ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3. Manfaat referat
1.3.1. Manfaat dalam bidang edukasi
Penulis berharap referat ini dapat berguna bagi sejawat kedokteran untuk
mengetahui lebih dalam mengenai PCOS.
1.3.2. Manfaat dalam bidang kesehatan masyarakat
Penulis berharap referat ini dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat
untuk publik mengenai PCOS sehingga dapat mengenal gejala – gejala PCOS
lebih awal.
1.3.3. Manfaat dalam bidang penelitian
Penulis berharap referat ini dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai
referensi yang bermanfaat, terutama mengenai tatalaksana terbaru dari PCOS.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1.2. Epidemiologi PCOS
Saat ini beberapa penelitian telah menunjukkan prevalensi PCOS akan
beragam bergantung dengan kriteria diagnostik yang digunakan. Sebagai
kelainan endokrin tersering yang dialami oleh wanita usia reproduktif, PCOS
mempengaruhi sekitar 4 hingga 8% dari populasi menggunakan kriteria NIH
dan penelitian menunjukkan prevalensi akan meningkat sebanyak dua hingga
tiga kali lebih tinggi jika menggunakan kriteria Rotterdam dibandingkan
menggunakan kriteria NIH.6 Selain itu, meskipun gejala dari peningkatan
kadar androgen beragam pada berbagai etnis, namun PCOS dapat
mempengaruhi semua ras secara merata.
Prevalensi PCOS juga meningkat pada beberapa kondisi. Riwayat
penambahan berat badan yang tinggi memiliki resiko untuk terjadinya PCOS.
Sebanyak 28,3% wanita yang obese mengalami PCOS. Diabetes mellitus tipe
1, 2 dan diabetes gestasional juga mengalami peningkatan prevalensi PCOS.
Dengan menggunakan kriteria NIH, sebanyak 40,5% pasien dengan diabetes
mellitus tipe 1 mengalami PCOS; 26,7% pasien dengan diabetes mellitus tipe
2 mengalami PCOS; dan 16% pada pasien dengan diabetes gestasional.6
Menurut Christensen et al, PCOS terdapat pada 1 dari 200 wanita pada
usia 15 – 19 tahun.7 PCOS juga terdapat pada 5 juta wanita berusia reproduktif
di Amerika serta terdapat 4,5% wanita dengan PCOS di Surabaya.4,8
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita PCOS harus ditujukan pada tanda-
tanda hirsutisme yaitu kebotakan, jerawat (akne), klitoromegali
(pembesaran klitoris), distribusi rambut pada tubuh (muka, di atas bibir,
dada, linea alba), pengecilan payudara, dan tanda-tanda resistensi insulin
(obesitas, distribusi lemak sentripetal, akantosis nigrikans). Sedangkan pada
pemeriksaan bimanual dapat juga ditemukan ovarium yang membesar atau
dapat juga tidak teraba.10,13
Hirsutisme (70%) adalah suatu keadaan dimana ditemukan pola
pertumbuhan rambut pria (diatas bibir, dagu, dada, punggung) pada seorang
wanita. Sedangkan akantosis nigrikans adalah penanda dermatologis akibat
resistensi insulin dan hiperinsulinemia yang ditandai dengan perubahan
warna kulit menjadi abu-abu kecoklatan, halus, kadang-kadang seperti
veruka pada leher, selangkangan dan aksila. Oleh sebab itu, efek-efek
ekstrem dari anovulasi kronik hiperandrogenik dari PCOS disebut sebagai
Sindrom HAIR-AN (hiperandrogenisme, resistensi insulin, dan akantosis
nigrikans).13
Menurut National Institute of Health – National Institute of Child
Health and Human Development (NIH-NICHD) untuk mendiagnosa PCOS
ditetapkan:
Kriteria mayor:
Anovulasi
Hiperandrogenemia
Tanda klinis hiperandrogenisme
Penyebab lainnya dapat disingkirkan
Kriteria minor:
Resistensi insulin
Hirsutisme dan obesitas yang menetap
Meningkatnya perbandingan rasio LH/FSH
Anovulasi intermiten yang berhubungan dengan androgenemia
Bukti secara ultrasonografi terdapat ovarium polikistik
Dalam skema ini, terdapat dua kriteria mayor untuk mendiagnosis
PCOS yaitu anovulasi dan adanya hiperandrogenisme yang ditetapkan
secara klinis dan laboratorium. Adanya 2 kelainan ini cukup untuk
mendiagnosis PCOS. Dibutuhkan 1 kriteria mayor yaitu anovulasi dan 2
kriteria minor yaitu rasio LH/FSH > 2,5 dan terbukti adanya ovarium
polikistik secara USG.
Penyakit ini diperkirakan terjadi pada 3,5% - 7% dari populasi
wanita. Pasien-pasien yang terkena khususnya mereka yang berada pada
dekade ketiga dengan riwayat obesitas pramenars, amenorea sekunder atau
oligomenorea, infertil dan hirsutisme.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium seperti testosterone (T) atau
dehidroepiandrosteronsulfat (DHEAS) bermanfaat untuk menunjukkan
hiperandrogenisme ovarium. Tumor yang mensekresi androgen pada
ovarium atau kelenjar adrenal juga selalu disertai dengan kadar androgen
dalam sirkulasi yang meningkat, tetapi tidak terdapat kadar absolut yang
bersifat patognomonik untuk suatu tumor atau kadar minimum yang dapat
menyingkirkan kemungkinan adanya tumor. Kadar T yang tinggi selalu
berasal dari ovarium (> 1,5 ng/ml), sedangkan kadar DHEAS yang tinggi
selalu berasal dari suprarenal (> 5-7ng/ml).10,13
Indikasi pemeriksaan T maupun DHEAS dapat dilihat dari ringan
beratnya pertumbuhan rambut. Bila pertumbuhan rambut yang terlihat
hanya sedikit saja (ringan), maka kemungkinan besar penyebab tingginya
androgen serum adalah akibat gangguan pada ovarium yaitu berupa
anovulasi kronik, sedangkan bila terlihat pertumbuhan rambut yang
mencolok, maka peningkatan androgen kemungkinan besar berasal dari
kelenjar suprarenal yang dapat berupa hiperplasia, atau tumor.13
USG dan/atau laparoskopi merupakan alat utama untuk diagnosis
PCOS. Dengan USG, hampir 95 % diagnosis dapat dibuat. Pada USG
terlihat gambaran seperti roda pedati atau folikel-folikel kecil berdiameter
7-10 mm. Baik dengan USG, maupun dengan laparoskopi, kedua atau salah
satu ovarium pasti tampak membesar.13
Dengan USG pada 25% wanita normal ditemukan adanya ovarium
polikistik. Wanita polikistik ovarium meunjukkan kadar FSH, prolaktin dan
estrogen normal, sedangkan LH sedikit tinggi (nisba LH/FSH > 3). LH
yang tinggi akan meningkatkan sintesis testosteron di ovarium dan
membuat stroma ovarium menjadi tebal dan membuat folikel atresi.1,11
Kriteria Ultrasonografi (USG):
Kriteria diagnostik jika memakai USG transabdominal:
1. Penebalan stroma
2. Lebih dari 10 folikel berdiameter 2-8 mm di subkorteks dalam satu
bidang.
Kriteria diagnostik jika memakai USG transvaginal:
1. Penebalan stroma 50%
2. Volume ovarium lebih dari 8 cm3
3. Lebih dari 15 folikel berdiameter 2-10 mm dalam satu bidang.
Pemeriksaan penunjang pada PCOS beserta tujuan pemeriksaannya akan
dijelaskan sebagai berikut:
Tabel Pemeriksaan Laboratorium pada PCOS
Pemeriksaan Nilai normal Tujuan
-hCG < 5 mIU/mL Menyingkirkan
kehamilan
TSH 0,5-4,5 μU/mL (0,5-4,5 Menyingkirkan
mU/L) gangguan tiroid
Prolaktin < 24 ng/mL Menyingkirkan
hiperprolaktinemia
Testosteron 250 – 1100 ng/dL Menyingkirkan tumor
(total) yang menghasilkan
androgen
Testosteron 20-30 tahun: 0,06-2,57 Menegakkan
(bebas) pg/mL diagnosis atau
(0,20-8,90 pmol/L) monitoring terapi
40-59 tahun: 0,4-2,03 pg/mL
(1,40-7,00 pmol/L)
DHEAS 600-3.400 ng/mL (1,6-9,2 Menyingkirkan tumor
μmol/L) yang menghasilkan
androgen
Androstenedione 0,4-2,7 ng/mL (1,4-9,4 Menegakkan
nmol/L) diagnosis
Insulin puasa 3.2 – 28.5 Menyingkirkan
hiperinsulinemia
Glukosa puasa 65-119 mg/dL (3,6-6,6 Menyingkirkan DM
mmol/L) tipe 2 atau intoleransi
glukosa
Rasio glukosa ≥ 4,5 Menyingkirkan
puasa:insulin resitensi insulin
Kolesterol (total) 150-200 mg/dL (1,5-2 g/L) Monitor perubahan
gaya hidup
Kolesterol HDL 35-85 mg/dL (0,9-2,2 Monitor perubahan
mmol/L) gaya hidup
Kolesterol LDL 80-130 mg/dL (2,1-3,4 Monitor perubahan
mmol/L) gaya hidup
Biopsi Tidak ada tanda hiperplasia Menyingkirkan
endometrium atau keganasan keganasan atau
hiperplasia
Diagnosis PCOS ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab lain
oligomenorea atau hiperandrogenisme.
β-hCG = beta subunit human chorionic gonadotropin;
TSH = thyroid-stimulating hormone;
DHEAS = dehydroepiandrosterone sulfate;
NCAH = nonclassic adrenal hyperplasia;
HDL = high-density lipoprotein;
LDL = low-density lipoprotein.
4. Gambaran histopatologi
Gambaran makroskopis
Kedua ovarium, kadang-kadang pada kasus yang jarang, satu
ovarium, membesar 2 sampai 5 kali ukuran normal dan lebih besar dari
uterus. Bentuknya oval atau “egg-shaped”; dimana pada penelitian baru-
baru ini, volume ovarium pada pasien ovarium polikistik 3 kali lebih besar
dari volume ovarium kelompok kontrol. Kadang-kadang, ovarium dapat
ditemukan dalam ukuran normal. Kista korteks superfisial biasanya dapat
dilihat di bawah permukaan ovarium yang putih. Pemeriksaan bagian
permukaan ovarium ini menunjukkan suatu penebalan berwarna putih
seperti mutiara, korteks superfisial, dan beberapa kista, dengan diameter
kurang dari 1 cm. Biasanya ada suatu zona sentral stroma dengan beberapa
atau kadang tidak ada sama sekali stigmata ovulasi (misalnya korpora lutea
atau albikans).11,12
Kista ovarii
Gambaran mikroskopis
Korteks superfisial mengalami fibrosis dan hiposeluler, menyerupai
suatu kapsul, dan mengandung pembuluh darah berdinding tebal yang
menonjol. Penonjolan dari stroma fibrotik yang meluas dari korteks
superfisial ke korteks yang lebih dalam atau bahkan ke medula. Kista ini
merupakan folikel kistik yang atretik yang mempunyai batas sebelah dalam
dari beberapa lapisan sel-sel granulosa nonluteinisasi yang mungkin
mengalami eksfoliasi fokal. Suatu lapisan yang lebih luar dari sel-sel teka
interna kadang-kadang disebut sebagai “hipertekosis folikuler” tetapi
folikel-folikel kistik pada wanita dengan ovarium polikistik berbeda dari
yang ditemui pada wanita normal, dimana pada wanita normal hanya
ditemui peningkatan jumlah. Folikel-folikel matur yang mencapai stadium
midantral dan folikel-folikel atretik menunjukkan luteinisasi teka interna
mungkin jumlahnya 2 kali dari ovarium normal. Jumlah dan gambar-
gambaran folikel primordial adalah normal. Seperti telah dinyatakan,
stigmata dari ovulasi sebelumnya tidak ada, tetapi korpora lutea telah
dideskripsikan sebanyak 30% dari kasus-kasus khusus ovarium polikistik.
Korteks yang lebih dalam dan stroma medula mungkin mempunyai sampai
5 kali lipat pertambahan volume. Stroma mungkin mengandung sel-sel
stroma terluteinisasi dan fokal dari otot-otot polos. Sarang-sarang dari sel-
sel hilus ovarium (leydig) mungkin lebih banyak pada pasien-pasien dengan
ovarium polikistik daripada pada kelompok kontrol dengan usia yang
sama.11,12
PCOS tidak dapat disembuhkan, tetapi terapi obat dapat mengurangi gejala yang
terjadi. Pilihan terapi dapat bervariasi karena seseorang dengan PCOS dapat mengalami
berbagai gejala, atau hanya satu gejala saja. Pilihan terapi pengobatan yang dapat digunakan
untuk mengurangi gejala PCOS terbagi menjadi terapi farmakologi, terapi non farmakologi,
dan tindakan operasi yang akan dibahas secara lebih rinci di bawah ini.
Hiperandrogen
Hiperandrogen adalah salah satu gejala PCOS yang paling menonjol. Penurunan
dalam manifestasi klinis hiperandrogen dianggap tidak hanya memiliki manfaat estetik
tetapi juga berkontribusi terhadap pengurangan faktor risiko untuk gangguan metabolik.
Penelitian menunjukkan bahwa CHC dapat mengurangi gejala hiperandrogen dengan
mengurangi produksi androgen. Komponen estrogen dari CHC telah terbukti
meningkatkan sintetis hepatik terhadap sex hormone-binding globulin (SHBG), yang
dapat mengurangi testosteron bebas yang dapat mengikat reseptor androgen. Efek
antiandrogen ini lebih bermakna dengan penggunaan EE dibandingkan dengan
penggunaan estrogen alami. Selain sifat antiandrogen ini, progestogen memiliki umpan
balik negatif pada lonjakan hormon luteinizing, yang dapat mengurangi produksi
androgen ovarium. Beberapa progestogen dapat secara langsung mengurangi efek
androgen pada reseptor androgen serta mengurangi aktivitas enzim 5α reduktase, yang
19
dapat mengubah testosteron menjadi dihidrotestosteron, yang dapat menghasilkan highly
potent androgen.
Berdasarkan The Endocrine Society Clinical Practice Guideline, The American
Society of Reproductive Medicine, dan The European Society of Human Reproduction
and Embryology telah merekomendasikan penggunaan combined oral contraceptives
(COC) sebagai terapi lini pertama untuk wanita dengan PCOS tetapi pedomannya tidak
menyarankan kombinasi senyawa tertentu. COC yang mengandung cyproterone acetate
telah terbukti memiliki aktivitas antiandrogen yang lebih tinggi daripada desogestrel.
Demikian pula, The Andogren Excess dan PCOS Society telah membentuk protokol untuk
pengobatan hirsutisme dimana pilihan COC yang digunakan adalah COC yang
mengandung progestogen dengan potensi antiandrogen yang lebih besar, seperti
cyproterone, chlormadinone, dan drospirenone.21,22
Bedasarkan kriteria WHO, penggunaan CHC tidak diindikasikan untuk wanita
dengan hipertensi dengan atau tanpa PCOS, terlepas dari rute pemberian atau jenis
estrogen. Jika seorang wanita dengan PCOS memiliki Systemic Arterial Hypertension
(SAH), terapi yang memenuhi syarat adalah POC atau kontrasepsi nonhormonal. Hal ini
disebabkan karena Estradiol Endogen (EE) dapat menghasilkan vasodilatasi pembuluh
darah dengan meningkatkan produksi nitrit oxide dan collagen sysnthesis yang sesuai,
sehingga mengurangi tekanan arteri. Selain itu progesteron endogen yang dapat
menimbulkan gejala hipotensi yang memiliki efek antimineralokortikoid. Namun, EE
yang terdapat pada sebagian besar CHC dapat meningkatkan produksi angiotensinogen
hati, yang dapat meningkatkan tekanan darah melalui sistem renin-angiotensin-
aldosteron, terlepas dari rute pemberian.21 Suatu tinjauan metaanalisis juga telah
membuktikan bahwa penggunaan COC dengan jangka waktu paling sedikit 3 bulan
memiliki hubungan yang bermakna dengan peningkatan kadar HDL dan TG pada wanita
dengan PCOS.25
Jerawat
Jerawat umumnya terjadi pada populasi umum dan pada pasien dengan PCOS.
COC adalah obat lini pertama untuk mengobati jerawat yang berhubungan dengan PCOS
dan dapat digunakan bersamaan dengan terapi jerawat topikal standar (misalnya, retinoid,
antibiotik, benzoil peroksida) atau sebagai monoterapi. Antioksidan, spironolactone
menjadi yang paling umum, dapat ditambahkan sebagai terapi lini kedua. 26,27
Iregularitas pada menstruasi
Pada pasien yang tidak merencanakan kehamilan, The Endocrine Society
merekomendasikan COC seperti kontrasepsi oral, dermal patch, atau vaginal ring sebagai
terapi lini pertama. Selain itu, pencegahan hiperplasia endometrium dari anovulasi kronis
dapat dicegah oleh turunan progesteron maupun kontrasepsi oral yang mengandung
progestin, atau sistem intrauterin levonorgestrel-releasing.28
Metformin
Metformin meningkatkan sensitivitas insulin dengan menurunkan glukoneogenesis,
lipogenesis dan meningkatkan ambilan glukosa di hati, otot skeletal, jaringan adiposa dan
ovarium. Hal ini diketahui pada populasi lain untuk mencegah kenaikan berat badan dan
muncul untuk membantu penurunan berat badan, untuk mencegah dan mengelola DM2,
diabetes gestasional, perlemakan hati, dan mengurangi penyakit kardiovaskular di DM2.
Pada sindrom polikistik ovarium, metformin mengurangi resistensi insulin dan
menghambat produksi androgen ovarium melalui efek pada protein regulasi akut
steroidogenik dan 17alpha-hydroxylase.29 Peran metformin dalam mengobati sindrom
polilistik ovarium adalah untuk menghambat produksi glukosa hati dan produksi glukosa
usus serta meningkatkan sensitivitas insulin dalam jaringan perifer.29,30 Metformin juga
memiliki peran dalam meningkatkan induksi ovulasi pada wanita dengan PCOS melalui
berbagai tindakan, termasuk mengurangi kadar insulin dan mengubah efek insulin pada
biosintesis androgen ovarium, proliferasi sel teka, dan pertumbuhan endometrium. Selain
itu, metfroming juga memiliki efek dalam menghambat glukoneogenesis ovarium dan
dengan demikian metformin berguna dalam mengurangi produksi androgen ovarium.
Penelitian telah membuktikan bahwa metformin dapat menghambat pelepasan GnRH
dengan adanya aktivasi AMPK hipotalamus yang berfungsi sebagai pengatur penting
dalam asupan makan pada manusia.31
Myo-inotisol & d-chiro-inotisol
Suplement Myo-inositol (MI) pada wanita dengan PCOS telah dievaluasi selama
beberapa tahun terakhir. Banyak gangguan hormonal dan reproduksi yang terkait dengan
gangguan ini dapat diobati oleh suplemen. Myo-inositol (MI) adalah salah satu
stereoisomer dari alkohol gula C6 yang termasuk dalam golongan inositol.32 MI adalah
prekursor inositol trifosfat, bertindak sebagai intracelluler second messenger dyang
berfungsi untuk mengatur sejumlah hormon seperti hormon tiroid, follicle-stimulating
hormone (FSH) dan insulin.33
MI dan d-chiro-inositol (DCI), bentuk stereoisomer lain dari inositol, berperan
dalam menyeimbangkan dengan cara deregulasi metabolik yang disertai dengan resistensi
insulin (IR) :
MI dan d-chiro-inositol (DCI), bentuk stereoisomer lain dari inositol,
menyeimbangkan dengan cara yang berbeda beberapa deregulasi metabolik yang
disertai dengan resistensi insulin (IR)
Inositolphosphoglycan derivatif (MI-IPG) memainkan peran penting dalam
menurunkan regulasi pelepasan asam lemak bebas (FFA) dari jaringan adiposa serta
menghambat enzim adenilat siklase.
FFA beperan dalam mengurangi pembuangan glukosa, menyebabkan IR dan
peningkatan sintesis trigliserida. Peran DCI adalah meningkatkan regulasi dehidrogenase
piruvat yang mengarah ke produksi ATP oleh siklus Krebs. MI dan DCI berfungsi dalam
meregulasi glikogen sintase, enzim yang menginduksi konversi glukosa menjadi glikogen
yang kemudian akan disimpan di dalam sel. MI juga berperan dalam memodulasi aktivasi
transporter glukosa dan pemanfaatan glukosa. Molekul ini terdapat pada ovarium dan
berfungsi dalam mengatur sintesis androgen yang diinduksi insulin, sedangkan MI
mengatur penyerapan glukosa dan pengsignalan FSH.
Kombinasi dari MYO dan DCI telah terbukti meningkatkan faktor-faktor metabolik
di PCOS. Satu uji randomized controlled trial, double-blind, placebo terkontrol
menunjukkan bahwa MYO (4 g / hari) selama 14 minggu, meningkatkan kadar HDL
(kolesterol "baik") dan mengakibatkan penurunan berat badan yang signifikan (dan
penurunan kadar leptin) pada wanita dengan PCOS. Dalam uji coba plasebo double-blind,
Costantino dkk juga menunjukkan bahwa MYO (4 g / hari) menurunkan insulin,
trigliserida, testosteron, dan tekanan darah pada wanita dengan PCOS. Studi oleh
Venturella et al menunjukkan bahwa 2 g / hari MYO selama enam bulan menghasilkan
penurunan berat badan yang signifikan dan meningkatkan kadar HDL dan LDL.
Dosis yang dianjurkan agar wanita dengan PCOS adalah MYO (2-4 gram) dan DCI
(50-100mg) dalam rasio fisiologis 40: 1. Saat ini, Ovasitol adalah satu-satunya suplemen
yang mengandung kombinasi dari MYO dan DCI pada rasio yang ideal.34
N-acetyl-cysteine
N-Asetil sistein (NAC) adalah obat mololitik aman yang umum digunakan, Selain
itu, NAC meningkatkan kadar sel antioksidan dan mengurangi glutation pada dosis yang
lebih tinggi. Oleh karena itu, NAC memiliki potensi untuk meningkatkan aktivitas
reseptor insulin dalam eritrosit manusia dan meningkatkan sekresi insulin sebagai respons
terhadap glukosa.
Peningkatan aktivitas reseptor insulin pada subjek hiperinsulinemik dapat
menyebabkan penurunan sekunder dalam respon sel β terhadap tes toleransi glukosa oral.
Penurunan kadar insulin juga dapat menyebabkan penurunan yang signifikan dalam kadar
testosteron dan indeks androgen bebas pada wanita yang merespon pada terapi.
Keuntungan yang dihasilkan dari pemberian NAC berperan dalam pencegahan pada
kerusakan endotel yang dihasilkan dari oksidan pada subjek diabetes dewasa yang
bergantung pada non-insulin dan efek biologis seperti, perlindungan terhadap iskemia
fokal, penghambatan inhibisi metabolisme fosfolipid, pelepasan sitokin proinflamasi, dan
aktivitas protease.35
Vitamin D
Vitamin D berguna untuk meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat pada sistem
intestinal yang nantinya akan digunakan untuk menjaga struktur normal dan fungsi dari
sistem skeletal. Defisiensi vitamin D sering terlihat pada pasien dengan diabetes, kanker,
dan peyakit autoimun. Terdapat dua bentuk vitamin D yang memiliki fungsi fundamental
yaitu ergocalciferol (vitamin D2) dan cholecalciferol (vitamin D3). Semua serum
cholecalciferol dan ergocalciferol akan terikat pada vitamin D binding protein (VDBP)
dan ditransport menuju hati untuk hidrolisasi enzimatik sehingga menghasilkan 25-
hydroxyvitamin D (25-(OH)D). Hasil tersebut akan ditranspot menuju ginjal dimana akan
dihasilkan vitamin D-1α, 25-(OH)2D.36
Vitamin D memiliki pengaruh terhadap fungsi reproduksi seperti pembentukan
folikel ovarium dan luteinisasi dengan cara merubah sinyal anti-mullerian hormone
(AMH), sensitifitas follicle stimulating hormone dan produksi progesteron pada sel
granulosa. Vitamin D juga mempengaruhi keseimbangan glukosa melalui berbagai cara.
Hal ini dapat terjadi karena terdapat reseptor vitamin D (VDR) pada sel β pankreas dan
pada otot skeletal, ekspresi dari enzim 1-α-hydroxylase yang dapat mengkatalisasi
konversi 25-(OH)D menjadi 1,25-dihydroxyvitamin D, dan adanya respons vitamin D
pada gen promoter insulin manusia.37
PCOS merupakan kelainan endokrin tersering dan menyebabkan infertilitas pada
wanita usia reproduktif. Penyebab dari PCOS sendiri masih belum diketahui, namun
kelainan ini berkaitan dengan resistensi insulin dan obesitas.
Vitamin D memiliki pengaruh pada sekresi insulin sehingga banyak penelitian yang
meneliti hubungan PCOS dengan metabolisme vitamin D. Beberapa penelitian
menunjukkan terdapat hubungan antara kadar 25(OH)D3 yang rendah dengan resistensi
insulin, namun mekanismenya belum diketahui dengan jelas. Salah satu teori mengatakan
bahwa efek regulasi dari vitamin D pada kalsium intraseluler dan ekstraseluler memiliki
efek pada proses insulin mediated intracellular dan juga akan memiliki efek pada sekresi
insulin. Teori lain mengatakan terdapat efek stimulasi dari vitamin D terhadap ekspresi
dari reseptor insulin sehingga menyebabkan peningkatan sensitivitas insulin. Teori
lainnya juga mengatakan bahwa vitamin D mempengaruhi sistem imun dan menyebabkan
respons inflamasi yang lebih hebat yang berbuhungan dengan resistensi insulin.
Hubungan konsentrasi vitamin D dengan obesitas juga ditemukan pada wanita yang
menderita PCOS. Hal ini merupakan konsekuensi dari hubungan antara obesitas dan
resistensi insulin serta korelasinya dengan penurunan vitamin D. Defisiensi vitamin D
juga berhubungan dengan ketidakseimbangan dalam marker hiperandrogen, seperti serum
dehydroepiandrosterone (DHEAS), total testosterone (T), free androgen index (FAI),
free testosterone, dan sex hormone binding globulin (SHBG).
Dalam penelitian Hahn et al. yang meneliti pada 120 wanita dengan PCOS,
ditemukan korelasi yang signifikan antara 25(OH)D (diukur menggunakan metode
radioimmunoassay) dan SHBG serta FAI. Namun, penelitian lain oleh Wehr et al. yang
mengukur 25(OH)D menggunakan ELISA ditemukan korelasi dengan SHBG, namun
tidak ditemukan korelasi positif dengan FAI, T, dan free testosterone. Penelitian lainnya
pada 12 wanita dengan PCOS dan defisiensi vitamin D disertai berat badan yang
overweight diberikan suplemen dosis tinggi vitamin D dan kalsium. Setelah 3 bulan,
testosteron total dan androstendione berkurang, namun SHBG dan FAI tidak berubah.
Selain itu, penelitian lain mengatakan suplementasi vitamin D dapat meningkatkan
sesitivitas dan sekresi insulin dan parameter dari ovarian folliculogenesis dan ovulasi.
Berdasarkan penelitian Thys-Jacobs et al. pada 13 wanita yang menderita PCOS,
pemberian 50.000 IU ergocalciferol setiap 1 minggu sekali atau dua kali dengan target
serum sebesar 75 – 100 nmol/l, dapat memperbaiki siklus menstruasi dan masalah
jerawat, dan 2 wanita pada penelitian ini dapat hamil setelah 6 bulan. Selain itu,
penelitian pada 60 wanita PCOS yang diberikan suplementasi 1000 mg kalsium per
harinya dan 400 IU vitamin D per harinya mengalami perbaikan dalam siklus
menstruasi.37,38
Aromatase inhibitor39,40
Aromatase inhibitor (AI) awalnya merupakan terapi untuk kanker payudara pada
wanita post menopause. Saat ini AI juga digunakan sebagai terapi untuk menginduksi
ovulasi pada wanita yang mengalami anovulasi dan memiliki respons yang tidak adekuat
terhadap terapi clomiphene citrate atau yang disebut CC (lini pertama untuk wanita yang
mengalami anovulasi). AI yang paling sering digunakan untuk induksi ovulasi adalah
letrozole dan anastrozole.
Enzim aromatase berfungsi sebagai katalisator dari konversi androgen menjadi
estrogen, terutama konversi testosterone dan androstendione menjadi estradiole (E2) dan
estrone pada ovarium. Oleh karena itu AI akan bekerja untuk menginhibisi biosintesis
dari estrogen, melepaskan aksis hipotalamus/pituitari dari negatif feedback estrogen, dan
meningkatkan sekresi FSH oleh pituitari. Maka dari itu, ovarium akan menerima
peningkatan stimulasi dari FSH sehingga menyebabkan pertumbuhan folikuler. Selain itu,
androgen yang pada normalnya dikonversi menjadi estrogen akan terakumulasi di
ovarium sehingga membuat folikel menjadi lebih sensitif terhadap FSH.
Jika dibandingkan dengan CC, AI digunakan untuk menghidari beberpa efek
samping dari CC yaitu peripheral anti estrogenic effects pada endometrium dan mukus
serviks, dan peningkatan resiko kehamilan multipel. Tidak seperti CC, AI tidak
mempengaruhi reseptor estrogen. Peningkatan kadar E2 oleh karena sekresi dari beberapa
folikel akan timbul pada hari ke 7 dan juga akan menyebabkan negatif feedback terhadap
FSH secara normal. Folikel yang tidak dominan akan mengalami atresia, sehingga folikel
yang dominan akan berovulasi.
Letrozole biasanya diberikan pada hari ke 3-7 dari siklus menstruasi dengan dosis
2,5 – 7,5 mg per hari. Efek sampingnya yaitu gangguan pencernaan, asthenia, sakit
kepala, dan sakit punggung. Selain itu menurut penelitian, penggunaan letrozole sebagai
terapi infertilitas dapat memiliki efek teratogenik.
3.3 Pembedahan
Prosedur bedah minor yang disebut laparoscopic ovarian drilling (LOD)
merupakan pilihan terapi untuk masalah kesuburan yang terkait dengan PCOS. Dengan
menggunakan general anesthesia, tindakan operasi dapat dilakukan dengan membuat
sayatan kecil di perut bagian bawah (perut) kemudian alat seperti mikroskop yang
panjang dan tipis yang disebut laparoskop akan dimasukan ke dalam perut pasien.
Kemudian ovarium akan dioperasi dengan menggunakan laser untuk menghancurkan
jaringan yang memproduksi androgen (hormon laki-laki). Penelitian telah membuktikan
bahwa LOD berguna untuk menurunkan kadar hormon testosteron dan luteinising (LH)
serta meningkatkan kadar hormon perangsang folikel (FSH). Teknik operasi ini dapat
digunakan dalam mengembalikan keseimbangan hormon pada penderita PCOS.46
BAB IV
KESIMPULAN
Kondisi PCOS belum dapat disembuhkan, tetapi terapi obat dapat mengurangi gejala
yang terjadi. Pilihan terapi pengobatan yang dapat digunakan untuk mengurangi gejala PCOS
terbagi menjadi terapi farmakologi, terapi non farmakologi, dan tindakan operasi. Penelitian
cysteine, aromatase inhibitor, asam lemak omega-3, klomifen dan tamoxifen dapat menjadi
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Hoffman BL, Schorge JO, Bradshaw KD, Halvorson LM. Williams gynecology. 3rd ed.
McGraw-Hill Education; 2016.
2. Williams T, Mortada R, Porter S. Diagnosis and treatment of polycystic ovary
syndrome. Am Fam Physician. 2016;94(2):106–13.
3. Ndefo UA, Eaton A, Green MR. Polycystic ovary syndrome. Pharm Ther. 2013
Jun;38(6):336–55.
4. Santoso B. Sindroma ovarium polikistik: problem reproduksi dan tantangannya terkait
dengan gaya hidup perempuan Indonesia. Airlangga; 2014.
5. Polycystic ovary syndrome: what it means for your long-term health. Royal College of
Obstetricians & Gynaecologists; 2015.
6. Sirmans SM, Pate KA. Epidemiology, diagnosis, and management of polycystic ovary
syndrome. Clin Epidemiol. 2013;6:1–13.
7. Christensen SB, Black MH, Smith N, Martinez MM, Jacobsen SJ, Porter AH, et al. The
prevalence of polycystic ovary syndrome in adolescents. Fertil Steril. 2013;100(2).
8. Qureshi S, Gupta JK, Shah K, Upmanyu N. Prevalence and risk factor of polycystic
ovarian syndrome. Asian J Pharm Clin Res. 2015;9:23–5.
9. Begum GS, Shariff A, Ayman G, Mohammad B, Housam R, Khaled N. Assessment of
risk factors for development of polycystic ovarian syndrome. Int J Contemp Med Res.
2017;4(1):164–7.
10. POGI. Standar pelayanan medik obstetrik dan ginekologi: sindroma ovarium polikistik.
Jakarta: Perkumpulan obstetrik dan ginekologi Indonesia; 2010. P:271-80.
11. Maharani, L., R. Wratsangka. 2002. Sindroma Ovarium Polikistik: permasalahan dan
penatalaksanaannya. Jakarta: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti Jakarta.
12. Budi R. Hadibroto. 2005. Sindroma Ovarium Polikistik. Medan: Departemen Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik
Medan.
13. Norwitz, Errol, Schorge, John. At Glance: Obstetrik dan Ginekologi. Edisi kedua.
Jakarta: Erlangga medical series (EMS); 2012. p: 74-8
14. Kamalanathan S, Sahoo JP, Sathyapalan T. Pregnancy in polycystic ovary syndrome.
Indian J Endocrinol Metab. 2013;17(1):37–43.
15. Palomba S, de Wilde MA, Falbo A, Koster MPH, La Sala GB, Fauser BCJM.
Pregnancy complications in women with polycystic ovary syndrome. Hum Reprod
Update. 2015;21(5):575–92.
16. Qin JZ, Pang LH, Li MJ, Fan XJ, Huang RD, Chen HY. Obstetric complications in
women with polycystic ovary syndrome: a systematic review and meta-analysis. Reprod
Biol Endocrinol RBE. 2013;11:56.
17. George B, Bantwal G. Polycystic ovary syndrome (PCOS) - from in utero to
menopause. Diabetes Obes Int J. 2016;1(2).
18. K Welt C, Carmina E. Lifecycle of Polycystic Ovary Syndrome (PCOS): From In Utero
to Menopause. J Clin Endocrinol Metab. 2013;98.
19. Carmina E, Campagna AM, Lobo RA. A 20-year follow-up of young women with
polycystic ovary syndrome. Obstet Gynecol. 2012;119:263–269
20. Carmina E, Campagna AM, Lobo RA.Emergence of ovulatory cycles with aging in
women with polycystic ovary syndrome (PCOS) alters the trajectory of cardiovascular
and metabolic risk factors. Hum Reprod. 2013;28:2245–2252
21. Bhattacharya SM, Jha A. Comparative study of the therapeutic effects of oral
contraceptive pills containing desogestrel, cyproterone acetate, and drospirenone in
patients with polycystic ovary syndrome. Fertil Steril. 2012;98(4):1053–105
22. Conway G, Dewailly D, Diamanti-Kandarakis E, et al. ESE PCOS Special Interest
Group The polycystic ovary syndrome: a position statement from the European Society
of Endocrinology. Eur J Endocrinol. 2014;171(4):P1–29
23. de Nadai MN, Nobre F, Ferriani RA, Vieira CS. Effects of two contraceptives containing
drospirenone on blood pressure in normotensive women: a randomized-controlled
trial. Blood Press Monit. 2015;20(6):310–315.
24. Dragoman M, Curtis KM, Gaffield ME. Combined hormonal contraceptive use among
women with known dyslipidemias: a systematic review of critical safety
outcomes. Contraception. 2015 Aug 10; Epub.
25. Melo AS de, Reis RM dos, Ferriani RA, Vieira CS. Hormonal contraception in women
with polycystic ovary syndrome: choices, challenges, and noncontraceptive benefits.
Open Access J Contracept. 2017;8:13.
26. Legro RS, Arslanian SA, Ehrmann DA, et al.; Endocrine Society. Diagnosis and
treatment of polycystic ovary syndrome: an Endocrine Society clinical practice
guideline. J Clin Endocrinol Metab. 2013;98(12):4565–4592
27. Buzney E, Sheu J, Buzney C, Reynolds RV. Polycystic ovary syndrome: a review for
dermatologists: Part II. Treatment. J Am Acad Dermatol. 2014;71(5):859.e1–859.e15.
28. Dumesic DA, Lobo RA. Cancer risk and PCOS. Steroids. 2013;78(8):782–785
29. R.L. Barbieri. Clomiphene versus metformin for ovulation induction in polycystic ovary
syndrome. Clin Endocrinol Metab, 92 (2007), pp. 3399-3401
30. Vanky E, Stridsklev S, Heimstad R, et al. Metformin versus placebo from first trimester
to delivery in polycystic ovary syndrome: a randomized, controlled multicenter study. J
Clin Endocrinol Metab. 2013;95:E448–E455.
31. Arslanian SA, Lewy V, Danadian K, Saad R. Metformin therapy in obese adolescents
with polycystic ovary syndrome and impaired glucose tolerance: amelioration of
exaggerated adrenal response to adrenocorticotropin with reduction of
insulinemia/insulin resistance. J Clin Endocrinol Metab. 2016;87:1555–1559.
32. Bizzarri M, Fuso A, Dinicola S, Cucina A, Bevilacqua A. Pharmacodynamics and
pharmacokinetics of inositol(s) in health and disease. Expert Opinion on Drug
Metabolism and Toxicology 2016. 12 1181–1196. (10.1080/17425255.2016.1206887)
33. Di Paolo G, De Camilli P. Phosphoinositides in cell regulation and membrane
dynamics. Nature 2006. 443 651–657. (10.1038/nature05185)
34. Colazingari S, Treglia M, Najjar R, Bevilacqua A. The combined therapy myo-inositol
plus D-chiro-inositol, rather than D-chiro-inositol, is able to improve IVF outcomes:
results from a randomized controlled trial. Arch Gynecol Obstet. 2013 Dec;288(6):1405-
11
35. Salehpour S., Sene A. A., Saharkhiz N., Sohrabi M. R., Moghimian F. N-acetylcysteine
as an adjuvant to clomiphene citrate for successful induction of ovulation in infertile
patients with polycystic ovary syndrome. Journal of Obstetrics and Gynaecology
Research. 2012;38(9):1182–1186. doi: 10.1111/j.1447-0756.2012.01844.x.
36. Skowrońska P, Pastuszek E, Kuczyński W, Jaszczoł M, Kuć P, Jakiel G, et al. The role
of vitamin D in reproductive dysfunction in women – a systematic review. Ann Agric
Environ Med. 2016;23(4):671–6.
37. Lin M-W, Wu M-H. The role of vitamin D in polycystic ovary syndrome. Indian J Med
Res. 2015;142(3):238–40.
38. Krul-Poel YHM, Snackey C, Louwers Y, Lips P, Lambalk CB, Laven JSE, et al. The
role of vitamin D in metabolic disturbances in polycystic ovary syndrome: a systematic
review. Eur J Endocrinol. 2013;169(6):853–65.
39. Misso ML, Wong JLA, Teede HJ, Hart R, Rombauts L, Melder AM, et al. Aromatase
inhibitors for PCOS: a systematic review and meta-analysis. Hum Reprod Update.
2012;18(3):301–12.
40. Usluogullari B, Duvan CZ, Usluogullari CA. Use of aromatase inhibitors in practice of
gynecology. Journal of Ovarian Research. 2015;8(1):4.
41. Sarbolouki SH, Djalali M, Dorosty AR, Djazayery SA, Eshraghian MR, SAR E, et al.
Effects of EPA and vitamin E on serum enzymatic antioxidants and peroxidation indices
in patients with type II diabetes mellitus. Iranian J Publ Health. 2010;39:82–91.
42. Tayyebi-Khosroshahi H, Houshyar J, Tabrizi A, Vatankhah AM, Razzaghi Zonouz N,
Dehghan-Hesari R. Effect of omega-3 fatty acid on oxidative stress in patients on
hemodialysis. Iran J Kidney Dis. 2010;4:322–6.
43. Cussons AJ, Watts GF, Mori TA, Stuckey BGA. Omega-3 fatty acid supplementation
decreases liver fat content in polycystic ovary syndrome: a randomized controlled trial
employing proton magnetic resonance spectroscopy. J Clin Endocrinol Metab.
2009;94:3842–8.
44. National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health/National Institute for
Clinical Excellence. Fertility problems: assessment and treatment. National
Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health 2013.
45. Polycystic ovary syndrome [Internet]. womenshealth.gov. 2016 [cited 2018 Aug 19].
Available from: https://www.womenshealth.gov/a-z-topics/polycystic-ovary-syndrome
46. Treatment [Internet]. nhs.uk. 2017 [cited 2018 Aug 19]. Available from:
https://www.nhs.uk/conditions/polycystic-ovary-syndrome-pcos/treatment/