Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Neurologi
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Neurologi
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271).
Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan fungsi normal otak
karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena
robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema
serebral disekitar jaringan otak (Batticaca Fransisca, 2008, hal 96).
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap
kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak. (Pierce Agrace & Neil R. Borlei,
2006 hal 91).
Berdasarkan Glassgow Coma Scale (GCS) cedera kepala atau otak dapat di bagi menjadi 3
gradasi :
1. 2. Anatomi Fisiologi
Otak dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1. Duramater : Lapisan luar, berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat yang bersifat liat,
tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-abu.
2. Arachnoid : Membran bagian tengah, bersifat tipis dan lembut. Berwarna putih
karena tidak dialiri darah, terdapat pleksus khoroid yang memproduksi cairan
serebrospinal (CSS) terdapat villi yang mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk ke
dalam sistem (akibat trauma, aneurisma, stroke).
3. Piamater : Membran paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang
menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan otak.
Serebrum: merangsang dan menghambat dan tanggung jawab terhadap koordinasi gerak,
keseimbangan, posisi.
Sirkulasi Serebral
Menerima kira-kira 20% dari curah jantung/750 ml per menit. Sirkulasi ini sangat
dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan, sementara mempunyai kebutuhan
metabolisme yang tinggi.
1) Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini dapat kita raba
dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula, sepasang pembuluh darah ini
setelah masuk ke rongga tengkorak akan bercabang menjadi tiga :
Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut arteri komunikan
posterior.
2) Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini tidak dapat diraba
oleh karena kedua pembuluh darah ini menyusup ke bagian samping tulang leher, pembuluh
darah ini memperdarahi batang otak dan kedua otak kecil, kedua pembuluh darah tersebut
akan saling berhubungan pada permukaan otak pembuluh darah yang disebut anastomosis.
Menerima nutrisi melalui cabang-cabang arteri vetebralis melalui cabang aorta thorakalis dan
aorta abdominalis. Arteri medula spinalis dan sistem vena berjalan secara paralel satu dengan
lainnya dan mempunyai hubungan percabangan yang luas untuk mencukupi suplay darah ke
jaringan-jaringan. Dibentuk oleh pleksus koroideus, dan bersirkulasi dalam ventrikel-
ventrikel dan ruang subaraknoid. CSF terdiri dari air, elektrolit, oksigen, karbondioksida,
glukosa dan sedikit protein, serta konsentrasi kalium dan klorida yg tinggi. Produksi dan
reabsorbsi CSF berlangsung konstan serta volume total CSF sekitar 125 cc dengan kecepatan
sekresi CSF perhari 500 – 750 cc. Tekanan dalam cairan CSF sekitar 5 sampai 12 cm H2O.
1. 3. Etiologi
1. Sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan
cedera oleh raga.
2. Cedera kepala terbuka sering disebabkan akibat benda tajam dan tembakan
sehingga dapat menyebabkan fraktur tulang dan laserasi dura mater.
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat
sobekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya
penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pemeriksaan CT scan
didapatkan adanya daerah hiperdens yang diindikasi dilakukan operasi jika single, diameter
lebih dari 3 cm, perifer, adanya pergerakan garis tengah, dan secara klinis hematoma tersebut
dapat menyebabkan ganguan neurologis /lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah
evakuasi hematoma disertai dekompresi dari tulang kepala.
Subdural hematoma adalah terkumpulnya darah antara dura mater dan jaringan otak, dapat
terjadi akut kronis. Terjadi akibat pecahan pembuluh darah vena/jembatan vena yang
biasanya terdapat diantara dura mater, perdarahan lambat dan sedikit. Pengertian lain dari
subdural hematoma adalah hematoma yang terletak dibawah lapisan dura mater dengan
sumber perdarahan dapat berasal dari Bridging vein (paling sering), A/V cortical, sinus
venosus duralis. Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematoma dibagi
menjadi tiga meliputi subdural hematoma akut terjadi kurang dari 3 hari dari kejadian,
subdural hematoma subakut terjadi antara 3 hari – 3 minggu dan subdural hematoma kronis
jika perdarahan terjadi lebih dari 3 minggu.
Secara klinis subdural hematoma akut ditandai dengan adanya penurunan kesadaran, disertai
adanya lateralisasi yanag paling sering berupa hemiparese/hemiplegia dan pemeriksaan CT
scan didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit (cresent).
Indikasi operasi, menurut Europe Brain Injury Commition (EBIC), pada perdarahan subdural
adalah jika perdarahan lebih dari 1 cm. Jika terdapat pergesaran garis tengah labih dari 5 mm.
Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematoma, menghentikan sumber perdarahan. Bila
ada edema serebri biasanya tulang tidak dikembalikan (dekompresi) dan disimpan sugalea.
Prognosis dari klien SDH ditentukan dari GCS awal saat operasi, lamanya klien datang
sampai dilakukan operasi, lesi penyerta dijaringan otak, serta usia klien pada klien dengan
GCS kurang dari 8 prognosisnya 50%, semakin rendah GCS maka semakin jelek
prognosisnya. Semakin tua klien maka semakin jelek prognosisnya. Adanya lesi lain akan
memperjelek prognosisnya.
Gejala dari subdural hematoma meliputi keluhan nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik
diri, perubahan proses pikir (berpikir lambat), kejang, dan edema pupil.
Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan tulang, biasanya
sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica media (paling sering), vena diploica
(oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus venosus duralis. Secara klinis
ditandai dengan penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (ada ketidaksamaan antara
tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yang dapat berupa hemiparese/hemiplegia,
pupil anisokor, adanya refleks patologis satu sisi, adanya lateralisasi dan jejas pada kepala
menunjukan lokasi dari EDH. Pupil anisokor /dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi
dengan lokasi EDH sedangkan hemiparese/hemiplegia letaknya kontralateral dengan lokasi
EDH. Lucid interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat terjadi pada
perdarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai sebagai patokan dari
prognosisnya. Semakin panjang lucid interval maka semakin baik prognosisnya klien EDH
(karena otak mempunyai kesempatan untuk melakukan kompensasi). Nyeri kepala yang
hebat dan menetap tidak hilang pemberian analgetik. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan
gambaran area hiperdens dengan bentuk bikonveks di antara 2 sutura, gambaran adanya
perdarahan volumenya lebih dari 20 cc atau lebih dari 1 cm atau dengan pergeseran garis
tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematoma,
menghentikan sumber perdarahan sedangkan tulang kepala dapat dikembangkan. Jika saat
operasi tidak didapatkan adanaya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembangkan jika
saat operasi didapatkan dura mater yang tegang dan dapat disimpan subgalea.
1. 4. Patofisiologi
Kerusakan otak yang dijumpai pada cedera kepala dapat terjadi melalui dua cara
Derajat kerusakan dipengaruhi oleh kekuatan yang menimpa. Ada 2 macam kekuatan yang
dihasilkan :
Kerusakan terjadi waktu energi atau kekuatan diteruskan pada otak. Banyak energi diserap
oleh lapisan pelindung yaitu : rambut, kulit kepala dan tengkorak. Tetapi pada cidera berat
penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi otak.
Jika kepala bergerak dan berhenti dengan mendadak dan kasar, kerusakan tidak hanya
disebabkan oleh cidera setempat tetapi juga oleh akselerasi dan deselarasi. Kekuatan
akselerasi dan deselerasi menyebabkan isi dalam tengkorak yang keras bergerak, sehingga
memaksa otak membantur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan
benturan dan dampak yang terjadi adalah cedera jaringan otak.
Setiap kali jaringan mengalami cidera, akan terjadi perubahan isi cairan intrasel dan ekstrasel.
Penigkatan suplai darah ketempat dimana terjadi cidera yang menimbulkan tekanan
intracranial mengalami penigkatan sebagai akibat cidera sirkulasi otak untuk mengatur volum
darah ke otak yang mengalami kemampuannya sehingga menyebabkan iskemia pada otak.
Tanda dan gejala yang timbul dapat berupa ganguan kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil,
serangan (onset) tiba-tiba berupa defisit neuorologis, perubahan tanda vital, ganguan
penglihatan, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo(pusing), ganguan
pergerakan, kejang, dan syok akibat cidera multi sistem.
3) Muntah
5) Kejang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi :
1. CT Scan ( dengan/tanpa kontras)
1. Cerebral angiografi
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi
edema, perdarahan, dan trauma.
1. Sinar X
1. Kadar elektrolit
1. Screen toxicology
1. 7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor mempertahankan
fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status neurologis (disability,
exposure), maka faktor yang harus diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri
yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun
pada otak yang mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih
rendah.
Selain itu perlu dikontrol kemungkinan intrakranial yang meninggi disebabkan oleh edema
serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan
tekanan intracranial ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan
hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolism
intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakni dengan intubasi endotrakeal.
Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada klien-klien yang koma untuk mencegah terjadinya
PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan
tekanan kranial.
1. Bedrest total
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
3. Pemberian obat-obatan
3) Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau glukosa
40%, atau gliserol 10%.
4) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (panisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.
1. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan
apa-apa, hanya cairan infus dextrose 5%, aminofusin, aminopel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
2. Pada trauma berat. Hari-hari pertama didapat klien mengalami penurunan kesadaran
dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama ( 2 – 3
hari) tidak perlu banyak cairan. Dextrosa 5% selama 8 jam pertama, ringer dextrose 8
jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah
maka makanan diberikan melalui nasogastric tube (25000-3000 TKTP). Pemberian
protein tergantung dari nilai urenitrogennya.
1. 8. Komplikasi
Komplikasi yang timbul adalah peningkatan TIK, kehilangan sensori dan motorik,
kerusakan otak, dan disfungsi syaraf cranial.
Tindakan operatif yang dapat diberikan adalah kraniotomy atau trepanasi serta debridement.
2) Riwayat trauma.
2) Gangguan menelan
3) Kehilangan penyerapan
4) Hipertermi
1. Pola eliminasi
1) Kelemahan fisik
1) Gelisah
3) Cenderung tidur.
2) Gangguan penglihatan
4) Kelemahan
2) Penyimpangan seksualitas
1. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
2) Emosi labil
3) Mudah tersinggung
1. 2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien cedera kepala sedang menurut
Doengoes Marilyn E (2000 : 273)
1. 3. Rencana Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan adanya edema atau
hematoma dan perdarahan otak.
Tujuan : Perfusi jaringan cerebral optimal secara bertahap setelah di lakukan tindakan
keperawatan dalam waktu 7 x 24 jam
Sasaran :
1) Kaji keluhan, observasi TTV tiap 2-4 jam dan kesadaran klien
mempengaruhi).
penurunan kesadaran.
6) Anjurkan orang terdekat ( keluarga ) untuk bicara dengan klien walaupun hanya lewat
sentuhan.
neurologis.
1. Resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler ( cidera pada pusat pernapasan )
Tujuan : bersihan jalan nafas kembali efektif setelah dilakukan tindakan
keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam.
Intervensi :
intervensi selanjutnya.
4) Anjurkan klien untuk batuk efektif dalam melakukan nafas dalam jika
klien sadar
menyebabkan hypoxia.
6) Lakukan clapping dan vibrasi pada klien terutama pada pada area
punggung.
oksigen.
Rasional : bronkodilator sebagai pengencer dahak dan oksigen memberi kemudahan klien
dalam bernafas.
1. Perubahan pesepsi sensori yang berhubungan dengan perubahan persepsi
Sasaran :
Intervensi :
sensorik.
Rasional : fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh adanya
gangguan sirkulasi, oksigenasi, kerusakan dapat terjadi
3) Bicara dengan suara lembut dan pelan, gunakan kalimat yang pendek dan sederhana,
pertahankan kontak mata.
4) Buat jadwal istirahat yang adekuat/ periode tidur tanpa ada gangguan.
Sasaran :Klien mampu melakukan aktivitas ringan seperti mandi sendiri dikamar mandi,
keluhan nyeri dikepala kurang.
Intervensi :
karena tekanan.
seluruh tubuh.
kemampuan.
keberhasilan
indikasi.
Rasional : membantu dengan metode pengajaran yang baik untuk
jam.
Sasaran :
Tidak terdapat tanda infeksi (tumor, dolor, kalor, rubor dan fungsileisa).
TTV dalam batas normal.
Luka tampak bersih
Intervensi :
kulit.
Sasaran :
Intervensi :
lambung.
emetik.
Rasional : untuk mencukupi intake yang kurang dan mengurangi mual
dan muntah.
1. 4. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan adalah asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan yang
sistematis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Sebelum melakukan
rencana tindakan keperawatan, perawat hendaklah menjelaskan tindakan keperawatan yang
dilakukan terhadap pasien. Dalam pelaksanaan, perawatan melakukan fungsinya sebagai
independent, interdependent dan dependent. Pada fungsi independent perawat melakukan
tindakan atas dasar inisiatif sendiri. Contohnya memberikan latihan pernapasan perut dalam
posisi duduk dan berbaring. Pada fungsi interdependent, perawat melakukan fungsi
kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya. Dan fungsi independent perawat melakukan fungsi
tambahan untuk menjalankan program dari tim kesehatan lain seperti pengobatan.
Di samping itu perawat harus memperhatikan keadaan umum dan respon pasien selama
pelaksanaan. Dan untuk melatih pasien agar mandiri, sebaiknya dalam tahap pelaksanaan ini
adalah sebagai berikut : persiapan, pelaksanaan dan dokumentasi. Pada fase persiapan,
perawat dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan. Selain itu perawat juga harus
mampu menganalisa situasi dan kondiri pasien baik fisik maupun mentalnya sehingga dalam
merencanakan, memvalidasi rencana serta dalam pelaksanaannya perawat akan terhindar dari
kesalahan.
1. 5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan yang dapat digunakan sebagai alat
pengukur keberhasilan suatu rencana keperawatan yang telah dibuat. Meskipun evaluasi
dianggap sebagai tahap akhir dari proses keperawatan proses ini tidak berhenti, yang telah
terpecahkan dan masalah yang perlu dikaji ulang, direncanakan kembali, dilaksanakan dan
dievaluasikan kembali.
1. 6. Discharge Planning
2. Jelaskan kepada keluarga, bahwa perubahan yang terjadi pada pasien bukan
merupakan bentuk kelainan jiwa, tetapi adalah komplikasi dari benturan yang dialami
pasien.
3. Anjurkan pada keluarga, agar pada saat berbicara dengan pasien menggunakan
metode “kembali ke realita”
4. Anjurkan pada keluarga agar tidak merubah posisi/letak barang-barang yang ada di
rumah khususnya kamar pasien.
5. Anjurkan pada keluarga untuk membantu pasien dalam perawatan diri dan
pemenuhan kebutuhan dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin, (2008), Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Brunner and Suddarth (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Hardjasaputra, S.L.P. dkk (2002). DOI Data Obat Indonesia. Edisi 10 Jakarta: Grafidian
Mediapress
Pierce A. Grace & Neil R. Borley, (2006). Ilmu Bedah, Jakarta : Erlangga