Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PENGENDALIAN VEKTOR SECARA KIMIAWI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengendalian Vektor Penyakit


Semester 5

Oleh :

1. Abdul Khohar (020116A001)


2. Alfian Nisa Rokhimah (020116A002)
3. Alman Putra (020116A003)
4. Bilqis Fikrotul Uliya (020116A007)
5. Nur Fitriani (020116A022)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi


menyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lainnya.
Vektor juga merupakan anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan
suatu Infectious agent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan.
Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor
dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara
langsung juga sebagai perantara penularan penyakit seperti yang sudah di
jelaskan di atas (Nurmaini,2001). Penyakit yang ditularkan melalui vektor
masih menjadi penyakit endemis yang dapat menimbulkan wabah atau
kejadian luar biasa serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat
sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian atas penyebaran vektor tersebut
(Menkes, 2010).
Pengendalian Vektor Penyakit secara kimia dapat dilakukan untuk
nyamuk dewasa maupun larva. Larvicides diaplikasikan pada penampungan
air di mana larvae atau pupae sedang berkembang, misalnya padang rumput,
sumur, parit irigasi, kolam, teluk, bak, dan pinggir jalan parit.i[i] Untuk
nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan (thermal fogging) atau
pengabutan (colg Fogging = Ultra low volume). Pemberantasan nyamuk
dewasa Aedes aegypti tidak dengan menggunakan cara penyemprotan pada
dinding (residual spraying) karena nyamuk Ae.aegypti tidak suka hinggap
pada dinding, melainkan pada benda-benda yang tergantung seperti kelambu
dan pakaian yang tergantung.
Untuk pemakaian di rumah tangga dipergunakan berbagai jenis
insektisida yang disemprotkan ke dalan kamar atau ruangan misalnya
golongan organophospat atau pyrethroid synthetic. Untuk pemberantasan larva
dapat digunakan abate 1 % SG. Cara ini biasannya digunakan dengan
menaburkan abate ke dalam bejana tempat penampungan air seperti bak
mandi, tempayan, drum dapat mencegah adanya jentik selama 2-3 bulan.
Penyemprotan di dalam suatu rumah juga harus dilakukan secara
selektif di tempat-tempat tertentu, misalnya di atap jerami, bagian atas dinding
dan atap, yang dimungkinkan sebagai resting places beberapa vektor dan area
di mana insektisida dapat bertahan selama kurun waktu yang lama. Efek
biologik dari insektisida hanya berlangsung singkat jika disemprotkan pada
dinding yang berlumpur, sehingga penyemprotan tidak dilakukan pada bagian
tersebut. Investigasi sangat diperlukan untuk mengetahui selektifitas
penyemprotan pada populasi vector dan insidensi malaria.
Dalam pengendalian vektor secara kimiawi digunakan berbagai bahan
kimia untuk membunuh ataupun menghambat pertumbuhan serangga. Di
Indonesia hingga sekarang yang banyak dipakai dalam pengendalian vektor
malaria yang seringkali sekaligus dapat mengendalikan vektor filariasis,
adalah penggunaan insektisida yang ditujukan untuk membunuh nyamuk
dewasa dengan cara penyemprotan tempat menggigit dan tempat istirahat
vektor. Hal ini seringkali tidak mencapai sasaran, karena yang biasanya
disemprot adalah rumah tinggal, sedangkan nyamuk menggigit atau istirahat
di luar rumah, dan pada filariasis infeksi seringkali terjadi jauh dari
pemukiman misalnya di ladang dan tepi hutan, yang tidak terjangkau oleh
insektisida.
Selain dari itu, karena vektor filariasis di Indonesia menyangkut lebih
dari 20 spesies nyamuk dengan bionomik yang berbeda-beda pula, cara
penyemprotan tidak dapat diseragamkan sebelum ada data yang lengkap
tentang bionomik vektor. Masalah lain adalah terjadinya resistensi vektor
terhadap insektisida pada vektor malaria, sehingga perlu diadakan alternatif-
alternatif cara pemberantasan lain atau menggunakan insektisida lain.
Penyemprotan pada waktu ini terutama dilakukan terhadap vektor malaria dan
pengendalian vektor filariasis dapat terjadi sebagai efek samping.
Mengingat tempat perkembangbiakan larva vektor DBD pada
penampungan air yang airnya digunakan bagi kebutuhan sehari-hari terutama
untuk minum dan masak, maka larvisida yang digunakan harus mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut: efektif pada dosis rendah, tidak bersifat racun bagi
manusia/mamalia, tidak menyebabkan perubahan rasa, warna, dan bau pada
air yang diperlakukan, dan efektivitasnya lama. Beberapa larvisida dengan
kriteria seperti tersebut di atas sebagian telah digunakan secara luas
(operasional) dan sebagian lainnya masih dalam tahap uji laboratorium atau
uji lapangan skala kecil.
Penggunaan insektisida secara selektif akan mengurangi biaya dan
tekanan seleksi bagi resistensi. Hal ini juga akan membawa lebih banyak
sumber daya untuk solusi yang lebih baik bagi program pengendalian vektor
malaria pada area yang peka. Reorientasi program penyemprotan skala besar
menjadi penyemprotan selektif akan mengurangi operasi penyemprotan. Hal
ini akan berdampak positif juga bagi alokasi sumber daya dan personil, yang
dapat diakomodasi dengan mengadopsi metode pengendalian vector lain yang
dapat menggunakan tenaga ahli yang sudah terlatih dan dan staf
berpengalaman serta sumber daya material.
Penularan penyakit melalui vektor pada berbagai kasus diatas salah
satunya dapat ditangani dengan dengan mengendalikan vektor penyakit yang
berada dilingkungan dengan cara kimia mapun bahan kimia. Pengendalian
secara kimia dinilai lebih ampuh untuk mematikan vektor tetapi juga
mempunyai efek merugikan bagi lingkungan/manusia apabila penggunaan
nya salah dan berlebihan. Oleh karena itu pada makalah ini, kami akan
membahas lebih dalam mengenai cara pengendalian vektor penyakit secara
kimia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pengendalian Vektor Penyakit Secara Kimia?
2. Apa Alasan dan Tujuan Pengendalian Vektor Penyakit?
3. Apa Saja Syarat Bahan Kimia untuk Pengendalian Vektor Penyakit?
4. Apa Saja Faktor untuk Seleksi Insektisida?
5. Apa Saja Macam-Macam Bahan Kimia untuk Mengendalikan Vektor
Penyakit?
6. Apa Saja Efek Samping Penggunaan Bahan Kimia untuk Mengendalikan
Vektor Penyakit?
7. Apa Saja Contoh Kasus Mengenai Efek Penggunaan Bahan Kimia untuk
Mengendalikan Vektor Penyakit?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pengendalian Vektor Penyakit Secara
Kimia.
2. Untuk Mengetahui Alasan dan Tujuan Pengendalian Vektor Penyakit.
3. Untuk Mengetahui Syarat Bahan Kimia untuk Pengendalian Vektor
Penyakit.
4. Untuk Mengetahui Faktor untuk Seleksi Insektisida.
5. Untuk Mengetahui Macam-Macam Bahan Kimia untuk Mengendalikan
Vektor Penyakit.
6. Untuk Mengetahui Efek Samping Penggunaan Bahan Kimia untuk
Mengendalikan Vektor Penyakit.
7. Untuk Mengetahui Contoh Kasus Mengenai Efek Penggunaan Bahan
Kimia untuk Mengendalikan Vektor Penyakit.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengendalian Vektor Penyakit Secara Kimia


Vektor penyakit adalah serangga penyebar penyakit atau arthopoda
yang dapat memindahkan/menularkan agen infeksi dari sumber infeksi
kepada host yang rentan. Pengendalian vektor adalah suatu kegiatan untuk
menurunkan kepadatan pupolasi vektor pada tingkat yang tidak lagi
membahayakan bagi kesehatan manusia.
Pengendalian vektor penyakit adalah semua usaha yang dilakukan
untuk mengurangi atau menurunkan populasi vektor dengan maksud
mencegah atau pemberantas penyakit yang ditularkan vektor atau gangguan
yang diakibatkan oleh vektor.
Pengendalian vektor penyakit secara kimia adalah suatu usaha yang
dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan populasi vektor penyakit serta
memutus mata rantai penularan penyakit yang ada di lingkungan sekitar
manusia menggunakan berbagai macam bahan kimia yang dinilai masih
dalam kamar aman untuk digunakan dengan maksud mencegah atau
pemberantas penyakit yang ditularkan vektor atau gangguan yang diakibatkan
oleh vektor.

B. Alasan dan Tujuan Pengendalian Vektor Penyakit


Alasan Pengendalian Vektor Penyakit :
1. Penyakit tadi belum ada obatnya ataupun vaksinnya, seperti hampir
semua penyakit yang disebabkan oleh virus.
2. Bila ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum
efektif, terutama untuk penyakit parasiter.
3. Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia, sehingga
sulit dikendalikan.
4. Sering menimbulkan cacat, seperti filariasis dan malaria.
5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat seperti
insekta yang bersayap
Tujuan Pengendalian Vektor Penyakit :
1. Menurunkan populasi vektor serendah mungkin secara cepat sehingga
keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit
tular vektor di suatu wilayah atau
2. menghindari kontak dengan vektor sehingga penularan penyakit tular
vektor dapat dicegah.
3. meminimalkan gangguan yang disebabkan oleh binatang atau serangga
pengganggu

C. Syarat Bahan Kimia untuk Pengendalian Vektor Penyakit


Syarat-syarat bahan kimia yang baik adalah :
1. Sangat toksik terhadap vektor sasaran
2. Kurang berbahaya untuk manusia, binatang dan tanaman yang berguna
3. Menarik bagi vektor
4. Tidak mahal, mudah diproduksi, dan mudah disediakan
5. Secara kimia stabil pada aplikasi residu
6. Tidak stabil pada aplikasi udara agar tidak mencemari lingkungan, tetapi
membunuh vektor dengan cepat lalu mengalami dekomposisi menjadi
senyawa yang kurang berbahaya
7. Tidak mudah terbakar
8. Tidak korosit
9. Tidak meninggalkan warma
10. Mudah disiapkan menjadi formulasi yang diinginkan
D. Faktor untuk Seleksi Insektisida

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan seleksi terhadap


insektisida untuk indoor residual spraying antara lain:
1. Efektifitas residual. Pada area trasmisi perennial di mana indoor residual
spraying dengan pestisida dipertimbangkan, maka efektifitas residual
maksimal sesuai yang diinginkan
2. Keamanan. Toksisitas akut dan kronik dari suatu insektisida, persistensi
lingkungan, dan akumulasi residu pada tubuh manusia perlu
diperhitungkan
3. Susceptibilitas vector. Susceptibilitas target populasi vektor terhadap
insektisida adalah penting
4. Pengaruh terhadap suatu penyakit. Kemampuan insektisida untuk
mengurangi insidensi penyakit harus dievaluasi dan dipastikan kembali
5. Excite repellency. Saat konsekuensi epidemiologik efek excito-repellent
dari insektisida tidak dimengerti secara benar-benar, maka efek tersebut
harus dapat diperhitungkan saat operasional penyemprotan. Hal tersebut
akan tidak berguna jika nyamuk melarikan diri dari penyemprotan
insektisida sebelum terpapar dosis lethal. Tetapi jika repellency
mengarah pada pengurangan kemungkinan kontak manusia dengan
vector (dengan membawa nyamuk dari manusia ke hewan di luar rumah),
maka hal itu baru dapat bermanfaat.
6. Biaya. Program harus ditentukan dan terdokumentasi. Hal ini meliputi
biaya insektisida dan frekuensi aplikasi, alat penyemprot, transportasi,
dan tenaga kerja.
7. Manajemen resistensi insektisida. Ilmu penggunaan insektisida bukan
saja digunakan dalam bidang agrikultur, tetapi juga untuk mempelajari
mekanisme resistensi target populasi vektor dan perkembangan resistensi
secara sempit maupun luas dapat dijadikan pedoman untuk seleksi
insektisida untuk meminimalkan masalah resistensi
8. Spesifikasi insektisida. Efikasi suatu produk yang digunakan dalam
kesehatan masyarakat tergantung pada kekayaan fisik dan kimiawi dari
gabungan formulasi. Spesifikasi pestisida oleh WHO dinyatakan bahwa
penggunaan insektisida bervariasi pada beberapa spesifikasi penggunaan
pada agricultural. Hal ini penting bahwa untuk pengendalian vector
malaria dan vector borne disease lain, perlu diperimbangkan beberapa
insektisida yang direkomendasikan oleh WHO. Penggunaan insektisida
dengan spesifikasi tertentu harus di bawah pengawasan institusi
independen.
9. Faktor lain: bau, jarak penglihatan deposit penyemprotan, efikasi
dihadapkan dengan gangguan hama dan faktor lain yang mempengaruhi
aksesibilitas penyemprotan rumah oleh masyarakat.

E. Macam-Macam Bahan Kimia untuk Mengendalikan Vektor Penyakit


1. Larvasida
a. Temephos (Abate)
Larvisida ini terbukti efektif terhadap larva Ae. aegypti dan daya
racunnya rendah terhadap mamalia. Pada program penanggulangan
vektor DBD di Indonesia, temephos sudah digunakan sejak 1976 dalam
bentuk (formulasi) butiran pasir (sand granules) dengan dosis 1 ppm.
Temephos adalah organophosphate (OP) pestisida yang didaftarkan
oleh EPA pada tahun 1965 untuk mengendalikan larva nyamuk, dan itu
adalah satu-satunya organophosphate dengan larvicidal
digunakan. Temephos cocok untuk daerah genangan air, kolam
dangkal, rawa-rawa, rawa-rawa, dan intertidal zona.
Abate adalah nama dagang dari temephos produk yang
digunakan untuk pengendalian nyamuk. Khas insektisida OP lain,
temephos menghambat tindakan kelompok enzim disebut
cholinesterases. Enzim-enzim yang paling penting dalam sistem saraf,
yang otak, dan sistem muskuloskeletal mengendalikan transmisi sinyal
saraf. Rekomendasi ODFW Penggunaan Temephos digunakan di
kolam, atau hanya jika resistensi terhadap pestisida lain muncul.
b. Methoprene (OMS-1697)
Methoprene berhasil menekan kepadatan nyamuk Ae. aegypti
yang menggigit hinggap pada orang dan munculnya nyamuk tersebut
selama satu bulan. Larvisida ini termasuk jenis penghambat tumbuh
serangga (insect growth regulator). Methoprene, pertama dicatat oleh
EPA pada tahun 1975, meniru tindakan pertumbuhan serangga
(mengatur hormon dan mencegah pematangan normal larva
serangga). Altosid briquets, pellet, butiran pasir, dan cairan adalah
produk methoprene digunakan dalam pengendalian nyamuk.
Methoprene sering digunakan pada kolam. Rekomendasi
ODFW Penggunaan Vector Control Methoprene: ketika digunakan
pada aplikasi pengendalian vektor direkomendasikan pengenceran dan
waktu. Methoprene memiliki efek minimal untuk tidak berpengaruh
pada ikan, satwa liar, dan perairan ekosistem. Methoprene merupakan
larvicide kimia karena dibuat dari bahan kimia daripada sumber-sumber
alam.
c. Diflubenzuron (OMS-1804)
Penggunaan larvisida ini pada tempat penampungan air
(tempayan) berhasil mengendalikan larva Ae. aegypti selama 18
minggu.
d. Triflumuron (OMS-2015)
Pada uji laboratorium, dosis 1 ppm berhasil menekan
perkembangan pupa Ae. aegypti menjadi dewasa selama 8 minggu. Uji
lapangan pada dosis 0,075 ppm ternyata berhasil menurunkan populasi
Ae. aegypti sampai 2 minggu setelah perlakuan.
e. Vetrazin (OMS-2014)
Uji laboratorium dan lapangan ventrazin terhadap larva Ae.
aegypti membuktikan bahwa LC50 nya terhadap Ae. aegypti sebesar
0,48 mg/I (laboratorium) sedang efektivitasnya di lapangan sama
dengan methoprene.
2. Malathion
Malathion adalah insektisida OP yang telah terdaftar untuk
digunakan di Amerika Serikat sejak 1956. Telah digunakan dalam
pertanian, perumahan, area rekreasi publik, dan program pengendalian
vektor pada kesehatan masyarakat. Salah satu insektisida OP yang paling
awal dikembangkan. Untuk pengendalian nyamuk, malathion diterapkan
sebagai ultra-low volume (ULV) semprot, baik oleh truk-atau pesawat-
mount penyemprot pada tingkat maksimum £ 0,23 (atau sekitar 2,5 fluida
ons) bahan aktif per hektar, yang meminimalkan risiko eksposur dan
orang-orang dan lingkungan.
Malathion produk yang digunakan dalam pengendalian vektor
meliputi: Fyfanon ULV (untuk dewasa) dan Fyfanon 8 £ Emulsion (untuk
larva). Rekomendasi ODFW Penggunaan Malathion: malathion, seperti
adulticides lain, apakah organophosphate atau lainnya, adalah non-
spesifik. Sebagai ultra low volume (ULV) semprot dengan konsentrasi
yang relatif rendah pestisida dalam semprot, itu dirancang untuk
meminimalkan risiko arthropoda non-target dan hewan lainnya.
3. RHS-Residual House Spraying/Indoor Residual Spraying
Pengendalian vektor yang tidak selektif, seperti penggunaan DDT
dan obat pembasmi serangga lain, bukan lagi merupakan strategi yang
direkomendasikan. Dengan adanya keuangan dan sumber daya manusia,
dikombinasikan dengan potensi resistensi vektor dan kepedulian terhadap
lingkungan, penyemprotan residual dalam rumah harus digunakan hanya
di dalam situasi yang khusus atau saat risiko tinggi. DDT sedang dihapus
bertahap oleh karena penggunaan tersebar luas di lingkungan, dan
menghasilkan tekanan ekonomi dan politis.
Indikator epidemiologi digunakan untuk memutuskan apakah
penerapan penyemprotan residual dalam rumah harus ditinjau kembali
untuk dipertimbangkan pola transmisi, yang bervariasi pada waktu dan
area yang berbeda. Lokasi utama yang dijadikan perimbangan untuk
penyemprotan adalah pada unit operasional yang sekecil mungkin, dengan
target penyemprotan kondisinya baik. Ukuran-ukuran untuk memutuskan
apakah untuk start atau stop operasi penyemprotan adalah juga diperlukan.
Suatu analisa informasi epidemiological mengijinkan penyemprotan untuk
ditargetkan ke rumah jika resiko transmisi di tempat tersebut merupakan
yang paling tinggi, seperti lokasi dekat tempat berkembangbiak utama
nyamuk itu.
Beberapa kriteria untuk aplikasi pengendalian selektif malaria
dengan indoor residual spraying: hal yang perlu dipertimbangkan dalam
indoor residual spraying adalah potensi terjadinya resistensi terhadap
insektisida dan kerusakan lingkungan. Cara ini hanya direkomendasikan
bagi area/daerah yang benar-benar memiliki prioritas tinggi untuk
dilakukan indoor residual spraying.
Pada tempat di mana dilakukan indoor residual spraying, maka
area harus tergambar jelas mana yang harus dicakup dan frekuensi serta
waktu aplikasi harus ditentukan dengan baik dan benar. Ketika suatu
penyemprotan dilakukan, maka harus ada kriteria yang jelas untuk selang
waktu tertentu baru kemudian dapat dilakukan pengembangan
penyemprotan di area baru, untuk keberlanjutan penyemprotan dan untuk
mengatur jarak waktu penyemprotan. Program penyemprotan juga harus
benar-benar cost-effective.
Ukuran area yang akan disemprot harus cukup besar untuk
mencakup seluruh wilayah yang terkena dampak. Ruang penyemprotan
harus diulang 2-4 kali pada interval dari 3-5 hari dalam jangka waktu 1
hingga 2 minggu, dimulai segera setelah wabah dinyatakan. Ruang
penyemprotan harus dilakukan secara menyeluruh di bawah pengawasan
teknis ketat dalam hal dosis, ukuran partikel dan kepadatan. Ruang
penyemprotan harus dilakukan bila nyamuk dewasa aktif, yaitu dalam
waktu sebelum tengah hari. Ruang penyemprotan harus diarahkan atau
dipusatkan di dalam ruangan.
Banyak vektor malaria adalah endophilic, beristirahat di dalam
rumah setelah mengambil makan darah. Nyamuk ini sangat rentan
terhadap kontrol melalui penyemprotan residu dalam ruangan
(IRS). Seperti namanya, IRS melibatkan lapisan dinding dan permukaan
lain dari sebuah rumah dengan sisa insektisida. Selama beberapa bulan,
insektisida akan membunuh nyamuk dan serangga lain yang datang dalam
kontak dengan permukaan ini. IRS tidak secara langsung mencegah orang
dari gigitan nyamuk. Sebaliknya, biasanya membunuh nyamuk setelah
mereka makan, jika mereka datang untuk beristirahat di permukaan yang
telah disemprot, sehingga IRS mencegah penularan infeksi ke orang
lain. Agar efektif, IRS harus diterapkan pada proporsi yang sangat tinggi
dari rumah tangga di suatu daerah (biasanya> 70%).
IRS dengan DDT dan dieldrin adalah metode pengendalian malaria
utama yang digunakan selama Kampanye Pemberantasan Malaria Global
(1955-1969). Keberhasilan IRS dalam mengurangi kasus malaria di
Afrika Selatan lebih dari 80% telah menghidupkan kembali minat pada
alat pencegahan malaria ini. Hal ini juga menyulut kembali perdebatan
mengenai mungkin atau tidak DDT harus memiliki tempat dalam
pengendalian malaria. Dengan dukungan dari Global Fund untuk
memerangi AIDS, Tuberkulosis dan Malaria serta Presiden Malaria
Initiative, beberapa negara telah memulai program IRS-banyak
menggunakan DDT di gudang mereka-insektisida untuk pengendalian
malaria.
Metode ini menggunakan aplikasi residual insektisida (secara aktif
melawan insekta dewasa). Cara ini suitable untuk vektor yang memiliki
waktu istirahat cukup panjang pada tempat peristirahatan. Pada
pengendalian malaria, metode ini dilakukan indoor. Residual spraying
menggunakan hand-compression sprayer atau knapsack motorised sprayer
yang diaplikasikan saat malam atau pagi hari.
4. Molecular Film
Pengendalian vektor dengan molecular film salah satu contohnya
adalah AGNIQUE MMF yang merupakan larvicide dan pupicide dengan
bahan aktif Poly (oxy-1 ,2-ethanediyl). AGNIQUE MMF adalah
biodegradable dengan alkohol ethoxylated surfaktan. AGNIQUE MMF
monomolecular menghasilkan film yang tak terlihat dengan cepat
menyebar di atas permukaan air pada habitat naymuk. Film ini
mengganggu tegangan permukaan air tempat pengembangan larva nyamuk
dan siklus kepompong menyebabkan mereka tenggelam.
MMF AGNIQUE sangat efektif dan memiliki kemampuan unik
untuk menyebar dengan cepat di permukaan air. Ketika jumlah yang tepat
telah diterapkan, tidak akan ada istirahat atau kesenjangan dalam film
sehingga mencegah munculnya nyamuk. Karena lapisan tipis, larva masih
dapat menembus film untuk mendapatkan udara yang memungkinkan bagi
mereka untuk bertahan sampai 5 hari.
Angka kematian tergantung pada tahap siklus hidup. Larva
biasanya terbunuh dalam waktu 48 sampai 72 jam, namun tergantung
beberapa spesies dan di bawah kondisi lingkungan tertentu. Suhu air akan
mempengaruhi laju oksigen yang digunakan untuk pematangan larva,
sehingga memperlambat kontrol. Uji lapangan menunjukkan MMF
Agnique ampuh untuk 5-21 hari.
MMF AGNIQUE dapat diterapkan untuk semua habitat nyamuk
pada genangan air dengan menggunakan metode penyemprotan
konvensional. Tipikal habitat di mana produk yang telah terbukti efektif
mencakup lahan basah, rawa-rawa garam, kolam renang tidak terpakai,
rawa-rawa, dan parit-parit pinggir jalan, hutan, sawah dan banyak lagi.
Tingkat aplikasi yang disarankan pengendalian nyamuk yang efektif pada
tingkat satu liter per hektar dari air permukaan. Daerah yang persediaan air
terbatas hanya memerlukan sejumlah kecil Agnique MMF.
Keuntungannya antara lain tidak perlu waktu aplikasi ke tahapan
hidup tertentu (mengendalikan semua tahap kehidupan dewasa) dan
meliputi seluruh area permukaan tanpa harus secara fisik menerapkannya
secara merata; memberikan kontrol residu 7-21 hari untuk mengurangi
biaya; tidak ada racun kimia; non-beracun untuk ikan dan organisme air
lainnya; tidak ada bau; non-phytotoxic; tidak berpengaruh pada oksigen
terlarut, pH atau konduktivitas air; tidak meninggalkan residu. Keuntungan
yang signifikan adalah bahwa nyamuk tidak dapat mengembangkan
resistensi terhadap AGNIQUE MMF karena kontrol adalah melalui cara
fisik. Keuntungan lain dari cara fisik adalah efektivitasnya pada semua
jenis nyamuk.
Beberapa kabupaten pengendalian vektor menggunakan film
molekul, seperti Agnique MMF (ethoxylated alkohol). Ini membentuk
selaput tipis di permukaan air. Bertindak dengan mencekik kepompong
dan permukaan-larva bernapas. Ini juga menenggelamkan nyamuk dewasa
yang mencoba untuk mendarat di air diperlakukan oleh senyawa.
Agnique ini efektif untuk 5-22 hari. Ini dapat digunakan pada air
minum, tetapi belum disetujui untuk digunakan pada produk makanan. Hal
ini paling baik digunakan untuk pengendalian larva dalam wadah buatan,
genangan air disebabkan oleh aktivitas manusia, ban bekas, dan
sejenisnya. Ini dapat digunakan di genangan air di sekitar tepi rawa-rawa
dan lahan basah.
Rekomendasi ODFW Penggunaan Molecular Film: ODFW tidak
menetapkan kebijakan pembatasan atau molekul film, seperti Agnique.
Sebagian besar kabupaten pengendalian vektor menggunakan produk ini
untuk mengendalikan larva dan kepompong pada croplands pada badan air
alami. Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena akan mengganggu
siklus hidup invertebrata air, termasuk permukaan menyesakkan
pernapasan invertebrata, berpotensi membuat serangga dewasa tenggelam
saat mendarat di permukaan air untuk bertelur.
5. Pengasapan (fogging) atau Pengkabutan (cold aerosol)
Lalat adalah salah satu hama serangga terbang yang cukup penting,
di samping mengganggu kenyamanan hidup manusia, lalat diketahui dapat
menularkan beberapa penyakit seperti diarhe, dysentery, cholera, thypoid
dan lain-lain. Pengendalian kimiawi adalah cara-cara dengan
menggunakan racun serangga (insektisida) untuk membunuh larva lalat
(belatung) di tempat penimbunan sampah organik atau di tempat
perkembangbiakan lalat, dan juga membunuh lalat dewasa dengan cara
penyemprotan residu di tempat lalat dewasa hinggap.
Pengasapan (fogging) atau pengkabutan (cold aerosol) juga dapat
dilakukan pada saat-saat lalat aktif terbang di pagi atau sore hari. Reduksi
populasi dapat dilakukan secara kimiawi menggunakan insektisida,
contoh: Solfac (cyfluthrin) atau Quick Bayt (imidacloprid). Reduksi
populasi kecoa secara kimiawi (penyemprotan dengan Solfac).
a. Thermal fogging
Sejumlah senyawa sintetik pyrethroid serta malathion atau
fenitrothion dalam rumusan yang berbeda telah diuji, setelah
mencampur dengan minyak solar, dengan atau tanpa campuran
pyrethroid. Pendekatan ini penetrasi di daerah perkotaan yang ramai
atau di mana vegetasi padat. Ayunan kabut mesin dan kendaraan-
mount generator sekali didistribusikan secara luas di Daerah Asia
Tenggara.
Fogging dapat memutuskan rantai penularan DBD dengan
membunuh nyamuk dewasa yang mengandung virus. Namun, fogging
hanya efektif 1-2 hari. Selain itu, jenis insektisida yang digunakan
untuk fogging juga harus diganti-ganti untuk menghindari resistensi
dari nyamuk. Departemen Kesehatan selalu mengawasi jenis
insektisida yang digunakan. Masyarakat bisa
melakukan fogging swadaya dengan membeli obat nyamuk semprot
maupun penyedia jasa penyemprotan. Obat nyamuk dapat disemprot
di pagi dan sore hari baik di dalam rumah dan halaman. ii[ix]
Daerah fogging atau penyemprotan terutama disediakan untuk
situasi darurat: menghentikan epidemi atau cepat mengurangi populasi
nyamuk dewasa ketika mereka telah menjadi hama yang
parah. Semprotan fogging dan daerah harus benar bertepatan dengan
waktu puncak kegiatan nyamuk dewasa, karena nyamuk istirahat
sering ditemukan di daerah-daerah yang sulit bagi insektisida untuk
mencapai (misalnya, di bawah daun, di celah-celah kecil).
Insektisida digunakan dalam kabut termal diencerkan dalam
pembawa cairan, yang berbasis minyak. Gas panas digunakan untuk
memanaskan semprotan pestisida, penurunan viskositas pengangkut
minyak, dan penguapan. Ketika meninggalkan nozzle uap hits dingin
udara dan mengembun membentuk awan putih padat kabut. Sebagian
besar tetesan lebih kecil dari 20 μm. Ukuran tetesan dipengaruhi oleh
interaksi antara perumusan, laju aliran, dan suhu di nozzle (biasanya>
500 ° C).
Volume semprot diterapkan dalam pengendalian vektor 5-10
liter per hektar, dengan maksimum absolut 50 litres perhectare. Emisi
gas panas diperoleh dari mesin knalpot, gesekan plat/mesin knalpot
atau dari pulsa jet mesin. Keuntungan: mudah terlihat kabut begitu
penyebaran dan penetrasi dengan mudah dapat diamati dan dipantau
konsentrasi rendah bahan aktif dalam campuran semprot. Kekurangan:
volume besar pelarut organik digunakan sebagai pelarut yang
mungkin mengakibatkan bau dan pewarnaan; biaya tinggi; Rumah
tangga mungkin objek dan kabut menghambat penetrasi ke rumah-
rumah dengan menutup jendela dan pintu; risiko api dari mesin
beroperasi pada suhu yang sangat tinggi; dapat menyebabkan bahaya
lalu lintas di wilayah perkotaan.
Kabut termal yang dihasilkan oleh peralatan di mana
insektisida yang dilarutkan dalam minyak yang sesuai dengan titik
nyala tinggi adalah ketika vapourized disuntikkan ke kecepatan tinggi
aliran gas panas. Malathion yang paling umum digunakan insektisida,
biasanya diterapkan oleh tangan-dilakukan termal Swingfog generator
atau untuk daerah yang lebih besar, dengan kendaraan terpasang
generator. Fogger tangan dilakukan biasanya memiliki pulsa mesin
jet. Aplikasi harus dilakukan pagi-pagi sebelum arus konveksi termal
mengangkat kabut dari permukaan tanah. Program kabut termal harus
menggunakan aplikasi mengulangi setiap empat hari untuk
mempertahankan Ae. Aegypti pada tingkat rendah. Thermal fogging
secara luas digunakan oleh organisasi pengendalian vektor di seluruh
wilayah.
b. Cold Aerosol atau penyemprotan ultra-low-volume (ULV)
Teknis kelas malathion atau fenitrothion pada tingkat 0,5 liter
per hektar. Daerah yang lebih kecil, di antara generator aerosol diuji
dan direkomendasikan adalah kendaraan terpasang ULV generator,
back-pak dengan ULV kabut nozzle atau portabel blower.
Pengendalian nyamuk demam berdarah dengue Aedes aegypti
dengan insektisida biasanya dilakukan secara ULV. Penyemprotan
ULV secara umum memiliki kelebihan dibanding thermal fogging
antara lain lebih ekonomis (volume yang digunakan lebih sedikit) dan
tidak mengganggu aktivitas penduduk. Di area yang tidak
memungkinkan penggunaan vehicle-mounted ULV karena jalan
lingkungannya tidak dapat dilalui kendaraan roda empat maka dapat
digunakan portable ULV. Kedua cara penyemprotan tersebut di atas
selain berpengaruh terhadap populasi Ae. aegypti sebagai sasaran
utama juga berpengaruh terhadap Cx. quinquefasciatus.
Malathion yang tergolong jenis organofosfat sudah digunakan
dalam pengendalian vektor demam berdarah dengue sejak tahun 1972.
Guna mencegah kemungkinan terjadinya resistensi akibat penggunaan
jenis (golongan) insektisida tertentu secara terus menerus maka perlu
dilakukan rotasi dan penggunaan insektisida lain yang berbeda cara
kerjanya. Permethrin tergolong dalam insektisida piretroid sintetik dan
merupakan racun syaraf yang bekerja bila terjadi kontak baik dengan
larva maupun nyamuk.
Mesin ULV (Hurricane) Model 2796 Ultra (Ex. Curtis Dyna
Fog USA). Mesin pengkabutan/cold fogger/mist dari desinfektan di
udara “Electric Portable Aerosol Applicator”, sangat efektif untuk
sterilisasi (desinfeksi) dalam rangka pengendalian infeksi nosokomial.
Aplikasi didalam ruangan (kamar operasi, isolasi, bangsal perawatan
dll), juga bisa digunakan untuk pengendalian vektor (lalat, kecoa,
nyamuk).
Dalam pengendalian demam berdarah, terutama selama
epidemi, ruang semprotan insektisida dalam bentuk ultra low volume
(ULV) aerosol dipraktekkan. World Health Organization (WHO) juga
mencatat bahwa ruang spray efektif terhadap nyamuk dewasa di
dengue kegiatan pengendalian, selain larvicides.
Salah satu metode yang paling umum untuk mengendalikan
vektor Artropoda, terutama nyamuk adalah aplikasi insektisida baik
oleh penyemprotan pada tanah atau udara. Penyemprotan Ultra-low-
volume (ULV) adalah metode yang paling sering yang digunakan
untuk mengendalikan vektor. Ketika memilih aplikasi peralatan dan
insektisida, aplikator bergantung pada operasi peralatan
direkomendasikan parameter, seperti yang diberikan oleh produsen,
bersama dengan aplikasi ukuran tetesan yang direkomendasikan
secara rinci pada label untuk memastikan bahan kimia yang paling
efektif dalam aplikasi.
Penggunaan udara ULV spray terbatas pada topografi daerah
yang memiliki fitur yang akan memungkinkan pengoperasian yang
aman dari pesawat semprot. Penggunaannya juga terbatas pada waktu
dan musim tahun ketika faktor-faktor iklim yang cocok. Ketika suhu
udara telah melebihi 80 F dan ketika telah melebihi kecepatan angin
10 mph, ULV semprotan sudah sering gagal mencapai kontrol
memuaskan populasi nyamuk dewasa. Di daerah-daerah yang
memiliki topografi yang berbeda atau kondisi iklim, mungkin perlu
untuk memodifikasi dosis dan/atau ukuran tetesan untuk mencapai
hasil yang memuaskan. Ukuran area disemprot adalah faktor penting
dalam efek semprot pada populasi nyamuk.
Kabut dingin butiran halus air dibentuk dengan cara
melewatkannya melalui nosel bertekanan tinggi atau dengan melewati
aliran lambat melalui pusaran kecepatan tinggi udara. Beberapa
peralatan dilengkapi dengan nozzle kecepatan tinggi. Semprotan
tetesan dihasilkan tanpa panas eksternal. Kabut dingin volume spray
dijaga agar tetap minimum. Formulasi insektisida ultra-low-volume
biasanya digunakan untuk aplikasi tersebut.
Keuntungan: jumlah pengencer yang seminimal mungkin,
sehingga menurunkan biaya; beberapa formulasi siap untuk digunakan
sehingga mengurangi eksposur operator; dapat menggunakan berbasis
air yang menimbulkan bahaya kebakaran rendah dan lebih ramah
lingkungan; karena volume yang lebih rendah cair diterapkan, aplikasi
lebih efisien; tidak ada lalu lintas bahaya sebagai awan semprot
hampir tidak kelihatan. Kekurangan: penyebaran dari awan semprot
sulit untuk mengamati dan keterampilan teknis yang lebih tinggi dan
teratur kalibrasi diperlukan untuk efisien pengoperasian peralatan.
6. Focal penyemprotan
Berdasarkan informasi epidemiologi, penyemprotan fokus yang
terbatas adalah direkomendasikan untuk menutupi daerah sekitarnya
masing-masing kasus dilaporkan dengue / DFH dalam radius 500
meter. Pendekatan ini didasarkan pada bionomics dari Aedes
aegypti, memiliki rentang yang terbatas penerbangan dari 500 meter atau
kurang. Focal penyemprotan dengan 3-5% malathion termal pengasapan
dalam minyak diesel sudah pernah dijalankan secara luas di seluruh
Indonesia, khususnya di mana rumah-rumah yang tersebar. Ini ideal
pendekatan untuk segera mengambil tindakan terhadap wabah lokal.
7. Minyak
Minyak dapat diterapkan pada permukaan air, mencekik larva dan
kepompong. Sebagian besar minyak yang digunakan saat ini adalah cepat
biodegraded. Minyak, seperti film, adalah pestisida yang digunakan untuk
membentuk lapisan di atas air untuk tenggelam larva, kepompong, dan
muncul dewasa nyamuk. Mereka secara khusus berasal dari minyak bumi
sulingan dan telah digunakan selama bertahun-tahun di Amerika Serikat
untuk membunuh kutu daun pada tanaman dan kebun buah-buahan pohon,
dan untuk mengendalikan nyamuk.Nama dagang untuk minyak yang
digunakan dalam kontrol nyamuk Bonide, BVA2, dan Golden Bear-1111
(GB-1111).
Oils, jika disalahgunakan, dapat meracuni ikan dan organisme air
lainnya. Untuk alasan itu, EPA telah menetapkan tindakan pencegahan
khusus pada label untuk mengurangi resiko tersebut. Selain, US
Geological Survey (USGS) melakukan penelitian pada efek pada unggas
air dalam lingkungan alam.
Rekomendasi ODFW Penggunaan Minyak: kecuali tidak ada
alternatif biologi lainnya yang tersedia (seperti sebelumnya tercantum
larvicides dan pupicides), ODFW merekomendasikan bahwa pengendalian
vektor kabupaten tidak boleh menggunakan GB-1111, BVA 2 atau
Bonide. BVA 2 juga memiliki label peringatan berikut: produk ini beracun
untuk ikan dan organisme perairan.
8. Space spraying
Space spraying digunakan untuk mengcover area yang cukup luas
dan diaplikasikan outdoor dengan menggunakan mist atau fog. Alat yang
digunakan antara lain portable fogging machines, knapsack mist-blower
machines, vehicle-mounted fogging machines, atau dari aircraft untuk
memancarkan pestisida pada area uang cukup luas. Space spraying tidak
sutabel untuk pengendalian malaria karena sebagian besar anopheles
beristirahat indoor. Metode ini membutuhkan para ahli dan memerlukan
dana cukup besar. Pemancaran insektisida dari pesawat lebih akurat
daripada menggunakan mesin dari atas tanah. Cara ini dilakukan saat pagi
atau malam hari.
Pengendalian vector secara kimiawi diberlakukan jika
pengendalian secara fisik dan bilogi gagal untuk mengendalikan populasi
nyamuk National Pollution Discharge Elimination System (NPDES)
mengijinkan aplikasi larvasida pada permukaan air. Prinsip penggunaan
pestisida antara lain:
a. Penggunaan pestisida merupakan jalan terakhir untuk melengkapi
pengendalian vector secara biologi, phisik atau pengendalian secara
alami.
b. Aplikasi pestisida tidak membahayakan organisma non target.
c. Penggunaan pestisida untuk perlakukan lokasi spesifik tempat nyamuk
(yang sedang menyebabkan gangguan atau menciptakan suatu masalah
kesehatan masyarakat) berkembang biak
d. Penerapan pestisida yang selektif berdasarkan siklus hidup nyamuk
b. Penerapan pestisida seturut pemerintah pusat, peraturan, dan hukum,
dan sesuai dengan aturan pemakaian.

F. Efek Samping Penggunaan Bahan Kimia untuk Mengendalikan Vektor


Penyakit
1. Produk pembasmi serangga beraerosol dapat menyebabkan penipisan
lapisan ozon stratosfer.
2. beberapa jenis obat semprot serangga masih menggunakan CFC sebagai
bahan pendorong (propelan juga mempunyai resiko yaitu membuat makin
lebarnya lubang ozon dan semakin tingginya suhu permukaan bumi.
3. Anti nyamuk termasuk kelompok pestisida(pembasmi hama), sehingga
obat anti nyamuk juga mengandung racun. Hal itu dibuktikan dengan
ditemukannya tiga bahan aktif dalam obat anti nyamuk, yaitu jenis
diklorvos, propoxur, pirethroid, dan dietiltoluamida serta bahan kombinasi
dari ketiganya.
4. Diklorvos sangat berpotensi menyebabkan kanker, menghambat
pertumbuhan organ serta kematian prenatal, dan merusak kemampuan
reproduksi.
5. Propoxur termasuk racun kelas menengah. Jika terhirup maupun terserap
tubuh manusia dapat mengaburkan penglihatan, keringat berlebih, pusing,
sakit kepala, dan badan lemah.
6. Jika tumbuh-tumbuhan atau daging hewan yang tercemar tersebut
dikonsumsi oleh manusia, akibatnya bisa fatal. Orang yang mengonsumsi
dapat keracunan bahkan dapat terkena kanker yang berisiko kematian.
7. Penggunaan DDT sebagai pembunuh serangga telah dilarang oleh
pemerintah karena DDT memiliki efek negatif bagi mikroorganisme. DDT
dapat larut dalam pelarut lemak dan jaringan lemak. oleh sebab itu, racun
ini menjadi mudah berpindah dari lingkungan ke jaringan lemak hewan.
DDT tidak mudah terurai, akibatnya terjadi penumpukan DDT di dalam
jaringan hewan atau tumbuhan.
8. Efek negatif dari pemakaian insektisida yang berlebihan atau pemakaian
yang tidak hati-hati antara lain adalah keracunan yang dapat merenggut
jiwa. Insektisida yang masuk ke perairan akan menimbulkan pencemaran
air. Hal ini akan mengakibatkan terbunuhnya binatang binatang air.

G. Contoh Kasus Mengenai Efek Penggunaan Bahan Kimia untuk


Mengendalikan Vektor Penyakit
1. Pada tanggal 30 Juli 2012, Turis bernama Kari Bowerman (27) dan
Cathy Huynh (26) yang berasal dari Korea Selatan tengah berlibur ke
Vietnam, sehari setelahnya mereka berdua akhirnya meninggal setelah di
rawat di Rumah Sakit. Para pakar kimia menyebutkan bahwa mereka
keracunan bahan kimia yaitu chlorpyrifos dapat menyebabkan mual,
pening, linglung dan jika kadarnya tinggi akan mengakibatkan orang
yang menghirupnya mengalami respiratory paralysis atau kelumpuhan
pernafasan dan meninggal dunia, bahan kimia tersebut masih terbilang
legal di Thailand dan Vietnam, dan kematian disebabkan karen seringkali
menemukan banyak perusahaan pembuat produk kebersihan yang
'menaikkan' kadar chlorpyrifos-nya untuk melawan tungau kasur di Asia.
yang kedua adalah akibat insektisida, Baru-baru ini kepolisian Thailand
mengumumkan penemuan produk pembasmi serangga DEET di dalam
tubuh Belanger bersaudara. Para penyidik percaya DEET itu
ditambahkan sebagai salah satu bahan cocktail populer yang disajikan di
hotel tempat keduanya menginap.
2. Pada tanggal 3 Januari 2017, empat anak tewas di Texas dan enam
lainnya dirawat di Rumah Sakit setelah menghirup gas beracun yang
disemprotkan dari pembasmi serangga dirumah, Gas beracun tersebut
merupakan campuran pestisida dan fosfina. Gas ini berbahaya lantaran
bisa menyebabkan gagal pernapasan dan edema paru-paru.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengendalian vektor penyakit secara kimia adalah suatu usaha yang
dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan populasi vektor penyakit
serta memutus mata rantai penularan penyakit yang ada di lingkungan
sekitar manusia menggunakan berbagai macam bahan kimia yang dinilai
masih dalam kamar aman untuk digunakan dengan maksud mencegah atau
pemberantas penyakit yang ditularkan vektor atau gangguan yang
diakibatkan oleh vektor.
2. Alasan Pengendalian Vektor Penyakit yaitu karena penyakit belum ada
obat/vaksin, kerja obat/vaksin belum efektif, banyak penyakit yang berasal
dari hewan, sering menimbulkan cacat, dan penyakit cepat menjalar.
3. Tujuan Pengendalian Vektor Penyakit adalah untuk menurunkan populasi
vektor, menghindari kontak dengan vektor untuk mencegah penularan, dan
meminimalkan gangguan dari vektor/serangga pengganggu.
4. Syarat Bahan Kimia untuk Pengendalian Vektor Penyakit adalah sangat
toksik untuk vekor, menarik bagi vektor, tidak berbahaya bagi tumbuhan
dan manusia, tidak mudah terbakar/korosif, dan tidak mahal.
5. Faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan seleksi terhadap
insektisida untuk indoor residual spraying antara lain : Efektifitas residual,
Keamanan, Susceptibilitas vector, Pengaruh terhadap suatu penyakit,
Excite repellency, Biaya, Manajemen resistensi insektisida, dan Spesifikasi
insektisida.
6. Macam-Macam Bahan Kimia untuk Mengendalikan Vektor Penyakit yaitu
a. Larvasida : Temephos (Abate), Methoprene (OMS-1697),
Diflubenzuron (OMS-1804), Triflumuron (OMS-2015), Vetrazin
(OMS-2014)
b. Malathion, RHS-Residual House Spraying/Indoor Residual Sprayin,
dan Molecular Film
c. Pengasapan (fogging) atau Pengkabutan (cold aerosol) : Thermal
fogging, Cold Aerosol atau penyemprotan ultra-low-volume (ULV)
d. Focal penyemprotan, Minyak, dan Space spraying
7. Efek Samping Penggunaan Bahan Kimia untuk Mengendalikan Vektor
Penyakit yaitu menyebabkan penipisan lapisan ozon stratosfer, membuat
makin lebarnya lubang ozon dan semakin tingginya suhu permukaan bumi,
pestisida mengandung racun, Diklorvos sangat berpotensi menyebabkan
kanker, Propoxur dapat mengaburkan penglihatan, keringat berlebih,
pusing, sakit kepala, dan badan lemah.

B. Saran
1. Sebaiknya dalam penggunaan bahan kimia untuk pengendalian vektor
penyakit harus ada pengawasan dari pihak yang terkait apalagi
pemasaran produk tersebut sudah sangat banyak dan mudah ditemukan
diberbagai warung maupun swalayan.
2. Sebaiknya konsumen lebih selektif memilih pengguanaan bahan kimia
yang tepat untuk jenis vektor yang akan dikendalikan .
DAFTAR PUSTAKA

http://shabreen-martha.blogspot.com/2010/08/pengendalian-vektor-secara-
kimiawi.html diakses pada 11 September 2018

http://pengendalianvektor.blogspot.com/2014/11/pengendalian-vektor.html
diakses pada 11 September 2018

http://mrbacokuttu.blogspot.com/2011/03/pengendalian-vektor.html diakses pada


11 September 2018

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/blb/article/view/2376 diakses pada


11 September 2018

http://dinadwinuryani.blogspot.com/2013/05/pengendalian-vektor.html diakses
pada 11 September 2018

http://rezkyfkmuncen.blogspot.com/2014/11/pengendalian-vektor.html diakses
pada 11 September 2018

http://www.guruipa.net/2016/01/bahan-kimia-pembasmi-serangga-insektisida-
dan-efek-samping-penggunaan-pembasmi-serangga.html# diakses pada
11 September 2018

https://seniwenboyo.blogspot.com/2017/07/pengaruh-dan-efek-samping-
produk.html diakses pada 11 September 2018

https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20150916/282522952254823
diakses pada 11 September 2018

https://health.detik.com/berita-detikhealth/2018954/banyak-turis-mati-misterius-
di-asia-tenggara-gara-gara-keracunan diakses pada 11 September 2018

https://www.merdeka.com/dunia/semprot-pembasmi-serangga-di-rumah-empat-
bocah-di-texas-tewas.html

Anda mungkin juga menyukai