Anda di halaman 1dari 15

SBI: Sekolah Bertarif Internasional

Suatu ketika di sebuah sekolah negeri "Entah Dimana", seorang ibu guru memberi
tahu kepada anak didiknya bahwa sekolah mereka akan berubah status menjadi sekolah SBI.
"Anak-anak, ada kabar gembira untuk kita semua. Tidak lama lagi Sekolah kita akan
menjadi sekolah SBI (Sekolah Bertaraf Internasional).
Nah, untuk menyambut hal ini, saya mau tanya apa yang akan kalian siapkan? Tanya
sang guru. "Joni, apa yang akan kamu lakukan untuk menyambut ini?" Tanya guru tersebut
lebih lanjut. Dengan sigap si Joni pun menjawab pertanyaan guru “Belajar bahasa Inggris
agar mampu berbicara bahasa Inggris bu" jawab joni. "Bagus sekali. Kalau kamu, Jono?"
tanya guru kepada Jono. "Harus siapkan uang, Pak” Jawab Jono. "Lho kok uang?" Tanya
guru lebih lanjut "Ya Pak. Soalnya kalau sekolah kita statusnya sudah SBI, pasti bayarnya
lebih mahal. Masa sih bayarnya sama kayak sekolah biasa? Udah gitu, pasti nanti diminta
iuran untuk ini itu" Jelas Jono lebih lanjut. "Jawabanmu kok sinis sekali? Begini lho, kalau
sekolah kita bertaraf internasional artinya sekolah kita itu setara dengan sekolah luar negeri.
Jadi, kalian seperti sekolah di luar negeri" Sang guru melanjutkan penjelasannya. "Tapi Pak,
kalau menurut saya, SBI itu bukan Sekolah Bertaraf Internasional, tapi Sekolah Bertarif
Internasional." Jono juga melanjutkan penjelasannya. Akhirnya ibu guru tersebut
kebingungan membalas kata-kata Jono dan langsung membahas materi pelajaran. Sebagai
informasi tambahan, Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) sekarang ini sudah dibubarkan
oleh MK.
Beras Warisan Sang Istri
Lebih dari empat puluh tahun hidup berdua dengan sang istri, Bardhono masih saja penasaran
dengan satu rahasia yang disimpan rapat oleh istrinya. Rahasia itu dalam bentuk sebuah peti
besi yang terkunci dan ditaruh di kolong tempat tidur selama berpuluh-puluh tahun. Hingga
akhirnya sekarang istrinya sedang tergolek sakit, dan Bardhono pun duduk di sampingnya
sambil mengelus-elus tangannya.
Karena masih penasaran dengan rahasia itu, maka Bardhono bertanya, “Istriku, maukah kau
menceritakan rahasia isi peti besi di kolong tempat tidur ini?”
“Mas, maukah kau berjanji akan memaafkan aku setelah tahu rahasiaku itu?” pinta sang Istri.
“Tentu dik, aku akan memaafkan kamu,” jawab Bardhono spontan.
“Bukalah peti itu,” kata istrinya sambil menyerahkan sebuah anak kunci.
Bardhono pun segera menarik peti dari kolong tempat tidur. Sedikit terkejut, karena dalam
peti itu dilihatnya empat kaleng beras dan setumpuk uang berjumlah satu juta rupiah.
Lalu dengan suara terbata-bata istrinya berkata, “Mas… saya minta maaf, selama kita hidup
sebagai suami istri, saya tidak sepenuhnya setia padamu. Setiap kali saya melakukan
selingkuh, saya taruh sekaleng beras ke dalam peti itu.
Terharu dengan pengakuan istrinya, Bardhono pun menjawab, “Istriku, aku pun minta maaf.
Selama ini aku pun tidak setia padamu. Terutama saat kau hamil dulu. Kamu cuma empat
kali, sedangkan aku lebih banyak dari itu, jadi sekarang kita anggap saja seri.”
Bardhono terdiam sejenak dan lalu bertanya dengan penuh perasaan pingin tahu, “Tapi
omong-omong uang yang satu juta rupiah itu untuk apa?”
“Ooo…. dulu kalau petinya sudah mulai penuh beras, maka beras itu saya jual, dan uang
itulah hasilnya,” kata istrinya.
Bardhono, “???”
Anggota DPR dan Burung Beo

Dalam sebuah sesi istrahat, seorang anggota DPR terlihat sedang duduk bersantai dengan
temannya sesama anggota DPR. Untuk mengisi waktu, seorang anggota DPR pun membuka
memulai percakapan.
Anggota DPR berkata bahwa, "Saya punya burung beo yang sudah diajarkan dua bahasa
sekaligus, dan burung beo tadi bisa menirukannya dengan sangat baik, satu bahasa Inggris
dan lainnya bahasa Belanda. Jadi kalau kaki kanannya ditarik, burung beo akan bicara
bahasa Inggris dan kalau kaki kirinya yang ditarik burung beo akan bicara bahasa Belanda,
hebatkan!
"Anggota DPR 2: "Wah, hebat banget!"
"Bagaimana jika kedua kakinya ditarik?" Tanya anggota DPR 1
"Wah pasti burung beo tadi bisa dua bahasa sekaligus!" Jawab anggota DPR 2
"Salah"
"Oh mungkin dua bahasa tadi saling bercampur aduk!"
"Salah"
"Atau mungkin salah satu katanya akan ketukar, satu bahasa Inggris dan kata kedua bahasa
Belanda"
"Salah"
"Loh, jadi gimana dong?"
"Yang jelas kalau dua kakinya ditarik burung beonya pasti jatuh dari sarangnya, dasar
bego!"
"Eh jangan ngeledek yah, gini gini gua juga anggota DPR sama seperti kamu, masa lu bilang
bego!"
"DPR bego, DPR bego, DPR bego!" Suara burung beo terdengar berulang-ulang.
Mencuri Sandal

Di suatu pagi, Angga lagi asyik menyantap soto di warung makan favoritnya. Seusai merasa
kenyang, Angga langsung berdiri dan bergegas pulang.

Di tengah tengah berpergian untuk pulang, Angga tertimpa musibah berupa kecelakaan
karena kena serempet sepeda motor yang lagi ugal-ugalan. Akibat kecelakaan itu, akhirnya
putus sandal Angga.

Secara terpaksa Angga berjalan kaki dengan tidak disertai memakai sandal. Dikarenakan
jarak rumahnya yang jauh, akhirnya dia memilih mau berkunjung ke toko terdekat buat

Karena jumlah uang tak cukup, Angga akhirnya memiliki niatan buat menggosop sanda di
masjid yang lokasinya cuma beberapa meter dari toko sandal tersebut. Angga akan
menggosop sandal paling bagus yang terdapat di masjid tersebut.

Dengan duduk di teras masjid, ia sambil juga melihat tiap orang yang akan memasuki ke
masjid. Sehingga nantinya saat incarannya sedang sibuketika targetnya sibuk beribadah ia
segera mengambil sandal tersebut.

Ternyata aksinya berlangsung dengan tanpa adanya hambatan, Angg sukses memperoleh
sandal yang warnanya hitam dan merupakan sandal yang paling bagus dari masjid itu. Tidak
terduga, si pemilik mengetahui kalau Angga sudah menggosop sandalnya.

Langsung saja, secara spontan si empunya berteriak dan mengejar Arya. Malang betul si
Angga, perutnya yang buncit bikin dia tak mampu untuk lari kencang. Angga pun akhirnya di
tangkap dan di bawa ke kantor polisi.

Seusai dilaksanakan penyelidikan, Angga di jatuhi hukuman disertai pasal pencurian, lalu
kasusnya akan disidangkan satu minggu kembali. Malang banget si Angga, cuma perkara
sepele saja bisa bikin dia dibawa di hadapan meja hijau.

Akhirnya tiba juga Hari persidangan, Angga berada di kursi tersangka disertai muka yang
tertunduk.

Hakim : “Baiklah, Angga, umur 23 tahun, sudah terbukti ketahuan mencuri sandal yang
berharga 30.000 rupiah. Oleh sebab itu, anda akan dikenai hukuman untuk 5 tahun penjara.”

Angga : “looh?! Pak, ini tak adil bagi saya, kenapa hukuman saya sangat lebih berat daripada
dengan para koruptor ?”

Lalu hakim menjelaskan ke si Angga, bahwa ia mencuri sendal, maka dia merugikan
seseorang dengan nilai 30.000 rupiah saja. Sementara para koruptor melakukan korupsi duit 2
miliar, maka ia sama saja merugikan 200 juta rakyat Indonesia.

Nah jika dihitung-hitung, koruptor cuma bikin rugi 10 rupiah saja masing masing orang.
Sehingga kerugian karena aksi yang dikerjakan oleh Arya lebih gede dibandingkan aksi yang
dikerjakan oleh para koruptor.
‘Ujung – Ujungnya Duit’

Di suatu kelas tengah berlangsung pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Terlihat sang


guru tengah menerangkan dengan semangat.

“Seperti yang dulu pernah diterangkan sewaktu SMP, Undang-Undang Dasar kita telah
berubah beberapa kali mengikuti kondisi masyarakat Indonesia di zamannya. Namun, meski
begitu, UUD 1945 tetap menjadi acuan semua peraturan yang berlaku di Indonesia dari dulu
hingga sekarang. Dengan kata lain, semua peraturan di Indonesia diatur dalam UUD 1945.”,
sang guru memandang ke sekeliling kelas, nampak seorang murid tertidur di bangku
belakang.

“Tono, coba kamu jelaskan tentang perubahan UUD selama ini dan apa yang dimaksud
semua peraturan diatur dalam UUD!”, sang guru setengah berteriak membangunkan.

Yang dimaksud Tono terbangun karena sikutan teman sebangkunya, “Saya, Pak?”, jawabnya
masih setengah tertidur.

“Iya coba kamu jelaskan tentang perubahan UUD selama ini dan apa yang dimaksud semua
peraturan diatur dalam UUD!”, sang guru mengulangi pertanyaannya.

“Saya tidak tahu pak tentang perubahan UUD.”,jawabnya asal. “Tapi saya bisa jelaskan
mengapa semua peraturan diatur dalam UUD.”

“Maksud kamu? Coba jelaskan!”

“Kenapa semua peraturan diatur dalam UUD ya karena semua peraturan di Indonesia UUD
alias ujung-ujungnya duit.”

Sontak suasana kelas pun menjadi ramai. Seluruh penghuni kelas tersebut, tak terkecuali sang
guru tertawa mendengar celetukan Tono.
Seleksi Karyawan
Anda sedang menseleksi calon karyawan baru?? Ada segudang pertanyaan yang dapat
diajukan untuk mengetahui cara berfikir dan wawasan mereka. Salah satu contoh pertanyaan
yang dapat diajukan. Untuk test bagi calon karyawan sebagai berikut.

Seorang manager HRD sedang menyaring pelamar untuk satu lowongan dikantornya. Setelah
membaca seluruh berkas lamaran yang masuk, dia menemukan 4 orang calon yang cocok.
Dia memutuskan memanggil ke-4 orang itu dan menanyakan 1 pertanyaan saja. Jawaban
mereka akan menjadi penentu apakah akan diterima atau tidak. Harinya tiba dan ke-4 orang
itu sudah duduk rapi di ruangan interview.
Si Manager lalu mengajukan 1 pertanyaan : “Setahu Anda, apa yang bergerak paling cepat?”
Kandidat I menjawab, “PIKIRAN”. Dia muncul begitu saja di dalam kepala, tanpa
peringatan, tanpa ancang-ancang. Tiba-tiba saja dia sudah ada. Pikiran adalah yang bergerak
paling cepat yang saya tahu”.
“Jawaban yang sangat bagus”, sahut si Manager. “Kalau menurut Anda?”,
tanyanya ke kandidat II.
“Hm….KEJAPAN MATA! Datangnya tidak bisa diperkirakan, dan tanpa kita sadari mata
kita sudah berkejap. Kejapan mata adalah yang bergerak paling cepat kalau menurut saya”.
”Bagus sekali! Dan memang ada ungkapan ’sekejap mata’ untuk menggambarkan betapa
cepatnya sesuatu terjadi”.
Si manager berpaling ke kandidat III, yang kelihatan berpikir keras.
“NYALA LAMPU adalah yang tercepat yang saya ketahui”, jawabnya, “Saya sering
menyalakan saklar di dalam rumah dan lampu yang di taman depan langsung saat itu juga
menyala” Si manager terkesan dengan jawaban.
Kandidat III. “Memang sulit mengalahkan kecepatan cahaya”, pujinya.
Dilirik oleh sang manager, kandidat IV menjawab, “Sudah jelas bahwa yang paling cepat itu
adalah DIARE”
“APA???!!!”, seru sang manager yang terkaget-kaget dengan jawaban yang tak terduga itu.
“Oh saya bisa menjelaskannya” , kata si kandidat. “Dua hari lalu kan perut saya mendadak
mules sekali.
Cepat-cepat saya berlari ke toilet. Tapi sebelum saya sempat BERPIKIR, MENGEJAPKAN
MATA atau MENYALAKAN LAMPU, saya sudah berak di celana”
Tentu saja kandidat terakhir yang diterima….
Kipas Angin Di Sekolah

Disekolah ternama disuatu kota yang terkenal dengan murid-muridnya yang pandai, sudah
terdapat fasilitas sekolah yang memadai yang dapat mendukung proses belajar mengajar.
Setiap ruang kelas sudah dilengkapi LCD, Kipas angin, lampu , bahkan ada wifi pula
(walaupun agak sedikit lemot) serta tentunya kipas angin yang bisa memberikan kesegaran di
kelas itu.

Disuatu siang hari yang panas, disekolah itu tepatnya di ruang kelas IPA 3, ada seorang anak
jurusan IPS bernama Anu yang sedang menerima pelajaran Bahasa Indonesia,( memang
kedengarannya membingungkan, ya tapi itulah kurikulum yang sedang diterapkan saat itu.)
Diruang itu udaranya sangat panas, untung saja ada kipas angin di kelas itu. Lalu Anu segera
menyalakannya. Saat tombolnya mulai diputar, kipas angin itu mulai bergerak, pelan-pelan
tapi pasti dan lama kelamaan bertambah kecepatannya, namun anehnya udaranya masih tetap
panas. Setelah dilihat dengan cermat, ternyata tidak ada udara yang berhembus dari kipas
angin itu. Hanya kipas anginnya saja yang memutar, sedangkan baling-balingnya tetap diam.
Suasana kelas menjadi gaduh seketika, murid-murid tertawa terbahak-bahak melihat hal itu.
Pelajaran bahasa Indonesia kembali berlangsung dan mereka hanya bisa pasrah sambil
berkipas-kipas ria dengan buku bahasa Indonesia.
Hukum Penjara Seumur Hidup untuk Pencuri Ikan
Ada seorang nelayan muda yang baru saja dijebloskan ke dalam penjara.
Pada hari pertama ia mendekam di penjara, napi sebelahnya menanyakan perihal kenapa ia
sampai dipenjara.
Napi : "Kamu masih muda kok sudah masuk penjara, kejahatan apa yang telah kamu
lakukan?"
Nelayan : "Saya hanya mencuri ikan"
Napi : "Terus kamu divonis berapa tahun?"
Nelayan : "Hanya divonis hukuman seumur hidup dengan masa percobaan 2 tahun."
Dengan rasa heran, si napi itu menanyakan lebih jauh lagi karena ini terbilang aneh
Napi : "Cuman mencuri ikan kamu bisa dihukum seberat ini? Memang ikan apa yang telah
kamu curi? Paus langka?"
Nelayan : "Begini, aku mencoba membom ikan di dalam waduk dengan sebuah detonator atau
bom kecil. Kemudian berhasil, ada 3 ekor ikan mengambang di permukaan air setelah alat
yang saya gunakan meledak"
Napi : "Wah kalau cuman itu harusnya beberapa hari saja, tidak sampai seumur hidup dong?!"
Nelayan : "Belum selesai, permasalahannya adalah setelah ikan yang mengapung, tak lama
kemudian ada 2 mayat penyelam yang ikut mengapung!"
Napi : "Wahahaha pantas saja kamu masuk penjara, ternyata tidak hanya ikan yang berhasil
kamu bom. Bahkan penyelam yang tak bedosa saja ikut terkena bom"

Gelak tawa mereka mulai mereda. Setelah perbincangan singkat mengenai perihal si nelayan
muda masuk penjara dan divonis seumur hidup mereka melanjutkan perbincangan dengan
pembahasan lain.
Aku Tidak Apa-Apa
Pada suatu malam yang mencekam, ada sorang kakek tunawisma yang berjalan di
jalan yang sepi dan hendak menyebrang jalan. Ia terlihat miskin, bisa dinilai dari banyu yang
ia kenakan compang camping. Namun baru satu langkah ia berjalan untuk menyebrang, tiba-
tiba saja ada sebuah mobil dengan cepat melintas di hadapannya. Sontak berteriak dengan
keras dan mulai menangis sesenggukan.
Mobil itupun berhenti, dan pengemudinya bergegas keluar menghampiri sang kakek
yang mungkin ia tabrak tadi. Penampilan pengemudi tersebut seperti orang kaya! Berjas hitam
dan tampak modis. Ia pun bertanya kepada si kakek, "Apakah saya baru saja menabrak
Anda?"
Dengan ramahnya sang Kakek menjawab, "Tidak nak tampan". Kemudian si pengendara
mobil bertanya sekali lagi. "Atau kakek sedang kelaparan dan mencoba memanggil bantuan
dengan car amenjerit dan menangis?". Si kakek menjawab kembali pertanyaan tersebut
dengan jawaban Tidak. Si pengemudi tentu kebingungan mendengar jawaban si kakek. "Lalu
apa yang membuat kakek menjerit dan menangis?"
Sembari berbalik badan hendak pergi meninggalkan si pengemudi, sang kakek menjawab
"Saat kamu melintas tadi, ban mobilmu sempat melindas kaki makanya aku menjerit!"
Budaya Menyerobot
Beberapa hari setelah hari raya idul fitri di sore hari. Yugi sedang mengobrol kesana
kemari dengan sang kakak ipar dan saudara yang berkunjung ke rumahnya. Suadara Yugi
menetap di Purwokerto, karena kebetulan sengaja berkunjung ke Jakarta untuk menikmati
sisa libur lebaran yang ia punya.
Kemudian obrolan mereka bertiga sampai pada pembahasan mengenai riak dan pernik
mudik saat lebaran. Ia bercerita mengenai betapa banyak pengemudi jalan raya tidak
mematuhi aturan lalu lintas yang ada. Contoh saja mengenai seringnya mengabaikan
keselamatan, misal satu sepeda dinaiki 5 orang. Juga aksi kebut-kebutan yang
membahayakan banyak orang.
Ia juga bercerita bahwa di Purwokerto kalai ada orang yang main serobot aja di lampu
merah di suasana lebaran, pasti ada yang mengatakan “Itu pasti pemudik dari Jakarta!”
Aksi serobot lampu merah ini memang seperti budaya sendiri di Jakara. Banyak
pengguna jalan yang kurang peduli pada rambu-rambu lalu lintas yang seharusnya ditaati.
Ada peluang sedikit saja, langsung main serobot, melanggar lalu lintas.
Tingginya angka kecelakaan di kala musim mudik ini memang disebabkan karena
budaya melanggar lalulintas.
Mengukur Kedalaman Banjir Memakai Badan
Banjir merupakan fenomena alam yang kerap terjadi di beberapa kota besar di
Indonesia khususnya ibu kota tercinta, Jakarta. Pada tahun 2015 kemarin menjadi berita
utama di berbagai media berita.
Banyak sekali yang meliput mengenai betapa memperihatikannya kondisi area yang
terkena banjir.
Namun dalam peliputan berita, para jurnalis kerap mengalami kesulitan dalam
melakukan pelaporan banjir besar yang melanda, karena orang Jakarta tidak mengukur
dengan satuan ‘centimeter’, ‘meter’, dan ‘inchi’. Tapi menggunakan ukuran sendiri, yaitu
dengan ukuran ‘mata kaki’, ‘dengkul’, ‘betis’, ‘pinggang’, bahkan ‘dada’!.
Apalah daya si jurnalis tersebut, mau tidak mau ia harus tetap melaporkan berita
sesuai pemikirannya.
Akhirnya liputan mengenai banjir tetap bisa terlaksana dengan baik dengan
menggunakan ukuran centimeter.
Antara Pencuri Sandal dan Koruptor

Di suatu persidangan, seorang hakim memutuskan untuk menjatuhkan hukuman 5 tahun


penjara terhadap Bagus, seorang pemuda berumur 23 tahun. Bagus terbukti bersalah mencuri
sepasang sandal di masjid.

Bagus: “Lho, Pak Hakim, sepasang sandal itu hanya berharga Rp 30.000 saja, mengapa saya
dihukum 5 tahun penjara? Sedangkan para koruptor lebih ringan hukumannya padahal uang
rakyat yang mereka curi jauh lebih banyak!”

Hakim: “Anda merugikan satu orang senilai Rp 30.000. Sedangkan koruptor merugikan 200
juta orang dengan korupsi sebanyak Rp 2 miliar. Jika dihitung-hitung, kerugian yang didapat
tiap orang hanya Rp 10.”

Bagus: “Lalu?”

Hakim: “Lalu apa lagi? Nilai tindakan Anda jauh lebih merugikan. Maka Anda saya hukumi
lebih berat dari koruptor!”

Bagus: (Pingsan)
Bersedekah

Alkisah, ada seorang pengemis tua yang sedang meminta-minta pada satu orang anak muda.
“Nak, sedekahnya, Nak,” kata pengemis tersebut.

Anak muda itu lalu mengambil uang sepuluh ribuan dari sakunya. “Kembalikan lima ribu ya,
Pak,” harapnya.

Bapak pengemis kemudian menjulurkan mangkuk yang berisi uang kembalian, “Ini, Nak,
kembaliannya.”

“Lho, Pak, kembaliannya kok tujuh ribu, banyak amat?” tanya si pemuda, heran.

“Oh, nggak apa-apa, Nak. Anggap saja saya sedekah.”


Negara yang Lucu

Dua orang sahabat lintas negara, Bagus dan Michael, sedang berbincang tentang kelucuan
sebuah negara.

Bagus: “Swiss itu negara yang lucu.”

Michael: “Mengapa?”

Bagus: “Sebab ia punya kementerian urusan angkatan laut, padahal mereka tak punya
wilayah laut!”

Sampai sini, kedua sahabat tergelak. Namun kemudian, Michael berhenti tertawa.

Michael: “Kalau begitu, negaramu lebih lucu.”

Bagus: “Lho, mengapa?”

Michael: “Sebab ia punya kementerian urusan keuangan, padahal kalian tak punya uang!”

Bagus: (Menutup muka karena malu)

Anda mungkin juga menyukai