OLEH :
Muh. Fajar Shiddiq I. Metubun
N 111 20 053
PEMBIMBING :
Ligamentum Vertebra
Ligamentum longitudinal anterior dan posterior berjalan turun sebagai
pita utuh di fasies anterior dan posterior kolumna vertebralis dari
tengkorak sampai ke sakrum. Ligamentum longitudinal anterior lebar
dan kuat, melekat pada permukaan dan sisi-sisi korpora vertebra dan
diskus intervertebralis. Ligamentum longitudinal posterior lemah dan
sempit serta melekat pada pinggir posterior diskus.
Sedangkan ligamentum diantara dua vertebra terdiri atas:
1. Ligamentum supraspinosium : ligamentum ini berjalan di antara
ujung-ujung spina berdekatan.
2. Ligamentum interspinosum : ligamentum ini menghubungkan spina
yang berdekatan.
3. Ligamentum intertransversum: ligamentum ini berjalan di antara
prosesus transversus yang berdekatan.
4. Ligamentum flavum : ligamentum ini menghubungkan lamina
vertebra yang berdekatan.
2.1 Osteoporosis
Definisi
Osteoporosis adalah suatu penyakit degeneratif pada tulang yang ditandai
dengan menurunnya massa tulang, dikarenakan berkurangnya matriks dan
mineral yang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan
tulang, sehingga terjadi penurunan kekuatan tulang. World Health
Organization (WHO) secara operasional mendefinisikan osteoporosis
berdasarkan Bone Mineral Density (BMD), yaitu jika BMD mengalami
penurunan lebih dari -2,5 SD dari nilai rata-rata BMD pada orang dewasa
muda sehat (Bone Mineral Density T-score < -2,5 SD).4
Klasifikasi
Menurut pembagiannya, osteoporosis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1) Osteoporosis primer
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya. Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi
osteoporosis primer menjadi 2 tipe, yaitu Osteoporosis tipe I dan
osteoporosis tipe II. Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca
menopause. Osteoporosis tipe ini disebabkan oleh defisiensi estrogen
akibat menopause. Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis
senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga
menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan
timbulnya osteoporosis. Namun pada sekitar tahun 1990, Riggs dan
Melton memperbaiki hipotesisnya dan mengemukakan bahwa estrogen
menjadi faktor yang sangat berperan pada osteoporosis primer, baik
pasca menopause maupun senilis.5
2) Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui
penyebabnya, yaitu terjadi karena adanya penyakit lain yang mendasari,
defisiensi atau konsumsi obat yang dapat menyebabkan osteoporosis.5,6
Patofisiologi
Penyebab utama osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling
tulang sehingga mengakibatkan kerapuhan tulang. Terjadinya osteoporosis
secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas
melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel pembentukan tulang).
Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang.6,8
Selama pertumbuhan, rangka tubuh meningkat dalam ukuran
dengan pertumbuhan linier dan dengan aposisi dari jaringan tulang baru
pada permukaan luar korteks.22 Remodeling tulang mempunyai dua
fungsi utama : (1) untuk memperbaiki kerusakan mikro di dalam tulang
rangka untuk mempertahankan kekuatan tulang rangka, dan (2) untuk
mensuplai kalsium dari tulang rangka untuk mempertahankan kalsium
serum. Remodeling dapat diaktifkan oleh kerusakan mikro pada tulang
sebagai hasil dari kelebihan atau akumulasi stress. Kebutuhan akut
kalsium melibatkan resorpsi yang dimediasi-osteoklas sebagaimana juga
transpor kalsium oleh osteosit. Kebutuhan kronik kalsium menyebabkan
hiperparatiroidisme sekunder, peningkatan remodeling tulang, dan
kehilangan jaringan tulang secara keseluruhan.9
Remodeling tulang juga diatur oleh beberapa hormon yang
bersirkulasi, termasuk estrogen, androgen, vitamin D, dan hormon
paratiroid (PTH), demikian juga faktor pertumbuhan yang diproduksi lokal
seperti IGF-I dan IGF–II, transforming growth factor (TGF), parathyroid
hormone-related peptide (PTHrP), ILs, prostaglandin, dan anggota
superfamili tumor necrosis factor (TNF). Faktor-faktor ini secara primer
memodulasi kecepatan dimana tempat remodeling baru teraktivasi, suatu
proses yang menghasilkan resorpsi tulang oleh osteoklas, diikuti oleh
suatu periode perbaikan selama jaringan tulang baru disintesis oleh
osteoblas.9
Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi digantikan oleh jumlah
yang seimbang jaringan tulang baru. Massa tulang rangka tetap konstan
setelah massa puncak tulang sudah tercapai pada masa dewasa. Setelah
usia 30 - 45 tahun, proses resorpsi dan formasi menjadi tidak seimbang,
dan resorpsi melebih formasi. Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada
usia yang berbeda dan bervariasi pada lokasi tulang rangka yang berbeda;
ketidakseimbangan ini terlebih-lebih pada wanita setelah menopause.
Kehilangan massa tulang yang berlebih dapat disebabkan peningkatan
aktivitas osteoklas dan atau suatu penurunan aktivitas osteoblas.
Peningkatan rekrutmen lokasi remodeling tulang membuat pengurangan
reversibel pada jaringan tulang tetapi dapat juga menghasilkan kehilangan
jaringan tulang dan kekuatan biomekanik tulang panjang.9
Diagnosis5
A) Anamnesis
Anamnesis mempunyai peranan penting dalam evaluasi penderita
osteoporosis. Keluhan-keluhan utama yang dapat mengarah kepada
diagnosis, seperti misalnya bowing leg dapat mengarah pada diagnosis
riket, kesemutan dan rasa kebal di sekitar mulut dan ujung jari yang
terjadi pada hipokalsemia. Pada anak-anak, gangguan pertumbuhan atau
tubuh pendek, nyeri tulang, dan kelemahan otot, waddling gait, dan
kalsifikasi ekstraskeletal dapat mengarah pada penyakit tulang
metabolik.
Selain dengan anamnesis keluhan utama, pendekatan menuju
diagnosis juga dapat dibantu dengan adanya riwayat fraktur yang terjadi
karena trauma minimal, adanya faktor imobilisasi lama, penurunan
tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan
kalsium, fosfor dan vitamin D, dan faktor-faktor risiko lainnya.
Obat-obatan yang dikonsumsi dalam jangka panjang juga dapat
digunakan untuk menunjang anamnesis, yaitu misalnya konsumsi
kortikosteroid, hormon tiroid, antikonvulsan, heparin. Selain konsumsi
obat-obatan, juga konsumsi alkohol jangka panjang dan merokok.
Tidak kalah pentingnya, yaitu adanya riwayat keluarga yang pernah
menderita osteoporosis.
B) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang harus diukur adalah tinggi badan dan berat
badan, demikian juga dengan gaya jalan penderita, deformitas tulang,
leg-lenght inequality , dan nyeri spinal.
Hipokalsemia yang terjadi dapat ditandai oleh adanya iritasi
muskuloskeletal, yaitu berupa tetani. Adduksi jempol tangan juga dapat
dijumpai, fleksi sendi metacarpophalangeal, dan ekstensi sendi
interphalang.
Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau
gibbus (Dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga
didapatkan protuberansia abdomen, spasme otot paravertebral, dan kulit
yang tipis (tanda McConkey).
C) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis pada Osteoporosis
Hingga saat ini deteksi osteoporosis merupakan hal yang sangat
sulit dilakukan. Diagnosis penyakit osteoporosis kadang - kadang baru
diketahui setelah terjadinya patah tulang punggung, tulang pinggul,
tulang pergelangan tangan atau patah tulang lainnya pada orang tua,
baik pria atau wanita. Biasanya dari waktu ke waktu massa tulangnya
terus berkurang, dan terjadi secara luas dan tidak dapat diubah kembali.
Biasanya massa tulang yang sudah berkurang 30 – 40% baru dapat
dideteksi dengan pemeriksaan X-ray konvensional. Karena kurangnya
sensitivitas terhadap diagnosis osteoporosis, maka saat ini pemeriksaan
dengan radiologi konvensional tidak dianjurkan lagi.10
Gambaran radiologis yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
korteks dan daerah trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan tampak
pada tulang-tulang vertebrae yang memberika gambaran picture frame
vertebrae. Gambaran osteoporosis pada foto polos akan menjadi lebih
radiolusen tetapi baru terdeteksi setelah terjadi penurunan massa tulang
sekitar 30%. Variabilitas faktor teknis dalam pengambilan foto polos,
dan variasi jenis serta ketebalan jaringan lunak yang tumpang tindih
dengan vertebrae akan mempengaruhi gambaran radiologisnya dalam
menilai densitas tulang. Selain itu adanya kompresi vertebrae akan
meningkatkan densitas tulang karena terjadi perpadatan trabekula dan
pembentukan kalus. Tetapi ada pendapat lain yang menyatakan bahwa
angka 30% itu karena berdasarkan misinterpretasi pada penelitian in
vitiro yang telah dilakukan 40 tahun yang lalu. Lachman dan Whelan
menunjukkan bahwa hal tersebut benar untuk daerah kortikal sedangkan
pada tulang-tulang yang mempunyai kadar trbakelua tinggi osteoporosis
dapat dilihat secara radiogram bila terjadi defisit mineral tulang sebesar
8-14%.5
Terdapat 6 kriteria yang dianjurkan dalam menentukan
osteoporosis vertebrae:8
Tatalaksana
Secara teoritis, osteoporosis dapat diobati dengan cara meghambat
kerja osteoklas (anti resorptif) dan/ atau meningkatkan kerja osteoblas
(stimulator tulang). Walaupun demikian, saat ini obat yang beredar pada
umumnya bersifat anti resorptif. Yang termasuk golongan obat anti
resorptif adalah estrogen, anti estrogen, bifosfonat, dan kalsitonin.
Sedangkan yang termasuk stimulator tulang adalah Na-fluoride, PTH dan
lain sebagainya. Kalsium dan vitamin D tidak mempunyai efek anti
resorptif maupun stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi
mineralisasi osteoid setelah proses formasi oleh osteoblas. Kekurangan
kalsium akan menyebabkan peningkatan produksi PTH
(hiperparatidroidisme sekunder) yang dapat menyebabkan pengobatan
osteoporosis menjadi tidak efektif.5
Terapi osteoporosis telah menjadi subjek penelitian yang
mendalam. Suplementasi estrogen telah dibuktikan dapat menurunkan
secara bermakna kecepatan pengurangan tulang dan kalsium pada
perempuan pasca menopause, tetapi terpai ini tmapaknya tidak
memulihkan perubahan struktural yang sudah terjadi di tulang. Asupan
kalisum dalam makanan yang adekuat sebelum usia 30 tahun tampaknya
menurunkan risiko osteoporosis pada usia selanjutnya, mungkin dengan
meningkatkan densitas tulang maksimum. Suplementasi kalsium pada
tahap kehidupan selanjutnya dapat sedikit memperlambat laju kehilangan
tulang. Terapi lain yang menjanjikan adalah pemberian suatu golongan
obat yang dikenal dengan bifosfonat. Golongan obat yang lebih baru,
modulator reseptor estrogen selektif (selectif estrogen receptor
modullator, SERM), tampaknya memberikan efek bermanfaat bagi massa
tulang seperti yang dihasilkan oleh estrogen, tetapi tanpa disertai efek
samping terapi estroge konvensional yang berpotensi bahaya. Pemberian
kalsitonin akhirnya dapat mengurangi fekuensi fraktur vertebrae dan
mungkin bermanfaat bagi pasien yang tidak dapat mentoleransi terapi
estrogen.7
2.2 Osteoartritis
a) Definisi Osteoartritis(5)
Osteoartritis (OA) adalah gangguan sendi kronik yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara degradasi dan sintesis
rawan sendi serta matriks ekstraseluler, kondrosit dan tulang
subkondral pada usia tua. Pada OA terjadi perubahan morfologi,
biokimia, molekuler dan biomekanik baik pada sel kondrosit maupun
matriks rawan sendi yang mengakibatkan perlunakan, ulserasi,
hilangnya rawan sendi, sklerosis dan eburnasi tulang subkondral,
osteofit dan kista subkondral. Timbul rasa nyeri, nyeri tekan dan
penurunan kisaran gerak sendi serta kekakuan sendi.
b) Etiologi Osteoartritis (5)
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu
OA primer dan OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik
yang mana penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubunganya
dengan penyakit sistemik, inflamasi ataupun perubahan lokal pada
sendi, sedangkan OA sekunder merupakan OA yang ditengarai oleh
faktor - faktor seperti penggunaan sendi yang berlebihan dalam
aktifitas kerja, olahraga berat, adanya cedera sebelumnya, penyakit
sistemik, inflamasi. OA primer lebih banyak ditemukan daripada OA
sekunder.
Tulang belakang :
o Terjadi penyempitan rongga diskus.
o Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji)
antara vertebra yang berdekatan sehingga dapat
menyebabkan keterlibatan pada akar syaraf atau
kompresi medula spinalis.Sklerosis dan osteofit pada
sendi - sendi apofiseal invertebrata.
Panggul :
o Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga
berat badan yang terlalu berat, sehingga disertai
pembentukan osteofit femoral dan asetabular.
o Sklerosis dan pembentukan kista subkondral.
o Penggantian total sendi panggul menunjukkan OA
panggul yang sudah berat.
Tangan:
o Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.
o Sendi - sendi interfalang proksimal (nodus Bouchard)
o Sendi - sendi interfalang distal (nodus Heberden)
g) Tatalaksana Osteoartritis (7)
Tujuan penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda
dan gejala OA, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan
kebebasan dalam pergerakan sendi, serta memperlambat progresi
osteoartritis. Spektrum terapi yang diberikan meliputi fisioterapi,
pertolongan ortopedi, farmakoterapi, pembedahan, rehabilitasi.
a. Terapi konservatif
Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi
kepada pasien, pengaturan gaya hidup, apabila pasien termasuk
obesitas harus mengurangi berat badan, jika memungkinkan tetap
berolah raga (pilihan olah raga yang ringan seperti bersepeda,
berenang).
b. Fisioterapi
Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching,
akupuntur, transverse friction (tehnik pemijatan khusus untuk
penderita OA), latihan stimulasi otot, elektroterapi.
c. Pertolongan ortopedi
Pertolongan ortopedi kadang - kadang penting dilakukan
seperti sepatu yang bagian dalam dan luar didesain khusus pasien
OA, ortosis juga digunakan untuk mengurangi nyeri dan
meningkatkan fungsi sendi
d. Farmakoterapi
Analgesik / anti - inflammatory agents.
COX-2 memiliki efek anti inflamasi spesifik.
Keamanan dan kemanjuran dari obat anti inflamasi harus
selalu dievaluasi agar tidak menyebabkan toksisitas.
Contoh: Ibuprofen : untuk efek antiinflamasi
dibutuhkan dosis 1200 - 2400mg sehari. Naproksen : dosis
untuk terapi penyakit sendi adalah 2x250 - 375mg sehari. Bila
perlu diberikan 2x500mg sehari.
Glucocorticoids
Injeksi glukokortikoid intra artikular dapat
menghilangkan efusi sendi akibat inflamasi. Contoh:Injeksi
triamsinolon asetonid 40mg/ml suspensi hexacetonide 10 mg
atau 40 mg
Asam hialuronat
Kondroitin sulfat
e. Operatif
Indikasi dilakukan tindakan operatif bila: (7)
o Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
o Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penanganan
medikamentosa dan rehabilitatif
Manifestasi klinis
Banyak orang dengan spondilosis pada sinar-X tidak memiliki
gejala apapun. Faktanya, spondilosis ada pada 27%-37% orang dapat
tanpa gejala. Pada sebagian besar riset, spondilosis menyebabkan nyeri
punggung dan nyeri leher akibat adanya kompresi saraf. Kompresi di
servikal dapat menyebabkan nyeri di leher, bahu dan sakit kepala.
Kompresi saraf spinal dapat disebabkan oleh tonjolan diskus dan tonjolan
tulang pada sendi faset pasien spondilosis, menyebabkan penyempitan
pada foramen intervetebre tempat keluar dari kanalis spinalis yang
disebut dengan foraminal stenosis. Bahkan jika mereka tidak cukup besar
untuk secara langsung menekan saraf, diskus yang menggembung dapat
menyebabkan radang lokal dan menyebabkan saraf di tulang belakang
menjadi lebih sensitif, meningkatkan rasa sakit. Herniasi diskus juga
menyebabkan terdorongnya ligamen vetebre dan menyebabkan rasa
sakit.
Gejala spondilosis meliputi nyeri lokal di daerah spondilosis,
biasanya di punggung atau leher. Spondilosis pada tulang belakang leher
bisa menyebabkan sakit kepala. Namun, masih kontroversi apakah
spondilosis ringan, seperti tonjolan tulang kecil dan diskus yang sedikit
menonjol tidak menekan saraf yang menyebabkan sakit punggung.17 Hal
ini karena kebanyakan orang paruh baya dan orang tua memiliki temuan
abnormal pada pemeriksaan rontgen spondilosis, bahkan saat mereka
benar-benar bebas dari rasa sakit. Oleh karena itu, faktor lain
kemungkinan merupakan kontributor utama terhadap nyeri punggung
mereka.
Spondilosis lumbal menggambarkan adanya osteofit yang timbul
dari vertebra lumbalis. Osteofit biasanya terlihat pada sisi anterior,
superior, dan sisi lateral vertebra. Pembentukan osteofit timbul karena
terdapat tekanan pada ligamen. Apabila hal ini mengenai saraf, maka
akan terjadi kompresi pada saraf tersebut, dan dari hal itu dapat
menimbulkan rasa nyeri, baik lokal maupun menjalar, parastesia atau
mati rasa, dan kelemahan otot.17
Jika diskus hernia dari spondilosis menyebabkan saraf terjepit, rasa
sakit bisa masuk ke tungkai kaki. Misalnya, herniasi yang besar terjadi
pada diskus di tulang belakang lumbar dapat menyebabkan kompresi
saraf dan menyebabkan rasa sakit yang berasal dari punggung bawah dan
kemudian menyebar ke kaki. Nyeri yang menjalar dari pangkal ke ujung
ini disebut radikulopati. Persarafan skiatik yang membentang dari
punggung bawah kaki sampai kaki, terpengaruh. Radikulopati dan
skiatika sering menyebabkan mati rasa dan kesemutan (sensasi pin dan
jarum) pada ekstremitas.
Nyeri Skiatika
Nyeri punggung karena osteofit yang menonjol biasanya akan lebih
buruk dengan berdiri lama, duduk, dan membungkuk maju dan seringkali
lebih baik dengan perubahan posisi yang sering dan berjalan. Terdapat
perbedaan manisfestasi nyeri punggung, seperti LBP akibat osteoarthritis
sendi facet biasanya lebih buruk dengan berjalan dan berdiri dan lega
dengan lentur ke depan.18
Apabila terjadi penekanan yang amat berat, kelemahan ekstremitas
yang terkena dapat terjadi. Jika hernia diskus mendorong sumsum tulang
belakang, ini bisa menyebabkan luka pada sumsum tulang belakang
(mielopati). Spondilosis dengan mielopati mengacu pada spondilosis
yang melukai sumsum tulang belakang. Spondilosis tanpa mielopati
mengacu pada spondilosis tanpa cedera pada sumsum tulang belakang.
Gejala mielopati meliputi mati rasa, kesemutan, dan kelemahan.
Misalnya, hernia yang besar terjadi pada diskus di tulang belakang
servikal dapat menyebabkan mielopati servikal jika cukup besar untuk
mendorong sumsum tulang belakang dengan gejala mati rasa, kesemutan,
dan kelemahan di lengan dan kemungkinan kaki.
Diagnosis
Diagnosis spondilosis dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan radiologi seperti sinar-X film polos, MRI, atau CT scan.
Sinar-X dapat menunjukkan taji tulang (Osteofit) pada korpus vertebra di
tulang belakang, penebalan sendi facet (sendi yang menghubungkan
tulang belakang satu sama lain), dan penyempitan ruang diskus
intervertebralis. Foto polos dapat menilai adanya spondilosis namun tidak
sepesifik apabila dibandingkan dengan MRI.
CT scan tulang belakang mampu memvisualisasikan tulang
belakang secara lebih rinci dan dapat mendiagnosis penyempitan saluran
tulang belakang (stenosis tulang belakang) saat ini. MRI mahal tapi
menunjukkan detail terbesar di tulang belakang dan digunakan untuk
memvisualisasikan diskus intervertebralis, termasuk tingkat herniasi
diskus, jika ada. MRI juga digunakan untuk memvisualisasikan vertebra,
sendi facet, saraf, dan ligamen di tulang belakang dan dapat dengan andal
mendiagnosis saraf terjepit.19
Gambaran spondilosis (kiri) pada foto polos
(kanan) pada MRI
(A),(B),(C) menunjukan jenis spesifik osteofit.
Tabel 2.1. Perubahan degeneratif pada pemeriksaan MRI
Ciri Deskripsi
Perubahan Berkurangnya tinggi vertebrae
tulang vertebrae Meningkatnya diamere anterior-
posterior Pembentukan osteofit
Hourglass reshaping
Degenerasi Berkurangnya tinggi diskus
diskus Diskus bulging /menonjol
intervertebrae Simetris
Asimetris Herniasi
Melewati annulus fibrosus tapi
tidak sampe PLL
Melewati annulus fibrosus dan
PLL
Melewati annulus fibrosus, PLL
dan duramarer
Sequestrasi
Perubahan PLL Hipertropi
Osifikasi
Tatalaksana
Tidak ada pengobatan untuk membalikkan proses spondilosis,
karena ini adalah proses degeneratif. Perawatan untuk spondilosis
menargetkan nyeri punggung dan nyeri leher yang dapat menyebabkan
spondilosis. Karena itu, pengobatan spondilosis ini mirip dengan
pengobatan nyeri punggung dan nyeri leher. Pengobatan yang tersedia
termasuk dalam beberapa kategori: obat-obatan, perawatan diri, latihan
dan terapi fisik, terapi tambahan alternatif (chiropractics and
akupunktur), prosedur invasif minimal seperti suntikan, dan pembedahan.
2.4 Spondilolistesis
Definisi
Spondilolistesis adalah subluksasi ke depan dari satu korpus
vertebrata terhadap korpus vertebrata lain dibawahnya. Hal ini terjadi
karena adanya defek antara sendi pacet superior dan inferior (pars
interartikularis). Kebanyakan penderita tidak menunjukkan gejala atau
gejalanya hanya minimal, dan sebagian besar kasus dengan tindakan
konservatif memberikan hasil yang baik. Spondilolistesis dapat terjadi
pada semua lever vertebrata, tapi yang paling sering terjadi pada
vertebrata lumbal bagian bawah seperti (gambar 4.7) terlihat adanya
subluksasi ke anterior dan pada foto polos menunjukan adanya
spondilolistesis pada lumbal 5.21
Curvatura normal dan tulang belakang menjaga keseimbangan
berat badan dengan mempertahankan pusat gravitasi pada kaki. Bentuk
abnormal dari kurvatura tulang belakang berhubungan erat dengan
spondilolistesis. Lindholm dkk melaporkan bahwa 60% (dari 75 pasien
dengan isthmic spondilolistesis) yang mengalami peningkatan lordosis,
memerlukan tindakan operasi.22
Manifestasi Klinis
Low back pain adalah gejala yang umum ditemukan pada
spondilolistesis. Dapat juga ditemukan sciatic pain dari bokong ke
bagian posterior kaki. Hal ini diikuti dengan terbatasnya gerakan kaki.
Dari studi eksperimental didapatkan bahwa gerakan fleksi, ekstensi tidak
terlalu bermakna dalam menimbulkan spondilolistesis. Diduga bahwa
gerakan puntiran (torsinal) menjadi penyebab rusaknya pars
interartikularis sehingga terjadi spondilolistesis. Konsentrasi tertinggi
dari biomekanikal terdapat lumbal, terutama di pars interartikularis.
Gambaran Radiologis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan:
a. Foto polos
Spondilosistesis L4-5.
b. MRI
Definisi
Facet Joint Arthropathy merupakan penyakit degeneratif yang
mengenai sendi facet tulang belakang. Degenerasi yang terjadi diawali
dengan degradasi tulang rawan sendi kemudian menyebabkan erosi dan
penyempitan celah sendi, serta terjadinya sklerosis pada tulang
subchondral.26
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari penyakit ini adalah :
Nyeri
Gejala nyeri yang dirasakan bisa lokal dan menjalar. Gejala lokal
dirasakan berupa back pain di area terjadinya kelainan sendi facet.
Penjalaran nyeri terjadi karena infiltrasi ataupun stimulasi elektrik
terhadap serabut saraf yang terkena. Kelainan yang mengenai sendi
facet lumbal akan dirasakan sampai ke ekstremitas bawah hingga
dibawah lutut tanpa adanya defisit neurologis. Nyeri bisa dirasakan
hilang timbul, biasanya akan meningkat di pagi hari, saat istirahat,
aktivitas fisik berat, dan ekstensi lumbal atau gerakan rotasi
pinggang. Nyeri bisa juga dirasakan ke area abdomen dan pelvis. 27
Diagnosis
e. Pemeriksaan Konvensional
CT-Scan vertebrae lumbal. Potongan sagital (A) dan aksial (B) menunjukkan
adanya degenerasi sendi facet dengan anterolistesis L4, juga ditemukan osteofit,
hilangnya ruang antar sendi, dan sklerosis subkondral. 19
g. MRI
MRI vertebrae lumbal. Peradangan aktif sinovial dan edema intra artikular;
potongan aksial (a) dan sagital (b,c).28
Tatalaksana
Tatalaksana Facet Joint Arthropathy adalah :
1. Analgetik :
Terapi awal yang dapat diberikan berupa terapi anti nyeri seperti;
asetaminofen, NSAID, muscle relaxan.
2. Steroid
Pemberian terapi steroid untuk mengurangi inflamasi sehingga dapat
mencegah progresifitas degenerasi dan nyeri.
3. Bedah
Definisi
Spinal kanal stenosis adalah suatu kondisi penyempitan kanalis
spinalis atau foramen intervertebralis disertai dengan penekanan akar
saraf yang keluar dari foramen tersebut. Struktur anatomi yang
bertanggung jawab terhadap penyempitan kanal meliputi struktur tulang
dan jaringan lunak. Struktur tulang meliputi: osteofit sendi facet
(merupakan penyebab tersering), penebalan lamina, osteofit pada corpus
vertebra, subluksasi maupun dislokasi sendi facet (spondilolistesis),
hipertrofi atau defek spondilolisis, anomali sendi facet kongenital.
Struktur jaringan lunak meliputi: hipertrofi ligamentum flavum
(penyebab tersering), penonjolan annulus atau fragmen nukleus pulposus,
penebalan kapsul sendi facet dan sinovitis, dan ganglion yang bersal dari
sendi facet. Akibat kelainan struktur tulang jaringan lunak tersebut dapat
mengakibatkan beberapa kondisi yang mendasari terjadinya spinal canal
stenosis.32,33
Manifestasi Klinis34
1. Nyeri punggung
Merupakan gejala yang timbul akibat penekanan terhadap struktur
sekitar kelainan.
2. Nyeri seperti terbakar pada bokong atau kaki (linu panggul)
Tekanan pada saraf tulang belakang dapat mengakibatkan rasa sakit di
daerah pasokan saraf. Rasa sakit dapat digambarkan sebagai nyeri atau
rasa seperti terbakar. Ini biasanya dimulai di daerah bokong dan
memancarkan ke kaki. Rasa sakit di kaki yang sering disebut
"sciatica."
Gambaran Radiologis
a. Radiologi Konvensional
Pemeriksaan radiologi konvensional dapat membantu menentukan
adanya tanda stenosis spinal berupa degenerasi tulang dan alignment
corpus vertebra posisi lateral dan coronal. Sensitifitas dan spesifisitas
pemeriksaan radiologi konvensional untuk penilaian stenosis spinal
yakni 86 % dan 96 %.31
b. Magnetic resonance imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging (MRI) merupakan metode pemeriksaan
noninvasif dan cocok untuk mengevaluasi stenosis spinal dalam
keadaan istirahat. Pemerikasaan MRI ini dapat membedakan jaringan
lunak dan menilai status diskus intervertebralis. Gambar potongan
sagital bisa berguna untuk mendiagnosis stenosis sentral berupa
penyempitan kanalis intervertebral. Selain itu juga dengan menilai
foramen intervertebralis dan lemak sekitar disekitar radiks.31
Gambaran stenosis spinal pada MRI dengan tidak adanya lemak sekitar serabut
saraf.27
c. CT-Scan
CT-Scan dapat digunakan untuk mengevaluasi kanalis spinalis dan
membedakan kompresi kanalis spinalis yang disebabkan oleh diskus,
ligamen, dan struktur tulang. Keterbatasan CT-Scan ini tidak dapat
menggambarkan serabut saraf dan medula spinalis karena memililki
densitas yang sama dengan cairan serebrospinal.31
Kelainan degeneratif tulang adalah kelainan yang timbul akibat dari proses
degenerasi sel tulang, berkurangnya massa otot dan menurunnya densitas tulang.
Dimana hal ini akan menyebabkan beberapa penyakit pada tulang. Oleh karena
itu, diperlukan beberapa pemahaman mengenai penyakit yang dapat terjadi pada
saat tulang mengalami degenerasi.