kanan dan effusi pleura kiri minimal. Dan dari hasil pemeriksaan gambaran darah tepi
didapatkan kesimpulan anemia mikrositik hipokrom dengan anisositosis dan leukositosis
dengan shift to the left  defisiensi Fe + infeksi. Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan
fisis dan hasil laboratorium, pasien di diagnosa dengan penyakit Abses hepar DD/ abses
hepar amoebik dan abses hepar piogenik dengan Effusi Pleura kanan & effusi pleura kiri
minimal.

Status Ilmu Penyakit Dalam 20


DAFTAR MASALAH
1. Gastroenteritis Akut
2. Abses Hati
3. Effusi Pleura dextra & effusi pleura sinistra minimal
4. Anemia DD/ ec defisiensi Fe
5. Leukositosis
6. Hipokalemia
7. Hipoalbuminemia

PENATALAKSANAAN

 Ringer laktat/12 jam


 Paracetamol 3 x 500mg
 New diatab 2tab/ kp
 Metronidazole 2 x 500 mg
 Pungsi abses hati
 Pungsi pleura
 Transfusi PRC (packed red cell)
 KSR (Potassium chloride) 3 x 1 tab
 Diet lunak extra putih telur

A. PROGNOSIS
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam

Status Ilmu Penyakit Dalam 21


TINJAUAN PUSTAKA

Abses Hati

Definisi

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri,
parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan
hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hati. Abses hati dapat
disebabkan oleh bakteri, parasit atau jamur. 1

Klasifikasi

Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amoebik (AHA) dan abses hati
piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amoebiasis ekstraintestinal
yang paling sering dijumpai di daerah tropis/subtropik termasuk Indonesia. AHA lebih
sering terjadi endemik di negara berkembang dibanding AHP.1

1. Abses Hati Amoebik (AHA)

Abses hati amoeba adalah penimbunan atau akumulasi debris mikro-inflamatori


purulent didalam parenkim hati yang disebabkan oleh amoeba, terutama disebabkan oleh
Entamoeba Histolytica.2

1.1.Etiologi AHA

Entamoeba histolytica mempunyai 3 bentuk yaitu: bentuk minuta, bentuk kista, dan
bentuk aktif (vegetatif). Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana
kering dan suasana asam. Bentuk trofozoit ada yang berukuran kecil (yaitu 10-20 mikron)
dan berukuran besar (yaitu 20-60 mikron). Bentuk trofozoit ini akan mati dalam suasana
kering atau asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit,
mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu
mengakibatkan destruksi jaringan.3

1.2. Epidemiologi AHA

Amubiasis terjadi pada 10% dari populasi dunia dan paling umum didaerah tropis
dan subtropik. Penyakit ini sering diderita orang muda dan sering pada etnik hispanik dewasa
(92%). Terjadi 10 kali lebih umum pada pria seperti pada wanita dan jarang terjadi pada
anak-anak. Pria lebih sering menderita AHA dibanding wanita. Pravelensi terbanyak
ditemukan pada umur antara 30 – 50 tahun dengan perbandingan 4 : 1 lebih sering pada

Status Ilmu Penyakit Dalam 22


orang – orang dewasa. Amebiasis merupakan infeksi tertinggi ketiga penyebab kematian
setelah schistomiasis dan malaria. Daerah endemisnya meliputi Afrika, Asia tenggara,
meksiko, Venezuela, dan kolombia. Insiden abses hati amuba di amerika serikat mencapai
0,05% sedangkan di india dan mesir mencapai 10-30% pertahun dengan perbandingan laki:
perempuan 3: 1 sampai dengan 22: 1. Pada 1-25 % (rata-rata 8,1 %) penderita dengan
amebiasis intestinalis klinis.2

1.3. Patogenesis AHA

infeksi umumnya dimulai di kolon yang ditransmisikan melalui air atau sayur yang
terkontaminasi dan kemudian tertelan kistanya. Selama siklus hidupnya Entamoeba
histolytica dapat berbentuk sebagai trophozoite atau kista. Setelah menginfeksi, kista amuba
melewati saluran pencernaan dan menjadi trophozoite di usus besar, trophozoite di usus
besar, trophozoite kemudian ke sel epitel dan mukosa kolon dengan Gal/ GalNAc dimana
mereka meinginvasi mukosa. Lesi awalnya berupa mikroulserasi mukosa caecum, kolon
sigmoid dan rectum yang mengeluarkan eritrosit, sel inflamasi, dan sel epitel. Ulserasi yang
meluas ke submucosa menghasilkan ulser khas berbentuk termos (flask-shaped) yang berisi
trophozoite dibatas jaringan mati dan sehat. Organisme dibawa oleh sirkulasi vena portal ke
hati, tempat abses dapat berkembang. Entamoeba histolytica sangat resisten terhadap lisis
yang di mediasi komplemen , oleh karena itu dapat bertahan di aliran darah. Terkadang
organism ini menginvasi organ selain hati dan dapat membuat abses dalam paru paru atau
otak. Pecahnya abses hati amuba dalam paru-paru atau otak. Pecahnya abses hati amuba
kedalam pleura, perikard dan ruang peritoneal juga dapat terjadi. Di dalam hati Entamoeba
histolytica mengeluarkan enzim proteolitik yang berfungsi melisiskan jaringan pejamu. Lesi
proteolitik yang berfungsi melisiskan jaringan pejamu. Lesi pada hati berupa “well
demarcated abscess” mengandung jaringan nekrotik dan biasanya mengenai lobus kanan
hati. Respon awal pejamu adalah migrasi sel-sel PMN. Amuba juga memiliki kemampuan
melisiskan PMN dengan enzim proteolitiknya, sehingga terjadilah destruksi jaringan. Abses
hati mengandung debris aselular, dan trophozoite hanya dapat ditemukan pada tepi lesi.
Didaerah sentralnya terjadi pencairan yang berwarna coklat kemerahan “anchovy sauce”
yang terdiri dari jaringan hati yang nekrotik dan berdegenerasi. Amoebanya dapat ditemukan
pada dinding abses dan sangat jarang ditemukan di dalam cairan dibagian sentral abses. Kira-
kira 25 % abses hati amoebik mengalami infeksi sekunder sehingga cairan absesnya menjadi
purulen dan berbau busuk.4

Status Ilmu Penyakit Dalam 23


1.4. Gejala dan Tanda AHA

Keluhan yang timbul dapat bermacam-macam. Gejala dapat timbul secara mendadak
(bentuk akut), atau secara perlahan-lahan (bentuk kronik). Dapat timbul bersamaan dengan
stadium akut dari amebiasis intestinal atau berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun
setelah keluhan intestinal sembuh.3 Pada bentuk akut, gejalanya lebih nyata dan biasanya
timbul dalam masa kurang dari 2 minggu. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri di
perut kanan atas. Rasa nyeri terasa seperti tertusuk – tusuk dan panas, demikian nyerinya
sampai ke perut kanan. Dapat juga timbul rasa nyeri di dada kanan bawah, yang mungkin
disebabkan karena iritasi pada pleura diafragmatika. Pada akhirnya dapat timbul tanda –
tanda pleuritis. Rasa nyeri pleuropulmonal lebih sering timbul pada abses hepatis jika
dibandingkan dengan hepatitis. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke punggung atau skapula
kanan. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat timbul batuk – batuk. Keadaan serupa ini
timbul pada waktu terjadinya perforasi abses hepatis ke paru – paru. Sebagian penderita
mengeluh diare. Hal seperti itu memperkuat diagnosis yang dibuat.5

Gejala demam merupakan tanda yang paling sering ditemukan pada abses hepar.
Gejala yang non spesifik seperti menggigil, anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah
badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Lebih dari
90% didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah kaudal
atau kranial dan mungkin mendesak kearah perut atau ruang interkostal. Pada perkusi diatas
daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa pula agak keras
seperti pada keganasan. Pada tempat abses teraba lembek dan nyeri tekan. Dibagian yang
ditekan dengan satu jari terasa nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Rasa nyeri
tekan dengan satu jari mudah diketahui terutama bila letaknya di interkostal bawah lateral.
Ini menunjukkan tanda Ludwig positif dan merupakan tanda khas abses hepatis. Abses yang
besar tampak sebagai massa yang membenjol didaerah dada kanan bawah. Batas paru-paru
hepar meninggi. Pada kurang dari 10 % abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat
seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium. 5

Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya
disebabkan abses yang besar atau multipel, atau dekat porta hepatik. Pada pemeriksaan
toraks didaerah kanan bawah mungkin didapatkan adanya efusi pleura atau “friction rub”
dari pleura yang disebabkan iritasi pleura.1,8,10 Gambaran klinik abses hati amebik
mempunyai spektrum yang luas dan sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses,
perjalanan penyakit dan penyulit yang terjadi. Pada satu penderita gambaran bisa berubah
setiap saat. Dikenal gambaran klinik klasik dan tidak klasik. 5

Status Ilmu Penyakit Dalam 24


 Gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri perut
kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali yang nyeri.
Gambaran klasik didapatkan pada 54-70 % kasus.
 Gambaran klinik tidak klasik ditemukan benjolan di dalam perut (seperti bukan
kelainan hati misalnya diduga empiema kandung empedu atau tumor pankreas),
Gejala renal (keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan masa yang diduga ginjal
kanan), ikterus obstruktif, kolitis akut, gejala kardiak bila ruptur abses ke rongga
perikardium, gejala pleuropulmonal, abdomen akut.

1.5. Diagnosis AHA

Kritera Diagnosis Abses Hepar Amoebik : 1

 Hati yang membesar dan nyeri


 Leukositosis, tanpa anemia pada penderita abses amoebik yang akut atau leukositosis
ringan disertai anemi pada abses tipe kronik. Adanya “pus amoebik” yang mungkin
mengandung trofozoit E. Histolytica.
 Pemeriksaan serologik terhadap E. Histolytica positif.
 Gambaran radiologik yang mencurigakan, terutama pada foto thoraks
posteroanterior dan lateral kanan.
 Adanya “filling defect” pada sidik hati
 Respon yang baik terhadap terapi dengan metronidazole.

1.6. Pemeriksaan penunjang AHA

Secara umum pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi,


anemia ringan sampai sedang, peningkatan laju endapan darah (LED), peningkatan alkalin
fosfatase, peningkatan bilirubin, SGOT, SGPT, berkurangnya kosentrasi albumin serum dan
waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang
yang disebabkan AHP. Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosa banding.
Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar emas untuk
menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. 6

Kelainan hematologik, faal hati dan fraksi protein tidak mempunyai peran yang besar
dalam diagnostik, dan tidak ada satupun pemeriksaan tersebut yang patognomonik untuk
abses hati amebik. Ditemukan leukositosis, sebagian besar penderita menunjukkan
peninggian LED. Kelainan faal hati jarang ditemukan, bila ada sering tidak mencolok dan
akan kembali normal dengan penyembuhan abses. Pemeriksaan serologik sangat membantu

Status Ilmu Penyakit Dalam 25


dalam menegakkan diagnosis dengan sensitivitas 91 – 93 % dan spesifitas 94-99%.
Pemeriksaan serologik positif berarti sedang atau pernah terjadi amebiasis invasif. Didaerah
endemik amebiasis, seseorang tanpa sedang menderita amebiasis invasif sering memberikan
reaksi serologik positif akibat antibodi yang terbentuk pada infeksi sebelumnya. Cara
pemeriksaan yang paling sensitif ialah cara ELISA. Pemeriksaan parasit E. Hystolitica
dilakukan pada isi abses atau cairan aspirasi lainnya, biopsi abses, tinja atau biopsi
kolonoskopi/sigmoidoskopi dengan hasil dari penderita 1/3 penderita.6

Pada pemeriksaan radiologis dengan foto thoraks tampak diafragma kanan meninggi
dengan gerakan terbatas, dan mungkin ada efusi pleural. Pada foto toraks bisa didapatkan
pula kelainan lain seperti corakan bronkhovaskuler paru kanan bawah bertambah, infiltrat,
atelektasis, garis adhesi tegak lurus dari diafragma ke paru-paru. Abses paling sering di
bagian superoanterior hepar sehingga tampak ada kubah dibagian anteromedial diafragma
kanan. Abses di lobus kiri memberikan gambaran deformitas berbentuk bulan sabit di daerah
curvatura minor pada foto memakai barium. Secara angiografik abses tampak sebagai daerah
avaskuler dengan pembuluh disekelilingnya yang berdistorsi dan hipervaskularisasi.2,6

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) digunakan rutin untuk diagnostik, penuntun


aspirasi dan pemantauan hasil terapi. Dengan USG dapat dibedakan lesi padat dan kistik dan
dapat dievaluasi sifat cairan abses. Gambaran USG yang sangat mencurigakan abses hati
amebik adalah: 1,6

 Lesi hipoeekoik pada “gain” normal maupun ditinggikan dan pada “gain” tinggi
jelas tampak echo halus homogen tersebar rata.
 Lesi berbentuk bulat oval, pada abses hepar tampak lobulasi, tidak berdinding,
terletak dekat permukaan hati.
 Terdapat peninggian echo pada bagian distal abses.

Pemeriksaan tomografi dengan komputer merupakan cara terbaik untuk melihat


gambaran abses terutama untuk abses yang multipel atau yang letaknya posterior.
Sensitivitas adalah 98 % dan dapat mendeteksi lesi berukuran 5 mm. Dibanding USG,
pemeriksaan dengan cara ini biayanya lebih mahal. 2,6

1.7. Komplikasi AHA

Komplikasi yang dapat terjadi pada Abses Hati Amebik, yaitu : 1

A. Infeksi sekunder

Merupakan komplikasi paling sering terjadi pada 10-20 % kasus.

Status Ilmu Penyakit Dalam 26


B. Ruptur atau penjalaran langsung

Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses, misalnya abses di lobus
kiri mudah pecah ke perikardium dan intraperitoneum. Perforasi paling sering ke
pleuropulmonal (10-20 %), effuse pleura, kemudian ke rongga intraperitoneum (6-9 %)
selanjutnya perikardium (0,01 %) dan organ-organ lain seperti kulit dan ginjal.1,2

C. Komplikasi vaskuler

Ruptur ke dalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinalis jarang
terjadi.

D. Parasitemia, amebiasis serebral

E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya
otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.

1.8. Penatalaksanaan AHA

Pada prinsipnya pengobatan medikamentosa terdiri dari pemberian amebisid


jaringan untuk mengobati kelainan di hatinya, disusul amebisid intestinal untuk
pemberantasan parasit E. Histolytica di dalam usus sehingga dicegah kambuhnya abses hati.
Perlu diperhatikan pemberian amebisid yang adekuat untuk mencegah timbulnya resistensi
parasit.1,2

Sebagai amebisid jaringan, metronidazole saat ini merupakan pilihan pertama dengan
dosis 3 x 750 mg/hari selama 10 hari. Sebagai pilihan kedua adalah emetin-hidroklorida atau
dehidroemetin, dengan klorokuin. Baik emetin maupun dihidroemetin merupakan amebisid
jaringan yang sangat kuat, didapatkan dalam kadar tinggi di hati, jantung dan organ lain.
Obat ini tidak bisa sebagai amebisid intestinal, kurang sering dipakai oleh karena efek
sampingnya, biasanya baru digunakan pada keadaan yang berat. Obat ini toksik terhadap
otot jantung dan uterus karena itu tidak boleh diberikan pada penderita penyakit jantung
(kecuali perkarditis amebik) dan wanita hamil. Dosis yang diberikan 1 mg emetin/kgBB
selama 7-10 hari atau 1,5 mg dehidroemetin/kgBB selama 10 hari intramuskuler.
Dehidroemetin kurang toksik dibanding dengan emetin.1,2

Amebisid jaringan yang lain ialah klorokuin yang mempunyai nilai kuratif sama
dengan emetin hanya pemberian membutuhkan waktu lama. Kadar yang tinggi didapat pada
hati, paru dan ginjal. Efek samping sesudah pemakaian lama ialah retinopati. Dosis yang
diberikan 600 mg klorokuin basa, lalu 6 jam kemudian 300 mg dan selanjutnya 2 x 150

Status Ilmu Penyakit Dalam 27


mg/hari selama 28 hari, ada pula yang memberikan klorokuin 1 gr/hari selama 2 hari,
diteruskan 500 mg/hari sampai 21 hari.1,2

Sebagai amebisid intestinal bisa dipakai diloksanid furoat 3 x 500 mg/hari selama 10
hari atau diiodohidroksikuin 3 x 600 mg/hari selama 21 hari atau klefamid 3 x 500 mg/hari
selama 10 hari.1 Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara diatas tidak
berhasil, dalam arti kata masih membesar, masih terdapat peninggian suhu badan, nyeri perut
kanan atas, tanda ludwig positif dan gejala lainnya, dapat dilakukan tindakan aspirasi. 1,2

2. Abses Hati Piogenik (AHP)

Abses hati piogenik adalah proses supuratif yang terjadi pada jaringan hati yang
disebabkan oleh oleh invasi bakteri melalui aliran darah, system bilier, maupun penetrasi
langsung. AHP merupakan kasus yang relative jarang.2

2.1. Etiologi AHP

AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi
hygiene/ sanitasi yang kurang. Kebanyakan AHP merupakan sumber infeksi dari tempat lain,
dimana sumber infeksi umumnya berasal dari infeksi organ intraabdomen lain. Kolangitis
yang disebabkan oleh batu maupun striktur merupakan penyebab tersering, terdapat 15%
kasus AHP yang sumber infeksinya tidak diketahui (abses kriptogenik). AHP disebabkan
oleh Enterobacteriaceae, streptokokus mikroaerofili, streptokokus anaerobik, klebsiella
pneumoniae, salmonella typhi, dan sebagainya.2 Dengan menggunakan Teknik isolasi
kuman anaerobic yang ketat, saat ini ditemukan 45-75% AHP disebabkan oleh bakteri
anaerobic ataupun infeksi campuran bakteri aerobic dan anaerobic. Bacteroides dan
fusobacterium merupakan bakteri anaerobic penyebab AHP terbanyak. Infeksi polimikrobial
umumnya disebabkan oleh bakteri anaerobic.7

Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae merupakan kuman yang paling banyak
diisolasi pada kelompok bakteri aerobic gram negative. Klebsiella terutama ditemukan pada
pasien AHP dengan DM dan intoleransi glukosa. Pada kelompok bakteri gram positif,
staphylococci merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada infeksi monomicrobial
. streptococci dan enterococci paling sering ditemukan pada infeksi polimikrobial. Pada studi
besar, ditermuka S. aureus dan streptococcus beta hemolyticus merupakan bakteri penyebab
AHP pada traum, streptococcus grup D, K. pneumonia, dan clostridium sp. Berhubungan
dengan infeksi system bilier, serta bacteroides dan clostridium sp. Berhubungan dengan
penyakit kolon.7

Status Ilmu Penyakit Dalam 28


2.2. Epidemiologi AHP
AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi
hygiene /sanitasi yang kurang. AHP lebih sering terjadi pada pria dibandingkan perempuan,
dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke ±
6. 2 Sekitar 48% kasus abses visceral adalah AHP dan merupakan 13% dari keseluruhan
kasus abses intra-abdominal. Factor resiko terjadinya AHP adalah diabetes melitus (DM),
adanya penyakit penyakit dasar pada organ hepatobilier dan pancreas, serta transplatasi hati.
Sekitar 15-25% kasus AHP terjadi pada pasien dengan DM, 75% pada pasien dnegan
bacteremia portal, dan sekitar 50-60% dengan obstruksi bilier.2

2.3. Patogenesis AHP


Infeksi menyebar ke hati melalui aliran vena porta, arteri saluran empedu, atau
infeksi secara langsung melalui penetrasi jaringan dari focus nfeksi yang berdekatan.
Penyebab tersering adalah appendicitis dan pileflebitis (thrombosis supuratif pada vena
porta). Saat ini, infeksi yang berasal dari system bilier merupakan penyebab terbanyak
terjadinya AHP, diikuti oleh abses kriptogenik. Abses hati piogenik dapat juga merupakan
komplikasi lanjutan dari tindakan endoscopic sphiterectomy untuk mengatasi batu saluran
empedu, ataupun komplikasi lanjut yang terjadi 3 sampai 6 minggu setelah dilakukan biliary-
intestinal anastomosis. Di asia timur dan asia tenggara, AHP dapat merupakan komplikasi
dari kolangitis piogenik rekuren yang ditandai dengan adanya episode kolangitis yang
berulang. Pembentukan batu intrahepatic, ataupun adanya infeksi parasite pada system bilier.
Abses hati piogenik paling sering disebabkan oleh penyakit saluran empedu (35-45
% kasus). Perluasan infeksi di dalam perut (diverticulitis, apendistis, penyakit crohn) lewat
vena porta merupakan penyebab untuk 20 % lainnya. Sisa kasus disebabkan oleh perluasan
infeksi lokal secara langsung, penyebaran hematogen lewat arteri hepatika dari tempat yang
jauh, atau penyebab idiopatik (10-20 %). 8

Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini
memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan
adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh
bakteri tersebut. Adanya penyakit sistim biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu
akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli
akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk
formasi abses filelebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen
sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan

Status Ilmu Penyakit Dalam 29


inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul
menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadi kebocoran saluran empedu
sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya
bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi dan pembentukan
pus.8

2.4. Gejala dan Tanda AHP

Manifestasi klinis AHP biasanya lebih berat dari pada abses hati amebik. Dicurigai
adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas,
yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di
atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan paling utama dengan tipe remiten,
intermiten atau febris kontinu, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
(68 %), mual dan muntah (39%), berat badan menurun (46%). Setelah pemakaian antibiotik
yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis AHP adalah malaise, demam yang tidak terlalu
tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila
abses hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma
sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektasis. Gejala
lainnya adalah rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat
badan, kelemahan badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil
berwarna gelap.2,9

Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris biasa hingga demam/panas tinggi, pada
palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang diperberat
dengan adanya pergerakan abdomen,splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi
kronik, selain itu bisa didapatkan asites, ikterus serta tanda-tanda hipertensi portal. Adanya
ikterus pada 24-52 % kasus biasanya menunjukkan adanya penyakit sistem bilier yang
disertai kolangitis dengan prognosis yang buruk.2,9

2.5. Diagnosis AHP

Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan


laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan gejala dapat ringan,
tetapi biasanya terdapat demam, menggigil, anoreksia, dan penurunan berat badan. Nyeri
perut dan hepatomegali terjadi pada setengah kasus, ikterus pada sepertiganya. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan leukositosis, anemia, peningkatan alkali fosfatase dan bilirubin
serta penurunan albumin adalah penemuan yang khas. Biakan darah positif pada lebih dari
50 % kasus. Diagnosis didasarkan pada deteksi didini lesi oleh pemeriksaan radiologis,
dengan pemastian oleh pemeriksaan ultrasonik atau aspirasi dengan panduan CT. Foto polos

Status Ilmu Penyakit Dalam 30


dapat memperlihatkan akumulasi udara di kuadran kanan atas. Efusi pleura kanan,
atelektasis dan naiknya hemidiafragma juga merupakan petunjuk yang penting. Diagnosis
AHP kadang-kadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik.
Sedangkan diagnosis dini memberikan arti penting dalam pengelolaan AHP karena penyakit
ini dapat disembuhkan. Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT-scan saja,
meskipun pada akhirnya dengan CT-scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk
diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan. Tes serologi yang negatif
menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif
setelah beberapa hari kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan
menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar
emas untuk diagnosis. 2,9

2.6.Pemeriksaan penunjang AHP

Secara umum pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi,


anemia ringan sampai sedang, peningkatan laju endapan darah (LED), peningkatan alkali
fosfatase, peningkatan bilirubin, SGOT, SGPT, berkurangnya kosentrasi albumin serum dan
waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang
yang disebabkan AHP. Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosa banding.
Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar emas untuk
menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. 2,6

Leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri didapatkan pada 60-87 % kasus.
Anemia (biasanya normositik normokrom) ditemukan pada 50 %, sedangkan peninggian
alkali fosfatase (90%), kadar albumin serum dibawah 3 gr% (33-74 %) dan waktu
protrombin memanjang (34-54 %) menunjukkan bahwa kegagalan fungsi hati ini disebabkan
abses di dalam hati.1,9,11 Pada zaman sebelum ada antibiotika bakteri penyebab abses ini
adalah E. Coli, S.aurens dan S.hemolyticus, tetapi semenjak ditemukannya dan
digunakannya antibiotik/kemoterapeutik maka bakteri aerob gram negatif seperti P. vulgaris,
A.aerogenes, S. Faecalis dan P.aeroginosa secara tersendiri atau bersama-sama dapat
ditemukan pada kultur dari pus abses hati. Selain itu kuman anaerob ( Bacteriodes,
Fusobacterium, Clostridium, dan Actinomyces) juga bisa ditemukan pada pus yang berbau
busuk.2,6

Pada foto thoraks/foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi
pleural, atelektasis basiler, empiema atau abses paru. Kelainan-kelainan ini ditemukan pada
20-82 % kasus. Pada foto thoraks PA sudut kardio-frenikus tertutup, pada posisi lateral sudut
kosto-frenikus anterior tertutup. Dibawah diafragma mungkin terlihat bayangan udara atau
“air fluid level”. Abses di lobus kiri akan mendesak kurvatura minor seperti tampak pada

Status Ilmu Penyakit Dalam 31


foto dengan kontras barium. Secara angiografik abses merupakan daerah avaskuler.1
Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu abdominal CT-scan atau MRI, ultrasonografi
abdominal dan biopsi hati, kesemuanya saling menunjang sehingga memiliki nilai diagnostik
semakin tinggi. Abdominal CT-scan memiliki sensitifitas 95-100% dan dapat mendeteksi
luasnya lesi hingga kurang dari 1 cm. Ultrasound abdomen memiliki sensitifitas 80-90 %,
Ultrasound Gided Aspirate for Culture and Special Stain, dengan kultur hasil aspirasi
terpimpin dengan ultrasound didapatkan positif 90 % kasus, sedangkan gallium dan
technectium radionuclide scanning memiliki sensitivitas 50-90 %. 2

2.7. Komplikasi AHP

Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti : 1,2

 Septikemia/bakterimia dengan mortalitas 85 %, ruptur abses hati disertai peritonitis


generalisata dengan mortalitas 6-7 %, kelainan pleuropulmonal, gagal hati,
perdarahan ke dalam rongga abses, empiema, effusi pleura, fistula hepatobronkial,
ruptur kedalam perikard atau retroperitoneum.
 Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diathesis hemoragik, infeksi luka, abses
rekuren, perdarahan sekunder, gagal hati dan terjadi rekurensi atau reaktifasi abses.

2.8. Penatalaksanaan AHP

Penatalaksanaan AHP dengan menggunakan antibiotika spektrum luas oleh karena


penyebab abses terdapat di dalm cairan abses yang sulit dijangkau dengan antibiotika
tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Pada terapi awal menggunakan penisilin. Selanjutnya,
dikombinasikan antara ampisilin, minoglikosida atau sefalosporin generasi III dan
klidamisin atau metronidazol. Jika dalam waktu 48 – 72 jam, belum ada perbaikan klinis dan
laboratoris, maka antibiotika yang digunakan diganti dengan antibiotika yang sesuai dengan
hasil kultur sensifitas aspirat abses hati. Pengobatan parenteral dapat dirubah menjadi oral
setelah pengobatan parenteral selama 10 – 14 hari, dan kemudian dilanjutkan kembali hingga
6 minggu kemudian. Penatalaksanaan secara konvesional adalah dengan drainase terbuka
secara operasi dan antibiotik spektrum luas. Penatalaksanaan saat ini, adalah menggunakan
drainase perkutaneus abses intraabdominal, infeksi ataupun terjadi kesalahan dalam
penempatan kateter drainase, kadang – kadang pada HAP multipel diperlukan reseksi hati.
2,8,9

Status Ilmu Penyakit Dalam 32


3. Diagnosis Banding Abses Hati
3.1. Hepatitis virus
Hepatistis virus merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hampir
semua kasus hepatitis virus disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus yaitu : virus
hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D
(HDV), dan virus hepatitis E (HEV).

Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala prodromal
yang non spesifik dan gejala gastrointestinal, seperti malaise, anoreksia, mual dan muntah.
Gejala flu, faringitis, batuk, fotofobia, sakit kepala, dan mialgia. Awitan gejala cenderung
muncul mendadak pada HAV dan HEV pada virus yang lain secara insidious. Demam jarang
ditemukan kecuali pada infeksi HAV. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna
gelap, pruritus (biasanya ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus
meningkat.Gejala prodromal menghilang pada saat timbul ikterus, tetapi gejala anoreksia,
malaise dan kelemahan dapat menetap. Pemeriksaan fisis menunjukkan pembesaran dan
sedikit nyeri tekan pada hati, splenomegali ringan dan limfadenopati dapat ditemukan pada
15-20 % pasien.2

3.2.Karsinoma Hepatoselular (HCC)

Merupakan tumor ganas primer yang berasal dari hepatosit. Di Indonesia HCC
dtemukan tersering pada median umur 50-60 tahun dengan predominasi pada laki-laki. Rasio
antara kasus laki-laki dan perempuan sekitar 2-6 : 1. Mekanisme karsinogenesis HCC belum
sepenuhnya diketahui. Apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat
terjadi melalui peningkatan (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera dan regenerasi
kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hepatitis virus kronik, alkohol
dan penyakit hati metabolik (seperti hemokromatosis dan defisiensi antitripsin alfa1) dapat
menyebabkan cedera kronik,regenerasi dan sirosis pada hepar.2

Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari asimtomatik hingga yang gejala dan
tandanya sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah
nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan atas abdomen atau teraba pembengkakan
lokal di hepar patut dicurigai menderita HCC. Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia,
kembung, konstipasi atau diare. Sesak napas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang
menekan diafragma atau karena sudah ada metastasis di paru. Sebagian pasien HCC sudah
menderita sirosis hati, baik yang masih dalam stadium kompensasi, maupun yang sudah
menunjukkan tanda-tanda gagal hati seperti malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan
ikterus. Temuan fisis tersering pada HCC adalah hepatomegali dengan atau tanpa ‘bruit’
hepatic, splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi otot. Pada pemeriksaan penunjang

Status Ilmu Penyakit Dalam 33


didapatkan kadar AFP serum ≥ 400 ng/mL disertai dengan pemeriksaan USG abdomen yang
menunjang adanya karsinoma hepar dan CT atau MRI yang menunjukkan daerah
hipervaskularisasi arterial dari nodul.2

4. Pencegahan Abses Hati

Infeksi amuba disebabkan melalui konsumsi makanan atau air yang tercemar dengan
kista. Karena pembawa asimtomatik dapat mengeluarkan hingga 15 juta kista per hari,
pencegahan infeksi membutuhkan sanitasi yang memadai dan pemberantasan pembawa
kista. Pada daerah beresiko tinggi, infeksi dapat diminimalkan. Pencegahan merupakan cara
efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati piogenik yaitu dengan cara segera
dekompresi pada keadaan obstruksi biliar baik akibat batu empedu maupun proses
keganasan, setiap ligasi arteri hati harus disertai pemberian antibiotic, sepsis intrabdominal
harus segera diatasi.2

5. Prognosis Abses Hati

Beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis abses : 1

 Usia, makin tua prognosis akan makin buruk.


 Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita.
 Lokalisasi abses, mudah/sukar dicapai untuk drainase
 Virulensi parasit/bakteri.
 Letak dan jumlah abses, abses soliter prognosis lebih baik dibandingkan dengan
abses ganda multiple
 Stadium penyakit
 Adanya komplikasi septikemia, abses subfrenik, ruptur ke organ lain
 Bakterimia poli mikroba
 Gangguan faal hati.

Prognosis yang buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika
hasil kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab multipel, tidak dilakukan
drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya
penyakit lain.1

Status Ilmu Penyakit Dalam 34


Daftar Pustaka

1. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary D. Dalam: Panduan Praktik


Klinis. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Juli, 2017. h.
217.
2. Wenas, Nelly Tendean, Waleleng. B.J. Abses hati piogenik. Dalam : Sudoyo,Aru W.
Setiyohadi,Bambang. Alwi,Idrus. Simadibrata,Marcellus. Setiati,Siti. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461.
3. Junita,Arini. Widita,Haris. Soemohardjo,Soewignjo. Beberapa kasus abses hati
amuba. Dalam : Jurnal penyakit dalam vol. 7 nomor 2. Mei 2006. 1 November 2011.
Diunduh dari :
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/beberapa%20kasus%20abses%20hati%20amuba
%20(dr%20arini).pdf.
4. Kim A. Y.Chung. R. Dalam: bacterial, parasitic, and fungal infection of the liver,
including liver abscess. Philadelphia. 2010. Saunders Elseevier.
5. Sharma N, Varma. S. dalam: Amoebic liver abscess in the medical emergency of a
north indian hospital. BMC Research Notes. 2010; 3: 21.
6. Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul. Anatomi
hati. Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic resonance imaging
(MRI) hati. Abses hati. Penyakit hati parasit. Dalam : Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul.
Lesmana, Laurentius A. Noer, Sjaifoellah M. Buku ajar ilmu penyakit hati edisi
pertama. Jakarta : Jayabadi. 2007. Hal 1, 80-83, 93-94, 487-491, 513-514.
7. Nickloes, Todd A. Pyogenic liver abcesses. January 23th, 2009. November 1st, 2011.
Available from http://emedicine.medscape.com/article/193182-overview#showall.
8. Heneghan HM dkk. Dalam : Modern Management of pyogenic hepatic abscess: a
case series and review of the literature. BMC Research notes. 2011; 4:80.
9. Malik AA, Bari SUL, dkk. Dalam : Pyogenic Liver abscess changing pattern in
approach. World J Gastrointest Surg 2010; 2 (12): 395-401.

Status Ilmu Penyakit Dalam 35

Anda mungkin juga menyukai