Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CLOSE FRAKTUR


ACETABULUM DI RUANG 19 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH:
Elik Anistina, S.Kep.
NIM 182311101070

PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
OKTOBER, 2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Close Fraktur Acetabulum di


Ruang 19 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang telah disetujui dan di sahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang 19 RSUD Dr. Saiful Anwar

Malang, 2018
Mahasiswa

Elik Anistina, S.Kep.


NIM 182311101070

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Bedah Ruang 19
FKep Universitas Jember RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Ns. Mulia Hakam S, M. Kep Anugrah Bawanto A, S. Kep.Ners


NIP. 19810319201404 1004 NIP 1969100 2 19970 1 004

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Close Fraktur Acetabulum di


Ruang 19 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang telah disetujui dan di sahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang 19 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Malang,
Mahasiswa

Elik Anistina, S.Kep.


NIM 182311101070

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Bedah Ruang 19
FKep Universitas Jember RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Ns. Mulia Hakam S, M. Kep Anugrah Bawanto A, S. Kep.Ners


NIP. 19810319201404 1004 NIP 1969100 2 19970 1 004

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
LAPORAN PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Konsep Anatomi Fisiologi Acetabulum ............................................... 1
B. Definisi Acetabulum ............................................................................ 3
C. Epidemiologi ........................................................................................ 4
D. Etiologi ................................................................................................. 4
E. Klasifikasi ............................................................................................ 5
F. Patofisiologi ......................................................................................... 5
G. Manifestasi Klinis ................................................................................ 6
H. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 7
I. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi .......................... 10
J. Clinical Pathway .................................................................................. 12
K. Penatalaksanaan Keperawatan ............................................................. 13
a. Pengkajian/Assesment .................................................................... 13
b. Diagnosa Keperawatan .................................................................. 17
c. Intervensi Keperawatan.................................................................. 23
d. Evaluasi Keperawatan .................................................................... 29
e. Discharge Planning ....................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 30

iv
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN CLOSE FRAKTUR ACETABULUM
Oleh : Elik Anistina, S.Kep

Konsep Teori tentang Penyakit


A. Anatomi Fisiologi

Risnanto dan Insani


(2014) menjelaskan bahwa
tulang merupakan istilah
yang berasal dari embrionic
healing cartilage melalui
proses osteogenesis menjadi
tulang. Proses osteogenesis
terjadi karena adanya sel
yang disebut osteoblast.
Sistem rangka manusia
dipelihara oleh sistem
haversian yaitu sistem yang
berupa rongga yang
ditengahnya terdapat pembuluh darah.

Tulang manusia tersusun atas berbagai komponen, yaitu sel, matriks protein,
dan mineral. Sel terdiri dari tiga jenis dasar yaitu osteosit, osteoblas, dan
osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dan mensekresikan
matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen, dan 2% substansi dasar.
Matriks merupakan kerangka tempat garam mineral anorganik disimpan. Osteosit
adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang, dan terletak
dalam unit matriks tulang, atau osteon. Osteoklas adalah sel berinti banyak atau
multinuclear yang berfungsi untuk menghancurkan, resorpsi, dan remodelling
tulang.

Tulang pelvis terbentuk dari sacrum, coccygeus, dan sepasang tulang panggul
(coxae, innominate) yang menyatu kedepan membentuk simfisis pubis. Sacrum
dan coccygeus merupakan perpanjangan dari kolumna vertebra dan dihubungkan
sendi sakrococcygeus. Os coxae atau tulang innominate terdiri dari tiga bagian,
yaitu ilium, iscium, dan pubis. Ketiganya bertemu membentuk acetabulum

5
a. Ilium terdiri dari:
1) Fossa iliaka: bagian anterior yang berbentuk cekung dan halus
2) Tuberositas iliaka/iliac crest: bagian posterior, tempat menempelnya
fossa iliaka, otot abdomen, dan fasia lata
3) Spina anterior superior dan inferior: spina superior menjadi tempat
fiksasi ligamentum inguinal
4) Spina posterior superior dan inferior: spina superior menjadi tempat
fiksasi ligamentum sakrotuberosa dan sakroiliaka posterior
5) Linea arcuata: merupakan bagian pinggir pelvis, terletak diantara dua
segmen pertama sacrum
6) Linea terminalis/iliopectineal eminence: garis yang menghubungkan
ilium dan pubis
b. Ischium terdiri dari:
1) Spina ischiadika: perpanjangan bagian tengah posterior tiap tulang
ischium, jarak antara keduanya menggambarkan diameter terpendek
ruang pelvis
2) Ramus ischiadika: bergabung dengan os pubis membentuk foramen
obturatoar
3) Tuberositas ischiadika: tonjolan tulang yang menunjang tubuh saat posisi
duduk
c. Pubis terdiri dari:
1) Badan: dibentuk dari garis tengah penyatuan rami pubis superior
dan inferior
2) Simfisis pubis: sendi fibrokartílago tempat badan pubis bertemu
3) Tuberkulus pubis: proyeksi lateral dari ramus superior, tempat
melekatnya ligamentum inguinal dan rectus abdominis
4) Rami pubis superior dan inferior: bergabung dengan rami
ischiadika melingkari foramen obturatoar, tempat melekatnya
lapisan inferiordiafragma urogenital. Rami inferior desendens
menyatu dengan membentuk sudut 90-1000.

6
Gambar. Os Coxae tampak anterior

Pelvis dibagi menjadi dua bagian besar, pelvis mayor (pelvis bagian atas
/false pelvis), yang berada di atas linea terminalis termasuk 2 fossa iliaka, dan
pelvis minor (pelvis bagian bawah/true pelvis), yaitu area dibawahnya yang
bagian depannya dibatasi dengan os pubis, bagian posterior dengan sacrum dan
coccygeus, bagian lateral dengan iscium dan sedikit bagian ilium.

Tulang pelvis disatukan oleh empat persendian:

a. Dua sendi simfiseal kartilaginosa: sendi sakrococcygeus dan simfisis pubis.


Dikelilingi oleh ligamen yang sangat kuat pada bagian anterior dan
posteriornya
b. Dua sendi synovial: sendi-sendi sakroiliaka
Disatabilisasi oleh ligamen sakroiliaka, ligamen iliolumbar, ligament
lumbosakral lateral, ligamen sakrotuberosa, dan ligamen sakrospinosa.

Dasar panggul terbentuk dari diafragma urogenital dan otot-otot diafragma


pelvis yang berfungsi menunjang isi pelvis.

a. Diafragma urogenital (membran perineal)


Terdapat pada segitiga anterior, berhubungan erat dengan vagina, uretra dan
perineum. Terdiri dari lapisan fibrosa, lapisan otot lurik (otot perineum
transversa profunda/sfingter urogenital), muskulus sfingter uretra

b. Otot-otot diafragma pelvis


Terdiri dari musculus levator ani, yaitu otot pubococcygeus (termasuk
pubovaginalis), puborektalis, dan iliococcygeus. Merupakan lapisan otot yang
lebar, mulai dari pubis sampai koksigeus dan sisi-sisi lateral pelvis. Terdapat

7
hiatus urogenital tempat lewatnya uretra, vagina, dan rektum; serta muskulus
koksigeus.

Masing-masing arteri iliaca communis berakhir pada apertura pelvis superior


di depan articulatio sacroiliaca dengan bercabang menjadi dua:

a. Arteri iliaca externa: bercabang menjadi arteri epigastrica inferior dan arteri
circumflexa ilium profunda. Arteri ini meninggalkan pelvis minor dengan
berjalan ke bawah ligamentum inguinale untuk selanjutnya menjadi arteri
femuralis.
b. Arteri iliaca interna: bercabang menjadi bagian anterior dan posterior yang
mengurus viscera pelvis, perineum, dinding pelvis, dan bokong
Kaufmann dkk. (2018) menjelaskan bahwa fungsi utama sistem skeletal pada
manusia meliputi 3 hal, yaitu support, movement, dan protection. Sistem skeletal
manusia terdiri dari tulang rawan, ligamen, dan jaringan lain yang melakukan
fungsi penting untuk tubuh manusia. Jaringan tulang atau jaringan osteosis
merupakan jaringan ikat padat yang keras, dan berfungsi untuk membentuk
sebagian besar kerangka, dan struktur pendukung internal tubuh. Tulang rawan
berfungsi untuk memberikan fleksibilitas dan permukaan halus untuk gerakan.
Ligamen yang merupakan jaringan ikat yang menghubungkan tulang ke tulang
lain merupakan jaringan ikat padat yang mengelilingi sendi dan mengikat tulang
bersama sama. Komponen komponen tersebut melakukan fungsi sebagai berikut:

a) Melindungi organ tubuh internal


b) Memproduksi dan menyimpan lemak
c) Memproduksi sel darah merah
d) Memproduksi dan menampung mineral. Tulang menyimpan 97% kalsium dan
fosfor tubuh
e) Mendukung pergerakan tubuh
f) Menyokong rangka dan bentuk tubuh
B. Definisi Fraktur Acetabulum
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Norvell, 2017). Fraktur acetabulum umumnya terjadi sebagai akibat dari
trauma kecepatan tinggi yang mengakibatkan kekuatan yang mendesak melalui
kaput femur ke asetabulum.

8
C. Epidemiologi
World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat
5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat
kecelakaan lalu lintas. Menurut Depkes RI (2011), fraktur pada ekstremitas bawah
akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya,
yaitu 46,2%.
D. Etiologi
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa etiologi fraktur adalah
sebagai berikut:

a. Faktor traumatik
Kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat
yang terkena, akan mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak
disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka terjadi
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan
jaringan lunak ditempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat
fraktur mungkin tidak ada. Fraktur karena trauma ada 2 yaitu:
1) Trauma langsung adalah benturan pada tulang yang berakibat ditempat
tersebut.
2) Trauma tidak langsung adalah titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur yang berjauhan.
b. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah
oleh karena tumor, kanker osteomilitis, dan osteoporosis.
E. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan
fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
oleh karena perlukaan di kulit (Smelter & Bare, 2002). Fraktur terjadi apabila
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
akan terjadi trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Selain itu, beberapa keadaan patologis seperti osteoporosis,
osteomilitis, kanker tulang, dll dapat mengakibatkan tulang rapuh sehingga tulang
tidak mampu menopang berat badan tubuh dan akan terjadi fraktur.
Fraktur yang terjadi akan merusak jaringan sekitar. Pada fraktur terbuka akan
terdapat lesi atau luka yang mengakibatkan kerusakan intergritas jaringan yang
menjadi port de entry bakteri maupun kuman sehingga klien beresiko mengalami
infeksi. Pelepasan mediator nyeri (histamine, prostaglandin, bradikinin, serotonin,
dll) akan ditangkan oleh reseptor nyeri perifer dan kemudian impuls akan dikirim
ke otak yang memunculkan persepsi terhadap nyeri. Pelepasan mediator inflamasi
membuat pembuluh darah mengalami vasodilatasi sehingga terjadi peningkatan

9
aliran darah. Peningkatan permeabilitas kapilar mengakibatkan kebocoran cairan
ke intersisial sehingga terdapat tanda oedema. Oedema yang terjadi dapat
menekan pembuluh darah perifer.
Kerusakan jaringan sekitar akan mengakibatkan trauma pada arteri/vena
sehingga terjadi perdarahan. Perdarahan yang tidak terkontrol membuat klien
mengalami kehilangan volume cairan sehingga berisiko mengalami syok. Selain
itu, tanda deformitas mengakibatkan gangguan fungsi sehingga klien terhambat
dalam mobilitas fisiknya.

F. Manifestasi Klinis
Belleza (2016) menjelaskan bahwa manifestasi klinis fraktur adalah sebagai
berikut:
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

b. Kehilangan fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.

c. Pemendekan ekstremitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Saat
ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainya.

d. Edema dan echymosis lokal


Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

10
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan fraktur adalah:

a. Syok hipovolemik. Kondisi ini terjadi akibat adanya perdarahan berlebih


yang sering ditemukan pada pasien trauma akibat fraktur pada tulang pelvis,
femur, atau fraktur lain dengan jenis fraktur terbuka.
b. Fat embolism syndrome. Kondisi ini terjadi akibat fraktur pada tulang
panjang, atau fraktur lain yang menyebabkan jaringan sekitar hancur,
sehingga emboli lemak dapat terjadi.
c. Compartement syndrome. Kondisi ini merupakan keadaan yang mengancam
ekstremitas yang terjadi ketika tekanan perfusi turun atau lebih rendah
daripada tekanan jaringan. Hal ini disebabkan karena penurunan ukuran
compartment otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat,
penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi
kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan
berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d. Osteomyelitis. Kondisi tulang yang mengalami fraktur merupakan salah satu
faktor resiko terjadinya osteomyelitis. Penyakit ini merupakan infeksi pada
tulang yang penatalaksanaannya melalui terapi medikasi dengan antibiotik,
serta pembedahan ketika infeksi bersifat persisten.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan fraktur
acetabulum meliputi:

a. Pemeriksaan X ray, berfungsi untuk menentukan lokasi dan luas fraktur


b. Bone scans, tomograms, computed tomography (CT) atau Magnetig
Resonance Imaging (MRI), bertujuan untuk memfisualisasi fraktur,
perdarahan, kerusakan jaringan, dan membedakan antara ftaktur akibat
trauma dengan neoplasma tulang
c. Arteriogram, yaitu pemeriksaan yang dapat dilakukan aabila dicurigai terjadi
kerusakan pembuluh darah okuli
d. Complete Blood Cound (CBC). Jika hasil pemeriksaan hitung darah lengkap
menunjukkan bahwa hematokrit mengalami peningkatan atau penurunan
(hemokonsentrasi) menunjukkan adanya perdarahan pada lokasi fraktur atau
organ di sekitar lokasi trauma. Hasil pemeriksaan hitung darah lengkap yang
menunjukkan peningkatan sel darah putih (WBC) merupakan tanda respon
stres normal setelah trauma atau terjadinya fraktur
e. Urine creatinine (Cr) clearance, untuk mengetahui trauma atau Fraktur yang
terjadi menyebabkan meningkatnya Cr pada ginjal

11
f. Coagulation profile, bertujuan untuk mengetahui perubahan akibat
kehilangan darah.
I. Penatalaksanaan
Norvell (2017) menjelaskan bahwa penatalaksanaan pada pasien dengan
fraktur adalah melalui metode RICE, yaitu:

a. Rest
Nyeri merupakan sinyal tubuh bahwa telah terjadi suatu masalah. Hal yang
harus dilakukan ketika mengalami nyeri adalah menghentikan kegiatan fisik
dan yang paling penting harus dilakukan 2 hari pertama. Tulang yang
mengalami trauma harus diistirahatkan dan tidak diberikan banyak gerakan.
Tulang yang mengalami trauma dan mendapatkan tidak diistirahatkan atau
mendapatkan banyak gerakan, akan beresiko mengalami perpanjangan masa
penyembuhan.

b. Ice
Kompres menggunakan es pada hari pertama hingga hari kedua pasca
terjadinya trauma bertujuan untuk mengurangi nyeri atau rasa sakit, dan
menghentikan perdarahan.

c. Compression
Pemberian tekanan pada tubuh yang mengalami trauma dapat dilakukan
menggunakan elastic medical bandage atau ACE bandage. Pembebatan harus
dilakukan tepat, dalam arti tidak terlalu longgar, dan tidak terlalu rapat untuk
menjaga sirkulasi tetap berjalan lancar.

d. Elevation
Hal terakhir yang bisa dilakukan untuk menangani fraktur adalah dengan
mengelevasikan bagian yang trauma lebih tinggi dari jantung. Hal ini
bertujuan untuk melancarkan sirkulasi. Ketika terjadi fraktur pada tulang tibia
atau fibula maka tindakan elevasi bisa dilakukan dengan memberikan bantal
di bawah tulang tersebut, sehingga bagian yang mengalami trauma
diposisikan lebih tinggi daripada jantung.

Muttaqin (2008) menjelaskan bahwa penatalaksanaan fraktur melalui


pembedahan dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)


Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragment tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi, dapat dilakukan
untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat
fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Sebelum reduksi dan

12
imobilisasi fraktur, pasien harus disiapkan untuk menjalani prosedur dan
harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anesthesia. Ekstremitas yang akan


dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut. Reduksi tertutup pada banyak kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragment tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
b. Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
Pada Fraktur tertentu dapat dilakukan dengan reduksi eksternal atau yang
biasa dikenal dengan OREF, biasanya dilakukan pada fraktur yang terjadi
pada tulang panjang dan fraktur fragmented. Eksternal dengan fiksasi, pin
dimasukkan melalui kulit ke dalam tulang dan dihubungkan dengan fiksasi
yang ada dibagian luar. Indikasi yang biasa dilakukan penatalaksanaan
dengan eksternal fiksasi adalah fraktur terbuka pada tulang kering yang
memerlukan perawatan untuk dressings. Tetapi dapat juga dilakukan pada
fraktur tertutup radius ulna. Eksternal fiksasi yang paling sering berhasil
adalah pada tulang dangkal tulang misalnya tibia.

13
14
A. Clinical pathway
Tulang tidak mampu
Trauma langsung Tekanan pada meredam energi Keadaan
dan tidak tulang yang terlalu besar patologis
langsung

FRAKTUR Tidak mampu Tulang rapuh


menahan berat
badan

Merusak jaringan sekitar

Menembus kulit Pelepasan mediator Pelepasan mediator Trauma arteri/vena Deformitas


nyeri inflamasi
(fraktur terbuka)
Ditangkap oleh vasodilatasi Perdarahan Gangguan
Luka
reseptor nyeri perifer fungsi
Peningkatan aliran darah
Kerusakan intergritas Impuls ke otak Tidak
jaringan terkontrol

Persepsi nyeri Peningkatan Kehilangan


Kerusakan pertahanan permeabilitas kapiler volume cairan
primer
Nyeri akut berlebih
Kebocoran cairan ke
Risiko syok
Port de entry intersisial

Risiko infeksi Oedema


15
Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, nomor rekam medis, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Identifikasi adanya keluhan pada lokasi fraktur atau lainnya
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan fraktur, bagaimana
mekanisme terjadinya, pertolongan apa yang sudah di dapatkan, apakah
pernah berobat ke dukun patah tulang.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko
mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat
penyembuhan tulang.
e. Pola Kebiasaan
1) Pola Nutrisi
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun ada
beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri
yang hebat, dampak hospitalisasi terutama bagi pasien yang merupakan
pengalaman pertama masuk rumah sakit.
2) Pola Eliminasi
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB seperti
konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi
dilakukan ditempat tidur.
3) Pola Istirahat
Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami
perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan
pola istirahat terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang
hebat dan dampak hospitalisasi.
4) Pola Aktivitas
Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas)
sebagaimana biasanya, yang hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat
tidur. Hal ini dilakukan karena ada perubahan fungsi anggota gerak serta
program immobilisasi, untuk melakukan aktivitasnya pasien harus

16
dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan
pasien masih dapat melakukannya sendiri.
5) Personal Hygiene
Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun harus ada
bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat
tidur.
6) Riwayat Psikologis
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur, selain itu
dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, jika terjadi atropi
otot kulit pucat, kering dan besisik. Dampak psikologis ini dapat muncul
pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit. Hal ini dapat
terjadi karena adanya program immobilisasi serta proses penyembuhan
yang cukup lama.
7) Riwayat Spiritual
Pada pasien post operasi fraktur riwayat spiritualnya tidak mengalami
gangguan yang berarti, pasien masih tetap bisa bertoleransi terhadap
agama yang dianut, masih bisa mengartikan makna dan tujuan serta
harapan pasien terhadap penyakitnya.
8) Riwayat Sosial
Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain dan
sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena
merasa dirinya tidak berguna (terutama kalau ada program amputasi).
f. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Pre operasi: pada pemeriksaan sistem pernafasan tidak mengalami
gangguan.
Post operasi: biasanya terjadi reflek batu tidak efektif sehingga terjadi
penurunan akumulasi sekret. Bisa terjadi apneu, lidah ke belakang akibat
general anastesi, RR meningkat karena nyeri.
2) B2 (Blood)
Pre operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi
dan respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena terjadi infeksi
terutama pada fraktur terbuka.
Post operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi
dan respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena terjadi infeksi
terutama pada proses pembedahan.

3) B3 (Brain)
Pre operasi: tingkat kesadaran biasanya compos mentis.

17
Post operasi: dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan anastesi,
nyeri akibat pembedahan.
4) B4 (Bladder)
Pre operasi: biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada sistem
ini.
Post operasi: terjadi retensi urin akibat general anastesi.
5) B5 (Bowel)
Pre operasi: pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal, pola
defekasi tidak ada kelainan.
Post operasi: penurunan gerakan peristaltic akibat general anastesi.
6) B6 (Bone)
Pre operasi: adanya deformitas, nyeri tekan pada daerah trauma.

Post operasi: gangguan mobilitas fisik akibat pembedahan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
b. Kerusakan intergritas jaringan berhubungan dengan kelebihan volume
cairan
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kondisi
terkait: trauma
e. Risiko infeksi berhubungan dengan terpajan pada wabah
f. Risiko syok berhubungan dengan hipovolemik
g. Hambatan mobilitas fisik di tempat tidur berhubungan dengan nyeri

18
3. Intervensi Keperawatan
No. Masalah Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

1. Nyeri akut (00132) Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)


Tingkat nyeri (2102)
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Kepuasan klien: manajemen nyeri
(lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri)
(3016) 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan
selama 3x24 jam nyeri akut pada pasien Terapi relaksasi (6040)
dapat berkurang, dengan kriteria hasil:
4. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti
nafas dalam
5. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
Indikator Aw 1 2 3 4 5
al
Melaporka
n nyeri
berkurang
Mengenali
nyeri
Mengetah
ui
penyebab
nyeri
Mencari
bantuan
Keterangan:

1: tidak pernah menunjukkan

19
2: jarang menunjukkan

3: kadang-kadang menunjukkan

4: sering menunjukkan

5: secara konsisten menunjukkan

2.. Kerusakan integritas jaringan Intregitas jaringan: kulit dan membran Perawatan Luka Tekan (3520)
(00046) mukosa (1101)
Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan pasien dan keluarga akan adanya tanda
keperawatan selama 3x24 jam kulit pecah-pecah
diharapkan integritas kulit tetap 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
terjaga dengan kriteria hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
Indikator Aw 1 2 3 4 5 kering
al 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
Sensasi jam sekali
elastisitas 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
Lesi 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah
Perfusi yang tertekan
jaringan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Pengecekan kulit (3590)

10. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan


adanya kemerahan
11. Amati warna, bengkak, pulsasi, tekstur, edema,
dan ulserasi pada ekstremitas
12. Monitor warna dan suhu kulit
13. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet

20
14. Monitor infeksi terutama daerah edema
15. Ajrkan anggota keluarga/pemberi asuhan
mengenai tanda-tanda kerusakan kulit, dengan
tepat
3. Hambatan mobilitas fisik Koordinasi pergerakan (0212) Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
(00085)
setelah dilakukan perwatan selama 3x24 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi
jam mobilitas fisik pasien membanik mobilisasi sesuai indikasi
dengan kriteria hasil: 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi
penyebab nyeri otot atau sendi
1. Dapat mengontrol kontraksi 3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
pergerakkan mengembangkan peningkatan mekanika tubuh
2. Dapat melakukan kemantapan sesuai indiksi
pergerakkan Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
3. Dapat menahan keseimbangan
pergerakkan 4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
Indikator Aw 1 2 3 4 5 fisiologis, dan konsekuensi dari
al penyalahgunaannya
Kontraksi 5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
pergeraka untuk terlibat dalam latihan otot progresif
n 6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
Kemantap pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi
an latihan menurut lefel kebugaran actor atau
pergeraka tidaknya actor resiko
n 7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap
selesai satu set jika dipelukan
Keseimba
8. Bantu klien untuk menyampaikan atau
ngan
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
pergeraka
beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
n
sudah di pelajari

21
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)

9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya


terhadap fungsi sendi
10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang
teraktur dan terencana
12. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
4. Ketidakefektifan perfusi Perfusi jaringan: perifer (0470) Manajemen cairan (4120)
jaringan perifer (00204) Status sirkulasi (0401) 1. Jaga intake dan output pasien
Tanda-tanda vital (0802) 2. Monitor status hidrasi (mukosa)
Integritas jaringan: kulit dan actori 3. Berikan cairan IV sesuai dengan suhu kamar
Pengecekan kulit (3590)
mukosa (1101)
4. Periksa kulit terkait adanya kemerahan dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
kehangatan
selama 2x24 jam, perfusi jaringan 5. Amati warna, kehangatan, pulsasi pada
perifer pasien kembali efektif dengan ekstremitas
kriteria hasil: Monitor tanda-tanda vital (6680)
6. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
pernafasan dengan tepat
Indikator Aw 1 2 3 4 5
al
Kekuatan
denyut

22
nadi
Akral
hangat
Tekanan
darah
Suhu
tubuh
Irama
pernafasan
Nadi
5. Resiko infeksi (00004) Keparahan infeksi (0703) Kontrol infeksi (6540)
Kontrol resiko (1902) 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dipakai
setiap pasien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Ganti perawatan peralatan setiap pasien sesuai
selama 3x24 jam, tidak terjadi infeksi SOP rumah sakit
pada pasien dengan kriteria hasil: 3. Batasi jumlah pengunjung
4. Ajarkan cara mencuci tangan
Perlindungan infeksi (6550)
Indikator Aw 1 2 3 4 5 5. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
al 6. Berikan perawatan kulit yang tepat
Bau busuk Manajemen nutrisi (1100)
Suhu 7. Tentukan status gizi pasien
tubuh 8. Identifikasi adanya alergi
Nanah Identifikasi resiko (6610)
pada luka 9. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu
Kemampu 10. Identifikasi strategi koping yang digunakan
an

23
mengident
ifikasi
faktor
risiko
6. Risiko syok (00205) Pencegahan syok Pencegahan syok (4260)

Management syok 1. Monitor status sirkulasi (tekanan darah, warna


kulit, suhu kulit, denyut jantung, ritme, nadi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan perifer, dan CRT)
selama 1x24 jam, resiko infeksi pada 2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
pasien dapat teratasi, dengan kriteria 3. Monitor input dan output
hasil: 4. Monitor tanda awal syok
5. Kolaborasi pemberian cairan IV dengan tepat
Indikator Aw 1 2 3 4 5
al
Irama
jantung
Irama nadi
Frekuensi
pernafasan
7. Hambatan mobilitas fisik di Koordinasi pergerakan (0212) Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
tempat tidur (00085)
setelah dilakukan perawatan selama 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi
3x24 jam mobilitas fisik pasien mobilisasi sesuai indikasi
membaik dengan kriteria hasil: 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi
penyebab nyeri otot atau sendi
1. Dapat mengontrol kontraksi 3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
pergerakkan

24
2. Dapat melakukan kemantapan mengembangkan peningkatan mekanika tubuh
pergerakkan sesuai indiksi
3. Dapat menahan keseimbangan Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
pergerakkan
4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
fisiologis, dan konsekuensi dari
penyalahgunaannya
5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk terlibat dalam latihan otot progresif
6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi
latihan menurut lefel kebugaran dan ada atau
tidaknya faktor resiko
7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap
selesai satu set jika dipelukan
8. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
sudah di pelajari
Terapi Latihan: Mobilitas Sendi (0224)

9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya


terhadap fungsi sendi
10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang

25
teraktur dan terencana
12. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan

26
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah pasien
diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan. Evaluasi
keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:

a. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.


b. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
c. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi, teratasi
sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
d. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi

C. Discharge Planning
Discharge planning yang dapat dilakukan pada pasien antara lain:
1. Meningkatkan masukan cairan
2. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu
3. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
4. Kontrol sesuai jadwal
5. Mimun obat sesuai dengan yang diresepkan dan segera periksa jika ada keluhan
6. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang
7. Hindari trauma ulang
8. Melakukan terapi latihan untuk pemulihan pasca pembedahan

27
DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi F, Andersen D, Billiar T, dkk. Cholangitis in Schwartz Principles of


Surgery, Eight edition, New York ; McGraw-Hill, 2000, p : 1203-1213
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Cahyono, J.B.S.B. 2009. Batu Empedu. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Cameron L, John, Terapi bedah Mutakhir, Edisi 4, Binarupa Aksaram Jakarta,
1997, hal : 476-479
Dorland, N. 2011. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Erina, O.S.N.U, & Kiki, L. 2011. Pola Kuman di Duktus Biliaris dan Test
Resistensi/Sensitifitas terhadap Antimikroba pada Pasien Ikterus Obstruktif
di Duvisi Bedah Digestif , Departemen Ilmu Bedah RSHS. Bandung:
Universitas Padjajaran
Gibson, J. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC
Nanda Internasional 2018. Diagnosis Keperawatan 2018-202. Oxford: Willey
Backwell.0
Nurafif, A.H. dan K. Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Edisi 2. Yogyakarta: Mediaction.
Nurman, A. 1999. Kolangitis Akut Dipandang dari Sudut Penyakit Dalam. J.
Kedokteran Trisakti 18 (3): 1-7
Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Soetikno, R. D. 2007. IMAGING PADA IKTERUS OBSTRUKSI. Bandung :
Bagian/UPF Radiologi FKUNPAD/RSUP dr. Hasan Sadikin
Shojamanes, Homayoun, Mo, Cholangitis, in : http:/www.emidicine.com7 2006, p
: 1-10
Wada K, dkk. Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholangitis.
Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007; 14 (1) 52-8

28

Anda mungkin juga menyukai