Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH KELAS PEMUPUKAN

Kombinasi Bahan Pelapis Kitosan dan Zeolit pada Pupuk


Slow Release

Disusun oleh:
Nama : Angga Perdana
NIM : 15/378168/PN/13974

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
I. LATAR BELAKANG

A. Pendahuluan
Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk
mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik.
Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun non-organik (mineral). Pupuk berbeda dari
suplemen. Pupuk mengandung bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran proses
metabolisme. Meskipun demikian, ke dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat ditambahkan
sejumlah material suplemen. Dalam aplikasi pupuk harus diperhatikan kebutuhan hara tanaman,
agar tanaman tidak mendapatkan suplai hara secara berlebihan. Suplai hara yang terlalu sedikit
atau terlalu banyak dapat membahayakan pertumbuhan tanaman. Pupuk dapat diberikan lewat
tanah ataupun disemprotkan ke permukaan daun.

Pupuk urea merupakan jenis pupuk yang banyak digunakan dalam bidang pertanian,
dimana pupuk tersebut memiliki satu atau lebih hara tanaman. Kegunaan pupuk urea secara
garis besar, dapat mengubah sifat fisika, kimia dan biologi tanah bagi pertumbuhan tanaman (1).
Salah satu unsur yang paling banyak terkandung didalam pupuk urea yaitu adalah unsur N
(nitrogen). Unsur nitrogen merupakan unsur yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman dalam
proses pertumbuhan dan dapat dikatakan juga sebagai unsur esensial bagi tanaman. Namun disisi
lain, unsur N tersebut mudah hilang karena beberapa faktor yang mempengaruhi, salah satunya
adalah faktor pencucian. Hal ini terjadi dikarenakan sifat pupuk urea yang mudah menyerap dan
mudah larut dalam air.

Salah satu usaha peningkatan efisiensi pemupukan adalah dengan membuat pupuk
tersebut dalam bentuk slow release. Penggunaan pupuk majemuk yang sifat slow release
diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah unsur hara akibat pencucian, penguapan dan
aliran permukaan. Menurut Trenkel (2010), penggunaan pupuk slow release dapat
mengurangi kehilangan hara dan ningkatkan efisiensi penggunaan hara oleh tanaman,
mengurangi 20-30% kehilangan hara pada aplikasi pemupukan konvensional serta dapat
mengurangi resiko keracunan pada tanaman. Pupuk slow release memainkan peran penting
dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk oleh tanaman dengan mengurangi
frekuensi pemupukan, sehingga mengurangi pencemaran lingkungan dan mengarah ke
perkembangan pertanian berkelanjutan (Elizabeth 2000).

Oleh karena itu, perlu dikaji cara lain agar kandungan unsur yang terdapat dalam pupuk
urea tidak mudah hilang. Salah satunya adalah dengan melapisi pupuk urea dengan
menggunakan bahan pelapis (polimer) yang biasa disebut dengan slow release fertilizer. Slow
release fertilizer merupakan salah satu jenis pupuk yang berfungsi untuk memperlambat
pelepasan unsur – unsur atau pelepasan secara bertahap. Prinsip utama dari pupuk SRF adalah
dengan membuat suatu hambatan berupa interaksi molekular sehingga zat hara dalam pupuk
tidak mudah lepas ke lingkungan (Aviantri dan Dina, 2017).
B. Tujuan
1. Mengetahui peranan kitosin dan zeolit dalam pembuatan pupuk slow release
II. ISI

Pupuk adalah senyawa kimia yang digunakan dalam pertanian untuk menaikkan hasil panen.
Pada penggunanakan pupuk, tanaman hanya menyerap sebagian nutrisi, yaitu sekitar 40-70% dari
nitrogen dalam pupuk, 80-90% dari fosfor dalam pupuk dan 50-70% dari kalium (Saigusa, 2000).
Nitrogen merupakan salah satu nutrisi yang terkandung didalam pupuk majemuk yang paling sedikit
diserap oleh tanaman, Hal tersebut disebabkan karena tanah dan tanaman berkompetisi dalam
menyerap nutrisi yang ada dalam pupuk. Untuk mengatasi permasalahan tersebut salah satunya
dapat dilakukan dengan cara memperlambat pelepasan nutrisi pada pupuk, cara ini disebut juga
dengan slow release fertilizer (SRF). Salah satu metode pembuatan pupuk SRF adalah dengan
cara pelapisan. Metode ini telah banyak dilakukan oleh para ilmuwan, akan tetapi pada tahun
1995/1996 didapatkan bahwa setelah konsumsi pupuk SRF banyak polimer yang tertinggal di
tanah yaitu sekitar 50 Kg/Ha per tahun (Trenkel, 2010).
Oleh karena itu, dibutuhkan material yang lebih mudah terurai dan aman terhadap lingkungan
yaitu salah satunya meggunakan kitosan. Penggunaan kitosan sebagai matriks pelapis pada
pembuatan pupuk SRF memiliki kelemahan yaitu ketika membentuk hidrogel pupuk yang
dihasilkan mempunyai daya serap air (swelling) yang lemah (Tongsai dan Suprane, 2010).
Untuk itu diperlukan penambahan polimer lain yang bersifat hidrofobik untuk memperbaiki sifat
kitosan tersebut, salah satunya adalah zeolit. polimer tersebut memiliki sifat yang sangat
unik, diantaranya memiliki kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi, serta mampu menjerap ion
ammonium dan strukturnya yang porous. Sifat-sifat tersebut menjadikan zeolit mampu berperan
sebagai bahan untuk pembuatan pupuk SRF. Dengan kemampuan pertukaran ammonium yang
tinggi, zeolit dapat mengikat dan menyimpan ammonium sementara untuk dilepaskan kembali
(Suwardi dkk, 2006). Dengan mengkombinasikan kitosan, zeolit dan pupuk urea diharapkan dapat
menghasilkan pupuk SRF yang baik.

Zeolit didefenisikan sebagai senyawa aluminosilikat yang mempunyai struktur kerangka tiga
dimensi dengan rongga didalamnya. Struktur kerangka zeolit tersusun atas unit-unit tetrahedral

(AlO 4 )-5 dan (SiO 4 )-4 yang saling berikatan dengan 4 atom oksigen membentuk pori-pori
zeolit. Ion silikon bervalensi 4, sedangkan aluminium bervalensi 3. Hal tersebut menyebabkan
struktur zeolit kelebihan muatan negatif. Kitosan berada dalam suasana asam, maka gugus aktif –

NH 2 berada dalam bentuk terprotonasi (–NH 3 +). Muatan-muatan positif pada kitosan yang
terprotonasi tersebut berinteraksi dengan muatan-muatan negatif pada permukaan zeolit dan
membentuk linkage antara kitosan dan zeolit sehingga kitosan dapat menempel dan menutupi
permukaan zeolit (Utami, 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arif dan Dina (2017), menunjukksn bahwa
Pemberian pupuk PK (pupuk urea kitosan) didapatkan nilai daya serap air (swelling) sebesar
2.8789%, pupuk PKZ 3% (pupuk urea kitosan zeolit 3%) 7.0106%, pupuk PKZ 5% (pupuk urea
kitosan zeolit 5%) 28.9956% dan pupuk PZ (pupuk urea zeolit) 36.9764%, sedangkan daya serap
air (swelling) pupuk urea sebesar 0% karena ketika terjadi penyiramaan maka pupuk urea larut
sempurna sehingga di dapatkan massa akhir sebesar nol. Pengujian daya penyerapan air (swelling)
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar suatu sampel pupuk mampu untuk menyerap air, karena
nantinya hal ini berpengaruh pada pola pelepasan unsur dari pupuk tersebut.

Pemberiaan pupuk PK (urea-kitosan) menunjukkan daya serap air yang rendah. Hal ini
disebabkan karena Kitosan mempunyai sifat pelapis pupuk yang baik, akan tetapi kitosan
mempunyai daya serap air (swelling) yang rendah. Hal ini menyebabkan pelepepasan pupuk akan
sangat lama sekali sehingga sulit untuk diserap tanaman. Sedangkan pada pemberian pupuk yang
mempunyai daya serap air paling tinggi adalah pupuk urea yang hanya dilapisi zeolit yaitu
36.9764%. Hal tersebut disebabkan karena zeolit merupakan mineral yang mempunyai sifat
hidrofobik yang baik karena memiliki pori2 yang besar, zeolit hanya mengikat unsur N dan ketika
tanaman membutuhkannya Zeolit akan melepas unsur N tersebut tanpa mengubah strukturnya. Oleh
karena itu, dengan dikombinasikannya kitosan dengan zeolit menunjukkan hasil yang signifikan
dalam penyerapan air, sehingga pelepasan pupuknya juga lambat.
III. KESIMPULAN

1. Kitosan berperan dalam melapisi pupuk namun sifatnya yang sukar menyerap air
(hidrofobik), sedangkat zeolit sifatnya hidrofobik yang baik karena memiliki pori-pori
yang besar dan sifat tukar kation yang baik sehingga sangat kedua unsur ini sangat
cocok dikombinasikan dalam pembuatan pelapis untuk pupuk slow release.
DAFTAR PUSTAKA

Aviantri, Firdas dan Dina Kartika Maharani. 2017. Pelepasan Nitrogen Pada Pupuk
Slow Release Urea dengan Menggunakan Matriks Kitosan – Bentonit.
UNESA Journal of Chemistry Vol. 6, No. 1,68 – 72.

Elizabeth A G. 2000. Preplant slow release-nitrogen fertilizers produce similiar bell pepper
yields as split applications of soluble fertilizer. Agronomy Journal. 92: 388-393.

Saigusa M. 2000. Broadcast application versus band application of polyolefin-coated


fertilizer on green peppers grown on andisol. Journal of Plant Nutrition, 23,
1485–1493

Suwardi, Tenar Gigih Prakoso, Mochamad Rosjidi, Akhmad Jufri, Sulastri,


Syarifuddin Sitonis. 2006. Studi slow release fertilizer (SRF): Uji efisiensi pupuk
tersedia lambat campuran urea dengan zeolite. Prosiding seminar nasional zeolit V.
Bandar.

Tongsai Jamnongkan, Supranee Kaewpirom. 2000. Potassium Release Kinetics and


Water Retention of Controlled-Release Fertilizers Based. J Polym Environ. 18:413–
421.

Trenkel, M.E. 2010. Slow and Controlled-Releaseand Stabilized Fertilizers: An Option for
Enhancing Nutrient Effisiensy in Agriculture. Second Edition.

Utami Rina. 2012. Modifikasi zeolit alam dengan kitosan sebagai adsorben ion logam
berat dan studi kinetikanya terhadap ion Pb (II). Skripsi: Depok. FMIPA UI.

Anda mungkin juga menyukai