Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN JURNAL INOVASI SEFT TERAPI

PADA PASIEN POST OPERASI CHOLELITIASIS


DI RUANG EDELWEIS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARGONO
SOEKARJO PURWOKERTO
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Oleh :
DHIMAS ANGGIT PRASETYO
1811040075

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XII


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018
A. PENDAHULUAN
1) Latar Belakang
Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam
kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-
duanya (Wibowo et al., 2002). Kolelitiasis merupakan masalah
kesehatan yang penting di negara Barat, sedangkan di Indonesia
kolelitiasis baru mendapatkan perhatian (Lesmana, 2009).
Diperkirakan lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat menderita
kolelitiasis (Ko dan Lee, 2009. Kolelitiasis juga merupakan penyakit tersering
dan termahal dari seluruh penyakit digestif di Amerika Serikat, setiap tahun,
sekitar 1 juta orang dirawat dan 700.000 orang menjalani kolesistektomi (Corte
et al., 2008). Sekitar 2% dari dana kesehatan Amerika Serikat dihabiskan untuk
penyakit kolelitiasis dan komplikasinya (Kumar et al., 2007).

Di Negara Asia prevalensi kolelitiasis berkisar antara 3% sampai


10%. Berdasarkan data terakhir prevalensi kolelitiasis di Negara Jepang
sekitar 3,2 %, China 10,7%, India Utara 7,1%, dan Taiwan 5,0% (Chang
et al., 2013). Angka kejadian kolelitiasis dan penyakit saluran empedu
di Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka negara lain di Asia
Tenggara (Wibowo et al., 2002). Di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan pada tahun 2010-2011 didapatkan 101 kasus kolelitiasis yang
dirawat (Girsang JH, 2011).
Penatalaksaan yang diberikan untuk pasien kolelitiasis harus
mempertimbangkan keadaan dan gejala yang dialami pasien (Ko dan
Lee, 2009) . Tatalaksana kolelitiasis dapat berupa terapi non bedah dan
bedah. Terapi non bedah dapat berupa lisis batu yaitu dengan sediaan
garam empedu kolelitolitik, dan pengeluaran secara endoskopik.
Sedangkan terapi bedah dapat berupa kolesistektomi (Wibowo et al.,
2002).
Kolesistektomi tidak hanya menyebabkan proses penyembuhan
akan tetapi juga meninggalkan efek samping yaitu nyeri pada pasien.
Pasien dengan pembedahan akan mengalami berbagai problem,
problem yang sering dialami pasien pembedahan yaitu nyeri, nyeri
dapat terjadi karena trauma mekanik yang terjadi akibat benturan,
gesekan atau luka. Nyeri akan bertambah dengan adanya prosedur
pembedahan. Nyeri pada pasien jika tidak diatasi akan menyebabkan
stressor seperti kecemasan yang pada akhirnya dapat mengganggu
istirahat dan proses penyembuhan penyakit. Oleh karena itu, nyeri perlu
diatasi agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut serta dapat menggangu
pasien dan dapat membantu proses penyembuhan pasien.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri pada pasien


pembedahan seperti terapi farmokologis dan nonfarmakologis.
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dilakukan untuk
mengatasi nyeri yaitu pembidaian, kompres dingin, relaksasi nafas
dalam, distraksi, imobilisasi dan akupresure. Metode penanganan non
farmokologis yang dapat dilakukan perawat adalah dengan terapi es dan
panas, stimulasi saraf listrik transkutaneus (TENS), akupuntur,
akupresure, pemberian informasi, distraksi, imajinasi terbimbing, terapi
kogitif, dan hipnotis. Teknik relaksasi yang sering digunakan dan mudah
untuk digunakan oleh perawat adalah SEFT terapi. Spiritual Emosional
Freedom Technique (SEFT) merupakan suatu terapi Psikologi yang
pertama kali ditujukan untuk melengkapi alat psikoterapi yang sudah
ada. SEFT adalah salah satu varian dari cabang ilmu baru yang dinamai
Energy Psychology. Selain itu, SEFT adalah gabungan antara Spiritual
power dan Energy Psychology (Zainuddin, 2012).

Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) bekerja dengan


prinsip yang kurang lebih sama dengan akupuntur dan akupressur.
Ketiga teknik ini berusaha merangsang titik-titik kunci di sepanjang 12
jalur energi (energi meridian) tubuh yang sangat berpengaruh pada
kesehatan kita (Zainuddin, 2012).
B. Metode
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang
mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai dilepaskan
kedalam usus. Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di
dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada
kedua-duanya (Wibowo et al., 2002).
Ny.S usia 31 tahun dengan kasus kolelitiasis mengeluh nyeri pada
perut dengan skala 8, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri sebelum
tindakan pembedahan dan ketika sesudah dilakukan tindakan
pembedahan cholelitectomy pasien terlihat memegangi perutnya dan
meringis kesakitan ketika bergerak. TD 140/95 mmHg, N 95x/menit,
RR 23x/menit, suhu 36°C. Hasil Laboratorium Hb H 15,9 g/dL, Eritrosit
5,5 10ʌuL, Eosinofil L 0,6 %, Batang L 0,2 %, Granulosit H 5450,9 /
uL, GDS 89 mq/dL, kreatinin darah 0,86 mq/dL. sehingga dari
pengkajian diatas dapat ditarik diagnosa nyeri akut berhubungan dengan
agen injuri fisik (prosedur pembedahan). Fokus tindakan yang
dilakukan untuk mengatasi nyeri pada pasien dilakukan dengan teknik
non farmaklogis yaitu teknik seft terapi. Pasien sebelumnya tidak pernah
dirawat dirumah sakit.
Analisa Data

Data objekyif dan subjktif Etiologi Penyebab


Ds : pasien mengatakan nyeri Agen injuri fisik Nyeri akut
(pembedahan)
di bagian perutnya dengan
skala 8, nyeri seperti ditusuk-
tusuk, nyeri agak berkurang
ketika kakinya ditekuk,
nyerinya hilang timbul.

Do : Pasien terlihat
memegangi perutnya ketika
nyeri, TD : 140/95 mmHg, N
95x/menit, RR 20x/menit,
suhu 36 °C.

Diagnosa keperawatan yang muncul

1. Nyeri akut b.d Agen Injuri Fisik (pembedahan)


Rencana Asuhan Keperawatan
No Hari/tanggal Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
1 Rabu, 28 Nyeri akut Tujuan : Setelah NIC : - untuk
November b.d agen dilakukan Managemen mengetahui
2018 injuri fisik tindakan Nyeri tingkat nyeri
(pembedahan keperawatan -Lakukan pada pasien
) diharapkan nyeri pengkajian - untuk
dapat berkurang nyeri secara mengurangi
dengan kriteria komprehensif nyeri
hasil : -Gunakan - untuk
NOC : Kontrol komunikasi memonitor
Nyeri teraupetik nyeri dan
1. Mengenali untuk menangani
kapan nyeri mengkaji nyeri pada
terjadi 2/5 nyeri pasien
2. Menggambar -Mengajarkan
kan faktor teknik
penyebab 2/5 nonfarmakolo
3. Melaporkan gis untuk
nyeri mengatasi
terkontrol 2/5 nyeri
-Kolaborasi
pemberian
obat analgetik
-Monitor
tanda tanda
vital
Implementasi

Diagnosa Hari/tanggal Implementasi Respon

No
1 Nyeri akut b.d Rabu, 28 - Melakukan - Pasien
agen injuri fisik November pengkajian nyeri mengatakan
2018 secara nyeri
komprehensif berkurang
- Mengajarkan setelah
teknik dilakukan
nonfarmakologis tindakan
(seft terapi) seft terapi
- Pemberian Obat
analgetik
- Mengkaji tanda-
tanda vital
2 Nyeri akut b.d Kamis, 29 - Menggunakan - Pasien
agen injuri fisik November komunikasi mengatakan
2018 teraupetik untuk nyeri
mengevaluasi berkurang
nyeri - Pasien
- Mengevaluasi mengatakan
seft terapi sudah bisa
- Berkolaborasi melakukan
pemberian obat seft terapi
analgetik sendiri
- Mengkaji tanda-
tanda vital
3 Nyeri akut b.d Jum’at, 30 - Mengevaluasi - Pasien
agen injuri fisik November seft terapi mengatakan
2018 - Mengkaji nyeri nyeri
secara berkurang
komprehensif
- Pembeian obat
analgetik
- Mengkaji tanda-
tanda vital

C. Hasil
Berdasarkan hasil data implementasi mengajarkan reaksasi akupresure pada
Ny. S dengan masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen injuri
fisik (pembedahan) yang dilakukan dalam waktu 3 kali sehari selama 10-15 menit
selama 3 hari berturut-turut menunjukan bahwa terapi SEFT yang dilakukan secara
teratur dapat menurunkan rasa nyeri pasien mengatakan setelah diajarkan seft terapi
rasa nyerinya mulai berkurang. Tabel hasil observasi setelah dilaukan tindakan seft
terapi :

No Hari/tanggal Dx Keperawatan Implementasi Respon Pasien


1 Rabu, 28 Nyeri akut - Melakukan Sebelum tindakan Sesudah tindakan
November berhubungan pengkajian nyeri TD 140/95 TD 140/90

2018 dengan agen secara komprehensif mmHg, N 95x/m, mmHg, N 90x/m.


RR 23x/m, RR 21x/m
injuri fisik - Mengajarkan teknik
- Skala nyeri 8 - Skala nyeri 7
(pembedahan) nonfarmakologis
- Pasien masih - Pasien
(seft terapi)
mengatakan mengatakan
- Pemberian Obat
nyeri masih terasa
analgetik nyeri
- Mengkaji tanda-
tanda vital
Kamis, 29 - Melakukan TD 130/80 TD 140/95
November pengkajian nyeri mmHg, N 92x/m, mmHg, N 90x/m,
2018 secara komprehensif RR 20x/m, RR 20x/m,
- Skala nyeri 7 - Skala nyeri 6
- Mengajarkan teknik
- Pasien masih Pasien masih
nonfarmakologis
mengatakan mengatakan nyeri
(seft terapi)
nyeri
- Pemberian Obat
analgetik
- Mengkaji tanda-
tanda vital
- Melakukan TD 120/80 TD 120/80
pengkajian nyeri mmHg, N 86x/m, mmHg, N 83x/m,
secara komprehensif RR 20x/m, RR 20x/m,
- Skala nyeri 6 - Skala nyeri 4
- Mengajarkan teknik
Pasien masih Pasien masih
nonfarmakologis
mengatakan nyeri mengatakan nyeri
(seft terapi)
- Pemberian Obat
analgetik
- Mengkaji tanda-tanda
vital
D. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian kepada pasien dengan masalah penanganan


nyeri setelah di lakukan tindakan seft terapi selama 3 kali sehari dalam waktu 10-
15 menit dapat menurunkan rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien tersebut.

Dalam teori Potter & Perry (2005) menyatakan semakin matang usia

seseorang maka semakin matang pula perkembangan pola pikirnya terhadap nyeri

(mengatasi nyeri). Menurut Price (2005) mengatakan bahwa dari segi kepercayaan

masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan mampu mengontrol nyeri yang

dirasakan, hal ini akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa dalam

mempersepsikan nyeri. Dan juga dijelaskan oleh Hidayat (2006) yang menyatakan

bahwa nyeri merupakan penilaian yang sangat subyektif yang dipengaruhi oleh

faktor usia, jenis kelamin, lingkungan dan pengalaman.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zakiyyah (2013) menyatakan terdapat

beberapa responden yang mengalami nyeri ringan ataupun nyeri sedang setelah

diberikan seft terapi, ada yang mengalami penurunan dan ada yang masih

mengalami intensitas nyeri yang sama akan tetapi mengalami perubahan pada

skala intervalnya, yaitu 47 responden yang mengalami nyeri ringan dengan skala

nyeri 3 sebelumnya menjadi nyeri dengan skala 1 sedangkan pada 22 responden

yang mengalami nyeri sedang sebelumnya dengan skala nyeri 6 berubah menjadi

skala nyeri 4, da nada responden yang mengalami nyeri berat sebanyak 5 orang

dengan skala 7 menjadi nyeri sedang dengan skala 5.

Spiritual Emosional Freedom Technique (SEFT) bekerja dengan prinsip

yang kurang lebih sama dengan akupuntur & akupressur. Ketiga teknik ini berusaha

merangsang titik-titik kunci di sepanjang 12 jalur energi (energi meridian) tubuh


yang sangat berpengaruh pada kesehatan kita (Zainuddin, 2012). Langkah-langkah

dalam SEFT mudah untuk dilakukan proses belajar sangat cepat dan tanpa prosedur

diagnosis yang rumit, hanya dengan menggunakan ketukan ringan pada 18 titik

kunci di sepanjang 12 energi tubuh, efek penyembuhan dapat langsung dirasakan

secara instant.

Menurut pendapat Potter (2005), untuk mengatasi nyeri tingkat ringan atau

sedang lebih baik menggunakan manajemen nyeri non farmakologis. Manajemen

nyeri non farmakologis lebih aman digunakan karena tidak menimbulkan efek

samping yang seperti obat-obatan, karena terapi non farmakologis menggunakan

proses fisiologis. Perubahan skala nyeri yang dialami setelah melakukan terapi

Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT), dari yang semula mayoritas

mengalami nyeri ringan, menjadi tidak nyeri, merupakan bukti bahwa terapi ini

cocok digunakan untuk menangani nyeri dismenorea yang seringkali dialami oleh

sebagian besar remaja. Dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan pereda nyeri

yang biasanya dikonsumsi setiap merasakan nyeri haid. Dikarenakan seberapa pun

aman dan tanpa efek samping, tetapi bila dikonsumsi terus menerus, akan

menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Selain itu, yang paling parah dan

mengerikan adalah dampak mental psikologis yang membuat penderitanya

tersugesti dan tidak melepaskan diri dari obat-obatan.

Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) menggunakan

teknik yang aman, mudah, cepat, dan sederhana, bahkan tanpa risiko, karena tidak

menggunakan alat atau jarum. Hanya dengan jari telunjuk dan jari tengah kita yang

di ketuk ketukkan ringan di beberapa titik meridian tubuh. Selain itu, dengan
melibatkan Tuhan dalam proses energi psikologi ini menjadikan SEFT mengalami

amplfying effect sehingga spektrum masalah yang dapat diatasi juga jauh lebih luas

meliputi fisik dan emosi, kesuksesan diri, kebahagiaan hati dan menjadikan jalan

menuju personal greatness (kemuliaan diri) (Zainuddin, 2012.)

Dengan melakukan terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT),

masalah emosi maupun masalah fisik yang dialami oleh seseorang misalnya

dismenorea maka tingkat nyeri yang dirasakan akan berkurang, bahkan akan hilang

dalam waktu yang singkat. Hal ini dikarenakan Spiritual Emotional Freedom

Technique (SEFT) lebih menekankan pada unsur spiritualitas (doa) dan sistem

energi tubuh dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu

pada tubuh. Selain sistem energi tubuh terdapat pula metode relaksasi dengan

melibatkan faktor keyakinan pasien yang diyakini dapat mengurangi nyeri yang

dirasakan.

Perawat sebagai komponen tim kesehatan berperan penting untuk mengatasi


nyeri pasien. Ketika melakukan intervensi untuk mengatasi nyeri, mengevaluasi
keefektifan obat dan berperan sebagai advocate pasien ketika intervensi untuk
mengatasi nyeri menjadi tidak efektif atau ketika pasien tidak dapat berfungsi
secara adekuat (Black & Hawk, 2005). dengan penuh perhatian, mengkaji intensitas
nyeri dan distress, merencanakan perawatan, memberikan edukasi tentang nyeri,
meningkatkan penggunaan teknik nyeri nonfarmakologi dan mengevaluasi hasil
yang dicapai adalah tanggung jawab Perawat.

Manajemen nyeri meliputi pemberian terapi analgesik dan terapi


nonfarmakologi berupa intervensi perilaku kognitif seperti teknik relaksasi, terapi
musik, imaginary dan biofeedback (Potter & Perry, 2005; Lemone & Burke, 2008;
dalam Smeltzer et al, 2008). Management nyeri ini menggunakan pendekatan
multidisiplin non farmakologikal dan psikologikal. Upaya-upaya tersebut antara
lain relaksasi, distraksi, massage, guided imaginary dan lain sebagainya. Bruner &
Suddart (2013) menyatakan bahwa bahwa tehnik relaksasi latihan autogenik sanagt
efektif dalam mengatasi nyeri, termasuk pada pasien dengan abdominal pain.

E. Kesimpulan
1. SEFT terapi dapat mempengaruhi penurunan skala nyeri dari tingkat
nyeri berat, sedang menjadi ringan.
2. Tingkat nyeri setelah di ajarkan seft terapi secara rutin berada pada
tingkat nyeri ringan dan sedang.
3. Sebelum dilakukan SEFT terapi tingkat nyeri berada pada tingkat
sedang dan berat.

Anda mungkin juga menyukai