Anda di halaman 1dari 56

Laporan Eksplorasi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagi Propinsi Sulawesi Tengah, sektor pertambangan dinilai akan


memegang peranan penting dalam pembangunan daerah. Hal ini disebabkan
karena potensi sumberdaya bahan tambang yang dimiliki cukup besar dan belum
banyak dikembangkan.

Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan yang sangat berpotensi


merusak lingkungan karena sifat dasar kegiatan ini yang merubah bentang alam
dan memanfaatkan sumber daya alam yang tidak terbarukan. Karenanya,
pengelolaan potensi ini harus dilakukan dengan cermat dan teliti. Namun
pengelolaan seperti ini hanya dapat dilakukan bilamana didukung oleh konsep
pengelolaan yang jelas dan data potensi yang akurat.

Sejalan dengan itu, arah kebijakan dan prioritas Program Pembangunan


Daerah (PROPEDA) Propinsi Sulawesi Tengah menjelaskan bahwa optimalisasi
pengelolaan sumber daya alam, termasuk sumberdaya mineral, sebagai salah satu
sumber penerimaan daerah dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa konstribusi
penerimaan daerah yang bersumber dari pemanfaatan sumberdaya alam perlu
dilakukan secara berkelanjutan melalui program kegiatan sebagai berikut:

1. Penyiapan data dasar sumber daya alam


2. Peningkatan akses informasi sumber daya alam
3. Manajemen sumber daya alam dan lingkungan hidup berbasis masyarakat
4. Penegakan hukum pengelolaan sumber daya alam.
Pemanfaatan sumber daya alam untuk kegiatan pembangunan telah
berlangsung sejak lama dengan peningkatan yang pesat seiring dengan gerak
pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Keberadaan sumber daya alam
merupakan bagian yang menyatu dengan pembangunan itu sendiri dalam konteks

PT. TRI REMETHANA LABUAN 1


Laporan Eksplorasi

pembangunan berkelanjutan, sehingga kebutuhan pemanfaatan sumber daya alam


menjadi bagian masa kini maupun dimasa mendatang.

Pemanfaatan sumber daya alam cenderung lebih mengutamakan upaya


peningkatan produksi, dimana eksploitasinya pada umumnya belum mengacu
pada standar/kaidah pengelolaan yang tidak menganggu keseimbangan
lingkungan. Berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi pada umumnya
disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai keberadaan sumberdaya alam,
sehingga ekploitasi berlangsung begitu saja sepanjang masih terdapat cadangan.

Salah satu potensi sumber daya alam yang cukup melimpah dimiliki oleh
Provinsi Sulawesi Tengah adalah potensi sirtu atau pasir batu alami yang di
beberapa Kabupaten, diantaranya berada di wilayah Kabupaten Donggala.

Sirtu adalah singkatan dari pasir batu merupakan bahan bangunan yang
banyak digunakan dalam industri konstruksi sipil. Sirtu merupakan bahan
bangunan banyak dipakai sebagai bahan campuran beton. Sirtu yang lepas sangat
baik untuk bahan pengeras jalan biasa maupun jalan tol, airport, dan tanah urug.
Sehingga kebutuhan sirtu guna mendukung proyek pembangunan sangatlah
besar. Diperlukan sumber cadangan sirtu yang cukup ekonomis dan
memenuhi spesifikasi teknis sebagai bahan campuran beton dan sekaligus bernilai
ekonomis untuk industri konstruksi.

Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah memiliki potensi sumber


daya alam yang cukup banyak, namun belum dimanfaatkan secara optimal, salah
satunya adalah potensi bahan galian sirtu yang terdapat di Kabupaten Donggala.
Kabupaten Donggala mempunyai letak yang tidak jauh dari Ibu Kota Provinsi, akan
tetapi mempunyai potensi bahan galian untuk industri konstruksi yang cukup besar,
dimana Kabupaten Donggala dan kota-kota di sekitarnya masih memerlukan
pembangunan infrastruktur untuk menunjang perkembangan pembangunan,
sehingga kebutuhan komoditas bahan galian untuk mendukung pembangunan
infrastruktur sangat diperlukan untuk perkembangan wilayahnya. Perkembangan
tingkat pertumbuhan pembangunan yang relatif cepat ini akan meningkatkan

PT. TRI REMETHANA LABUAN 2


Laporan Eksplorasi

berbagai pembangunan prasarana fisik maupun industri yang pasti memerlukan


berbagai jenis sumber bahan galian untuk memenuhi kebutuhan pembangunan
tersebut.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 3


Laporan Eksplorasi

Gambar 1.1. Peta Rencana Pola Ruang Kab. Donggala

PT. TRI REMETHANA LABUAN 4


Laporan Eksplorasi

Mengingat beberapa hal tersebut di atas, komoditas galian sirtu


merupakan salah satu komoditas pertambangan yang dijadikan sebagai penunjang
dalam pemenuhan kebutuhan pembangunan daerah dan untuk memenuhi
kewajiban pelaporan eksplorasi maka perlu melakukan pemetaan tentang potensi
penyebaran galian sirtu.

Dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada serta nilai


ekonomisnya, PT. Tri Remethana Labuan yang merupakan perusahan yang
bergerak dibidang pertambangan memiliki minat yang besar untuk memulai
bergerak di bidang penambangan sirtu di daerah Kabupaten Donggala Provinsi
Sulawesi Tengah khususnya.

Untuk mengetahui kualitas dan kuantitas sirtu, maka perlu dilaksanakan


survey eksplorasi sirtu tersebut di Desa Labuan Toposo, Kecamatan Labuan,
Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Secara umum untuk
mengetahui keadaan daerah eksplorasi, luas dan keberadaan penyebaran sirtu
dengan tujuan mengevaluasi layak atau tidak layaknya dilakukan tahapan
eksplorasi selanjutnya maupun Operasi Produksi.

PT. Tri Remethana Labuan sebagai salah satu perusahaan yang bergerak
di bidang usaha pertambangan sirtu dan memegang izin usaha pertambangan
eksplorasi batuan dari Gubernur Sulawesi tengah dengan Nomor 540/219/IUP-
E/DPMPTSP/2018, tanggal 29 Maret 2018 bermaksud untuk melakukan kegiatan
Eksplorasi di Desa Labuan Toposo, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala,
Provinsi Sulawesi Tengah, dengan melakukan kegiatan eksplorasi untuk
mengetahui daerah prospek dan cadangan yang ada di dalam wilayah IUP
Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan.

Kegiatan eksplorasi ini dituangkan dalam bentuk laporan yang berisi


semua kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh PT. Tri Remethana Labuan di
Wilayah IUP Eksplorasi yang dilaksanakan pada Bulan ke 1 (satu) setelah
dikeluarkannya surat IUP Eksplorasi sirtu PT. Tri Remethana Labuan

IDENTITAS PEMRAKARSA
Nama Perusahaan : PT. Tri Remethana Labuan

PT. TRI REMETHANA LABUAN 5


Laporan Eksplorasi

Alamat Perusahaan : Jl. Latigau Kecamatan Labuan, Kabupaten


Donggala, Sulawesi Tengah
Lokasi Penambangan :
Desa : Labuan Toposo
Kecamatan : Labuan
Kabupaten : Donggala
Provinsi : Sulawesi Tengah
Penanggung Jawab : Ivon Yotje Laruni
Jabatan : Direktur

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari laporan ini adalah sebagai tahap awal survei lapangan dan
penyelidikan wilayah penambangan secara menyeluruh setelah dikeluarkannya
Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.

Tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk mengetahui potensi sirtu di


Wilayah IUP Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan, di Desa Labuan Toposo,
Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, Povinsi Sulawesi Tengah, baik
penyebaran, kuantitas dan kualitasnya, sehingga diharapkan memiliki potensi yang
ekonomis untuk ditambang, serta sebagai persyaratan pengajuan Ijin Usaha
Pertambangan (IUP) Operasi Produksi

1.3 Lokasi Daerah Penyelidikan

Lokasi IUP Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan secara administratif


terletak di Desa Labuan Toposo, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala,
Provinsi Sulawesi Tengah, dengan luas wilayah IUP Eksplorasi 10 Ha.

Secara geografis lokasi IUP Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan


dibatasi oleh koordinat-koordinat seperti pada tabel di bawah ini.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 6


Laporan Eksplorasi

Tabel 1.1. Batas-Batas Koordinat IUP Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan

DAFTAR KOORDINAT
NO TITIK BUJUR TIMUR LINTANG SELATAN
⁰ ′ ″ ⁰ ′ ″
1 119 51 10,07 0 38 59,9
2 119 51 6,51 0 38 59,9
3 119 51 6,51 0 38 55,97
4 119 51 7,31 0 38 55,97
5 119 51 7,31 0 38 54,87
6 119 51 8,11 0 38 54,87
7 119 51 8,11 0 38 53,77
8 119 51 8,91 0 38 53,77
9 119 51 8,91 0 38 52,67
10 119 51 9,72 0 38 52,67
11 119 51 9,72 0 38 51,58
12 119 51 10,52 0 38 51,58
13 119 51 10,52 0 38 50,48
14 119 51 11,32 0 38 50,48
15 119 51 11,32 0 38 49,38
16 119 51 12,12 0 38 49,38
17 119 51 12,12 0 38 48,31
18 119 51 12,94 0 38 48,31
19 119 51 12,93 0 38 47,24
20 119 51 13,75 0 38 47,24
21 119 51 13,75 0 38 46,16
22 119 51 14,56 0 38 46,16
23 119 51 14,56 0 38 45,09
24 119 51 15,37 0 38 45,09
25 119 51 15,37 0 38 44,02
26 119 51 16,19 0 38 44,02
27 119 51 16,18 0 38 42,95
28 119 51 17 0 38 42,95
29 119 51 17 0 38 41,87
30 119 51 17,81 0 38 41,87
31 119 51 17,81 0 38 40,8
32 119 51 18,62 0 38 40,8
33 119 51 18,62 0 38 39,73
34 119 51 19,44 0 38 39,73
35 119 51 19,43 0 38 33,23
36 119 51 18,65 0 38 33,23
37 119 51 18,65 0 38 32,05
38 119 51 17,89 0 38 32,05
39 119 51 17,89 0 38 30,83

PT. TRI REMETHANA LABUAN 7


Laporan Eksplorasi

40 119 51 17,21 0 38 30,83


41 119 51 17,21 0 38 29,82
42 119 51 16,07 0 38 29,82
43 119 51 16,06 0 38 17,2
44 119 51 20,9 0 38 17,2
45 119 51 20,9 0 38 28,31
46 119 51 19,77 0 38 28,31
47 119 51 19,77 0 38 31,18
48 119 51 20,76 0 38 31,18
49 119 51 20,76 0 38 32,92
50 119 51 21,45 0 38 32,92
51 119 51 21,45 0 38 39,25
52 119 51 20,72 0 38 39,26
53 119 51 20,72 0 38 40,61
54 119 51 19,98 0 38 40,61
55 119 51 19,98 0 38 41,96
56 119 51 19,24 0 38 41,96
57 119 51 19,24 0 38 43,31
58 119 51 18,51 0 38 43,31
59 119 51 18,51 0 38 44,67
60 119 51 17,77 0 38 44,67
61 119 51 17,77 0 38 46,02
62 119 51 17,03 0 38 46,02
63 119 51 17,04 0 38 47,37
64 119 51 16,3 0 38 47,37
65 119 51 16,3 0 38 48,72
66 119 51 15,56 0 38 48,73
67 119 51 15,56 0 38 50,08
68 119 51 14,83 0 38 50,08
69 119 51 14,83 0 38 51,43
70 119 51 14,09 0 38 51,43
71 119 51 14,09 0 38 52,78
72 119 51 13,33 0 38 52,78
73 119 51 13,33 0 38 53,62
74 119 51 12,31 0 38 53,62
75 119 51 12,31 0 38 54,46
76 119 51 11,43 0 38 54,47
77 119 51 11,43 0 38 56,82
78 119 51 10,75 0 38 56,82
79 119 51 10,75 0 38 58,87
80 119 51 10,07 0 38 58,87

PT. TRI REMETHANA LABUAN 8


Laporan Eksplorasi

Gambar 1.2. Peta IUP Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan

PT. TRI REMETHANA LABUAN 9


Laporan Eksplorasi

1.4 Keadaan Lingkungan

Secara astronomi, Kecamatan Labuan terletak antara 0⁰33’02” - 0⁰41’27” Lintang


Selatan dan 120⁰00’07” - 119⁰48’37” Bujur Timur. Berdasarkan posisi
geografisnya, kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Sindue di
sebelah utara, Kecamatan Tanantovea di sebelah selatan dan Teluk Palu disebelah
barat, serta Kabupaten Parigi Moutong di sebelah timur. Kecamatan Labuan dengan
wilayah seluas 126,01 km2 terbagi menjadi 7 desa. Desa Labuan Toposo Toposo
merupakan desa terluas (57,19 km2), sedangkan desa dengan luas wilayah terkecil
adalah Desa Labuan Toposo Lumbubaka dengan luas sebesar 1,56 km2. Jarak ke
ibukota kecamatan adalah jarak darat dari ibukota kecamatan ke desa. Desa dengan
jarak terjauh dari ibukota kecamatan adalah Desa Labuan Toposo Lumbubaka yang
memiliki jarak 7 kilometer, sedangkan desa terdekat adalah Desa Labuan Toposo
Panimba yang berjarak 0,5 kilometer.

Keadaan Iklim

Sebagaimana dengan daerah-daerah lain di Indonesia, Kecamatan Labuan juga


memiliki dua musim, yaitu musim panas dan musim hujan. Musim panas terjadi
antara Bulan April – September, sedangkan musim hujan terjadi pada Bulan
Oktober – Maret. Curah hujan tertinggi tahun 2016 terjadi pada bulan Desember
dengan curah hujan sebesar 300,3 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada
bulan Mei yaitu 3,2 mm. Adapun untuk hari hujan, hari hujan terbanyak sebanyak
16 hari pada bulan Desember, sedangkan hari hujan terendah terjadi pada bulan Mei
yaitu sebanyak 1 hari

PT. TRI REMETHANA LABUAN 10


Laporan Eksplorasi

Tabel 1.2. Keadaan Curah Hujan Per Bulan Di Kec. Labuan, 2016

Sumber utama data kependudukan adalah sensus penduduk yangdilaksanakan


setiap sepuluh tahun sekali. Sensus penduduk telah dilaksanakansebanyak enam
kali sejak Indonesia merdeka, yaitu tahun 1961, 1971, 1980,1990, 2000, dan 2010.
Didalam sensus penduduk, pencacahan dilakukan terhadap seluruh pendudukyang
berdomisili di wilayah teritorial Indonesia termasuk warga negara asingkecuali
anggota korps diplomatik negara sahabat beserta keluarganya.

1.5 Waktu Study

Tabel 1.3. Rencana Kegiatan Ekplorasi PT. Tri Remethana Labuan

Waktu Pelaksanaan
No. Uraian Kegiatan Tahun 2018
Maret April Mei Juni Juli
1 Persiapan/Study Literatur
2 Penyelidikan Lapangan
3 Uji Laboratorium
4 Pembuatan Laporan

PT. TRI REMETHANA LABUAN 11


Laporan Eksplorasi

1.6 Metode dan Peralatan

Pada ekplorasi ini metoda yang digunakan adalah Grab Rock Sample (RG)
Conto grab diambil dari permukaan singkapan/outcrop setelah bagian atasnya
dibersihkan terlebih dahulu, conto ini tidak mewakili terhadap suatu singkapan
secara keseluruhan. Dicatat lokasi project, nama sungai/bukit, posisi koordinat,
nomor conto, tipe conto, tanggal dan bulan pengambilan.

Peralatan lapangan yang dibutuhkan dalam melakukan penyelidikan ini adalah


:

1. Palu Geologi
2. Kompas Geologi
3. GPS
4. Peta Dasar, dengan sekala yang memadai
5. Alat-alat tulis (buku lapangan, kertas, pensil, ballpoint, spidol)
6. Laptop dan Printer
7. Sepatu Lapangan
8. Tas Lapangan / Ransel
9. Topi Lapangan
10. Jas hujan
11. Kamera Digital dan Battery Alkaline
12. Clipboard
13. Kantong sampel
14. Roll meter
15. Parang
16. Linggis
17. Sekop
18. Obat-obatan P3K

PT. TRI REMETHANA LABUAN 12


Laporan Eksplorasi

Gambar 1.3. Peralatan yang dipergunakan selama kegiatan eksplorasi

1.7 Pelaksanaan
Ekplorasi ini sesuai dengan tujuannya untuk mengetahui potensi bahan
galian batuan maka tenaga ahli yang digunakan cukup dengan 1 orang tenaga ahli
Geologi/Pertambangan dan tenaga pendukung yaitu masyarakat sekitar.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 13


Laporan Eksplorasi

BAB II

GEOLOGI DAERAH PENYELIDIKAN

2.1 Geologi Umum

Sulawesi atau celebes terletak di bagian tengah wilayah kepulauan


Indonesia dengan luas wilayah 174.600 km². Bentuknya yang unik menyerupai
huruf K dengan empat semenanjung, yang mengarah ke timur, timur laut, tenggara
dan selatan. Sulawesi berbatasan dengan Borneo di sebelah barat, Filipina di
sebelah utara, Flores di sebelah selatan, Timor di sebelah tenggara dan Maluku di
sebelah timur. Sulawesi dan sekitarnya merupakan daerah yang kompleks karena
merupakan tempat pertemuan tiga lempeng besar yaitu; lempeng Indo-Australia
yang bergerak ke arah utara, lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat dan
lempeng Eurasia yang bergerak ke arah selatan-tenggara serta lempeng yang lebih
kecil yaitu lempeng Filipina.

Berdasarkan struktur litotektonik, Sulawesi dan pulau- pulau sekitarnya


dibagi menjadi empat, yaitu; Mandala barat (West

& North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur magmatik yang


merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda, Mandala tengah (Central Sulawesi
Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai
bagian dari blok Australia, Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa
ofiolit yang merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan
sedimen berumur Trias-Miosen dan yang keempat adalah Fragmen Benua
Banggai-Sula-Tukang Besi, kepulauan paling timur dan tenggara Sulawesi yang
merupakan pecahan benua yang berpindah ke arah barat karena strike-slip faults
dari New Guinea.

Pembahasan geologi regional daerah eksplorasi akan dibagi menjadi 4


(empat) bagian yaitu Tektonik Regional, Fisiografi, Stratigrafi, Sejarah dan
Mekanisme Struktur Geologi Regional.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 14


Laporan Eksplorasi

Gambar 2.1. Peta Geologi Sulawesi (Hall and Wilson, 2000)

2.1.1. Tektonik Regional

Banyak model tektonik yang sudah diajukan untuk menjelaskan evolusi


tektonik dari Pulau Sulawesi. Ada dua peristiwa penting yang terjadi di Sulawesi
bagian barat pada masa kenozoikum. Pertama adalah rifting dan pemekaran lantai
samudera di Selat Makassar pada Paleogen yang menciptakan ruang untuk

PT. TRI REMETHANA LABUAN 15


Laporan Eksplorasi

pengendapan material klastik yang berasal dari Kalimantan. Kedua adalah


peristiwa kompresional yang dimulai sejak miosen.

Kompresi ini dipengaruhi oleh tumbukan kontinen di arah barat dan ofiolit
serta fragmen-fragmen busur kepulauan di arah timur. Fragmen-fragmen ini
termasuk mikro-kontinen Buton, Tukang Besi dan Baggai Sula.

Kompresi ini menghasilkan Jalur Lipatan Sulawesi Barat (West Sulawesi


Fold Belt) yang berkembang pada Pliosen Awal. Meskipun ukuran fragmen-
fragmen ini relatif kecil, efek dari koalisinya dipercaya menjadi penyebab
terjadinya peristiwa- peristiwa tektonik di seluruh bagian Sulawesi (Calvert, 2003).

Gambar 2.2. Perkembangan Tektonik Sulawesi (Hall dan Smyth, 2008)

PT. TRI REMETHANA LABUAN 16


Laporan Eksplorasi

Kapur Akhir

Selama Kapur Akhir sikuen tebal sedimen bertipe flysch diendapkan di


daerah yang luas di sepanjang daerah Sulawesi bagian barat. Sedimen ini ditindih
oleh kompleks melange di bagian selatan dan kompleks batuan dasar metamorf di
bagian tengah dan utara. Sedimen umumnya berasosiasi dengan lava dan
piroklastik

yang mengindikasikan bahwa batuan ini berasal dari busur kepulauan vulkanik dan
diendapkan di daerah cekung an depan busur (Sukamto & Simandjuntak, 1981).
Pada saat yang sama, daerah sulawesi bagian timur berkembang sebagai cekungan
laut dalam, tempat sedimen pelagic diendapkan sejak zaman Jura di atas batuan
dasar ofiolit. Besar kemungkinan jika cekungan laut dalam Kapur ini dipisahkan
oleh sebuah palung dari daerah Sulawesi Bagian Barat. Palung tersebut
kemungkinan terbentuk akibat subduksi ke arah barat, tempat Melange Wasuponda
berakumulasi (Sukamto & Simandjuntak, 1981). Subduksi ini menyebabkan
terjadinya magmatisme di sepanjang daerah Sulawesi Bagian Barat.

Batuan metamorf yang ada di Sulawesi Bagian Barat diyakini terjadi selama
subduksi Kapur ini. Daerah Banggai-Sula merupakan bagian dari paparan benua
sejak Mesozoikum awal, dimana diendapkan klastik berumur Trias akhir hingga
Kapur. Batuan dasar benua terdiri dari batuan metamorf zaman karbon dan plutonik
Permo-Trias.

Paleogen

Perkembangan sedimen bertipe flysch di Sulawesi bagian barat berhenti di


bagian selatan, sementara di bagian utara masih berlanjut hingga Eosen.
Gunungapi aktif setempat selama Paleo sen di bagian selatan dan selama
Eosen di bagian tengah dan utara, pengendapan batuan karbonat (Formasi
Tonasa) terjadi di daerah yang luas di selatan selama Eosen hingga Miosen yang
mengindikasikan bahwa bagian daerah tersebut adalah paparan yang stabil. Sejak:
Paleosen, sulawesi bagian timur mengalami shoaling dan diendapkan batuan
karbonat air-dangkal (Formasi Lerea). Pengendapan batuan karbonat di daerah ini
berlanjut hingga Miosen Awal (Formasi Takaluku).

PT. TRI REMETHANA LABUAN 17


Laporan Eksplorasi

Di bagian barat Banggai-Sula, sikuen tebal karbonat bersisipan klastik


diendapkan di daerah yang luas. Karbonat ini diendapkan sampai Miosen Tengah
(Sukamto & Simandjuntak,

1981). Zona subduksi dengan kemiringan ke barat yang dimulai sejak zaman Kapur
menghasilkan vulkanik Tersier Awal di Daerah Sulawesi Bagian Barat, dan proses
shoaling laut di daerah Sulawesi Bagian Timur, begitu pula di Daerah Banggai-Sula
(Sukamto & Simandjuntak, 1981). Di daerah Selat Makassar terjadi peregangan
kerak. Daerah Selat Makasar bagian utara adalah bagian awal dari failed rift atau
aulacogen, yang terbentuk sebagai bagian selatan dari pusat pemekaran Laut
Sulawesi.

Kombinasi guyot, kelurusan gravitasi, fasies seismik, bersama dengan


distribusi aliran panas yang dihasilkan oleh Kacewicz dkk tahun 2002 (dalam
Fraser dkk., 2003), mendukung usulan pola transform/ekstensional untuk
peregangan kerak Eosen Tengah di laut dalam Cekungan Makassar Utara. Titik
paling utara Selat Makassar yang mengalami transform adalah cekungan Muara
dan Berau. Sumbu pemekaran lantai samudera kemudian menyebar ke arah selatan
mendekati Paternosfer Platform sumbunya menyimpang ke arah timur dan
kembali ke arah Baratdaya menuju Selat Makassar selatan.

Perluasan yang menerus dan diikuti pembebanan pada Eosen akhir


(menghasilkan peningkatan akomodasi ruang yang signifikan), kelimpahan
material benua berbutir halus diendapkan di daerah yang luas pada Cekungan
Makasar Utara, berlanjut hingga Oligosen dan Miosen Awal. Suksesi batulempung
tebal yang dihasilkan membentuk media yang mobile untuk thinskinned basal
detachment di bawah bagian selatan dari Jalur Lipatan Sulawesi Barat yang mulai
ada selama Pliosen awal.

Neogen

Distribusi produk vulkanik yang luas menunjukkan terjadinya vulkanisme


yang kuat selama Miosen Tengah di Daerah Sulawesi Bagian Barat. Batuan
vulkanik yang awalnya diendapkan lingkungan dasar laut dan kemudian setempat
menjadi terestrial pada Pliosen. Vulkanisme berhenti pada Kuarter Awal di selatan

PT. TRI REMETHANA LABUAN 18


Laporan Eksplorasi

tetapi menerus sampai sekarang di bagian utara. Magmatisme yang kuat di Daerah
Sulawesi Bagian Barat selama Miosen Tengah berkaitan dengan dengan proses
tekanan batuan dalam Daerah Sulawesi Bagian Timur akibat gerakan benua-mikro
Banggai-Sula ke arah barat. Peristiwa tektonik ini mengangkat dan menganjak
hampir keseluruhan material di dalam Daerah Sulawesi Timur, batuan ofiolit
teranjak dan terimbrikasi dengan batuan yang berasosiasi termasuk melange. Pada
bagian lain, ofioit di bagian timur menyusup ke arah timur ke dalam sedimen
Mesozoikum dan Paleogen dari Daerah BanggaiSula.

Selama pengangkatan seluruh daerah Sulawesi yang terjadi sejak Miosen


Tengah, sesar turun (block-faulting) terbentuk di berbagai tempat membentuk
cekungancekungan berbentuk graben. Saat Pliosen, seluruh area didominasi oleh
block faulting dan sesar utama seperti sesar Palu-Koro tetap aktif. Pergerakan
epirogenic setelahnya membentuk morfologi Pulau Sulawesi yang sekarang.
Peristiwa tektonik ini menghasilkan cekungan laut dangkal dan sempit di beberapa
tempat dan beberapa cekungan darat terisolasi.

Batuan klastik kasar terendapkan di cekungan-cekungan ini dan membentuk


Molasse Sulawesi. Peristiwa tektonik Miosen Tengah juga membengkokkan
Daerah Sulawesi bagian Barat seperti bentuk lengkungan yang sekarang dan
menyingkap batuan metamorf di bagian leher pulau. Jaluh Lipatan Sulawesi Barat
terletak tepat di sebelah barat Sesar Palu-Koro, sebuah transform kerak besar dan
sinistral, yang pada awalnya terbentuk saat Eosen oleh pemekaran Laut Sulawesi.
Kompresi yang menerus menghasilkan struktur- struktur berarah barat dari JLSB,
sementara material mikro-kontinen yang awalnya berasal dari Lempeng Australia
(Material Australoid) bergerak ke arah barat selama Miosen bertumbukan dengan
JLSB.

Pada Pliosen awal, bagian timur dari batas pre-rift dari Cekungan Makassar
Utara membentuk komponen dasar laut dari JLSB. Mikro- kontinen Australia ini
yang pertama adalah Buton, kemudian diikuti oleh Tukang Besi. Arah vector
tumbukan ini pada awalnya adalah utara-barat laut (dengan perhitungan sekarang),
tumbukan selanjutnya lebih berarah baratlaut. Variasi ini cukup signifikan,

PT. TRI REMETHANA LABUAN 19


Laporan Eksplorasi

mengingat arah stress yang datang (dari timor dan selatan) mempengaruhi arah
displacement kompresi yang sudah ada di JLSB.

2.1.2. Fisiografi Regional

Fisiografi merupakan kenampakan permukaan suatu daerah yang


dipengaruhi oleh jenis batuan penyusunnya dan tektonik yang telah bekerja di
daerah tersebut. Stratigrafi membahas jenis batuan yang menyusun satuan batuan,
urutan-urutan pengendapan satuan batuan, umur satuan batuan dan korelasi antara
satuan batuan.

Sementara geologi struktur membahas hasil kerja tektonik pada batuan yang
ada di daerah tersebut.

Berdasarkan struktur litotektonik, Sulawesi dan pulau- pulau sekitarnya,


Van leeuwen, 1994, membagi menjadi empat Mandala, yaitu; Mandala barat (West
& North Sulawesi Volcano- Plutonic Arc) sebagai jalur magmatik yang merupakan
bagian ujung timur Paparan Sunda, Mandala tengah (Central Sulawesi
Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai
bagian dari blok Australia, Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa
ofiolit yang merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan
sedimen berumur Trias-Miosen dan yang keempat adalah Fragmen Benua Banggai-
Sula-Tukang Besi, kepulauan paling timur dan tenggara Sulawesi yang merupakan
pecahan benua yang berpindah ke arah barat karena strike-slip faults dari New
Guinea.

Mandala Barat (West & North Sulawesi Volcano Plutonic Arc)

Mandala barat memanjang dari lengan utara sampai dengan lengan selatan
pulau Sulawesi. Secara umum busur ini terdiri dari batuan volkanik-plutonik
berusia Paleogen-Kuarter dengan batuan sedimen berusia mesozoikum-tersier dan
batuan malihan. Van Leeuwen (1994) menyebutkan bahwa mandala barat sebagai
busur magmatik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan barat. Bagian
utara memanjang dari Buol sampai sekitar Manado, dan bagian barat dari Buol
sampai sekitar Makassar. Batuan bagian utara bersifat riodasitik sampai andesitik,
terbentuk pada Miosen - Resen dengan batuan dasar basaltik yang terbentuk pada

PT. TRI REMETHANA LABUAN 20


Laporan Eksplorasi

Eosen - Oligosen. Busur magmatik bagian barat mempunyai batuan penyusun lebih
bersifat kontinen yang terdiri atas batuan gunung api - sedimen berumur
Mesozoikum – Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan tersebut
diterobos granitoid bersusunan terutama granodioritik sampai granitik yang berupa
batolit, stok, dan retas.

Mandala Barat Bagian Utara

Busur Sulawesi Utara mencakup Propinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo,


memanjang sekitar 500 km dari 121 E – 125 20’E dengan lebar 50-70 km dan
memiliki ketinggian lebih dari 2.065 m, dimana ketinggian daerah di sekitar leher
pulau Sulawesi mencapai 3.225 m.

Geologi daerah Sulawesi Utara didominasi oleh batugamping sebagai


satuan pembentuk cekungan sedimen Ratatotok. Satuan batuan lainnya adalah
kelompok breksi dan batupasir, terdiri dari breksi- konglomerat kasar, berselingan
dengan batupasir halus-kasar, batu lanau dan batu lempung yang didapatkan di
daerah Ratatotok - Basaan, serta breksi andesit piroksen. Kelompok Tuf
Tondano berumur Pliosen terdiri dari fragmen batuan volkanik kasar andesitan
mengandung pecahan batu apung, tuf, dan breksi ignimbrit, serta lava andesit-
trakit. Batuan Kuarter terdiri dari kelompok Batuan Gunung api Muda terdiri atas
lava andesit-basal, bom, lapili dan abu. Kelompok batuan termuda terdiri dari
batugamping terumbu koral, endapan danau dan sungai serta endapan aluvium.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 21


Laporan Eksplorasi

Gambar 2.3. Peta Geologi Manado dan Minahasa, Sulawesi Utara

Evolusi dari Busur Sulawesi Utara dibagi menjadi dua tahap, yaitu
subduksi di bagian barat Sulawesi di awal masa Miosen (22 –16 Ma) dan pasca
tumbukan dan pengangkatan busur Sulawesi serta permulaan subduksi sepanjang
palung Sulawesi Utara selama akhir Miosen sampai dengan Kuarter (9 Ma). Batuan
vulkanik busur Sangihe yang berusia Pliosen-Kuarter, menyimpan banyak geologi
daerah sekitar Manado di masa awal Miosen. Singkapan- singkapan kecil berupa
andesit dan diorite di bawah batuan vulkanik Kuarter yang menutupi kepulauan
Sangihe dan bagian utara Manado, menunjukkan bahwa busur volkanik yang lebih
tua berada di sepanjang pantai bahkan mungkin sampai ke Mindanao yang
membentuk basement busur Sangihe saat ini.

Adapun busur Neogen yang merupakan busur batuan gunung api tidak
berada di antara Tolitoli dan Palu di sekitar leher pulau Sulawesi, hal ini
disebabkan karena pengangkatan tingkat tinggi dan erosi dalam, dimana batuan
granit lower Miosen tidak diketahui, dan bukti bahwa busur Sulawesi di masa awal

PT. TRI REMETHANA LABUAN 22


Laporan Eksplorasi

Miosen meluas ke arah leher pulau Sulawesi sangat sedikit. Meskipun demikian,
masih bisa disimpulkan bahwa zona Benioff di awal Miosen berada sepanjang leher
pulau Sulawesi ke arah selatan menuju sesar Paleo Palu-Matano.

Fasies gunung api Formasi Tinombo diduga merupakan batuan ofiolit,


sedangkan batuan gunung api yang lebih muda merupakan batuan busur kepulauan.
Geologi umum daerah Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo disusun oleh
batuan dengan urutan stratigrafi sebagai berikut :

• Batuan beku berupa : Gabro, Diorit , granodiorit, granit, dasit dan


munzonit kwarsa.
• Batuan piroklastik berupa : lava basalt, lava andesit, tuf, tuf lapili dan
breksi gunungapi.
• Batuan sedimen berupa : batupasir wake, batulanau, batupasir hijau dengan
sisipan batugamping merah, batugamping klastik dan batugamping
terumbu. Endapan Danau, Sungai Tua dan endapan alluvial.

Mandala Barat Bagian Barat

Pemekaran yang terjadi pada Tersier Awal membawa bagian timur dari
Kalimantan ke wilayah Pulau Sulawesi sekarang, dimana rifting dan pemekaran
lantai samudera di Selat Makassar pada masa Paleogen, menciptakan ruang untuk
pengendapan material klastik yang berasal dari Kalimantan.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 23


Laporan Eksplorasi

Gambar 2.4. Peta Geologi Sulawesi Selatan (Suyono dan Kusnama, 2010)

Geologi daerah bagian timur dan barat Sulawesi Selatan pada dasarnya
berbeda, dimana kedua daerah ini dipisahkan oleh sesar Walanae. Di masa
Mesozoikum, basement yang kompleks berada di dua daerah, yaitu di bagian barat
Sulawesi Selatan dekat Bantimala dan di daerah Baru yang terdiri dari batuan
metamorf, ultramafik dan sedimen. Adanya batuan metamorf yang sama dengan
batuan metamorf di pulau Jawa, pegunungan Meratus di Kalimantan tenggara dan
batuan di Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa basement kompleks Sulawesi
Selatan mungkin merupakan pecahan fragmen akhibat akresi kompleks yang lebih
besar di masa awal Cretaceous (Parkinson, 1991). Adapun sedimen-sedimen di

PT. TRI REMETHANA LABUAN 24


Laporan Eksplorasi

masa akhir Crateceous mencakup formasi Balangbaru dan Marada berada di bagian
barat dan timur daerah Sulawesi Selatan, dimana formasi Balangbaru tidak selaras
dengan basement kompleks, terdiri dari batuan sandstone dan silty-shales, sedikit
batuan konglomerat, pebbly sandstone dan breksi konglomerat, sedangkan formasi
Marada terdiri dari campuran sandstone, siltstones dan shale (van Leeuwen, 1981),
dimana unit-unit formasi Balangbaru berisi struktur khas sedimen aliran deposit,
termasuk debris flow, graded bedding dan indikasi turbidit.

Batuan vulkanik berumur Paleosen terdapat di bagian timur daerah Sulawesi


Selatan dan tidak selaras dengan formasi Balangbaru. Di daerah Bantimala batuan
vulkanik ini disebut Bua dan di daerah Biru disebut Langi. Formasi ini terdiri dari
lava dan endapan piroklastik andesit dengan komposisi trachy-andesit dengan
sisipan limestone dan shale (van Leeuwen, 1981). Sifat calc-alkali dan unsur
tanah tertentu menunjukkan bahwa batuan vulkanik merupakan hasil subduksi dari
arah barat (van Leeuwen, 1981).

Formasi Malawa terdiri dari arkosic, sandstone, siltstone, claystone, napal


dan konglomerat diselingi dengan lapisan batubara dan limestone. Formasi ini
terletak di bagian barat daerah Sulawesi Selatan dan tidak selaras dengan formasi
Balangbaru. Formasi Malawa diduga telah diendapkan dari laut marjinal ke laut
dangkal. Formasi limestone Tonasa selaras Formasi Malawa atau batuan vulkanik
Langi. Formasi Tonasa berumur Eosen sampai dengan pertengahan Miosen (Van
Leeuwen, 1981). Formasi Malawa dan formasi Tonasa tersebar luas di bagian barat
Sulawesi Selatan, dimana kedua formasi tersebut tidak tersingkap di bagian timur
sesar Walanae selain singkapan kecil formasi limestone Tonasa.

Bagian teratas formasi Camba yaitu batuan vulkanik Camba yang terletak
di bagian barat, terdiri dari breksi vulkanik dan konglomerat, lava dan tuf
interbedded dengan marine sedimen. Foraminifera dating menduga batuan
vulkanik Camba beumur akhir Miosen. Batuan vulkanik Parepare adalah sisa-sisa
gunung strato-volcano yang terdiri aliran lava dan breksi piroklastik berumur akhir
Miosen. Aliran lava yang menengah untuk asam dalam komposisi. Batuan vulkanik
Plio/Pliestocene gunung strato- volcano Lompobatang terletak paling selatan
daerah Sulawesi Selatan dengan ketinggian 2.871 m.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 25


Laporan Eksplorasi

Batuan vulkanik ini terdiri dari silika yang tidak tersaturasi dalam alkali
potassic dan asam silika yang tersaturasi dengan aliran lava shoshonitic dan breksi
piroklastik. Pada pertengahan Miosen sampai dengan Pleistosen batuan vulkanik
Sulawesi Selatan mencakup formasi Camba, memiliki sifat alkali sebagai akibat
dari peleburan parsial mantel atas yang kaya akan unsur-unsur yang tidak
kompatibel dengan metasomatism. Hal ini mungkin berhubungan dengan subduksi
sebelumnya di awal Miosen dalam konteks intraplate distensional. Sifat alkali
gunung api ini diduga disebabkan oleh asimilasi berlebihan dari limestone/batu
gamping tua yang mencair dan bergabung dengan material benua kedalam subduksi
busur vulkanik. Batuan magmatis berumur Neogen di bagian barat daerah Sulawesi
Tengah berhubungan erat dengan penebalan dan pelelehan litosfer. Sifat bimodal
dari batuan Igneous berumur Neogen di daerah ini diperkirakan dari pencairan
mantel peridotit dan kerak yang menghasilkan komposisi alkalin basaltik
(shoshonitic) dan granitik yang mencair. Pada sendimentasi akhir Miosen ditandai
dengan perkembangan formasi Tacipi. Formasi Walanae secara lokal tidak selaras
dengan formasi Tacipi, dimana formasi Walanae diperkirakan berumur
pertengahan Miosen sampai dengan Pliosen.

Di bagian Timur Sengkang Basin, pembentukan Walanae dapat dibagi


menjadi dua interval, yaitu interval yang lebih rendah yang terdiri dari batuan
mudstone yang berumur calcareous dan interval yang bagian atas yang lebih
arenaceous. Batu gamping (Limestone) di ujung selatan daerah Sulawesi Selatan
dan yang berada di Pulau Selayar yang disebut selayar limestone, merupakan
bagian formasi Walanae. Batuan selayar limestone terdiri dari coral limestone,
calcarenite dengan sisipan napal dan sandstone. Unit karbonat ini diperkirakan
berumur Miosen sampai dengan Pliosen. Hubungan formasi Walanae dan Selayar
limestone terdapat di Pulau Selayar. Terrace, aluvial, endapan danau dan endapan
pantai terjadi secara lokal di Sulawesi Selatan, dimana pengangkatan Sulawesi
Selatan ditandai dengan terangkatnya deposit terumbu karang (van Leeuwen 1981).

PT. TRI REMETHANA LABUAN 26


Laporan Eksplorasi

Mandala Tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt)

Gambar 2.5. Peta Geologi Wilayah Palu-Koro, Sulawesi Tengah

Batuan magmatik potassic calc-alkaline berusia akhir Miosen di Sulawesi


Tengah terdapat di bagian kiri bentangan zona sesar Palu- Koro, dimana batuan
granit di wilayah tersebut berkorelasi dengan subduksi microcontinent Banggai-
Sula dengan Pulau Sulawesi pada pertengahan Miosen. Berdasarkan aspek
petrografi, batuan granit berumur Neogen tersebut dapat diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok dari yang paling tua sampai dengan yang termuda untuk melihat
karakteristik perubahannya di masa mendatang. Pertama adalah KF-megacrystal
bantalan granit yang kasar (Granitoid-C) yang terdistribusi di bagian utara dan
selatan wilayah Palu-Koro yang berumur 8,39-3,71 Ma, dimana dua karakteristik
petrografi tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu biotit yang mengandung
granit dan hornblende sebagai mineral mafik (4,15-3,71 Ma dan 7,05-6,43 Ma) dan
biotit yang mengandung granit sebagai mineral mafik utama (8,39-7,11 Ma).
Kelompok kedua adalah batuan granit medium mylonitic-gneissic (Granitoid-B)
yang relatif terdapat di daerah pusat (sekitar Palu- Kulawi) berupa medium grained

PT. TRI REMETHANA LABUAN 27


Laporan Eksplorasi

granitoids yang kadang- kadang mengandung xenoliths. Batuan granit ini juga
dapat dibagi lagi menjadi hornblende-biotit yang terdistribusi di bagian selatan
(Saluwa-Karangana) sekitar 5,46-4,05 Ma dan granit bantalan biotit yang berumur
3,78-3,21 Ma di sekitar Kulawi.

Kelompok ketiga adalah Fine and biotite-poor granitoid (Granitoid-A)


kelompok batuan termuda yang tersebar di daerah Palu-Koro sekitar 3,07-1,76 Ma,
yang nampak sebagai dyke kecil hasil potongan dari granit lain. Batuan tersebut
berwarna putih bersih mengandung sejumlah biotites sebagai mineral mafik
tunggal, kebanyakan batuan tersebut terlihat di antara daerah Sadaonta dan
Kulawi.

Gambar 2.6. Peta Geologi Sulawesi Tengah (Villeneuve, dkk, 2002)

PT. TRI REMETHANA LABUAN 28


Laporan Eksplorasi

2.2. Geologi Lokal dan Sumber Daya

2.2.1. Geologi Lokal

Geologi regional daerah penyelidikan diambil dari beberapa referensi diantaranya:


Menurut Bemmelen (1949) bahwa di daerah Sulawesi bagian tengah dijumpai 3
buah struktur utama berarah utara-selatan. Daerah ini dapat dipisahkan kedalam 3
zona. • Zona timur dikenal Kolonodale zone ditandai oleh batuan beku basa dan
ultrabasa (ophiolit), batu gamping berumur Mesozoikum dan rijang yang kaya
radiolaria. • Zona Poso dicirikan oleh batuan malihan (metamorfik) jenis skis kaya
mineral muskovit. • Zona barat tersingkap batuan granodiorit masif, skis kristalin
yang kaya mineral biotit, batuan vulkanik berumur Tersier, tufa berumur Plio-
Plistosen dan endapan aluvium. Menurut T.O. Simanjuntak dkk (1973), fisiografi
daerah Palu terdiri dari pematang timur dan pematang barat. Keduanya berarah
utara - selatan dan dipisahkan oleh Lembah Palu (Fossa Sarasina). Pematang barat
di dekat Palu hingga lebih dari 2000 m tingginya, tetapi di Donggala menurun
hingga mukalaut. Pematang timur dengan tinggi puncak dari 400 - 1900 m dan
menghubungkan pegunungan di Sulawesi Tengah dengan lengan utara. Struktur
daerah ini didominasi oleh lajur sesar Palu yang berarah utara baratlaut. Bentuknya
sekarang menyerupai terban yang dibatasi oleh sesar-sesar aktif, diantaranya
bermataair panas di sepanjang kenampakannya pada permukaan. Sesar-sesar dan
kelurusan lainnya yang setengah sejajar dengan arah lajur Palu terdapat di pematang
timur. Banyak sesar dan kelurusan lainnya yang kurang penting lebih kurang tegak
lurus pada arah ini, sebagaimana terlihat di seluruh daerah. Sesar naik
berkemiringan ke timur dalam kompleks batuan metamorf dan dalam Formasi
Tinombo menunjukkan akan sifat pemampatan pada beberapa sesar yang lebih tua.
Sesar termuda yang tercatat terjadi pada tahun 1968 di dekat Tambo, timbul setelah
ada gempabumi, berupa sesar normal berarah baratlaut yang permukaan tanahnya
turun 5 m. Pada bagian yang menurun, daerah pantai seluas kira-kira 5 km2 masuk
ke dalam laut.

yang diuraikan di atas juga menerobos endapan ini. Batuan Molasa Celebes Sarasin
dan Sarasin (1901) terdapat pada ketinggian lebih rendah pada sisi - sisi kedua
pematang, menindih secara tidak selaras Formasi Tinombo dan Kompleks Batuan

PT. TRI REMETHANA LABUAN 29


Laporan Eksplorasi

Metamorf. Molasa ini mengandung rombakan yang berasal dari formasi-formasi


lebih tua dan terdiri dari konglomerat, batupasir, batulumpur, batugamping-koral
serta napal yang semuanya hanya mengeras lemah. Didekat Kompleks Batuan
Metamorf pada bagian barat pematang timur endapan itu terutama terdiri dari
bongkah - bongkah kasar dan agaknya diendapkan didekat sesar. Batuan-batuan itu
ke arah laut beralih - alih jadi batuan klastika berbutir lebih halus. Di dekat
Donggala sebelah utara Enu dan sebelah barat Labea batuannya terutama terdiri
dari batugamping dan napal dan mengandung Operculina sp., Cycloclypeus sp.,
Rotalia sp., Orbulina universa, Amphistegina sp., Miliolidae, Globigerina,
foraminifera pasiran, ganggang gampingan, pelesipoda dan gastoproda. Sebuah
contoh dari tenggara Laebago selain fosil - fosil tersebut juga mengandung
Miogypsina sp. dan Lepidocyclina sp, yang menunjukkan umur Miosen (Kadar,
Dit. Geol). Foram tambahan yang dikenali oleh Socal meliputi Planorbulina sp.,
Solenomeris sp., Textularia sp., Acervulina sp., Spiroclypeus? sp., Reussella sp.,
Lethoporella, Lithophyllum dan Amphiroa. Socal mengirakan bahwa fauna - fauna
tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah dan pengendapan di dalam laut
dangkal. Pada kedua sisi Teluk Palu dan kemungkinan juga di tempat lain endapan
sungai Kuarter juga dimasukkan ke dalam satuan ini. Aluvium dan Endapan pantai
terdiri dari kerikil, pasir, lumpur dan batugamping koral terbentuk dalam
lingkungan sungai, delta dan laut dangkal merupakan sedimen termuda di daerah
ini. Endapan itu boleh jadi seluruhnya berumur Holosen. Di daerah dekat Labean
dan Ombo terumbu koral membentuk bukit-bukit rendah. Telah diamati telah
terjadi beberapa generasi intrusi. Yang tertua ialah intrusi andesit dan basalt kecil-
kecil di semenanjung Donggala. Intrusi-intrusi mi mungkin adalah saluran - saluran
batuan vulkanik di dalam Formasi Tinombo. Formasi Tinombo sendiri menindih
kompleks batuan metamorf secara tidak selaras. Di dalamnya terkandung rombakan
yang berasal dari batuan metamorf. Endapan Stratigrafi daerah di susun berdasar
hubungan relatif antara masing-masing unit batuan yang penamaannya di dasarkan
pada pusat erupsi dan genesa pembentukan batuan tersebut. Dari hasil pemetaan
lapangan, urutan batuan di daerah Lampio, Kecamatan Sirenja, Kabupaten
Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah terdiri dari 6 satuan batuan dengan urutan tua
ke muda sebagai berikut: Satuan Malihan (Km), Satuan granit Tinjuawo (Tmgt),

PT. TRI REMETHANA LABUAN 30


Laporan Eksplorasi

Satuan granit Sitiau (Tmgs), Satuan diorit (Opd), Satuan Gamping terumbu/koral
(Qgt) dan Satuan aluvium (Qa) (Gambar 4). Struktur Geologi di daerah
penyelidikan dicerminkan bentuk kelurusan tofografi (pantai, sungai dan bukit),
paset segi tiga, dinding patahan (gawir sesar), kekar, off-set batuan, zona hancuran
batuan/breksiasi (fractures), cermin sesar (slicen-side), seretan (drag-fault), kontak
intrusi (backing-effect), retas-retas/ intrusi kecil, bentuk batolit, bentuk kubah
(dome) dan pemunculan mata air panas. Berdasarkan data lapangan di atas dan citra
landsat (www.landsat.org, 2001) terdapat 3 arah sesar utama dari tua ke muda
adalah: • Sesar berarah utara timurlaut-selatan baratdaya (N 30-40º E). Sesar normal
tertua ini di namakan sesar Sibera dengan kemiringan > 70° barat. • Sesar berarah
utara baratlaut-selatan tenggara (N 345-350º E). Sesar normal generasi kedua
dinamakan sesar Mapane, berkemiringan > 80º ke timur. Awalnya sesar ini hanya
1 buah, namun menjadi 3 sesar yang terpisah-pisah akibat tergeserkan (off-set) oleh
sesar mendatar yang lebih muda. Ke 3 sesar itu dinamakan sesar Mapane, sesar
Sitiau dan sesar Maleloro. • Sesar termuda sedikitnya ada 7 sesar geser jurus (strict-
sleep fault) berarah baratlauttenggara (N 320-330º E) berkemiringan > 80°. Sesar
itu antara lain Salapane, Lampio, Tompe, Sipi, Boya, Bulu Tinjuawo. Selain sesar-
sesar diatas terdapat juga kelurusan-kelurusan diduga merupakan sesar lebih kecil
berarah utara baratlaut-selatan tenggara dan sesar baratlaut-tenggara

2.2.2 Sumber Daya Bahan Galian

Geomorfologi Berdasarkan bentuk bentang alam, pola aliran sungai,


tingkat/stadium erosi, jenis batuan dan kemiringan lereng di daerah penyelidikan
dapat dikelompokkan menjadi 4 satuan morfologi. yaitu: satuan pedataran (SP),
satuan perbukitan bergelombang lemah (SL), satuan perbukitan bergelombang
sedang (SS) dan satuan perbukitan terjal (ST). Pola aliran sungai menunjukkan semi
sejajar (sub-pararel) dan setengah membulat (semiradial) di hulunya dan menjadi
setengah menangga (sub-trellis) hingga menangga (trellis) di sungai induk S.
Bintanaga, Binanga Wale, Kuala Silia, Kuala Wakoe, Kuala Sisumul, Kuala Werei
dan Sungai Binanga Tompe serta Kuala Maleloro. Lembah sungai di arah hulu
dominan berbenntuk V yang mencirikan stadium erosi vertikal lebih kuat
dibandingkan dengan stadium erosi horizontal, sedang di sungai utama berbentuk

PT. TRI REMETHANA LABUAN 31


Laporan Eksplorasi

agak melebar. Pola aliran sungai di sini sangat dipengaruhi oleh pola struktur
patahan yang mengimbas pada bentuk pola aliran sungainya..

PT. TRI REMETHANA LABUAN 32


Laporan Eksplorasi

BAB III

KEGIATAN PENYELIDIKAN

3.1. Persiapan

Dalam melakukan kegiatan eksplorasi di daerah penyelidikan, perlu


dipersiapkan beberapa persiapan, yang mana persiapan tersebut memerlukan
tahapan pendekatan yang sangat berguna untuk menjawab berbagai permasalahan
yang timbul pada saat kegiatan eksplorasi di lapangan berlangsung.

Beberapa pendekatan dan persiapan yang dilakukan dalam hal ini adalah
sebagai berikut :

1. Pendekatan Literatur
2. Pendekatan Lapangan
3. Persiapan Peralatan Lapangan

3.1.1. Pendekatan Literatur

Pendekatan ini merupakan tahapan yang paling awal dilakukan sebelum


melaksanakan penelitian lapangan dan juga dilakukan pada tahap-tahap
selanjutnya. Pendekatan literatur berguna sebagai data sekunder, yang dapat
mendukung atau pembanding data primer dari penelitian tersebut.

Hal-hal yang dilakukan dalam pendekatan literatur yaitu dengan


mempelajari materi-materi yang berhubungan dengan daerah penelitian, baik dari
thesis, laporan ilmiah, peta geologi regional 1:250.000 dan peta topografi daerah
penelitian skala 1 : 25.000, peta rupabumi daerah penelitian skala 1: 50.000.

Pada tahapan ini akan dihasilkan suatu hipotesa mengenai hasil penelitian
pada daerah penelitian. Hipotesis tersebut terdiri dari interpretasi dari materi
geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi pada daerah penelitian. Hipotesis
tersebut akan dijelaskan sesuai dengan materi pembahasannya.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 33


Laporan Eksplorasi

3.1.2. Pendekatan Lapangan

Pendekatan ini dilakukan untuk pengambilan data-data primer, yang


nantinya sangat berperan penting dalam penelitian geologi. Hal ini mencakup
pendekatan lapangan yaitu :

1. Pembuatan rencana jalur lintasan


2. Pemetaan geologi lapangan yang mencakup ploting lokasi, pengukuran
jurus dan kemiringan lapisan batuan, pemerian singkapan serta pembuatan
jalur-jalur lintasan.
3. Pengamatan dan pengambilan data stratigrafi yang meliputi jenis litologi,
variasi lapisan batuan dan struktur sedimen. Secara rinci pengambilan data
tersebut dapat berupa kolom stratigrafi dan profil dari lapisan batuan
tersebut.
4. Pengukuran unsur-unsur struktur dilapangan yang meliputi pengukuran
bidang perlapisan batuan, bidang sesar, gores garis, dan kekar. Pengukuran
ini dilakukan untuk dapat melakukan penafsiran arah dan gerakan gaya yang
menyebabkannya.
5. Pengambilan contoh batuan untuk analisis petrografi, mikropaleontologi,
dan sedimentasi pada bagian atas, tengah, dan bawah dari setiap batuan.
6. Pembuatan sketsa dan foto-foto singkapan serta bukti-bukti yang
mendukung dalam pembuatan laporan.

3.1.3. Persiapan Peralatan Lapangan

Kesiapan tim eksplorasi dan persiapan peralatan lapangan sangat diperlukan


untuk memudahkan dan mendukung kegiatan eksplorasi di lapangan, baik untuk
kegiatan pemetaan geologi.

Peralatan yang digunakan yang digunakan dalam proses pengambilan data


lapangan pada kegiatan pemetaan geologi permukaan adalah :

1. Peta topografi dengan skala 1 : 25.000


2. Peta rupabumi lembar paleleh skala 1: 50.000
3. Peta geologi regional lembar tilamuta 1 : 250.000

PT. TRI REMETHANA LABUAN 34


Laporan Eksplorasi

4. Kompas dan palu geologi


5. Tali ukur (meteran)
6. Peralatan tulis
7. Buku lapangan
8. Loupe dan larutan HCL 0,1 N
9. Komparator butir
10. Kamera
11. Kantong contoh batuan

3.2. Pemetaan Geologi

Pemetaan Geologi dilakukan untuk mengambil seluruh informasi geologi


yang bisa diamati berupa data singkapan, kontak satuan batuan dan struktur geologi.

Tahapan pekerjaan dalam pemetaan geologi terbagi atas 3 tahap pekerjaan,


yaitu sebagai berikut :

1. Tahap Studi Literatur


2. Tahap Penyelidikan Lapangan
3. Tahap Analisa dan Pelaporan Pekerjaan

1. Tahap Studi Literatur

Studi literatur merupakan kegiatan pengumpulan informasi geologi awal sebelum


penyelidikan lapangan yang bertujuan untuk mempersempit wilayah
penyelidikan. Informasi awal ini di dapat dari peta geologi regional, peta rupa
bumi (Bakosurtanal) dan peta-peta lain beserta infomasi-informasi tentang suatu
daerah yang kemudian digunakan untuk menghasilkan peta rencana lintasan
pemetaan. Dari peta rencana lintasan, dibuat rencana lintasan day to day untuk
pemetaan, agar kegiatan pemetaan benar-benar terencana dan sistematis.

2. Tahap Penyelidikan Lapangan

a. Traversing

Dalam melakukan pelintasan (traversing), yang perlu diperhatikan adalah posisi.


Setelah berada dalam lintasan, tentukan dulu posisi dengan GPS atau membaca

PT. TRI REMETHANA LABUAN 35


Laporan Eksplorasi

peta. Setiap pergerakan harus selalu terpantau dengan menyalakan ”track log GPS”
(GPS harus selalu dalam keadaan on) atau mencatat pergerakan di buku catatan
lapangan apabila melakukan Passing and Compass. Perekaman traversing ini
berfungsi untuk membuat peta lintasan pemetaan.

b. Observasi Lapangan

Observasi singkapan merupakan kegiatan utama dalam pengambilan data geologi.


Kemampuan analisa geologi dalam mengobservasi singkapan menentukan
benar/tidaknya data (kualitas data). Urutan Langkah kerja dalam observasi
singkapan (outcrop) adalah sebagai berikut:

▪ Penentuan Posisi Singkapan : Ketika menemukan singkapan batuan, pertama


kali yang dilakukan adalah penentuan posisi singkapan. Catat posisi singkapan
dengan marking di GPS dan catat koordinat dan elevasi singkapan dalam buku
catatan lapangan. Jika sinyal GPS hilang pada posisi singkapan, lakukan
passing and compass dari titik terdekat yang mendapat sinyal GPS ke titik
singkapan.
▪ Pembersihan Singkapan (Outcop Cleaning) : Sebelum melakukan deskripsi
batuan, pembersihan perlu dilakukan agar batuan tersebut dapat diketahui
tingkat pelapukannya (segar, lapuk, soil). Pembersihan singkapan ini
menggunakan alat bantu cangkul, parang, linggis dan ganco.
▪ Kode Singkapan, Waktu Pemetaan, Keadaan Cuaca dan Geologist : Semua
poin diatas dicatat dalam buku catatan lapangan. Pemberian kode singkapan
harus teratur dan sistematis. Kode singkapan yang digunakan pada pemetaan
geologi di PT. Tri Remethana Labuan adalah urutan kode perusahaan, nomor
singkapan dan inisial satuan batuan. Contoh kode singkapan adalah ST-01.
▪ Deskripsi Singkapan : Dalam deskripsi singkapan yang perlu diperhatikan
adalah Interval batuan yang di deskripsi dan deskripsi batuan dan jenis litologi.
Langkah deskripsi singkapan, yaitu:
- Buat sketsa singkapan.
- Arah Aliran sungai, Unsur Struktur Geologi (Pola Kekar,Sesar).
- Ukur dimensi batuan (panjang, lebar dan tinggi).
- Tentukan tingkat pelapukan batuan (segar, lapuk, soil).

PT. TRI REMETHANA LABUAN 36


Laporan Eksplorasi

- Tentukan vegetasi yang menutupi batuan.


• Sampling Batuan & Analisa Kualitas : Tata cara sampling batuan mengikuti
SOP sampling. Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
- Conto di masukkan ke dalam kantong conto, kemudian label conto
dimasukkan ke kantong conto.
- Catat list conto dalam buku catatan lapangan.
- Masing-masing kantong conto dijadikan satu sesuai dengan kode
singkapan dan diikat dengan kuat dan benar, supaya tidak
berhamburan atau tercecer dan memudahkan untuk pengecekan ulang
conto.
- Conto langsung dibawa ke camp atau tempat yang sudah disediakan.
• Penandaan Singkapan : Tandai singkapan dengan pita plastik yang
bertuliskan kode singkapan dan tanggal observasi. Tulisan dibuat dengan
memakai spidol water proof, kemudian ikat pita pada pohon dekat singkapan.
• Dokumentasi : Setelah semua kegiatan selesai Dokumentasikan singkapan
menggunakan kamera. Foto yang dihasilkan harus jelas, menggunakan
komparator (misal: orang) dan usahakan mencakup semua komponen
singkapan. Apabila ada bagian yang ingin ditunjukkan lebih detil, dalam satu
singkapan bisa saja lebih dari satu foto.

c. Indikasi Struktur Geologi

Struktur geologi merupakan hal yang penting dalam pemetaan geologi. Struktur
geologi sangat mempengaruhi model geologi nantinya. Langkah kerja dalam
observasi singkapan struktur geologi, sebagian besar sama dengan observasi
singkapan pasir, hanya perbedaannya yaitu pada deskripsi singkapan.

Deskripsi singkapan struktur geologi memerlukan interpretasi yang baik dan


memahami unsur struktur geologi. Urutan deskripsi singkapan struktur geologi
yaitu:

1. Interpretasi jenis struktur atau indikasi struktur seperti sesar (normal, naik
atau mendatar), off set sesar, breksiasi, fracture, lipatan dan lipatan mikro
(mikrofold), slicken side dan lain-lain.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 37


Laporan Eksplorasi

2. Sketsa Singkapan

3. Pengukuran unsur-unsur struktur yaitu kedudukan bidang sesar, fracture (shear,


gash fracture, tension release), arah breksiasi, slicken side (trend, pitch),
kedudukan mikrofold.

4. Penandaan singkapan

5. Dokumentasi singkapan

6. Data hasil pengukuran struktur geologi ini kemudian dianalisa selanjutnya dalam
analisa struktur geologi.

3. Tahap Analisa dan Pelaporan Pekerjaan

Evaluasi dilakukan selama proses dan setelah pengambilan data selesai. Setiap data
yang didapat dari lapangan, setelah sampai di camp, data harus selalu dimasukkan
ke dalam data base geologi dan diplot dalam peta lintasan, terutama singkapan
batuan (kode, posisi, tebal, tinggi dan lebar) dan struktur geologi.

Hal ini bertujuan untuk memperkirakan jenis batuan dan lokasi struktur geologi.
Setelah tahap pengambilan data selesai, maka dapat dilakukan interpretasi jenis
batuan, penyebaran, dan cadangannya. Hasil dari kegiatan ini adalah peta geologi
sementara.

Laporan Akhir dibuat dalam bentuk buku dengan lampiran yaitu peta geologi, peta
geomorfologi dan peta lintasan/singkapan.

3.3. Analisis Topografi

Kemiringan tanah atau topografi merupakan bentuk dari muka bumi.


Topografi pada setiap wilayah memiliki kontur yang berbeda-beda. Tujuan Analisa
topografi untuk mengetahui dan menginterpretasikan garis-garis yang
menghubungkan titik-titik yang sama ketinggiannya di atas suatu bidang (garis
kontur).

Interpretasi topografi PT. Tri Remethana Labuan menggunakan Peta Rupa Bumi
Digital Indonesia Lembar Paleleh 2217-12 skala 1 : 50.000. Sehingga dari
Interpretasi tersebut diperoleh karakteristik ketinggian dan bentuk morfologi di

PT. TRI REMETHANA LABUAN 38


Laporan Eksplorasi

wilayah IUP Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan seluas 10 Ha, sehingga hasil
kegiatan ini adalah peta topografi.

3.4. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah suatu cara yang digunakan, hingga data tersebut
dapat lebih berguna dan lebih berarti dan menjadi informasi yang dapat digunakan
untuk mengambil suatu keputusan. Tahapan pekerjaan dalam pengolahan data
explorasi yang dilakukan terbagi 2 yaitu (1) tahapan pengolahan data awal (2)
Pengolahan data yang telah diolah.

Metoda pengolahan data yang didapatkan dari hasil kegiatan eksplorasi di


lapangan, meliputi pengolahan data hasil pemetaan geologi dan data hasil
penyelidikan geolistrik dengan menggunakan peralatan lapangan pendukung
kegiatan eksplorasi dan untuk menginterpretasikan data-data di lapangan
menggunakan berbagai studi literatur dan perangkat komputer untuk memproses
dan mengkorelasikan berbagai data yang diperoleh.

Adapun tahapan-tahapan proses yang dilakukan dalam pengolahan data


eksplorasi yang adalah sebagai berikut :

1. Pengolahan data dasar, pengolahan data dasar ini berdasarkan data-data dari
pemetaan dan pemboran dan topografi, yang merupakan data asli dilapangan.
Proses pengolahan datanya meliputi tahapan sebagai berikut:
▪ Input Data meliputi mencatat data-data
▪ pengukuran singkapan meliputi deskripsi jenis batuan alterasi dan tebal
singkapan alterasi.
▪ Pengukuran topografi
▪ Pengukuran batas tataguna lahan, sungai dan jalan
2. Pengolahan data dilakukan dengan melakukan rekapitulasi data dan tabulasi
perhitungan menggunakan Worksheet Excel, sedangkan pengolahan dalam
bentuk peta dibuat dahulu peta dasar yang mencantumkan data-data Grafis
dengan digitasi/konturing dan data koordinat & elevasi di Mapinfo 12.0 serta

PT. TRI REMETHANA LABUAN 39


Laporan Eksplorasi

dilakukan juga teknik gridding & konturing di Mapinfo 12.0, Discover 9.0
dan global mapper 14, autocad, dan mapsource.
3. Output Data meliputi data-data analisis dalam bentuk worksheet excel dan Peta-
peta, yaitu antara lain :
▪ Peta Lokasi, yaitu peta yang menunjukan lokasi dan kesampaian daerah
penyelidikan, disesuaikan skala
▪ Peta Wilayah IUP Eksplorasi, yaitu peta yang menunjukan lokasi, luasan
serta titik-titik batas koordinat IUP Eksplorasi disesuaikan skala
▪ Peta Lintasan, yaitu peta yang berisikan lintasan pemetaan, titik –titik
observasi singkapan disesuaikan skala
▪ Peta geomorfologi lokal, yaitu yang berisikan pengelompokan berdasarkan
genesa dan persentasi kemiringan lereng.
▪ Peta geologi lokal, yaitu peta yang berisikan pengelompokan satuan batuan
dan struktur geologi.
▪ Peta Sumber daya Cadangan berdasarkan perhitungan dari analisis topografi
dan pemetaan geologi.
▪ Peta Tata Guna Lahan, yaitu peta yang memuat batasan- batasan alamiah,
sepertisungai, hutan, kebun, pemukiman, jalan dan sebagainya.
4. Data-data olahan yang diperlukan/dibuat, pengolahan data ini dilakukan agar
data-data dilapangan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
potensial atau tidaknya endapan Batuan pada lokasi 10 Ha di Desa Labuan
Toposo, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah.
Output data yang dihasilkan adalah Peta Cadangan endapan Batuan di daerah
penyelidikan.

Hasil semua kegiatan lapangan akan dituangkan dalam laporan eksplorasi


pada setiap minggu, bulan, triwulan, semester dan laporan tahunan. Dalam laporan
ini akan dibahas kemajuan pekerjaan dan hasil analisa data-data lapangan seperti
tipe, penyebaran, bentuk, arah, jumlah (sumberdaya atau cadangan) endapan
Batuan.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 40


Laporan Eksplorasi

BAB IV

HASIL PENYELIDIKAN

4.1. Geologi Daerah Penelitian

4.1.1. Geomorfologi Daerah Penelitian

Tatanan geologi wilayah Kabupaten Donggala merupakan bagian yang


tidak terpisahkan dari tatanan geologi regional Pulau Sulawesi. Bentuk pulau yang
khas ini didasari oleh dinamika tektonis yang sangat kompleks merupakan implikasi
dari interaksi lempeng Euroasia di bagian Timur laut, Indo-Australia dibagian
selatan dan Pasifik sendiri di bagian timur. Interaksi ini menimbulkan proses
geologi yang kompleks, Berdasarkan struktur geologinya, wilayah Kabupaten
Donggala didasari oleh sejumlah formasi Keadaan geologi Kabupaten Donggala
secara umum tidak sama untuk setiap kecamatan. Jenis tanah Alluvial terdapat
dilembah Palu dan kecamatan Sirenja, sedangkan batuan sedimen, laterit dan alkali
terdapat pada dataran yang menonjol kelaut (tanjung) di Balaesang Tanjung. Secara
umum geologi tanah di kabupaten Donggala bahwa formasi geologinya terdiri dari
batuan gunung berapi, batuan terobosan yang tidak membeku, batuan-batuan
metamorphosis dan sedimen. Dataran Monto – Balukang Dataran ini mempunyai
geologi tanah yang terdiri dari alluvia baru yang berasal dari sedimen-sedimen yang
telah membeku dan yang lebih tua. Tanahnya bertekstur sedang, topografi dari datar
hingga berombak. Dataran Bambamua – Tanah Mea Geologi dataran ini terdiri dari
endapan-endapan
Morofologi atau bentang alam terbentuk dari hasil interaksi yang sangat
kompleks antara ketahanan material pembentuk bumi dengan gaya-gaya tektonik
yang bekerja (Gregory;1978).

Dimana exogenetic geomorfological processes (permukaan) yang


mendapatkan energinya dari endogenetic (internal) earth movement (tektonisme)
dan iklim akan membentuk morfologi suatu daerah.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 41


Laporan Eksplorasi

Proses ini akan diawali dengan pembentukan material geologi baru,


pelapukan, erosi, transportasi sampai pengendapan kembali sebagai deposit baru.

Morfologi yang terbentuk ini akan memiliki lereng yang bervariasi dari
yang landai sampai lereng yang terjal. Pada tahun 1989, Darlymple membuat
klasifikasi lereng yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pembagian
satuan geomorfologi.

Tabel 4.1. Klasifikasi Lereng Menurut Darlymple, 1989

KELAS SLOPE (%) KLASIFIKASI

1 0–2 Datar
2 2–8 Landai
3 8 – 25 Bergelombang
4 25 – 50 Curam
5 50 – 100 Terjal

Menurut Van Bemmelen; 1949, (uraian fisiografi Pulau Sulawesi), dan


Van Leeuwen; 1994, fisiografi daerah penyelidikan termasuk ke dalam lengan
utara bagian barat sulawesi.

Bentuk morfologi daerah penyelidikan PT. Tri Remethana Labuan di


Desa Labuan Toposo secara umum adalah terdiri dari perbukitan bergelombang
sedang yang berada memanjang di sebelah timurlaut-tenggara dan di sebelah
baratdaya-barat wilayah IUP eksplorasi. Sedangkan dataran aluvial yang berada
di aliran Sungai Labuan berada di antara perbukitan tersebut, yaitu bagian
baratlaut-selatan hingga hilir di baratlaut-utara. Kedua morfologi ini
dipisahkan oleh aliran Sungai Labuan yang berada di antara kedua morfologi di
atas. Secara regional batuan penyusun ke dua morfologi ini disusun oleh breksi
gunung api yang merupakan bagian dari Batuan Formasi Dolokapa (Tmd) serta
hasil erosi, pelapukan, serta pengendapan yang belum padu di daerah-daerah
relatif rendah atau lembah di dataran aluvial pada bantaran sungai dan
pemukiman yang berasal dari breksi gunungapi.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 42


Laporan Eksplorasi

Berdasarkan pada klasifikasi lereng yang dibuat oleh Darlymple pada


Tahun 1989, daerah penyelidikan dibagi menjadi 2 (dua) satuan geomorfologi
yaitu:

1. Satuan Geomorfologi Perbukitan Bergelombang Sedang

Satuan ini tersebar di daerah penyelidikan dengan luas ± 0.28 % atau


seluas 0.014 Ha dari luas total daerah penyelidikan.

Penyebarannya satuan ini tersebar di bagian tenggara, selatan, hingga barat


daerah penyelidikan. Di peta geomorfologi daerah penyelidikan diberi
warna merah muda, memanjang di arah timurlaut-tenggara dari Sungai
Labuan dan di bagian selatan-barat dari Sungai Labuan di wilayah Desa
Labuan Toposo.

Morfologi daerah ini berupa perbukitan bergelombang dengan kemiringan


lereng miring 5% - 12% hingga curam menengah (Van Zuidam, 1983), dengan
ketinggian antara 40 – 120 meter diatas permukaan laut.

Genetika pembentukan lahan satuan geomorfologi perbukitan


bergelombang sedang ini dikontrol oleh bentuklahan asal vulkanik yaitu proses
pengendapan Batuan breksi Gunungapi bagian dari Formasi Dolokapa (Tmd)
yang disertai pengikisan dan pelapukan. Dikategorikan bentuklahan asal vulkanik
karena masih memperlihatkan ciri vulkanik seperti bentuk puncak serta material
vulkanik.

Morfologi daerah perbukitan mempunyai sifat-sifat relief topografi sedang-


agak tinggi dan tekstur sedang-agak terjal.

Sebagai hasilnya menunjukan pola peningkatan secara vertikal yang


biasanya disertai dengan mekanisme pembentukan tinggian dan lereng pada
daerah pengikisan, sehingga stadia sungai yang berkembang menunjukan stadia
muda menjelang dewasa.

Proses-proses geomorfologi yang terjadi pada satuan ini berupa pengikisan


dan erosi yang terjadi berupa tanah dan bongkah batuan beku vulkanik dan erosi
berupa erosi alur.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 43


Laporan Eksplorasi

Jentera geomorfik satuan ini termasuk dalam jentera geomorfik dewasa


ditinjau dari bentuk perbukitannya yang telah mengalami erosi dan
membentuk lembah dan bukit dengan internal relief 6 –8 meter.

2. Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial

Satuan ini tersebar di daerah penyelidikan dengan luas ± 99.6% atau


seluas 4.98 Ha dari luas total daerah penyelidikan.

Penyebarannya satuan in berada di sebelah utara hingga selatan di


sepanjang Aliran Sungai Labuan di Desa Labuan Toposo. Di peta geomorfologi
daerah penelitian diberi warna abu-abu.

Penyebarannya satuan ini tersebar sepanjang aliran Sungai Labuan di blok


IUP eksplorasi dan bantaran sungainya di Desa Labuan Toposo.

Morfologi daerah ini berbentuk dataran dengan sungai mengalir. Morfologi


berupa dataran fluvial vulkanik dengan kemiringan lereng rata atau hampir rata
hingga landai 2% -4% dengan ketinggian antara 17 meter diatas permukaan laut.

Genetika pembentukan satuan geomorfologi dataran aluvial ini dikontrol


oleh proses pengendapan material lepasan dari batuan breksi gunungapi yang
berasal dari Breksi Gunungapi dari Formasi Dolokapa dan serta material hasil
pengikisan, pelapukan, erosi dan transportasi ke daerah yang lebih landai hingga
tertransportasi oleh aliran Sungai Labuan.

Proses-proses geomorfologi yang terjadi pada satuan ini berupa pelapukan


dan erosi, serta transportasi. Pelapukan berupa tanah, pasir, dengan ketebalan ±1
meter – 5 meter dan erosi vertikal yang kuat dengan intensif.

Pola aliran sungai yang berkembang adalah pola dendritik dengan bentuk
lembah yang lebar dan datar, erosi lateral cenderung mendominasi dan
terbentuk meander (kelokan sungai), sehingga sungainya menunjukan stadia
sungai tua.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 44


Laporan Eksplorasi

Gambar 4.1. Sebagian Kenampakan Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial Di


Aliran Sungai Labuan

4.1.2. Stratigrafi Daerah Penelitian

Penyusunan stratigrafi daerah penelitian didasarkan atas konsep


lithostratigrafi yang dikembangkan dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (SSI).
Penamaan dan pengelompokan satuan batuan mengikuti kaidah penamaan satuan
lithostratigrafi tidak resmi yang bersendikan ciri litologi, meiputi kombinasi jenis
batuan, sifat fisik batuan, keseragaman gejala atau genesa, dan kenampakan khas
pada tubuh batuan di lapangan yang kemudian hasilnya dipetakan dalam peta
lintasan dan peta geologi daerah penyelidikan skala 1:3.000.

Satuan lithotratigrafi daerah penyelidikan didasarkan pada pengamatan


fisik di lapangan. Urutan stratigrafi daerah penelitian disusun secara sistimatis
berdasarkan data lapangan.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 45


Laporan Eksplorasi

Dalam menentukan umur, penulis menggunakan kesebandingan dengan


stratigrafi regional dan kaidah-kaidah prinsip geologi dari sifat-sifat fisik
litologinya apabila tidak ditemukan fosil.

Hasil kegiatan penyelidikan terkait Stratigrafi penelitian, akan lebih


menitikberatkan pada satuan endapan aluvial, dimana terdapat potensi dan
sebaran pasir batu (sirtu).

Dari hasil pengamatan dan pengambilan data di lapangan, maka daerah


penelitian dapat dikelompkoan menjadi 2 ( dua) satuan batuan, yaitu :

(1). Satuan Batuan Breksi Gunungapi

(2). Satuan Endapan Aluvial

1. Satuan Batuan Breksi Gunungapi

a. Penamaan

Penamaan satuan ini di daerah penelitian didasarkan pada singkapan-


singkapan yang dijumpai di sepanjang lintasan pengamatan yaitu berupa batuan
beku bersifat intermediet sampai basa. Batuan yang banyak dijumpai adalah andesit
hingga andesit porfiri bagian dari breksi gunungapi.

b. Penyebaran dan Ketebalan

Berdasarkan keterdapatan singkapan yang tampak di permukaan, satuan


breksi gunungapi di daerah penelitian menempati ± 0.28 % atau seluas 0.014 Ha
dari luas daerah penelitian, pada peta geologi konsesi diwarnai dengan warna
merah muda. Penyebaran satuan breksi gunungapi penyebarannya di sebelah
timurlaut-tenggara. Kedudukan batuan satuan ini umumnya berarah baratdaya –

timurlaut dengan kemiringan berkisar antara 8o hingga 12o. Ketebalan satuan


ini berdasarkan hasil pengukuranpenampang geologi lebih kurang 1 - 3 meter.

c. Ciri Litologi

Ciri litologi satuan batuan breksi gunungapi di daerah penelitian merupakan


kelompok batuan beku vulkanik yang merupakan hasil aktivitas vulkanisme
berumur Miosen (bachri.S, dkk, 1993). Nama Formasi Dolokapa pertama kali

PT. TRI REMETHANA LABUAN 46


Laporan Eksplorasi

diperkenalkan oleh Trail (1974), diambil dari nama salah satu tempat di daerah
Gorontalo. Kepingan batuan gunungapi di dalam Formasi Dolokapa diduga
berasal dari kegiatan gunungapi yang menghasilkan Batuan Gunungapi
Bilungala. Dengan kata lain, Formasi Dolokapa diduga mengalami pertumbuhan
bersama dan berhubungan menjemari dengan Batuan Gunungapi Bilungala pada
Miosen.

Secara megaskopis, satuan breksi gunugapi dengan tekstur porfiritik


mempunyai warna segar abu-abu sedang, warna lapuk abu-abu kehitaman, keras,
disusun oleh silika, fenokris plagioklas, k-feldspar, dan piroksen. Fragmen batuan
terdiri dari andesit dan andesit porfiri sebagai batuan intrusif yang dapat dikenali
dengan sifatnya yang pejal dan berwarna abu-abu, sedangkan matriks berupa pasir
dan tuf.

Batuan vulkanik tersebut merupakan kelompok batuan beku yang memiliki


tekstur porfiri afanitik. Komposisi minereal utamanya sulit dikenali sebab
kenampakan yang halus, tetapi jika dilihat dari warnanya dapat dikenali bahwa
batuan tersebut bersusun andesitik (intermediet).

d. Umur Satuan Batuan

Penentuan umur satuan batuan breksi gunungapi yang terdapat di daerah


penelitian menggunakan penentuan umur relatif dengan prinsip superposisi
dengan melihat lapisan yang lebih dahulu diendapkan, yang terendapkan pertama
lebih tua umurnya daripada yang terendapkan kemudian.

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Tilamuta, Sulawesi, Skala 1 : 250.000, Pusat


Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Bachri, S, Sukido dan Ratman.N,
1993, satuan batuan breksi gunungapi di daerah penyelidikan mempunyai umur
reatif lebih tua dari Formasi Breksi Wobudu yang berumur Pliosen dan selaras
menjemari dengan Batuan Gunungapi Bilungala pada Miosen Tengah-Miosen
Akhir. Aktivitas vulkanisme yang berumur miosen sampai pliosen, hal ini mungkin
berhubungan dengan zona subduksi dari gunungapi Miosen di lengan utara dan
lengan timur Sulawesi. Dengan demikian satuan breksi gunungapi di daerah
penelitian, berdasarkan ciri-ciri litologi dan sejarah sedimentasinya disebandingkan

PT. TRI REMETHANA LABUAN 47


Laporan Eksplorasi

umur relatifnya dengan Formasi Dolokapa yang berumur Miosen Tengah-Miosen


Akhir.

e. Lingkungan Pengendapan

Penentuan lingkungan pengendapan Satuan batuan breksi gunungapi


mengacu kepada model lingkungan pengendapan, “Pyroclastic Vulcaniclastic
Facies“ (Vassel dan Davis, 1981 dalam Cas and Wright, 1987).

Untuk menentukan lingkungan pengedapan dari satuan breksi gunungapi


ini yang merupakan batuan beku vulkanik, digunakan model dari (Vassel dan
Davis, 1981), yang membagi lingkungan pengendapan gunung api menjadi 4
Fasies, yakni :

1. Fasies Vulkanik Core, fasies ini dicirikan oleh lava (lava berlembar),
dan endapan piroklastik berbutir pasir halus sampai kasar dan breksi
kolovium.

2. Fasies Proksimal Vulkaniklastik, Fasies ini dicirikan oleh breksi


vulkanik (endapan breksi dan debu), aliran piroklastik, serta sedikit
breksi kolovium, dan endapan piroklastik jatuhan.

3. Fasies Medial Volkaniklastik, fasies ini di cirikan oleh aliran debris


(lahar), endapan fluviatil konglomerat dengan beberapa endapan
piroklastik.

4. Fasies Destial Volkaniklastik, fasies ini dicirikan oleh dominasi


endapan rombakan gunungapi seperti breksi lahar, breksi fluviatis,
batupasir dan lanau. Endapan primer hanya berupa tuff dan sedikit tuff
lapili.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 48


Laporan Eksplorasi

Gambar 4.2. Lingkungan pengendapan Satuan Batuan Breksi Gunungapi


Berdasarkan Model Pyroclastic Volcaniclastic Facies (Vassel and Davies, 1981
Dalam Cas And Wright, 1987), (Penulis, 2016).

Berdasarkan parameter yang telah diuraikan di atas, maka lingkungan


pengendapan satuan batuan breksi gunungapi yakni Fasies Proximal
Vulkaniklastik.

f. Kesebandingan Stratigrafi

Berdasarkan ciri-ciri litologi yang menyusunnya, maka satuan batuan


breksi gunungapi yang merupakan batuan beku vulkanik dan yang terdiri dari
andesit dan andesit porfiri, serta matriks berupa pasir dan tuf yang terdapat di
daerah penelitian dapat disebandingkan dengan Formasi Dolokapa (Tmd) yang
terdiri dari batupasir wake, batulanau, batulumpur, konglomerat, tuf, tuf lapili,
aglomerat, breksi gunungapi, lava andesit sampai basal yang berumur Pliosen
(Bachri.S, dkk, 1993).

2. Satuan Endapan Aluvial

a. Penamaan

PT. TRI REMETHANA LABUAN 49


Laporan Eksplorasi

Penamaan satuan ini di daerah penelitian didasarkan pada singkapan-


singkapan yang dijumpai disepanjang lintasan pengamatan di disepanjang aliran
dan bantaran sungai yaitu kelompok endapan aluvial yang terdiri dari pasir, kerikil,
kerakal, boulder, dan lempung.

Penamaan satuan endapan aluvial yang penyusunnya berupa sedimen


lepas yang berasal dari hasil rombakan batuan lain yang lebih tua di sekitarnya
dan terbawa oleh aliran sungai. Hal ini dibuktikan oleh adanya endapan pada
tepi-tepi sungai maupun pada tubuh sungai.

b. Penyebaran dan Ketebalan

Berdasarkan keterdapatan singkapan yang tampak di permukaan,


penyebaran satuan endapan aluvial yang merupakan material lepasan yang
keterdapatannya di lapangan menyebar disepanjang sungai yang bermuara ke
laut. Di Peta Geologi Daerah Penyelidikan di wakili oleh warna abu-abu.
Penyebarannya dari hulu sungai di sebelah tenggara hingga hilir Sungai
Labuan ke arah utara. Menempati sekitar ± 99.6% dari seluruh daerah
penyelidikan IUP Eksplorasi atau sekitar 10 Ha.

Ketebalan satuan ini berdasarkan hasil pengukuran penampang geologi


lebih kurang 1 - 4 Meter.

Gambar 4.3. Endapan Material di Sungai Labuan

PT. TRI REMETHANA LABUAN 50


Laporan Eksplorasi

c. Ciri Litologi

Ciri Litologi endapan aluvial penyusunnya berupa sedimen lepas yang


berasal dari hasil rombakan batuan lain yang lebih tua di sekitarnya dan terbawa
oleh aliran sungai, yaitu kelompok endapan aluvial yang terdiri dari pasir,
kerikil, kerakal, boulder, dan lempung.

d. Umur Satuan Batuan

Penentuan umur satuan endapan aluvial didasarkan pada Peta Geologi


Tilamuta Skala 1:250.000, yang merupakan endapan permukaan yang paling
muda berumur Holosen.

e. Lingkungan Pengendapan

Menurut Peta Geologi Lembar Tilamuta skala 1:250.000 (S. Bachri, Sukido
dan N. Ratman, 1993), satuan endapan aluvial merupakan endapan yang
dihasilkan dari endapan sungai/fluvial, dan pengikisan dan erosi batuan vulkanik
di sekitarnya. Lingkungan pengendapannya adalah lingkungan darat.

f. Kesebandingan Stratigrafi

Berdasarkan ciri-ciri litologi yang menyusunnya, maka satuan endapan


aluvial yang merupakan endapan permukaan dapat disebandingkan dengan
aluvium (Qal) (Korelasi Satuan Peta Geologi Lembar Tilamuta Skala 1:250.000.

Berikut ini profil singkapan yang mewakili satuan endapan aluvial di


daerah penelitan di sepanjang Sungai Labuan dan sekitarnya.

4.1.3. Struktur Geologi Daerah Penelitian

Wilayah Donggala termasuk dalam Mandala Geologi Sulawesi Barat


Bagian Utara. Dari sisi kompleksitas struktur geologi, wilayah Donggala bagian
timur relatif lebih terpengaruh secara tektonik dibanding bagian baratnya. Di
bagian timur, sesar-sesar vertikal dengan 2 arah utama yaitu tenggara-barat laut
dan timur laut- barat daya.

Adapun bagian timur Donggala gejala struktur relatif tidak dominan,


hanya terdapat 2 struktur utama yaitu sesar sungkup di barat Sirenja dan sesar

PT. TRI REMETHANA LABUAN 51


Laporan Eksplorasi

vertikal di sebelah barat Donggala. Struktur geologi lainnya yang dijumpai adalah
lipatan antiklin dan kekar-kekar yang banyak terjadi pada seluruh formasi batuan.

4.2. Estimasi Sumber Daya dan Cadangan Bahan Galian

4.2.1. Daerah Blok Prospek

Berdasarkan hasil penyelidikan yang telah dilakukan, meliputi potensi


sirtu yang terindikasi dan tersebar jumlah sumber daya sirtu dan perencanaan
fasilitas tambang, maka dapat disimpulkan bahwa daerah penyelidikan dapat
dikembangkan ketahap selanjutnya. Dalam pengelolaan daerah eksplorasi untuk
kepentingan tahapan penyelidikan selanjutnya maupun rencana penambangan,
maka daerah penyelidikan dapat di bagi menjadi 1 (satu) blok prospek, yaitu:

1. Blok Prospek dengan area sumber daya yang terukur seluas 10 Ha,
dengan lebar rata-rata sungai sekitar 90 Meter meliputi daerah bantaran
Sungai Labuan dan tepi sungai yang dimanfaatkan sebagai tegalan atau
ladang perkebunan masyarakat.

PT. TRI REMETHANA LABUAN 52


Laporan Eksplorasi

Gambar 4.4. Lokasi Prospek PT. Tri Remethana Labuan

4.2.2. Sumber Daya Dan Cadangan Sirtu


Dari hasil pengamatan di lapangan terhadap beberapa singkapan,
berdasarkan komposisi dan jenis litologi dari masing- masing singkapan, potensi
sirtu terdapat pada daerah penelitian, sedangkan penyebaran dan ketebalannya
telah di uraikan pada pembahasan sebelumnya. Lapisan batuan yang mempunyai
potensi untuk dilakukan penambangan yaitu lapisan yang mengandung sirtu
terutama pada lapisan sirtu yang mempunyai ketebalan beberapa meter.

Keterdapatan sumber daya galian sirtu berdasarkan kegiatan eksplorasi


terbagi ke dalam 1 (satu) blok prospek.

Luas Blok Prospek Tambang ± 10 Ha dengan Ketebalan rata- rata sirtu


untuk area terukur dan terunjuk = 4 M, sedangkan ketebalan tanah penutup hasil
pelapukan diabaikan (OB=0).

4.2.3. Jumlah Sumber Daya

PT. TRI REMETHANA LABUAN 53


Laporan Eksplorasi

Sumber Daya Mineral adalah endapan mineral yang diharapkan dapat


dimanfaatkan secara nyata. Dengan keyakinan geologi tertentu sumber daya
mineral dapat berubah menjadi cadangan setelah dilakukan pengkajian
kelayakan tambang dan memenuhi kriteria layak tambang.

Perhitungan volume Sumber Daya sirtu dilakukan secara sederhana


dengan mengalikan luas daerah penyebaran terhadap ketebalan rata-rata lapisan
batuan. Cara ini dilakukan karena penyebaran endapan sirtu yang secara umum
bersifat horizontal dengan kemiringan relatif rendah sehingga faktor kemiringan
dalam perhitungan sumber daya ini diabaikan dengan mempertimbangkan
beberapa asumsi dan batasan yang digunakan dalam perhitungan sumber daya.

Berdasarkan data luas serta ketebalan lapisan batuan yang mengandung


pasir dan batu (sirtu) dan tanah penutup, volume cadangan sirtu dan volume tanah
penutup telah di uraikan di atas.

Metode yang digunakan untuk penghitungan sumber daya daerah


penyelidikan adalah metode Circular (USGS), Perhitungan cadangan ini sangat
cocok untuk batuan yang penyebarannya homogen serta ketebalannya relatif
merata.

Penghitungan sumberdaya sirtu menurut USGS dapat dihitung dengan


rumus : Tonase Sirtu = A x B x C, dimana

A = bobot ketebalan rata-rata sirtu dalam inci, feet, cm atau meter

B = berat sirtu per satuan volume yang sesuai atau metrik ton

C = area sirtu dalam acre atau hektar

Perhitungan sumber daya sirtu di daerah penyelidikan ditentukan


berdasarkan hasil kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan, antara lain adalah
pengambilan data geologi dan analisis topografi serta hasilnya diproyeksikan ke
dalam software GIS, sehingga dapat diukur penyebaran dan jumlah sumber daya.

Dari hasil penggabungan data ini dapat diperkirakan sumber daya sirtu
daerah penyelidikan, sebagai berikut :

PT. TRI REMETHANA LABUAN 54


Laporan Eksplorasi

Perhitungan Blok Prospek Tambang

Luas (L) Sumber Daya Terukur dan Terunjuk = 10 Ha = 100.000 M2


Tebal Kedalaman Rata-rata Terukur (t) = 4 M
OB = 0 M Sumber Daya Terukur:
L x t = 100.000 M2 x 3,5 M = 350.000 M3

Berdasarkan debit air sungai rata – rata 5.668 M3/ detik atau 489.681,129 M3/hari
dan pada lokasi pengamatan mempunyai debit sedimen rata-rata 3,506 ton/ hari dan
berat jenis dari pasir adalah 3500 kg/ M3 sehingga sedimentasi di sungai Labuan
setiap harinya adalah 3,5 x 3,506 = 8,771 M3/ Hari/ Ha tetapi pada musim penghujan
debit air sedimen tersebut meningkat sehingga jumlah sedimen tersuspensi setiap
Bulannya adalah = 30 x 8,771 x 10 = 2.631,3 M3/ bulan dan untuk lima tahun
material tersuspensi adalah = 2.631,3 M3 x 12 x 5 = 157.878 M3

Sehingga sumber daya terukur dan terunjuk Blok Prospek Tambang = 157.878
M3 + 350.000 M3 = 507.878 M3

4.2.4. Cadangan
Berdasarkan data luas serta ketebalan lapisan batuan yang mengandung
pasir dan batu (sirtu) di atas, dari hasil penggabungan data di atas dapat, maka
dapat diperkirakan sumber daya sirtu daerah penelitian, sebagai berikut :

Blok Prospek Tambang

Sumber daya sirtu dengan daerah pengaruh sampai 100 meter (sumberdaya
terukur ), yaitu sebesar 507.878 M3, untuk wilayah IUP PT. Tri Remethana
Labuan cadangan dan sumber daya dianggap sama yaitu 507.878 M3

Tabel 4.2. Perhitungan Total Sumber Daya dan Cadangan Sirtu Di Daerah
Penyelidikan

Sumber Daya
Lokasi Luas Cadangan Terkira
Terunjuk
Sungai 10 ha 507.878 M3 507.878 M3
Labuan

PT. TRI REMETHANA LABUAN 55


Laporan Eksplorasi

BAB V

KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil penyelidikan dan perhitungan cadangan,Wilayah Study


PT. Tri Remethana Labuan merupakan area yang sangat potensial untuk
dilakukan penambangan Bahan galian Sirtu.
2. Pekerjaan eksplorasi meliputi:- Pemetaan geologi lokal- Pemetaan
topografi- Perhitungan Potensi Sumberdaya dan Cadangan
3. Materai tersuspensi setiap harinya 8,771 M3/ Hari.
4. Sumber daya Terunjuk pada wilayah prospek IUP PT. Tri Remethana
Labuan Sebesar 507.878 M3
5. Cadangan Terkira untuk wilayah prospek dengan luas 10 Ha adalah
507.878M3

PT. TRI REMETHANA LABUAN 56

Anda mungkin juga menyukai