Oleh :
Khaulah Syifa Kabul 1710221063
Melinda Kusumadewi 1710221098
Pembimbing :
dr. Ferra Mayasari, Sp. An
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkah dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik
bagian ilmu anestesi dan reanimasi Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta di
RSUD Ambarawa periode 19 November 2018 – 22 Desember 2018. Penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada dr. Ferra Mayasari, Sp. An selaku pembimbing
makalah ini. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Terimakasih atas perhatiannya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi pihak yang terkait dan kepada seluruh pembaca.
Penulis
LEMBAR PENGESAHAN
I.2 Subjektif
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada Rabu 5
Desember 2018, pukul 15.00 WIB di ruang perawatan Bougenville Bawah. Ny. TP,
perempuan usia 27 tahun dengan diagnosis G1P0A0 dengan Hipertensi Gestasional
akan dilakukan tindakan Sectio Caesaria. Pada pasien ini akan dilakukan pembiusan
secara spinal.
Keluhan Utama
Pasien mengeluh perut sudah terasa kencang sejak pukul 02.00 WIB
Riwayat Alergi
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan dan obat-obatan.
I.3 Objektif
Pemeriksaan Fisik Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit berat dan lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 80 Kg
Tinggi Badan : 160 Cm
Tekanan Darah : 149/86 mmHg
Nadi : 86x/menit
Pernafasan : 22x/menit
Suhu : 36,5C
Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, distribusi rambut merata, rambut tidak
mudah dicabut.
Mata : Pelpebra tidak cekung dan tidak edema, konjungtiva
anemis (-/-), sklera tidak ikterik (-/-), pupil mata iskor kanan dan kiri, reflex
cahaya positif (+/+).
Telinga : Normotia, tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, tidak
hiperemis, dan tidak ada secret yang keluar dari lubang hidung.
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T2.
Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak pucat, tidak sianosis.
Leher
Inspeksi : Proporsi leher dalam batas normal, tidak terlihat adanya
massa atau benjolan, tidak ada hambatan dalam pergerakan.
Palpasi : Trakea terletak ditengah, tidak teraba pembesaran
tiroid, KGB tidak teraba.
Thorax
1) Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada normochest, pergerakan dinding dada
simetris, tidak terlihat adanya luka/ massa didaerah dada
Palpasi : Vocal fremitus sama antara dada kanan dan kiri.
Perkusi : Suara perkusi sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi (-/-), tidak ada
wheezing (-/-).
2) Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Tidak teraba pulsasi iktus kordis.
Perkusi : Perkusi tidak dilakukan secara maksimal (batas jantung
paru sulit dinilai)
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, tidak ada murmur dan
tidak ada gallop.
Abdomen
Striae gravidarum (+), luka bekas SC (-)
Kulit
Kulit tidak kering, tidak ada lesi, tidak sianosis dan tidak ikterik. Turgor kulit baik,
CRT <2 detik
Ekstremitas
Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-
/-), edema (-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan motorik baik.
Inferior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-
/-), edema (-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan motorik baik.
Kesulitan Airway
Gigi : Tidak ada gigi yang hilang atau goyang. Tidak ada
pemakaian gigi palsu
Malampati : 1 (tampak pilar faring, palatum mole, dan uvula).
3-3-2 rules : Bukaan mulut (3), jarak mentum ke hyoid (3), jarak
tiroid ke hyoid (2).
Mobilisasi leher : Baik
Trauma cervical : Tidak ada
Leher pendek : Tidak ada
Diagnosis Klinis
G1P0A0 UK 37 Minggu dengan HT gestasional
I.6 Tindakan
Sectio Caesaria
I.7 Planning
Rencana anestesi spinal
Informed consent anestesi
Puasa 8 jam sebelum operasi
Surat izin operasi dan surat izin anestesi
IVFD Asering 15gtt/menit
I.8 Kesimpulan
ASA 2
BAB II
ANESTESI
II.2 Tatalaksana
PREMEDIKASI
1) Ranitidin 50 mg
INDUKSI
1) Buccain 15 mg
2) Fentanyl 25µg
MAINTENANCE
1) Inhalasi O2 2 liter per menit
2) Obat-obatan lain
Ondansetron 4 mg.
Ketorolac 30 mg
Tramadol 100mg
II.3 Tindakan
1) Pukul 10.15 dilakukan anestesi spinal dengan prosedur sebagai berikut:
Persiapan alat dan memposisikan pasien dalam duduk tegak dengan
posisi leher fleksi, posisi tangan memeluk bantal atau
memposisikan tulang belakang seperti huruf C apabila dilihat dari
samping. Posisi tersebut membantu memperlebar jarak anatara ruas-
ruas vertebra lumbal
Penusukkan dilakukan dengan pendekatan midline, lokasi yang
dituju adalah L3 – L4 menggunakan garis imaginer yang
menghubungkan crista iliaca kanan dan kiri sebagai batas L4/L4-L5
Setelah menenukan posisi yang tepat, lakukan pemberian tanda
penekanan kulit lokal dengan kuku jari
Tindakan aseptik denga betadine 10% dengan metode sirkuler dari
tengah ke luar kemudian alkohol 70% untuk membersihkan dengan
cara sirkuler
Gunakan jarum spinal nomer 26 ditusukkan di lokasi yang telah
ditandai pastikan lcs keluar
Masukkan obat yang berisi obat anetesi dari spuit
Pasien dipersilahkan berbaring kembali
Dilakukan penilaian blokade dengan skor bromage
2) Pukul 10.20 operasi dimulai
3) Monitoring tanda vital setiap 15 menit dan memastikan kondisi pasien
stabil
4) Perdarahan yang keluar sebanyak 300 cc
5) Pukul 11.00 operasi selesai
6) Pukul 11.10 induksi anestesi selesai
II.4 Monitoring
PEMANTAUAN CAIRAN
1) Pemberian cairan :
Kebutuhan cairan :
Maintenance : (4x10)+(2x10)+(1x60) = 120 mL
Puasa (8 jam) : 120 x 8 = 960
Stress operasi : skala berat x BB 6 x 80 kg = 480 ml
Pemberian cairan jam ke- :
Jam ke I : maintenance + ½ pengganti puasa + stress operasi
120 ml + ½ (960) + 480= 1080 ml
2) Total kebutuhan cairan : 1080 ml
3) Jumlah pemberian cairan :
Total pemberian cairan adalah 1080 cc, dengan rincian :
Ringer laktat : 1080 cc
4) Jumlah cairan keluar
Perdarahan : 300 cc
Urin Output : 60 cc
5) EBV 65 x 80 kg = 5200 cc
6) Terapi carian post OP
4cc/kgbb/ jam = 4cc x 80 = 320cc/ jam
III.1.1 Definisi
Menurut Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure hipertensi merupakan tekanan darah sitolik ≥140mmHg dan
diastolik ≥90mmHg.1
III.1.2 Epidemiologi
Di Indonesia, mortalitas dan morbiditas hipertensi pada kehamilan masih
cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh etiologi yang tidak jelasm dan juga perawatan
dalam persalinan masih ditangani petugas non medik serta sistem rujukan yang belum
sempurna.3 Hipertensi merupakan 5-10% komplikasi dalam kehamilan dan
merupakan salah satu dari penyebab kematian tersering selain perdarahan dan
infeksi, dan juga banyak memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu
hamil.4
III.1.3 Etiologi
Landasan teori yang mendasari terjadinya hipertensi dalam kehamilan adalah
sebagai berikut :
1. Teori imunologis
Risiko hipertensi dalam kehamilan meningkat cukup besar pada keadaan-
keadaan saat terjadi pembentukan antibodi penghambat (blocking antibody)
terhadap tempat-tempat antigenik pada plasenta. Keadaan tersebut banyak
ditemukan pada ibu dengan primigravida.
2. Teori peradangan dan radikal bebas
Teori ini didasarkan pada lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
yang merupakan rangsangan utama terjadinya proses peradangan atau
inflamasi. Pada kehamilan normal, pelepasan debris masih dalam batas wajar,
sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas wajar, sedangkan pada
hipertensi kehamilan terjadi peningkatan reaksi inflamasi. Wanita dengan
hipertensi dalam kehamilan akan mengalami peningkatan stres oksidatif.
Peningkatan stres oksidatif akan mengeluarkan sitokin-sitokin, termasuk
faktor nekrosis tumor alfa (TNF-α) dan interleukin. Dalam keadaan tersebut,
berbagai oksigen radikal bebas menyebabkan terbentuknya peroksida lipid
yang memperbanyak diri dan selanjutnya meningkatkan pembentukan radikal-
radikal yang sangat toksik sehingga terjadi kerusakan sel endotel.
Teori radikal bebas terkait dalam pengendalian proses penuaan, dimana terjadi
peningkatan radikal bebas dalam tubuh seiring dengan bertambahnya usia.
Kerusakan endotel karena toksik dari radikal bebas menimbulkan cedera.
Cedera ini memodifikasi Nitro Oksida (NO) oleh sel endotel, serta
mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat lain stres oksidatif adalah
pembentukan sel busa makrofag yang dipenuhi lemak dan khas untuk
aterosis.4
3. Teori iskemia region uteroplasenter
Pada kehamilan normal, arteri spiralis yang terdapat pada desidua mengalami
pergantian sel dengan trofoblas endovaskuler yang akan menjamin lumennya
tetap terbuka untuk memberikan aliran darah, nutrisi cukup dan O2 yang
seimbang. Destruksi pergantian ini seharusnya pada minggu ke-16 dengan
perkiraan pembentukan plasenta telah berakhir. Kegagalan invasi trofoblas
saat trimester dua dapat menyebabkan hambatan aliran darah untuk
memberikan nutrisi dan O2 yang menimbulkan situasiiskemia regio
uteroplasenter.
Selain itu, terdapat peranan kontraksi Braxton Hicks dalam iskemia
regiouteroplasenter. Frekuensi kontraksi tersebut terjadi sebagai
akibatperubahan keseimbangan oksitosin dari hipofisis posterior, estrogen dan
progesteron yang dikeluarkan oleh korpus luteum atau plasenta. Walaupun
ringan, kontraksi Braxton Hicks tetap akan mengganggu aliran darah
uteoplasenter sehingga dapat menimbulkan iskemia akibat jepitan kontraksi
otot miometrium terhadap pembuluh darah yang berada didalamnya.
Iskemia implantasi plasenta yang terjadi pada usia tua dapat dikarenakan
adanya penyerapan trofoblas ke dalam sirkulasi yang memicu peningkatan
sensivitas angiotensin II dan renin aldosteron. Pada ibu hamil dengan usia
muda terjadi perpaduan antara emosi kejiwaan dan pematangan organ yang
belum sempurna sehingga mempengaruhi cortex serebri dan stimulasi
vasokonstriksi pembuluh darah.4
4. Teori disfungsi endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut disfungsi
endotel. Disfungsi endotel ini akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan produksi prostasiklin dan tromboksan (TXA2) sebagai
vasodilator serta vasokonstriksi pembuluh darah. Disfungsi endotel pada ibu
hamil dengan obesitas dapat terjadi karena peningkatan resistensi insulin dan
asam lemak tubuh yang akan menstimulasi IL-6 (interleukin-6). Perubahan sel
endotel kapiler glomerulus, peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan
kadar Nitro Oksida (NO), dan peningkatan endotelin serta faktor koagulasi
dapat terjadi sebagai dampak lain dari disfungsi endotel. Keadaan tersebut
dapat menimbulkan peningkatan tekanan darah selama kehamilan.4
5. Teori genetik
Berdasarkan teori ini, hipertensi pada kehamilan dapat diturunkan pada anak
perempuannya sehingga sering terjadi hipertensi sebagai komplikasi
kehamilannya. Kerentanan terhadap hipertensi kehamilan bergantung pada
sebuah gen resesif. Wanita yang memiliki gen angiotensinogen varian T235
memperlihatkan insiden gangguan hipertensi pada kehamilan lebih tinggi.
Kegagalan remodeling gen angiotensinogen tersebut mempengaruhi reseptor
angiotensin tipe 1 (AT1R) sehingga terjadi aktivasi endotel dan vasospasme
yang merupakan patofisiologi dasar dari hipertensi kehamilan. Pada janin,
terdapat cyclin-dependent kinase inhibitor yang berperan sebagai regulator
pertumbuhan. Mutasi pada cyclin-dependent kinase inhibitor menyebabkan
perubahan struktur plasenta dan penurunan aliran darah uteroplasenta
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah selama kehamilan.4
III.1.5 Tatalaksana
Penanganan umum meliputi :
1. Perawatan selama kehamilan
Jika tekanan diastolik >100mmHg diberikan obat antihipertensi sampai
tekanan diastolic antara 90-100mmHg, obat pilihannya yaitu :
a. Hidralazin 5mg IV secara perlahan selama 5 menit sampai tekanan
darah turun atau
b. Nifedipin 5mg sublingual dan ditambahkan 5mg sublingual bila
respon tidak membaik selama 20 menit
Pasang infus Ringer Laktat, ukur keseimbangan cairan jangan sampai
overload. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru.
Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria. Jika jumlah
urin <30 ml per jam, infus carian dipertahankan sampai 1jam dan pantau
kemungkinan edema paru. Observasi tanda vital ibu dan denyut janin
setiap jam.
Untuk hipertensi dalam kehamilan disertai kejang, dapat diberikan
Magnesium Sulfat (MgSO4). MgSO4 merupakan obat pilihan untuk
mencegah dan menangani kejang pada preeklampsi dan eklampsi. Cara
pemberiannya adalah sebagai berikut:
a. Dosis awal
Berikan MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5 menit.
Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5gr IM dengan 1ml lignokain 2%
(dalam spuit yang sama). Pasien akan merasa sedikit panas pada
pemberian MgSO4
b. Dosis pemeliharaan
MgSO4 (50%) 5gr + 1ml lignokain 20% IM setiap 4 jam. Pemberian
dilanjutkan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir. Sebelum
pemberian MgSO4, periksa frekuensi nafas minimal 16kali/menit,
refleks patella positif dan urin minimal 30ml/jam dalam 4 jam
terakhir. Pemberian MgSO4 dihentikan jika frekuensi nafas <16
kali/menit, refleks patella negatif dan urin <30ml/jam. Siapkan
antidotum glukonat dan ventilator jika terjadi henti nafas. Dosis
glukonat adalah 2gr (20ml dalam larutan 10%) IV secara perlahan
sampai pernafasan membaik.5
2. Perawatan persalinan
Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24jam, sedangkan
pada eklampsi dalam 12 jam sejak gejala eklampsi timbul. Jika terdapat
gawat janin, atau persalinan tidak terjadi dalam 12 jam pada eklampsi,
dilakukan SC.6
3. Perawatan postpartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir.
Teruskan pemberian obat antihiperteni jika tekanan darah diastolic masih
>110mmHg dan pemantauan urin.6