Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

Manajemen Anestesi pada Hipertensi Dalam Kehamilan

Oleh :
Khaulah Syifa Kabul 1710221063
Melinda Kusumadewi 1710221098

Pembimbing :
dr. Ferra Mayasari, Sp. An

Kepaniteraan Klinik Departemen Anestesi dan Reanimasi


Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Fakultas Kedokteran UPN “Veteran” Jakarta
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkah dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik
bagian ilmu anestesi dan reanimasi Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta di
RSUD Ambarawa periode 19 November 2018 – 22 Desember 2018. Penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada dr. Ferra Mayasari, Sp. An selaku pembimbing
makalah ini. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Terimakasih atas perhatiannya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi pihak yang terkait dan kepada seluruh pembaca.

Jakarta, Desember 2018

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Khaulah Syifa Kabul 1710221063


Melinda Kusumadewi 1710221098
Departemen : Instalasi Anestesi dan Reanimasi RSUP Persahabatan Jakarta
Instansi : Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta
Periode : 19 November 2018 – 22 Desember 2018
Pembimbing : dr. Ferra Mayasari, Sp. An
Judul : Manajemen Anestesi pada Hipertensi Dalam Kehamilan

Jakarta, Desember 2018

dr. Ferra Mayasari, Sp. An


BAB I
DESKRIPSI KASUS

I.1 Identitas Pasien


 Nama : Ny. TP
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Usia : 27 tahun
 No. Rekam Medis : 166983
 Agama : Islam
 Pekerjaan : -
 Status : Menikah

I.2 Subjektif
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada Rabu 5
Desember 2018, pukul 15.00 WIB di ruang perawatan Bougenville Bawah. Ny. TP,
perempuan usia 27 tahun dengan diagnosis G1P0A0 dengan Hipertensi Gestasional
akan dilakukan tindakan Sectio Caesaria. Pada pasien ini akan dilakukan pembiusan
secara spinal.

Keluhan Utama
Pasien mengeluh perut sudah terasa kencang sejak pukul 02.00 WIB

Riwayat Penyakit Sekarang


Pada saat kunjungan pra anestesi, perut pasien sudah terasa kencang serta
mulas. Pasien mengaku sebelumnya tidak memiliki riwayat hipertensi. Keluhan
pandangan buram, sesak nafas saat beraktifitas berat maupun beristirahat disangkal.
Asma (-), alergi (-), gigi palsu (-), gigi goyang (-), riwayat operasi sebelumya (-),
merokok (-). Pasien terkhir makan pukul 05.00 WIB.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi, DM, asma, penyakit jantung, dan penyakit paru disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Dikeluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa dengan pasien.

Riwayat Sosial dan Ekonomi


Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Sehari-hari merupakan ibu rumah
tangga.

Riwayat Alergi
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan dan obat-obatan.

Riwayat Operasi dan Pengobatan


Pasien tidak pernah menjalani operasi atau pengatan apapun

I.3 Objektif
Pemeriksaan Fisik Status Generalis
 Keadaan Umum : Tampak sakit berat dan lemah
 Kesadaran : Compos Mentis
 Berat Badan : 80 Kg
 Tinggi Badan : 160 Cm
 Tekanan Darah : 149/86 mmHg
 Nadi : 86x/menit
 Pernafasan : 22x/menit
 Suhu : 36,5C
Kepala
 Bentuk : Normocephal
 Rambut : Warna hitam, distribusi rambut merata, rambut tidak
mudah dicabut.
 Mata : Pelpebra tidak cekung dan tidak edema, konjungtiva
anemis (-/-), sklera tidak ikterik (-/-), pupil mata iskor kanan dan kiri, reflex
cahaya positif (+/+).
 Telinga : Normotia, tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
 Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, tidak
hiperemis, dan tidak ada secret yang keluar dari lubang hidung.
 Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T2.
 Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak pucat, tidak sianosis.
Leher
 Inspeksi : Proporsi leher dalam batas normal, tidak terlihat adanya
massa atau benjolan, tidak ada hambatan dalam pergerakan.
 Palpasi : Trakea terletak ditengah, tidak teraba pembesaran
tiroid, KGB tidak teraba.
Thorax
1) Paru-paru
 Inspeksi : Bentuk dada normochest, pergerakan dinding dada
simetris, tidak terlihat adanya luka/ massa didaerah dada
 Palpasi : Vocal fremitus sama antara dada kanan dan kiri.
 Perkusi : Suara perkusi sonor pada seluruh lapang paru.
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi (-/-), tidak ada
wheezing (-/-).
2) Jantung
 Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat.
 Palpasi : Tidak teraba pulsasi iktus kordis.
 Perkusi : Perkusi tidak dilakukan secara maksimal (batas jantung
paru sulit dinilai)
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, tidak ada murmur dan
tidak ada gallop.
Abdomen
Striae gravidarum (+), luka bekas SC (-)
Kulit
Kulit tidak kering, tidak ada lesi, tidak sianosis dan tidak ikterik. Turgor kulit baik,
CRT <2 detik
Ekstremitas
 Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-
/-), edema (-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan motorik baik.
 Inferior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-
/-), edema (-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan motorik baik.

Kesulitan Airway
 Gigi : Tidak ada gigi yang hilang atau goyang. Tidak ada
pemakaian gigi palsu
 Malampati : 1 (tampak pilar faring, palatum mole, dan uvula).
 3-3-2 rules : Bukaan mulut (3), jarak mentum ke hyoid (3), jarak
tiroid ke hyoid (2).
 Mobilisasi leher : Baik
 Trauma cervical : Tidak ada
 Leher pendek : Tidak ada

I.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium 5 Desember 2018
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
HEMOGLOBIN 12.0 g/dl 11.7-15.5 g/dl
LEUKOSIT 8.53 3.6-11.0 ribu
ERITROSIT 4.48 jt 3.8-5.2 juta
HEMATOKRIT 36.1% 35-47 %
TROMBOSIT 359 ribu 150-400 ribu
MCV 85.6 fL 82-98 Fl
MCH 27.2 pg 27-32 pg

MCHC 38.0 g/dl 32-37 g/dl


RDW 14.1 % 10-16%
MPV 7 mm³ 7-11 mm³
LIMFOSIT 1.62 1.0-4.5
MONOSIT 1.01 0.2-1.0
EOSINOFIL 0.284 0.04-0.8
BASOFIL 0.052 0-0.2
NEUTROFIL 5.56 1.8-7.5
LIMFOSIT % 19 % 25-40 %
MONOSIT % 11.8 (H) 2-8%
EOSINOFIL% 3.33 2-4%
BASOFIL% 0.614 0-1%
NEUTROFIL% 66.2 50-70%
PCT 0.213 0.2-0.5%
PDW 17.8 10-18%
PTT 10.4 9.3-11.4
INR 1.16
APTT 26.5 24.5-32.8
Golongan Darah A
KIMIA KLINIK
GLUKOSA SEWAKTU 85 74-106 mg/dl
Natrium 149 136-146 mmol/L
Kalium 4.0 3.5-5.2 mmol/L
Chlorida 98 98-105 mmol/L
UREUM 34.0 10-50 mg/dl
Kreatinin 0.47 0.45-0.75 mg/dl
Albumin 3.5 3.4-4.8 g/dL
URIN
Protein Urin Negatif Negatif
SEROLOGI
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

Diagnosis Klinis
G1P0A0 UK 37 Minggu dengan HT gestasional

I.6 Tindakan
Sectio Caesaria

I.7 Planning
 Rencana anestesi spinal
 Informed consent anestesi
 Puasa 8 jam sebelum operasi
 Surat izin operasi dan surat izin anestesi
 IVFD Asering 15gtt/menit

I.8 Kesimpulan
ASA 2
BAB II
ANESTESI

II.1 Rencana Anestesi


Spinal anestesi

II.2 Tatalaksana
PREMEDIKASI
1) Ranitidin 50 mg
INDUKSI
1) Buccain 15 mg
2) Fentanyl 25µg
MAINTENANCE
1) Inhalasi O2 2 liter per menit
2) Obat-obatan lain
 Ondansetron 4 mg.
 Ketorolac 30 mg
 Tramadol 100mg
II.3 Tindakan
1) Pukul 10.15 dilakukan anestesi spinal dengan prosedur sebagai berikut:
 Persiapan alat dan memposisikan pasien dalam duduk tegak dengan
posisi leher fleksi, posisi tangan memeluk bantal atau
memposisikan tulang belakang seperti huruf C apabila dilihat dari
samping. Posisi tersebut membantu memperlebar jarak anatara ruas-
ruas vertebra lumbal
 Penusukkan dilakukan dengan pendekatan midline, lokasi yang
dituju adalah L3 – L4 menggunakan garis imaginer yang
menghubungkan crista iliaca kanan dan kiri sebagai batas L4/L4-L5
 Setelah menenukan posisi yang tepat, lakukan pemberian tanda
penekanan kulit lokal dengan kuku jari
 Tindakan aseptik denga betadine 10% dengan metode sirkuler dari
tengah ke luar kemudian alkohol 70% untuk membersihkan dengan
cara sirkuler
 Gunakan jarum spinal nomer 26 ditusukkan di lokasi yang telah
ditandai pastikan lcs keluar
 Masukkan obat yang berisi obat anetesi dari spuit
 Pasien dipersilahkan berbaring kembali
 Dilakukan penilaian blokade dengan skor bromage
2) Pukul 10.20 operasi dimulai
3) Monitoring tanda vital setiap 15 menit dan memastikan kondisi pasien
stabil
4) Perdarahan yang keluar sebanyak 300 cc
5) Pukul 11.00 operasi selesai
6) Pukul 11.10 induksi anestesi selesai

II.4 Monitoring
PEMANTAUAN CAIRAN
1) Pemberian cairan :
 Kebutuhan cairan :
 Maintenance : (4x10)+(2x10)+(1x60) = 120 mL
 Puasa (8 jam) : 120 x 8 = 960
 Stress operasi : skala berat x BB  6 x 80 kg = 480 ml
 Pemberian cairan jam ke- :
 Jam ke I : maintenance + ½ pengganti puasa + stress operasi
120 ml + ½ (960) + 480= 1080 ml
2) Total kebutuhan cairan : 1080 ml
3) Jumlah pemberian cairan :
Total pemberian cairan adalah 1080 cc, dengan rincian :
 Ringer laktat : 1080 cc
4) Jumlah cairan keluar
 Perdarahan : 300 cc
 Urin Output : 60 cc
5) EBV 65 x 80 kg = 5200 cc
6) Terapi carian post OP
 4cc/kgbb/ jam = 4cc x 80 = 320cc/ jam

II.5 Pasca Operasi


1) Pemantauan TTV :
Pemantauan tiap 30 menit selama 3 jam.
2) Pengelolaan nyeri :
Diberikan Tramadol 100 mg dalam futrolit 15 gtt/menit
3) Pengelolaan mual-muntah :
Ondansetron 4 mg IV
4) Lain-lain :
Mobilisasi bila motorik pulih
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Hipertensi Dalam Kehamilan

III.1.1 Definisi
Menurut Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure hipertensi merupakan tekanan darah sitolik ≥140mmHg dan
diastolik ≥90mmHg.1

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal ≤ 120 ≤ 80
Prehipertesi 120 - 139 80 - 89
Hipertensi Stage I 140 - 159 90 - 99
Hipertensi Stage II ≥ 160 ≥ 100
Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa (JNC)

Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan


berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan atau lebih dari 20 minggu
usia kehamilan pada wanita yang sebelumnnya normotensi, tekanan darah mencapai
nilai 140/90 mmHg, atau kenaikan tekanan sistolik 30mmHg dan kenaikan tekanan
diastolik 15mmHg di atas nilai normal.2

III.1.2 Epidemiologi
Di Indonesia, mortalitas dan morbiditas hipertensi pada kehamilan masih
cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh etiologi yang tidak jelasm dan juga perawatan
dalam persalinan masih ditangani petugas non medik serta sistem rujukan yang belum
sempurna.3 Hipertensi merupakan 5-10% komplikasi dalam kehamilan dan
merupakan salah satu dari penyebab kematian tersering selain perdarahan dan
infeksi, dan juga banyak memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu
hamil.4

III.1.3 Etiologi
Landasan teori yang mendasari terjadinya hipertensi dalam kehamilan adalah
sebagai berikut :
1. Teori imunologis
Risiko hipertensi dalam kehamilan meningkat cukup besar pada keadaan-
keadaan saat terjadi pembentukan antibodi penghambat (blocking antibody)
terhadap tempat-tempat antigenik pada plasenta. Keadaan tersebut banyak
ditemukan pada ibu dengan primigravida.
2. Teori peradangan dan radikal bebas
Teori ini didasarkan pada lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
yang merupakan rangsangan utama terjadinya proses peradangan atau
inflamasi. Pada kehamilan normal, pelepasan debris masih dalam batas wajar,
sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas wajar, sedangkan pada
hipertensi kehamilan terjadi peningkatan reaksi inflamasi. Wanita dengan
hipertensi dalam kehamilan akan mengalami peningkatan stres oksidatif.
Peningkatan stres oksidatif akan mengeluarkan sitokin-sitokin, termasuk
faktor nekrosis tumor alfa (TNF-α) dan interleukin. Dalam keadaan tersebut,
berbagai oksigen radikal bebas menyebabkan terbentuknya peroksida lipid
yang memperbanyak diri dan selanjutnya meningkatkan pembentukan radikal-
radikal yang sangat toksik sehingga terjadi kerusakan sel endotel.
Teori radikal bebas terkait dalam pengendalian proses penuaan, dimana terjadi
peningkatan radikal bebas dalam tubuh seiring dengan bertambahnya usia.
Kerusakan endotel karena toksik dari radikal bebas menimbulkan cedera.
Cedera ini memodifikasi Nitro Oksida (NO) oleh sel endotel, serta
mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat lain stres oksidatif adalah
pembentukan sel busa makrofag yang dipenuhi lemak dan khas untuk
aterosis.4
3. Teori iskemia region uteroplasenter
Pada kehamilan normal, arteri spiralis yang terdapat pada desidua mengalami
pergantian sel dengan trofoblas endovaskuler yang akan menjamin lumennya
tetap terbuka untuk memberikan aliran darah, nutrisi cukup dan O2 yang
seimbang. Destruksi pergantian ini seharusnya pada minggu ke-16 dengan
perkiraan pembentukan plasenta telah berakhir. Kegagalan invasi trofoblas
saat trimester dua dapat menyebabkan hambatan aliran darah untuk
memberikan nutrisi dan O2 yang menimbulkan situasiiskemia regio
uteroplasenter.
Selain itu, terdapat peranan kontraksi Braxton Hicks dalam iskemia
regiouteroplasenter. Frekuensi kontraksi tersebut terjadi sebagai
akibatperubahan keseimbangan oksitosin dari hipofisis posterior, estrogen dan
progesteron yang dikeluarkan oleh korpus luteum atau plasenta. Walaupun
ringan, kontraksi Braxton Hicks tetap akan mengganggu aliran darah
uteoplasenter sehingga dapat menimbulkan iskemia akibat jepitan kontraksi
otot miometrium terhadap pembuluh darah yang berada didalamnya.
Iskemia implantasi plasenta yang terjadi pada usia tua dapat dikarenakan
adanya penyerapan trofoblas ke dalam sirkulasi yang memicu peningkatan
sensivitas angiotensin II dan renin aldosteron. Pada ibu hamil dengan usia
muda terjadi perpaduan antara emosi kejiwaan dan pematangan organ yang
belum sempurna sehingga mempengaruhi cortex serebri dan stimulasi
vasokonstriksi pembuluh darah.4
4. Teori disfungsi endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut disfungsi
endotel. Disfungsi endotel ini akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan produksi prostasiklin dan tromboksan (TXA2) sebagai
vasodilator serta vasokonstriksi pembuluh darah. Disfungsi endotel pada ibu
hamil dengan obesitas dapat terjadi karena peningkatan resistensi insulin dan
asam lemak tubuh yang akan menstimulasi IL-6 (interleukin-6). Perubahan sel
endotel kapiler glomerulus, peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan
kadar Nitro Oksida (NO), dan peningkatan endotelin serta faktor koagulasi
dapat terjadi sebagai dampak lain dari disfungsi endotel. Keadaan tersebut
dapat menimbulkan peningkatan tekanan darah selama kehamilan.4
5. Teori genetik
Berdasarkan teori ini, hipertensi pada kehamilan dapat diturunkan pada anak
perempuannya sehingga sering terjadi hipertensi sebagai komplikasi
kehamilannya. Kerentanan terhadap hipertensi kehamilan bergantung pada
sebuah gen resesif. Wanita yang memiliki gen angiotensinogen varian T235
memperlihatkan insiden gangguan hipertensi pada kehamilan lebih tinggi.
Kegagalan remodeling gen angiotensinogen tersebut mempengaruhi reseptor
angiotensin tipe 1 (AT1R) sehingga terjadi aktivasi endotel dan vasospasme
yang merupakan patofisiologi dasar dari hipertensi kehamilan. Pada janin,
terdapat cyclin-dependent kinase inhibitor yang berperan sebagai regulator
pertumbuhan. Mutasi pada cyclin-dependent kinase inhibitor menyebabkan
perubahan struktur plasenta dan penurunan aliran darah uteroplasenta
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah selama kehamilan.4

III.1.4 Faktor Risiko


Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifaktorial. Beberapa
faktor risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah :
1. Faktor maternal
a. Usia maternal
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun.
Komplikasi maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia
dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian materal
yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Dampak dari usia yang kurang, dapat
menimbulkan komplikasi selama kehamilan. Setiap remaja primigravida
mempunyai resiko yang lebih besar mengalami hipertensi dalam
kehamilan dan meningkat bila usia diatas 35 tahun.4,5
b. Primigravida
Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada kehamilan pertama.
Jika ditinjau dari kejadian hipertensi dalam kehamilan, graviditas paling
aman adalah kehamilan kedua sampai ketiga.5
c. Riwayat keluarga
Terdapat peranan genetik dalam hipertensi kehamilan. Hal tersebut dapat
terjadi karena terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi dalam
kehamilan. 4,5
d. Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana
komplikasi tersebut dapat mengakibatkan superimpose preeklamsia dan
hipertensi kronis dalam kehamilan.5
e. Tinggi IMT
Tingginya nilai indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena
kelebihan kalori, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa menjadi
faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti
diabetes melitus, hipertensi kehamilan, penyakit jantung koroner,
reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan
lain. Hal tersebut berkaitan dengan adanya timbunan lemak berlebih
dalam tubuh.5
f. Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil
dapat menyebabkan hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut
berhubungan dengan kerusakan glomerulus yang menimbulkan gangguan
filtrasi dan vasokonstriksi pembuluh darah.5
2. Faktor Kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahidatidosa, hydrops fetalis dan kehamilan
ganda berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan. Preeklamsia dan
eklamsia mempunyai risiko 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda.
Dari 105 kasus kembar dua, didapatkan 28,6% kejadian preeklamsia dan satu
kasus kematian ibu karena eklamsia.

III.1.5 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis


Berdasarkan The National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy (NHBPEPE) klasifikasi hipertensi
dalam kehamilan ialah sebagai bertikut :2
1. Hipertensi kronik
Hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hipertensi
yang pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan
2. Preeklampsia
Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria. Eklampsia merupakan preeclampsia yang disertai dengan kejang-
kejang dan/atau koma
3. Preeklampsia pada hipertensi kronik
Hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeclampsia atau hipertensi kronik
disertai proteinuria
4. Hipertensi gestasional
Hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan
hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kematian dengan
tanda-tanda preeklampsia namun tanpa proteinuria.

Klasifikasi hipertensi pada kehamilan berdasarakan American College of


Obstetricians and Gynecologists, yaitu:2
a. Hipertensi gestasional, bila tekanan darah > 140/90 mmHg pada usia
kehamilan > 20 minggu tanpa riwayat hipertensi sebelumnya dan tanpa
disertai dengan proteinuria.
2. Preeklampsia, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a. Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg yang
terjadi setelah umur kehamilan diatas 20 minggu tanpa riwayat hipertensi
sebelumnya
b. Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau
4+.
c. Bila proteinuria negatif:
 Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang
dari 0,5 cc/kgBB/jam.
 Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
 Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
 Terdapat edema paru dan sianosis
 Hemolisis mikroangiopatik
 Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat)
 Gangguan fungsi hati.: peningkatan kadar alanin dan aspartate
aminotransferase.
 Pertumbuhan janin terhambat
d. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
 Tanda-tanda preeklampsia disertai tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg pada 2 x pemeriksaan 6 jam
setelah pasien dalam keadaan istirahat.
3. Superimposed preeclampsia ( ≥1 kriteria dibawah ini)
a. Proteinuria onset baru pada wanita dengan hipertensi kurang dari 20
minggu
b. Jika hipertensi dan proteinuria timbul < 20 minggu
 Proteinuria meningkat tiba-tiba jika hipertensi dan proteinuria timbul
< 20 minggu
 Hipertensi meningkat tiba-tiba pada wanita dengan rewayat
hipertensi terkontrol
 Trombositopenia ( trombosit < 100.000 /mm3)
 Peningkatan SGOT dan SGPT

c. Gejala dengan hipertensi kronis dengan nyeri kepala persisten, skotoma


atau nyeri ulu hati juga dapat disebut dengan superimposed
preeclampsia.
4. HELLP syndrome
a. Lactat dehydrogenase > 600 U/L
b. SGOT atau SGPT >40 IU/L
c. Trombosit < 150.000/mm3
Tabel Perbedaan Gambaran Klinis Hipertensi Kehamilan

Alur Penilaian Klinik Hipertensi Kehamilan

III.1.5 Tatalaksana
Penanganan umum meliputi :
1. Perawatan selama kehamilan
Jika tekanan diastolik >100mmHg diberikan obat antihipertensi sampai
tekanan diastolic antara 90-100mmHg, obat pilihannya yaitu :
a. Hidralazin 5mg IV secara perlahan selama 5 menit sampai tekanan
darah turun atau
b. Nifedipin 5mg sublingual dan ditambahkan 5mg sublingual bila
respon tidak membaik selama 20 menit
Pasang infus Ringer Laktat, ukur keseimbangan cairan jangan sampai
overload. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru.
Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria. Jika jumlah
urin <30 ml per jam, infus carian dipertahankan sampai 1jam dan pantau
kemungkinan edema paru. Observasi tanda vital ibu dan denyut janin
setiap jam.
Untuk hipertensi dalam kehamilan disertai kejang, dapat diberikan
Magnesium Sulfat (MgSO4). MgSO4 merupakan obat pilihan untuk
mencegah dan menangani kejang pada preeklampsi dan eklampsi. Cara
pemberiannya adalah sebagai berikut:
a. Dosis awal
Berikan MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5 menit.
Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5gr IM dengan 1ml lignokain 2%
(dalam spuit yang sama). Pasien akan merasa sedikit panas pada
pemberian MgSO4
b. Dosis pemeliharaan
MgSO4 (50%) 5gr + 1ml lignokain 20% IM setiap 4 jam. Pemberian
dilanjutkan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir. Sebelum
pemberian MgSO4, periksa frekuensi nafas minimal 16kali/menit,
refleks patella positif dan urin minimal 30ml/jam dalam 4 jam
terakhir. Pemberian MgSO4 dihentikan jika frekuensi nafas <16
kali/menit, refleks patella negatif dan urin <30ml/jam. Siapkan
antidotum glukonat dan ventilator jika terjadi henti nafas. Dosis
glukonat adalah 2gr (20ml dalam larutan 10%) IV secara perlahan
sampai pernafasan membaik.5
2. Perawatan persalinan
Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24jam, sedangkan
pada eklampsi dalam 12 jam sejak gejala eklampsi timbul. Jika terdapat
gawat janin, atau persalinan tidak terjadi dalam 12 jam pada eklampsi,
dilakukan SC.6
3. Perawatan postpartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir.
Teruskan pemberian obat antihiperteni jika tekanan darah diastolic masih
>110mmHg dan pemantauan urin.6

III. 2 Anestesi dalam Hipertensi pada Gestasional


Saat ini, pengobatan gejala preeklamsia pada ibu adalah dengan melahirkan.
Jika kehamilan jauh dari aterm pada preeklampsia dengan gejala yang berat,
keputusan harus dibuat apakah kehamilan harus dilahirkan atau dikelola sebaik-
baiknnya. Hal ini membutuhkan evaluasi berulang pada ibu dan janin. Sangat penting
bagi penyedia anestesi pada persalinan untuk mengawasi pasien ini dan perjalanan
klinis pada pasien ini, karena dapat dengan cepat memburuk dan dapat membutuhkan
persalinan mendadak. Preeklampsia dan hipertensi gestasional dikaitkan dengan
perubahan biologis yang menyebabkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular
dan stroke.7
Biasanya, pemantauan invasif tidak diperlukan dan saluran vena sentral dapat
meningkatkan risiko tanpa manfaat yang diketahui. Namun, dalam kasus-kasus
tertentu preeklampsia berat dan HELLP, invasive pressure line dan kateter vena
sentral mungkin bermanfaat. Situasi klinis ini mungkin termasuk (1) manajemen
hipertensi labil, (2) kebutuhan untuk analisa gas darah / laboratorium yang sering
(edema paru berat), (3) kebutuhan untuk obat vasoaktif kerja cepat dan sentral, atau
(4) estimasi status volume intravaskular (Oliguria). Penggunaan pemberian cairan
yang bijaksana untuk mempertahankan atau menambah volume intravaskuler
sebelum memulai blokade neuraksial mungkin diperlukan.7
The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
menganggap analgesia neuraksial merupakan metode analgesik pilihan untuk
persalinan pada pasien preeklampsia, tetapi titrasi yang hati-hati dari anestesi lokal
diperlukan untuk mencegah penurunan tekanan perfusi uteroplasenta. Meskipun
jumlah trombosit rutin tidak diperlukan pada wanita sehat, untuk wanita dengan
preeklampsia, evaluasi menyeluruh dari status hematologi pasien saat ini harus
dilakukan. Penyedia anestesi harus memverifikasi kadar hemoglobin dan trombosit
sebelum melakukan blok neuroaksial yang berpotensi untuk terjadinya
trombositopenia pada preeklampsia berat dan HELLP. Perkiraan jumlah trombosit
spesifik dari komplikasi anestesi neuraksial belum ditentukan, tetapi jumlah trombosit
stabil 75 hingga 80 x 109 / L telah disarankan sebagai trombosit minimum untuk
teknik neuraksial, dengan asumsi tidak ada kontraindikasi tambahan untuk anestesi
neuraksial. 7
Pada masa persalinan, pemberian analgesia neuroaksial sering diberikan
dengan alasan menghindari anestesi umum dengan kemungkinan sulit pengendalian
jalan napas, risiko aspirasi dan hipertensi poten akibat laringoskopi pada persalinan
dengan SC emergensi, mengoptimalkan kateter epidural sebelum terjadi penurunan
jumlah trombosit, dan memberikan efek menguntungkan analgesia neuroaksial pada
perfusi uteroplasenta. 7
Pertimbangan anestesia pada kasus preeklampsia-eklampsia harus mengingat
kembali kejadian yang sebenarnya terjadi pada serebrovaskuler otak. Bahwa telah
terjadi perubahan serebrovaskuler di otak, tidak selalu memunculkan adanya
kenaikan tekanan intrakranial yang menjadi pertimbangan penting pemilihan tindakan
dan obat yang dipakai dalam anestesi. Bila terdapat kenaikan tekanan intrakranial,
anestesi umum dengan kaidah neuroanestesi merupakan pilihan.8
Laporan tentang kematian ibu hamil di Inggris menunjukkan bahwa penyebab
utama kematian ibu dengan preeklampsia adalah perdarahan intrakranial. Kerugian
dilakukannya tindakan anestesi umum pada preeklampsia adalah risiko perdarahan
intrakranial dari respon hipertensif akibat intubasi dan ekstubasi endotrakeal. Risiko
sulit intubasi dan aspirasi yang besar juga merupakan faktor yang mungkin terjadi.
Bagaimanapun, pertimbangan khusus pemilihan teknik anestesi pada preeklampsia
untuk seksio sesaria adalah: pemilihan teknik anestesi, teknik induksi pada anestesi
umum, dan interaksi antara MgSO4 dengan pelumpuh otot nondepoler.8
Pada prinsipnya teknik regional tidak dilakukan pada pasien yang menolak
tindakan anestesi regional, dengan gangguan faktor koagulasi, dan sepsis. Anestesi
umum diindikasikan pada pasien dengan gawat janin berat, edema pulmonum,
ketidakstabilan hemodinamik, risiko intraspinal hematom (misalnya abrupsio
plasenta, trombositopenia berat) atau eklampsia dengan gangguan kesadaran atau
defisit neurologis. Trombositopenia terjadi pada 15%– 20% pasien dengan
preeklampsia berat, sehingga pemeriksaan jumlah trombosit menjadi sangat penting.
Aktivitas trombosit mungkin abnormal pada preeklampsia berat dengan jumlah
trombosit.8
Beberapa literatur merekomendasikan batas 80.000/mm3 untuk dilakukan
teknik regional anestesia dengan nilai faktor koagulasi lain dalam batas normal. Tidak
diketahui nilai trombosit yang berisiko untuk terjadinya epidural hematom.8
Bila teknik regional anestesi tetap dipilih pada kasus jumlah trombosit
<100.000/mm3, rekomendasi untuk mengurangi risiko epidural hematom dan
sekuelenya adalah8:
1. Tindakan sebaiknya dilakukan oleh dokter anestesi yang paling mahir untuk
mengurangi penusukan dan berdarah
2. Teknik spinal anestesi dipilih dibanding Teknik epidural karena kecilnya
jarum
3. Penggunaan kateter epidural yang lentur untuk menghindari trauma vena (bila
epidural menjadi pilihan, sesuai indikasi)
4. Monitoring postanestesi-postoperasi terhadap tanda-tanda neurologis
perdarahan epidural
5. Cek jumlah trombosit sebelum lepas kateter epidural (sedikitnya 75.000
sampai 80.000/mm3)
6. Pemeriksaan pencitraan (CT scan/MRI) dan konsultasi neurologi atau bedah
saraf harus dilakukan segera apabila terdapat kecurigaan tentang epidural
hematom untuk mencegah cedera neurologis permanen

Jika hipotensi terjadi setelah inisiasi analgesia neuraksial, penggunaan


phenylephrine atau efedrin yang tepat tetapi bijaksana harus diberikan, dengan
pertimbangan bahwa pasien dengan preeklampsia mungkin memiliki hipersensitivitas
terhadap katekolamin.7
Mengingat potensi insufisiensi plasenta dengan preeklampsia, penyedia
anestesi harus mempersiapkan persalinan mendadak. Edema saluran napas atas yang
berlebihan sering terjadi pada preeklampsia dan meningkatkan risiko kesulitan untuk
dilakukannya intubasi jika diperlukan anestesi umum. Intubasi endotrakeal dapat
menghasilkan hipertensi lebih lanjut selama laringoskopi dan sejumlah kecil
nitrogliserin (2 μg / kg) atau esmolol (1,5 mg / kg) dapat bermanfaat bila diberikan
dengan propofol untuk induksi.84 Jika ada kekhawatiran akan kesulitan jalan napas,
alternatif yang tepat seperti laringoskopi video di awal harus dipertimbangkan. Atonia
uterus pascapartum lebih umum dengan infus magnesium sulfat dan ditekankan jika
anestesi inhalasi diberikan. Pitocin dan prostaglandin aman untuk uteri atonia, tetapi
metilergonovin (methergine) relatif kontraindikasi karena dapat memicu krisis
hipertensi.7
Ketika keputusan untuk melakukan anestesi umum dibuat, dokter anestesi
dihadapkan pada 3 tantangan utama, yaitu potensi sulit laringoskopiintubasi, respon
hipertensif akibat laringoskopiintubasi dan ekstubasi, dan efek MgSO4 pada transmisi
neuromuskuler dan tonus uterus.
Berikut adalah rekomendasi teknik anestesi umum pada ibu preeklampsia
berat:8,9
1. Pasang kanul arteri radialis untuk monitor tekanan darah kontinyu.
2. Pasang akses intravena besar untuk antisipasi perdarahan postpartum.
3. Pastikan berbagai ukuran pipa endotrakheal dan perlengkapan sulit intubasi.
4. Berikan antagonis reseptor H2 dan metoklopramid iv 30–60 menit sebelum
induksi anestesi.
5. Berikan antasida nonpartikel per oral 30 menit sebelum induksi.
6. Denitrogenasi (3 menit bernapas biasa atau 8 kali bernapas dalam dengan
oksigen 100% menggunakan sungkup muka).
7. Beri labetolol (10 mg iv bolus) untuk mentitrasi penurunan tekanan darah
sampai 140/90 mmHg sebelum induksi anestesi. Labetolol merupakan obat
pilihan, karena onsetnya lambat dan durasinya panjang. Bila tidak tersedia,
tidak respon atau kontraindikasi dengan labetolol dapat digunakan hidralazin
atau nikardipin, sodium nitroprusid (SNP) atau infus nitrogliserin. Pemberian
SNP dan nitrogliserin harus hati-hati, karena berefek pada preload, sedangkan
pasien dengan preload terbatas. Nikardipin diberikan dengan dosis 15–30
mcg/kgbb intravena. Karena sifatnya yang arterioselektif (tidak ada efek pada
kapasitan vena atau preload), nikardipin tidak menurunkan dengan cepat
tekanan darah dibandingkan dengan SNP dan nitrogliserin. Dapat juga
diberikan MgSO4 intravena bolus 30–45 mg/kgbb segera setelah induksi.
8. Monitor denyut jantung janin.
9. Lakukan rapid sequence induction (RSI) dengan propofol 2–2,8 mg/kgbb dan
pelumpuh otot kemudian lakukan laringoskopi.
10. Pemeliharaan anestesi dengan agen volatil atau propofol intravena dan
oksigen 100% sebelum lahir bayi. Bila bayi telah lahir, turunkan dosis agen
volatil atau propofol untuk mengurangi risiko atoni dan berikan opioid dengan
atau tanpa benzodiazepin. Sebaiknya tidak memberi tambahan pelumpuh otot
nondepoler.
11. Pada akhir operasi, reverse pelumpuh otot nondepoler dan dapat diberikan lagi
labetolol 5–10 mg intravena bolus untuk mencegah hipertensi akibat
ekstubasi.

Pasien yang tidak kembali secara neurologis (tidak sadar/awake atau


concious) sebaiknya tetap terintubasi dan dimonitor di ICU. Bila kesadaran menetap,
evaluasi neurologis lebih lanjut dengan elektroensefalografi dan pencitraan otak perlu
dilakukan untuk menyingkirkan masalah neurologis lain yang mendasari.8
Risiko preeklampsia berat tidak berakhir begitu saja setelah kelahiran bayi.
Ibu preeklampsia masih berisiko terjadi edema pulmonum, hipertensi, stroke,
tromboemboli, sumbatan jalan napas, kejang, bahkan eklampsia dan sindroma
HELLP. Risiko kejadian serebrovaskuler tinggi pada periode ini, karena ibu dengan
preeklampsia biasanya mengalami pemanjangan kejadian hipertensif.
Direkomendasikan untuk memberikan obat anti hipertensi bila tekanan darah sistol
diatas 150 mmHg atau tekanan darah diastol diatas 100 mmHg. Keadaan ini harus
dimonitor dengan baik. Pada ibu pada masa postpartum yang mengalami peningkatan
tekanan darah disertai nyeri kepala atau gejala neurologis, atau munculnya tiba-tiba
hipertensi berat, pemberian MgSO4 selama 24 jam mencegah kejadian eklampsia
atau gangguan serebrovaskuler.8
DAFTAR PUSTAKA

1. Laura, A., et all, 2011, How to manage hypertension in pregnancy effectively,


British Journal of Clinical Pharmacology, 1365: 394-395
2. Watania, John, 2015, Hipertensi Dalam Kehamilan, Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangie, Manado
3. Prawirohardjo, S., 2013, Hipertensi dalam kehamilan dalam : Ilmu Kebidanan
Edisi Keempat, Jakarta : PT Bina Pustaka
4. Cunningham F., Leveno K., Bloom S., et al, 2010, Pregnancy Hypertension,
William Obstetrics, edisi ke-24, New York: McGraw-Hill, 2010 : 706-756
5. Katsiki N., et all, 2010, Hypertention in pregnancy : classification, diagnosis
and treatment, Aristotle University medical Journal, 37: 09-10
6. Mustafa, R., Ahmed, S., Gupta, A., et all, 2012, Comprehensive review od
hypertension in pregnancy, Hindawi Publishing Corporation Journal of
Pregnancy, USA: State University of New York
7. Miller, Ronald D, Manuel Pardo, and Robert K. Stoelting, 2011, Basics of
Anesthesia. Philadelphia, PA: Elsevier/Saunders
8. Bateman BT, Polley LS. Hypertensive disorder. Dalam: Chesnut DH, editor.
Chesnut’s Obstetric Anesthesia: Principles and Practice. 5th ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2014; 825–59
9. Baysinger CL. Hypertensive disorder of pregnancy. Dalam: Atlee JL, editor.
Complications in Anesthesia. 2nd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2007;759– 62

Anda mungkin juga menyukai