I. TUJUAN PRAKTIKUM
Penggunaan tanaman obat sebagai bahan baku obat dalam dunia kesehatan
semakin berkembang, beberapa produk tumbuhan obat yang beredar dipasaran
yaitu tumbuhan obat dalam bentuk simplisia dan jamu. Simplisia merupakan
bentuk kering dari tumbuh obat, dimana bentuk, aroma, rasa masih tampak seperti
aslinya, karena simplisia merupakan usaha pengawetan tumbuhan obat dengan
cara menurunkan kadar airnya sehingga komponen kimia yang dikandung
tanaman obat tersebut tidak berubah selama waktu penyimpanan sebelum obat
tersebut dikonsumsi. Tumbuhan obat dalam bentuk jamu biasanya sediaan obat
dalam bentuk serbuk, dimana bentuk, aroma, rasa pada tumbuhan obat sulit
dikenali karena selain bentuknya yang seperti serbuk biasanya sediaan obat dalam
bentuk jamu terdiri dari beberapa jenis tumbuhan obat yang diracik dengan tujuan
penggunaan untuk beberapa jenis penyakit (Pramono, 2002).
Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang dibuat dari tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut
secara turun-menurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman (Hermanto, 2007). Jamu harus memenuhi kriteria aman sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data
empiris dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku (Frans,2007). Berbeda
dengan obat-obatan modern, standar mutu untuk jamu didasarkan pada bahan
baku dan produk akhir yang pada umumnya belum memiliki baku standar yang
sesuai dengan persyaratan. Simplisia nabati, hewani dan pelican yang
dipergunakan sebagai bahan untuk memperoleh minyak atsiri, alkaloid, glikosida
atau zat berkhasiat lainnya, tidak perlu memenuhi persyaratan yang tertera pada
monografi yang bersangkutan. Identifikasi simplisia dapat dilakukan berdasarkan
uraian mikroskopik serta identifikasi kimia berdasarkan kandungan senyawa yang
terdapat didalamnya (Depkes RI,1995).
Pemeriksaan mutu yang baik pada prinsipnya mampu mengidentifikasi
kembali simplisia dalam ramuan jamu dan menetapkan jumlah simplisia tersebut.
Apabila jenis simplisia dalam ramuan tidak bisa ditelusuri kembali, maka
komposisi jamu tidak sesuai dengan komposisi yang didaftarkan (Depkes RI,
1987). Berdasarkan jurnal, salah satu pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi
pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan makroskopik
merupakan pemeriksaan organoleptik (Azizah, 2014).
Pemeriksaan mikroskopik meliputi anatomi simplisia yang memiliki
karakteristik tersendiri dan merupakan pemeriksaan spesifik penyusun suatu
simplisia ataupun haksel. Ciri khas dari masing-masing organ batang, akar dan
rimpang umumnya memiliki jaringan penyususn primer yang hampir sama yaitu
epidermis, korteks dan endodermis, jari-jari empulur dan bentuk berkas
pengangkutnya. Tipe berkas pengangkut umumnya mengacu pada kelas
tumbuhan seperti monokotil yang memiliki tipe berkas pengangkut terpusat
(konsentris) dan pada dikotil tersebar (kolateral). Sedangkan jaringan sekunder
pada organ batang, akar dan rimpang berupa periderm dan ritidorm. Rambut
penutup dan stomata merupakan ciri spesifik dari bagian daun serta tipe sel
idioblas seringkali menunjukkan ciri spesifik suatu tumbuhan (Soegiharjo, 2013)
Pinggir
kecoklatan, Aroma khas Sedikit Kasar
tengah putih jahe pedas berserabut
kecoklatan
Uji Mikroskopik
Mikroskopik Curcuma longa Literatur
Rhizoma (Rimpang kunyit)
Keterangan:
1. Berkas pengangkut
2. Sel parenkim
b. Pembahasan
Pada praktikum ini, pengujian yang di lakukan yaitu secara kualitatif obat
tradisional jamu, yang dipergunakan untuk mengidentifikasi atau menganalisis jenis
bahan baku dari suatu simplisia baik dari jenis tumbuhan maupun hewan. Di dalam
pemeriksaan kualitatif ini, meliputi analisis sebagai berikut :
1. Pengujian organolepik yaitu untuk mengetahui kekhususan warna, bau dan rasa
dari simplisia yang diuji.
2. Pengujian makroskopik yaitu pengujian yang dilakukan dengan menggunakan
kaca pembesar atau dengan indera. Fungsinya untuk mencari kekhususan
morfologi ukuran dan bentuk simplisia yang diuji.
3. Pengujian mikroskopik yaitu pengujian yang dilakukan dengan menggunakan
mikroskop dengan pembesar tertentu yang disesuaikan dengan keperluan simplisia
yang diuji dapat berupa sayatan melintang, radial, paradermal maupun membujur
atau berupa serbuk. Fungsinya untuk mengetahui unsur-unsur anatomi jaringan
yang khas dari simplisia (Dharma, 1985).
Pemerian rimpang jahe agak pipih, bagian ujung bercabang pendek, warna
putih kekuningan, bau khas, rasa pedas. Bentuk bundar telur terbalik, pada setiap
cabang terdapat parut melekuk ke dalam. Dalam bentuk potongan, panjang umumnya
3-4cm, tebal 1-6,5mm. Bagian luar berwarna cokelat kekuningan, beralur memanjang,
kadang-kadang terdapat serat bebas. Bekas patahan pendek dan berserat menonjol.
Pada irisan melintang terdapat berturut-turut korteks sempit yang tebalnya lebih
kurang sepertiga jari-jari dan endodermis. Berkas pengangkut tersebar berwarna
kelabu. Sel kelenjar berupa titik yang lebih kecil berwarna kekuningan (Depkes RI,
2008).
Aroma atau bau khas yang timbul dari oleoresin jahe berasal dari senyawa
zingiberen dan zingiberol. Pada sampel praktikum memiliki aroma khas sama seperti
oleoresin dari jahe, sampel serbuk jamu dapat diidentifikasi terbuat dari jahe dan telah
sesuai dengan ciri dalam litertur (Bustan, et all. 2008). Rasa dominan pedas pada jahe
disebabkan oleh senyawa keton yang bernama zingeron. Zingeron didefinisikan
sebagai komponen zat yang mempunyai rasa pedas dan bau harum. Pada pengujian
organoleptik dari rasa, sampel serbuk memiliki rasa yang pedas seperti zingeron pada
jahe, maka sampel serbuk diidentifikasi sebagai sampel jamu dari jahe karena
memiliki rasa pedas zingeron jahe (Astuthi, et all., 2012).
Artini, P. E. U. D., K. Astuti & N. K. Warditiani. 2013. Uji Fitokimia Ekstrak Etil
Asetat Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Jurnal Farmasi Udayana.
2 (4) : 1- 10.
Astuthi Made Mika Mega, Ketut Sumiartha, I Wayan Susila, Gusti Ngurah Alit
Susanta Wirya, dan I Putu Sudiarta. 2012. Efikasi Minyak Atsiri Tanaman
Cengkeh (Syzygium Aromaticum (L.) Meer. & Perry), Pala (Myristica Fragrans
Houtt), dan Jahe (Zingiber Officinale Rosc.) terhadap Mortalitas Ulat Bulu
Gempinis dari Famili Lymantriid. J. Agric. Sci. and Biotechno.1(1): 18-22.
Ayustaningwarno, F. 2014. Teknologi Pangan : Teori Praktis dan Aplikasi .
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Azizah, D. N., K. Endang & F. Fahrauk. 2014. Penetapan Kadar Flavonoid Metode
AlCl3 Pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.). Jurnal
Ilmiah Farmasi. 2 (2) : 45-49.
Bustan, Ria Febriyani dan Halomoan Pakpahan. 2008. Pengaruh Waktu Ekstraksi dan
Ukuran Partikel terhadap Berat Oleoresin Jahe Yang Diperoleh dalam Berbagai
Jumlah Pelarut Organik (Methanol). Jurnal Teknik Kimia. 15(4): 21-24.
Depkes RI, 1987, Analisis Obat Tradisional Jilid I, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Depkes RI, 1995, Materia Medika Indonesia Jilid VI, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Dharma, A.P. 1985. Tanaman Obat Tradisional Indonesia. Jakarta : PN Balai Pustaka.
Pramono, E., 2002, The Comercial use of traditional knowledge and medicinal plants
in Indonesia. Paper Submitted for Multistakeholder Dialogue on Trade,
Intelectual Property and Biological resources in Asia, BRAC Centre for
Development Management, Ranjendrapur, Bangladesh.