LP Meningitis TB
LP Meningitis TB
MENINGITISENSEFALITIS TB
II. Etiologi
Infeksi TB pada system saraf pusat disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Seperti semua jenis infeksi TB, infeksi SSP
dimulai dari inhalasi partikel yang infektif. Dalam droplet penderita TB
mengandung sejumlah bakteri TB yag dapat mencapai alveoli dan bereplikasi
dalam makrofag (Scheld, 2004). Sekitar 2-4 minggu akan dibentuk respon
imun. Kumpulan bakteri yang diserang, limfosit, dan sel-sel yang
mengelilinginya membentuk suatu focus perkejuan. Fokus ini akan diresorpsi
oleh makrofag disekitarnya dan meninggalkan bekas infeksi. Bila, focus terlalu
besar makan akan dibentuk kapsul fibrosa yang akan mengelilingi focus
tersebut, namun bakteri yang masih hidup didalamnya dapat mengalami
reaktivasi kembali. Jika pertahanan tubuh rendah, maka focus tersebut akan
semakin membesar karena terjadi proliferasi bakteri. Pada penderita dengan
sistem imunitas yang lemah, focus infeksi tersebut akan mudah ruptur dan
menyebabkan TB ekstra paru dan dapat menyerang meningen dan jaringan
otak (Van de Berk, 2004).
III.Insidensi
Sebelum maraknya penggunaan antibiotika, ditemukan 1000 anak dengan
TB akif di New York sekitar pada tahun 1930. Hampir 15% diantaranya
menderita meningitis TB dan meninggal. Pada awal tahun 2003, menurut
WHO terdapat sekitar 1/3 penduduk dunia menderita TB aktif dan 70.000
diantaranya menderita meningitis (Balentine, 2010). WHO juga melaporkan
9,27 juta kasus baru dan 1,3 juta kasus ME- TB yang berhubungan dengan
HIV pada tahun 2007 (Sengoz, 2011).
V. Patofisiologi
Mycobaterium Tuberculosis masuk tubuh
Tersering melalui inhalasi
Jarang pada kulit, saluran cerna
Multiplikasi
Infeksi paru / fokus infeksi lain
Penyebaran hematogen
Meningens
Membentuk tuberkel
Bakteri M.Tuberculosis tidak aktif / dormain
Bila daya tahan tubuh menurun
Rupture tuberkel meningen
Pelepasan Bakteri ke ruang subarachnoid dan encephalon
MENINGOENSEFALITIS TUBERKULOSA
Eksudat purulent menyebar ke Aktivitas makrofag dan virus Mengikuti cairan darah sistemi
dasar otak dan medulla spinalis
Pelepasan zat pirogen endogen Penyebaran infeksi sistemik
Kerusakan Spinalis
Merangsang kerja berlebihan Sepsis
CO2 Meningkat dari PGE2 di hipothalamus
Resiko Tinggi Infeksi
Instabil termoregulasi
Permeabilitas vaskuler pada
serebri
Suhu tubuh meningkat
Permeabilitas vaskuler pada
serebri Hipertermia
Transudasi cairan
Edema serebri
Penatalaksanaan
1. Perawatan umum
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Mula – mula cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup
dan jangan berlebihan.
c. Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital atau penenang.
d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika.
e. Panas diturunkan dengan :
Kompres es
Paracetamol
Asam salisilat
Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam secara oral
f. Kejang diatasi dengan :
Diazepam
Dewasa : dosisnya 10 – 20 mg IV
Anak : dosisnya 0,5 mg/kg BB IV
Fenobarbital
Dewasa : dosisnya 6 – 120 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 6 mg/kg BB/hari secara oral
Difenil hidantoin
Dewasa : dosisnya 300 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 9 mg/kg BB/hari secara oral
g. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas
dengan obat – obatan atau dengan operasi
h. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :
Manitol
Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 – 60 menit dan
dapat diulangi 2 kali dengan jarak 4 jam
Kortikosteroid
Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis
pertama 10 mg lalu diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam.
Kortikosteroid masih menimbulkan pertentangan. Ada yang
setuju untuk memakainya tetapi ada juga yang mengatakan
tidak ada gunanya.
Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan
membersihkan jalan nafas.
i. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau
(shunting).
j. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap hari selama 2
– 3 minggu, bila gagal dilakukan operasi.
k. Fisiotherapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
2. Pemberian Antibiotika.
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa
menunggu hasil biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika
yang sesuai. Pada terapi meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar
daripada konsentrasi bakterisidal minimal, oleh karena :
Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid
berarti daya tahan host telah menurun.
Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit
dan fagositosis tidak efektif.
Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan
komplemen dalam likuor rendah.
Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai
spektrum luas baik terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta
dapat melewati sawar darah otak (blood brain barier). Selanjutnya antibiotika
diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas menurut jenis bakteri.
Antibiotika yang sering dipakai untuk meningitis purulenta adalah :
a. Ampisilin
Diberikan secara intravena
Dosis : Neonatus : 50 – 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Umur 1 – 2 bulan : 100 – 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Umur > 2 bulan : 300 – 400 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 8 – 12 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
b. Gentamisin
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
c. Kloramfenikol
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 25 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Anak : 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 4 – 8 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
d. Sefalosporin
Diberikan secara intravena
Sefotaksim
Dosis : Prematur & neonatus : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali
pemberian.
Bayi & anak : 50 – 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2–4 kali
pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 4 – 6 jam.
Bila fungsi ginjal jelek, dosis diturunkan.
Sefuroksim
Dosis : Anak : 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali
pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 6 jam
B. Diagnosa keperawatan
Gangguan perfusi jaringan b/d edema serebral.
Gangguan rasa nyaman nyeri b/d proses inflamasi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kesulitan
menelan
Resiko infeksi b/d penyebaran infeksi sistemik
Resiko cidera b/d disfungsi motorik : kejang
Hipertermi b/d peningkatan laju metabolisme
Resiko gangguan integritas kulit b/d tirah baring
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
keperawatan Kriteria Hasil
Gangguan Setelah dilakukan Mandiri
1. Monitoring tanda- 1. Sebagai acuan dasar
perfusi tindakan
tanda vital dalam pemberian
jaringan b/d keperawatan selama
2. Monitoring tingkat
intervensi lebih lanjut
edema 3x24 jam, perfusi
kesadaran 2. Penurunan tingkat
serebral. jaringan serebral 3. Tinggikan kepala
kesadaran pasien akan
menjadi adekuat di tempat tidur 15-
memerlukan tindakan
dengan kriteria 30 derajat.
yang intensif
hasil: 3. Peningkatan aliran vena
1. Tanda vital
Kolaborasi dari kepala akan
dalam batas
1. Berikan cairan iv menurunkan TIK
normal
(larutan hipertonik,
TD : 120/80
elektrolit ). 1. Meminimalkan fluktuasi
mmHg
N : 60-100 2. Berikan obat : dalam aliran vaskuler dan
x/menit steroid, TIK.
S : 36,5-37,5 0 C 2. Menurunkan
clorpomazin,
RR : 20-22 x/menit
permeabilitas kapiler
2. Menunjukka asetaminofen
untuk membatasi edema
n
serebral, mengatasi
peningkatan
kelainan postur tubuh
kesadaran
atau menggigil yang
yang berarti
dapat meningkatkan TIK,
menurunkan konsumsi
oksigen dan resiko
kejang
Gangguan Setelah dilakukan Mandiri
1. Monitoring tanda- 1. Sebagai acuan dasar
rasa nyaman tindakan
tanda vital dalam pemberian
nyeri b/d keperawatan selama
2. Kaji skala nyeri
intervensi lebih lanjut
proses 3x24 jam, nyeri
dengan teknik 2. Mengetahui tingkat atau
inflamasi dapat berkurang
PQRST skala nyeri yang
ataupun hilang 4. Ajarkan pada
dirasakan oleh pasien
dengan kriteria pasien terkait 3. Merupakan teknik non
hasil: dengan teknik farmakologis dalam
1. Tanda vital
distraksi nyeri menurunkan rasa nyeri
dalam batas 4. Keramaian atau suasana
(nafas dalam,
normal gaduh akan menambah
berbincang-
TD : 120/80
ketidaknyamanan yang
bincang dengan
mmHg
dirasakan pasien
N : 60-100 pasien)
1. Merupakan terapi secara
5. Berikan
x/menit
farmakologis dalam
S : 36,5-37,5 0 C lingkungan yang
penurun sensasi nyeri
RR : 20-22 x/menit kondusif
2. TENS mampu memblokir
2. Pasien mampu Kolaborasi
sensasi nyeri yang dirasa
mengatasi 1. Memberikan terapi
pada pusat nyeri di otak
nyeri analgetik
3. Skala nyeri 2. Menganjurkan
berkurang penggunaan TENS
4. Pasien
menunjukka
n ekspresi
wajah tidak
menahan
nyeri
Ketidakseimb Setelah dilakukan Mandiri 1. Sebagai acuan dasar
1. Monitoring BB,
angan nutrisi tindakan dalam pemberian
TB, Lila
kurang dari keperawatan selama intervensi terkait dengan
2. Kaji intake output
kebutuhan 3x24 jam, intake makanan dan pemenuhan nutrisi
tubuh b/d nutrisi tubuh cairan
3. Anjurkan
kesulitan menjadi adekuat
penggunaan NGT
menelan dengan kriteria 2. Mengetahui intake
bila pasien
hasil: maupun output makanan
1. BB dan Lila kesulitan menelan
dan cairan pasien
dalam batas atau mengalami 3. Merupakan alternatif
normal mual muntah yang pemberian nutrisi pada
2. Hasil
tak terkontrol pasien dengan gangguan
pemeriksaan 4. Monitoring kadar
menelan maupun keadaan
Hb dan Hb maupun kadar
mual muntah tak
albumin albumin
terkontrol
dalam batas 4. Kekurangan albumin
normal Kolaborasi akan meningkatkan
(Hb : 13,0
resiko infeksi, dan kadar
mg/dl dan
1. Mengkonsultas Hb yang rendah akan
albumin )
ikan dengan meminimalkan
ahli gizi terkait pendistribusian O2 oleh
diit yang oksihemoglobin
1. Merupakan intervensi
sesuai nutrisi
khusus dalam rencana
pasien
pemberian diit yang tepat
pada pasien, dan
mengetahui kandungan
maupun takaran nutrisi
yang tepat pada pasien.
Resiko infeksi Setelah dilakukan Mandiri
1. Monitoring tanda-
b/d tindakan 1. Sebagai acuan dasar
tanda vit
penyebaran keperawatan selama dalam pemberian
infeksi 3x24 jam, tidak 2. Beri tindakan intervensi lebih lanjut
sistemik didapatkan tanda- isolasi sebagai bila didapatkan suhu
tanda infeksi kriteria pencegahan tubuh yang meningkat
3. Pertahankan teknik
hasil: sebagai respon tubuh
1. Tanda vital aseptik dan teknik
terhadap antigen yang
dalam batas cuci tangan yang masuk
2. Pada fase awal
normal tepat saat sebelum
TD : 120/80 meningitis, isolasi
melakukan
mmHg mungkin diperlukan
tindakan pada
N : 60-100
sampai organisme
pasien, sesudah
x/menit
diketahui / dosis
S : 36,5-37,5 0 C melakukan
antibiotik yang cocok
RR : 20-22 x/menit tindakan pada
telah diberikan untuk
2. Tidak pasien. Setelah
menurunkan resiko
terdapat kontak dengan
penyebaran pada orang
tanda-tanda cairan maupun
lain
infeksi lingkungan pasien
3. Menurunkan resiko
(Rubor, 4. Monitoring kadar
pasien terkena infeksi
Tumor, leukosit
sekunder, dan mengontrol
Kalor, Dolor,
Kolaborasi : penyebaran infeksi
Fungsiolesa)
4. Leukositosis merupakan
3. Hasil
1. Berikan terapi tanda bahwa sedang
pemeriksaan
antibiotik iv: terjadi reaksi pertahanan
leukosit
penisilin G, imunitas dalam tubuh
dalam batas
1. Obat yang dipilih
ampisilin,
normal
tergantung pada tipe
klorampenikol,
infeksi dan sensitivitas
gentamisin
individu
Resiko cidera Setelah dilakukan Mandiri
1. Pertahankan
b/d disfungsi tindakan
penghalang tempat
motorik : keperawatan selama 1. Melindungi pasien bila
tidur tetap
kejang 3x24 jam, resiko terjadi kejang
terpasang.
cidera dapat
diminimalisir 2. Menurunkan resiko
2. Berikan posisi
dengan kriteria terjatuh / trauma ketika
tirah baring
hasil: terjadi vertigo, sinkop,
3. Pasang restrain
1. Tidak
atau ataksia
pada ekstremitas
ditemukan
atas maupun
cidera tubuh
3. Memberikan pertahanan
bawah
saat kejang
tambahan pada resiko
berlangsung Kolaborasi
jatuh pada pasien
1. Berikan obat :
venitoin,
1. Merupakan indikasi
diasepam,
untuk penanganan dan
venobarbital.
pencegahan kejang secara
farmakologis
Hipertermi Setelah dilakukan Mandiri 2. Sebagai acuan dasar
1. Monitoring tanda-
b/d tindakan dalam pemberian
tanda vital
peningkatan keperawatan selama intervensi lebih lanjut
laju 3x24 jam, suhu bila didapatkan suhu
metabolisme tubuh dalam batas tubuh yang meningkat
normal dengan sebagai respon
kriteria hasil: peningkatan laju
1. Tanda vital
metabolisme
dalam batas 2. Observasi adanya 3. Konvulsi / kejang
normal reaksi kejang merupakan respon
TD : 120/80 3. Anjurkan
lanjutan dari peningkatan
mmHg penggunaan
laju metabolisme yang
N : 60-100
pakaian tipis
signifikan
x/menit 4. Berikan kompres
S : 36,5-37,5 0 C
air dingin saat
RR : 20-22 x/menit 4. Pakaian yang tipis
terjadi hipertermia
2. Tidak ada mampu menyerap
reaksi Kolaborasi keringat sebagai hasil
konvulsi / 1. Berikan terapi metabolisme tubuh
5. Bertujuan menurunkan
kejang antipiretik sesuai
suhu tubuh yang tinggi
indikasi
DAFTAR PUSTAKA