Anda di halaman 1dari 5

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

KSM THT-KL
RSUD Dr. MOEWARDI

FEES (FLEXIBLE ENDOSCOPY EVALUATION OF SWALLOWING)


FEES (ICD 9 CM: 29.19)
1. Pengertian (Definisi) FEES merupakan teknik pemeriksaan untuk evaluasi proses
menelan dengan visualisasi langsung pada area yang diperiksa
seperti struktur faring dan laring setinggi plika vokalis untuk
mengevaluasi fase faring pada proses menelan dan dapat mendeteksi
adanya aspirasi tanpa disertai batuk (silent aspiration).( McCulloch
et al, 2001)
2. Indikasi 1. mengevaluasi pasien dengan kesulitan menelan dan
kemungkinan risiko aspirasi dalam proses menelanRecurrent
acute tonsillitis (Marks L,2001)
2. menentukan intake nutrisi yang optimal untuk
meminimalkan risiko aspirasi (Marks L,2001)
3. Menilai perubahan struktur anatomi pada nasofaring,
orofaring atau laring (Marks L,2001)
4. Menilai integritas sensorik struktur faring dan laring (Marks
L,2001)
5. Menilai kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas
pada saat menelan. (Marks L,2001)
6. Risiko tinggi untuk terjadinya aspirasi pada pasien (Marks
L,2001)
7. Menilai kesimetrisan dari kontriksi faring kanan dan kiri.
(Marks L,2001)
3. Kontraindikasi Metode ini tidak mempunyai kontraindikasi mutlak untuk
dilakukan. Beberapa keadaan yang dapat dipertimbangkan untuk
tidak dilakukan pemeriksaan FEES ialah gangguan hemostasis,
penurunan kesadaran, tanda vital yang tidak stabil.( Nacci A et al,
2008)
4. Persiapan Terdiri atas persiapan pasien, bahan dan alat, serta petugas
A. Pasien
1. Penjelasan operasi dan kemungkinan komplikasi yang dapat
terjadi (informed consent)
2. Pasien dalam keadaan sadar
3. Bisa diposisikan dalam keadaan duduk atau setengah duduk
4. Beberapa keadaan yang dapat dipertimbangkan untuk tidak
dilakukan pemeriksaan FEES ialah gangguan hemostasis,
penurunan kesadaran, tanda vital yang tidak stabil.
B. Bahan dan Alat
1. Bahan
 Larutan Betadine 100 ml
 Alkohol 70% 25 ml
 Kassa Depper Tonsil 4 pack (@5 buah)
 Kassa steril 1 pack (@5 lembar)
 Benang silk 2-0 1 pack
2. Alat
 Pastikan kelengkapan peralatan nasofaringolaringoskopi
serat optik lentur telah tersedia dan lengkap, yaitu :
a. Nasofaringolaringoskopi serat optik lentur
b. Sumber cahaya
c. Kabel sumber cahaya
d. TV monitor dan dvd/video recording
e. Makanan dengan 6 konsistensi : cairan encer (thin
liquid), cairan kental (thick liquid), bubur saring
(puree), bubur nasi (gastric rice/soft food), bubur
tepung (havermouth), dan biskuit. Semua
konsistensi makanan kecuali biskuit diberi warna
hijau untuk visualisasi yang lebih baik saat
pemeriksaan.
f. Xylocain jelly dan antifog

C. Petugas
1. Dokter Spesialis THT-KL yang mempunyai kewenangan
klinis
2. PPDS Sp.1 THT-KL yang mempunyai kewenangan klinis
sesuai tingkat kompetensi pendidikannya
5. Prosedur TAHAPAN PROSEDUR TINDAKAN :

1. Preswallowing assessment
a. Preswallowing assessment dilakukan dengan menilai fungsi
muskular pada fungsi oromotor dengan melihat pergerakan
dan kekuatan otot lidah dengan menyuruh pasien menjulurkan
lidah ke depan dan menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
Penilaian otot bukalis dan otot labialis dilakukan dengan
menilai adanya kebocoran bibir saat pasien dengan
menggembungkan pipi saat mulut tertutup. Pergerakan
palatum mole dinilai dengan menyuruh pasien menyebutkan
huruf AAA dan pada saat itu terlihat pergerakan uvula dan
palatum mole ke anteroposterior.
b. Skope dipegang dengan tangan kiri dengan jempol diposisikan
pada tuas dan tangan kanan memegang ujung skope (bagian
lensa) untuk bisa mengarahkan.
c.Ujung skope dilumuri dengan xylokain jelly untuk
mempermudah saat insersi.
d. Skope dimasukkan melalui hidung dengan terlebih dahulu
dinilai lubang hidung yang lebih lapang, dimasukkan melalui
rongga di antara konka inferior dan media.
e. Kemudian endoskop dimasukkan melalui kavum nasi sampai
ke nasofaring dan pasien diminta menelan tanpa makanan (dry
swallow) untuk menilai kerapatan penutupan velofaring
(velopharyngeal competence) atau dengan menyuruh
menyebutkan pi pi pi. Dinilai apakah pergerakan velofaring
simetris kanan dan kiri atau terdapat adanya gap karena
penutupan yang tidak sempurna
f. Selanjutnya endoskop dimasukkan lagi sampai hipofaring
dengan posisi skope di atas uvula agar dapat memvisualisasi
struktur di bawah palatum mole. Pada posisi ini, dilakukan
evaluasi pangkal lidah, valekula, sinus piriformis kanan dan
kiri, dinding posterior faring, dan postkrikoid.
g. Untuk mengevaluasi struktur laring endoskop dimasukkan
lebih dalam lagi, hingga ujungnya berada setinggi epiglotis.
h. Evaluasi dilakukan terhadap posisi plika vokalis saat diam dan
gerakan plika vokalis saat fonasi dengan menyebutkan huruf
iiiii dan saat inspirasi. Dinilai adanya akumulasi sekret atau
saliva (standing secretion) di daerah valekula, sinus piriformis
kanan dan kiri atau di daerah postkrikoid, demikian juga
adanya penetrasi dan aspirasi sekret /saliva ke jalan napas.
2. Swallowing Assessmen
a. Tes menelan dengan 6 konsistensi makanan seperti uraian di
atas. Dimulai dengan memberikan 1 sendok bubur saring,
pasien diminta menahannya dalam mulut kira-kira 10 detik
untuk menilai adanya kebocoran fase oral (premature oral
leakage) atau aspirasi sebelum menelan (preswalllowing
aspiration).
b. Kemudian pasien diminta menelan dan pada saat bersamaan
gambaran visualisasi akan hilang sesaat, kurang dari satu detik
(white spot/blind spot) karena kontraksi velofaring dan elevasi
laring, penilaian dilakukan sesaat sebelum dan sesudah momen
ini.
c. Penting dicatat adanya lateralisasi aliran makanan, penetrasi
atau aspirasi, dan residu/sisa makanan pada valekula, sinus
piriformis, pangkal lidah, dan postkrikoid. Bila terdapat residu
maka pasien diminta menelan lagi dan dinilai apakah dengan
menelan berulang efektif untuk membersihkan residu.
d. Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemberian bubur nasi dan
dihentikan bila terdapat aspirasi. Respons terhadap aspirasi
dan efektifitas refleks batuk dinilai.
e. Bila tidak ada aspirasi pemeriksaan dilanjutkan dengan 5
konsistensi makanan lainnya dengan urutan dari bubur nasi,
havermout, susu, air dan terakhir biskuit atau krekers.
Perubahan posisi kepala dan teknik lain yang membantu
memperbaiki proses menelan dilakukan saat pemeriksaan di
atas dan dinilai efektivitasnya. Hasil pemeriksaan direkam
dalam komputer perekam data untuk bahan analisa
selanjutnya.
3. Theurapeutic assessment
a. Modifikasi diet memerlukan kerjasama dengan ahli gizi dan
ahli Rehabilitasi Medik untuk menentukan bentuk makanan
yang dapat diterima dan aman untuk pasien. Pemberian
makanan per oral dalam jumlah yang adekuat untuk kalori,
protein, vitamin, mineral dan cairan dengan rupa dan rasa yang
dapat diterima pasien merupakan tujuan utama
penatalaksanaan disfagia.
b. Perlu ditentukan posisi kepala saat makan yang membuat
proses makan menjadi lebih lancar seperti posisi menunduk
(Chin tuck), posisi kepala menoleh ke satu sisi (head rotation)
atau kepala miring ke satu sisi (head tilt)
c. Bila perlu dicoba manuever yang dapat membantu proses
menelan seperti :
 Perasat supraglotik (supraglottic swallow): pasien diminta
menelan makanan sambil menahan napas dan batuk setelah
menelan sebelum inspirasi. Tujuannya untuk menutup plika
vokalis dan membersihkan residu yang mungkin masuk ke
laring.
 Perasat super-supraglotik (super-supraglottic swallow) : Sama
dengan perasat supraglotik dengan menahan napas sedikit
lebih lama dan dalam. Bertujuan untuk menambah penutupan
plika vokalis atau membantu penutupan bagian posterior plika
vokalis.
 Effortful swallow : pasien diminta menelan sambil menekan
bolus dengan kuat dengan kekuatan otot pangkal lidah dan
faring.
 Perasat Mendelsohn : pasien melakukan beberapa kali gerakan
menelan sambil merasakan tonjolan tiroid terangkat.
Kemudian pasien diminta menahan beberapa detik pada saat
posisi tiroid terangkat (laring elevasi). Laring yang
dipertahankan terelevasi akan merelaksasi sfingter esofagus
superior sehingga dapat dilalui makanan.
Pasca Prosedur 1. Observasi apakah masih terdapat residu makanan di
Tindakkan valekula, sinus piriformis dan postkrikoid. Bila masih ada
harus dibersihkan.
2. Ditentukan cara pemberian makanan yang terbaik, baik
secara per oral, per pipa nasogaster atau sekaligus keduanya
3. Terapi operatif : a. Gastrostomi dilakukan pada penderita
yang tidak mampu menelan peroral secara adekuat
sedangkan fungsi traktus gastrointestinal baik. Dilakukan
setelah penggunaan pipa nasogaster selama 2 bulan.
b. Operasi untuk mencegah aspirasi seperti trakeostomi,
medialisasi plika vokalis dengan injeksi plika vokalis, adduksi
aritenoid, penutupan laring, dan pengangkatan kornu superior
kartilago tiroid.
7. Tingkat -
rekomendasi
8. Kompetensi
9. Kompetensi PPDS* Merah Kuning Hijau Biru
Diagnosis
Pengelolaan
Medis
Prosedur

10. Tingkat evidens** -


11. Penelaah kritis KELOMPOK STUDI BRONKO-ESOFAGOLOGI PERHATI-KL
12. Indikator medis Perlu perbaikan : langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan
yang seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika
harus berurutan)
Mampu : langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan
urutannya (jika harus berurutan). Pelatih hanya
membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu
untuk kondisi di luar normal
Mahir : langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan
waktu kerja yang sangat efisien
T/D : langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu
tidak perlu diperagakan)
13. Kepustakaan 1. McCulloch TM, Van Daele DJ. Normal anatomy and
physiology of the nose, the pharynx, and the larynx. In:
Langmore SE, editors. Endoscopic evaluation and treatment of
swallowing Disorder, 1st Stuttgart: Thieme; 2001. p. 7-36
2. Marks L, Rainbow D. Neuro antomy and anatomy of the normal
swallowing process in adults. In: Marks L, Rainbow D, editors.
Working with dysphagia, 1st Publishing Ltd; 2001.p. 2-6.
3. Nacci A, Ursino F, Vela RL, Matteuci F, Mallardi V, Fattori B.
Fiberoptic endsocopic evaluation of swallowing (FEES):
proposal for informed consent. Acta Otorhinolaringol Ital
2008;28:206-11.
Keterangan :

*Kompetensi residen :
1. Mengenali dan menjelaskan
2. Mendiagnosis dan merujuk
3. Mendiagnosis dan memberikan tatalaksana awal dan merujuk
4. Mendiagnosis , memberikan penatalaksanaan mandiri dan tuntas.
** Tingkat Evidens (sumber rujukan) :
I : metaanalisis dan sistimatik review dari RCT
II : design penelitian dengan kohort
III : design penelitian dengan kasus kontrol
IV : dari seri kasus

Surakarta, 12 April 2018


Komite Medik Ketua KSM/Bagian I K THT-KL

Dr. Untung Alifianto,dr., Sp.BS dr. S. Hendradewi, Sp.THT-KL(K), MSi Med,


FICS
NIP.19561223 198611 1 002 NIP. 19651121 201001 2 001

Plt. Direktur RSUD Dr Moewardi


Provinsi Jawa Tengah
Wakil Direktur Umum

Dr. Suharto Wijanarko, dr., Sp.U


NIP. 19610407 198812 1 001

Anda mungkin juga menyukai