BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu potensi sumber daya alam yang cukup melimpah dimiliki oleh
Provinsi Sulawesi Tengah adalah potensi sirtu atau pasir batu alami yang di
beberapa Kabupaten, diantaranya berada di wilayah Kabupaten Donggala.
Sirtu adalah singkatan dari pasir batu merupakan bahan bangunan yang
banyak digunakan dalam industri konstruksi sipil. Sirtu merupakan bahan
bangunan banyak dipakai sebagai bahan campuran beton. Sirtu yang lepas sangat
baik untuk bahan pengeras jalan biasa maupun jalan tol, airport, dan tanah urug.
Sehingga kebutuhan sirtu guna mendukung proyek pembangunan sangatlah
besar. Diperlukan sumber cadangan sirtu yang cukup ekonomis dan
memenuhi spesifikasi teknis sebagai bahan campuran beton dan sekaligus bernilai
ekonomis untuk industri konstruksi.
PT. Tri Remethana Labuan sebagai salah satu perusahaan yang bergerak
di bidang usaha pertambangan sirtu dan memegang izin usaha pertambangan
eksplorasi batuan dari Gubernur Sulawesi tengah dengan Nomor 540/219/IUP-
E/DPMPTSP/2018, tanggal 29 Maret 2018 bermaksud untuk melakukan kegiatan
Eksplorasi di Desa Labuan Toposo, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala,
Provinsi Sulawesi Tengah, dengan melakukan kegiatan eksplorasi untuk
mengetahui daerah prospek dan cadangan yang ada di dalam wilayah IUP
Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan.
IDENTITAS PEMRAKARSA
Nama Perusahaan : PT. Tri Remethana Labuan
Maksud dari laporan ini adalah sebagai tahap awal survei lapangan dan
penyelidikan wilayah penambangan secara menyeluruh setelah dikeluarkannya
Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Tabel 1.1. Batas-Batas Koordinat IUP Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan
DAFTAR KOORDINAT
NO TITIK BUJUR TIMUR LINTANG SELATAN
⁰ ′ ″ ⁰ ′ ″
1 119 51 10,07 0 38 59,9
2 119 51 6,51 0 38 59,9
3 119 51 6,51 0 38 55,97
4 119 51 7,31 0 38 55,97
5 119 51 7,31 0 38 54,87
6 119 51 8,11 0 38 54,87
7 119 51 8,11 0 38 53,77
8 119 51 8,91 0 38 53,77
9 119 51 8,91 0 38 52,67
10 119 51 9,72 0 38 52,67
11 119 51 9,72 0 38 51,58
12 119 51 10,52 0 38 51,58
13 119 51 10,52 0 38 50,48
14 119 51 11,32 0 38 50,48
15 119 51 11,32 0 38 49,38
16 119 51 12,12 0 38 49,38
17 119 51 12,12 0 38 48,31
18 119 51 12,94 0 38 48,31
19 119 51 12,93 0 38 47,24
20 119 51 13,75 0 38 47,24
21 119 51 13,75 0 38 46,16
22 119 51 14,56 0 38 46,16
23 119 51 14,56 0 38 45,09
24 119 51 15,37 0 38 45,09
25 119 51 15,37 0 38 44,02
26 119 51 16,19 0 38 44,02
27 119 51 16,18 0 38 42,95
28 119 51 17 0 38 42,95
29 119 51 17 0 38 41,87
30 119 51 17,81 0 38 41,87
31 119 51 17,81 0 38 40,8
32 119 51 18,62 0 38 40,8
33 119 51 18,62 0 38 39,73
34 119 51 19,44 0 38 39,73
35 119 51 19,43 0 38 33,23
36 119 51 18,65 0 38 33,23
37 119 51 18,65 0 38 32,05
38 119 51 17,89 0 38 32,05
39 119 51 17,89 0 38 30,83
Keadaan Iklim
Tabel 1.2. Keadaan Curah Hujan Per Bulan Di Kec. Labuan, 2016
Waktu Pelaksanaan
No. Uraian Kegiatan Tahun 2018
Maret April Mei Juni Juli
1 Persiapan/Study Literatur
2 Penyelidikan Lapangan
3 Uji Laboratorium
4 Pembuatan Laporan
Pada ekplorasi ini metoda yang digunakan adalah Grab Rock Sample (RG)
Conto grab diambil dari permukaan singkapan/outcrop setelah bagian atasnya
dibersihkan terlebih dahulu, conto ini tidak mewakili terhadap suatu singkapan
secara keseluruhan. Dicatat lokasi project, nama sungai/bukit, posisi koordinat,
nomor conto, tipe conto, tanggal dan bulan pengambilan.
1. Palu Geologi
2. Kompas Geologi
3. GPS
4. Peta Dasar, dengan sekala yang memadai
5. Alat-alat tulis (buku lapangan, kertas, pensil, ballpoint, spidol)
6. Laptop dan Printer
7. Sepatu Lapangan
8. Tas Lapangan / Ransel
9. Topi Lapangan
10. Jas hujan
11. Kamera Digital dan Battery Alkaline
12. Clipboard
13. Kantong sampel
14. Roll meter
15. Parang
16. Linggis
17. Sekop
18. Obat-obatan P3K
1.7 Pelaksanaan
Ekplorasi ini sesuai dengan tujuannya untuk mengetahui potensi bahan
galian batuan maka tenaga ahli yang digunakan cukup dengan 1 orang tenaga ahli
Geologi/Pertambangan dan tenaga pendukung yaitu masyarakat sekitar.
BAB II
Kompresi ini dipengaruhi oleh tumbukan kontinen di arah barat dan ofiolit
serta fragmen-fragmen busur kepulauan di arah timur. Fragmen-fragmen ini
termasuk mikro-kontinen Buton, Tukang Besi dan Baggai Sula.
Kapur Akhir
yang mengindikasikan bahwa batuan ini berasal dari busur kepulauan vulkanik dan
diendapkan di daerah cekung an depan busur (Sukamto & Simandjuntak, 1981).
Pada saat yang sama, daerah sulawesi bagian timur berkembang sebagai cekungan
laut dalam, tempat sedimen pelagic diendapkan sejak zaman Jura di atas batuan
dasar ofiolit. Besar kemungkinan jika cekungan laut dalam Kapur ini dipisahkan
oleh sebuah palung dari daerah Sulawesi Bagian Barat. Palung tersebut
kemungkinan terbentuk akibat subduksi ke arah barat, tempat Melange Wasuponda
berakumulasi (Sukamto & Simandjuntak, 1981). Subduksi ini menyebabkan
terjadinya magmatisme di sepanjang daerah Sulawesi Bagian Barat.
Batuan metamorf yang ada di Sulawesi Bagian Barat diyakini terjadi selama
subduksi Kapur ini. Daerah Banggai-Sula merupakan bagian dari paparan benua
sejak Mesozoikum awal, dimana diendapkan klastik berumur Trias akhir hingga
Kapur. Batuan dasar benua terdiri dari batuan metamorf zaman karbon dan plutonik
Permo-Trias.
Paleogen
1981). Zona subduksi dengan kemiringan ke barat yang dimulai sejak zaman Kapur
menghasilkan vulkanik Tersier Awal di Daerah Sulawesi Bagian Barat, dan proses
shoaling laut di daerah Sulawesi Bagian Timur, begitu pula di Daerah Banggai-Sula
(Sukamto & Simandjuntak, 1981). Di daerah Selat Makassar terjadi peregangan
kerak. Daerah Selat Makasar bagian utara adalah bagian awal dari failed rift atau
aulacogen, yang terbentuk sebagai bagian selatan dari pusat pemekaran Laut
Sulawesi.
Neogen
tetapi menerus sampai sekarang di bagian utara. Magmatisme yang kuat di Daerah
Sulawesi Bagian Barat selama Miosen Tengah berkaitan dengan dengan proses
tekanan batuan dalam Daerah Sulawesi Bagian Timur akibat gerakan benua-mikro
Banggai-Sula ke arah barat. Peristiwa tektonik ini mengangkat dan menganjak
hampir keseluruhan material di dalam Daerah Sulawesi Timur, batuan ofiolit
teranjak dan terimbrikasi dengan batuan yang berasosiasi termasuk melange. Pada
bagian lain, ofioit di bagian timur menyusup ke arah timur ke dalam sedimen
Mesozoikum dan Paleogen dari Daerah BanggaiSula.
Pada Pliosen awal, bagian timur dari batas pre-rift dari Cekungan Makassar
Utara membentuk komponen dasar laut dari JLSB. Mikro- kontinen Australia ini
yang pertama adalah Buton, kemudian diikuti oleh Tukang Besi. Arah vector
tumbukan ini pada awalnya adalah utara-barat laut (dengan perhitungan sekarang),
tumbukan selanjutnya lebih berarah baratlaut. Variasi ini cukup signifikan,
mengingat arah stress yang datang (dari timor dan selatan) mempengaruhi arah
displacement kompresi yang sudah ada di JLSB.
Sementara geologi struktur membahas hasil kerja tektonik pada batuan yang
ada di daerah tersebut.
Mandala barat memanjang dari lengan utara sampai dengan lengan selatan
pulau Sulawesi. Secara umum busur ini terdiri dari batuan volkanik-plutonik
berusia Paleogen-Kuarter dengan batuan sedimen berusia mesozoikum-tersier dan
batuan malihan. Van Leeuwen (1994) menyebutkan bahwa mandala barat sebagai
busur magmatik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan barat. Bagian
utara memanjang dari Buol sampai sekitar Manado, dan bagian barat dari Buol
sampai sekitar Makassar. Batuan bagian utara bersifat riodasitik sampai andesitik,
terbentuk pada Miosen - Resen dengan batuan dasar basaltik yang terbentuk pada
Eosen - Oligosen. Busur magmatik bagian barat mempunyai batuan penyusun lebih
bersifat kontinen yang terdiri atas batuan gunung api - sedimen berumur
Mesozoikum – Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan tersebut
diterobos granitoid bersusunan terutama granodioritik sampai granitik yang berupa
batolit, stok, dan retas.
Evolusi dari Busur Sulawesi Utara dibagi menjadi dua tahap, yaitu
subduksi di bagian barat Sulawesi di awal masa Miosen (22 –16 Ma) dan pasca
tumbukan dan pengangkatan busur Sulawesi serta permulaan subduksi sepanjang
palung Sulawesi Utara selama akhir Miosen sampai dengan Kuarter (9 Ma). Batuan
vulkanik busur Sangihe yang berusia Pliosen-Kuarter, menyimpan banyak geologi
daerah sekitar Manado di masa awal Miosen. Singkapan- singkapan kecil berupa
andesit dan diorite di bawah batuan vulkanik Kuarter yang menutupi kepulauan
Sangihe dan bagian utara Manado, menunjukkan bahwa busur volkanik yang lebih
tua berada di sepanjang pantai bahkan mungkin sampai ke Mindanao yang
membentuk basement busur Sangihe saat ini.
Adapun busur Neogen yang merupakan busur batuan gunung api tidak
berada di antara Tolitoli dan Palu di sekitar leher pulau Sulawesi, hal ini
disebabkan karena pengangkatan tingkat tinggi dan erosi dalam, dimana batuan
granit lower Miosen tidak diketahui, dan bukti bahwa busur Sulawesi di masa awal
Miosen meluas ke arah leher pulau Sulawesi sangat sedikit. Meskipun demikian,
masih bisa disimpulkan bahwa zona Benioff di awal Miosen berada sepanjang leher
pulau Sulawesi ke arah selatan menuju sesar Paleo Palu-Matano.
Pemekaran yang terjadi pada Tersier Awal membawa bagian timur dari
Kalimantan ke wilayah Pulau Sulawesi sekarang, dimana rifting dan pemekaran
lantai samudera di Selat Makassar pada masa Paleogen, menciptakan ruang untuk
pengendapan material klastik yang berasal dari Kalimantan.
Gambar 2.4. Peta Geologi Sulawesi Selatan (Suyono dan Kusnama, 2010)
Geologi daerah bagian timur dan barat Sulawesi Selatan pada dasarnya
berbeda, dimana kedua daerah ini dipisahkan oleh sesar Walanae. Di masa
Mesozoikum, basement yang kompleks berada di dua daerah, yaitu di bagian barat
Sulawesi Selatan dekat Bantimala dan di daerah Baru yang terdiri dari batuan
metamorf, ultramafik dan sedimen. Adanya batuan metamorf yang sama dengan
batuan metamorf di pulau Jawa, pegunungan Meratus di Kalimantan tenggara dan
batuan di Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa basement kompleks Sulawesi
Selatan mungkin merupakan pecahan fragmen akhibat akresi kompleks yang lebih
besar di masa awal Cretaceous (Parkinson, 1991). Adapun sedimen-sedimen di
masa akhir Crateceous mencakup formasi Balangbaru dan Marada berada di bagian
barat dan timur daerah Sulawesi Selatan, dimana formasi Balangbaru tidak selaras
dengan basement kompleks, terdiri dari batuan sandstone dan silty-shales, sedikit
batuan konglomerat, pebbly sandstone dan breksi konglomerat, sedangkan formasi
Marada terdiri dari campuran sandstone, siltstones dan shale (van Leeuwen, 1981),
dimana unit-unit formasi Balangbaru berisi struktur khas sedimen aliran deposit,
termasuk debris flow, graded bedding dan indikasi turbidit.
Bagian teratas formasi Camba yaitu batuan vulkanik Camba yang terletak
di bagian barat, terdiri dari breksi vulkanik dan konglomerat, lava dan tuf
interbedded dengan marine sedimen. Foraminifera dating menduga batuan
vulkanik Camba beumur akhir Miosen. Batuan vulkanik Parepare adalah sisa-sisa
gunung strato-volcano yang terdiri aliran lava dan breksi piroklastik berumur akhir
Miosen. Aliran lava yang menengah untuk asam dalam komposisi. Batuan vulkanik
Plio/Pliestocene gunung strato- volcano Lompobatang terletak paling selatan
daerah Sulawesi Selatan dengan ketinggian 2.871 m.
Batuan vulkanik ini terdiri dari silika yang tidak tersaturasi dalam alkali
potassic dan asam silika yang tersaturasi dengan aliran lava shoshonitic dan breksi
piroklastik. Pada pertengahan Miosen sampai dengan Pleistosen batuan vulkanik
Sulawesi Selatan mencakup formasi Camba, memiliki sifat alkali sebagai akibat
dari peleburan parsial mantel atas yang kaya akan unsur-unsur yang tidak
kompatibel dengan metasomatism. Hal ini mungkin berhubungan dengan subduksi
sebelumnya di awal Miosen dalam konteks intraplate distensional. Sifat alkali
gunung api ini diduga disebabkan oleh asimilasi berlebihan dari limestone/batu
gamping tua yang mencair dan bergabung dengan material benua kedalam subduksi
busur vulkanik. Batuan magmatis berumur Neogen di bagian barat daerah Sulawesi
Tengah berhubungan erat dengan penebalan dan pelelehan litosfer. Sifat bimodal
dari batuan Igneous berumur Neogen di daerah ini diperkirakan dari pencairan
mantel peridotit dan kerak yang menghasilkan komposisi alkalin basaltik
(shoshonitic) dan granitik yang mencair. Pada sendimentasi akhir Miosen ditandai
dengan perkembangan formasi Tacipi. Formasi Walanae secara lokal tidak selaras
dengan formasi Tacipi, dimana formasi Walanae diperkirakan berumur
pertengahan Miosen sampai dengan Pliosen.
granitoids yang kadang- kadang mengandung xenoliths. Batuan granit ini juga
dapat dibagi lagi menjadi hornblende-biotit yang terdistribusi di bagian selatan
(Saluwa-Karangana) sekitar 5,46-4,05 Ma dan granit bantalan biotit yang berumur
3,78-3,21 Ma di sekitar Kulawi.
yang diuraikan di atas juga menerobos endapan ini. Batuan Molasa Celebes Sarasin
dan Sarasin (1901) terdapat pada ketinggian lebih rendah pada sisi - sisi kedua
pematang, menindih secara tidak selaras Formasi Tinombo dan Kompleks Batuan
Satuan granit Sitiau (Tmgs), Satuan diorit (Opd), Satuan Gamping terumbu/koral
(Qgt) dan Satuan aluvium (Qa) (Gambar 4). Struktur Geologi di daerah
penyelidikan dicerminkan bentuk kelurusan tofografi (pantai, sungai dan bukit),
paset segi tiga, dinding patahan (gawir sesar), kekar, off-set batuan, zona hancuran
batuan/breksiasi (fractures), cermin sesar (slicen-side), seretan (drag-fault), kontak
intrusi (backing-effect), retas-retas/ intrusi kecil, bentuk batolit, bentuk kubah
(dome) dan pemunculan mata air panas. Berdasarkan data lapangan di atas dan citra
landsat (www.landsat.org, 2001) terdapat 3 arah sesar utama dari tua ke muda
adalah: • Sesar berarah utara timurlaut-selatan baratdaya (N 30-40º E). Sesar normal
tertua ini di namakan sesar Sibera dengan kemiringan > 70° barat. • Sesar berarah
utara baratlaut-selatan tenggara (N 345-350º E). Sesar normal generasi kedua
dinamakan sesar Mapane, berkemiringan > 80º ke timur. Awalnya sesar ini hanya
1 buah, namun menjadi 3 sesar yang terpisah-pisah akibat tergeserkan (off-set) oleh
sesar mendatar yang lebih muda. Ke 3 sesar itu dinamakan sesar Mapane, sesar
Sitiau dan sesar Maleloro. • Sesar termuda sedikitnya ada 7 sesar geser jurus (strict-
sleep fault) berarah baratlauttenggara (N 320-330º E) berkemiringan > 80°. Sesar
itu antara lain Salapane, Lampio, Tompe, Sipi, Boya, Bulu Tinjuawo. Selain sesar-
sesar diatas terdapat juga kelurusan-kelurusan diduga merupakan sesar lebih kecil
berarah utara baratlaut-selatan tenggara dan sesar baratlaut-tenggara
agak melebar. Pola aliran sungai di sini sangat dipengaruhi oleh pola struktur
patahan yang mengimbas pada bentuk pola aliran sungainya..
BAB III
KEGIATAN PENYELIDIKAN
3.1. Persiapan
Beberapa pendekatan dan persiapan yang dilakukan dalam hal ini adalah
sebagai berikut :
1. Pendekatan Literatur
2. Pendekatan Lapangan
3. Persiapan Peralatan Lapangan
Pada tahapan ini akan dihasilkan suatu hipotesa mengenai hasil penelitian
pada daerah penelitian. Hipotesis tersebut terdiri dari interpretasi dari materi
geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi pada daerah penelitian. Hipotesis
tersebut akan dijelaskan sesuai dengan materi pembahasannya.
a. Traversing
peta. Setiap pergerakan harus selalu terpantau dengan menyalakan ”track log GPS”
(GPS harus selalu dalam keadaan on) atau mencatat pergerakan di buku catatan
lapangan apabila melakukan Passing and Compass. Perekaman traversing ini
berfungsi untuk membuat peta lintasan pemetaan.
b. Observasi Lapangan
Struktur geologi merupakan hal yang penting dalam pemetaan geologi. Struktur
geologi sangat mempengaruhi model geologi nantinya. Langkah kerja dalam
observasi singkapan struktur geologi, sebagian besar sama dengan observasi
singkapan pasir, hanya perbedaannya yaitu pada deskripsi singkapan.
1. Interpretasi jenis struktur atau indikasi struktur seperti sesar (normal, naik
atau mendatar), off set sesar, breksiasi, fracture, lipatan dan lipatan mikro
(mikrofold), slicken side dan lain-lain.
2. Sketsa Singkapan
4. Penandaan singkapan
5. Dokumentasi singkapan
6. Data hasil pengukuran struktur geologi ini kemudian dianalisa selanjutnya dalam
analisa struktur geologi.
Evaluasi dilakukan selama proses dan setelah pengambilan data selesai. Setiap data
yang didapat dari lapangan, setelah sampai di camp, data harus selalu dimasukkan
ke dalam data base geologi dan diplot dalam peta lintasan, terutama singkapan
batuan (kode, posisi, tebal, tinggi dan lebar) dan struktur geologi.
Hal ini bertujuan untuk memperkirakan jenis batuan dan lokasi struktur geologi.
Setelah tahap pengambilan data selesai, maka dapat dilakukan interpretasi jenis
batuan, penyebaran, dan cadangannya. Hasil dari kegiatan ini adalah peta geologi
sementara.
Laporan Akhir dibuat dalam bentuk buku dengan lampiran yaitu peta geologi, peta
geomorfologi dan peta lintasan/singkapan.
Interpretasi topografi PT. Tri Remethana Labuan menggunakan Peta Rupa Bumi
Digital Indonesia Lembar Paleleh 2217-12 skala 1 : 50.000. Sehingga dari
Interpretasi tersebut diperoleh karakteristik ketinggian dan bentuk morfologi di
wilayah IUP Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan seluas 10 Ha, sehingga hasil
kegiatan ini adalah peta topografi.
Pengolahan data adalah suatu cara yang digunakan, hingga data tersebut
dapat lebih berguna dan lebih berarti dan menjadi informasi yang dapat digunakan
untuk mengambil suatu keputusan. Tahapan pekerjaan dalam pengolahan data
explorasi yang dilakukan terbagi 2 yaitu (1) tahapan pengolahan data awal (2)
Pengolahan data yang telah diolah.
1. Pengolahan data dasar, pengolahan data dasar ini berdasarkan data-data dari
pemetaan dan pemboran dan topografi, yang merupakan data asli dilapangan.
Proses pengolahan datanya meliputi tahapan sebagai berikut:
▪ Input Data meliputi mencatat data-data
▪ pengukuran singkapan meliputi deskripsi jenis batuan alterasi dan tebal
singkapan alterasi.
▪ Pengukuran topografi
▪ Pengukuran batas tataguna lahan, sungai dan jalan
2. Pengolahan data dilakukan dengan melakukan rekapitulasi data dan tabulasi
perhitungan menggunakan Worksheet Excel, sedangkan pengolahan dalam
bentuk peta dibuat dahulu peta dasar yang mencantumkan data-data Grafis
dengan digitasi/konturing dan data koordinat & elevasi di Mapinfo 12.0 serta
dilakukan juga teknik gridding & konturing di Mapinfo 12.0, Discover 9.0
dan global mapper 14, autocad, dan mapsource.
3. Output Data meliputi data-data analisis dalam bentuk worksheet excel dan Peta-
peta, yaitu antara lain :
▪ Peta Lokasi, yaitu peta yang menunjukan lokasi dan kesampaian daerah
penyelidikan, disesuaikan skala
▪ Peta Wilayah IUP Eksplorasi, yaitu peta yang menunjukan lokasi, luasan
serta titik-titik batas koordinat IUP Eksplorasi disesuaikan skala
▪ Peta Lintasan, yaitu peta yang berisikan lintasan pemetaan, titik –titik
observasi singkapan disesuaikan skala
▪ Peta geomorfologi lokal, yaitu yang berisikan pengelompokan berdasarkan
genesa dan persentasi kemiringan lereng.
▪ Peta geologi lokal, yaitu peta yang berisikan pengelompokan satuan batuan
dan struktur geologi.
▪ Peta Sumber daya Cadangan berdasarkan perhitungan dari analisis topografi
dan pemetaan geologi.
▪ Peta Tata Guna Lahan, yaitu peta yang memuat batasan- batasan alamiah,
sepertisungai, hutan, kebun, pemukiman, jalan dan sebagainya.
4. Data-data olahan yang diperlukan/dibuat, pengolahan data ini dilakukan agar
data-data dilapangan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
potensial atau tidaknya endapan Batuan pada lokasi 10 Ha di Desa Labuan
Toposo, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah.
Output data yang dihasilkan adalah Peta Cadangan endapan Batuan di daerah
penyelidikan.
BAB IV
HASIL PENYELIDIKAN
Morfologi yang terbentuk ini akan memiliki lereng yang bervariasi dari
yang landai sampai lereng yang terjal. Pada tahun 1989, Darlymple membuat
klasifikasi lereng yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pembagian
satuan geomorfologi.
1 0–2 Datar
2 2–8 Landai
3 8 – 25 Bergelombang
4 25 – 50 Curam
5 50 – 100 Terjal
Pola aliran sungai yang berkembang adalah pola dendritik dengan bentuk
lembah yang lebar dan datar, erosi lateral cenderung mendominasi dan
terbentuk meander (kelokan sungai), sehingga sungainya menunjukan stadia
sungai tua.
a. Penamaan
c. Ciri Litologi
diperkenalkan oleh Trail (1974), diambil dari nama salah satu tempat di daerah
Gorontalo. Kepingan batuan gunungapi di dalam Formasi Dolokapa diduga
berasal dari kegiatan gunungapi yang menghasilkan Batuan Gunungapi
Bilungala. Dengan kata lain, Formasi Dolokapa diduga mengalami pertumbuhan
bersama dan berhubungan menjemari dengan Batuan Gunungapi Bilungala pada
Miosen.
e. Lingkungan Pengendapan
1. Fasies Vulkanik Core, fasies ini dicirikan oleh lava (lava berlembar),
dan endapan piroklastik berbutir pasir halus sampai kasar dan breksi
kolovium.
f. Kesebandingan Stratigrafi
a. Penamaan
c. Ciri Litologi
e. Lingkungan Pengendapan
Menurut Peta Geologi Lembar Tilamuta skala 1:250.000 (S. Bachri, Sukido
dan N. Ratman, 1993), satuan endapan aluvial merupakan endapan yang
dihasilkan dari endapan sungai/fluvial, dan pengikisan dan erosi batuan vulkanik
di sekitarnya. Lingkungan pengendapannya adalah lingkungan darat.
f. Kesebandingan Stratigrafi
vertikal di sebelah barat Donggala. Struktur geologi lainnya yang dijumpai adalah
lipatan antiklin dan kekar-kekar yang banyak terjadi pada seluruh formasi batuan.
1. Blok Prospek dengan area sumber daya yang terukur seluas 10 Ha,
dengan lebar rata-rata sungai sekitar 90 Meter meliputi daerah bantaran
Sungai Labuan dan tepi sungai yang dimanfaatkan sebagai tegalan atau
ladang perkebunan masyarakat.
B = berat sirtu per satuan volume yang sesuai atau metrik ton
Dari hasil penggabungan data ini dapat diperkirakan sumber daya sirtu
daerah penyelidikan, sebagai berikut :
Berdasarkan debit air sungai rata – rata 5.668 M3/ detik atau 489.681,129 M3/hari
dan pada lokasi pengamatan mempunyai debit sedimen rata-rata 3,506 ton/ hari dan
berat jenis dari pasir adalah 3500 kg/ M3 sehingga sedimentasi di sungai Labuan
setiap harinya adalah 3,5 x 3,506 = 8,771 M3/ Hari/ Ha tetapi pada musim penghujan
debit air sedimen tersebut meningkat sehingga jumlah sedimen tersuspensi setiap
Bulannya adalah = 30 x 8,771 x 10 = 2.631,3 M3/ bulan dan untuk lima tahun
material tersuspensi adalah = 2.631,3 M3 x 12 x 5 = 157.878 M3
Sehingga sumber daya terukur dan terunjuk Blok Prospek Tambang = 157.878
M3 + 350.000 M3 = 507.878 M3
4.2.4. Cadangan
Berdasarkan data luas serta ketebalan lapisan batuan yang mengandung
pasir dan batu (sirtu) di atas, dari hasil penggabungan data di atas dapat, maka
dapat diperkirakan sumber daya sirtu daerah penelitian, sebagai berikut :
Sumber daya sirtu dengan daerah pengaruh sampai 100 meter (sumberdaya
terukur ), yaitu sebesar 507.878 M3, untuk wilayah IUP PT. Tri Remethana
Labuan cadangan dan sumber daya dianggap sama yaitu 507.878 M3
Tabel 4.2. Perhitungan Total Sumber Daya dan Cadangan Sirtu Di Daerah
Penyelidikan
Sumber Daya
Lokasi Luas Cadangan Terkira
Terunjuk
Sungai 10 ha 507.878 M3 507.878 M3
Labuan
BAB V
KESIMPULAN