Anda di halaman 1dari 20

Makalah Ujian

FISIOLOGI TULANG

Oleh :
Aliya Wardhani G991902003
Mardatilla Nur Juwita G992003093
Felizia Alika Yusman G992003054
Alifia Ramdhani Herida G991903003
Annisa Safitri A. G991905005

Periode : 7 – 13 September 2020

Pembimbing :
dr. Udi Herunefi Hancoro, Sp. B., Sp. OT (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH ROTASI KSM ORTHOPAEDI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Makalah ujian ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Makalah dengan judul :

FISIOLOGI TULANG

Hari, tanggal :

Oleh :

Aliya Wardhani G991902003


Mardatilla Nur Juwita G992003093
Felizia Alika Yusman G992003054
Alifia Ramdhani Herida G991903003
Annisa Safitri A. G991905005

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Makalah

dr. Udi Herunefi Hancoro, Sp. B., Sp. OT (K)

FUNGSI TULANG
Tulang terdiri dari matriks interseluler yang mengalami klasifikasi yang
juga mengandung serabut kolagen, dan beberapa jenis sel di dalam matriksnya
[ CITATION Dra12 \l 1033 ]. Tulang berfungsi sebagai:
1. penyokong struktur-struktur tubuh
2. pelindung organ-organ vital
3. tempat penyimpan kalsium dan fosfor
4. tempat melekatnya musculi/otot-otot untuk menghasilkan gerak
5. tempat untuk sel-sel yang memproduksi darah.

TERDAPAT 4 TIPE SENDI (Paulsen & Waschke, 2010)


1. Sendi fibrosa (Syndesmosis)
Sendi fibrosa antartulang ditemukan di sutura tengkorak,
syndesmosis (misal sambungan-sambungan fibrosa antara tibia dan fibula
atau radius dan ulna), dan gomphosis (misal tautan fibrosa pada gigi di
kantong alveolusnya pada maxilla dan mandibula).

Gambar 1. Sendi fibrosa, Junctura fibrosa (Syndesmosis)

2. Sendi kartilago (Synchondrosis)


Sendi kartilago menghubungkan tulang melalui kartilago hialin
(synchondrosis, misal sambungan antara costa I dan clavicula) atau
fibrokartilago (symphysis, misal symphysis pubis).
Gambar 2. Sendi kartilago, Junctura cartilaginea (Synchondrosis)
3. Sendi tulang (Synostosis)
Pada sendi tulang, tulang menyatu seperti yang terlihat pada
sacrum

Gambar 3. Sendi tulang, Junctura ossea (Synostosis)


4. Sendi sinovial (Diarthrosis)
Katilago hialin pada ujung-ujung tulang membungkus tulang
subkondral. Kapsul sendi membungkus rongga sendi dan terdiri dari
membran fibrosa di sebelah luar (membrana fibrosa) dan membran
sinoviall di bagian dalam (membrana synovialis). Membran sinovial
menyekresi sinovia ke dalam rongga sendi yang bekerja sebagai pelumas
untuk sendi tersebut. Jika kebebasan bergerak suatu sendi terbatas karena
kapsul sendi yang terlalu kuar, sendi ini disebut amphiarthrosis (misal
sendi-sendi carpal kecil di tangan dan kaki, art. Sacroiliaca).
Gambar 4. Sendi sinovial, Junctura synovialis (Articulatio synovialis, Diarthrosis)

Gambar 5. a sampai g SendI, Juncturae synoviales (Articulationes, Diarthroses)


Sendi biasanya memperbesar rentang gerakan (range of motion)
secara signifikan. Sendi digolongkan menurut bentuk permukaan masing-
masing sendi dan atau kebebasan gerak yang diperbolehkan. Berdasarkan
sumbu utama gerakan, sendi dapat dibedakan menjadi uniaksial, biaksial,
dan multiaksial.

a. Sendi engsel, Articulatio cylindrica (Ginglymus):


Sendi uniaksial, memungkinkan fleksi dan ekstensi
b. Sendi konoid, Articulatio conoidea:
Sendi uniaksial, memungkinkan pergerakan rotasi
c. Sendi ungkit, Articulatio trochoidea:
Sendi uniaksial, memungkinkan pergerakan rotasi
d. Sendi kondilar, Articulatio ovoidea, Articulatio ellipsoidea:
Sendi biaksial, memungkinkan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan
gerakan rotasi terbatas
e. Sendi pelana, Articulatio sellaris:
Sendi biaksial, memungkinkan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan
gerakan rotasi terbatas
f. Sendi bulat atau sendi ball and socket, Articulatio spheroidea:
Sendi multiaksial, memungkinkan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,
dan gerakan rotasi
g. Sendi datar, Articulatio plana:
Sendi yang memungkinkan gerakan menggelincir sederhana dengan
arah yang berbeda-beda.

MACAM-MACAM OSIFIKASI
Osifikasi merupakan suatu proses pembentukan tulang baru oleh sel yang
disebut dengan osteoblas. Sel ini dan matriks tulang adalah dua elemen yang
paling penting terlibat dalam pembentukan tulang. Proses dari pembentukan
tulang normal melibatkan dua proses penting, yaitu :
a. Osifikasi intramembranosa (mesenchymal)
Osifikasi intramembranosa terutama terjadi pada pembentukan
tulang pipih dari tengkorak, mandibular, maksila, dan klavikula. Hal ini
juga merupakan proses penting dalam penyembuhan tulang normal.
Tulang terbentuk dari jaringan ikat seperti jaringan mesenkim, bukan
kartilago. Tahap-tahap dari osifikasi intramembranosa adalah
pembentukan ossification center, kalsifikasi, pembentukan trabekula,
perkembangan periosteum.
Sel yang penting dalam pembentukan jaringan tulang melalui
osifikasi intramembranosa adalah mesenchymal stem cell. MSCs pada
mesenkim manusia atau kavitas medulari dari fraktur tulang, akan
menginisiasi osifikasi intramembranosa. MSC adalah sel yang tidak
bersifat khusus, yang morfologinya mempunyai karakteristik yang berubah
sewaktu ia berkembang menjadi osteoblas. Proses dari osifikasi
membranosa, yang intinya adalah mineralisasi langsung dari jaringan ikat
yang kaya akan pembuluh darah, mulai dari beberapa titik yang juga
dikenal sebagai center of ossification. Pada titik pusat tersebut, sel
mesenkimal (sel osteoprogenitor) berproliferasi dan menyatu disekitar
jaringan kapiler. Diantara sel-sel dan disekitar pembuluh darah terdapat
substansi amorphous dengan struktur kolagen fiber yang tertata rapi. Sel
osteoprogenior berdiferensiasi menjadi osteoblast, yang menciptakan
osteoid pada titik tengah agregasi. Osteoblas memproduksi matriks tulang
dan dikelilingi oleh fiber kolagen dan menjadi osteosit. Pada titik ini,
osteoid menjadi termineralisasi, menjadi sebuah nidus yang terdiri dari
osteoid termineralisasi yang mengandung osteosit dan dilapisi oleh
osteoblast aktif. Nidus ini bermula sebagai gabungan difus dari MSC yang
telah menjadi jaringan tulang. Proses dari terperangkapnya osteoblast
berlanjut, trabekula perlahan menebal, dan mengintervensi ruang vascular
(lapisan spongiosa) dan menyempit secara perlahan. Pada tulang
cancellous, akan tetapi, proses ini berjalan lambat, dan ruangannya akan
kelak ditempati oleh jaringan hemopoietik. Seiring perubahan ini terjadi
pada ossification center, jaringan mesenkim sekitar akan berkondensasi
menjadi periosteum fibrovaskular disekitar tepid an permukaannya.
Periosteum akan terbentuk dan pertumbuhan tulang akan berlanjut pada
permukaan trabekula. Seperti spicules, pertumbuhan dari trabekula akan
menghasilkan interkoneksi, dan jaringan ini disebut dengan woven bone.
Seiring waktu woven bone akan digantikan dengan lamellar bone.
Perkembangan dari proses osifikasi berlanjut disertai dengan peran stem
cells yang berasal dari bagian dalam dari periosteum (Breeland et al, 2020)
b. Osifikasi Intracartilaginous (endochondral)
Osifikasi endochondral terjadi pada tulang panjang dan sebagian
besar tulang di dalam tubuh, hal ini mencakup pembentukan inisial
kartilago hialin yang terus bertumbuh. Osifikasi ini juga merupakan proses
penting selama pertumbuhan panjang dari tulang panjang dan
penyembuhan alami sewaktu fraktur tulang (Mackie et al, 2008).
Langkah-langkah dalam osifikasi endochondral adalah :
1. Pembentukan model kartilago
2. Pertumbuhan dari model kartilago
3. Perkembangan dari primary ossification center
4. Perkembangan dari secondary ossification center
5. Pembentukan dari articular cartilage dan lempeng epifisis
Osifikasi endochondral bermula dari sebuah titik pada kartilago
yang disebut dengan “primary ossification centers”. Titik ini muncul pada
saat perkembangan fetus, walaupun beberapa tulang pendek memulai
primary ossificationnya setelah lahir. Osifikasi ini bertanggung jawab
pada pembentukan diafisis tulang panjang, tulang pendek, dan beberapa
bagian dari tulang irregular. Secondary ossification terjadi setelah lahir
dan membentuk epifisis dari tulang panjang dan ekstremitas dari tulang
irregular dan tulang pipih, Diafisis dan epifisis dari tulang panjang
dipisahkan oleh zona pertumbuhan kartilago (lempeng epifisis). Ketika
anak tersebut mencapai tingkat maturitas skeletal (18-25 tahun), semua
dari kartilago akan digantikan oleh tulang, menggabungkan diafisis dan
epifisis (penutupan epifisis) (McGonnel et al, 2012).

PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR


Proses penyembuhan fraktur dibagi dalam 3 fase, yaitu fase inflamasi,

reparasi dan remodelling, meski perlu dimengerti bahwa fase-fase tersebut

bukanlah proses yang terpisah melainkan sebuah proses yang continuum.

Agar penyembuhan fraktur dapat berjalan normal, beberapa syarat harus

dipenuhi, yaitu viabilitas dari fragmen (suplai darah yang intak), immobilisasi

mekanik, dan absennya infeksi. Proses penyembuhan fraktur berbeda pada

konfigurasi fragmen yang berbeda, dan dapat dibagi menjadi 3 kategori:

penyembuhan fraktur spontan/ sekunder, penyembuhan fraktur kontak/ primer,

dan penyembuhan fraktur gap.

Penyembuhan fraktur spontan merupakan penyembuhan natural yang

paling sering terjadi, dimana kedua fragmen fraktur didekatkan namun tidak

beraposisi, dengan terbentuknya hematoma dan adanya angulasi yang variatif.

Hematoma fraktur yang terbentuk akibat robeknya pembuluh dalah

pada sistem harvesian memulai respon penyembuhan. Dalam 48 jam,

mekanisme signal kemotaksik yang dimediasi oleh prostaglandin akan

mendatangkan sel sel inflamasi yang penting dalam proses penyembuhan

fraktur. Ini menyebabkan terbentuknya jaringan granulasi antara fragmen

fraktur, memberikan vaskularisasi kepada hematoma fraktur. Proses ini terjadi

dalam 7-14 hari setelah fraktur. Penggunaan obat anti inflamasi dalam

seminggu pertama fraktur dapat merubah respon inflamasi dan menginhibisi

penyembuhan fraktur.

Dalam fase reparasi, sel dalam jaringan granulasi berproliferasi dan

mulai berdiferensiasi menjadi fibroblas dan kondroblas. Fibroblas membentuk

matrik ekstraselular berupa jaringan fibrous sedangkan kondroblas membentuk


kartilago. Osteoblas kemudian menjadi osteoid yang kemudian termineralisasi,

membentuk soft callus. Selanjutnya, kalus mengalami ossifikasim membentuk

woven bone antar fragmen fraktur. Proses ini berlangsung selama 4-6 minggu,

dan pada saat ini kalus masih rentan terhadap shear force, sehingga dibutuhkan

fiksasi. Woven bone kemudian akan diganti oleh lamellar bone, yang disusun

paralel terhadap aksis tulang.

Penyembuhan fraktur selesai dalam fase remodelling dimana tulang

yang sembuh kembali menpunyai bentuk, struktur dan kekuatan yang semula.

Proses ini dapat berlanjut bertahun-tahun. Pada anak, proses remodelling

berlangsung lebih cepat dari pada orang dewasa

Penyembuhan fraktur kontak terjadi apabila jarak antar fragmen fraktur

dibawah 0.1 mm dan dilakukan netralisasi terhadap strain antar fragmen. Ini

merupakan tujuan dari fixasi internal yang stabil. Dalam penyembuhan fraktur

kontak, tidak terbentuk periosteal kalus. Terbentuknya kalus menandakan

adanya iritasi (irritation callus). Penyembuhan fraktur gap terjadi apabila

fiksasi internal meninggalkan jarak diatas 0.1 mm antar fragmen tulang. Dalam

proses ini, lamellar bone dideposisi dahulu tegak lurus terhadap aksis tulang.

Remodelling Harvesian tidak mulai sampai celah tersebut diisi oleh proses ini.

Dalam penelitian ini, kalus akan diambil pada hari ke 22, yaitu dalam

fase reparasi. Kalus tidak diambil lebih awal agar fase inflamasi telah dilewati

dahulu. Proses penyembuhan kemudian ditinjau dari gambaran histologi kalus,

menggunakan skor penyembuhan fraktur Allen


Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu penyembuhan fraktur

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi waktu penyembuhan fraktur,

seperti lokasi, konfigurasi fraktur, vaskularisasi fragmen fraktur, reduksi serta

imobilisasi, infeksi, penyakit metabolik, serta obat-obatan

Lokasi fraktur berperan penting pada kecepatan penyembuhan fraktur.

Fraktur metafisis penyembuhannya lebih cepat dibanding dengan fraktur

diafisis, Konfigurasi fraktur seperti fraktur transversal sembuhnya lebih lambat

dibanding fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak pada fraktur oblik

Apabila kedua fragmen mendapatkan vaskularisasi yang baik, maka

penyembuhannya sering tanpa komplikasi. Bila ada segmen fraktur yang

vaskularisasinya sehingga mengalami nekrosis, maka akan menghambat

terjadinya union dan dapat menyebabkan nonunion

Reduksi fraktur diperlukan agar segmen fraktur mendapatkan

vaskularisasi yang lebih baik dalam posisi asalnya. Imobilisasi yang sempurna

akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang dapat

mengganggu penyembuhan fraktur

Bila terjadi infeksi pada daerah fraktur, baik itu disebabkan oleh

tindakan seperti reposisi terbuka fraktur tertutup atau pada fraktur terbuka,

dapat mengganggu terjadi prosesnya penyembuhan.Infeksi pada tulang oleh

bakteria dapat menyebabkan komplikasi fraktur berupa osteomyelitis.

Beberapa penyakit metabolik seperti Diabetes Melitus dan obesitas juga

dapat mengganggu penyembuhan fraktur.


PROSES BONE REMODELLING
a. Definisi

Bone turnover/ remodeling adalah proses resorpsi yang diikuti oleh


penggantian tulang baru dengan sedikit perubahan bentuk, dan terjadi
sepanjang hidup seseorang. Osteoklas memecah tulang (resorpsi tulang),
melepaskan mineral, menghasilkan transfer kalsium dari cairan tulang ke
darah. Osteoklas menempel pada osteon (lapisan jaringan tulang padat yang
mengelilingi kanal sentral), dan mengeluarkan kolagenase dan enzim lainnya.
Kalsium, magnesium, fosfat, dan produk kolagen dilepaskan ke dalam cairan
ekstraseluler saat osteoklas masuk ke dalam tulang yang termineralisasi.
Osteoblas adalah sel tulang matang yang bertanggung jawab untuk
pembentukan dan osifikasi tulang. Mereka menghasilkan bagian organik dari
matriks jaringan tulang, osteoid, yang sebagian besar terdiri dari kolagen tipe
I, dan bertanggung jawab untuk mineralisasi matriks osteoid. Osifikasi
memperbaiki sirkulasi kalsium dalam bentuk mineralnya, mengeluarkannya
dari aliran darah. Stres berulang, seperti olahraga menahan beban atau
penyembuhan tulang, menyebabkan penebalan tulang pada titik-titik stres
tinggi. (Bruch J et al, 2014)

Tumor tulang berkembang ketika sel-sel di dalam tulang membelah tak


terkendali, membentuk gumpalan atau massa jaringan abnormal. Kebanyakan
tumor tulang bersifat jinak (bukan kanker). Tumor jinak biasanya tidak
mengancam jiwa dan, dalam banyak kasus, tidak akan menyebar ke bagian
tubuh lain. Beberapa tumor tulang bersifat ganas (bersifat kanker). Tumor
tulang ganas dapat bermetastasis atau menyebabkan sel kanker menyebar ke
seluruh tubuh. Tumor tulang dapat mempengaruhi tulang mana pun di tubuh
dan berkembang di bagian tulang mana pun dari permukaan hingga ke tengah
tulang, yang disebut sumsum tulang. Tumor tulang yang sedang tumbuh,
bahkan tumor jinak, akan menghancurkan jaringan sehat dan melemahkan
tulang, membuatnya lebih rentan terhadap patah tulang. Tumor tulang yang
bersifat kanker, dibagi menjadi kanker tulang primer atau kanker tulang
sekunder. Kanker tulang primer sebenarnya dimulai di tulang sementara
kanker tulang sekunder dimulai di tempat lain di tubuh dan kemudian
bermetastasis atau menyebar ke tulang. Kanker tulang sekunder juga disebut
penyakit tulang metastatik.

b. Fisiologi Bone Turnover Makers

Tulang adalah struktur aktif secara metabolik yang mengalami


perubahan bentuk terus menerus sepanjang hidup. Setelah mencapai massa
puncak, tulang mengalami renovasi konstan melalui resorpsi tulang diikuti
oleh pembentukan secara berurutan pada unit multisel dasar tulang yang
disebut “unit remodeling tulang.” Berbagai biomolekul dilepaskan ke dalam
sirkulasi selama resorpsi dan pembentukan tulang disebut bone turnover
markers (BTMs). Dalam kondisi fisiologis yang optimal, resorpsi tulang
berlangsung sekitar 10 hari dan pembentukan tulang membutuhkan waktu
sekitar 3 bulan. Hingga 20% kerangka, dapat diganti dengan renovasi setiap
tahun. (Carrey et al, 2006)

Penanda biokimia yang saat ini tersedia untuk penilaian dari


perombakan tulang termasuk diantaranya enzim dan peptida nonenzimatik
yang berasal dari kompartemen seluler dan non-seluler tulang. BTM
dikelompokkan menjadi dua kategori berdasarkan fase metabolisme selama
diproduksi sebagai: (Vasikaran et al, 2011)

 Penanda pembentukan tulang


 Penanda resorpsi tulang

Penanda pembentukan tulang adalah produk dari osteoblas aktif


yang diekspresikan selama fase perkembangan yang berbeda dan dianggap
mencerminkan berbagai aspek fungsi osteoblas dan pembentukan tulang.
Semua penanda pembentukan tulang diukur dalam serum atau plasma.
Penanda pembentukan tulang dikategorikan sebagai:
 Produk sampingan dari sintesis kolagen: Propeptida dari
kolagen tipe 1: (C-terminal: P1CP, N-terminal: P1NP)
 Enzim osteoblas: Alkaline phosphatase (ALP) (total dan
spesifik tulang)
 Protein matriks: Osteocalcin (OC).

Penanda ini yang terbentuk selama fase resorpsi tulang dari


remodeling tulang termasuk produk sampingan dari aktivitas osteoklas
yang dilepaskan selama resorpsi tulang. Penanda resorpsi tulang
dikategorikan sebagai berikut:

 Produk degradasi kolagen:


o Telopeptida kolagen tipe 1 (C-terminal: CTX-1 dan
CTX-matrix metaloproteinase [MMP], N-terminal:
NTX-1)
o Hydroxyproline
o Tautan silang piridinium (piridinolin [PYD],
deoxypyridinoline [DPD])
 Protein non-kolagen:
o Sialoprotein tulang
 Enzim osteoklastik:
o Asam fosfatase tahan tartrat
o Cathepsin K
 Penanda aktivitas osteosit:
o Aktivator reseptor faktor nuklir ligan kappa-B
(RANKL)
o Osteoprotegerin (OPG)
o Protein terkait Dickkopf 1
o Sclerostin
Gambar 1. Bone Turnover Markers
Gambar 2. Biochemical markers dari bone turnover

c. Siklus Remodeling Tulang


Siklus remodeling tulang dimulai dengan perekrutan sel-sel prekursor
osteoklas. Sel-sel ini berdiferensiasi menjadi osteoklas ketika mereka
menerima sinyal dari osteoblas. Osteoklas yang matur kemudian mensintesis
enzim proteolitik yang mencerna matriks kolagen. Resopsi tulang ini adalah
tahap pertama dari siklus renovasi. Fase yang panjang ini diatur oleh apoptosis
osteoklas. Fase selanjutnya dari siklus remodeling preosteoblas ditarik dari
stem sel mesenkimal dalam sumsum tulang. Osteoblas matur mensintesis
matriks tulang, terutama kolagen tipe I dan mengatur mineralisasi tulang yang
baru terbentuk. Beberapa osteoblas matur mungkin terjebak dalam
mineralisasi tulang dan menjadi osteosit. (Thomas, 2012)

Gambar 3. Siklus Remodeling Tulang


Tulang adalah jaringan dinamis, ia mengalami pembaruan terus
menerus selama hidup setiap individu melalui proses renovasi tulang.
Proses fisiologis ini diperlukan:
 untuk memungkinkan penggantian tulang primer dan tulang
muda, dengan tulang sekunder yang lebih kompeten secara
mekanis
 untuk menghilangkan iskemik atau mikrofraktur pada tulang
 untuk menjamin homeostasis kalsium yang benar
Renovasi tulang bergantung pada fungsi yang benar dari dua sel
utama jaringan tulang: osteoklas, sel berinti banyak yang menghancurkan
matriks tulang, dan osteoblas, yang memiliki fungsi osteogenik. (Zaidi M,
2007)
Osteosit, adalah jenis sel penting lainnya yang muncul dari osteoblas,
juga terlibat dalam proses pemodelan ulang karena mereka memiliki fungsi
mechano-sensorial. Keseimbangan yang tepat antara resorpsi tulang dan
fungsi osteogenik adalah wajib untuk mempertahankan massa tulang yang
konstan. Remodeling tulang dilakukan menurut fase berikut :

Fase aktivasi
Input yang berbeda, seperti fraktur mikro, perubahan beban mekanis
yang dirasakan oleh osteosit atau beberapa faktor yang dilepaskan dalam
lingkungan mikro tulang, termasuk faktor pertumbuhan insulin-I (IGFI),
faktor nekrosis tumor-α (TNF-α), paratiroid hormon (PTH) dan interleukin-6
(IL-6), mengaktifkan sel-sel lapisan yang merupakan osteoblas yang belum
teraktivasi. Akibatnya, sel-sel yang melapisi, akan meningkatkan ekspresi
permukaannya sendiri dari RANKL (Penggerak Reseptor Nuklir κB Ligan),
yang pada gilirannya akan berinteraksi dengan reseptornya RANK
(Penggerak Reseptor Nuklear κB), yang diekspresikan oleh pra-osteoklas.
Interaksi RANKL / RANK memicu fusi pra-osteoklas dan berdiferensiasi
menjadi osteoklas berinti banyak.
Fase resorpsi
Setelah berdiferensiasi, osteoklas berpolarisasi, menempel pada
permukaan tulang dan mulai melarutkan tulang. Fungsi ini membutuhkan
dua langkah: i) pengasaman matriks tulang untuk melarutkan komponen
anorganik, dan ii) pelepasan enzim lisosom, seperti cathepins K, dan MMP9,
keduanya bertugas untuk mendegradasi komponen organik tulang. Setelah
mencapai fungsinya, osteoklas mengalami apoptosis. Ini adalah konsekuensi
fisiologis yang diperlukan untuk menghindari resorpsi tulang yang
berlebihan.

Fase Reverse
Sel-sel reverse, yang perannya belum sepenuhnya diklarifikasi akan
berperan pada fase ini. Memang, diketahui bahwa mereka adalah sel mirip
makrofag dengan kemungkinan fungsi penghilangan puing yang dihasilkan
selama degradasi matriks.

Fase pembentukan
Resorpsi matriks tulang mengarah pada pelepasan beberapa faktor
pertumbuhan yang disimpan di sini, termasuk protein morfogenetik tulang
(BMP), faktor pertumbuhan fibroblast (FGFs) dan faktor pertumbuhan
transformasi β (TGF β), yang kemungkinan bertanggung jawab untuk
perekrutan osteoblas di daerah yang diserap kembali. Setelah direkrut,
osteoblas menghasilkan matriks tulang baru, awalnya tidak mengalami
kalsifikasi (osteoid) dan kemudian mereka akan memicu mineralisasinya,
dengan demikian hal itu akan menyelesaikan proses pembentukan kembali
tulang. Ketidakseimbangan antara fase resorpsi dan pembentukan tulang,
mencerminkan remodeling tulang yang salah, yang pada gilirannya
memengaruhi massa tulang, yang akhirnya mengarah ke kondisi patologis.
(Cohen MM, 2006)
DAFTAR PUSTAKA

Breeland G, Sinkler MA, Menezes RG. Embryology, bone ossification. [internet]


2020 [diakses pada 11 September 2020] tersedia dari :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539718/
Burch J, Rice S, Yang H, et al. Systematic review of the use of bone turnover
markers for monitoring the response to osteoporosis treatment: the
secondary prevention of fractures, and primary prevention of fractures
in high-risk groups. Southampton (UK): NIHR Journals Library; 2014
Feb. (Health Technology Assessment, No. 18.11.) Chapter 1,
Background.

Carey JJ, Licata AA, Delaney MF. Biochemical markers of bone turnover. Clin
Rev Bone Miner Metab. 2006;4:197–212.

Cohen MM. The new bone biology: pathologic, molecular and clinical
correlates. Am J Med Genetics. 2006;140A:2646–2706.

Drake, R. L., Vogl, W. & Mitchell, A. W. M., 2012. Gray's Basic Anatomy.
Philadelhia: Elsevier Churchill Livingstone
Mackie JE, Ahmed YAG, Tatarczuch L, Chen KS. Endochondral ossification :
How cartilage is converted into bone in the developing skeleton.
[internet] 2008 [diakses pada 11 September 2020] tersedia dari :
https://www.researchgate.net/publication/6179017_Endochondral_ossif
ication_How_cartilage_is_converted_into_bone_in_the_developing_sk
eleton
McGonnel I, Grigoriadis AE, Lam EWF, Price JS, Sunters A. A specific role for
phosphoinositide 3-kinase and AKT in osteoblast. [internet] 2012
[diakses pada 11 September 2020] tersedia dari :
https://www.researchgate.net/publication/230571038_A_specific_role_
for_phosphoinositide_3-kinase_and_AKT_in_osteoblasts
Paulsen F & Waschke J. 2010. Sobotta Atlas Anatomi Manusia, Jilid 1, Edisi 23.
EGC, Jakarta
Prof. Chairuddin Rasjad, MD. P. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 2012.
Thomas SDC. Bone turnover markers. Aust Prescr 2012; 35: 156-158.

Vasikaran S, Eastell R, Bruyère O, Foldes AJ, Garnero P, Griesmacher A, et al.


Markers of bone turnover for the prediction of fracture risk and
monitoring of osteoporosis treatment: A need for international
reference standards. Osteoporos Int. 2011;22:391–420. 

Zaidi M. Skeletal remodelling in health and disease. Nature Med. 2007;13:791–


801.

Anda mungkin juga menyukai