Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

Pendahuluan ..................................................................................................... 2
Pembahasan ..................................................................................................... 4
Preoperative visit ............................................................................................. 4
Pemeriksaan pre operatif .................................................................................. 4
Anamnesa ........................................................................................................ 5
Pemeriksaan fisik ............................................................................................ 7
Pemeriksaan penunjang ................................................................................... 10
Menentukan prognosis .................................................................................... 11
Persiapan pada hari operasi ............................................................................. 11
Kesimpulan ..................................................................................................... 12
Daftar pustaka ................................................................................................. 13

1
BAB I
PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari hal-hal


aig menvangkut anestesia. Menurut asal katanya, anestesia berasal dan kata
yang berarti “tidak” dan “estesia” yang berarti “rasa”. Dengan demikian, esia”
memiliki arti “tidak berasa”. Istilah anestesia ini pertama kali digunakan oleh
Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846. Pada awalnya esio1ogi merupakan
cabang ilmu kedokteran yang bertugas menghilangkan rasa nyeri dan rumatan
pasien sebelum, selama dan sesudah operasi. Seiring dengan perkembangan ilmu
kedokteran, definisi anestesiologi mengalami banyak kembangan.
Pada tahun 1989, The American Board of Anesthesiology mengemukakan
bahwa kegiatan profesi atau praktek anestesiologi meliputi hal-hal berikut:
1. Menilai, merancang dan menyiapkan pasien untuk anesthesia
2. Membantu menghilangkan nyeri saat pembedahan, persalinan dan
diagnostik-terapeutik.
3. Memantau dan memperbaiki homeostasis pasien perioperatif dan
pasien dalam keadaan kritis.
4. Mendiagnosa dan mengobati sindroma nyeri
5. Mengelola dan mengajarkan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
6. Mengevaluasi fiingsi pernapasan dan mengatasi gangguan pernapasan.
7. Mengajarkan, memberi supervisi dan mengevaluasi penampilan
personel paramedik dalam bidang anestesia, perawatan pemapasan dan
perawatan pasien kritis.
8. Mengadakan penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk
menjelaskan dan memperbaiki perawatan pasien terutama tentang
fungsi fisiologis dan respon terhadap obat. Melibatkan din dalam
administrasi rumah sakit, pendidikan kedokteran dan fasilitas rawat
jalan yang diperlukan untuk implementasi pertanggungjawaban.

2
Anestesiologi sering disebut toksikologi terkendali. Hal ini karena dalam
melakukan anestesia atau analgesia, kita akan mempergunakan obat-obatan yang
toksik. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa farmakologi adalah
yang mendasari anestesiologi. Selain farmakologi, fisiologi juga merupakan
dasar anestesiologi. Mengetahui faal organ-organ tubuh manusia sangat dalam
melakukan anestesia atau analgesia.
Pasien yang akan menjalani anestesia dan pembedahan baik elektif
maupun harus dipersiapkan dengan baik. Persiapan pra anestesia pada operasi I
sebaiknya dilakukan 1-2 hari sebelum operasi (pre-operative visit) dan
pada operasi darurat persiapan pra anestesia dilakukan seoptimal mungkin dalam
yang singkat. Keberhasilan anestesia dan pembedahan sangat dipengaruhi
oleh persiapan pra anestesia. Persiapan yang kurang memadai dapat meningkatkan
tejadinya kecelakaan anestesia.

Resiko yang terjadi pada saat anestesia dibagi menjadi :


1. Resiko yang dapat diketahui sebelum operasi
Resiko yang dapat diketahui sebelum operasi bisa didapat melalui
pemeriksaaan sebelum dilakukan anestesia dan operasi sehingga dapat
memperkecil resiko dan dapat diantisipasi, misalnya :
 Seorang perokok berat dapat diramalkan akan menimbulkan
gangguan pernafasan selama dan sesudah operasi.
 Operasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perdarahan
yang banyak.
2. Resiko yang tidak diketahui sebelumnya
Resiko yang dapat terjadi selama tahapan anestesi dan operasi yang
terjadi secara mendadak dan tidak terduga sebelumnya, misalnya :
 Reaksi berlebihan yang menimbulkan syok dapat saja terjadi tanpa
terduga pada pemberian suatu obat.
 Dapat terjadinya emboli yang tidak terduga, misalnya pada operasi
kebidanan dapat terjadi emboli karena air ketuban yang
dapat berakibat fatal.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pre-operative Visit


Seperti yang sudah diketaliui, setiap akan melakukan anestesi dan
operasi pembedahan diperlukan persiapan untuk memberikan rasa nyaman
dan menjaga keselamatan pasien sebelum, selama dan sesudah anestesi dan
operasi pembedahan. Kunjungan pre-operatif bertujuan untuk :
1. Membina hubungan baik dengan pasien
2. Mengetahui riwayat anestesi, riwayat penyakit dahulu dan sekarang,
dan riwayat pembedahan
3. Menyelenggarakan pemeriksaan fisik
4. Melakukan pemeriksaan khusus
5. Menentukan status fisik dan menilai resiko anestesi dan pembedahan,
bila perlu menunda atau membatalkan operasi
6. Mengadakan pengelolaan pre-operatif
7. Merencanakan dan menentukan obat premedikasi, obat anestesi dan
pengelolaan anestesi yang sesuai dengan kondisi pasien

2.1.1 Pemerikaan Pre-operatif


Pada pemeriksaan pre-operatif dilakukan dengan cara seperti
pemeriksaan umumnya yaitu anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium. Secara umum pemeriksaan pre-operatif meliputi AMPLE
yaitu :
A : Alergi
M : Medical drug
P : Past Illness
L : Last Meal
E : Exposure

4
2.1.2 Anamnesa
Anamnesa dapat dilakukan secara langsung pada pasien
(autoanamnesa) dengan keluarga pasien (hetero anamnesa) yang harus
diperhatikan dalam adalah :
1. Identitas pasien
Segala sesuatu mengenai pasien misalnya : nama, usia, jenis kelamin,
alamat. pekeiaan, dll.
2. Riwavat penyakit pasien sekarang
Penyakit yang sedang diderita pasien dan penyakit penyerta yang dapat
menjadi penyulit anestesi misalnya : penyakit kardiovaskular, penyakit
metabolik, penyakit respiratorik, dll.
3. Riwaat penyakit terdahulu
Penyakit yang pernah diderita pasien yang dapat mempengaruhi
anestesi misalnya : asthma, diabetes.
4. Riwayat penyakit keluarga yang bersifat herediter
5. Riwayat alergi
Apakah pasien mempunyai riwayat alergi baik alergi obat, makanan
ataupun alat yang akan dipakai saat anestesi.
6. Riwayat kemungkinan adanya kehamilan
Pada pasien yang hamil pemilihan cara dan obat anestesi harus sangat
hati-hati karena dapat berpengaruh pada kehamilan dan janin.
7. Riwayat anestesi sebelumnya
Apakan pasien pemah dianestesi sebelumnya dan apakah ada masalah
dengan cara atau obat anestesi pada anestesi sebelumnya.
8. Riwayat kebiasaan
Banyak kebiasaan yang akan berpengaruh pada anestesi dan bahkan bisa
menjadi penyulit dalam anestesi misalnya:
 Rokok
Pasien yang memiliki kebiasaan merokok berat dapat menimbulkan
pengaruh dalam anestesi seperti merangsang batuk, merangsang

5
sekret pada jalan nafas, memicu atelektasis dan pneumoni pasca
bedah, oleh karena itu sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan
rokok harus dihentikan minimal 24 jam sebelumnya.
 Alkohol
Kebiasaan mengkonsums alkohol pada umumnya akan menimbulkan
resistensi terhadap obat-obat anestesi terutama golongan barbiturat
sehingga jumlah obat yang diberikan harus di sesuaikan.
 Obat-obat yang dikonsumsi
Obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh pasien dapat berpengaruh
pada anestesi sehingga hams diperiksa apakah obatobatan tersebut
dapat terus dikonsumsi atau harus dihentikan sementara.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik


Perneriksaan fisik yang dilakukan secara umum adalah pemeriksaan
tinggi dan berat badan, kesadaran, tanda-tanda anemia, ikterus, sianosis,
dehidrasi, oedema, tekanan darah, frekuensi nadi, suhu tubuh, frekuensi
nafas dan nyeri. Secara keseluruhan dilakukan pemeriksaan 5B yaitu :
Breath, Blood, Bowel. Bladder, dan Bone.
 Breath (jalan nafas, pola nafas, suara nafas, anatomi dan fungsi paru)
Perhatikan jalan nafas terutama bagian atas dan rencanakan
penatalaksanaan selama anestesi. Evaluasi apakah jalan nafas tersumbat,
apakah ada penyulit dalam intubasi seperti panjang leher, gangguan
membuka mulut (jarak minimal 4 cm), kekakuan otot leher, masalah gigi
(ompong, gigi palsu, gigi goyah), atau lidah yang relatif besar. Hal
tersebut dapat menjadi penyulit dalam pelaksanaan laringoskopi
intubasi.
Leher yang pendek maupun panjang akan mempersulit intubasi,
untuk mengetahui apakah panjang leher cukup untuk melakukan intubasi
dengan cara mengukur jarak mentohyoid, yaitu jarak antara mento
dengan os. hyoid dibelakang Adam’s apple. Jarak ideal mentohyoid
adalah 4 jan atau 7 cm.

6
Untuk memeriksa rongga mulut biasanya digunakan pemeriksaan
Mallampati, yaitu dengan mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan.
Pemeriksaan Mallampati ini dibagi menjadi beberapa derajat, antara lain:
 Derajat I : Uvula terlihat semua
 Derajat II : Uvula terlihat sebagian
 Derajat III : Uvula tidak terlihat tetapi palatum molle terlihat
 Derajat IV : Hanya terlihat palatum durum

Periksa juga sistem pemafasan, perhatikan frekuensi nafas, irkan


suara nafas, apakah ada suara nafas tambahan seperti ronki
atau wheezing. perhatikan gerakan dada saat bemafas simetris atau dan
apakah pasien sesak atau nyeri saat bernafas.
 Blood (tensi. suara jantung, kelainan anatomis dan fungsi jantung)
Periksalah apakah pasien memiliki masalah dengan jantung dan
pembuluh darah, khususnya penyakit katup jantung, hipertensi dan gagal
jantung baik kiri maupun kanan. Pemeriksaan dilakukan dengan melihat
adanya peningkatan tekanan vena, oedem pada ekstremitas bawah
maupun pembesaran hepar. Dengarkan suara jantung apakah ada suara
tambahan atau tidak.
 Brain (GCS, kelainan saraf pusat atau perifer)
Periksa apakah pasien ada gangguan kesadaran atau tidak,
adakah gangguan pada saraf perifer atau pusat. Hal mi penting untuk
ngelo1aan anestesi baik sebelum, selama dan sesudah anestesi dan
bedah.
 Bowel (makan minum terakhir, bising usus, gangguan peristaltik,
gangguan lambung, kehamilan)
Pada abdomen banyak yang hams diperhatikan, pembesaran
hepar akibat konsumsi alkohol atau penyakit lain akan berpengaruh
terhadap obat anestesi yang akan digunakan. Makan minum terakhir
hams diperhatikan oleh karena dapat menimbulkan efek muntah, yang
dapat mengakibatkan aspirasi muntahan ke dalam paru.

7
Jika pasien dalam keadaan hamil harus diperhatikan obat-obat
yang akan diberikan karena dapat berpengaruh pada kehamilan dan
janin.
 Blader (produksi urine)
Periksa fungsi ginjal apakah ada gangguan atau tidak, misalnya
gagal ginjal akut. Secara umum urine dapat menggambarkan :
 Fungsi ginjal dan salurannya
 Kemodinamik penderita
 Hidrasi
 Hormonal
Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa :
 Produksi urine
Harus dinilai produksi urine apakah normal atau tidak
 Normal 0,5-1 ml/kg BB/jam
 Anuri : 20m1/24jam
 Oliguri : 25m1/jamatau400ml/24jam
 Poliuri 2500 ml/24 jm
 Serum kreatinin
 BUN
 Sedimen urine
 Bone (kelainan postur tubuh, kelainan neuro muskuler, patah tulang)
Kelainan postur tubuh dapat mempengaruhi fungsi tubuh dan
menjadi penyulit saat anestesi. Bentuk tulang belakang yang abnormal
dapat mempengaruhi anatomi tubuh, misalnya trakhea menjadi tertarik
ke lateral sehingga mempersulit intubasi.
Patah tulang leher terutama C2 menyebabkan tetraplegi dan
kelumpuhan otot diafragma. Patah tulang terbuka ataupun tertutup dapat
menyebabkan syok hipovolemik karena perdarahan. Patah tulang
panjang dapat menyebabkan emboli lemak.

8
2.14 Pemeriksaan Penunjang (laboratorium)
Setelah melakukan pemeriksaan fisik dapat diketahui apakah
terdapat atau tidak. Namun, jika dirasa masih meragukan maka untuk
mendapat kepastian dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan radiologi, EKG atau pemeriksaan laboratorium.
Ada pemeriksaaan penunjang yang rutin harus dilakukan ada juga
yang kan jika ada indikasi untuk pemeriksaan penunjang. Adapun indikasi
kukan pemeriksaan penunjang antara lain : usia, penyakit yang sedang
diderita, penyakit penyerta, penyakit dahulu, penyakit keluarga yang
herediter, kehamilan, dll
 Pemeriksaan Rutin
 Pemeriksaan rutin darah (Hb, leukosit, trombosit, hematokrit)
 Pemeriksaan Kimia Klinik
o Fungsi hepar (SGOT, SGPT, albumin)
o Fungsi ginjal (Urine lengkap, BUN, Serum kreatinin)
o Faal hemostasis
o Serum elektrolit (Na. K, Cl)
 Pemeriksaan berdasarkan indikasi
 Radiologi (foto thoraks, BOF, CT Scan, USG, dll)
 Laboratorium (gula darah)
 EKG. Echocardiogram, treadmil, dll
Setelah pemeriksaan pre operatif dilakukan dan memperoleh
gambaran tentang keadaan fisik dan mental pasien beserta rnasalah-masalah
yang ada, 1anjutnya dibuat rencana mengenai obat dan teknik anestesia yang
akan digunakan.

2.1.5 Menentukan Prognosis


Setelah melakukan pemeriksaan pre-operatif dokter anestesi dapat
menentukan prognosis dan dinyatakan dengan status fisik berdasarkan ASA
(American Society of Anesthesiology) dengan beberapa kategori :

9
ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat organik, fisiologik,
biokimia dan psikiatrik yang memerlukan operasi.
ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai
sedang.
ASA 3 : Pasien dengan kelainan sistemik berat sehingga
aktivitas rutin terbatas.
ASA 4 : Pasien dengan penyakit sistenik berat tak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya
merupakan ancaman bagi
kehidupannya setiap saat.
ASA 5 : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
Pada pasien cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.

2.1.6 Persiapan Pada Hari Operasi


Pada hari operasi perlu dilakukan persiapan sebelum pasien dibawa
ke ruang operasi. Terjadinya kasus salah identitas dan salah operasi dapat
saja terjadi, oleh karenanya pemeriksaan status pasien berulang kali harus
selalu dilakukan. Adapun persiapan yang harus dilakukan adalah :
 Pengosongan dan Pembersihan Lambung
Pengosongan dan pembersihan lambung sangat penting untuk
menghindari aspirasi isi lambung akibat regurgitasi atau muntah. Pada
pembedahan elektif dilakukan puasa 6-8 jam sebelum operasi dan
pemberian urus-urus (kumbah lambung). Pada anak-anak dan bayi puasa
dilakukan selama 3-6 jam sebelum operasi. Pada operasi darurat
dilakukan dengan cara merangsang muntah, memasang pipa nasogastrik,
ataupun memberikan obat-obat yang merangsang muntah. Cara ini
kurang menyenangkan bagi pasien, karena itu jarang dilakukan.
 Gigi palsu, bulu mata palsu, cincin, gelang, perhiasan dan logam
maupun non logam, kosmetik (lipstick, cat kuku) karena dapat

10
mempengaruhi pemeriksaan selama anestesi, misalnya dapat
mengaburkan tanda-tanda sianotik.
 Mengosongkan vesika urinaria, pasien disuruh miksi habis pada pagi
harinya. Bila perlu dipasang kateter.
 Untuk membersihkan jalan napas, pasien dapat disuruh batuk-batuk
beberapa kali.
 Mengganti pakaian penderita dengan pakaian khusus, dapat diberi label
identifikasi.
 Mengulang pemeriksaan fisik, pastikan tidak ada perubahan yang
bermakna yang dapat menyulitkan perjalanan anestesi, misalnya
hipertensi mendadak, febris mendadak, dehidrasi, atau serangan akut
asthma.

11
BAB III
KESIMPULAN

Pre-operative visite sebaiknya dilakukan sebelum melakukan anestesi di


kamar operasi karena sangat bermanfaat bagi pasien, operator dan ahli anestesi.
Pre-operative visit bertujuan untuk menilai kelayakan pasien untuk dilakukan
anestesi dan juga untuk menentukan jenis dan obat anestesi yang akan digunakan.
Hal ini penting untuk menjaga keselamatan pasien.
Tindakan anestesi yang baik, bila mulai persiapan, durante operasi dan
pasca operasi berjalan dengan aman.

12
DAFTAR PUSTAKA
1. Arief Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan.
Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: 2000.
2. Latief, Said, 5, Kartini, R, Dahian. Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2001
3. G. Edward Morgan, Jr., Mageds, Mikhail. ClinicalAnesthesiology. Mc
Graw-Hill Companies New york: 2002, Hal : 932-949.
4. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S. Dahian, R. Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: 1989.

13

Anda mungkin juga menyukai